Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

HERPES SIMPLEKS

Dosen Pembimbing: Eni Sumarliyah, S.Kep., Ns.,M.Kep

Disusun oleh:
Sriwahyuni (20171660022)
Tiya Islamiyah (20171660046)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2019-2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan hidayah yang
dilimpahkan-Nya sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Herpes Simpleks”.
Makalah ini tentunya jauh dari kata sempurna tapi kami tentunya bertujuan untuk
menjelaskan atau memaparkan point-point di makalah ini, sesuai dengan pengetahuan
yang kami peroleh dari beberapa buku dan sumber lainnya. Semoga semuanya
memberikan manfaat bagi kita. Bila ada kesalahan tulisan atau kata-kata di dalam
makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Surabaya, 9 September 2019

Kelompok

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1

1.2 Tujuan .......................................................................................................... 2

1.2.1 Tujuan Umum ....................................................................................... 2

1.2.2 Tujuan Khusus ...................................................................................... 2

1.3 Manfaat ........................................................................................................ 3

BAB II STUDI LITERARTUR

2.1 Definisi ......................................................................................................... 4

2.2 Etiologi ......................................................................................................... 4

2.3 Klasifikasi .................................................................................................... 5

2.4 Patofisiologi .................................................................................................. 5

2.5 Manifestasi Klinis ........................................................................................ 6

2.6 Pemeriksaan Diagnostik .............................................................................. 6

2.7 Penatalaksanaan ........................................................................................... 7

2.8 Prognosis ...................................................................................................... 7

2.9 Web of Caution (WOC) ............................................................................... 9

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian ................................................................................................... 10

3.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................................. 12

ii
3.3 Intervensi Keperawatan ................................................................................ 13

3.4 Pendidikan Kesehatan Terpilih ..................................................................... 16

3.4.1 Satuan Acara Penyuluhan ..................................................................... 16

3.4.2 Leaflet ................................................................................................... 22

BAB IV ANALISA ARTIKEL JURNAL

4.1 Analisa Artikel Jurnal ................................................................................... 24

BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan ....................................................................................................... 31

5.2 Saran ............................................................................................................ 31

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 32

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit herpes sendiri tidak termasuk dalam penyakit yang harus dilaporkan
secara rutin, sehingga data prevalensi virus herpes di dunia juga terbatas. Penyakit
herpes yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus herpes yang disebut dengan
human herpes virus (HHV). World Health Organization (WHO) melaporkan
bahwa prevalensi herpes di negara-negara berkembang lebih tinggi dari pada di
negara maju (Looker et al., 2008).

Menurut data WHO, pada 2010, prevalensi penderita HSV-1 pada penduduk
usia 0-49 tahun di Asia Tenggara adalah sebanyak 432 juta orang perempuan
(59%) dan 458 juta laki-laki (58%). Prevalensi akan terus meningkat sejalan
dengan usia karena infeksi sifatnya seumur hidup, berawal dari usia muda dan
mencapai puncaknya pada usia 35-59 tahun. Prevalensi pada perempuan lebih
tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Di tahun 2015 WHO memprediksikan
bahwa sekitar 417 miliar orang di dunia antara usia 15-49 tahun telah terinfeksi
herpes simplex virus tipe 2 (HSV-2) yang menyebabkan herpes kelamin.

Penelitian di Indonesia pada tahun 2005 menemukan bahwa sebanyak 86,9%


pekerja seks komersal (PSK) menunjukkan seropositif HSV-2. Pada perempuan
non-PSK, prevalensinya sebesar 18,7%. Penelitian dilakukan di Makasar, Bali dan
Kupang, terlaksana berkat adanya kerja sama Australian International
Development Agency (AusAID) dan dengan the Indonesian HIV/AIDS and STD
Prevention and Care Project (Davies et al., 2007).

Pada periode Januari 2011 sampai Desember 2015 dilakukan penelitian


terhadap herpes simpleks genitalis di Divisi IMS Unit Rawat Jalan (URJ)
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya hasilnya
menunjukkan sebanyak 102 pasien, yaitu 1,8% dari 5.838 pasien Divisi IMS URJ
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya atau 0,08% dari
120.385 pasien yang datang ke URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr.

1
Soetomo Surabaya. Mayoritas status kehamilan pasien herpes simpleks genitalis
di Divisi IMS URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya
periode tahun 2011-2015 terbanyak adalah tidak hamil 48,3%, hamil 17,2% dan
tanpa data 34,5%.

Berbagai kandidat vaksin telah dikembangkan, yang pertama di tahun 1920-


an, tetapi belum ada yang berhasil hingga saat ini. Karena kesamaan genetik kedua
jenis virus herpes simpleks (HSV-1 dan HSV-2), pengembangan vaksin terapi-
profilaksis yang terbukti efektif terhadap satu jenis virus kemungkinan akan
terbukti efektif untuk jenis virus lain, atau pada paling tidak menyediakan sebagian
besar fundamental yang diperlukan. Pada tahun 2016, beberapa kandidat vaksin
berada dalam tahap uji klinis yang berbeda.

Vaksin herpes yang ideal harus menginduksi respons imun yang memadai
untuk mencegah infeksi. Pendek dari cita-cita ini, seorang kandidat vaksin dapat
dianggap berhasil jika (a) mengurangi episode klinis primer, (b) mencegah
kolonisasi ganglia , (c) membantu mengurangi frekuensi atau keparahan
kekambuhan, dan (d) mengurangi pelepasan virus pada orang yang secara aktif
terinfeksi atau tanpa gejala. Fakta bahwa vaksin yang dilemahkan secara langsung
menginduksi perlindungan yang lebih baik dari infeksi dan gejala HSV bukanlah
hal yang baru, karena vaksin yang dilemahkan secara langsung bertanggung jawab
atas sebagian besar vaksin sukses yang digunakan saat ini. Namun, badan
pemerintah dan perusahaan tampaknya mendukung pendekatan yang lebih baru
dan lebih aman tetapi mungkin kurang efektif seperti vaksin berbasis glikoprotein
dan DNA.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum :
Untuk memperoleh informasi mengenai penyakit herpes simpleks
1.2.2 Tujuan khusus :
a. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada pasien herpes
simpleks
b. Dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien herpes simpleks

2
c. Mampu menyusun perencanaan keperawatan pada pasien herpes
simpleks
d. Mampu melaksanakan pelaksanaan keperawatan pada pasien herpes
simpleks
e. Mampu melaksanakan evaluasi pada pasien herpes simpleks

1.3 Manfaat
1. Untuk pedoman atau acuan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada
masyarakat khususnya pada penderita herpes simpleks
2. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan keperawatan
3. Untuk memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi klien.

