Anda di halaman 1dari 26

Laporan Kasus

CAMPAK
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian Family Medicine
BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Oleh:
Ikhsanuddin Basili 1607101030064
Fakhrian 1607101030174
Noviana Husdayanti 1607101030189
Dayu Pila Fita Idla 1607101030145
Dhea Indah Nabila 1607101030090

Pembimbing:
dr. T. M. Thaib, M. Kes, Sp. A (K)

BAGIAN/SMF FAMILY MEDICINE


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BLUD RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat-Nya
serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus dengan judul Campak.
Adapun laporan kasus dengan judul “Campak” ini diajukan sebagai salah
satu tugas dalam menjalani kepaniteraan klinik senior pada bagian/SMF Family
Medicine Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pembimbing laporan kasus
kami, dr. T. M. Thaib, M. Kes, Sp. A (K) yang telah bersedia meluangkan waktu
membimbing penulis untuk menyelesaikan penulisan tugas ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada para sahabat dan rekan-rekan yang telah
memberikan bantuan sehingga tugas ini dapat selesai pada waktunya. Penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini. Untuk itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca
sekalian demi kesempurnaan laporan kasus ini.

Banda Aceh, Februari 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 2
2.1 Definisi ................................................................................ 2
2.2 Epidemiologi ....................................................................... 2
2.3 Etiologi ................................................................................ 3
2.4 Patogenesis .......................................................................... 4
2.5 Manifestasi Klinis ................................................................ 4
2.6 Diagnosis ............................................................................. 6
2.7 Diagnosis Banding............................................................... 7
2.8 Penatalaksanaan ................................................................... 8
2.9 Komplikasi .......................................................................... 8
2.10 Prognosis ............................................................................. 9
2.11 Pencegahan .......................................................................... 9
BAB III LAPORAN KASUS .................................................................... 11
3.1 Data Administrasi ................................................................ 11
3.2 Data Pasien .......................................................................... 11
3.3 Data Pelayanan .................................................................... 11
3.4 Diagnosis Holistik ............................................................... 15
3.5 Rencana Penatalaksanaan .................................................... 16
3.6 Faktor Pendukung dan Penghambat Pengobatan ................ 16
3.7 Planning ............................................................................... 17
BAB IV ANALISA KASUS ...................................................................... 18
BAB V KESIMPULAN ........................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Campak merupakan penyakit pernafasan yang mudah menular yang menjadi


masalah kesehatan pada bayi dan anak. Virus campak menular melalui udara ketika
penderita batuk atau bersin. Sebelum ditemukannya vaksin untuk campak, lebih
dari 90% anak-anak di bawah usia 15 tahun terinfeksi campak dan sebagian besar
terjadi pada balita. 1
Campak merupakan penyakit endemik di negara berkembang termasuk
Indonesia. Di Indonesia, campak masih menempati urutan ke-5 penyakit yang
menyerang terutama pada bayi dan balita. Pada tahun 2014, di Indonesia ada 12.943
kasus campak. Angka ini lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2013 sebanyak 11.
521 kasus. Jumlah kasus meninggal sebanyak 8 kasus yang terjadi di 5 provinsi
yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau dan Kalimantan Timur.
Incidence rate (IR) campak pada tahun 2014 sebesar 5,13 per 100.000 penduduk.
Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 4,64 per 100.000
penduduk. Kasus campak terbanyak pada kelompok umur 5-9 tahun dan kelompok
umur 1-4 tahun sebesar 30% dan 27,6%.2
Faktor yang menyebabkan terjadinya campak pada balita berdasarkan
segitiga epidemiologi diantaranya adalah faktor penjamu (host) yakni semua faktor
yang terdapat pada diri manusia yang dapat memperbaiki terjadinya serta
perjalanan suatu penyakit. Faktor penjamu ada 2, yaitu faktor biologis dan perilaku.
Faktor biologis yang dapat mempengaruhi terjadinya campak meliputi usia, jenis
kelamin, status gizi, pemberian ASI eksklusif, pemberian vitamin A, dan status
imunisasi. Sedangkan faktor perilaku yaitu pengetahuan ibu dan riwayat kontak.3
Campak dapat dicegah dengan pemberian imunisasi namun penyakit ini
masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini umumnya menyerang
anak umur di bawah lima tahun (balita) akan tetapi campak bisa menyerang semua
umur. Imunisasi yang tepat pada waktunya dan penanganan sedini mungkin akan
mengurangi komplikasi penyakit ini. Oleh karena itu peran penting puskesmas
sebagai upaya promotif dan preventif adalah dengan mengajak masyarakat untuk
menjalankan imunisasi khususnya campak bagi anak mereka.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Campak dikenal juga sebagai morbili atau measles, merupakan penyakit yang
sangat menular (infeksius) dari genus Morbillivirus dan termasuk golongan virus
RNA. Manusia diperkirakan satu-satunya reservoir, walaupun monyet dapat
terinfeksi tetapi tidak berperan dalam penularan. Campak timbul karena terpapar
droplet melalui batuk dan bersin, serta kontak langsung dengan penderita.4
2.2 Epidemiologi
Pada tahun 1980, sebelum imunisasi dilakukan secara luas, diperkirakan lebih
20 juta orang di dunia terkena campak dengan 2,6 juta kematian setiap tahun yang
sebagian besar adalah anak-anak di bawah usia lima tahun. Sejak tahun 2000, lebih
dari satu miliar anak di negara-negara berisiko tinggi telah divaksinasi melalui
program imunisasi, sehingga pada tahun 2012 kematian akibat campak telah
mengalami penurunan sebesar 78% secara global. Indonesia merupakan salah satu
dari negara-negara dengan kasus campak terbanyak di dunia. 4

