DISUSUN OLEH:
RIZKA CINDY ARINA PUTRI
(P07120521068)
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN
Asuhan keperawatan yang berjudul “Asuhan Keperawatan Kritis pada Tn. A dengan
Diagnosa Medis Tetanus di Ruang HCU RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten” ini disusun
untuk memenuhi tugas individu Praktik Klinik Keperawatan Kritis semester II, diajukan
untuk disetujui pada:
Hari :
Tanggal :
Tempat :
Mengetahui:
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat, dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan asuhan keperawatan ini dengan baik. Asuhan
keperawatan ini penulis susun untuk memenuhi tugas individu Praktik Klinik Keperawatan
Kritis. Dalam penyusunan asuhan keperawatan ini penulis mendapatkan banyak bantuan,
bimbingan, dan saran serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan kali ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Joko Susilo, SKM, M.Kes. selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
2. Bapak Bondan Palestin, SKM, M.Kep, Sp. Kom. selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
3. Ibu Ns. Harmilah S.Pd., S.Kep., M.Kep., Sp.MB. selaku Ketua Prodi Profesi Ners
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
4. Bapak Abdul Majid., S.Kep., Ns., M.Kep. selaku Dosen Pembimbing Akademik.
5. Perawat yang ada di Ruang HCU RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
6. Teman-teman kelas Prodi Profesi Ners.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan asuhan keperawatan ini terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan asuhan keperawatan ini sehingga kedepannya menjadi
lebih baik.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tetanus merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman Clostridium
Tetani yang menyebabkan kejang otot dan diikuti oleh kekakuan seluruh badan.
Toksin tetanus (Tetanospasmin) masuk dan menyebar ke sistem saraf pusat
menghambat pelepasan asetikolin, kondisi ini memHCU spasme otot sehingga terjadi
resiko cedera. Pasien beresiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang
menyebabkan seseorang tidak dalam sepenuhnya sehat atau dalam kondisi baik. Jika
masalah resiko cedera tidak segera ditangani akan menyebabkan penyakit yang serius
dan mengancam jiwa (Aspaiani, 2016).
Penyakit tetanus masih sering ditemui di seluruh dunia dan merupakan
penyakit endemik di negara berkembang dengan angka kejadian 1.000.000 pasien
setiap tahunnya di dunia. Di Indonesia, insiden penyakit tetanus menurut WHO
(2018) sebayak 391 kasus dan 17 diantaranya menderita tetanus neonatal data terakhir
diperbarui 15 Juli 2020. Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh kuman
Clostridium Tetani yang menyebabkan kejang otot dan diikuti oleh kekakuan seluruh
tubuh (Hendrata & Reginald, 2013).
Kuman masuk melalui luka (luka tusuk, jaringan nekrotik, luka yang
terinfeksi) sebagai port d’entreee yang lebih beresiko menimbulkan tetanus. Pada
luka tersebut tercipta kondisi anaerob yang kemudian menjadi lingkungan optimal
bagi proses germinasi (spora dengan bentuk vegetatif) dan memproduksi
tetanospasmin dan tetanolisin. Toksin tetanus (Tetanospasmin) kemudian masuk dan
menyebar ke sistem saraf pusat menghambat pelepasan asetikolin, kondisi ini
memHCU spasme otot sehingga terjadi resiko cedera. Apabila resiko cedera dibiarkan
tanpa penanganan bisa menyebabkan penyakit yang serius dan mengancam jiwa
(Ikram, 2011).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi kejang pada pasien
tetanus yaitu dengan memberikan kenyamanan lingkungan kepada pasien seperti
mengurangi pencahayaan, membatasi pengunjung, memasang side-rail di tempat tidur
dan menjauhkan dari benda-benda yang berbahaya. Selain itu perawat bisa
memberikan edukasi kepada keluarga pasien untuk menghindari untuk memasukkan
apapun ke dalam mulut pasien saat periode kejang serta tidak menggunakan
kekerasan untuk menahan pergerakan pasien. Perawat sebagai penyedia layanan
kesehatan, sangat penting guna menentukan tujuan bersama pasien dalam
memberikan tindakan khusus untuk mengajarkan dan mengkaji secara individu dalam
mempertahankan atau memulihkan kembali kondisi pasien secara optimal serta
mengevaluasi kesinambungan asuhan keperawatan (Kasron, 2012).
Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis peroleh dan mengingat masih
tingginya angka penderita tetanus maka penulis tertarik untuk mengambil judul
“Asuhan Keperawatan Kritis pada Tn. A dengan Diagnosa Medis Tetanus di Ruang
HCU RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada permasalahan diatas dapat dikemukakan rumusan masalah
“Bagaimana Asuhan Keperawatan Kritis pada Tn. A dengan Diagnosa Medis Tetanus
di Ruang HCU RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten?”