3
BAB II

STUDI LITERATUR

2.1 Definisi

Herpes simpleks adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus herpes
simpleks (HSV). Herpes simpleks merupakan penyakit yang dapat menyerang
mulut, kulit, dan juga alat kelamin. Ciri khas dari penyakit ini yaitu kulit melepuh
dan rasa sakit pada otot di daerah yang terjangkit.

Infeksi Herpes Simpleks ditandai dengan episode berulang dari lepuhan-


lepuhan kecil di kulit atau selaput lendir, yang berisi cairan dan terasa nyeri.
Herpes simpleks menyebabkan timbulnya erupsipada kulit atau selaput lendir.
Erupsi ini akan menghilang meskipun virusnya tetap ada dalam keadaan tidak aktif
di dalam ganglia(badan sel saraf), yang mempersarafi rasapada daerah yang
terinfeksi. Secara periodik, virus ini akan kembali aktif dan mulai
berkembangbiak,seringkali menyebabkan erupsi kulit berupa lepuhan pada lokasi
yangsama dengan infeksi sebelumnya.

2.2 Etiologi

Penyakit herpes simpleks disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV). Virus
herpes simpleks merupakan golongan Alphaherpesvirinae, sebagai subfamili dari
human herpesviruses bersama dengan virus varicella-zoster. HSV merupakan
virus bentuk besar dengan inti berisi double stranded DNA yang dilapisi oleh
icosahedron dengan 162 capsomeres. Partikel lengkap diameternya sekitar 120-
200 nm, sedangkan naked virion ukurannya sekitar 100 nm. Virus masuk ke sel
melalui fusi membrane sel setelah menempel pada reseptor spesifik yaitu
pembungkus glikoprotein. Virus ini mempunyai siklus replikasi dalam kurun
waktu 18 jam.

4
2.3 Klasifikasi

Berdasarkan perbedaan imunologi dan klinis, virus herpes simpleks dibedakan


menjadi dua tipe, yaitu herpes simpleks tipe-1 (HSV-1) dan herpes simpleks tipe-
2 (HSV-2).

1. Virus Herpes Simpleks tipe 1 (HSV-1)

Virus herpes simpleks tipe 1 yang menyebabkan infeksi herpes non genital,
biasanya terletak di daerah mulut, meskipun dapat menyerang daerah genital.
Infeksi virus ini biasanya terjadi saat anak-anak dan sebagian besar seropositif
telah didapat pada usia 7 tahun.
2. Virus Herpes Simpleks tipe 2 (HSV-2)
Virus herpes simpleks tipe 2 hampir secara eksklusif hanya ditemukan pada
traktus genitalis dan sebagian besar ditularkan melalui kontak seksual.

2.4 Patofisiologi

Virus herpes simpleks disebarkan melalui kontak langsung antara virus dengan
mukosa atau setiap kerusakan kulit. Virus herpes simpleks tidak dapat hidup diluar
lingkungan yang lembab dan penyebaran infeksi melalui cara selain kontak
langsung, kecil kemungkinan terjadi. Virus herpes simpleks memiliki kemampuan
untuk menginvasi beragam sel melalui fusi langsung dengan membrane sel. Pada
infeksi aktif primer, virus menginvasi sel pejamu dan cepat berkembang biak,
menghancurkan sel pejamu dan melepaskan lebih banyak virion untuk
menginfeksi sel-sel disekitarnya. Pada infeksi aktif primer, virus menyebar
melalui saluran limfe ke kelenjar limfe regional dan menyebabkan limfadenopati.

Tubuh melakukan respon imun seluler dan humoral yang menahan infeksi
tetapi tidak dapat mencegah kekambuhan infeksi aktif. Setelah infeksi awal timbul
fase laten. Selama masa ini virus masuk kedalam sel-sel sensorik yang
mempersarafi daerah yang terinfeksi dan bermigrasi disepanjang akson untuk
bersembunyi didalam ganglion radiksdorsalis tempat virus berdiam tanpa
menimbulkan sitotoksisitas atau gejala pada manusia.

5
2.5 Manifestasi Klinis
1. Infeksi primer (baru)
a. Tipe I : di daerah pinggang keatas, terutama daerah mulut dan hidung
b. Tipe II : di daerah pinggang kebawah terutama di daerah genital
c. Infeksi primer berlangsung 3 minggu
d. Menular melalui kontak kulit
e. Demam, Malaise, Anoreksia
f. Pembengkakan kelenjar getah bening regional
2. Fase laten
Fase ini tidak ditemukan gejala klinis, tetapi HSV dapat ditemukan dalam
keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis
3. Infeksi rekurens (berulang)
a. Trauma fisik (Demam, Infeksi, Kurang tidur, berhubungan seksual)
b. Trauma psikis (gangguan emosional, menstruasi)
c. Berlangsung 7-10 hari
d. Rasa panas, gatal dan nyeri
e. Dapat timbul pada tempat yang sama

