Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KESELAMATAN PASIEN DAN KESELAMATAN KERJA


DALAM KEPERAWATAN

“Upaya Pemutus Rantai Infeksi”


Dosen Pengampu : Ns. Nur Dian Rachmawati., S.Kep., MPH

Disusun oleh :

KELOMPOK 1

1. Auliya Putri F. G2A020124 6. Natasya Mahendra G2A020148


2. Nurhaliza Amalia G2A020128 7. Dwi Iswanti G2A020151
3. Ainatul Ismiyanti G2A020137 8. Khilyandini Putriaji G2A020154
4. Arnetta diah A. G2A020142 9. Diandra Hardika M. G2A020160
5. Alfian Bahrul Alam G2A020146 10. Bella Septiana G2A020170

PROGRAM PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
TAHUN 2021
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis
dapat menyelesaikan makalah keperawatan yang berjudul “Upaya Pemutus Rantai Infeksi”
ini dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dari Ibu Ns. Nur Dian Rachmawati., S.Kep.,
MPH selaku dosen pada mata kuliah Keselamatan Pasien dan Keselamatan Kesehatan Kerja
dalam Keperawatan di Universitas Muhammadiyah Semarang. Selain itu, penulis juga
berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami berusaha menyajikan sebuah karya dengan sebaik-
baiknya sesuai dengan batas dan kemampuan yang kami miliki.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Ns. Nur Dian
Rachmawati., S.Kep., MPH , selaku dosen pembimbing, karena tugas yang telah diberikan ini
dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis
juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan
makalah ini.
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, kami mengucapkan banyak
terimakasih dan kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan-kekurangan. Karena itu kami mengharap kritik dan saran demi kesempurnaan
makalah ini.

Semarang, 18 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii

BAB I: PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .....................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................................2
1.4 Ruang Lingkup.....................................................................................................2

BAB II: PEMBAHASAN

2.1 Definisi Infeksi.....................................................................................................3


2.2 Penyabab Infeksi ..................................................................................................3
2.3 Tahap-Tahap Infeksi ............................................................................................4
2.4 Tanda-Tanda Infeksi ............................................................................................4
2.5 Proses Rantai Penularan Infeksi...........................................................................5
2.6 Prinsip Pencegahan Infeksi ..................................................................................7
2.7 Strategi Pencegahan dan Pengendalian ................................................................8
2.8 Kewaspadaan Standard an Kewaspadaan Transmisi ...........................................11

BAB III: PENUTUP

3.1 Kesimpulan ..........................................................................................................17


3.2 Saran ....................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalahkesehatan di dunia, termasuk


diIndonesia. Infeksi yang terjadidi rumah sakit sekarang lebih dikenal dengan
Healthcare-Associated Infections (HAIs) dengan pengertian yang lebih luastidak hanya
di rumah sakit tetapi juga di fasilitas pelayanankesehatan lainnya. Untuk dapat
melakukan pencegahan danpengendalian infeksi khususnya infeksi rumah sakit,
perlumemiliki pengetahuan mengenai konsep dasar penyakit infeksi.Kemampuan untuk
mencegah transmisi infeksi di Rumah Sakitdan upaya pencegahan infeksi adalah
tingkatan pertama dalampemberian pelayanan yang bermutu.

Saat ini, masalahinfeksi makin banyak mendapat perhatian para ahli karena di
samping dapat meningkatkan morbiditas maupun mortalitas, juga menambah biaya
perawatan dan obat-obatan, waktu dantenaga yang pada akhirnya akan membebani
pemerinta ataurumah sakit, personil rumah sakit maupun penderita dankeluarganya.
Upaya pencegahan yang dilakukan untuk menjaga keselamatan pasien, salah
satunyadengan menerapkan standar operasional prosedur dalam setiaptindakan yang
dilakukan tenaga medis di rumah sakit.

Pencegahan merupakan aspek kesehatan yang sangat pentinguntuk memutus rantai


penularan suatu penyakit. Pelaksanaanpencegahan infeksi di rumah sakit belum
dilakukan denganbenar karena masih terdapat beberapa item pencegahan yang tidak
dilakukan antara lain audit kepatuhan hand hygiene secaramenyeluruh dari uji
kompetensi hand hygiene petugaskesehatan. Kebersihan tangan dan kompetensi tenaga
kesehatanmerupakan dua hal yang penting untuk mencegah terjadinya BSI pada pasien
hemodialisis. Tangan dari petugas kesehatan adalahpembawa mikroorganisme paling
umum dari satu pasien kepasien lain dan dari lingkungan yang tercemar kepada pasien.
Kebersihan tangan penting dalam tindakan pencegahan karenalebih efektif dan biaya
rendah, diperkirakan denganmelaksanakan kebersihan tangan dapat mengurangi
terjadinya HAIs.