Gambar 2.1 Angka kejadian campak di Indonesia 2012-2015 4

Penyakit campak bersifat endemik di seluruh dunia, pada tahun 2017 terjadi
110.000 kematian yang disebabkan oleh campak di seluruh dunia (berkisar 300
kematian setiap hari atau 12 kematian setiap jam) pada sebagian besar balita.5
Berdasarkan laporan DirJen PP&PL DepKes RI tahun 2014, masih banyak kasus
campak di Indonesia dengan jumlah yang dilaporkan mencapai 12.222 kasus.

2
3

Frekuensi KLB sebanyak 173 kejadian dengan 2.104 kasus. Sebagian besar kasus
campak adalah anak-anak usia pra-sekolah dan usia SD. Selama periode 4 tahun,
kasus campak lebih banyak terjadi pada kelompok umur 5-9 tahun (3591 kasus) dan
pada kelompok umur 1-4 tahun (3383 kasus).6
2.3 Etiologi
Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus RNA genus
Morbillivirus, famili Paramyxoviridae.7 Virus ini dari famili yang sama dengan
virus gondongan (mumps), virus parainfluenza, virus human-metapneumovirus, dan
RSV (Respiratory Syncytial Virus). 8
Virus campak berukuran diameter 120-250 nm dan mengandung inti untai
RNA tunggal yang diselubungi dengan lapisan pelindung lipid. Virus campak
memiliki 6 struktur protein utama. Protein H (Hemagglutinin) berperan penting
dalam perlekatan virus ke sel penderita. Protein F (Fusion) berperan dalam proses
penetrasi virus ke membran sel dan hemolisis. Protein M (Matrix) di permukaan
dalam lapisan pelindung virus berperan penting dalam penyatuan virus. Di bagian
dalam virus terdapat protein L (Large), NP (Nucleoprotein), dan P (Polymerase
phosphoprotein). Protein L dan P berperan dalam aktivitas polimerase RNA virus,
sedangkan protein NP berperan sebagai struktur protein nucleocapsid. Karena virus
campak dikelilingi lapisan pelindung lipid, maka mudah diinaktivasi oleh cairan
yang melarutkan lipid seperti eter dan kloroform. Selain itu, virus juga dapat
diinaktivasi oleh suhu panas dan dingin (>370 C dan <200 C), sinar ultraviolet, serta
pH yang ekstrim (pH <5 dan >10). Virus ini memiliki jangka hidup pendek yaitu
kurang dari 2 jam di udara bebas.8,9

Gambar 2.2 Virus campak 10


4

2.4 Patogenesis
Campak merupakan suatu infeksi sistemik. Penyebaran infeksi terjadi jika
terhirup droplet di udara yang berasal dari penderita. Virus campak masuk melalui
saluran pernapasan dan melekat di sel-sel epitel nasofaring. Setelah melekat, virus
bereplikasi di tempat awal melekatnya virus dan diikuti dengan penyebaran ke
kelenjar limfe regional, kemudian terjadi viremia primer disertai penyebaran infeksi
di sistem retikuloendotelial yaitu limpa, hati, dan kelenjar limfe, hal ini terjadi pada
hari ke-2 sampai ke-3. Pada hari ke-5 sampai ke-7 infeksi, terjadi viremia sekunder
di seluruh tubuh terutama di kulit dan saluran pernapasan. Pada hari ke-11 sampai
hari ke14, virus ada di darah, saluran pernapasan, dan organ-organ tubuh lainnya,
2-3 hari kemudian virus mulai berkurang. Selama infeksi, virus bereplikasi di sel-
sel endotelial, sel-sel epitel, monosit, dan makrofag.9,11
Tabel 2.1 Patogenesis infeksi campak 9
Hari Patogenesis
0 Virus campak dalam droplet terhirup dan melekat pada permukaan
epitel nasofaring ataupun konjungtiva. Infeksi terjadi di sel epitel
dan virus bermultiplikasi.
1-2 Infeksi menyebar ke jaringan limfatik regional
2-3 Viremia primer
3-5 Virus bermultiplikasi di epitel saluran napas, tempat virus melekat
pertama kali, juga di sistem retikuloendotelial regional dan
kemudian menyebar.
5-7 Viremia sekunder
7-11 Timbul gejala infeksi di kulit dan saluran napas
11-14 Virus terdapat di darah, saluran napas, kulit, dan organ-organ tubuh
lain.
15-17 Viremia berkurang dan menghilang.