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan laboraturium yang paling sederhana ialah Tes Tzank diwarnai


dengan pengecatan giemsa / wright, akan terlihat sel raksasa berinti banyak.
Sensitifitas dan spesifitas pemeriksaan ini umumnya rendah. Cara pemeriksaan
laboraturium lainnya yaitu sebagai berikut :

a. Histopatologis
Vesikel herpes simpleks terletak intraepidermal, epidermis yang terpengaruh
dan inflamasi pada dermis menjadi infiltrate dengan leukosit dan eksudat
sereus yang merupakan kumpulan sel yang terakumulasi di dalam kumpulan
sel yang terakumulasi di dalam stratum korneum membentuk vesikel

6
b. Pemeriksaan serologis (ELISA dan Tes POCK)
1) ELISA mendeteksi adanya antibody HSV-1 dan HSV-2
2) Tes POCK untuk HSV-2 yang sekarang mempunyai sensitivitas yang
tinggi.
c. Kultur virus
Kultur virus yang diperoleh dari specimen pada lesi yang dicurigai masih
merupakan prosedur pilihan yang merupakan gold standar pada stadium
awal infeksi. Bahan pemeriksaan diambil dari lesi mukokutaneus pada
stadium awal (vesikel atau pustule).

2.7 Penatalaksanaan
Karena HSV tidak dapat disembuhkan, maka terapi ditujukan untuk
mengendalikan gejala dan menurunkan pengeluaran virus. Obat antivirus
analognukleosida merupakan terapi yang dianjurkan. Obat-obat ini bekerja dengan
menyebabkan deaktivasi atau mengantagonisasi DNA polymerase HSV yang pada
gilirannya menghentikan sintesis DNA dan replikasi virus. Tiga obat antivirus
yang dianjurkan oleh petunjuk CDF adalah asiklovir, famsiklovir, dan valasiklovir.
Obat antivirus harus dimulai sejak awal tanda kekambuhan untuk memgurangi dan
mempersingkat gejala. Apabila obat tertunda sampai lesi kulit muncul, maka gejala
hanya memendek 1 hari. Pasien yang mengalami kekambuhan 6 kali atau lebih
setahun sebaiknya ditawari terapi suproesif setiap hari yang dapat mengurangi
frekuensi kekambuhan sebesar 75%. Terapi supresif dan profilaksis dianjurkan
untuk mengurangi resiko infeksi perinatal dan keharusan melakukan seksioses area
pada wanita yang positif HSV. Vaksin untuk mencegah infeksi HSV-2 sekarang
sedang diteliti.

2.8 Prognosis
Pengobatan dini dan tepat untuk prognosis yang lebih baik, yakni masa
penyakit berlangsung lebih singkat dan rekuren lebh jarang. Pada orang dengan
gangguan imunitas, infeksi dapat menyebar ke organ- organ dalam dan dapat
berakibat fatal. Prognosis akan ebih baik sering dengan menignkatkannya usia
seperti pada orang dewasa. (Handoko, 2010)

7
Penderita HSV harus menghindari kontak dengan orang lain saat tahap akut
sampai lesi sembuh sempurna. Infeksi didaerah genital pada wanita hamil dapat
menyerang bayinya, dan wanita tersebut harus memberi tahu pada dokter
kandungannya jika merek mempunyai gejala dan tanda ineksi HSV pada daerah
genitalnya.

8
2.9 WOC

Herpes Simpleks Virus (HSV) Kontak langsung ke dalam


membran mukosa

HSV-1 (kontak dengan air liur) HSV-2 (penularan secara seksual)

Infeksi Primer (2-20 hari)

Lesi berbentuk macula/papula

Hipertermia Pastula Rasa gatal & terbakar

Demam Pecah menjadi ulkus Gangguan intregritas kulit

Respon sistemik tubuh Genital Mata terinfeksi

(konjungtivitis)

Nyeri akut

Opatitis kecil pada kornea


membentuk gambaran
Pria : glans, batang penis, Wanita (vulva, klitoris, dendrit
dll serviks dan anus

Ulserasi
Gangguan pada pola seks

Jaringan parut dan kebutaan


yang nyata

Wanita hamil Struktur kulit berubah


ulkus mole

Jalan lahir bayi


Gangguan citra tubuh

Resiko infeksi

9
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas klien
Dapat terjadi pada semua orang di semua umur biasanya terjadi pada remaja
dan dewasa muda
2) Keluhan utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat fasilitas
kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul dan gatal-gatal pada daerah
sekitar yang terkena
3) Riwayat penyakit sekarang
Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang
mengalami peradangan berat dan vesikulasi yang hebat, selain itu juga
terdapat lesi dan penderita mengalami demam
4) Riwayat kesehatan lalu
Tanyakan apakah klien pernah mengalami hal yang sama sebelumnya
5) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan kepada penderita apakah ada anggota keluarga atau teman dekat
yang terinfeksi penyakit yang sama
b. Pola Fungsi Kesehatan Gordon
1) Pola persepsi terhadap kesehatan
Penderita herpes tidak begitu memperhatikan kesehatan tetapi klien juga tidak
melakukan kebiasaan yang bertentangan dengan kesehatannya. Tanyakan
apakah pada saat klien sakit biasanya minum obat dan apabila penyakitnya
tidak sembuh pasien baru pergi ke dokter terdekat
2) Pola aktifitas latihan
Mandi, berpakaian/berdandan, eliminasi, mobilisasi di tempat tidur,
ambulansi, makan) tergantung berat dan ringannya penyakit

