Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK


DENGAN DIAGNOSA MENINGITIS DI RUANG MAWAR
RUMAH SAKIT KMC KUNINGAN

Diajukan untuk memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester 4 Mata Kuliah Keperawatan Anak I

Dosen Pengampu :

Ns. Nanang Saprudin S.Kep., M.Kep., Sp .A

Disusun Oleh :

Ridwan Nurul Hakim

CKR0190113

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
TAHUN AJARAN 2020-2021
Jalan Lingkar Bayuning No.2, Kadugede, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, 45561
Telp. (0232) 875847 Fax. 0232-875123. Email : info@stikeskuningan.ac.id
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Tugas Makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Anak Dengan Diagnosa Meningitis”. Tugas Makalah ini disusun untuk
memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester IV Mata Kuliah Keperawatan Anak I.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Ns. Nanang Saprudin S.Kep., M.Kep.,
Sp. A selaku dosen Mata Kuliah Keperawatan Anak I atas bimbingan yang telah diberikan
sehingga dapat menyelesaikan Tugas Makalah ini.

Dalam menyelesaikan Tugas Makalah ini penulis sangat menyadari bahwa Makalah ini
masih sangat terbatas dan masih banyak kekurangan dalam mengkaji teori asuhan keperawatan
pada anak dengan diagnosa meningitis, untuk ini penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat semua pihak yang membacanya, dan juga dapat
bermanfaat bagi siapapun yang membutuhkannya, terima kasih.

Kuningan, Juni 2021

Penulis

,i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI............................................................................................................3
2.1 Definisi..............................................................................................................................3
2.2 Etiologi..............................................................................................................................4
2.3 Klasifikasi.........................................................................................................................5
2.4 Patofisiologi......................................................................................................................6
2.5 Tanda dan Gejala..............................................................................................................6
2.6 Pathway.............................................................................................................................8
2.7 Manifestasi Klinis.............................................................................................................8
2.8 Penatalaksanaan................................................................................................................9
BAB III KASUS FIKTIF “ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. T USIA 5 TAHUN
DENGAN DIAGNOSA MENINGITIS TB DI RUANG MAWAR RSU KUNINGAN
MEDICAL CENTER”...................................................................................................................31
BAB IV PEMBAHASAN.............................................................................................................35

,ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Meningitis adalah radang pada meningen (selaput) yang mengelilingi otak dan
medula spinalis(Muttaqin, 2008). Meningitis dapat menyerang semua kelompok
umur, meskipun pada kenyataannya kelompok umur yang paling rawan terkena
penyakit ini adalah anak- anak usia balita dan orang tua (Andareto, 2015). Insidens 90
% dari semua kasus meningitis bacterial terjadi pada anak yang berusia kurang dari 5
tahun, insiden puncak terdapat pada rentang usia 6 sampai 12 bulan. Rentang usia
dengan angka morbiditas tertinggi adalah dari lahir sampai 4 tahun(Betz & Sowden,
2009).
Infeksi otak merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada jaringan otak.
Penyakit infeksi otak bermacam-macam seperti Meningitis, Meningoensefalitis,
dan Abses serebri. Peradangan pada meningen khususnya pada bagian araknoid
dan piamater (leptomeningens) disebut meningitis. Meningitis merupakan
peradangan pada meningen yaitu membrane yang melapisi otak dan medulla
spinalis (Tarwoto, 2013).
Meningitis dianggap sebagai darurat medis yang perlu di kenali dan di
obati secara dini untuk mencegah kerusakan neurologis. Disorientasi dan
gangguan memori juga sering terjadi saat penyakit berlanjut, pasien dapat
mengalami letargi, tidak responif dan koma. Selain itu kejang juga dapat
terjadi yang merupakan akibat dari area iritabilitas di otak. ICP
(Intracranial Pressure) meningkat akibat perluasan pembengkakan di otak
atau hidrosefalus. Tanda awal peningkatan ICP mencakup penurunan
tingkat kesadaran dan defisit motorik lokal.
Pengetahuan dari orang tua sangat penting untuk mengenali gejala awal
meningitis sehingga anak mendapatkan pengobatan sesegera mungkin dan
terhindar dari komplikasi yang lebih parah. Anak dengan meningitis
bakteri akut mengalami hilang pendengaran (0,5-6,9% tipe sensorineural
permanen dan 10,5% reversibel) yang banyak terjadi pada anak yang telah
sakit selama 24 jam (Anurogo, 2014).

,1
Infeksi fulminan akut terjadi pada sekitar 10 % pasien meningitis
meningokokus yang memunculkan tanda-tanda septikemia yang
berlebihan. Awitan demam tinggi, lesi purpurik ekstensif (di wajah dan
ekstremitas), syok dan tanda koagulasi intravaskular diseminata (DIC) terjadi secara
mendadak, kematian dapat terjadi dalam beberapa jam
setelah awitan infeksi (Brunner & Suddart 2013).
DataWorld Health Organization (WHO) (2015), melaporkan bahwa Pada tahun
2014 di Afrika ditemukan 14.317 dugaan kasus meningitis dengan jumlah kematian
sebanyak 1.304 jiwa. Setiap tahun, kasus meningitis bakteri mempengaruhi lebih dari
400 juta orang yang tinggal di 26 negara (dari Senegal ke Ethiopia). Lebih dari
900.000 kasus dilaporkan dalam 20 tahun terakhir (1995-2014). kasus meningitis
tersebut mengakibatkan kematian sebanyak 10%. Sedangkan 10-20% meninggalkan
gejala sisa neurologis.

1.2 Rumusan Masalah


“Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah bagaimana
penerapan Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Diagnosa Meningitis diruang
Mawar RSU Kuningan Medical Center” ?

1.3 Tujuan Penulisan


Mampu membuat Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Diagnosa Meningitis
untuk memenuhi tugas akhir semester IV Mata Kuliah Keperawatan Anak I

1.4 Manfaat Penulisan


Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran bagi
mahasiswa untuk menambah wawasan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam
penerapan asuhan keperawatan pada anak dengan dengan kasus meningitis.

,2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Meningitis adalah radang pada meningen (selaput) yang mengelilingi otak dan
medula spinalis (Muttaqin, 2008). Meningitis adalah peradangan pada selaput
meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi
pada sistem saraf pusat (Suriadi & Yuliani, 2010).
Infeksi meningeal biasanya muncul melalui aliran darah akibat infeksi lain
(selulitis) atau melalui perluasan langsung (setelah cedera traumatik pada tulang
wajah). Meningitis bakterial atau meningokokal juga muncul sebagai infeksi
oportunis pada pasien AIDS dan sebagai komplikasi dari penyakit limfe (Brunner &
Suddart, 2013).
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh lapisan atau selaput yang disebut
meningen.Peradangan pada meningen khususnya pada bagian araknoid dan plamater
(leptomeningens) disebut meningitis.Peradang pada bagian duramater disebut
pakimeningen.
Meningitis dapat disebabkan karena bakteri, virus, jamur atau karena toksin.
Namun demikian sebagian besar meningitis disebabkan bakteri.Meningitis adalah
peradangan pada meningen yaitu membrane yang melapisi otak dan medulla spinalis
(Tarwoto, 2013).
Batticaca (2008), mengatakan meningitis adalah inflamasi yang terjadi pada
meningen otak dan medulla spinalis, gangguan ini biasanya merupakan komplikasi
bakteri (infeksi sekunder) seperti pneumonia, endokarditis, atau osteomielitis.