2.5 Manifestasi Klinis


Masa inkubasi campak mulai dari terpapar hingga stadium prodromal adalah
sekitar 10-12 hari. Bila dari paparan hingga muncul ruam adalah sekitar 14 hari
5

(kisaran 7-21 hari). 11 Gejala klinis muncul setelah masa inkubasi, terbagi atas tida
stadium, yaitu:
a. Stadium prodromal: berlangsung kira-kira 3 hari (kisaran 2-4 hari),
ditandai dengan demam yang meningkat secara bertahap dapat mencapai
39,50 – 40,50 C, diikuti gejala batuk, coryza (peradangan akut membran
mukosa rongga hidung), konjungtivitis (mata merah). Konjungtivitis dapat
disertai mata berair dan sensitif terhadap cahaya (fotofobia). Tanda
patognomonik berupa enantema mukosa buccal yang disebut Koplik spot
yang muncul pada hari ke-2 atau ke-3 demam. Bercak ini berbentuk tidak
teratur dan kecil berwarna merah terang, di tengahnya didapatkan noda putih
keabuan. Timbulnya bercak Koplik ini hanya sebentar, kurang lebih 12 jam,
sehingga sukar terdeteksi dan biasanya luput saat pemeriksaan klinis.9,12
b. Stadium eksantem: timbul ruam makulopapular selama 6-7 hari dengan
penyebaran sentrifugal yang dimulai dari batas rambut di belakang telinga,
kemudian menyebar ke wajah, leher, dada, ekstremitas atas, bokong, dan
akhirnya ekstremitas bawah. Ruam tersebar diskret namun dapat
berkonfluens, dominan di tubuh bagian atas. Demam umumnya memuncak
(mencapai 400 C) pada hari ke 2-3 setelah munculnya ruam. Jika demam
menetap setelah hari ke-3 atau ke-4 umumnya mengindikasikan adanya
komplikasi. 9,11
c. Stadium penyembuhan (konvalesens): setelah 3-4 hari umumnya ruam
berangsur menghilang sesuai dengan pola timbulnya. Ruam kulit
menghilang dan berubah menjadi kecoklatan yang akan menghilang dalam
7-10 hari. 9
6

Gambar 2.3 Karakter campak 11


2.6 Diagnosis
Penegakkan diagnosis berdasarkan anamsesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang sebagai berikut.8,9,11

Gambar 2.4 Perjalanan penyakit campak 10


⁻ Anamnesis gejala berupa 3C 1F (Cough, Coryza, Conjunctivitis, Fever)
disertai bercak Koplik, dan ruam makulopapular yang mulai timbul dari
belakang telinga sampai ke seluruh tubuh. Gejala lain dapat berupa diare
khususnya pada bayi, dan limfadenopati generalisata.
⁻ Pemeriksaan fisik berupa suhu badan tinggi (>380C), mata merah, dan
ruam makulopapular.
7

⁻ Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan darah berupa leukopenia dan


limfositopenia. Pemeriksaan imunoglobulin M (IgM) campak juga dapat
membantu diagnosis dan biasanya sudah dapat terdeteksi sejak hari pertama
dan ke-2 setelah timbulnya ruam. IgM campak ini dapat tetap terdeteksi
setidaknya sampai 1 bulan sesudah infeksi. Pemeriksaan isolasi dan
identifikasi virus dari urin, nasofaring, darah, dan tenggorok juga dapat
dilakukan namun tidak direkomendasikan.
2.7 Diagnosis Banding
Campak harus dibedakan dari beberapa penyakit lain yang klinisnya juga
berupa ruam makulopapular. Gejala klinis klasik campak adalah adanya stadium
prodromal demam disertai coryza, batuk, konjungtivitis dan penyebaran ruam
makulopapular. Penyakit lain yang menimbulkan ruam yang sama antara lain:9,13
⁻ Rubella (campak Jerman) dengan gejala lebih ringan dan tanpa disertai
batuk.
⁻ Roseola infantum dengan gejala batuk ringan dan demam yang mereda
ketika ruam muncul.
⁻ Parvovirus (fifth disease) dengan ruam makulopapular tanpa stadium
prodromal.
⁻ Demam skarlet (scarlet fever) dengan gejala nyeri tenggorokan dan demam
tanpa konjungtivitis ataupun coryza.
⁻ Penyakit Kawasaki dengan gejala demam tinggi, konjungtivitis, dan ruam,
tetapi tidak disertai batuk dan bercak Koplik. Biasanya timbul nyeri dan
pembengkakan sendi yang tidak ada pada campak.