10
3) Pola istirahat tidur
Pada pola istirahat penderita herpes terrjadi gangguan susah tidur dikarenakan
rasa nyeri dan rasa gatal
4) Pola nutrisi metabolik
Pada penderita herpes nafsu makannya terganggu karena jika makan, penderita
herpes merasa mual, tanyakan terkait intake dan output klien sehari-hari
5) Pola eliminasi
Penderita herpes biasanya terdapat nyeri pada saat buang air kecil
6) Pola kognitif persepsi
Status mental klien sadar, kemampuan membaca lancar, kemampuan interaksi
penderita herpes terganggu karena penyakitnya yang menular, pendengaran
penderita herpes baik, penglihatan penderita herpes mungkin sedikit berkurang
apabila penyakit herpes simpleks menyebar ke daerah mata, manajemen nyeri
: penderita herpes mengatasi rasa nyeri dengan mengkonsumsi obat anti nyeri.
7) Pola konsep diri
Tanyakan dan sesuaikan dengan kondisi klien
8) Pola koping dan toleransi stress
Mengkaji bagaimana klien bisa mengekspresikan stress, cara mengatasi stress.
Biasanya klien mengalami gangguan dalam mekanisme koping, yaitu ditandai
dengan klien nampak cemas, ketakutan.
9) Pola seksual reproduksi
Penderita herpes merasa terganggu dengan pola seksual reproduksinya. Karena
penderita herpes mengalami penyakit genital herpes.
10) Pola peran hubungan
Hubungan dengan keluarga, teman dan tetangga terganggu karena penyakitnya
yang menular
11) Pola nilai dan kepercayaan
Persepsi klien terhadap agama yang dianut, kepercayaan spiritual, tingkat
beribadah.

11
c. Pemeriksaan Fisik

1. Tanda-tanda vital :
Suhu : >37 C (Hipertermi)
Nadi : >100×/menit (Takikardi)
Tekanan darah : sistole > 139 mmHg, diastole > 89 mmHg
Pernafasan : 16-24×/menit
2. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dan daya
tahan tubuh klien, pada kondisi awal / saat proses peradangan terjadi. Pada
pengkajian kulit, ditemukan adanya yang nyeri, edema di sekitar, dan dapat pula
timbul ulkus pada infeksi sekunder. Pada pemeriksaan genitalia pada wanita,
daerah yang perlu diperhatikan adalah labia mayor dan minor, klitoris, introitus
vagina, dan serviks. Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran / luas, warna, dan
keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe regional, periksa adanya pembesaran. Pada
beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar limfe regional.
Untuk mengetahui adanya nyeri, kita dapat mengkaji respon individu
terhadap nyeri akut secara fisiologis atau melalui respon perilaku. Secara
fisiologis terjadi diaphoresis, peningkatan denyut jantung, peningkatan
pernapasan, dan peningkatan tekanan darah. Lakukan pengukuran nyeri dengan
menggunakan skala nyer 0-10 untuk orang dewasa.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi)
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur / bentuk tubuh
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologis
5. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan organisme patogen
lingkungan

12
3.3 Intervensi

No Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan

- Suhu tubuh normal Observasi


1. Hipertermia b.d proses - Nadi dan RR normal
- Identifikasi penyebab hipertermia
penyakit (infeksi) - Tidak ada kemerahan pada - Monitor suhu tubuh
kulit - Monitor haluaran urine
- Tidak terjadi kejang Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang dingin
- Longgarkan / lepaskan pakaian
- Berikan cairan oral
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena

- Kemampuan menuntaskan Observasi


2. Nyeri akut b.d agen pencedera aktivitas meningkat
- Idetinfikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
fisiologis (inflamasi) - Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
- Tidak kesulitan tidur - Identifikasi skala nyeri
- Frekuensi nadi normal - Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Tekanan darah normal - Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

13
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

- Body image positif Observasi


3. Gangguan citra tubuh b.d - Kekhawatiran pada
penolakan / reaksi orang lain - Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
perubahan struktur / bentuk menurun - Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi
- Hubungan sosial membaik sosial
tubuh Terapeutik
- Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
- Diskusikan kondisi stress yang mempengaruhi citra tubuh
- Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara
realistis
Edukasi
- Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan perubahan citra
tubuh
- Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap cita tubuh

- Integritas kulit membaik Observasi


4. Gangguan integritas kulit b.d (sensasi, elastisitas,
- Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
penurunan imunologis temperature, hidrasi, Terapeutik
pigmentasi)
- Tidak ada nyeri - Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
- Tidak ada kemerahan

14
- Gunakan produk berbahan alami & hipoalergik pada kulit
sensitive
Edukasi
- Anjurkan minum air yang cukup
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim

- Mengetahui tanda dan gejala Observasi


5. Resiko infeksi b.d peningkatan infeksi
- Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi
paparan organisme patogen - Menunjukkan kemampuan - Identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke pelayanan
untuk mencegah timbulnya kesehatan
lingkungan infeksi Terapeutik
- Jumlah leukosit dalam batas
normal - Berikan suntikan pada bayi di bagian paha anterolateral
- Dokumentasikan informasi vaksinasi
- Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat
Edukasi
- Jelaskan tujuan, manfaat, reaksi yang terjadi, jadwal, dan efek
samping
- Informasikan vaksinasi untuk kejadian khusus
- Informasikan penyedia layanan pekan imunisasi nasional yang
menyediakan vaksin gratis.

15
3.4 Pendidikan Kesehatan Terpilih

3.4.1 Satuan Acara Penyuluhan

Topik : Herpes Simpleks


Pokok Bahasan : Penanganan Penyakit Herpes Simpleks
Sasaran : Masyarakat
Hari/Tanggal Pelaksanaan : Senin, 16 September 2019
Waktu : 09.00-09.30
Tempat : Balai RW V Kelurahan Jagir

A. Latar Belakang
Penyakit herpes sendiri tidak termasuk dalam penyakit yang harus
dilaporkan secara rutin, sehingga data prevalensi virus herpes di dunia
juga terbatas. Penyakit herpes yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus
herpes yang disebut dengan human herpes virus (HHV). World Health
Organization (WHO) melaporkan bahwa prevalensi herpes di negara-
negara berkembang lebih tinggi dari pada di negara maju.
Penelitian di Indonesia pada tahun 2005 menemukan bahwa
sebanyak 86,9% pekerja seks komersal (PSK) menunjukkan seropositif
HSV-2. Pada perempuan non-PSK, prevalensinya sebesar 18,7%.
Penelitian dilakukan di Makasar, Bali dan Kupang, terlaksana berkat
adanya kerja sama Australian International Development Agency
(AusAID) dan dengan the Indonesian HIV/AIDS and STD Prevention
and Care Project (Davies et al., 2007). Herpes dicurigai ikut membantu
penyebaran HIV dan AIDS. Herpes genital juga dikaitkan dengan
peningkatan risiko terinfeksi HIV 2 hingga 3 kali. Penularan HIV
melalui hubungan seksual meningkat hingga 5 kali. Hal tersebut
mengakibatkan 40-60% infeksi HIV baru pada suatu populasi dengan
prevalensi HSV-2 menjadi tinggi (Looker et al., 2008).