,3
2.2 Etiologi
Widagdo, dkk(2013), mengatakan meningitis dapat disebabkan oleh berbagai
macam organisme: Haemophilus influenza, Neisseria meningitis (Meningococus),
Diplococus pneumonia, Streptococcus group A, Pseudomonas, Staphylococcus
aureus, Escherichia coli, Klebsiella, Proteus. Paling sering klien memiliki kondisi
predisposisi seperti: fraktur tengkorak, infeksi, pembedahan otak atau spinal, dimana
akan meningkatkan terjadinya meningitis.

a. Meningitis bakteri

Organisme yang paling sering pada meningitis bakteri adalah:


Haemophilus influenza, Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitides,
dan Staphylococcus aureus. Protein di dalam bakteri sebagai benda asing dan
dapat menimbulkan respon peradangan. Neutropil, monosit, limfosit dan yang
lainnya merupakan sel-sel sebagai respon peradangan. Eksudat terdiri dari
bakteri fibrin dan leukosit yang dibentuk di ruang subaraknoid. Penumpukan
didalam cairan serebrospinal akan menyebabkan cairan menjadi kental
sehingga dapat menggangu aliran serebrospinal di sekitar otak dan medulla
spinalis. Sebagian akan menganggu absorbsi akibat granulasi arakhnoid dan
dapat menimbulkan hidrosefalus. Penambahan eksudat di dalam ruang
subaraknoid dapat menimbulkan peradangan lebih lanjut dan peningkatan
tekanan intrakranial. Eksudat akan mengendap di otak dan saraf-saraf kranial
dan spinal. Sel-sel meningeal akan menjadi edema, membran sel tidak dapat
lebih panjang mengatur aliran cairan yang menujuh atau keluar dari sel.

,4
b. Meningitis virus

Tipe meningitis ini sering disebut sebagai aseptik meningitis.Meningitis


ini terjadi sebagai akibat dari berbagai macam penyakit virus yang meliputi
measles, mumps, herpes simplex dan herpes zoster.Pembentukan eskudat pada
umumnya terjadi diatas korteks serebral, substansi putih dan
meningens.Kerentanan jaringan otak terhadap berbagai macam virus
tergantung pada tipe sel yang dipengaruhi.Virus herpes simplex merubah
metabolisme sel, yang mana secara cepat menyebabkan perubahan produksi
enzim atau neurotransmitter yang menyebabkan disfungsi dari sel dan
kemungkinan kelainan neurologi. Nurarif dan Kusuma (2016), mengatakan
penyebab meningitisada 2 yaitu:

 Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersering adalah Dipiococus


pneumonia dan Neiseria meningitidis, stafilokokus, dan gram
negative.

 Pada anak-anak bakteri tersering adalah Hemophylus influenza,


Neiseria meningitidis dan diplococcus pneumonia.

2.3 Klasifikasi
Menurut Muttaqin (2008), meningitis di klasifikasikan sesuai dengan faktor
penyebabnya antara lain terdiri dari meningitis asepsis, sepsis dan tuberkulosa.
a. Asepsis
Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus.Meningitis
ini biasanya di sebabkan berbagai jenis penyakit yang di sebabkan virus seperti
gondongan, herpes simpleks dan herpes zooster. Eksudat yang biasanya terjadi
pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak di temukan
organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh korteks
serebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respons dari jaringan otak terhadap
virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.Sepsis/ Meningitis
Purulenta
b. Meningitis sepsis

,5
Merupakan meningitis yang di sebabkan oleh organisme bakteri.
Penyebab meningitis bakteri akut yaitu Neisseria meningitidis (meningitis
meningokokus), streptococus pneumonia (pada dewasa), dan haemophilus
influenzae(pada anak-anak dan dewasa muda).
c. Tuberkulosa
Meningitis tuberculosa di sebabkan oleh basilus tuberkel.Menurut
Rich & McCoredck, Meningitis tuberkulosa terjadi akibat komplikasi penyebaran
tuberkulosis primer, biasanya dari paru. Meningitis terjadi bukan karena
terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, tetapi biasanya
sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang
belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga arachnoid. Kadang
dapat juga terjadi perkontinuitatum dari mastoiditis atau spondilitis. Pada
pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan
meningoensefalitis. (Ngastiyah, 2012).

,6
2.4 Patofisiologi

Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh tiga lapisan meningen yaitu pada
bagian paling luar adalah duramater, bagian tengah araknoid dan bagian dalam
piamater.Cairan serebrospinalis merupakan bagian dari otak yangberada dalam ruang
subaraknoid yang dihasilkan dalam fleksus choroid yang kemudian dialirkan melalui
system ventrikal. Mikroorganisme dapat masuk ke dalam sistem saraf pusat melalui
beberapa cara misalnya hematogen (paling banyak), trauma kepala yang dapat tembus
pada CSF dan arena lingkungan. Invasi bakteri pada meningen mengakibatkan respon
peradangan. Netropil bergerak ke ruang subaraknoid untuk memfagosit bakteri
menghasilkan eksudat dalam ruang subaraknoid. Eksudat ini yang dapat
menimbulkan bendungan pada ruang subaraknoid yang pada akhirnya dapat
menimbulkan hidrosepalus. Eksudat yang terkumpul juga akan berpengaruh terhadap
saraf-saraf kranial dan perifer. Makin bertambahnya eksudat dapat meningkatkan
tekanan intracranial (Tarwoto, 2013). Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh lapis
meningitis: dura mater, araknoid dan piamater. CSF diproduksi di dalam fleksus
koroid ventrikel yang mengalir melalui ruang subaraknoid di dalam system ventrikel
dan sekitar otak dan medulla spinalis. CSF diabsobsi melalui araknoid pada lapisan
araknoid dari meningintis.

Organisme penyebab meningitis masuk melalui sel darah merah pada blood brain
barrier. Cara masuknya dapat terjadi akibat trauma penetrasi, prosedur pembedahan
atau pecahnya abses serebral. Meningitis juga dapat terjadi bilaadanya hubungan
antara cairan serebrospinal dan dunia luar. Masuknya mikroorganisme menuju ke
susunan saraf pusat melalui ruang subarakhoid dapat menimbulkan respon
peradangan pada pia, araknoid, cairan serebrospinal dan ventrikel. Eksudat yang
dihasilkan dapat menyebar melalui saraf kranial dan spinal sehingga menimbulkan
masalah neurologi. Eksudat dapat menyumbat aliran normal cairan serebropinal dan
menimbulkan hidrosefalus (Widagdo, dkk, 2013)

2.5 Tanda dan Gejala


Menurut Wong, dkk (2010), manifestasi klinis meningitis antara lain:
a. Meningitis bakteri
1) Neonatus: tanda-tanda Spesifik

