Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II


“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Campak”

Dosen Pengampu : Ditha Astuti Purnamawati, M.Kep

Di Susun Oleh :

Kelompok 5
Rahayu Setianingsih SR172110048
Imamatul Aili SR172110045
Indah Januarti SR172110035
Raihan Syawalana Fitra SR172110047
Muharni SR172110049

PROGRAM STUDI NERS AKADEMIK


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
MUHAMMADIYAH PONTIANAK
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Allah Azza Wa Jalla, atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat diselesaikan sebagaimana
mestinya. Shalawat dan salam tidak luput Kami kirimkan atas qudwah kita
Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, para sahabatnya serta
umatnya yang senantiasa iltizam diatas kebenaran hingga akhir zaman.
Penulisan makalah ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah
“Keperawatan Medikal Bedah II” pada Program Studi Ners Akademik STIK
Muhammadiyah Pontianak. Dalam penyusunan makalah ini tidak banyak
kesulitan yang Kami temui, namun berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Kami ucapkan terima kasih
kepada :
1. Ibu Ditha Astuti Purnamawati, M.Kep. selaku pembimbing, yang telah
bersedia meluangkan waktu dan membimbing kami sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
2. Orang tua kami yang selalu mendoakan kami.
3. Teman-teman kelompok atas kebersamaannya dalam penyusunan makalah
ini.
4. Dan kepada teman-teman lain yang telah membantu namun tidak dapat
disebutkan satu-persatu.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah masih jauh
dari kesempurnaan. Karena itu, saran yang konstruktif merupakan bagian yang tak
terpisahkan dan senantiasa Kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat. Amin Ya Rabbil
Alamin.
Billahi Fiisabilil Haq Fastabiqul Khaerat.
Wassalamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pontianak, 28 Februari
2019

ii
Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Definisi...........................................................................................................3
B. Etiologi...........................................................................................................3
C. Patofisiologi....................................................................................................3
D. Pathway..........................................................................................................5
E. Manifestasi Klinis...........................................................................................6
F. Penatalaksanaan..............................................................................................6
G. Pemeriksaan Diagnostik.................................................................................7
H. Komplikasi......................................................................................................8
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian....................................................................................................10
B. Diagnosa Keperawatan.................................................................................11
C. Rencana Tindakan Keperawatan..................................................................11
D. Implementasi Keperawatan..........................................................................14
E. Evaluasi Keperawatan..................................................................................14
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................15
B. Saran.............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit campak merupakan salah satu penyakit menular yang masih


menjadi masalah kesehatan bayi dan anak. Penyakit tersebut disebabkan oleh
virus golongan Paramyxovirus. Campak merupakan penyakit menular yang
banyak ditemukan didunia dan dianggap sebagai persoalan kesehatan
masyarakat yang harus diselesaikan. Gejala awal campak berupa demam,
konjungtivis, pilek batuk dan bintik-bintik kecil dengan bagian tengah
berwarna putih atau putih kebiru-biruan dengan dasar kemerahan di daerah
pipi. Tanda khas bercak kemerahan dikulit timbul pada hari ketiga sampai
ketujuh, dimulai di daerah muka, kemudian meneluruh, berlangsung sekitar 4-
7 hari, dan terkadang berakhir dengan pengelupasan kulit berwarna kecoklatan
(Enrisyu, 2012).

Pada tahun 2013, di dunia terdapat 145.700 orang meninggal akibat


campak, sedangkan sekitar 400 kematian setiap hari sebagian besar terjadi
pada balita (WHO, 2015). Menurut Kemenkes RI (2015),campak merupakan
penyakit endemik di negara berkembang termasukIndonesia. Di Indonesia,
campak masih menempati urutan ke-5 penyakit yang menyerang terutama
pada bayi dan balita. Pada tahun 2014 di Indonesia ada 12.943 kasus campak.
Angka ini lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2013 sebanyak 11. 521 kasus.
Jumlah kasus meninggal sebanyak 8 kasus yang terjadi di 5 provinsi yaitu
Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau dan Kalimantan Timur.
Incidence rate (IR) campak pada tahun 2014 sebesar 5,13 per 100.000
penduduk.Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 4,64
per 100.000 penduduk. Kasus campak terbesar pada kelompok umur 5-9 tahun
dan kelompok umur 1- 4 tahun sebesar 30% dan 27,6%.