(a) (b) (c)


8

(d) (e)
Gambar 2.5 Diagnosis banding: a) Rubeola; b) Penyakit Kawasaki; c) Roseola
infantum; d) Parvovirus; dan d) Demam skarlet

2.8 Penatalaksanaan
Pada campak tanpa komplikasi tatalaksana bersifat suportif, berupa tirah
baring, antipiretik (parasetamol 10-15 mg/kgBB/dosis diberikan setiap 4-6 jam),
cairan yang cukup, suplemen nutrisi, dan vitamin A. Vitamin A dapat berfungsi
sebagai imunomodulator yang meningkatkan respons antibody terhadap virus
campak. Pemberian vitamin A dapat menurunkan angka kejadian komplikasi
seperti diare dan pneumonia. Vitamin A diberikan satu kali per hari selama 2 hari
dengan dosis sebagai berikut:5,14
⁻ 200.000 IU pada anak umur 12 bulan atau lebih
⁻ 100.000 IU pada anak umur 6 - 11 bulan
⁻ 50.000 IU pada anak kurang dari 6 bulan
⁻ Pemberian vitamin A tambahan satu kali dosis tunggal dengan dosis sesuai
umur penderita diberikan antara minggu ke-2 sampai ke-4 pada anak dengan
gejala defisiensi vitamin A.
Pada campak dengan komplikasi otitis media atau pneumonia bakterialis
dapat diberi antibiotik. Komplikasi diare diatasi dehidrasinya sesuai dengan derajat
dehidrasinya. 5,14

2.9 Komplikasi
Sekitar 30% dari kasus campak yang dilaporkan memiliki satu atau lebih
komplikasi. Komplikasi campak paling umum pada balita dan dewasa usia 20 tahun
ke atas. Dari tahun 1985 hingga 1992, diare merupakan komplikasi paling sering
pada kasus campak dengan kejadian sekitar 8%. Otitis media dilaporkan pada 7%
9

kasus khususnya pada anak-anak. Pneumonia pada 6% kasus mungkin disebabkan


oleh virus atau bakteri tambahan, dan merupakan penyebab kematian paling banyak
terkait campak.11
Ensefalitis akut terjadi pada sekitar 0,1% kasus. Onset umumnya terjadi 6 hari
setelah muncul ruam (antara 1-15 hari) dan ditandai dengan demam, sakit kepala,
muntah, leher kaku, iritasi meningeal, mengantuk, kejang, dan koma. Cairan
serebrospinal menunjukkan pleositosis dan peningkatan protein. Kerusakan
neurologis terjadi pada 25% kasus. Kejang (dengan atau tanpa demam) dilaporkan
pada 0,6% -0,7% kasus. 11
Kematian akibat campak dilaporkan sekitar 0,2% kasus di Amerika Serikat
dari tahun 1985 hingga 1992. Seperti komplikasi lainnya, risiko kematian paling
tinggi di antara anak-anak dan orang dewasa. Pneumonia menyumbang sekitar 60%
dari kematian. Penyebab kematian paling umum adalah pneumonia pada anak-anak
dan ensefalitis akut pada dewasa. 11
Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE) adalah penyakit sistem saraf
pusat degeneratif langka yang diyakini disebabkan oleh infeksi virus campak
persisten di otak. Onset terjadi rata-rata 7 tahun setelah campak (antara 1 bulan
hingga 27 tahun), dan terjadi pada 5-10 per 1 juta kasus campak yang dilaporkan.
Onsetnya tidak diketahui, dengan kemunduran progresif pada perilaku dan
kecerdasan, diikuti ataksia (kekakuan), kejang mioklonik, hingga kematian. 11
Campak pada kehamilan merupakan risiko tinggi terjadinya persalinan
prematur, abortus spontan, dan bayi berat lahir rendah. Cacat bawaan jarang
dilaporkan, tanpa konfirmasi bahwa campak adalah penyebabnya. 11

2.10 Prognosis
Campak merupakan self-limited disease, namun sangat infeksius. Mortalitas
dan morbiditas meningkat pada penderita dengan faktor risiko yang mempengaruhi
timbulnya komplikasi. Di negara berkembang, kematian mencapai 1-3%, dapat
meningkat sampai 5-15% saat terjadi KLB campak.7