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan kritis pada Tn. A dengan diagnosa
medis Tetanus di Ruang HCU RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan kritis pada Tn. A dengan diagnosa medis
Tetanus di Ruang HCU RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan kritis pada Tn. A dengan diagnosa medis
Tetanus di Ruang HCU RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
c. Menyusun intervensi keperawatan kritis pada Tn. A dengan diagnosa medis
Tetanus di Ruang HCU RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
d. Melaksanakan implementasi keperawatan kritis pada Tn. A dengan diagnosa
medis Tetanus di Ruang HCU RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
e. Melaksanakan evaluasi keperawatan kritis pada Tn. A dengan diagnosa medis
Tetanus di Ruang HCU RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
f. Melaksanakan dokumentasi keperawatan kritis pada Tn. A dengan diagnosa
medis Tetanus di Ruang HCU RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
D. Metodologi Penulisan
Untuk memperoleh bahan penulisan yang dibutuhkan dalam penyusunan asuhan
keperawatan ini, maka penulis menggunakan metode studi pustaka dari berbagai
literatur kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Beberapa
jenis referensi utama adalah beberapa buku mengenai asuhan keperawatan dan artikel
ilmiah yang bersumber dari internet. Jenis data yang diperoleh bervariatif, bersifat
kualitatif dan kuantitatif. Penulisan diupayakan saling terkait antara satu sama lain
sesuai dengan topik yang dibahas.
E. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Asuhan keperawatan ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian untuk kemajuan
di bidang ilmu keperawatan kritis.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pasien
Asuhan keperawatan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan pasien
mengenai penatalaksanaan tetanus.
b. Bagi Perawat
Asuhan keperawatan ini dapat meningkatkan peran perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan tetanus.
c. Bagi Mahasiswa
Asuhan keperawatan ini dapat digunakan mahasiswa sebagai bahan masukan
penelitian selanjutnya dan menjadi bahan referensi materi pembelajaran bagi
kemajuan pendidikan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. Klasifikasi Tetanus
Klasifikasi tetanus berdasarkan bentuk klinis yaitu (Nurhidayat, 2011):
a. Tetanus local: biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas
dan spasme pada bagian proksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam
beberapa minggu dan menghilang.
b. Tetanus sefalik: varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi 1-2 hari
terjadi susudah otitis mdia atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah
disfungsi saraf III, IV, VII, IX dan XI tersering saraf pada otak VII diikuti
tetanus umum.
c. Tetanus general: yang merupakan bentuk paling sering. Spasme otot, kaku
kuduk, nyeri tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang terkunci (trismus),
disfagia. Timbul kejang menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi bagian bawah.
Pada mulanya, spasmme berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan
perpisah oleh priode relaksasi.
d. Tetanus neonatorum: biasa terjadi dalam bentuk general dan fatal apabila tidak
ditangani. Terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak imunisasi
secara adekuat, rigiditas, sulit menelan ASI, iritabilitas, spasme.
Klasifikasi tetanus berdasarkan beratnya (Nurhidayat, 2011):
a. Derajat 1 (ringan): trismus (kekakuan otot mengunyah) ringan sampai sedang,
spasitas general, tanpa gangguan pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa
disfagia.
b. Derajat 2 (sedang): trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme singkat
ringan sampai sedang, gangguan pernapasan sedang RR>30x/menit, disfagia
ringan.
c. Derajat 3 (berat): trismus berat, spastisitas generaisata, spasme reflek
berkepanjangan, RR >40x/menit, serangan apnea, disfagia berat, takikardi
>120x/menit.
d. Derajat 4 (sangat berat): derajat tiga dengan otomik berat melibatkan system
kardiovaskuler. Hipotensi berat dan takikardia terjadi perselingan dengan
hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat menetap.
3. Etiologi Tetanus
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daera resiko tinggi dengan
cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang
mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan
sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di
mana-mana. Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat
diduga melalui (Nursalam, 2011) :
a. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakarb.
b. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baikc.
c. OMP, cariesgigid.
d. Pemotongan tali pusat yang tidak sterile.
e. Penjahitan luka robek yang tidak steril.
Clostridium tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat, dapat
membentuk spora, dan berbentuk drumstick. Spora yang dibentuk oleh clostridium
tetani ini sangat resisten terhadap panas dan antiseptik. Ia dapat tahan walaupun
telah diautoklaf (1210C, 10-15 menit) dan juga resisten terhadap fenoldan agen
kimia lainnya. Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah,
kotoranmanusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Umumnya, spora
bakteri ini terdistribusi pada tanah dan saluran penceranaan serta feses dari kuda,
domba, anjing, kucing, tikus, babi, dan ayam. Ketika bakteri tersebut berada di
dalam tubuh, ia akan menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang bertindak
sebagai racun yang menyerang bagian sistem saraf). Clostridium tetani
menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu tetanolysin dan tetanospasmin. Fungsi
dari tetanoysin tidak diketahui dengan pasti, namun juga dapat memengaruhi
tetanus. Tetanospasmin merupakan toksin yang cukup kuat (Nursalam, 2011).