16
B. Tujuan Umum
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 30 menit,
masyarakat RW V Kelurahan Jagir memiliki gambaran mengenai
penyakit herpes simpleks dan mengetahui penangannya dengan tepat.

C. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 30 menit
diharapkan peserta mampu :
- Menjelaskan Pengertian Herpes Simpleks
- Menyebutkan Penyebab Herpes Simpleks
- Menyebutkan Tipe dari Herpes Simpleks
- Menyebutkan Tanda dan Gejala dari Herpes Simpleks
- Menjelaskan bagaimana Pengobatan Herpes Simpleks
- Menjelaskan bagaimana Pencegahan Herpes Simpleks

D. Stratergi Pelaksanaan (Metode)


Ceramah dan tanya jawab

E. Media
a. Leaflet
b. Power Point

F. Materi
Terlampir

G. Draft Rencana Proses Pelaksanaan


No. Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta
1. 3 menit Pembukaan: - Menjawab salam
- Memberi salam - Mendengarkan dan
- Memperkenalkan diri memperhatikan
- Membuat kontrak waktu
2. 19 menit Pelaksanaan:
- Menjelaskan materi Menyimak dan
penyuluhan secara mendengarkan

berurutan dan teratur

17
Matei :
- Pengertian Herpes Mendengarkan dan
Simpleks menyimak penjelasan
- Penyebab Herpes
Simpleks
- Tipe dari Herpes
Simpleks
- Tanda dan Gejala dari
Herpes Simpleks
- Pengobatan Herpes
Simpleks
- Pencegahan Herpes
Simpleks
3. 8 menit Penutup : - Bertanya dan
- Tanya jawab menjawab pertanyaan
- Evaluasi (meminta - Menjawab salam
kepada peserta untuk
menjelaskan atau
menyebutkan kembali
materi yang sudah
diberikan)
- Menyimpulkan materi
- Memberi salam

H. Penyuluh
1. Sriwahyuni
2. Tiya Islamiyah

I. Evaluasi
Evalusai dengan tes formatif memberikan pertanyaan kembali
mengenai Penanganan Penyakit Herpes Simpleks.
Evaluasi proses
1) Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
2) Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan
sebelum acara selesai
3) Peserta mengajukan pertanyaan

18
Evaluasi hasil
1) Peserta mengerti tentang Herpes Simpleks
2) Peserta mengerti tentang Penyebab Herpes Simpleks
3) Peserta mengerti tentang Tipe dari Herpes Simpleks
4) Peserta memahami Tanda dan Gejala dari Herpes Simpleks
5) Peserta memahami Pengobatan Herpes Simpleks
6) Peserta mengerti tentang Pencegahan Herpes Simpleks
Pertanyaan
1) Jelaskan Pengertian Herpes Simpleks?
2) Sebutkan Penyebab Herpes Simpleks?
3) Sebutkan Tipe dari Herpes Simpleks?
4) Sebutkan Tanda dan Gejala Herpes Simpleks?
5) Sebutkan Pengobatan dari Herpes Simpleks?
6) Jelaskan Pencegahan Herpes Simpleks ?

19
Lampiran Materi

A. Definisi

Herpes simpleks adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus


herpes simpleks (HSV). Herpes simpleks merupakan penyakit yang dapat
menyerang mulut, kulit, dan juga alat kelamin. Ciri khas dari penyakit ini
yaitu kulit melepuh dan rasa sakit pada otot di daerah yang terjangkit.

B. Penyebab

Penyakit herpes simpleks disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV).


Virus herpes simpleks merupakan golongan Alphaherpesvirinae, sebagai
subfamili dari human herpesviruses bersama dengan virus varicella-zoster.
Penyebaran virus ini dapat melalui kontak kulit ke kulit, hubungan seksual
dan benda yang digunakan bersamaan dengan penderita.

C. Klasifikasi / Tipe
1. Herpes Simpleks tipe 1 (HSV-1)

Virus herpes simpleks tipe 1 yang menyebabkan infeksi herpes non


genital, biasanya terletak di daerah mulut, meskipun dapat
menyerang daerah genital. Infeksi virus ini biasanya terjadi saat anak-
anak dan sebagian besar seropositif telah didapat pada usia 7 tahun.
2. Virus Herpes Simpleks tipe 2 (HSV-2)
Virus herpes simpleks tipe 2 hampir secara eksklusif hanya
ditemukan pada traktus genitalis dan sebagian besar ditularkan
melalui kontak seksual.
D. Tanda dan Gejala
1. Demam
2. Rasa gatal, terbakar dan kesemutan selama beberapa jam
3. Ruam pada kulit dan ada lepuhan dengan gelembung kecil berisi cairan
di bagian tubuh tertentu
4. Pembengkakan kelenjar getah bening

20
E. Pengobatan

Nama Obat Dosis Efek samping


Asiklovir - Topikal: dioles tipis Iritasi lokal, sakit kepala,
setiap 3 jam untuk 7 diare, mual, muntah,
hari dehidrasi
- Oral: 200 mg setiap 4
jam bangun tidur untuk
10 hari
Famsiklofir 100 mg 2 kali sehari Sakit kepala dan mual
Foskarnet Intravena: 40 mg/kgBB Anemia, mual, muntah,
tiap 8-12 jam demam