2.11 Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi campak ataupun vaksinasi MR
(Measles dan Rubella). Sesuai jadwal imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2017,
vaksin campak diberikan pada usia 9 bulan. Selanjutnya, vaksin penguat dapat
10

diberikan pada usia 18 bulan. Apabila vaksin MR diberikan pada usia 15 bulan,
tidak perlu vaksinasi campak pada usia 18 bulan. Selanjutnya, MR ulangan
diberikan pada usia 6-7 tahun.15 Dosis vaksin campak ataupun vaksin MR 0,5 mL
subkutan.12
Imunisasi ini tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi
primer, pasien tuberkulosis yang tidak diobati, pasien kanker atau transplantasi
organ, pengobatan imunosupresif jangka panjang atau anak immunocompromised
yang terinfeksi HIV. Anak terinfeksi HIV tanpa imunosupresi berat dan tanpa bukti
kekebalan terhadap campak, bisa mendapat imunisasi campak.7,12
Reaksi KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) yang dapat terjadi pasca
vaksinasi campak berupa demam pada 5-15% kasus, yang dimulai pada hari ke 5-
6 sesudah imunisasi, dan berlangsung selama 5 hari. Ruam dapat dijumpai pada
5% resipien, yang timbul pada hari ke 7-10 sesudah imunisasi dan berlangsung
selama 2-4 hari. Reaksi KIPI dianggap berat jika ditemukan gangguan sistem saraf
pusat, seperti ensefalitis dan ensefalopati pasca-imunisasi. Risiko kedua efek
samping tersebut dalam 30 hari sesudah imunisasi diperkirakan 1 di antara
1.000.000 dosis vaksin.12
Reaksi KIPI vaksinasi MR yang dilaporkan pada penelitian mencakup 6000
anak berusia 1-2 tahun berupa malaise, demam, atau ruam 1 minggu setelah
imunisasi dan berlangsung 2-3 hari. Vaksinasi MR dapat menyebabkan efek
samping demam, terutama karena komponen campak. Kurang lebih 5-15% anak
akan mengalami demam >39,40C setelah imunisasi MR. Reaksi demam tersebut
biasanya berlangsung 7-12 hari setelah imunisasi, ada yang selama 1-2 hari. Dalam
6-11 hari setelah imunisasi, dapat terjadi kejang demam pada 0,1% anak, ensefalitis
pasca-imunisasi terjadi pada <1/1.000.000 dosis.12,11
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Data Administrasi


Nama Fasilitas Pelayanan Kesehatan Puskesmas Kopelma Darussalam
Nomor Rekam Medis 18-01523
Tanggal Kunjungan 16 Februari 2019
Diisi oleh Noviana Husdayanti
Dhea Indah Nabila
Dayu Pila Fita Idla
Ikhsanuddin Basili
Fakhrian

3.2 Data Pasien


Nama : Atika Yumna
Tanggal lahir/Umur : 27 Maret 2018 / 11 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Rukoh, Syiah Kuala, Banda Aceh
3.3 Data Pelayanan
Anamnesis (dilakukan secara heteroanamnesis)
a. Keluhan utama
Ruam kemerahan di kulit yang mulai menghitam
b. Keluhan tambahan
Gatal pada kulit, demam
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dibawa oleh ibunya ke puskesmas dengan keluhan muncul ruam
kemerahan di seluruh tubuh sejak 4 SMRS. Ruam merah sebagian sudah
menjadi kehitaman. Awalnya ruam muncul dari belakang telinga
kemudian meluas ke wajah, badan, lengan, hingga kaki. Ruam tidak berisi
cairan dan disertai gatal. Sebelum muncul ruam, pasien juga mengalami
demam selama 3 hari. Demam turun dengan obat penurun panas dan tidak
disertai menggigil. Saat ini demam hanya dikeluhkan sesekali. Ibu pasien
juga mengatakan bahwa pasien tampak lemas, mata merah, dan BAB cair

11
12

namun saat ini sudah berkurang. Kejang tidak ada. Penurunan kesadaran
tidak ada. BAK dalam batas normal.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak ada keluhan seperti ini sebelumnya
e. Riwayat penyakit keluarga
Pasien tinggal bersama abang sepupunya yang mengalami keluhan sama
seperti pasien
f. Riwayat pemakaian obat
Paracetamol drop
g. Riwayat alergi
Disangkal
h. Riwayat kehamilan dan persalinan
Pasien merupakan anak pertama, lahir pervaginam ditolong oleh bidan
dengan berat badan lahir 2500 gram. Sewaktu lahir pasien pasien tidak
segera menangis dan dirawat di NICU selama 3 hari.
Selama hamil ibu pasien sehat, ANC teratur dibidan dan SpOG, tidak ada
keluhan demam, DM dan hipertensi sebelumnya tidak ada.
i. Riwayat imunisasi
HepB 0 saat lahir
BCG umur 8 bulan
Polia umur 8, 9, 10 bulan
DPT-Hb-Hib umur 9, 10 bulan
Campak belum diberikan
j. Riwayat pemberian makanan
0-6 bulan: ASI eksklusif
6-9 bulan: ASI + bubur susu
9 bulan-sekarang: ASI + nasi TIM
k. Riwayat tumbuh kembang
Pasien sudah dapat duduk tanpa dibantu dan makan roti dengan tangan
sendiri.
Pemeriksaan fisik
a. Tanda Vital
13