5. Patofisilogi Tetanus
Clostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang
terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara masuknya spora ini
melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk oleh besi, luka bakar, luka
lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadang-
kadang luka tersebut hampir tidak terlihat (Russel, 2011).
Bila keadaan menguntungkan dimana tempat luka tersebut menjadi hipaerob
sampai anaerob disertai terdapatnya jaringan nekrotis, leukosit yang mati, benda-
benda asing maka spora berubah menjadi vegetatif yang kemudian bekembang.
Kuman ini tidak invasif. Bila dinding sel kuman lisis maka dilepaskan eksotoksin,
yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin, tidak berhubungan dengan
pathogenesis penyakit. Tetanospasmin, atau secara umum disebut toksin tetanus,
adalah neuroktoksin yang mengaibatkan manifestasi dari penyakit tersebut (Russel,
2011).
Toksin yang dilepas bersama sel bakteri sel vegetative yang mati dan
selanjutnya lisis. Toksin tetanus di gabung oleh ikatan disulfit. Toksin tetanus
melekat pada sambungan neuromuscular dan kemudian diendositosis oleh saraf
motoris, sesudah ia mengalami pengangkutan akson retrograt
kesitoplasminmotoneualfa. Toksin keluar motoneuron dalam medulla spinalis dan
selanjutnya masuk interneuron penghambat spinal. Dimana toksin ini menghalangi
pelepasan neurotransmitter. Toksin tetanus dengan demikian memblokade hambatan
normal otot anatgonis.
Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi
bentuk vegetatif dan berkembang biak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan
yang anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan
turunnya tekanan oxigen jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam
kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel
body) yang memakan waktu sesuai dengan panjang axonnya dan aktifitas
serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel saraf walaupun toksin
telah terkumpul dalam sel. Dalam sumsum belakang toksin menjalar dari sel saraf
lower motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal
inhibitory neurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory
transmitter dan menimbulkan kekakuan.Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan
rata-rata 10 hari (Syaifuddin, 2011).
6. Pathway Tetanus
Sumber: Tambayong (2012)
7. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG: interval CT memanjang karena segment ST. Bentuk takikardi ventrikuler
(Torsaderde pointters)
b. Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah kadar
fosfat dalam serum meningkat.
c. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan subkutan
atau basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi
d. Darah
e. Glukosa Darah: Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
f. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
g. Elektrolit: K, Na
h. Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang Kalium (N 3,80 –
5,00 meq/dl)
i. Natrium (N 135 – 144 meq/dl)
j. Skull Ray: Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
k. EEG: Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh
untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal (Aspaiani, 2016).
8. Penatalaksanaan Tetanus
a. Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
Hiperimun globulin (paling baik)
Dosis: 3.000-6.000 unit IM
Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan
Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat menembus
barier darah-otak
b. Pemberian ATS (anti tetanus)
ATS profilaksis diberikan untuk (luka yang kemungkinan terdapat clostridium:
luka paku berkarat), luka yang besar, luka yang terlambat dirawat, luka tembak,
luka yang terdapat diregio leher dan muka, dan luka-luka tusuk atau gigitan yang
dalam) yaitu sebanyak 1500 IU – 4500 IU. ATS terapi sebanyak > 1000 IU, ATS
ini tidak berfungsi membunuh kuman tetanus tetapi untuk menetralisir eksotoksin
yang dikeluarkan clostridium tetani disekitar luka yang kemudian menyebar
melalui sirkulasi menuju otak. Untuk terapi, pemberian ATS melelui 3 cara yaitu:
1) Di suntik disekitar luka 10.000 IU (1 ampul).
2) IV 200.000 IU (10 ampul lengan kanan dan 10 ampul lengan kanan.
3) IM di region gluteal 10.000 IU.
c. Perawatan luka
1) Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan terbuka
(jaringan nekrosis atau pus membuat kondisis tetani untuk berkembang biak)
2) Penicillin 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24 jam IV) selama
10 hari.
d. Alternatif
1) Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau 4 dosis
2) Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial.
3) Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang hanya dapat
dihentikan dengan membasmi kuman tersebut.
e. Berantas kejang
1) Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang
2) Preparat anti kejang
3) Barbiturat dan Phenotiazim
a) Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam untuk
optimum level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi berespon segera bila
dirangsang
b) Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus
c) Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg BB/24
jam: mungkin 2-6 minggu
f. Terapi suportif
1) Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang
2) Perawatan umum, oksigen
3) Bebas jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi
4) Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral, hindari
dehidrasi. Selama pasase usus baik, nutrisi interal merupakan pilihan selain
berfungsi untuk mencegah atropi saluran cerna.
5) Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin (Ikram, 2011).