1
1.2 Rumusan Masalah
A. Apa definisi infeksi?
B. Apa saja penyebab infeksi?
C. Bagaimana tahap-tahap infeksi?
D. Apa saja tanda-tanda infeksi?
E. Bagaimana proses rantai penularan infeksi?
F. Apa saja prinsip pencegahan infeksi?
G. Bagaimana strategi pencegahan dan pengendalian untuk
memutus rantai penularan infeksi?
H. Apa saja alat pelindung diri (APD)?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi infeksi.
2. Untuk mengetahui penyebab-penyebab infeksi.
3. Untuk mengetahui tahap-tahap infeksi.
4. Untuk mengetahui tanda-tanda dari infeksi.
5. Untuk mengetahui proses rantai penularan infeksi.
6. Untuk mengetahui prinsip dari pencegahan infeksi.
7. Untuk mengetahui cara atau strategi pencegahan dan pengendalian untuk memutus
rantai penularan infeksi.
8. Untuk mengetahui upaya memutus rantai infeksi

1.4 Ruang Lingkup


Ruang lingkup makalah ini meliputi pencegahan, penerapan infeksi terkait pelayanan
kesehatan (Health Care Associated Infections/HAIs) berupa langkah yang harus
dilakukan untuk mencegah terjadinya HAIs (bundles), surveilans HAIs, pendidikan dan
pelatihan serta penggunaan anti mikroba yang bijak. Dalam pelaksanaan PPI, Rumah
Sakit, Puskesmas, Klinik, Praktik Mandiri wajib menerapkan seluruh program PPI
sedangkan untuk fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, penerapan PPI disesuaikan
dengan pelayanan yang di lakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi infeksi

Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit. Infeksi juga disebut asimptomatik apabila mikroorganisme gagal dan
menyebabkan cedera yang serius terhadap sel atau jaringan. Penyakit akan timbul jika
patogen berkembang biak dan menyebabakan perubahan pada jaringan normal. (Potter &
perry .Fundamental Keperawatan Edisi 4). Rantai Penularan Penyakit adalah rangkain
sejumlah faktor yang memungkinkan proses penularan suatu penyakit dapat
berlangsung.(Banten, 2017)

2.2 Penyebab infeksi

Gejala dari infeksi bervariasi, bahkan ada kondisi dimana infeksi tersebut tidak
menimbulkan sub klinis. Gejala yang ditimbulkan terkadang bersifat lokal (di tempat
masuknya mikoorganisme) atau sistematik (menyebar keseluruh tubuh). Berikut adalah
beberapa gejala yang timbul berdasarkan penyebabnya :

1. Bakteri : gejala yang ditimbulkan oleh infeksi bakteri bervariasi tergantung bagian
tubuh mana yang diinfeksi. Jika seseorang terkena infeksi bakteri di tenggorokan,
maka ia akan merasakan nyeri tenggorokan, batuk, dan sebagainya. Jika mengalami
infeksi bakteri pada perncernaan, maka ia akan merasakan gangguan pencernaan
seperti diare, konstipasi, mual atau muntah.
2. Virus : gejala yang ditimbulkan oleh infeksi tergantung dari tipe virus, bagian tubuh
yang terinfeksi, usia, dan riwayat penyakitnya. Gejala dari infeksi virus dapat
mempengaruhi hampir seluruh bagian tubuh. Gejala yang sering timbul biasanya flu,
gangguan pencernaan, bersin–bersin, hidung berair dan tersumbat, pembesaran
kelenjar getah bening, pembengkakan tonsil, atau bahkan turunya berat badan.
3. Jamur : kebanyakan jamur menginfeksi kulit, meskipun terdapat bagian tubuh lain
yang dapat terinfeksi seperti paru–paru dan otak. Gejala infeksi yang disebabkan oleh
jamur antara lain gatal, kemerahan, kadang terdapat rasa bakar, dan kulit
bersisik.(Banten, 2017)