Menurut Widagdo (2012), campak sangat mudah menular. Sebesar 90%


penderita memiliki riwayat kontak dengan penderita lain. Penyebaran virus

1
terjadi melalui droplet besar dari saluran nafas, namun ada juga yang menular
melalui droplet kecil lewat udara yang dihirup. Orang yang pernah kontak

2
2

dengan penderita lain biasanya tertular setelah 14-15 hari dari virus tersebut
masuk. Cara yang efektif untuk mencegah penyakit campak yaitu dengan
imunisasi balita pada usia 9 bulan. Selama periode 2000-2013, imunisasi
campak berhasil menurunkan 15,6 juta (75%) kematian akibat campak di
Indonesia (Kemenkes RI, 2015). Oleh karena itu, dalam makalah ini akan
dibahas cara pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan campak.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah


bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan campak?
C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien
dengan campak.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui definisi dari campak.
Untuk mengetahui etiologi dari campak.
Untuk mengetahui patofisiologi dari campak.
Untuk mengetahui pathway dari campak.
Untuk mengetahui manifestasi klinik dari campak.
Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari campak.
Untuk mengetahui penatalaksanaan dari campak.
Untuk mengetahui komplikasi dari campak.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari campak.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Penyakit campak adalah suatu penyakit virus akut yang sangat menular
dengan gejala awal berupa demam, konjungtivitis, pilek, batuk, dan bintik-
bintik kecil dengan bagian tengah berwarna putih atau putih kebiru-biruan
dengan dasar kemerahan di daerah mukosa pipi (bercak Koplik). Morbili
adalah penyakit infeksi virus akut yang ditandai oleh 3 stadium yaitu stadium
kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensi (Suriadi, 2001).

Menurut Ramali Ahmad (2002), campak adalah penyakit virus akut


dengan demam, radang selaput lendir dan timbulnya erupsi kulit berupa bercak
dan bintik merah, disusul pengelupasan. Dari beberapa pengertian di atas,
dapat disimpulkan bahwa morbili atau campak adalah penyakit infeksi virus
akut yang sangat menular yang ditandai dengan 3 stadium yaitu stadium
kataral, stadium erupsi dan stadium konvalensi yang pada umumnya
menyerang pada anak.
D. Etiologi

Virus morbili yang berasal dari secret saluran pernafasan, darah, dan urine
dari orang yang terinfeksi. Penyebaran infeksi melalui kontak langsung dengan
droplet dari orang yang terinfeksi. Masa inkubasi selama 10-20 hari, dimana
periode yang sangat menular adalah hari pertama hingga hari ke 4setelah
timbulnya rash (pada umumnya pada stadium kataral) (Suriati & Rita, 2010).

Menurut Suriadi (2001), penyebab morbili adalah virus morbili yang


berasal dari sekret saluran pernafasan, darah dan urine dari yang terinfeksi.
Penyebaran infeksi melalui kontak langsung dengan droplet dari orang yang
terinfeksi. Masa inkubasi selama 10 – 20 hari, dimana periode yang sangat
menular adalah dari hari pertama hingga hari keempat setelah timbulnya rash
(pada umumnya pada stadium kataral).

3
E. Patofisiologi
Penularan virus yang infeksius sangat efektif, dengan sedikit virus yang
infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak
terjadi secara droplet melalui udara, terjadi antara 1 – 2 hari sebelum timbul

4
5

gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Lesi utama tampak ditemukan
pada kulit penderita, mukosa nasofarink, bronkus, saluran cerna dan
konjungtiva serta masuk ke dalam limfatik lokal. Virus memperbanyak diri
dengan sangat perlahan dan di situ mulai penyebaran ke sel jaringan
limforetikular seperti limfa. Sel mono nuklear yang terinfeksi menyebabkan
terbentuknya sel raksasa berinti banyak.

Virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitil


orofarink, konjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih, dan usus. Pada
hari ke 9 – 10 fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan
konjungtiva, satu sampai dua lapisan mengalami nekrosis. Virus yang masuk
ke pembuluh darah menimbulkan manifestasi klinis dari sistem saluran nafas
adalah batuk, pilek, disertai konjungtivitis, demam tinggi, ruam menyebar ke
seluruh tubuh, timbul bercak koplik.

Pada hari ke-14 sesudah awal infeksi akan muncul ruam makulopopular
dan saat itu antibodi humoral dapat dideteksi. Daya tahan tubuh akan menurun
sebagai akibat respon terhadap antigen virus terjadilah ruam pada kulit. Daerah
epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan
kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopnemoni, otitis
dan lain-lain.
6

F. Pathway

1.
Paramyxoviridae Mengendap Saluran
Morbili Virus pada Organ Cerna
Epitel
Saluran
Masuk Sel Nafas Kulit Napas Hiperplasi
Jaringan
Limfoid
Poliferasi Sel
Ditangkap Oleh Endotel Kapiler Fungsi
Makrofag dalam Korium Silia
Iritasi Mukosa
Usus
Menyebar ke Sekre
Kelenjar Limpa Eksudasi
t
Regional Serum/Eritrosit Sekresi
dalam Epidermis

Reflek Batuk
Mengalami Peristaltik
Ruam
Replikasi
Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Diare
Virus Dilepas ke
Aliran Darah Nafas
(Viremia Primer) Dehidrasi
Gang. Gang.
Citra Diri Integritas
Virus sampai RES Kulit Ketidakseimbangan
Cairan & Elektrolit
Histamin
Replikasi Kembali Set Poin Meningkat

Gatal (Nyeri
Ringan) Peningkatan Suhu Tubuh
Virus sampai ke
multiple tissue site
(viremia sekunder)
Hipertemi
Gang. Rasa
Nyaman
Reaksi Radang
Nafsu
Makan
Pengeluaran
Mediator Kimia Intake Nutrisi

Ketidakseimbangan Nutrisi
Mempengaruhi Kurang dari Kebutuhan
Termostat dalam Tubuh
Hipotalamus
7

G. Manifestasi Klinis
Menurut Suriadi (2001), tanda dan gejala pada penderita campak adalah
sebagai berikut.
1. Stadium Prodromal (kataral)
Demam, malaise, batuk, konjungtivitis, coryza terdapat bercak koplik
berwarna putih kelabu sebesar ujung jarum dikelilingi oleh eritema terletak
di mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah, timbul dua hari
sebelum munculnya rash. Stadium ini berlangsung selama 4 – 5 hari.
2. Stadium Erupsi
Coryza dan batuk bertambah, terjadi eritema yang berbentuk makula
popula disertai meningkatnya suhu tubuh. Mula-mula eritema terletak di
belakang telinga, di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut, dan
bagian belakang bawah. Kadang terdapat pendarahan ringan di bawah kulit.
Pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan di daerah
belakang leher.
3. Stadium Konvalensi
Erupsi berkurang dan meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua
(hiperpigmentasi) yang akan menghilang dengan sendirinya. Selanjutnya
diikuti gejala anorexia, malaise, limfedenopati.
H. Penatalaksanaan
1. Terapi Suportif
Pada anak yang sehat umumnya gejala campak dapat
sembuh sendiri. Pengobatan yang diberikan bersifat
suportif, terdiri dari pemberian cairan yang cukup,
suplemen nutrisi, antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi
sekunder, antikonvulsi jika terdapat kejang dan pemberian
vitamin A. Vitamin A berfungsi sebagai imunomodulator
yang meningkatkan respons antibodi terhadap virus
campak. Pada kasus campak tanpa komplikasi
penatalaksanaan berupa:
a. Tirah baring di tempat tidur
b. Diet makanan cukup cairan dan cukup kalori
c. Antipiretik bila demam: parasetamol 10-15
mg/kgBB/dosis dapat diulang pemberiannya setiap 4 jam