9. Komplikasi Tetanus
Komplikasi yang berbahaya dari tetanus adalah hambatan pada jalan napas
sehingga pada tetanus yang berat, terkadang memerlukan bantuan ventilator. Sekitar
kurang lebih 78% kematian tetanus disebabkan karena komplikasinya. Kejang yang
berlangsung terus menerus dapat mengakibatkan fraktur dari tulang spinal dan tulang
panjang, serta rabdomiolisis yang sering diikuti oleh gagal ginjal akut (Kasron, 2012).
Infeksi nosokomial umum sering terjadi karena rawat inap yang
berkepanjangan. Infeksi sekunder termasuk sepsis dari kateter, pneumonia yang
didapat di rumah sakit, dan ulkus dekubitus. Emboli paru sangat bermasalah pada
pengguna narkoba dan pasien usia lanjut. Aspirasi pneumonia merupakan komplikasi
akhir yang umum dari tetanus, ditemukan pada 50% -70% dari kasus diotopsi
(Lemone, 2016).
Salah satu komplikasi yang sulit ditangani adalah gangguan otonom karena
pelepasan katekolamin yang tidak terkontrol. Gangguan otonom ini meliputi
hipertensi dan takikardi yang kadang berubah menjadi hipotensi dan bradikardi.
Walaupun demikian, pemberian magnesium sulfat saat gejala dapat mengontrol gejala
spasme otot dan disfungsi otonom (Majid, 2018).
A. PENGKAJIAN
Hari, tanggal : Selasa, 15 Maret 2022.
Pukul : 09.00 WIB.
Tempat : Ruang HCU RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro.
Metode : Wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan studi dokumen.
Sumber Data : Pasien, keluarga, rekam medis, dan tim kesehatan.
Oleh : Rizka Cindy Arina Putri.
1. Pengkajian Umum
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 65 Tahun
Tempat / Tanggal Lahir : Klaten, 19 November 1956
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : Belum Tamat SD
Alamat : Tegalyoso, Klaten
No.RM : 1112xxx
Riwayat Alergi : Tidak ada
Diagnosa Medis : Tetanus, NSTEMI, Post op HIL hari ke 3
Tanggal masuk RS : 13 Maret 2022
b. Identitas Penanggungjawab
Nama : Ny.S
Usia : 45 tahun
Hubungan dengan pasien : Anak
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Tegalyoso, Klaten
2. Pengkajian Data Dasar
a. Focus Assesment
1) Keadaan Umum : Lemah, terpasang bedside monitor.
2) Kesadaran : Sopor (E1M4V1).
3) Keluhan Utama : Kaku otot rahang (sulit membuka mulut).
b. Sekunder Assesment
1) Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien tidak memiliki riwayat
penyakit hipertensi, diabetes mellitus, maupun penyakit menular. Pasien
mengatakan tidak ada cacat bawaan dan tidak memiliki riwayat alergi
apapun.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Keluarga pasien mengatakan 20 hari yang lalu pasien terkena bambu
yang ada kotorannya namun tidak segera bilang ke keluarga, setelah 20
hari itu itu pasien mengeluh sulit membuka mulut dan menelan
makanan. Keluarga pasien mengatakan awalnya memang terdapat luka
di jari kaki kanan namun sekarang sudah kering. Kemudian pasien
dibawa ke RSKB Diponegoro, disana pasien dilakukan operasi HIL.
Setelah dilakukan operasi pasien baru terdiagnosa Tetanus. Keluarga
pasien mengatakan sepertinya pasien belum pernah imunisasi tetanus.
Kemudian pasien di rujuk ke RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro. Pasien
dirawat di ruang HCU, kemudian pasien mengalami kejang dan akhirnya
pasien di pindah rawat di HCU untuk perbaikan kondisi.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien mengatakan bahwa seluruh anggota keluarganya tidak
memiliki riwayat penyakit menurun seperti hipertensi, diabetes mellitus
maupun penyakit menular. Keluarga pasien mengatakan bahwa anggota
keluarganya kalau sakit hanya masuk angin biasa dan setelah minum
obat beberapa hari kemudian sudah sembuh. Keluarga pasien
mengatakan bahwa anggota keluarganya juga tidak ada yang pernah
menjalani operasi dan tidak memiliki riwayat alergi terhadap apapun.
c. Primary Survey
5) Genetalia
Genetalia normal, terpasang kateter, urin 200cc berwarna kuning pekat.
6) Ekstremitas
Anggota gerak lengkap, tidak ada kelainan jari tangan, capillary refill ≤2
detik. Tidak ada edema. Kekuatan otot di semua ekstremitas adalah 4.
7) Kulit
- Kulit tampak keriput.
- Turgor kulit <3 detik.
- Tercium bau badan yang kurang sedap.
- Kulit lengket.
- Terdapat luka post op HIL yang tertutup kasa di selangkangan kiri.