3
2.3 Tahap-tahap infeksi
Infeksi terjadi secara progresif dan beratnya infeksi pada klien tergantung dari tingkat
infeksi, patogenesitas mikroorganisme dan kerentanan penjamu. Dengan proses
perawatan yang tepat, maka akan meminimalisir penyebaran dan meminimalkan
penyakit. Perkembangan infeksi mempengaruhi tingkat asuhan keperawatan yang
diberikan. Berbagai komponen dari sistem imun memberikan jaringan kompleks
mekanisme yang sangat baik, yang jika utuh, berfungsi mempertahankan tubuh terhadap
mikroorganisme asing dan sel-sel ganas. Pada beberapa keadaan, komponen-komponen
baik respon spesifik maupun nonspesifik bisa gagal dan hal tersebut mengakibatkan
kerusakan pertahanan hospes. Orang-orang yang mendapat infeksi yang disebabkan oleh
defisiensi dalam pertahanan dari segi hospesnya disebut hospes yang melemah.
Sedangkan orang-orang dengan kerusakan mayor yang berhubungan dengan respon imun
spesifik disebut hospes yang terimunosupres. Secara umum proses atau tahap infeksi
adalah sebagai berikut:
1. Tahap Inkubasi adalah waktu yang diperlukan darisaat masuknya patogen (penyebab
penyakit) kedalam tubuah sampai mulai menimbulkan gejala pertamakali.
2. Tahap Prodomal adalah Interval dari awitan tanda dan gejala non spesifik (malaise,
demam ringan, keletihan) sampai gejala yang spesifik. Selama masa ini,
mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak dan klien lebih mampu menyebarkan
penyakit ke orang lain
3. Tahap Sakit klien adalah memanifestasikan tanda dan gejala yang speifik terhadap
jenis sakit
4. Tahap Pemulihan adalah interval saat munculnya gejala akut infeksi.(Rahman, n.d.)

2.4 Tanda-tanda infeksi


1. Calor
Terdapat rasa panasdengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor
disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki
suhu 37C disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih banyak
daripada ke daerah normal.
2. Dolor
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang
ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat

4
merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat
pembengkakan jaringan yang meradang.
3. Rubor
Terdapat kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang
mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola
yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah mengalir
ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah.
Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena
peradangan akut.
4. Tumor
Terdapat pembengkakanPembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan
sebagian besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke
jaringan-jaringan interstitial
5. Fungsiolesa
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland,
2002). Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi
belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang
meradang.(Putri, 2020)

2.5 Proses Rantai Penularan Infeksi


Proses rantai penularan infeksi adalah sebagai berikut :
1. Agen/Penyebab Infeksi
Mikroorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain bakteri, virus,
jamur dan protozoa. Mikroorganisme dikulit bisa merupakan flora transient maupun
resident. Mikroorganisme transient normalnya ada dan jumlahnya stabil, organisme
ini bisa hidup dan berbiak dikulit. Organisme transient melekat pada kulit saat
seseorang kontak dengan objek atau orang lain dalam aktivitas normal. Organisme
ini siap ditularkan kecuali dengan cuci tangan. Organisme residen tidak dengan
mudah bisa dihilangkan melalui cuci tangan dengan sabun dan detergen biasa
kecuali bila gosokan dilakukan dengan seksama. Mikroorganisme dapat
menyebabkan infeksi tergantung pada: jumlah mikroorganisme, virulensi
(kemampuan menyebabkan penyakit), kemampuan untuk masuk dan bertahan hidup
dalam host serta kerentanan dalam host/pejamu.