,7
 Sangat sulit menegakkan diagnosis
 Manifestasi penyakit samar dan tidak spesifik
 Pada saat lahir terlihat sehat tetapi dalam beberapa hari mulai terlihat dan
menunjukkan perilaku yang buruk
 Menolak pemberian susu/makan
 Kemampuan menghisap buruk
 Diare
 Tonus otot buruk
 Penurunan gerakan
 Fontanela yang penuh, tegang dan menonjol dapat terlihat pada akhir
perjalanan penyakit
 Leher biasanya lemas (supel)
2) Neonatus: tanda-tanda non spesifik
 Hipotermia atau demam (tergantung maturitas bayi)
 Ikterus
 Iritabilitas
 Mengantuk
 Kejang
 Pernapasan ireguler atau apnea
 Sianosis
 Penurunan berat badan
3) Bayi dan anak yang masih kecil
 Demam
 Pemberian makan buruk
 Vomitus
 Iritabilitas yang nyata
 Serangan kejang ( sering di sertai dengan tangisan bernada tinggi)
 Fontanela menonjol
 Kaku kuduk dapat terjadi atau tidak terjadi
 Tanda brudzinski dan kernig tidak membantu dalam penegakan diagnosis
,8
4) Anak-anak dan remaja
 Demam
 Menggigil
 Sakit kepala
 Vomitus
 Perubahan sensorik
 Kejang
 Iritabilitas
 Agitasi
 Dapat terjadi fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif, mengantuk,
stupor, koma dan kaku kuduk
 Dapat berlanjut menjadi opistotonus
 Tanda kernig dan brudzinski positif
- Ruam ptikie atau purpurik (infeksi meningokokus), khusus nya jika
disertai dengan keadaan mirip syok
- Telinga mengeluarkan sekret yang kronis (meningitis pneumokokus).
b. Meningitis non bakteri (Aseptik)
Awitan meningitis aseptik bisa bersifat mendadak atau bertahap.
Manifestasi awal adalah sakit kepala, demam, malaise, gejala gastrointestinal, dan
tanda-tanda iritasi meningen yang timbul satu atau dua hari setelah awitan
penyakit. Nyeri abdomen, mual dan muntah merupakan gejala yang sering
ditemukan; nyeri punggung dan tungkai, tukak tenggorokan serta nyeri dada
kadang-kadang di jumpai dan dapat terjadi ruam mukulopapular. Biasanya semua
gejala ini menghilang secara spontan dan cepat. Anak akan sembuh dalam waktu
3 sampai 10 hari tanpa dampak yang tersisa.
Gambaran klinis pada meningitis tuberkulosa : Gejala awal biasanya di
dahului oleh stadium prodromal berupa iritasi selaput otak. Meningitis biasanya
mulai perlahan –lahan tanpa panas atau terdapat kenaikan suhu yang ringan saja.
Sering di jumpai anak mudah terangsang atau menjadi apatis dantidur nya sering

,9
terganggu. Anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, anoreksia, obstipasi dan
muntah juga sering di jumpai.
Stadium transisi gejala lebih berat dan gejala ransangan meningeal mulai
nyata, kaku kuduk, seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul opistotonus. Refleks
tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat
kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul gejala strabismus dan mistagismus.
Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul
stupor.Stadium terminal berupa kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil
melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernapasan menjadi tidak
teratur, sering terjadi pernapasan cheyne Stokes. Hiperpireksia timbul dan anak
meninggal tanpa kesadarannya pulih kembali. Tiga stadium tersebut biasanya
tidak mempunyai batas yang jelas antara satu dengan stadium lainya, namun jika
tidak di obati umumnya berlangung 3 minggu sebelum anak meninggal
(Ngastiyah, 2012)

2.6 Pathway

,10
,11
2.7 Manifestasi Klinis
Tarwoto (2013) mengatakanmanifestasi klinik pada meningitis bakteri diantaranya :
 Demam, merupakan gejala awal
 Nyeri kepala
 Mual dan muntah
 Kejang umum
 Pada keadaan lebih lanjut dapat mengakibatkan penurunan kesadaran sampai
dengan koma.
Sedangkan menurut (Widago, dkk, 2013) manifestasi klinis klien meningitis meliputi:
 Sakit kepala
 Mual muntah
 DemamSakit dan nyeri secara umum
 Perubahan tingkat kesadaran
 Bingung
 Perubahan pola nafas
 Ataksia
 Kaku kuduk
 Ptechialrash
 Kejang (fokal, umum)
 Opistotonus
 Nistagmus
 Ptosis
 Gangguan pendengaran
 Tanda Brundzinski dan Kernig Positif
 Fotophobia

2.8 Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Medis
1) Meningitis purulenta
 Pemberian cairan secara intravena untuk menghindari kekurangan
cairan/elektrolit akibat muntah-muntah atau diare.

,12
 Bila pasien masuk dalam keadaan status konvulsivus, diberikan
diazepam 0,5 mg/kg BB/ kali intravena, dan dapat di ulang dengan
dosis yang sama 15 menit kemudian. Bila kejang belum berhenti,
ulangan pemberian diazepam berikutnya (yang ketiga kali) dengan
dosis yang sama diberikan secara intramuskular.
 Setelah kejang dapat di atasi, diberikan fenobarbital dosis awal
untuk neonatus 30 mg, anak kurang dari 1 tahun 50 mg dan di atas
1 tahun 75 mg. Selanjutnya untuk pengobatan rumat diberikan
fenobarbital dengan dosis 8-9 mg/kg BB/hari di bagi dalam 2
dosis, diberikan selama 2 hari.
 Berikan ampisisilin intravena sebanyak 400 mg/kg BB/ hari di
bagi dalam 6 dosis di tambah kloramfenikol 100 mg/ Kg BB/hari
intravena dibagi dalam 4 dosis . Pada hari ke-10 pengobatan di
lakukan pungsi lumbal ulangan dan bila ternyata menunjukkan
hasil yang normal pengobatan tersebut di lanjutkan 2 hari lagi.
Tetapi jika masih belum normal pengobatan di lanjutkan dengan
obat yang sama seperti di atas atau di ganti dengan obat yang
sesuai dengan hasil biakan dan uji resisten kuman.
2) Dasar pengobatan meningitis tuberkulosa ialah pemberian kombinasi obat
antituberkulosis dan di tambahkan dengan kortikosteroid, pengobatan
sitomatik bila terdapat kejang, koreksi dehidrasi akibat masukan makanan
yang kurang atau muntah dan fisioterapi. Umumnya di pakai kombinasi
streptomisin, PAS dan INH. Bila ada resisten terhadap salah satu obat
tersebut maka dapat digantikan dengan reserve drugs. Streptomisin di
berikan dengan dosis 30-50 mg/kg BB/hari selama 3 bulan atau jika perlu
di teruskan 2 kali seminggu selama 2-3 bulan lagi sampai likuor
serebrospinalis menjadi normal. PAS dan INH di teruskan paling sedikit
sampai 2 tahun. Kortikostreoid biasanya di berikan berupa prednison
dengan dosis 2-3 mg/kg BB/hari (dosis minimum 20 mg/hari) dibagi 3
dosis selama 2-4 minggu, kemudian di turunkan 1 mg/kg BB/hari setiap
1-2 minggu. Pemberian kortikosteroid seluruhnya selama 3 bulan dan

,13
dihentikan bertahap untuk menghindarkan terjadinya rebound
phenomenon.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah yang perlu diperhatikan pada pasien dengan meningitis adalah
gangguan kesadaran, resiko terjadi komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman
serta kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
1) Gangguan kesadaran
Pasien meningitis yang mengalami koma memerlukan pengawasan tanda-
tanda vital secara cermat karena pernapasannya sering cheyne-Stokes
sehingg terdapat gangguan O2. Untuk membantu pemasukan O2perlu
diberikan oksigen yaitu 1-2 liter/ menit. Selain itu pasien koma juga
mengalami inkontinensia urine maka perlu di pasang penampung urine.
Kebersihan kulit perlu di perhatiakn terutama sekitar genitalia dan bagian
tubuh yang tertekan. Oleh karena itu jika akan memasang kateter urine
harus konsultasi dahulu dengan dokter. Buat catatan khusus jika belum
ada catatan perawatan untuk mencatat hasil observasi pasien.
2) Resiko terjadi komplikasi
Dehidrasi asidosis dapat terjadi pada pasien, oleh sebab itu untuk
memenuhi kebutuhan pasien perlu dilakukan pemasangan sonde tetapi
untuk kebutuhan elektroloit tidak akan cukup. Bila terjadi dehidrasi cairan
yang di berikan biasanya glukosa 10 % dan NACl 0,9% dalam
perbandingan 3:1. Pengawasan tetesan perlu dilakukan secara cermat dan
setiap mengganti cairan harus dicatat pada pukul berapa agar mudah
diketahui untuk memperhitungkan kecukupan cairan atau tidak. Pengaturan
posisi pada pasien juga perlu di perhatikan, teutama pada pasien dengan
penurunan kesadaran. Ubahlah sikap berbaringnya setiap tiga jam, sekali-
sekali lakukan gerakan pada sendi-sendi dengan menekuk/meluruskan kaki
–tangan tetapi usahakan agar kepala tidak ikut terangkat (bergerak).
3) Gangguan rasa aman dan nyaman
Gangguan aman dan nyaman perlu diperhatikan dengan selalu bersikap
lembut (jangan berpikir bahwa pasien koma tidak akan tahu). Salah satu