F. Pencegahan Herpes Simpleks


1. Mengupayakan hidup sehat dengan pola hidup dan pola makan yang
baik
2. Menjaga kebersihan diri dan selalu mencuci tangan
3. Mendeteksi gejala pada orang-orang yang beresiko, serta mengusahakan
agar tidak melakukan kontak langsung dengan penderita
4. Melakukan aktivitas seksual yang baik dan sehat, serta tidak berganti-
ganti pasangan
5. Memeriksakan kesehatan diri menyeluruh secara berkala, termasuk
pemeriksaan TORCH

21
3.4.2 Leaflet

Apa itu Herpes Simpleks? Tipe Herpes Simpleks

Herpes simpleks adalah penyakit 1. Virus Herpes Simpleks tipe 1 (HSV-1)


infeksi yang disebabkan oleh virus herpes Menginfeksi daerah mulut & wajah
simpleks (HSV). Herpes simpleks
merupakan penyakit yang dapat
menyerang mulut, kulit, dan juga alat
kelamin. Ciri khas dari penyakit ini yaitu
Sriwahyuni (20171660022)
kulit melepuh dan rasa sakit pada otot di
Tiya Islamiyah (20171660046)
daerah yang terjangkit.

Apa sih penyebabnya?


Penyakit herpes simpleks disebabkan
2. Virus Herpes Simpleks tipe 2 (HSV-2)
oleh virus herpes simpleks (HSV).
Menginfeksi daerah kelamin &
Penyebaran virus ini dapat melalui kontak
sekitar anus
kulit ke kulit, hubungan seksual dan
benda yang digunakan bersamaan dengan
penderita.

22
Tanda dan gejala Pengobatan Pencegahan Herpes Simpleks

Herpes Simpleks Herpes Simpleks

Efek
Nama Obat Dosis samping
Asiklovir - Topikal: Iritasi lokal,
dioles tipis sakit
setiap 3 kepala,
jam untuk 7 diare, mual,
hari muntah, - Mengupayakan hidup sehat
- Oral: 200 dehidrasi
mg setiap 4 dengan pola hidup dan pola
jam bangun makan yang baik
tidur untuk
- Menjaga kebersihan diri dan selalu
1. Demam 10 hari
Famsiklofir 100 mg 2 kali Sakit mencuci tangan
2. Rasa gatal, terbakar dan kesemutan
sehari kepala dan - Tidak melakukan kontak langsung
selama beberapa jam mual
dengan penderita
3. Ruam pada kulit dan ada lepuhan
Foskarnet Intravena: 40 Anemia,
- Tidak berganti-ganti pasangan
dengan gelembung kecil berisi cairan mg/kgBB tiap mual,
8-12 jam muntah, - Memeriksakan kesehatan diri
di bagian tubuh tertentu
demam menyeluruh secara berkala.
4. Pembengkakan kelenjar getah bening.

23
BAB IV

ANALISA ARTIKEL JURNAL

4.1 Analisa Artikel Jurnal

1. Judul jurnal
Manifestasi Klinis dan Manajemen Keratitis Herpes Simpleks di
RS.Dr.M.Djamil pada Januari 2012-Desember 2013
2. Penulis
Raihana Rustam, Getry Sukmawaty , dan Havriza Vitresia
3. Latar Belakang
Keratitis herpes adalah penyakit infeksi terbanyak yang menyebabkan
penurunan penglihatan pada negara berkembang. Diperkirakan 20.000 kasus
baru okular HSV terjadi di USA setiap tahun dan lebih dari 28.000 reaktivitas
terjadi setiap tahunnya. HSV merupakan salah satu yang paling sering
menyebabkan kebutaan di USA dan 500.000 kasus per tahun orang
mengalami infeksi HSV yg berhubungan dengan mata. Keratitis HSV adalah
merupakan salah satu penyakit yang paling sering mendapatkan tranplantasi
kornea di USA. Keratitis HSV menjadi salah satu tantangan yang harus
dihadapi ahli mata. Variasi manifestasi klinisnya tidak hanya keratitis infeksi
tapi juga reaksi immunologis yang dapat menimbulkan efek pada setiap
lapisan kornea. Infeksi virus Herpes Simplex dapat bermanifestasi dalam
berbagai bentuk.

Manifestasi lain keratitis epithelial HSV adalah ulkus marginal. Ujung dari
lesi ini terletak pada limbus yang disertai dengan pembuluh darah. Lesi epitel
ini akan secara cepat diinfiltrasi oleh sel darah putih dari pembuluh darah
limbus terdekat.

Pembedahan biasanya dilakukan pada pasien dengan keratitis herpes


berulang dan atau pada pasien dengan jaringan parut untuk tujuan
memperbaiki visual. Namun, operasi juga diperlukan sebagai tindakan
terapeutik pada pasien dengan ulkus tanpa perbaikan atau impending perforasi
pada keratitis nekrotik.

24
Tindakan transplantasi kornea sebaiknya ditunggu minimal selama 6 bulan
setelah infeksi HSV untuk meningkatkan angka keberhasilan.
Acyclovir profilaks dimulai sebelum operasi dan dilanjutkan selama minimal
6 bulan untuk mengurangi risiko kegagalan.Teknik flap konjungtiva berguna
pada pasien dengan keratitis kronis yang mungkin telah menjadi ulkus kornea
dengan impending perforasi. Memberikan amnion telah terbukti mengurangi
inflamasi dan membantu penyembuhan ulkus neurotropik pada keratitis HSV.
4. Metode
Penelitian dilakukan di poliklinik dan bangsal mata RSUP DR. M DJAMIL
Padang. Waktu penelitian bulan januari 2012 – Desember 2013. Penelitian ini
merupakan penelitian retrospektif dimana data dikumpulkan dari pasien baru
yang terinfeksi virus herpes simplex pada mata, yang datang ke poliklinik
mata RS. DR. M. Djamil Padang serta di follow up kondisi terakhir pasien
setelah pemberian obat dari bulan januari 2012 sampai dengan Desember
2013.Pasien yang berkunjung ke poliklinik mata yang sudah ditetapkan oleh
sub bagian infeksi imunologi sebagai penderita infeksi HSV pada mata
dengan kriteria:

 Terdapat defek pada kornea.