5
2. Reservoir (sumber mikroorganisme)
Reservoir adalah tempat dimana mikroorganisme patogen dapat hidup baik
berkembang biak atau tidak adalah manusia, binatang, makanan, air, serangga dan
benda lain. Kebanyakan reservoir adalah tubuh manusia, terutama dikulit, mukosa,
cairan atau drainase. Adanya mikroorganisme patogen dalam tubuh tidak selalu
menyebabkan penyakit pada hostnya. Sehingga reservoir yang didalamnya terdapat
mikroorganisme patogen bisa menyebabkan orang lain bisa menjadi sakit (carier).
Kuman dapat hidup dan berkembang biak dalam reservoir jika karakteristik
reservoirnya cocok dengan kuman. Karakteristik tersebut adalah air, suhu, ph, udara
dan pencahayaan.
3. Portal of exit (jalan keluar)
Mikroorganisme yang hidup didalam reservoir harus menemukan jalan keluar
untuk masuk ke dalam host dan menyebabkan infeksi. Sebelum menimbulkan
infeksi, mikroorganisme harus keluar terlebih dahulu dari reservoirnya. Jika
reservoirnya manusia, kuman dapat keluar melalui saluran pencernaan, pernafasan,
perkemihan, genetalia, kulit, membrane mukosa yang rusak serta darah.
4. Cara penularan (transmisi)
a) Kontak (contact transmission)
1) Direct/Langsung : kontak badan ke badan transfer kuman penyebab secara
fisik pada saat pemeriksaan fisik, memandikan klien, dll.
2) Indirect/Tidak langsung: kontak melalui objek (benda/alat). Dengan
perantara: instrumen, jarum, kasa, tangan yang tidak dicuci.
b) Droplet : partikel droplet > 5 μm melalui batuk, bersin, bicara, jarak sebar
pendek, tdk bertahan lama di udara, “deposit” pada mukosa konjungtiva,
hidung, mulut contoh : Difteria, Pertussis, Mycoplasma, Haemophillus influenza
type b (Hib), virus influenza, mumps, rubella.
c) Airborne : partikel kecil ukuran < 5 μm, bertahan lama di udara, jarak
penyebaran jauh, dapat terinhalasi, contoh: Mycobacterium tuberculosis, virus
campak, varisela (cacar air), spora jamur.
d) Melalui Vehikulum : Bahan yang dapat berperan dalam mempertahankan
kehidupan kuman penyebab sampai masuk (tertelan atau terokulasi) pada
pejamu yang rentan. Contoh: air, darah, serum, plasma, tinja, makanan.
e) Melalui Vektor : Artropoda (umumnya serangga) atau binatang lain yang dapat
menularkan kuman penyebab cara menggigit pejamu yang rentan atau

6
menimbun kuman penyebab pada kulit pejamu atau makanan. Contoh:
nyamuk,lalat, pinjal/kutu, binatang pengerat.
5. Portal masuk
Sebelum seseorang terinfeksi, mikroorganisme harus masuk dalam tubuh. Kulit
merupakan barier pelindung tubuh terhadap masuknya kuman infeksius. Rusaknya
kulit atau ketidakutuhan kulit dapat menjadi portal masuk. Mikroba dapat masuk
kedalam tubuh melalui rute yang sama dengan portal keluar. Faktor-faktor yang
menurunkan daya tahan tubuh memperbesar kesempatan patogen masuk kedalam
tubuh.
6. Daya tahan hospes (manusia)
Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agen infeksius.
Kerentanan bergantung pada derajat ketahanan tubuh individu terhadap patogen.
Meskipun seseorang secara konstan kontak dengan mikroorganisme dalam jumlah
yang besar, infeksi tidak akan terjadi sampai individu rentan terhadap kekuatan dan
jumlah mikroorganisme tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerentanan
tubuh terhadap kuman yaitu usia, keturunan, stress (fisik dan emosional), status
nutrisi, terapi medis, pemberian obat dan penyakit penyerta.(Putri, 2020)
2.6 Prinsip pencegahan infeksi

Prinsip pencegahan infeksi antara lain :

1. Antiseptik
Antiseptik adalah usaha mencegah infeksi dengan cara membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau jaringan tubuh lainnya.
2. Aseptik
Aseptik adalah semua usaha yang dilakukan dalam mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh yang mungkin akan menyebabkan infeksi.
Tujuannya adalah mengurangi atau menghilangkan jumlah mikroorganisme, baik
pada permukaan benda hidup maupun benda mati agar alat-alat kesehatan dapat
digunakan dengan aman.
3. Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa petugas
kesehatan dapat menangani secara aman benda-benda (peralatan medis, sarung
tangan, meja pemeriksaan) yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh. Cara

7
memastikannya adalah segera melakukan dekontaminasi terhadap benda - benda
tersebut setelah terpapar/terkontaminasi darah atau cairan tubuh
4. Desinfeksi
Tindakan yang tindakan menghilangkan sebagian besar mikroorganisme
penyebab penyakit dari benda mati.
5. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)
Suatu proses yang menghilangkan mikroorganisme kecuali beberapa endospora
bakteri pada benda mati dengan merebus, mengukus, atau penggunaan desinfektan
kimia.
6. Mencuci dan membilas
Suatu proses yang secara fisik menghilangkan semua debu, kotoran, darah, dan
bagian tubuh lain yang tampak pada objek mati dan membuang sejumlah besar
mikro organisme untuk mengurangi resiko bagi mereka yang menyentuh kulit atau
menangani benda tersebut (proses ini terdiri dari pencucian dengan sabun atau
deterjen dan air, pembilasan dengan air bersih dan pengeringan secara seksama).
7. Sterilisasi
Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), termasuk endospora bakteri pada
benda-benda mati atau instrument.(Putri, 2020)

2.7 Strategi pencegahan dan pengendalian untuk memutus rantai penularan infeksi

Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas penjamu,


agen infeksi (pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi factor
resiko pada penjamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi
insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.

Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :

1. Peningkatan daya tahan penjamu


Dapat berupa pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi hepatitis B), atau
pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum
termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.

8
2. Inaktivasi agen penyebab infeksi
Dapat dilakukan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah
pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode
kimiawi termasuk klorinasi air, desinfeksi.
3. Memutus mata rantai penularan
Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi,
tetapi hasilnya bergantung kepada ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur
yang telah ditetapkan.
4. Tindakan pencegahan paska pajanan terhadap petugas kesehatan
Berkaitan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan
tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan
lainnya. Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C,
dan HIV.
Memutus mata rantai penularan merupakan hal yang paling mudah untuk
mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi harus didukung dengan kepatuhan dan
ketaatan dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan dalam Standar Prosedur
Operasional. Adapun cara memutus mata rantai penularan infeksi tersebut adalah
dengan penerapan Kewaspadaan Isolasi (Isolations Precautions) dirancang untuk
mengurangi risiko terinfeksi penyakit menular pada petugas kesehatan baik dari
sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Yang terdiri dari
Kewaspadaan Standar (Standart Precautions) dan Kewaspadaan Berdasarkan
Transmisi (Transmission Based Precaution).(Putri, 2020)
Kewaspadaan Standar (Standart Precautions) yang dilakukan kepada semua
pasien tanpa memandang pasien tersebut infeksius atau tidak. Kemenkes RI (2011),
menuliskan bahwa ada sepuluh hal yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan PPI,
yaitu :
1. Kebersihan tangan
Praktek membersihkan tangan adalah upaya mencegah infeksi yang
disebarkan melalui tangan dengan menghilangkan semua kotoran dan debris serta
menghambat dan membunuh mikroorganisme pada kulit. Menjaga kebersihan
tangan ini dilakukan segera setelah sampai di tempat kerja, sebelum kontak
dengan klien atau melakukan tindakan untuk klien, selama melakukan indakan
(jika secara tidak sengaja terkontaminasi) dan setelah kontak atau melakukan
tindakan untuk klien. Secara garis besar, kebersihan tangan dilakukan pada air

9
mengalir, menggunakan sabun dan/atau larutan antiseptik, dan diakhiri dengan
mengeringkan tangan dengan kain yang bersih dan kering.
2. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindungan Diri (APD) telah lama digunakan untuk melindungi klien
dari mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan. Namun, dengan
munculnya Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dan Hepatitis C, serta
meningkatnya kembali kasus Tuberculosis (TBC), penggunaan APD juga
menjadi sangat penting dalam melindungi petugas. Alat pelindung diri mencakup
sarung tangan, masker, alat pelindung mata, topi, gaun, apron, pelindung kaki,
dan alat pelindung lainnya.
3. Penatalaksanaan peralatan klien dan linen
Konsep ini meliputi cara memproses instrumen yang kotor, sarung tangan,
linen, dan alat yang akan dipakai kembali dengan menggunakan larutan klorin
0,5%, mengamankan alat- alat kotor yang akan tersentuh serta memilih proses
penanganan yang akan digunakan secara tepat. Penatalaksanaan ini dapat
dilakukan dengan precleaning, pencucian dan pembersihan, Desinfeksi Tingkat
Tinggi (DTT), serta sterilisasi.
4. Pengelolaan limbah
Pengelolaan limbah merupakan salah satu upaya kegiatan PPI berupa
pengelolaan limbah rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, baik limbah
yang terkontaminasi maupun yang tidak terkontaminasi.
5. Pengendalian lingkungan rumah sakit
Tujuan pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya
adalah untuk menciptakan lingkungan yang bersih, aman, dan nyaman.
Pengendalian lingkungan secara baik dapat meminimalkan atau mencegah
transmisi mikroorganisme dari lingkungan kepada klien, petugas, pengunjung dan
masyarakat di sekitar rumah sakit atau fasilitas kesehatan.
6. Kesehatan karyawan/perlindungan pada petugas kesehatan
Petugas kesehatan beresiko terinfeksi bila terpapar kuman saat bekerja. Upaya
rumah sakit atau fasilitas kesehatan untuk mencegah transmisi ini adalah
membuat program pencegahan dan pengendalian infeksi pada petugasnya,
misalnya dengan pemberian imunisasi.
7. Penempatan/isolasi klien