8
9

2. Terapi Antivirus
Pada penyakit campak tidak diperlukan terapi antivirus
spesifik, pengobatan hanya diberikan secara suportif.
Terapi antivirus dengan Ribavirin terbukti secara in vitro
bermanfaat terhadap infeksi campak berat pada individu
dewasa yang imunokompromais serta pada kasus Subacute
sclerosing panencephalitis (SSPE). Namun penggunaan
Ribavirin belum memiliki izin dari US Food and Drug
Administration (FDA) dan sifatnya masih eksperimental.
3. Pemantauan dan Konsultasi
Pada kasus campak dengan komplikasi bronkopneumonia
dan gizi kurang perlu dipantau terhadap adanya
infeksi tuberkulosis (TB) laten. Pantau gejala klinis dan
lakukan uji tuberkulin setelah 1-3 bulan masa
penyembuhan.
I. Pemeriksaan Diagnostik
Virus campak dapat ditelusuri melalui isolasi terhadap virus diswab/usap
tenggorok pada lapisan mukosa hidung. Konfirmasi diagnosa dengan
peningkatan antibodi netralisasi terhadap virus dilakukan pemeriksaan senologi
didapatkan 19M spesifik. Sediaan apus darah dapat menunjukkan adanya
limfosit abnormal serta pemeriksaan imunologis lainnya yang juga dapat
membantu (Bagian Ilmu Kesehatan Anak, 2002).
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan, yaitu :
1. Serologi
Pada kasus atopic, dapat dilakukan pemeriksaan serologi untuk
memastikannya. Tehnik pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah fiksasi
complement, inhibisi hemaglutinasi, metode antibody fluoresensi tidak
langsung.
2. Patologi anatomi
Pada organ limfoid dijjumpai: hyperplasia folikuler yang nyata, senterum
germinativum yang besar, sel Warthin-Finkeldey (sel datia berinti banyak
yang tersebar secara acak, sel ini memiliki nucleus eosinofilik dan jisim
inklusi dalam sitoplasma, sel ini merupakan tanda patognomonik sampak).
Pada bercak koplik dijumpai : nekrosis, neutrofil, neovaskularisasi.

10
11

3. Darah tepi
Jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi
bakteri.
4. Pemeriksaan antibody IgM anti campak.
5. Pemeriksaan untuk komplikasi
Ensefalopati / ensefalitis (dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal, kadar
elektrolit darah dan analisis gas darah), enteritis (feces lengkap),
bronkopneumonia (dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis gas darah).
J. Komplikasi
Pada penyakit morbili terdapat resistensi umum yang menurun sehingga
data terjadi energi (uji berkulin yang semula positif berubah menjadi negative).
Keadaan ini menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti otitis
media akut, ensefalitis, bronkopneumonia.
Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus morbili atau oleh
pneumococcus, Streptopcoccus, Stayphylococcus. Bronkopneumonia ini dapat
menyebabkan kematin bayi yang masih muda, anak dengan malnutrisi energy
protein, penderita penyakit menahun (missal tuberculosis ), leukemia, dan lain
lain. Oleh karena itu pada keadaan tertentu perlu dilakukan pencegahan.
Komplikasi neurologis pada morbili dapat berupa hemiplegia, paraplegia,
afasia, gangguan mental, neuritis optika dan ensefalitis.
Ensefalitis morbili dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang
menderita morbili atau dalam satu bulan setelah mendapat imunisasi dengan
vaksin virus morbili hidup (ensefalitis morbili akut), pada penderita yang
sedang mendapat pengobatan imunosupresif (immunosuppressive measles
encephalopathy) dan sebagai subacute sclerosing panenchepalitis (SSPE).
Ensefalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksanten, angka kematian
rendah dan sisa deficit neurologis sedikit. Angka kejadian ensefalitis setelah
infeksi morbili ialah 1:1000 kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi
dengan virus morbili hidup adalah 1,16 tiap 1.000.000 dosis
SSPE adalah suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan saraf
pusat. Penyakit ini progresif dan fatal serta ditemukan pada anak dan orang
dewasa. Ditandai oleh gejala yang terjadi secara tiba- tiba seperti kekacauan
mental,