 Pemeriksaan penunjang laboratorium pewarnaan Giemsa MN >
PMN.
 Sensibilitas kornea yang menurun
5. Hasil Penelitian

Tabel 1 . Distribusi penderita herpes simplek mata berdasarkan jenis


kelamin dan kelompok umur
Jenis kelamin
Kelompok umur Total
Perempuan Lakil-laki
< 10 th 1 1 2 (3,8%)
10-20 th 4 4
8 (15,3%)
21-30 th 5 3
31-40 th 10 4 8 (15,3%)

41-50 th 4 7 14 (26,9%)

25
>50 th 2 7 11 (21,3%)

9 (17,4 %)

Total 26 (50%) 26 (50%) 52 (100%)

Tabel 2. Distribusi penderita herpes simplek mata


berdasarkan diagnose:
Diagnosis N (%)
Keratitis Epitelial 18 (31%)
Keratitis Stromal 22 (37,9%)
Endotelitis 0
Keratitis yang mengenai ≥ 2 12 (20,7%)
lapisan kornea 4 (6,9%)
Keratouveitis 2 (3,5 %)
Neurotropik Keratopat
Total 58 (100%)

Tabel 3. Distribusi penderita herpes simplex mata berdasarkan pemeriksaan


laboratorium Giemsa dan Papanicolou
Pemeriksaan penunjang Frekuensi
Sensibilitas Kornea 58
Penurunan Sensibilitas Kornea
Giemsa 21
Sel MN dominan 12
Sel MN dominan + Giants Cell
Papanicolou 6
Virus Positif

Ket. Sel MN= Sel mononuclear

Tabel 4. Distribusi penderita herpes simpleks mata berdasarkan terapi yang


diberikan.
Diagnose Acyclovir (%) Acyclovir (%) KS (%)
Topical Sistematik Topical
Keratitis epitelial 18 100 6 33, 0 0
100
Keratitis stromal 17 77,3 22 15 68,1

26
Keratitis yang 7 58,3 17 100 8 66,6
mengenai 2
lapisan kornea
Keratouveitis
0 0 4 4 100
Neurotropic
keratopai 2 100 2 100 0 0
100

Ket : KS : kortikosteroid
NB : Pada 2 kasus Neurotropik Keratopati dilakukan tindakan Amnion
Membrane Transplantation.

Tabel 5. Perubahan visus penderita herpes simpleks mata setelah follow up


berdasarkan visus kondisi terakhir.
Perubahan visus N(%)
Membaik 23 (39,6%)
Menetap 15 (25,8%)
Memburuk 6 (10,3%)
Loss Case 14 (24,1%)

Total 58 (100%)

6. Pembahasan
Dari hasil penelitian yang dilakukan selama 2 tahun di poliklinik mata
RS.Dr.M.Djamil Padang dari bulan Januari 2012 - Desember 2013
didapatkan 52 mata yang didiagnosis sebagai keratitis herpes simpleks.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya gejala klinis seperti adanya
infiltrat pada kornea, sensibilitas kornea yang menurun, ditambah dengan
pemeriksaan penunjang laboratorium pewarnaan Giemsa dan Papanicolou.
Pada penelitian ini, didapatkan kelompok umur 31-40 tahun merupakan
kelompok umur terbanyak yang datang ke poliklinik mata dengan infeksi
HSV yaitu 14 orang (26,9%), hal ini sesuai dengan kepustakaan yang
mengatakan bahwa stuepidemiologi menemukan sebagian besar penderita
HSV sering mengenai usia pertengahan. Penelitian yang dilakukan oleh
Raju dkk pada Departement Ophthalmology of Calicut Medical College dari

27
Januari 2008 - Juni 2009, didapatkan jumlah penderita wanita lebih banyak
5% dari pada laki-laki, dengan kelompok umur 40-50 tahun (26,7%) diikuti
oleh kelompok umur 20-40 tahun (20%). Dari literatur dikatakan bahwa
virus Herpes Simpleks ditransmisikan melalui kontak dengan sekret lesi
terinfeksi yang dipengaruhi oleh umur dan aktivitas dalam penyebarannya.
Disebutkan juga bahwa populasi yang terinfeksi herpes simpleks di negara
berkembang banyak mengenai masyarakat golongan sosial ekonomi rendah,
70-80% pada dewasa muda.
Pada penelitian ini diagnosa yang paling banyak ditemukan adalah
keratitis stromal yaitu 22 mata (37,9%), diikuti keratitis epitelail 18 mata
(31%), keratitis yang mengenai ≥ 2 lapisan kornea 11 mata (18,9%) dan
keratouveitis 4 mata (6,8%). Dari penelitian Raju dkk, dari total 45 pasien
didapatkan keratitis epitelial 53,4%, keratitis stromal 26,7% dan endotelitis
17,8%. Dilihat dari perjalanan penyakit yang timbul, dimana padaawalnya
muncul kelainan pada daerah epitel yang apabila tidak diterapi secara cepat
akan menimbulkan kelainan yang lebih dalam dari lapisan kornea atau
timbul komplikasi lain akibat penanganan yang terlambat atau terapi yang
tidak tepat. Infeksi herpes simpleks primer seringkali asimptomatis (>90%
kasus). Banyak pasien terdeteksi memiliki serum antibodi HSV yang
diperoleh dari sekret tubuh tanpa ada riwayat infeksi herpes sebelumnya.
Keratitis herpes epitelial merupakan self limited disease,namun beberapa
ahli mencoba menggunakan pengobatan antiviral topikal dan oral seperti
Acyclovir, dan secara signifikan meningkatkan hasil pengobatan, dengan
meminimalkan kerusakan stroma dan timbulnya jaringan parut. Terapi yang
paling banyak diberikan adalah Antiviral Acyclovir , banyak dipakai karena
Acyclovir mempunyai efek toksik yang lebih rendah dari pada jenis
antiviral lainnya. Debridemant jaringan epitel yang terinfeksi dapat
dilakukan dengan steril cotton tip applicator secara gentle dan hati-hati
untuk menghindari kerusakan membrane basalis serta mencegah perluasan
sel epitel yang terinfeksi ke jaringan yang masih sehat. Selain itu dengan
membuang jaringan yang terinfeksi dapat mengurangi jumlah antigen virus