Keadaan umum : Baik


Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 98 kali/menit
Respiratorius : 26 kali/menit
Temperatur : 37,1o C (aksila)
b. Status Generalis
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), konjungtivitis
(-/-), RCL (+|+), RCTL (+|+), pupil isokor (3 mm|3 mm)
Telinga : Normotia
Hidung : NCH (-), sekret (-)
Mulut : Lidah kotor (-), Koplik’s spot (-), tonsil T1-T1, faring
hiperemis
Thoraks
Inspeksi : Simetris, bentuk normochest, tidak ada retraksi
Palpasi : Sulit dinilai
Perkusi : Sonor dikedua lapangan paru
Auskultasi: Vesikuler (+|+), Rh (-|-), Wh (-|-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ I > BJ II normal, bising jantung tidak ada
Abdomen
Inspeksi : Simetris (+), distensi (-)
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), pembesaran organ setempat (-)
Auskultasi : Peristaltik normal
Ekstremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik, pucat (-), edema (-)
14

c. Status Dermatologis

Regio : hampir seluruh tubuh


Lesi : tampak rash makulopapular diatas kulit yang hiperpigmentasi
dengan ukuran lentikuler berjumlah multipel, tersebar diskret, distribusi
generalisata

d. Data Antropometri
Berat badan : 6,5 kg
Tinggi badan : 63 cm
Lila : 14 cm
LK : 45 cm
LK/U : -2 SD s/d +2 SD (normosefali)
HA : 4,5 bulan
BBI : 6,5 kg
TB/U : < -3 SD (sangat pendek)
BB/U : < -2 SD (gizi kurang)
BB/TB : -2 SD s/d +2 SD (normal)
Status Gizi : Gizi baik
15

e. Kuisioner Praskrining Perkembangan 9 bulan

Hasil : 9 pertanyaan YA
Kesimpulan : perkembangan sesuai umur

3.4 Diagnosis Holistik


Aspek Personal
Pasien datang dibawa oleh ibunya dengan keluhan muncul ruam kemerahan
di seluruh tubuh yang gatal sejak 4 SMRS. Sebelum muncul ruam, pasien
16

juga mengalami demam selama 3 hari. Pasien tampak lemas, mata merah, dan
BAB cair.
Aspek Klinik
Campak stadium konvalesens + Stunting
Aspek Risiko Internal
Pasien terlambat mendapatkan imunisasi dasar, imunisasi campak belum
didapat.
Aspek Risiko Eksternal
Pasien tinggal bersama abang sepupunya yang mengalami keluhan sama
seperti pasien, jarak rumah pasien cukup jauh dari tempat imunisasi
sedangkan keluarga tidak memiliki kendaraan untuk datang ke posyandu.
3.5 Rencana Penatalaksanaan
Health Promotion
Teruskan pemberian ASI ditambang makanan pendamping ASI sesuai umur
anak, dapat diberikan nasi tim saring, cukupi kebutuhan cairan anak, jaga
kebersihan diri dan lingkungan anak, hindari penularan penyakit.
Spesific Protection
Hindarkan anak dari penularan penyakit, berikan cukup cairan dan nutrisi
pada anak dengan melanjutkan pemberian ASI sesuai keinginan anak
ditambah MPASI berupa nasi tim, jaga kebersihan anak dan lingkungan
rumah. Ibu diedukasi untuk melanjutkan pemberian imunisasi pada anak
sesuai jadwalnya.
Promt Treatment
⁻ Vitamin A 100.000 IU
⁻ Paracetamol drop (bila demam)
Disability Limitation
Jangan menggaruk ruam karena dapat menyebabkan luka dan infeksi dengan
menjaga kuku anak tetap pendek, hindari penularan penyakit serupa.
Rehabilitation
Pasien belum memerlukan rehabilitasi.
3.6 Faktor Pendukung dan Penghambat Pengobatan
17

Faktor pendukung : ibu pasien sangat memperhatikan kesehatan dan


perkembangan anaknya

Faktor penghambat : jarak rumah yang jauh dari layanan kesehatan dan tidak
ada transportasi

3.7 Planning
⁻ Rujuk ke spesialis anak konsultan endokrinologi untuk penatalaksanaan
stunting
⁻ Catch up imunisasi
BAB IV
ANALISA KASUS

