Perilaku kekerasan ialah suatu perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara
fisik maupun secara psikologis. Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku kekerasan bisa
dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Ada dua bentuk
terjadinya perilaku kekerasan yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan dan riwayat
perilaku kekerasan.
Perilaku kekerasan ialah nyata melakukan kekerasan, ditunjukkan pada diri sendiri atau
orang lain secara verbal maupun non verbal serta pada lingkungan. (Depkes RI, 2006)
Perilaku kekerasan / agresif adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun secara psikologis. Marah tidak memiliki tujuan khusus, tetapi
lebih merujuk pada suatu perangkat perasaan – perasaan tertentu yang biasanya disebut perasaan
marah (Berkowitz, 1993)
Kemarahan merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan
yang dirasakan sebagai ancaman oleh individu.
Etiologi
Setiap orang memiliki kapasitas untuk berperilaku pasif, asertif, dan agresif / perilaku
kekerasan (Stuart dan Laraia,2005).
Perilaku asertif yaitu perilaku individu yang bisa menyatakan atau mengungkapkan rasa
marah atau tidak setuju tanpa menyalahkan/ menyakiti orang lain. Perilaku ini dapat
menimbulkan kelegaan pada individu.
Perilaku pasif yaitu perilaku individu yang tidak dapat mengungkapkan perasaan marah yang
sedang dialami, dilakukan untuk tujuan menghindari suatu ancaman nyata.
Agresif / perilaku kekerasan yaitu hasil dari suatu kemarahan yang sangat tinggi atau
ketakutan.
Penatalaksanaan Medis
1) Factor Predisposisi
Masalah perilaku kekerasan dapat terjadi karena didukung oleh beberapa factor
yaitu factor biologis, psikologis dan sosiokultural.
a) Faktor Biologis
(1) Instinctual Drive Theory (Teori Dorongan Naluri)
Teori ini mengatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu
dorongan kebutuhan dasar yang begitu kuat.
(2) Psychosomatic Theory (Teori Psikomatik)
Pengalaman marah merupakan akibat dari respons psikologis terhadap
stimulus eksternal, internal maupun lingkungan. Dalam hal tersebut system
limbik bertugas sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat
rasa marah.
b) Faktor Psikologis
(1) Frustion Aggresion Theory (Teori Agresif-Frustasi)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari
akumulasi frustasi. Frustasi dapat terjadi apabila keinginan individu untuk
mencapai sesuatu gagal atau menghambat. Keadaan itu mendorong individu
berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui perilaku
kekerasan.
(2) Behavior Theory (Teori Perilaku)
Kemarahan merupakan proses belajar, hal tersebut dapat dicapai apabila
tersedianya fasilitas/ situasi yang mendukung.
(3) Eksistensial Theory (Teori Eksistensial)
Bertingkah laku merupakan kebutuhan dasar manusia, apabila kebutuhan
itu tidak terpenuhi melalui berperilaku konstruktif, maka individu akan
memenuhinya melalui perilaku yang destruktif.
c) Faktor Sosiokultural
(1) Social Environment Theory (Teori Lingkungan Sosial)
Lingkungan social akan dapat mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Norma budaya bisa mendukung individu untuk
merespon asertif atau agresif
(2) Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial)
Perilaku kekerasan bisa dipelajari secara langsung ataupun melalui proses
sosialisasi.
2) Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan setiap individu itu bersifat unik.
Stressor itu dapat disebabkan dari luar (serangan fisik, kehilangan, kematian dan
lainnya) maupun dalam (putus hubungan dengan orang yang berarti, kehilangan rasa
cinta, takut terhadap penyakit fisik dan lain sebagainya). Lingkungan yang terlalu
ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, dan tindakan kekerasan akan
memicu perilaku kekerasan.
3) Mekanisme Koping
Sebagai perawat tentunya perlu untuk mengidentifikasi mekanisme koping pada
klien sehingga membantu klien untuk dapat mengembangkan mekanisme koping
yang konstruktif dalam mengekspresikan marahnya. Mekanisme koping yang umum
digunakan yaitu mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi, represi,
proyeksi, denial dan reaksi formasi.
4) Perilaku
Perilaku yang berhubungan dengan perilaku kekerasan antara lain sebagai berikut:
(1) Menyerang atau menghindar (Fight or Flight)
Keadaan ini respon fisiologis muncul karena kegiatan system syaraf
otonom beraksi terhadap sekresi ephineprin yang menyebabkan tekanan darah
meningkat, takikardia, wajah merah, pupil melebar, sekresi Hcl meningkat,
peristaltic gaster menurun, konstipasi, pengeluaran urin dan saliva meningkat,
kewaspadaan meningkat disertai dengan ketegangan otot, seperti rahang
terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku disertai dengan reflek cepat
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditetaptkan sesuai dengan data yang diperoleh, walau saat ini tidak
melakukan perilaku kekerasan tapi pernah melakukan atau mempunyai riwayat kekerasan dan
belum mempunyai kemampuan mencegah/ mengontrol perilaku kekerasan.
Masalah keperawatan yang mungkin saja muncul untuk masalah perilaku kekerasan adalah:
Problem Tree
Intervensi Keperawatan
Implementasi Keperawatan
Evaluasi
Evaluasi klien dengan masalah perilaku kekerasan harus berdasarkan pada observasi
perubahan perilaku dan respon subyektif. Diharapkan klien bisa mengidentifikasikan penyebab
perilaku kekerasan, tanda-tanda perilaku kekerasan, akibat dari perilaku kekerasan, cara yang
konstruktif dalam merespon kemarahan, memperagakan perilaku yang terkontrol, memperoleh
dukungan dari keluarga dalam mengontrol perilaku, penggunaan obat dengan benar.
Artikel Jurnal