Reading Assignment
Divisi Hemato Onkologi Medik
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FK-USU/RSHAM
Telah dibacakan
PENDAHULUAN
Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh
dunia, disamping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara
berkembang. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita
anemia dengan sebagian besar tinggal di daerah tropik.1Pada tahun 2002, anemia defisiensi
besi dikatakan memiliki faktor kontribusi terpenting untuk beban penyakit global. 2
Anemia didefenisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass)
dan/atau massa hemoglobin sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa
oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity).1, 3
Dengan pertimbangan untuk mengurangi beban klinisi melakukan work up anemia
jika kita menggunakan kriteria WHO, kriteria anemia yang digunakan di Indonesia adalah:
mengenai 1,62 milyar orang. Prevalensi tertinggi pada anak-anak sebelum sekolah (47,4%),
METABOLISME BESI
Besi merupakan elemen penting dalam fungsi seluruh sel, meskipun jumlah besi
yang dibutuhkan tiap individu bervariasi. Pada saat yang bersamaan, tubuh juga harus
melindungi dirinya dari besi bebas, yang memiliki toksin tinggi dan berpartisipasi dalam reaksi
kimia yang menghasilkan radikal bebas seperti O2 atau OH- tunggal. Konsekuensinya,
mekanisme yang rumit telah berevolusi yang memungkinkan besi tersedia untuk fungsi-fungsi
fisiologis sementara dalam waktu yang bersamaan menjaga elemen ini dan penanganan
sedemikian rupa sehingga toksisitasnya dapat terhindar.4
Peranan utama besi pada mamalia adalah untuk membawa O2 sebagai bagian
hemoglobin. O2 juga berikatan dengan mioglobin di otot. Distribusi besi pada tubuh dapat
terlihat pada tabel. Tanpa besi, sel dapat kehilangan kapasitasnya untuk mengantar elektron
3
2500
500
3
600-1000
WANITA DEWASA,
60 kg
1700
300
3
0-300
ABSORBSI BESI
Absorbsi besi bergantung tidak hanya pada jumlah besi pada makanan, namun juga,
yang lebih penting, pada bioavailibilitas besi itu sendiri, dan kebutuhan tubuh akan besi.
Absorbsi besi dapat dipengaruhi beberapa fase yang berbeda.5 Fase luminal, besi dalam
makanan diolah dalam lambung kemudian siap diserap di duodenum. Fase Mukosal, proses
penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan suatu proses aktif. Fase korporeal, meliputi
proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-sel yang memerlukan, dan
penyimpanan besi oleh tubuh.6
Tabel 3. Absorbsi besi
DIBANTU OLEH
Faktor diet
Peningkatan besi heme
Peningkatan makanan hewani
Garam besi ferrous
Faktor luminal
pH asam
Low-molecular-weight-soluble chelates
(mis. vitamin C, gula, asam amino)
Daging
Faktor sistemik
Defisiensi besi
Peningkatan eritropoiesis
Eritropoiesis infektif
Kehamilan
Hipoksia
DIHAMBAT OLEH
Penurunan besi heme
Penurunan makanan hewani
Garam besi ferric
Basa (mis. sekresi pankreas)
Kompleks besi insoluble (phytates,
tannates pada besi, kulit padi)
Besi berlebih
Penurunan eritropoiesis
Kelainan inflamasi (hepcidin)
senescent by the
system, and the
within the RE cel
Transferrin
iron
red cell is broken
Gut
Extravascular
are returned to th
exchange
shuttled back to th
Parenchyma
presented to circul
(liver)
highly conserved r
Anemia Defisiensi Besi
cells that supports
ated) erythropoiesi
Because each m
FIGURE 7-1
elemental
iron, the
Internal iron exchange. Normally about 80% of iron passing
those
red
cells lo
through the plasma transferrin pool is recycled from broken1620
mg/d
(assum
down red cells. Absorption of about 1 mg/d is required from
2
L).
Any
additiona
the diet in men, 1.4 mg/d in women to maintain homeostasis.
duction comes fro
As long as transferrin saturation is maintained between 20 and
needs to absorb at
60% and erythropoiesis is not increased, iron stores are not
meet needs; wome
required. However, in the event of blood loss, dietary iron
need to absorb an
deficiency, or inadequate iron absorption, up to 40 mg/d of
achieve a maxim
iron can be mobilized from stores. RE, reticuloendothelial.