10
Penerapan program ini diberikan pada klien yang telah atau sedang dicurigai
menderita penyakit menular. Klien akan ditempatkan dalam suatu ruangan
tersendiri untuk meminimalkan proses penularan pada orang lain.
8. Hygiene respirasi/etika batuk
Semua klien, pengunjung, dan petugas kesehatan perlu memperhatikan
kebersihan pernapasan dengan cara selalu menggunakan masker jika berada di
fasilitas pelayanan kesehatan. Saat batuk, sebaiknya menutup mulut dan hidung
menggunakan tangan atau tisu.
9. Praktik menyuntik yang aman
Jarum yang digunakan untuk menyuntik sebaiknya jarum yang steril dan
sekali pakai pada setiap kali suntikan.
10. Praktik lumbal pungsi
Saat melakukan prosedur lumbal pungsi sebaiknya menggunakan masker
untuk mencegah transmisi droplet flora orofaring.(Putri, 2020)

2.8 Kewaspadaan standard dan kewaspadaan transmisi

Ketika HIV/AIDS muncul pada tahun 1985, dibutuhkan suatu pedoman untuk
melindungi petugas pelayanan kesehatan dari terinfeksi. Karena penularan virus ini melalui
darah, maka disusunlah pedoman yang disebut Kewaspadaan Universal (Universal
Precaution). Sejak diberlakukan dan diterapkan di fasilitas layanan kesehatan, strategi baru
ini telah dapat melindungi petugas pelayanan kesehatan serta mencegah penularan dari pasien
ke pasien dan dari petugas ke pasien.

Pada tahun 1987 diperkenalkan sistem pendekatan pencegahan infeksi kepada pasien
dan petugas kesehatan, yaitu Body Substance Isolation (BSI) sebagai alternatif dari
Kewaspadaan Universal.Pendekatan ini difokuskan untuk melindungi pasien dan petugas
kesehatan dari semua cairan lendir dan zat tubuh (sekret dan ekskret) yang berpotensi
terinfeksi, tidak hanya darah.

Keberadaan kedua sistem ini pada awal 1990 mengakibatkan fasilitas pelayanan dan
petugas kesehatan tidak dapat memilih pedoman pencegahan mana yang harus digunakan.
Sehingga pada beberapa rumah sakit mengalami kebingungan, ditambah lagi dengan adanya
kebutuhan untuk menggunakan kewaspadaan tambahan bagi pencegahan penyakit yang

11
ditularkan lewat udara (airborne), droplet dan kontak badan, yang merupakan keterbatasan
utama Isolasi Zat Tubuh (Rudnick dkk 1993).

Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan


bertujuan untuk melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung yang menerima
pelayanan kesehatanserta masyarakat dalam lingkungannya dengan cara memutus siklus
penularan penyakit infeksi melalui kewaspadaan standar dan berdasarkan transmisi. Bagi
pasien yang memerlukan isolasi, maka akan diterapkan kewaspadaan isolasi yang terdiri dari
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi. (Kementrian Kesehatan, 2017)

A. KEWASPADAAN STANDAR
Kewaspadaan standar yaitu kewaspadaan yang utama, dirancang untuk diterapkan
secara rutin dalam perawatan seluruh pasien di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya, baik yang telah didiagnosis,diduga terinfeksi atau kolonisasi.
Diterapkan untuk mencegah transmisi silang sebelum pasien di diagnosis, sebelum
adanya hasil pemeriksaan laboratorium dan setelah pasien didiagnosis.
Pada tahun 2007, CDC dan HICPAC merekomendasikan 11 (sebelas) komponen
utama yang harus dilaksanakan dan dipatuhi dalam kewaspadaan standar, yaitu:
1. Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan
air mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh, atau menggunakan
alkohol (alcohol-based handrubs)bila tangan tidak tampak kotor. Cuci tangan ini
dilakukan pada saat:
a) Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien yaitu darah,
cairan tubuh sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti verband, walaupun
telah memakai sarung tangan.
b) Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area lainnya yang
bersih, walaupun pada pasien yang sama.
2. Alat Pelindung Diri (Apd)
a) Umum
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam APD sebagai berikut:

12
1) Alat pelindung diri adalah pakaian khusus atau peralatan yang di pakai
petugas untuk memproteksi diri dari bahaya fisik, kimia, biologi/bahan
infeksius.
2) APD terdiri dari sarung tangan, masker/Respirator Partikulat, pelindung
mata (goggle), perisai/pelindung wajah, kap penutup kepala, gaun
pelindung/apron, sandal/sepatu tertutup (Sepatu Boot).
3) Tujuan Pemakaian APD adalah melindungi kulit dan membran mukosa
dari resiko pajanan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak
utuh dan selaput lendir dari pasien ke petugas dan sebaliknya.
4) Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang
memungkinkan tubuh atau membran mukosa terkena atau terpercik darah
atau cairan tubuh atau kemungkinan pasien terkontaminasi dari petugas.
5) Melepas APD segera dilakukan jika tindakan sudah selesai di lakukan.
6) Tidak dibenarkan menggantung masker di leher, memakai sarung tangan
sambil menulis dan menyentuh permukaan lingkungan.

3. Dekontaminasi Peralatan Perawatan Pasien


Pada tahun 1968 Spaulding mengusulkan tiga kategori risiko berpotensi
infeksi untuk menjadi dasar pemilihan praktik atau proses pencegahan yang akan
digunakan (seperti sterilisasi peralatan medis, sarung tangan dan perkakas lainnya)
sewaktu merawat pasien. Kategori Spaulding adalah sebagai berikut:
a) Kritikal Bahan dan praktik ini berkaitan dengan jaringan steril atau sistem
darah sehingga merupakan risiko infeksi tingkat tertinggi.
b) Semikritikal Bahan dan praktik ini merupakan terpenting kedua setelah
kritikal yang berkaitan dengan mukosa dan area kecil di kulit yang lecet.
c) Non-kritikal Pengelolaan peralatan/ bahan dan praktik yang berhubungan
dengan kulit utuh yang merupakan risiko terendah.

4. Pengendalian Lingkungan
Pengendalian lingkungan di fasilitas pelayanan kesehatan, antara lain berupa
upaya perbaikan kualitas udara, kualitas air, dan permukaan lingkungan, serta
desain dan konstruksi bangunan, dilakukan untuk mencegah transmisi
mikroorganisme kepada pasien, petugas dan pengunjung.
5. Pengelolaan Limbah

13
Limbah Rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lain sebagai sarana
pelayanan kesehatan adalah tempat berkumpulnya orang sakit maupun sehat,
dapat menjadi tempat sumber penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya
pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan, juga menghasilkan limbah yang
dapat menularkan penyakit. Untuk menghindari risiko tersebut maka diperlukan
pengelolaan limbah di fasilitas pelayanan kesehatan.
6. Penatalaksanaan Linen
Linen terbagi menjadi linen kotor dan linen terkontaminasi. Linen
terkontaminasi adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya,
termasuk juga benda tajam. Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus
dilakukan dengan hati-hati.
7. Perlindungan Kesehatan Petugas
Lakukan pemeriksaan kesehatan berkala terhadap semua petugas baik tenaga
kesehatan maupun tenaga nonkesehatan. Fasyankes harus mempunyai kebijakan
untuk penatalaksanaan akibat tusukan jarum atau benda tajam bekas pakai pasien,
yang berisikan antara lain siapa yang harus dihubungi saat terjadi kecelakaan dan
pemeriksaan serta konsultasi yang dibutuhkan oleh petugas yang bersangkutan.
8. Penempatan Pasien
a) Tempatkan pasien infeksius terpisah dengan pasien non infeksius.
b) Penempatan pasien disesuaikan dengan pola transmisi infeksi penyakit
pasien (kontak, droplet, airborne) sebaiknya ruangan tersendiri.
c) Bila tidak tersedia ruang tersendiri, dibolehkan dirawat bersama pasien
lain yang jenis infeksinya sama dengan menerapkan sistem cohorting.
Jarak antara tempat tidur minimal 1 meter
d) Semua ruangan terkait cohorting harus diberi tanda kewaspadaan
berdasarkan jenis transmisinya (kontak,droplet, airborne).
e) Pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri atau lingkungannya
seyogyanya dipisahkan tersendiri.
f) Mobilisasi pasien infeksius yang jenis transmisinya melalui udara
(airborne) agar dibatasi di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan untuk
menghindari terjadinya transmisi penyakit yang tidak perlu kepada yang
lain.