3. Terapi Obat
- UFH 400cc/24 jam, IV
- Sulfat Magnesium 5cc/jam, IV
- Metronidazole 500mg/6 jam, IV
- Aspilet 80mg/24 jam, PO
- Clopidogrel 75mg/24 jam, PO
- Astrovastatin 20mg/24 jam, PO
- Candesartan 16 mg/24 jam, PO
- Allopurinol 300mg/24 jam, PO
- Concor 1,25 mg/24 jam, PO
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratoritum
Tanggal: 15/03/2022
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan Interpretasi
HEMATOLOGI
PT 16.4 Detik 12.0-18.0 Normal
APTT 50.3 Detik 25.0-34.0 High
DARAH RUTIN
Hemoglobin 11.30 g/dL 14.0-18.0 Low
Eritrosit 3.87 10^6/µL 4.70-6.20 Low
Leukosit 7.93 10^3/µL 4.8-10.8 Normal
Trombosit 198 10^3/µL 150-450 Normal
Hematokrit 33.6 % 37-52 Low
Basofil 0.50 % 0-1 Normal
Neutrofil 70.20 % 50-70 High
Eosinofil 10.70 % 1-3 High
Limfosit 9.90 % 20-40 Low
Monosit 8.70 % 2-8 High
KIMIA KLINIK
Albumin 2.9 g/dL 3.5-5.0 Low
Ureum 43.6 mg/dL 19.0-44.0 Normal
Creatinine 0.97 mg/dL 0.70-1.10 Normal
BUN 20.4 mg/dL 7.0-18.0 High
AST (GOT) 62.0 U/L 7.0-45.0 High
ALT (GPT) 33.3 U/L 7.0-41.0 Normal
ELEKTROLIT
Natrium 143.9 mmol/L 136-145 Normal
Calium 3.19 mmol/L 3.50-5.10 Low
Clorida 99.9 mmol/L 98.0-107.0 normal
HASIL AGD 370C
PH 7.548 7.35-7.45 High
PCO2 28.9 mmHg 35.0-45.0 Low
PO2 62.7 mmHg 80.0-95.0 Low
SO2 94.3 % 96-98 Low
HCT 32.0 % 39.0-49.0 Low
HB 10.6 g/dL 13.2-17.3 Low
Laktat 1.8 mmol/dL 0.36-1.25 High
b. Pemeriksaan Rontgen Thorax PA Dewasa
Tanggal 11/02/22
Kesan:
- Pulmo dalam batas normal
- Kardiomegali dengan aortosclerosis dan elongation aorta.
17 Maret 2022
Intake Output
No
Waktu TD Nadi RR Suhu Lain-
. Parenteral Minum Urine
lain
1. 15.00 137/6 71 23 36.5 Kabiven
0 500cc
2. 16.00 137/5 73 23 36.5 SM 50cc
9
3. 17.00 143/6 78 22 36.4 Metronidazol
3 e 100cc
4. 18.00 151/6 80 22 36.5
7
5. 19.00 143/6 77 22 36.6 300 cc NGT:
3 50 cc
6. 20.00 145/7 78 22 36.4
0
Total intake = 650 cc Total output =
350cc
Balance cairan = total intake – (urine + IWL) =
650 – (350+ 450) = -150cc/24jam = -18,75cc/8
jam
B. ANALISA DATA
DATA MASALAH PENYEBAB
Tanggal 15 Maret 2022 Bersihan Jalan Hipersekresi
Pukul 10.00 WIB Nafas Tidak Jalan Nafas
DS: - Efektif (SDKI 2017,
DO: (SDKI 2017, Hal 18,
- Sebagian jalan nafas terdapat sumbatan Hal 18, D.0149)
lendir. D.0149)
- Saat dilakukan suction, lendir banyak
berwarna hijau kental.
- Vokal fremitus kanan lebih menurun/lemah
dibanding kiri.
- Suara nafas gurgling.
- Terpasang OPA.
- RR: 28x/menit.
Tanggal 15 Maret 2022 Pola Nafas Depresi Pusat
Pukul 10.00 WIB Tidak Efektif Pernafasan
DS: - (SDKI 2017, (SDKI 2017,
DO: Hal 26, Hal 26,
- Respirasi on NRM 15 lpm. D.0005) D.0005)
- RR 28x/menit.
- SPO2 96%.
- Nafas tampak cepat.
- Fase ekspirasi tampak memanjang.
Tanggal 15 Maret 2022 Gangguan Ketidakseimba
Pukul 10.00 WIB Pertukaran Gas ngan Ventilasi-
DS: - (SDKI 2017, Pefusi
DO: Hal 22, (SDKI 2017,
- PH: 7.548 (High). D.0003) Hal 22,
- PCO2: 28.9mmHg (Low). D.0003)
- PO2: 62.7mmHg (Low).
- N: 110x/menit.
- RR: 28x/menit.
- Kesadaran sopor, GCS: 6 (E1M4V1).
- Suara nafas gurgling.