,14
kesalahan yang sering terjadi ialah membaringkan pasien tersebut
menghadap cahaya matahari, sedangkan pasien koma matanya selalu
terbuka. Untuk menghindarkan silau yang terus menerus jangan baringkan
pasien kearah jendela. Untuk pasien yang akan melakukan tindakan, ajak
lah pasien berbicara sewaktu melakukan tindakan tersebut walaupun pasien
tidak sadar (Ngastiyah, 2012).
4) Penatalaksanaan kejang
a. Airway
 Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan
pasangkan sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau bila ada
guedel lebih baik.
 Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien, lepaskan
pakaian yang mengganggu pernapasan
 Berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt.
b. Breathing
 Isap lendir sampai bersih
c. Circulation
 Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif.
 Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat ( berbeda
dengan pasien tetanus yang jika kejang tetap sadar).

2.9 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Diagnosa Meningitis


1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kasus meningitis meliputi :
a) Identitas Pasien
Identitas pasien yang perlu dikaji meliputi; nama, tempat tanggal
lahir/umur,jenis kelamin, beratbadan lahir, serta apakah bayi lahir
cukup bulan atau tidak, anak ke, jumlah saudara dan identitas
orang tua.
b) Riwayat Kesehatan
 Keluhan utama

,15
Alasan anak di bawa ke rumah sakit karena mengalami
demam tinggi, sakit kepala berat, kejang dan penurunan
kesadaran.
 Riwayat penyakit saat ini
Biasanya pasien meningitis keluhan gejala awal berupa
sakit kepala dan demam.Keluhan kejang perlu mendapat
perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam,
bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering
menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah diberikan
dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.
Terkadang pada sebagian anak mengalami penurunan atau
perubahan pada tingkat kesadaran, Keluhan perubahan
perilaku juga umum terjadi, sesuai dengan perkembangan
penyakit dapat terjadi letargi, tidak responsif dan koma.
 Riwayat penyakit dahulu
Pasien meningitis biasanya pernah memiliki riwayat
penyakit yang meliputi; infeksi jalan nafas bagian atas,
otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan
hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat
trauma kepala dan adanya pengaruh imunologis pada masa
sebelumya. Meningitis tuberkulosis perlu dikaji tentang
riwayat sakit TB. Riwayat imunisasi juga perlu di ketahui
seperti pemberian imunisasi BCG dan DPT Hib pada anak.
Selain itu pengkajian tentang riwayat kehamilan pada ibu
diperlukan untuk melihat apakah ibu pernah mengalami
penyakit infeksi pada saat hamil (Muttaqin, 2008).
 Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak
Pada pasien dengan meningitis organ yang mengalami
gangguan adalah organ yang berdekatan dengan fungsi
memori, fungsi pengaturan motorik dan sensorik, maka
kemungkinan besar anak mengalami masalah ancaman

,16
pertumbuhan dan perkembangan seperti retardasi mental,
gangguan kelemahan atau ketidakmampuan menggerakkan
tangan maupun kaki (paralisis). Akibat gangguan tersebut
anak dapat mengalami keterlambatan dalam mencapai
kemampuan sesuai dengan tahapan usia.
c) Pemeriksaan Fisik
 Tingkat Keadaran
Kesadaran anak menurun apatis sampai dengan koma. Nilai
GCS yang berkisar antara 3 sampai dengan 9 (GCS normal
15) (Riyadi & Sukarmin, 2009).
 Tanda-tanda vital
Pada pasien dengan meningitis biasanya di dapatkan
peningkatan suhu tubuh lebih dari normal. penurunan
denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda
peningkatan TIK, pernapasan meningkat > 30 x/menit dan
tekanan darah biasanya normal atau meningkat karena
tanda-tanda peningktan TIK.(suhu normal 36,5-37,40 C,
pernapasan normal : untuk anak 2 bulan -< 12 bulan < 50
x/menit, 12 bulan-<5 tahun < 40x/menit) (Muttaqin, 2008).
 Kepala
Pada neonatus di temukan ubun-ubun menonjol, sedangkan
pada anak yang lebih besar jarang di temukan kelainan.
Pada pemeriksaan meningeal pada anak dengan meningitis
akan ditemukan kuduk kaku. Terkadang perlu dilakukan
pemeriksaan lingkar kepala untuk mengetahui apakah ada
pembesaran kepala pada anak (Wong, dkk, 2009).
 Mata
Pada pasien dengan kesadaran yang masih baik fungsi dan
reaksi pupil biasanya tidak ada kelainan, sedangkan pada
pasien dengan penurunan kesadaran tanda-tanda perubahan
dari fungsi dan reaksi pupil mungkin akan di temukan,

,17
dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis
mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang
berlebihan terhadap cahaya.
 Hidung
Biasanya tidak ditemukan kelainan.
 Mulut
Mukosa bibir kering akibat kehilangan cairan melalui
proses evaporasi.
 Telinga
Terkadang di temukan keluarnya cairan dari telinga pada
anak dengan meningitis pneumokokus dan sinus dermal
kongenital terutama di sebabkan oleh infeksi E.colli.
 Dada
- Thoraks
o Inspeksi, akan nampak penggunaan otot
bantu penapasan.
o Palpasi, pada pasien dengan meningitis
jarang dilakukan dan biasanya tidak
ditemukan kelainan.
o Auskultasi, ditemukannya bunyi nafas
tambahan seperti ronkhi pada pasien dengan
meningitis tuberkulosa dengan penyebaran
primer dari paru.
 Jantung
Penurunan kesadaran pada anak akan di ikuti dengan
denyut jantung yang terkesan lemah < 100x/menit. (normal
100-140x/i).
 Kulit
Pada kulit saat inspeksi akan ditemukan ruam petekia
dengan lesi purpura sampai ekimosis pada daerah luas.

,18
Selain itu turgor kulit mengalami penurunan akibat
peningkatan kehilangan cairan.
 Ekstremitas
Kekuatan otot menurun dan mengalami opistotonus. Pada
tahap lanjut anak mengalami gangguan koordinasi dan
keseimbangan pada alat gerak.
 Genitalia, jarang di temukan kelainan.
 Pemeriksaan saraf kranial
- Saraf I, biasanya pada pasien dengan meningitis fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
- Saraf II, tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama
pada meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi
subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK
berlangsung lama.
- Saraf III, IV dan VI, pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil
pada pasien dengan meningitis yang tidak disertai
penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap
lanjut meningitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-
tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di
dapatkan. Dengan alasan yang tidak di ketahui pasien
meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif
yang berlebihan terhadap cahaya.
- Saraf V, pada pasien dengan meningitis biasanya tidak di
dapatkan paralis pada otot wajah dan refleks kornea
biasanya tidak ada kelainan.
- Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal dan
wajah sismetris.
- Saraf VIII, tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
- Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik.