12
13

disfungsi motorik, kejang dan koma. Perjalanan klinis lambat dan sebagian
besar penderita meninggal dunia dalam 6 bulan- 3 tahun setelah terjadi gejala
pertama. Meskipun demikian remisi spontan masih bisa terjadi.
Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti- bukti bahwa virus morbili
memegang peranan dalam patogenesisnya. Biasanya anak menderita morbili
sebelum umur 2tahun sedangkan SSPE bisa timbul sampai 7 tahun setelah
morbili. SSPE yang terjadi setelah vaksinasi morbili didapatkan kira- kira 3
tahun kemudian. Kemungkinan penderita SSPE setelah vaksinasi morbili
adalah 0,5 – 1,1 tiap 10juta, sedangkan setelah infeksi morbili sebesar 5,2 – 9,7
tiap 10 juta. Immunosuppressive measles encephalopathy didapatkan pada anak
dengan morbili yang menderita defisiensi imunologik karena keganasan atau
karena pemakaian obat- obatan imunosupresif. Diafrika didapatkan kebutaan
sebagai komplikasi morbili pada anak yang menderita malnutrisi (Staf Pengajar
Ilmu Kesehatan Anak FKUI).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan
menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut.
Pengkajian adalah tahap awal dalam proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistemik dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. Langlah –
langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa data serta
perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan
kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan
fisik, psikososial dan lingkungn pasien
Pengkajian pada pasien morbili
1. Mata : terdapat konjungtivitis, fotophobia.
2. Kepala : sakit kepala.
3. Hidung : banyak terdapat secret, influenza, rhinitis/ koriza.
Perdarahan hitung (pada stadium erupsi).
4. Mulut dan bibir : mukosa bibir kering, stomatitis, batuk, mulut terasa pahit
5. Kulit : permukaan kulit (kering),turgor kulit, rasa gatal, ruam
pada leher, muka, lengan, dan kaki ( pada stadium
konvalensi), eritema, panas (demam).
6. Pernapasan : pola napas, RR, batuk, sesak napas, wheezing, ronchi,
Sputum.
7. Timbang : BB, TB, BB lahir, tumbuh kembang riwayat imunisasi.
8. Pola defekasi : BAK, BAB, Diare.
9. Status nutrisi : intake- output makanan, nafsu makanan baik atau tidak.
Pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan adanya leukopeni. Dalam
sputum, sekresi nasal, sedimen urine dapat ditemukan adanya multinucleated
giant sel yang khas. Pada pemeriksaan serologi dengan cara hematglutination
inhibition tesdan compelement fiksatior tes akan ditemukan adanya antibody
yang spesifik

14
15

dalam 1 – 3 hari setelah timbulnya rash dan mencapai puncaknya pada 2-4
minggu kemudian (Nurarif & Kusuma, 2015).
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang bisa ditemukan pada pasien dengan morbili
adalah sebagai berikut (Nurarif, Amin Huda dan Hardi Kusuma, 2015).
1. Ketidakefektifsn bersihan jalan nafas.
2. Ketidakefektifan pola nafas.
3. Resiko kekurangan volume cairan.
4. Hipertermia.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
6. Kerusakan integritas jaringan kulit.
C. Rencana Tindakan Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan ang sesuai diagnosa keperawatan diatas
(Nurarif, Amin Huda dan Hardi Kusuma, 2015) meliputi :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan produksi sputum
yang berlebih.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan ketidakefektifan bersihan
jalan napas dapat teratasi.
Kriteria hasil : Mendemonstrasikan batuk efektif, suara napas bersih, tidak
terdapat sianosis dan dispnea, jalan napas paten.
Intervensi : kaji status pernapasan, auskultasi suara napas, catat adanya
suara napas tambahan, keluarkan sputum dengan batuk efektif dan sunction
( bila perlu ) , atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan,
monitor respirasi dan status oksigen lakukan fisioterapi dada bila perlu,
berikan posisi yang nyaman , semifowler atau fowler, kolaborasi dalam
pemberian nebulizer.
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan inflamasi saluran napas.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah ketidakefektifan
pola napas dapat teratasi, pasien menunjukkan status respirasi, ventilasi :
pergerakan udara ke dalam dan keluar dari paru- paru normal.
Kriteria hasil : menunjukkan pola pernapasan efektif, kedalaman inspirasi
dan kemudahan bernapas, ekspansi dada simetris, tidak ada penggunaan otot
16