Tanggal 15 Maret 2022 Defisit Kelemahan
Pukul 10.00 WIB Perawatan (SDKI 2017,
DS: - Diri: Mandi, Hal 240,
DO: Makan/Minum D.0109)
- Keadaan umum lemah. (SDKI 2017,
- Kesadaran sopor, GCS: 6 (E1M4V1). Hal 240,
- Tercium bau badan yang kurang sedap. D.0109)
- Kulit lengket.
- Terpasang bedsite monitor.
- Terpasang NGT.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas
ditandai dengan sebagian jalan nafas terdapat sumbatan lender, saat dilakukan
suction, lendir banyak berwarna hijau kental, vokal fremitus kanan lebih
menurun/lemah dibanding kiri, suara nafas gurgling, terpasang OPA, RR:
28x/menit.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan ditandai
dengan respirasi on NRM 15 lpm, RR 28x/menit, SPO2 96%, nafas tampak cepat,
fase ekspirasi tampak memanjang.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi ditandai dengan PH: 7.548 (High), PCO2: 28.9mmHg (Low), PO2:
62.7mmHg (Low), N: 110x/menit, RR: 28x/menit, kesadaran sopor, GCS: 6
(E1M4V1), suara nafas gurgling.
4. Defisit perawatan diri mandi, makan/minum berhubungan dengan kelemahan
ditandai dengan keadaan umum lemah, kesadaran sopor, GCS: 6 (E1M4V1),
tercium bau badan yang kurang sedap, kulit lengket, terpasang bedsite monitor,
terpasang NGT.
5. Resiko infeksi dengan faktor resiko efek prosedur invasif ditandai dengan
Terpasang OPA sejak tanggal 13/02/22, terpasang NGT sejak tanggal 13/02/22,
terpasang DC sejak tanggal 13/02/22, terpasang infus 2 jalur sejak tanggal 13
13/02/22, luka post operasi HIL terbalut kasa di selangkangan kiri, Leukosit 7.93
10^3/µ (Normal).
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Dx. Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan Rasional
1. Tanggal 15 Maret 2022 Tanggal 15 Maret 2022 Tanggal 15 Maret 2022 Tanggal 15 Maret 2022
Pukul 10.00 WIB Pukul 10.00 WIB Pukul 10.00 WIB Pukul 10.00 WIB
Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Nafas
efektif berhubungan dengan keperawatan selama 3x shift, (I.01012)
hipersekresi jalan nafas maka bersihan jalan napas Observasi
1. Untuk mengetahui status
ditandai dengan sebagian meningkat dengan kriteria hasil: 1. Monitor pola nafas
pernafasan pasien.
jalan nafas terdapat sumbatan - Produksi sputum menurun. (frekuensi, kedalaman,
lender, saat dilakukan - Gurgling menurun. usaha nafas).
2. Untuk mengetahui bunyi
suction, lendir banyak - Frekuensi nafas membaik (12 2. Monitor bunyi nafas
nafas tambahan pasien.
berwarna hijau kental, vokal - 20x/menit). tambahan (gurgling).
3. Untuk mengetahui
fremitus kanan lebih TTD 3. Monitor sputum (jumlah
kerakterisitik sputum
menurun/lemah dibanding Rizka Cindy warna, aroma).
pasien.
kiri, suara nafas gurgling,
terpasang OPA, RR: Terapeutik
1. Posisi semifowler/fowler
28x/menit. 1. Posisikan semifowler atau
dapat meningkatkan
TTD fowler.
ekspansi paru dan
Rizka Cindy mempermudah
pernapasan.
Terapeutik
TTD
1. Untuk memantau
1. Atur interval pemantauan
Rizka Cindy
perkembangan kondisi
respirasi sesuai kondisi
pasien.
pasien.
2. Untuk mengetahui hasil
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan dari waktu
pemantauan.
ke waktu.
Edukasi
1. Untuk meningkatkan
1. Jelaskan tujuan dan
pemahaman kepada
prosedur pemantauan
keluarga pasien.
kepada keluarga.
2. Untuk memberikan
2. Informasikan hasil
informasi terbaru
pemantauan kepada
mengenai kondisi pasien.
keluarga, jika perlu.
TTD
TTD
Rizka Cindy
Rizka Cindy
4. Tanggal 15 Maret 2022 Tanggal 15 Maret 2022 Tanggal 15 Maret 2022 Tanggal 15 Maret 2022
Pukul 10.00 WIB
Pukul 10.00 WIB Pukul 10.00 WIB Dukungan Perawatan Diri: Pukul 10.00 WIB
Defisit perawatan diri mandi, Setelah dilakukan intervensi Mandi (I.11352)
makan/minum berhubungan keperawatan selama 3x shift, Observasi
dengan kelemahan ditandai maka perawatan diri meningkat 1. Identifikasi jenis bantuan
1. Untuk mengetahui pasien
dengan keadaan umum dengan kriteria hasil: yang dibutuhkan.
membutuhkan perawatan
lemah, kesadaran sopor, - Mempertahankan kebersihan
diri dalam hal apa.