,19
- Saraf XI, tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan
trapezius. Adanya usaha dari pasien untuk melakukan fleksi
leher dan kaku kuduk.
- Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi
dan tidak ada fasikulasi serta indra pengecap normal.
 Sistem motoric
Kekuatan otot menurun, mengalami gangguan koordinasi
pada alat gerak, anak bisa mengalami hemiplegi dan/atau
hemiparise.
 Pemeriksaan ransangan meningeal
- Kaku kuduk
Kaku kuduk adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi
kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-
otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.
- Tanda kernig positif
Ketika pasien di baringkan dengan paha dalam keadaan
fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan
sempurna.
- Tanda brudzinski, Tanda ini di dapatkan apabila leher
pasien di fleksikan, maka hasilnya fleksi lutut dan pinggul,
bila di lakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada
salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi
ekstremitas yang berlawanan (Muttaqin, 2008).
 Pemeriksaan Penunjang
Fungsi lumbal dan kultur CSS dengan hasil sebagai
berikut :
- Hitung sel darah putih, biasanya meningkat
sampai lebih dari 100/mm3(normal : < 6/μL).
- Pewarnaan gram CSS
- Kadar glukosa cairan otak menurun pada
meningitis bacterial dan pada meningitis dengan penyebab

,20
virus kadar glukosa biasanya normal. (normal kadar
glukosa cairan otak 2/3 dari nilai serum glukosa).
- Protein, tinggi (bakterial, tuberkular, infeksi
kongenital) dan pada meningtis virus protein sedikit
meningkat.
Karakteristik cairan serebrospinal (LCS) pada bayi dan anak
Normal Meningitis viral Meningitis
Bakterial
Penampakan Jernih Jernih/agak Berkabut/purulen
keruh
Sel (mm³) 0–4 20 – 100 500 – 5000
Tipe Limfosit Limfosit Neutrofil
Protein g/L 0,2 – 0,4
Glukosa 3–6 3–6
mmol/L
Sumber : Meadow dan Newell (2006).

 Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht),
Leukosit dan trombosit, protombin dan tromboplastin
parsial. Pemeriksaan leukosit diperlukan untuk menentukan
kemungkinan adanya infeksi bakteri berat dan leukopenia
mungkin merupakan tanda prognosis yang buruk terutama
pada penyakit akibat meningokokus dan pneumokokus.
Sama halnya dengan memanjangnya waktu protombin dan
tromboplastin parsial yang di sertai trombositopenia
menunjukkan koagulasi intravaskuler deseminata. (leukosit
normal : 5000-10000/mm3, trombosit normal : 150.000-
400.000/mm3, Hb normal pada perempuan: 12-14gr/dl,
pada laki-laki : 14-18gr/dl).
- Pemeriksaan glukosa darah. (Glukosa darah normal < 200
gr/dl).
 Pemeriksaan cairan dan elektrolit

,21
- Kadar elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi,
natrium serum (Na+) naik, kalium serum (K+)turun. (Na+
normal : 136- 145mmol/L, K+ normal : 3,5-5,1 mmol/L).
- Osmolaritas urine meningkat dengan peningkatan sekresi
ADH.
 Pemeriksaan kultur
- Kultur darah berguna untuk mengidentifikasi organisme
penyebab.
- Kultur urien/urinalisis, untuk mengidentifikasi organisme
penyebab.
- Kultur nasofaring, untuk mengidentifikasi organisme
penyebab.
 Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan rontgenografi jarang diperlukan dalam
mendiagnosis meningitis namun pemeriksaan tersebut bisa
berguna dalam mengenali faktor resiko. CT scan dilakukan
untuk menentukan adanya edema serebri atau penyakit
saraf lainya (Betz & Sowden, 2009).
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Berdasarkan Diagnosis Keperawatan Nanda 2015-2017,diagnose
keperawatan yang mungkin muncul antara lain:
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d proses inflamasi,
edema pada otak.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif.
c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi
sekret, penurunan kesadaran.
d. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan di otak, perubahan tingkat kesadaran.
e. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak.

,22
f. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, proses
inflamasi.
g. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
h. Resiko cedera berhubungan dengan kejang berulang, fiksasi kurang
optimal.
3. Intervensi Keperawatan
Bulechek (2009) dan Moorhead (2009), menjelaskan teori rencana
keperawatan yang dapat dilakukan untuk diagnosa keperawatan diatas
adalah :

DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN
 Resiko a. Status sirkulasi Terapi oksigen
ketidakefektifan 1) Tekanan darah sistol 1. Periksa mulut, hidung,
perfusi jaringan 2) Tekanan darah diastol dan sekret trakea
serebral. 3) Tekanan nadi 2. Pertahankan jalan
Faktor resiko 4) PaO2 (tekanan parsial napas yang paten
a. Gangguan oksigen dalam darah 3. Atur peralatan
serebrovaskuler arteri) oksigenasi
b. penyakit 5) PaCO2 (tekanan parial 4. Monitor aliran oksigen
neurologis karbondioksida dalam 5. Pertahankan posisi
darah arteri pasien
6) Saturasi oksigen 6. Observasi tanda-tanda
7) Urine output hipoventilasi
8) Capillary refill. 7. Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi.
b. Status neurologi Manajemen edema serebral
1) Kesadaran 1. Monitor adanya kebingungan,
2) Fungsi sensorik perubahan pikiran, keluhan pusing,
dan motorik kranial pingsan
3) Tekanan 2. Monitor tanda-tanda vital
intrakranial 3. Monitor karakteristik cairan
4) Ukuran pupil serebrospinal : warna,
5) Pola istirahat-tidur kejernihan,konsistensi
6) Orientasi kognitif 4. Monitor status pernapasan:
7) Aktivitas kejang frekuensi, irama, kedalaman
8) Sakit kepala. pernapasan, PaO2,PaCO2, pH,
Bicarbonat
5. Catat perubahan pasien dalam
berespon terhadap stimulus
6. Berikan anti kejang sesuai

,23
kebutuhan
7. Batasi cairan
8. Dorong
keluarga/orang yang penting untuk
bicara pada pasien
9. Posisikan tinggi kepala 30º atau
lebih.
Monitoring peningkatan
intrakranial
1. Monitor tekanan perfusi serebral
2. Monitor jumlah, nilai dan
karakteristik pengeluaran cairan
serebrispinal (CSF)
3. Monitor intake dan output
4. Monitor suhu dan
jumlah leukosit
5. Periksa pasien terkait ada tidaknya
gejala kaku kuduk
6. Berikan antibiotik
7. Letakkan kepala dan leher pasien
dalam posisi netral, hindari fleksi
pinggang yang
berlebihan
8. Sesuaikan kepala tempat tidur
untuk mengoptimalkan perfusi
serebral
9. Berikan agen farmakologis untuk
mempertahankan TIK
dalam jangkauan tertentu.
Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu
dan status pernapasan dengan cepat
2. Monitor kualitas dari nadi
3. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
4. Monitor pola pernapasan
abnormal (misalnya, cheynestokes,
kussmaul, biot,apneustic,ataksia dan
bernapas berlebihan)
5. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
6. Monitor adanya cushling triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
7. Identifikasi penyebab dari