Telah diperiksa seorang pasien perempuan berusia 11 bulan di Puskesmas


Kopelma Darussalam Banda Aceh pada tanggal 15 Februari 2019. Pasien datang
dibawa ibunya dengan keluhan muncul ruam merah yang sudah dirasakan kurang
lebih 4 hari SMRS. Keluhan diawali dengan muncul demam selama 3 hari yang
lalu, setelah demam hilang mulai muncul ruam merah. Batuk dan pilek disangkal.
Saat ini keluhan demam masih dikeluhkan sesekali. BAB dalam batas normal. Ibu
pasien mengaku bahwa pasien belum mendapatkan vaksin campak pada usia 9
bulan. Campak merupakan penyakit endemik di banyak negara dan penyebab
kematian bayi dan anak yang terbesar di negara yang sedang berkembang dan juga
terus meningkat di negara industri yang sudah maju. Masa penularan penyakit
campak terjadi pada 4 hari sebelum rash sampai 4 hari setelah timbul rash. Puncak
penularan pada saat gejala awal (fase prodromal), yaitu pada 1-3 hari pertama sakit.
Masa inkubasi terjadi pada 7-18 hari. Gejala campak ditandai dengan demam
dengan suhu badan biasanya > 380C selama 3 hari atau lebih, disertai salah satu
atau lebih gejala batuk, pilek, mata merah atau mata berair, bercak kemerahan(rash)
yang dimulai dari belakang telinga, Gejala pada tubuh berbentuk makulopapular
selama 3 hari atau lebih yang pada kisaran 4-7 hari menjalar keseluruh tubuh, khas
(patognomonis) ditemukan Koplik's spot atau bercak putih keabuan dengan dasar
merah di pipi bagian dalam. 16
Pada pasien ini tidak pernah mendapatkan imunisasi campak, Berdasarkan
penelitian bahwa anak yang tidak mendapat imunisasi campak memiliki
kemungkinan 16,9 kali berisiko terkena campak dibandingkan dengan anak yang
mendapat imunisasi campak. Penelitian yang dilaksanakan oleh Casaeri
menemukan hasil bahwa beberapa faktor risiko yang mempengaruhi kejadian
campak di kabupaten Kendal adalah status gizi, status tidak di imunisasi, umur
rentan, kepadatan hunian, kondisi lingkungan dan persepsi masyarakat. 17
Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif
dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi dasar yang
harus diberikan pada anak adalah BCG, DPT, polio, campak, dan hepatitis B.

18
19

Imunisasi dasar diberikan 0-1 tahun, dengan pemberian BCG 1 kali pada kurun usia
0-1 bulan, DPT 3 kali, yaitu pada usia 2-11 bulan, polio 4 kali pada usia 0-11 bulan,
campak 1 kali pada usia 9-11 bulan, dan hepatitis B 3 kali pada usia 0-11 bulan.
Imunisasi ulangan (booster) adalah pemberian kekebalan setelah imunisasi
dasar atau pada anak usia sekolah dasar (SD) kelas I dan apabila sampai dengan
usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi hepatitis B, maka
secepatnnya di berikan imunisasi Hepatitis dengan jadwal 3 kali pemberian.
Booster campak diberikan pada usia 18 bulan. Apabila vaksin MR diberikan pada
usia 15 bulan, tidak perlu vaksinasi campak pada usia 18 bulan. Selanjutnya, MR
15
ulangan diberikan pada usia 6-7 tahun.
Penyakit campak merupakan penyebab utama kematian anak di antara
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), karena penyakit ini dapat
disertai komplikasi serius, misalnya ensefalitis dan bronchopneumonia.18 Penyakit
campak merupakan salah satu penyakit infeksi yang termasuk dalam prioritas
masalah kesehatan, karena penyakit ini dapat dengan mudah menular sehingga
dapat menimbulkan wabah atau kejadian luar biasa (KLB). Campak menduduki
peringkat ke empat penyebab KLB di Indonesia setelah DBD, diare dan
chikungunya, oleh karena itu campak termasuk dalam daftar prioritas penyakit
potensial KLB, selain itu dampak dan penanganan yang ditimbulkan dari suatu
daerah yang dinyatakan KLB akan sangat besar. 19
Imunisasi adalah upaya untuk meningkatkan kekebalan individu agar tahan
terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi kesehatan. Tujuan
diberikannya imunisasi adalah untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit
yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bias menyebabkan kematian pada
penderitanya, mencegah penyakit menular dan tubuh tidak akan mudah terserang
penyakit menular. Hasil wawancara mendalam menunjukkan bahwa ada beberapa
alasan bayi tidak mendapatkan imunisasi, namun yang menjadi perhatian, petugas
kesehatan diharapkan proaktif khususnya bidan desa yang melakukan imunisasi di
posyandu setiap bulan dengan melakukan sweeping terhadap bayi yang tidak dating
imunisasi. Penyampaian informasi jadwal imunisasi penting diperhatikan oleh
petugas kesehatan dengan bantuan kader-kader posyandu. Selain itu coordinator
20

imunisasi puskesmas diharapkan rutin melakukan evaluasi pelaksanaan imunisasi


di desa sehingga target sasaran yang tidak tercapai dapat diatasi dengan baik.1
BAB V
KESIMPULAN