GCS: 6 (E1M4V1), tercium diri meningkat.
2. Monitor kebersihan tubuh
bau badan yang kurang TTD
2. Untuk mengetahui tingkat
(rambut, mulut, kulit).
sedap, kulit lengket, Rizka Cindy
kebersihan diri pasien.
terpasang bedsite monitor,
3. Monitor integritas kulit.
terpasang NGT. 3. Untuk mengetahui apakah
TTD terdapat masalah kulit.
Rizka Cindy
Terapeutik
1. Sediakan peralatan mandi
1. Agar pasien terfasilitasi
(sabun, sikat gigi,
dalam kebutuhan
shampoo).
mandinya.
2. Lingkungan yang aman
2. Sediakan lingkungan yang
dapat memberikan rasa
aman dan nyaman.
nyaman.
3. Pertahankan kebiasaan 3. Untuk meningkatkan
kebersihan diri. pemeliharaan kesehatan
yang efektif
4. Berikan bantuan sesuai 4. Untuk membantu pasien
tingkat kemandirian. sesuai tingkat kebutuhan
pasien.
Dukungan Perawatan Diri:
Makan/Minum (I.11351)
Terapeutik
1. Berikan bantuan saat makan 1. Untuk tetap memenuhu
kemandirian. TTD
Rizka Cindy
5. Tanggal 15 Maret 2022 Tanggal 15 Maret 2022 Tanggal 15 Maret 2022 Tanggal 15 Maret 2022
Pukul 10.00 WIB Pukul 10.00 WIB Pukul 10.00 WIB Pukul 10.00 WIB
Resiko infeksi dengan faktor Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Infeksi (I.14539)
resiko efek prosedur invasif keperawatan selama 3x shift, Observasi
1. Untuk mengetahui apakah
ditandai dengan Terpasang maka tingkat infeksi menurun 1. Monitor tanda dan gejala
terdapat tanda dan gejala
OPA sejak tanggal 13/02/22, dengan kriteria hasil: infeksi local dan sistemik.
infeksi.
terpasang NGT sejak tanggal - Kadar sel darah putih tetap
13/02/22, terpasang DC sejak membaik (4.80 - 10.80 Terapeutik
tanggal 13/02/22, terpasang 10^3/µ). 1. Cuci tangan sebelum dan 1. Untuk mencegahan
infus 2 jalur sejak tanggal 13 TTD sesudah kontak dengan penularan kuman antar
13/02/22, luka post operasi Rizka Cindy pasien dan lingkungan perawat dengan pasien.
HIL terbalut kasa di pasien. 2. Untuk meningkatkan
selangkangan kiri, Leukosit 2. Pertahankan teknik aspetik tingkat aseptik.
7.93 10^3/µ (Normal). pada pasien berisiko tinggi.
TTD
Kolaborasi 1. Metronidazole merupakan
Rizka Cindy
1. Kelola pemberian obat golongan obat antibiotic
IV. TTD
Rizka Cindy
TTD
Rizka Cindy
3) Kamis, 17/02/22 Pukul 15.00 Pukul 20.00
1. Memonitor frekuensi nafas. S: -
2. Memonitor bunyi nafas tambahan. O:
3. Memposisikan pasien dengan posisi - RR: 22x/menit.
semifowler. - Suara gurgling berkurang.
4. Melakukan hiperoksigenasi sebelum - Posisi pasien semifowler di diatas tempat tidur.
penghisapan. - Telah dilakukan suction, produk sputum sedikit,
5. Melakukan penghisapan lendir kurang berwarna putih, dan sedikit encer.
dari 15 detik. - Terdengar suara redup pada paru kanan maupun kiri.
6. Memonitor sputum (jumlah, warna). - Pasien masih terpasang ET.
TTD - Respirasi on ventilator mode V-SIMV FiO2 80%.
Rizka Cindy A: Bersihan jalan nafas tidak efektif teratasi sebagian.
P: Lanjutkan intervensi
1. Monitor bunyi nafas tambahan.
2. Monitor sputum (jumlah warna, aroma)
3. Posisikan pasien dengan posisi semifowler.
4. Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik.
TTD
Rizka Cindy
Judul : Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Luaran Klinis Pasien Tetanus Di
RSUP Sanglah Pada Bulan Januari 2018-Oktober 2019.
Tahun : 2019.
Oleh : Tu Bagus Adnan Angga Prawira, Ni Putu Witari, Kumara Tini.