,24
perubahan vital sign.
 Kekurangan volume a. Keseimbangan cairan Manajemen cairan
cairan Kriteria hasil : 1. Timbang BB setiap hari dan
Batasan karakteristik 1) Tekanan darah monitor status pasien
a. Haus 2) Keseimbangan 2. Hitung atau timbang popok
b. Kelemahan intake output dalam dengan baik
c. Kulit kering 24 jam 3. Jaga dan catat intake dan output
d. Membran mukosa 3) Berat badan stabil 4. Monitir status hidrasi
kering 4) Turgor kulit 5. Monitor hasil laboratorium yang
e. Peningkatan 5) Kelembaban relevan dengan dengan retensi cairan
frekuensi nadi membran mukosa 6. Monitor status hemodinamik
f. Peningkatan 6) Serum elektrolit 7. Monitor tanda-tanda vital
hematocrit 7) Hematokrit 8. Berikan terapi IV seperti yang
g. Peningkatan 8) Edema perifer ditentukan
kosentrasi urine 9) Bola mata cekung 9. Berikan cairan dengan tepat
h. Peningkatan suhu dan lembek 10. Tingkatkan asupan oral
tubuh 10) Kehausan 11. Dukung pasien dan keluarga
i. Penurunan berat 11) Pusing. untuk membantu dalam pemberian
badan tiba-tiba b. Dehidrasi makan dengan baik
j. Penurunan haluan Kriteria hasil : 12. Berikan produkproduk darah.
urine 1) Warna urine keruh Manajemen elektrolit
k. Penurunan pengisian 2) Fontanela cekung 1. Monitor nilai serum elektrolit
vena 3) Nadi cepat dan abnormal
l. Penurunan tekanan lambat 2. Monitor manifestasi
darah 4) Peningkatan BUN ketidakseimbangan elektrolit
m. Penurunan turgor blood urea Nitrogen) 3. Pertahankan kepatenan akses IV
kulit. 5) Peningkatan suhu 4. Berikan cairan sesuai resep, jika
Faktor yang tubuh. diperlukan
berhubungan 5. Ambil specimen sesuai order
a. Kegagalan untuk dapat melakukan
b. Mekanisme analisis level elektrolit (ABG, urine,
c. Regulasi dan level serum) dengan tepat
d. Kehilangan 6. Konsultasikan dengan dokter jika
e. cairan aktif. tanda-tanda dan gejala
ketidakseimbangan cairan
dan/elektrolit menetap atau
memburuk
7. Monitor respon pasien terhadap
terapi elektrolit yang
diberikan.
Manajemen muntah
1. Identifikasi faktorfaktor yang
dapat menyebabkan atau
berkontribusi terhadap muntah (obat-
obatan dan prosedur)
2. Posisikan untuk mencegah

,25
aspirasi
3. Tunggu minimal 30 menit setelah
episode mutah sebelum menawarkan
cairan kepada pasien
4. Tingkatkan pemberian cairan
secara bertahap jika tidak ada
muntah yang terjadi selama 30
menit.
 Ketidakefektifan a. Status penrnapasan : Terapi oksigen
pola nafas ventilasi 1. Bersihkan mulut, hidung dan
Batasan karakteristik Kriteria hasil secret trakea dengan tepat
a. Bradipnea 1) Frekuensi pernapasan 2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
b. Dispnea 2) Irama pernapasan 3. Berikan oksigen tambahan seperti
c. Penggunaan otot 3) Kedalaman pernapasan yang diperintahkan
bantu penapasan 4) Penggunaan otot bantu 4. Monitor aliran oksigen
d. Penurunan kapasitas nafas 5. Periksa perangkat pemberian
vital 5) Suara nafas tambahan oksigen secara berkala untuk
e. Penurunan tekanan 6) Retraksi dinding dada memastikan bahwa kosentrasi yang
ekspirasi 7) Dispnea saat istirahat telah di tentukan sedang di berikan
f. Penurunan tekanan 8) Atelektasis. 6. Pastikan penggantian masker
inpsirasi b. Status pernapasan : oksigen/kanul nasal setiap kali
g. Pernapasan bibir kepatenan jalan perangkat diganti
h. Pernapasan cuping nafas 7. Pantau adanya tandatanda
hidung Kriteria Hasil : keracunan oksigen dan kejadian
i. Pola nafas abnormal 1) frekuensi pernapasan atelektasis.
j. Takipnea. 2) pernapasan cuping Monitor neurologi
Faktor yang hidung 1. Pantau ukuran pupil, bentuk
berhubungan 3) mendesah kesimetrisan dan reaktivitas
a. Cedera medulla 2. Monitor tingkat kesadaran
spinalis 3. Monitor GCS
b. Gangguan 4. Monitor status pernapasan.
c. neurologis Monitor tanda-tanda vital
d. Nyeri 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola pernapasan
abnormal
7. Monitor suhu, warna, dan
kelembapan kulit.
8. Identifikasi dari penyebab
perubahan vital sign.
 Ketidakefektifan a. Status pernapasan: Kepatenan jalan nafas

,26
bersihan jalan nafas kepatenan jalan nafas 1. Pastikan kebutuhan oral
Batasan karakteristik Kriteria hasil: suctioning
a. Batuk yang tidak 1) Frekuensi pernapasan 2. Auskultasi suara nafas sebelum
efektif 2) Irama pernapasan dan sesudah suctioning
b. Gelisah 3) Kemampuan untuk 3. Informasikan pada klien dan
c. Dispnea mengeluarkan sekret keluarga tentang suctioning
d. Mata terbuka lebar 4) Penggunaan otot bantu 4. Monitor status oksigen pasien
e. Perubahan pola nafas pernapasan 5. Berikan oksigen dengan
f. Sianosis 5) Batuk. menggunakan nasal untuk
g. Sputum dalam b. Status pernapasan memfasilitasi suction nasotrakeal
jumlah yang Kriteria hasil: Manajemen jalan nafas
berlebihan 1) Kedalaman inspirasi 1. Buka jalan nafas.
h. Suara nafas 2) Suara auskultasi nafas 2. Posisikan pasien untuk
tambahan 3) Kepatenan jalan nafas memaksimalkan ventilasi.
Faktor yang 4) Kapasitas vital 3. Lakukan fisioterapi dada bila
berhubungan perlu
a. Infeksi 4. Auskultasi suara nafas, catat
b. Difungsi adanya suara tambahan
neuromuscular 5. Monitor respirasi dan status O2
c. Mukus berlebihan Manajemen batuk
d. Benda asing di jalan 1. Bantu pasien untuk mengatur
nafas. posisi duduk.
2. Dorong pasien untuk melakukan
latihan nafas dalam
3. Dorong pasien untuk tarik nafas
dalam selama dua detik dan
batukkan, lakukan dua
atau tiga kali berturut turut
Monitor tanda-tanda vital
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola pernapasan
abnormal
7. Monitor suhu, warna, dan
kelembapan kulit.
8. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.
 Nyeri akut a. Tingkat nyeri Manajemen nyeri
Batasan karakteristik Kriteria hasil : 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
a. Diaforesis 1) Nyeri yang di laporkan komprehensif termasuk lokasi,
b. Ekspresi wajah nyeri 2) Panjangnya episode karakteristik, durasi,

,27
c. Keluhan tentang nyeri frekuensi, kualitas dan faktor
karakteristik nyeri 3) Ekspresi nyeri wajah presipitasi
dengan 4) Berkeringat berlebihan 2. Observasi reaksi nonverbal dari
menggunakan 5) Kehilangan nafsu ketidaknyamanan
standar instrument makan. 3. Gunakan teknik komunikasi
nyeri b. Kontrol nyeri terapeutik untuk mengetahui
d. Mengekspresikan Kriteria hasil : pengalaman nyeri pasien
perilaku 1) Mengenali kapan nyeri 4. Kaji kultur yang mempengaruhi
(gelisah,merengek, terjadi respon nyeri
menangis,waspada) 2) Menggambarkan faktor 5. Kontrol lingkungan yang dapat
e. perubahan pada penyebab mempengaruhi nyeri
parameter fisiologis 3) Menggunakan tindakan seperti suhu ruangan, pencahayaan
(mis.,tekanan darah, pencegahan dan kebisingan
frekuensi jantung, 4) Menggunakan tindakan 6. Kurangi faktor presipitasi nyeri
frekuensi pengurangan nyeri tanpa 7. Pilih dan lakukan penanganan
pernapasan) analgesik. nyeri
f. perubahan selera c. Status kenyamanan (farmakologi, non farmakologi,
makan Kriteria hasil : interpersonal)
Faktor yang berhubungan 1) Nyeri berkurang 8. Ajarkan tentang teknik non
Agen cedera biologis 2) Kecemasan berkurang farmakologi
(infeksi,iskemia) 3) Stres berkurang 9. Berikan analgetik untuk
4) Ketakutan berkurang. mengurangi nyeri
10. Evaluasi tingkat keefektifan
control nyeri
11. Tingkatkan istirahat
12. Monitor penerimaan
pasien tentang manajemen nyeri.
Pemberian Analgesik
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis
obat,dosis dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesic
pertama kali
5. Berikan analgesic tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
6. Evaluasi efektifitas analgesik,
tanda dan gejala.
Monitor tanda-tanda vital
1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu
dan status pernapasan dengan cepat
2. Monitor kualitas dari nadi
3. Monitor frekuensi dan irama