marrow
cells
Table 1.3 C
Degree of a
MCV
Serum ferri
sTfR
Marrow iro
MCV, mean
LABORATORIUM
Hapusan darah tepi menunjukkan gambaran sel darah merah yang hipokrom
mikrositik. Anisositosis merupakan tanda awal defisiensi besi, yang ditandai dengan
peningkatan RDW (red cell distribution width). Dan pada penggabungan MCV, MCH, MCHC
dan RDW makin meningkatkan spesifisitas indeks eritrosit, dimana indeks eritrosit sudah dapat
mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun.6,8
Pewarnaan besi
sumsum tulang, 0-4+
0
Tersamar 1+
2+
3+
4+
Feritin serum,
g/L
< 15
15-30
30-60
60-150
>150
>500-1000
10
Tes
Defisiensi Besi
Inflamasi
Thalassemia
Hapusan
Mikro/hipo
<30
> 360
< 10
Mikro/hipo
dengan target
Normal tinggi
Normal
30-80
Bervariasi
SI
TIBC
Persentase
saturasi
Feritin (g/dL)
Pola hemoglobin
Normal
mikro/hipo
< 50
< 300
10-20
< 15
Normal
30-200
Normal
50-300
abnormal
50-300
Normal
Normal tinggi
Normal
30-80
PENATALAKSANAAN
Keparahan dan penyebab anemia defisiensi besi menentukan pendekatan yang tepat
untuk pengobatan. Seperti misalnya, pasien lanjut usia dengan anemia defisiensi berat dan
instabilitas kardiovaskular mungkin membutuhkan transfusi sel darah merah. Pasien lebih muda
dengan anemia yang terkompensasi dapat diterapi lebih konservatif dengan penggantian besi.
Pada banyak kasus defisiensi besi (wanita hamil, anak-anak dan remaja dalam pertumbuhan,
pasien dengan episode perdarahan berulang. dan yang dengan asupan besi tidak adekuat),
terapi besi oral sudah cukup. Untuk pasien dengan kehilangan darah tidak biasa atau
malabsorbsi, test diagnostik spesifik dan terapi yang tepat diperlukan. Sekali diagnosis anemia
defisiensi ditegakkan, terdapat tiga pendekatan terapi.4
Transfusi Sel Darah Merah
Terapi transfusi digunakan untuk orang yang memiliki gejala anemia, instabilitas
kardiovaskular, kehilangan darah berat dari sumber manapun dan membutuhkan intervensi
segera. Penanganan pasien-pasien ini kurang dihubungkan dengan defisiensi besi namun
karena konsekuensi dari anemia beratnya. Transfusi tidak hanya mengoreksi anemia akutnya,
namun transfusi sel darah merah juga menjadi sumber besi untuk penggunaannya kembali.
Terapi transfusi dapat menstabilkan pasien.4
11
12
Tablet (kandungan
besi), mg
Elixir (kandungan
besi), mg dalam 5 mL
325 (65)
195 (39)
525 (105)
325 (107)
195 (64)
325 (39)
150 (150)
50 (50)
300 (60)
90 (18)
100 (33)
300 (35)
100 (100)
PENCEGAHAN
Mengingat tingginya prevalensi anemia defisiensi besi di masyarakat maka diperlukan
suatu tindakan pencegahan yang terpadu. Tindakan pencegahan tersebut dapat berupa:
Pendidikan kesehatan:
o
Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik paling sering
dijumpai di daerah tropik. Pengendalian infeksi cacing tambang dapat dilakukan dengan
pengobatan masal dengan antihelmentik dan perbaikan sanitasi.
Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk rentan, seperti
ibu hamil dan anak balita.
Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan makan. Di
negara Barat dilakukan dengan mencampur tepung untuk roti atau bubuk susu dengan
besi.6
14
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Bakta IM. Pendekatan terhadap pasien anemia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta
Pusat: Interna Publishing; 2011. h.1109-15.
2. Benoist B, McLean E, Egli I, Cogswell M. Worldwide prevalence of anaemia 1993-2005.
Switzerland: WHO press; 2008.
3. Bakta IM. Hematologi klinik. Jakarta: EGC; 2007. h.26-39.
4. Edward J, Benz Jr. Disorders of Hemoglobin. Dalam: Fauci AS, Braunwald E,
penyunting. Harrisons principles of internal medicine. 17th ed. United states: The
McGraw-Hill Companies; 2008. h.635-42.
5. Worwood M, Hoffbrand AV. Iron metabolism, iron deficiency and disorders of haem
synthesis. Dalam: Hoffbrand AV, Catovsky D, Tuddenham EG, penyunting. Pstgraduate
haematology. 5th ed. UK; 2005. h.26-42.
6. Bakta IM, Suega K, Dharmayuda TG. Anemia defisiensi besi. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi V. Jakarta Pusat: Interna Publishing; 2011. h.1127-36.
7. Alton I. Iron deficiency anemia. Dalam: Stang J, Story M, penyunting. Guidelines for
adolescent nutrition services. Minnesota; 2005. h.101-08.
8. Provan D. Iron deficiency anaemia. Dalam: Provan D, penyunting. ABC of Clinical
Haematology. 2nd Ed. London: BMJ Publishing Group; 2003. h.1-4.
9. Chertow GM et al. Nephrol Dial Transplant 2004; 19: 1571-1575
10. Coyne DW et al. Kidney International 2003; 63: 217-224
16