Link : https://isainsmedis.id/index.php/ism/article/viewFile/697/629
Analisa : Berdasarkan data distribusi frekuensi karakteristik pasien tetanus
menunjukan bahw 89,2% dari 110 kasus pasien tetanus memiliki usia > 70
tahun. Hal ini disebabkan karena pada orang dengan usia lanjut lebih mudah
mengalami trauma dari jatuh atau kecelakaan dan masih jarang terdapat
vaksin tetanus diusia mudanya. Berdasarkan data distribusi frekuensi
karakteristik pasien tetanus menurut masa inkubasi, di dapatkan hasil
tertinggi masa inkubasi >7 hari. Hal ini dapat terjadi karena sebagian besar
penderita tetanus memiliki riwayat luka yang jaraknya cukup jauh dari sistem
saraf pusat seperti luka di daerah kaki. Berdasarkan data distribusi tetanus
berdasarkan kelompok komplikasi didapatkan hasil yang paling banyak
adalah kelompok komplikasi kardiovaskular dan pernafasan. Hasil ini serupa
dengan penelitian CDC di Amerika yang menyatakan 50% - 70% hasil
autopsi kasus tetanus ditemukan adanya komplikasi kardiovaskular dan
komplikasi sistem pernafasan. Distribusi data tetanus berdasarkan kelompok
luaran klinisnya didapatkan jumlah kelompok terbanyak yaitu kelompok usia
>60 tahun memiliki faktor resiko lebih tinggi mengalami luaran klinis yang
buruk, dikarenakan pada orang dengan usia lanjut cenderung memiliki
tingkat imunitas yang rendah terhadap infeksi tetanus terutama mereka yang
belum pernah mendapat vaksinasi tetanus sebelumnya. Hasil penelitian ini
sesuai dengan kasus kelolaan bahwasanya pasien berusia 65 tahun, setelah
pasien terkena bambu yang ada kotorannya baru muncul gejala tetanus
setelah 20 hari kemudian, pasien juga mengalami komplikasi di system
pernafasan sampai dilakukan pemasangan ET dan respirasi on ventilator S-
SIMV dengan FiO2 80, keluarga pasien mengatakan jika pasien sepertinya
belum pernah mendapatkan imunisasi hepatitis.
BAB V
KESIMPULAN
1. Pada diagnosa keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
spasme jalan nafas, selama implementasi keperawatan pasien dalam keadaan sopor
sehingga tidak ada kendala selama implementasi. Berdasarkan kriteria hasil maka
bersihan jalan nafas tidak efektif teratasi sebagian dikarenakan produksi sputum dan
suara gurgling sudah berkurang.
2. Pada diagnosa keperawatan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat
pernafasan, selama implementasi keperawatan pasien dalam keadaan sopor sehingga
tidak ada kendala selama implementasi. Berdasarkan kriteria hasil maka pola nafas tidak
efektif teratasi sebagian dikarenakan RR masih 22x/menit, SPO2 97%, nafas masih
cepat, dan fase ekspirasi masih tampak memanjang.
3. Pada diagnosa keperawatan gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, selama implementasi keperawatan pasien dalam
keadaan sopor sehingga tidak ada kendala selama implementasi. Berdasarkan kriteria
hasil maka gangguan pertukaran gas teratasi sebagian dikarenakan RR masih 22x/menit,
nadi sudah 78x/menit, suara gurgling sudah berkurang, PH masih tinggi, PCO2 masih
menurun, dan PO2 masih tinggi.
4. Pada diagnosa keperawatan defisit perawatan diri mandi dan makan/minum berhubungan
dengan kelemahan, selama implementasi keperawatan pasien dalam keadaan sopor
sehingga tidak ada kendala selama implementasi. Berdasarkan kriteria hasil maka defisit
perawatan diri mandi dan makan/minum teratasi sebagian dikarenakan rambut masih
berminyak, kulit pasien bersih, tidak lengket, tidak tercium bau tidak sedap, mulut pasien
tampak kotor berwarna kecoklatan, NGT masih dialirkan dengan produk +50cc berwarna
coklat kehitaman.
5. Pada diagnosa keperawatan resiko infeksi dengan faktor resiko efek prosedur invasive,
selama implementasi keperawatan pasien dalam keadaan sopor sehingga tidak ada
kendala selama implementasi. Berdasarkan kriteria hasil maka resiko infeksi teratasi
sebagian dikarenakan pasien tidak demam, suhu 36.60C, leukosit 7.93 10^3/µ (Normal).
DAFTAR PUSTAKA
Aspaiani, R.Y. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.
Hendrata, C & Reginald L. (2013). Keperawatan Kritis. Manado: Universitas Sam Ratulangi.
Ikram, A. (2011). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Diabetes Mellitus. Jakarta: Salemba
Medika.
Lemone, dkk. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Majid, A. (2018). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Muttaqin, A & Sari, K. (2014). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Jakarta: Salemba
Medika.
Nursalam. (2011). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gagal Nafas. Jakarta: Salemba
Medika.
Padila. (2019). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Prawira, dkk. (2019). Faktor -Faktor Yang Berhubungan Dengan Luaran Klinis Pasien
Tetanus Di RSUP Sanglah Pada Bulan Januari 2018-Oktober 2019. Jurnal Intisari
Sains Medis. 11(3): 948-954.
Rendy M. (2019). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Syaifuddin. (2011). Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.