,28
pernapasan
4. Monitor pola pernapasan
abnormal (misalnya,
cheynestokes,kussmaul,biot,apneusti
c,ataksia
dan bernapas berlebihan)
5. Monitor suhu, warna,dan
kelembaban kulit
6. Monitor adanyacushling triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
7. Identifikasi penyebabdari
perubahan vital sign.
 Hipertermia a. Termoregulasi Perawatan demam
Batasan karakteristik Kriteria hasil : 1. Pantau suhu dan tanda-tanda vital
a. Apnea 1) Merasa merinding saat lainya
b. Bayi tidak dapat dingin 2. Monitor warna kulit dan suhu
mempertahankan 2) Berkeringat saat panas 3. Monitor asupan dan keluaran,
menyusu 3) Tingkat pernapasan sadari perubahan kehilangan cairan
c. Gelisah 4) Melaporkan yang tak di rasakan
d. Hipotensi kenyamanan suhu 4. Beri obat atau cairan IV
e. Kulit kemerahan 5) Perubahan warna kulit 5. Tutup pasien dengan selimut atau
f. Kulit terasa hangat 6) Sakit kepala pakaian ringan
g. Latergi 6. Dorong konsumsi cairan
h. Kejang 7. Fasilitasi istirahat, terapkan
i. Koma pembatasan aktivitas jika di perlukan
j. Stupor 8. Berikan oksigen yang sesuai
k. Takikardia 9. Tingkatkan sirkulasi udara
l. Takipnea 10. Mandikan pasien dengan spon
m. Vasodilatasi hangat dengan hati-hati.
Faktor yang berhubungan Pengaturan suhu
a. Peningkatan laju 1. monitor suhu paling tidak setiap 2
metabolism jam sesuai kebutuhan
b. Penyakit 2. monitor dan laporkan adanya
c. Sepsis tanda gejala hipotermia dan
hipertermia
3. tingkatka intake cairan dan nutrisi
adekuat
4. berikan pengobatan antipiretik
sesuai kebutuhan.
Manajemen pengobatan
1. Tentukan obat apa yang di
perlukan, dan kelola menurut resep
dan/atau protokol
2. Monitor efektivitas cara
pemberian obat yang sesuai.

,29
Manajemen kejang
1. Pertahankan jalan nafas
2. Balikkan badan pasien ke satu sisi
3. Longgarkan pakaian
4. Tetap disisi pasien selama kejang
5. Catat lama kejang
6. Monitor tingkat obatobatan anti
epilepsi dengan benar.
 Resiko Aspirasi a. Status pernapasan: Pencegahan aspirasi
Faktor resiko kepatenan jalan nafas 1. Monitor tingkat kesadaran, refleks
a. Penurunan motilitas 1) Frekuensi pernapasan batuk dan kemampuan menelan
gastrointestinal 2) Irama pernapasan 2. Monitor stastus pernapasan
b. Penurunan tingkat 3) Tersedak 3. Jaga kepala tempat tidur
kesadaran 4) Suara nafas tambahan ditinggikan 30 menit setelah
c. Peningkatan residu b. Pencegahan aspirasi pemberian makan
lambung 1) Memposisikan tubuh 4. Periksa residu pada selang
untuk miring ketika makanan atau lebih besar 100 cc
makan dan minum jika pada selang.
dibutuhkan. Manajemen muntah
2) Mengidentifikasi 1. Kaji emesis terkait dengan warna,
faktor-faktor resiko. konsistensi, akan adanya darah,
waktu dan sejauh mana kekuatan
emesis.
2. Ukur atau perkirakan volume
emesis.pastikan obat antiemetik
yang di berikan untuk mencegah
muntah bila memungkinkan
3. Tingkatkan pemberian cairan
secara bertahap jika tidak ada
muntah yang terjadi selama 30
menit.
4. Monitor efek manajemen muntah
secara menyeluruh.
Pengaturan posisi
1. Jelaskan kepada pasien badan
pasien akan di balik
2. Jangan menempatkan pasien pada
posisi yang bisa meningkatkan nyeri.
Tabel 2.2 : Diagnosis dan perencanaan keperawatan

,30
BAB III
KASUS FIKTIF
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. T USIA 5 TAHUN
DENGAN DIAGNOSA MENINGITIS TB DI RUANG MAWAR
RSU KUNINGAN MEDICAL CENTER”

a. Identitas Pasien
Nama : An. T
Usia : 7 Tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Tanggal Masuk : 1 Mei 2021
No. RekamMedis : 10318052117
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. B
Usia : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Status : Kawin
Hubungan dg px. : Ayah Pasien
c. Keluhan Utama
Ds. Keluarga Pasien mengeluh anaknya demam selama 2 minggu, sakit bepala
berat, sesak nafas, serta kejang seluruh tubuh 6 jam sebelum masuk RS. Do. Pasien
terlihat pucat dan lemas, turgor kulit buruk, kesadaran menurun.
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien terlihat lemas, kesadaran menurun, tampak lemah dan nafas sesak. Ayah
mengatakan anak demam, batuk berdahak, reflex batuk lemah, tidak mampu bicara dan
hanya mengerang.
e. Hasil Pemeriksaan Fisik
1. Tingkat Kesadaran
GCS 9 (E4V2M3) / Delirium
2. Tanda – tanda Vital
- TD : 110/70
- N : 87 x/menit
- R : 30 x/menit

,31
- S : 37,8 º C
3. Kepala
Bentuk kepala normal
4. Mata
Mata simetris kiri dan kanan, refleks pupil positif, sklera tidak ikterik,
konjungtiva tidak anemis
5. Hidung
Tidak ditemukannya pernapasan cuping hidung. pasien terpasang NGT
serta O2 binasal kanul dengan kosentrasi 2L/i.
6. Mulut
Bibir ditemukan bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor dan rongga
mulut kurang bersih.
7. Telinga
Pada Telinga tidak ada infeksi, dari telinga tidak ada keluar cairan
8. Leher
Tidak ditemukan kaku kuduk
9. Dada
Hasil inspeksi pada paru-paru di dapatkan thoraks simetris kiri dan kanan,
terdapat tarikan dinding dada, saat di palpasi premitus kiri dan kanan sama,
saat di perkusi terdengar redup dan di auskultasi terdengar bronkial dan
ronkhi. Pemeriksaan jantung tidak ada masalah, iramanya reguler.
10. Kulit
Pemeriksaan kulit ditemukannya ruam kemerahan di seluruh tubuh, teraba
panas, akralnya hangat dan CRT kembali dalam 3 detik, tanda Kernig sign dan
brdudzinski tidak ditemukan.
11. Abdomen
Pemeriksaan abdomen di dapatkan tidak ada asites dan bising usus
normal.
12. Ekstremitas