bantu pernapasan, tidak terdapat bunyi pernapasan tambahan, tanda- tanda


vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan).
Intervensi : monitor TTD, nadi, suhu dan RR, pantau adanya sianosis, beri
posisi semifowler atau fowler pada pasien untuk memaksimalkan ventilasi,
keluarkan secret (bila ada ) dengan batuk efektif atau sunction, monitor
respirasi dan status oksigen, observasi tanda- tanda adanya hipoventilasi,
monitor pola pernapasan abnormal, kolaborasi dalam pemberian
bronkodilator dan terapi O2
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
berlebih (diare).
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, resiko kekurangan volume
cairan dapat teratasi.
Kriteria hasil : turgor kulit baik, produksi urine normal (0,5 –
1cc/kgBB/jam), kulit lembab, TTV dalam batas normal, mukosa mulut
lembab, cairan masuk dan keluar seimbang, tidak pusing pada perubahan
posisi, tidak haus.
Intervensi : observasi penyebab kekurangan cairan : muntah, diare, kesulitan
menelan, kekurangan darah aktif, diuretic, depresi, kelelahan, observasi
TTV, pantau tanda- tanda dehidrasi, observasi pemasukan dan pengeluaran
cairan bila kekurangan cairan secara mendadak, ukur produksi urin setiap
jam, berat jenis, dan observasi warna urine, perhatikan : cairan yang masuk,
kecepatan tetesan untuk mencegah edema paru, dispneu, bila pasien
terpasang infuse, pertahankan bedrest selama fase akut, ajarkan tentang
masukan cairan yang adekuat, tanda serta cara mengatasi kurang cairan,
kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral, obat sesuai indikasi, dan
observasi kadar Hb dan Ht
4. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah dapat teratasi,
suhu tubuh normal.
Kriteria hasil : suhu tubuh kisaran 36,5 ͦ C – 37,5 ͦ C, bibir lembab, badi
normal, kulit tidak terasa panas, tidak ada gangguan neurologis (kejang).
Intervensi : identifikasi penyebab atau faktor yang dapat menimbulkan
peningkatan suhu tubuh : dehidrasi, infeksi, efek obat, hipertiroid. Monitr

17
18

suhu minimal 2 jam, monitor TD, nadi, dan RR, monitor tanda- tanda
hipertermi tingkatkan intake cairan dan nutrisi, observasi cairan masuk dan
keluar, hitung balance cairan, observasi tanda kejang mendadak, berikan
kompres hangat, anjurkan pasien untuk mengurangi aktivitas yang
berlebihan bila suhu naik/bedrest total, anjurkan dan bantu pasien
menggunakan pakaian yang mudah menyerap keringat, kolaborasi dalam
pemberian antipiretik, antibiotic, dan pemeriksaan penunjang.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan asupan makanan yang kurang, anoreksia.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan masalah
ketidakseimbangan nutrisi dapat teratasi, pasien dapat memperbaiki status
gizi (nutrisi) dalam jangka waktu
Kriteria hasil : BB meningkat, mual/ muntah berkurang atau hilang, pasien
dapat menghabiskan porsi makan yang diberikan, nafsu makan meningkat,
pasien mengungkapkan kesediaan mematuhi diit, tidak ada tanda- tanda
malnutrisi.
Intervensi : kaji pola makan pasien, observasi mual muntah, jelaskan
pentingnya nutrisi yang adekuat untuk kesembuhan. Kaji kemampuan untuk
mengunyah dan menelan, beri posisi semifowler atau fowler saat makan,
identifikasi faktor pencets mual, muntah, diare, atau nyeri abdomen, kaji
makanan yang disukai dan yang tidak disukai, sajikan makanan dalam
keadaan hangat dan menarik, bantu pasien utnuk makan dan catat jumlah
makanan yang dihabiskan, lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah
makan, kolaborasi dalam penatalaksaan diet yang sesuai dengan ahli gizi,
pemberian nutrisi parenteral, pemberian anti emetic, pmberian mulvitamin
6. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan adanya rash.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan masalah
kerusakan integritas kulit dapat teratasi.
Kriteria hasil : tidak terdapat luka/lesi pada jaringan kulit, mampu
melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit, integritas kulit
yang baik bisa di pertahankan (sensasi elastisitas, temperature, pigmentasi).
19