28
yang berada pada stroma. Bila epitelisasi belum terbentuk, hati-hati
pemberian kortikosteroid topikal.
Penggunaan kortikosteroid topikal memberikan keuntungan pada keratitis
stromal. Tujuan pemberian kortikosteroid topikal adalah untuk mencegah
infiltrasi seluler, opasifikasi dan sikatrik, menghambat neovaskularisasi dan
mencegah pengeluaran enzim toksik. Namun, juga harus dipertimbangkan
komplikasi yang mungkin timbul akibat kortikosteroid topikal, terutama
efek ketergantungan steroid dan inflammatory rebound . Oleh karena itu,
jika memungkinkan, pemberian kortikosteroid topikal dapat ditunda pada
kasus inflamasi stroma ringan atau bukan di visual axis. Pasien keratouvetis
diterapi dengan Acyclovir oral 400mg, 5 x sehari selama 10 minggu, dann
kortikosteroid topikal.Setelah diberikan terapi dan dilakukan follow up pada
pasien , berdasarkan pada visus kondisi terakhir ditentukan perbaikan terjadi
sebanyak 39,6% kasus, menetap sebanyak 25,8%, perburukan 10,3% dan
loss case didapatkan sebanyak 24,1% karena pasien tidak datang lagi ke
poliklinik. Terapi surigikal dilakukan terhadap 2 pasien yaitu dengan
Amniotic MembraneTransplantation (AMT). Tindakan ini dipilih karena
sesuai literatur, amniotic membranemampu mengurangi inflamasi dan
membantu penyembuhan keratitis HSV dengan cara mengurangi jumlah sel
inflamasipada kornea. Penelitian yang dilakukan terhadap hewan percobaan
dengan keratitis herpes , dilakukan transplantasi membran amnion (AMT),
didapatkan hasil bahwa AMT dapat mereduksi limfosit dan menginduksi
apoptosis limfosit pada kornea sehingga ditemukan penurunan yang
signifikan dari sel-sel inflamasi.

7. Kesimpulan
Herpes Simpleks Keratitis (HSK) merupakan salah satu penyebab
kerusakan kornea. HSK terjadi akibat infeksi Herpes Simplex Virus tipe 1
(HSV-1). HSK memiliki manifestasi klinik dari epitel sampai endotel.
Diagnosis didukung dengan penurunan sensibilitas kornea, pemeriksaan
Giemsa dan Papaniculou. Terapi tergantung pada temuan klinis, yang bisa
merupakan kontraindikasi untuk manifestasi yang berbeda. Tujuan penelitian
ini adalah untuk menggambarkan variasi kasus HSK, manifestasi klinis dan

29
managemen. Metode: Studi retrospektif dari data rekam medik bulan Januari
2012-Desember 2013, Bagian Mata, RS.M.Djamil. Pasien HSK sebanyak 52
orang, bilateral 6 orang (58 mata), wanita 50%, pria 50%. Pasien terbanyak
pada kelompok usia 31-40 th (26,9%). Tipe keratitis terdiri atas Epitelial 18
mata, Stromal 22 mata, gabungan 12 mata, Keratouveitis 4 mata dan
Neurotropik Keratopati 2 mata. Pemeriksaan penunjang dengan tes
sensibilitas kornea, Giemsa dan Papanicolou. Terapi yang diberikan antara
lain Acyclovir salep mata, Acyclovir oral, Kortikosteroid tetes mata.
Perbaikan visus paling banyak pada tipe kera titis stromal, 9 mata(40,9%)
dan kombinasi, 9 mata(75%). Loss Case banyak pada keratitis epitelial, 11
mata(61,1%) karena pasien tidak kontrol kembali. Pemeriksaan Giemsa
ditemukan Mononuclear Cell 21, Giant cell positif 12, Papanicolou positif 6.
Semua kasus didapatkan penurunan sensibilitas kornea. Terapi yang
diberikan Acyclovir salep mata, Acyclovir oral, Kortikosteroid tetes.
Amnion Graft Transplantation dilakukan pada 2 kasus. Kasus terbanyak
ditemukan tipe stromal 22 (37,9%) dengan bilateral 6 (10,3%) dan perbaikan
visus (39,6%)

30
BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Herpes simpleks adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus


herpes simpleks (HSV). Herpes simpleks merupakan penyakit yang dapat
menyerang mulut, kulit, dan juga alat kelamin. Ciri khas dari penyakit ini
yaitu kulit melepuh dan rasa sakit pada otot di daerah yang terjangkit.
Pengkajian data penyakit herpes simpleks dapat memberikan hasil yang
bervariasi antara pasien satu dengan yang lain.

5.2 Saran
1. Untuk dapat berhasil dan berdayaguna, asuhan keperawatan yang
diberikan pada pasien herpes simpleks perlu motivasi untuk tetap
berusaha membuat catatan perkembangan dari klien dan melanjutkan
tindakan keperawatan.
2. Catatan perawatan di dokumentasikan dengan menggunakan
implementasi dan tindakan tersebut. Perlu adanya peningkatan
kerjasama yang baik antara perawat dan keluarga pasien, tim medis
dalam proses keperawatan.

31
DAFTAR PUSTAKA

Smeitszer, Suzane C. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddart. Jakarta: EGC.
Ronny P. Handoko. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin: Herpes
Simpleks. Jakarta: Balai Pustaka FKUI.
Susanto, R Clevere dan GA Made Ari M. 2013. Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jogjakarta: Nuha Medika.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: Mediaction.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

32

Anda mungkin juga menyukai