,32
Pada Ekstremitas atas kanan terpasang infus, sedangkan pada ekstremitas
bawah tampak kaku, spastik dan ekstensi abnormal. Pemeriksaan kulit
ditemukannya ruam kemerahan di seluruh tubuh, teraba panas, akralnya
hangat dan CRT kembali dalam 3 detik, tanda Kernig sign dan brdudzinski
tidak ditemukan.
13. Genetalia
Pemeriksaan genitalia tidak ada kelainan, bentuk normal dan lengkap.
f. Hasil Pemeriksaan Penunjang ( Darah Lengkap, Rotgen, Radiologi dsb. )
Hasil pemeriksaan diagnostik di peroleh data sebagai berikut:
Pada tanggal 16 Mei 2021 didapatkan hasil Hb 10,7 gr/dl (Normal 12-16),
leukosit 8.620/mm3 (Normal 6000-18.000), trombosit 229.000/mm3 (Normal
150.000-400.000), dan hematokrit 30 % (Normal 37-43%).
Tanggal 18 Mei 2021 di dapatkan hasil pemeriksaan kalsium 8 mg/dl
(Normal 8,1-10,4), natrium 132 mmol/L (Normal 136-145), kalium 3,1 mmol/L
(Normal 3,5-5,1) dan korida serum 107 mmol/L (Normal 97-111).
Hasil pemeriksaan Lumbal fungsi pada tanggal 4 Mei 2021 di dapatkan
hasil volume ± 2 CC, kekeruhan negatif, warna bening, jumlah sel 8/mm3 dan
glukosa 44 mg/dl.
g. Diagnosa Medis Pasien
Setelah dilakukan pengkajian daritanggal 1 sampai 28 Mei 2021, maka
selanjutnya peneliti melakukan analisa data dan dapat dirumuskan diagnosa keperawatan
sebagai berikut :
1. Resiko ketidakfektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses
inflamasi di selaput otak
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sekret di jalan nafas
3. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
h. Terapi Yang Diberikan
Terapi pengobatan yang di dapatkan oleh pasien adalah INH 1x150 mg, luminal
2x30 gr, etambutol 1x250 mg, diazepam 3x1 mg, rifampisin 1x225 mg, Prednison 3x10

,33
mg, pirazinamid 1x300 mg, Asam folat 1x1 mg, Ambroxol sirup 3x1/2 sdt, Bicnat 3x3/4
tablet, Vit B6, diamox 3x150 gr, paracetamol 4x150 mg, , IVFD KaEN 1 B 22 tts/i.

,34
BAB IV
PEMBAHASAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. T USIA 5 TAHUN
DENGAN DIAGNOSA MENINGITIS TB DI RUANG MAWAR
RUMAH SAKIT KMC KUNINGAN

1. PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
Nama : An. T
Usia : 7 Tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Tanggal Masuk : 1 Mei 2021
No. RekamMedis : 10318052117
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. B
Usia : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Status : Kawin
Hubungan dg px. : Ayah Kandung
c. Keluhan Utama
Do. Keluarga Pasien mengeluh anaknya demam selama 2 minggu, sakit bepala
berat, sesak nafas, serta kejang seluruh tubuh 6 jam sebelum masuk RS
Ds. Pasien terlihat pucat, turgor kulit buruk dan tampak lemas
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien terlihat lemas, kesadaran menurun, tampak lemah dan nafas sesak. Ayah
mengatakan anak demam, batuk berdahak, reflex batuk lemah, tidak mampu bicara
dan hanya mengerang.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan pengkajian diatas diagnosa keperawatan yang muncul adalah sebagai
berikut:
o Resiko ketidakfektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
proses inflamasi di selaput otak
o Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sekret di jalan nafas
o Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme

,35
DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN
 Resiko  Setelah - Kaji TTV - untuk - T1 : Mengkaji TTV S : gangguan perfusi
ketidakfektifan dilakukan mengetahui -R1 : TD:110/70 mmHg jaringan
perfusi jaringan tindakan keadaan umum N :87 x/m berhubungan dengan
serebral keperawatan, klien R : 30 x/m adanya inflamasi di
berhubungan ketidakefektifan S : 37,8 º C selaput otak.
dengan proses perfusi jaringan O : klien terlihat
inflamasi di serebral dapat pucat dan lemas ,
selaput otak teratasi -monitor kesadaran menurun
Ds: ayah klien  Kesadaran tingkat A : masalah teratasi
- untuk - T2 : mempertahankan P : intervensi
mengatakan meningkat kesadaran mengetahui posisi kepala klien dilanjutkan dengan
anaknya nyeri - perkembangan
kepala berat elevasi 30º untuk rawat jalan
kesadaran pasien memaksimalkan
disertai kejang
Do: klien terlihat ventilasi
pucat dan lemas, - R2 : klien dapat
kesadaran mempertahankan
menurun. kesadarannya
- observasi - untuk memenuhi - T3 : mengobservasi
cairan infus kebutuhan cairan tetesan infus
klien - R3 : tetesan infus
20x/m
-kolaborasi dg
dokter dalam - terapi yang T4 : berkolaborasi
pemberian terapi diberikan : INH dengan dokter dalam
obat 1x150 mg,
memberikan terapi obat
luminal 2x30 gr,
R4 : klien meminum
etambutol 1x250
obat yang diberikan
mg,
perawat
 Ketidakefektifan  Setelah - Kaji TTV - untuk - T1 : Mengkaji TTV S : gannguan
bersihan jalan dilakukan mengetahui - R1 :TD:110/70 mmHg bersihan jalan nafas
nafas tindakan keadaan umum N : 87 x/m berhubungan dngan

36
berhubungan keperawatan, klien R : 30 x/m penumpukan secret
dengan ketidakefektifan S : 37,8 º C dijalan nafas
penumpukan bersihan jalan O : klien terlihat
secret di jalan nafas dapat - latih batuk - untuk - T2 : mengajarkan sesak nafas, R :
nafas teratasi efektif mengeluarkan teknik batuk efektif 30x/m
Ds: ayah klien secret dari jalan kepada klien A : Masalah Teratasi
mengatakan nafas - R2 : Klien mengikuti P : intervensi
anaknya sesak apa yang diajarkan dilanjutkan dengan
nafas perawat rawat jalan
- atur posisi - untuk
Do: klien terlihat - T3 : mengatur posisi
klien memudahkan
sesak klien
dalam pemberian - R3 : klien mengikuti
terapi apa yang diarahkan
perawat

- kolaborasi - terapi yang


dengan dokter - T4 : memberikan
diberikan : terapi nebulisasi dan
dalam - nebulisasi jika
pemberian terapi terapi oksigen
tidak dapat - R4 : klien mengikuti
melakukan batuk terapi yang diberikan
efektif
- terapi oksigen
jika masih sesak
- ambroxol sirup
3x1/2 sdt
 Hipertermi  Setelah - kaji TTV - untuk
- T1 : mengkaji TTV S : gangguan
berhubungan dilakukan mengetahui - R1: TD:110/70 mmHg termoregulasi
dengan tindakan keadaan umum N : 87 x/m berhubungan dengan
peningkatan laju keperawatan, klien R : 30 x/m peningkatan laju
metabolism hipertermi dapat S : 37,8 º C metabolisme
Ds: Ayah klien teratasi - observasi - untuk memenuhi - T2 : mengobservasi O : klien terlihat
mengeluh cairan infus kebutuhan cairan tetesan infus mengerang dan

37
anaknya demam klien - R2 : tetesan infus tubuhnya panas
Do: klien terlihat 20x/m A : masalah teratasi
mengerang dan P : intervensi
tubuhnya panas - monitor suhu - untuk - T3 : mengkaji suhu dihentikan
tubuh mengetahui tubuh klien setiap 4 jam
perkembangan sekali
suhu tubuh klien - R3 : S: 36,5 ºC
- kolaborasi - terapi yang - T4 : berkolaborasi
dengan dokter diberikan : dengan dokter dalam
dalam paracetamol memberikan terapi obat
pemberian terapi 4x150 ml IVFD - R4 : obat telah masuk
obat melalui IV

38
40

Anda mungkin juga menyukai