Intervensi : pantau kulit dari adanya : ruam dan lecet, warna dan suhu,
kelembaban dan kekeringan yang berlebih, area kemerahan dan rusak,
mandingan dengan air hangat dan sabun ringan, anjurkan pasien untuk
menghindari menggaruk dan menepuk kulit, balikkan atau ubah posisi
dengan sering, ajarkan anggota keluarga/ member asuhan tentang tanda
kerusakan kulit, jika diperlukan, konsultasi pada ahli gizi tentang makan
tinggi protein, mineral, kalori, dan vitamin.
D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan adalah langkah keempat dalam proses
keperawatan dengan melaksanakan tindakan keperawatan yang disesuaikan
dengan rencana tindakan keperawatan yang telah disusun.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dan efektifitas asuhan
keperawatan antara dasr tujuan keperawatan pasien yang telah ditetapkan
dengan respon perilaku pasien yang trampil. Evaluasi yang diharapakan pada
pasien morbili adalah merupakan integral data pada setiap tahap proses
keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan apakah
informasi yang telah dikumpulkan sudah mencukupi dan apakah perilaku yang
diobservasi sudah sesuai. Tujuan dan intervensi di evaluasi untuk menentukan
apakah tujuan tersebut dapat dicapai secara efektif. Evaluasi diharapakan dari
asuhan keperawatan dengan morbili adalah perjalanan infeksi tidak terjadi,
hipertermi tidak terjadi, intraksi social tidak terganggu, kerusakan integritas
kulit tidak terganggu serta perubahan proses keluarga dapat diterima.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Campak merupakan penyakit infeksi ystem saluran pernafasan yang
disebabkan oleh virus, terutama oleh family paramyxovirus dari genus
morbillivirus. Gejalanya diantaranya demem, batuk, pilek, dan biasanya
muncul ruam erythema maculopapular. Campak dapat dicegah dengan
imunisasi dengan vaksin MMR. Vaksinasi dosis pertama dapat dilakukan pada
bayi usia 12 bulan dan dosis kedua pada usia 4 tahun. Tidak ada pengobatan
khusus untuk campak sebab campak bersifat self limiting disease (dapat semuh
dengan sendirinya) sehingga tidak ada rehabilitasi pada penderita. Pengobatan
dapat dilakukan bagi penderita jika disertai dengan komplikasi misalnya
konjungtivitis dengan vitamin A, demam dengan memberikan parasetamol.
B. Saran
Kita harus menerapkan pola hidup sehat, utamanya untuk anak dan
balita perlu mendapatkan asupan gizi yang cukup sehingga status gizi anak
pun menjadi lebih baik. Selalu menjaga kebersihan, jika   anak  belum 
waktunya  menerima  imunisasi  campak, atau karena hal tertentu dokter
menunda pemberian imunisasi campak (MMR), sebaiknya anak tidak
berdekatan dengan anak lain atau orang lain yang sedang demam dan jika
sudah terkena penyakit ini sebaiknya secepatnya berobat dan jika dalam
kondisi yang lebih akut sebaiknya perlu dirujuk ke rumah sakit.

20
DAFTAR PUSTAKA

Ramali, A. (2002). Kamus Kedokteran. Jakarta: PT. Djambata.


Suriadi, R. Y. (2001). Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Dalam Edisi I.
Jakarta: Agung Setia.
Widagdo. (2012). Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta:
CV Sagung Seto.

21

Anda mungkin juga menyukai