Campak dikenal juga sebagai morbili atau measles, merupakan penyakit yang
sangat menular (infeksius) dari genus Morbilli virus dan termasuk golongan virus
RNA. Penyebaran infeksi terjadi jika terhirup droplet diudara yang berasal dari
penderita. Sekitar 30% dari kasus campak yang dilaporkan memiliki satu atau lebih
komplikasi. Komplikasi campak paling umum pada balita dan dewasa usia 20
tahun ke atas. Dari tahun 1985 hingga 1992, diare merupakan komplikasi paling
sering pada kasus campak dengan kejadian sekitar 8%. Otitis media dilaporkan
pada 7% kasus khususnya pada anak-anak.
Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi campak ataupun vaksinasi MR.
Sesuai jadwal imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2017, vaksin campak diberikan
pada usia 9 bulan. Selanjutnya, vaksin penguat dapat diberikan pada usia 18 bulan.
Campak merupakan self-limited disease, namun sangat infeksius. Mortalitas dan
morbiditas meningkat pada penderita dengan faktor risiko yang mempengaruhi
timbulnya komplikasi. Di negara berkembang, kematian mencapai 1-3%, dapat
meningkat sampai 5-15% saat terjadi KLB campak.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Status Campak dan Rubella saat ini di Indonesia
[Internet]. Kemenkes RI. 2017 [cited 2019 Feb 17]. Available from:
http://www.searo.who.int/indonesia/topics/immunization/mr_measles_statu
s.pdf?ua=1
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia
2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2016.
3. Nugraheni R, Suhartono, Winarni S. Infeksi Nosokomial di RSUD
Setjonegoro Kabupaten Wonosobo. Media Kesehat Masy Indones.
2012;11(1):94–100.
4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi Campak dan Rubella di
Indonesia. Jakarta: Infodatin; 2018.
5. World Health Organization. Measles [Internet]. [cited 2019 Feb 12].
Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs286/en/
6. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Profil pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan tahun 2014.
Jakarta; 2015. 25-27 p.
7. Dubey A. Measles. In: Parthasarathy A, Menon P, Gupta P, Nair M, Agrawal
R, Sukumaran T, editors. IAP Textbook of Pediatrics. 5th ed. New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd; 2013. p. 250–1.
8. Maldonado Y. Rubeola virus (measles and subacute sclerosing
panencephalitis). In: Long S, Pickering L, Prober C, editors. Principles and
practice of pediatric infectious diseases. 4th ed. Churchill Livingstone:
Elsevier Inc.; 2012. p. 1137–44.
9. Cherry J. Measles Virus. In: Cherry J, Harrison G, Kaplan S, Hotez P,
Steinbach W, editors. Feigin & Cherry’s textbook of pediatric infectious
diseases. 7th ed. Philadelphia: Elsevier Inc.; 2014. p. 2373–94.
10. Tankeshwar. Measles virus: structure, pathogenesis, clinical feature,
complications and lab diagnosis [Internet]. 2013 [cited 2019 Feb 20].
Available from: https://microbeonline.com/measles-virus-structure-
pathogenesis-clinical-feature-complications-and-lab-diagnosis/
11. Centers for Disease Control and Prevention. Measles. In: Hamborsky J,
Kroger A, Wolfe S, editors. Epidemiology and Prevention of Vaccine-
Preventable Diseases. Washington DC: Public Health Foundation; 2015. p.
209–28.
12. Soegijanto S, Salimo H. Campak. In: Ranuh I, Suyitno H, Hadinegoro S,
Kartasasmita C, Ismoedijanto, Soedjatmiko, editors. Pedoman Imunisasi di
Indonesia. 4th ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011. p. 341–5.
13. Khuri-Bulos N. Measles. In: Elzouki A, Harfi H, Nazer H, Stapleton F, Oh
W, Whitley R, editors. Textbook of clinical pediatrics. 2nd ed. Berlin:

22
23

Springer; 2012. p. 1221–7.


14. Pediatric Infectious Disease Society of the Philippines. Interim Management
Guidelines for Measles. PIDSP J. 2013;14(2):96–100.
15. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jadwal imunisasi IDAI 2017 [Internet]. 2017
[cited 2019 Feb 17]. Available from:
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-2017
16. Juniarti, Kunoli FJ, Afni N. Faktor Risiko Kejadian Campak di Dusun
Wandu Desa Salubomba Wilayah Kerja Puskesmas Donggala. Promotif.
2016;6(1):45–54.
17. Casaeri. Faktor-faktor Risiko Kejadian Penyakit Campak di Kabupaten
Kendal 2002. EJournal Undip. 2003;
18. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI; 2014.
19. Dinkes Provinsi Jawa Timur. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun
2012. Surabaya: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur; 2013.

Anda mungkin juga menyukai