14
g) Pasien HIV tidak diperkenankan dirawat bersama dengan pasien TB dalam
satu ruangan tetapi pasien TB-HIV dapat dirawat dengan sesama pasien
TB.
9. Kebersihan Pernapasan/Etika Batuk Dan Bersin
Diterapkan untuk semua orang terutama pada kasus infeksi dengan jenis
transmisiairborne dan droplet. Petugas, pasien dan pengunjung dengan gejala
infeksi saluran napas, harus melaksanakan dan mematuhi langkah-langkah sebagai
berikut:
a) Menutup hidung dan mulut dengan tisu atau saputangan atau lengan atas.
b) Tisu dibuang ke tempat sampah infeksius dan kemudian mencuci tangan.
10. Praktik Menyuntik Yang Aman
Pakai spuit dan jarum suntik steril sekali pakai untuk setiap suntikan,berlaku
juga pada penggunaan vial multidose untuk mencegah timbulnya kontaminasi
mikroba saat obat dipakai pada pasien lain. Jangan lupa membuang spuit dan
jarum suntik bekas pakai ke tempatnya dengan benar.
11. Praktik Lumbal Pungsi Yang Aman
Semua petugas harus memakai masker bedah, gaun bersih, sarung tangan steril
saat akan melakukan tindakan lumbal pungsi, anestesi spinal/epidural/pasang
kateter vena sentral. Penggunaan masker bedah pada petugas dibutuhkan agar
tidak terjadi droplet flora orofaring yang dapat menimbulkan meningitis bacterial.

B. KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI


Kewaspadaan berdasarkan transmisi sebagai tambahan Kewaspadaan Standar
yang dilaksanakan sebelum pasien didiagnosis dan setelah terdiagnosis jenis
infeksinya. Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi sebagai berikut:
1. Kewaspadaan transmisi melalui kontak
Kewaspadaan ini bertujuan untuk menurunkan risiko timbulnya Healthcare
Associated Infections (HAIs),terutama risiko transmisi mikroba yang secara
epidemiologi diakibatkan oleh kontak langsung atau tidak langsung.
2. Kewaspadaan transmisi melalui droplet
Transmisi droplet terjadi ketika partikel droplet berukuran >5 µm yang
dikeluarkan pada saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama prosedur suction,
bronkhoskopi, melayang di udara dan akan jatuh dalam jarak > 2m dan mengenai
mukosa atau konjungtiva, maka dibutuhkan APD atau masker.

15
3. Kewaspadaan transmisi melalui udara (Airborne Precautions)
Transmisi melalui udara secara epidemiologi dapat terjadi bila seseorang
menghirup percikan partikel nuklei yang berdiameter 1- 5 µm (2 m dari sumber,
dapat terhirup oleh individu rentan di ruang yang sama atau yang jauh dari sumber
mikroba. Penting mengupayakan pertukaran udara >12 x/jam (12 Air Changes per
Hour/ACH).

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Infeksi nosokomial atau Healthcare associated (HAIs) adalah masalah serius dalam
pelayanan Kesehatan di rumah sakit, yang perlu mendapat perhatian khusus dalam
pelayanan rumah sakit secara keseluruhan. Upaya untuk mencegah kejadian infeksi
nosokomial yang penting adalah penerapan standar precaution baik bagi pasien, petugas,
lingkungan dan alat Kesehatan, dengan tujuan untuk memutuskan rantai penularannya.
Pendidikan bagi tenaga Kesehatan sangat mendukung dalam upaya pengendalian infeksi,
untuk itu Pendidikan infeksi harus diberikan secara terus-menerus.

3.2 Saran
Setelah seseorang perawat mendapatkan ilmu serta memahami mengenai
pengendalian infeksi ini, sebaiknya sebagai seorang perawat dapat mengetahui
bagaimana cara mencegah infeksi agar tidak terjadi penularan dan perawat diharapkan
juga dapat menanggulangi penyakit infeksi tersebut dengan lebih intensif.

17
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, V. (2019). Upaya Pemutusan Rantai Infeksi. 2019.


https://veronikaanggraini25.blogspot.com/2019/12/makalah-upaya-memutus-rantai-
infeksi.html?m=1

Banten, P. (2017). Makalah Nosokomial.


https://labkeppoltekkesbanten.files.wordpress.com/2017/08/makalahnosokomial-fdc.pdf

Putri, N. A. (2020). Makalah Keselamatan Pasien dan Keselamatan Kesehatan Kerja


“Memutus Rantai Infeksi (Precaution Medication Safety)” DISU. 2020.
https://pdfcoffee.com/makalah-k3docx-2-pdf-free.html

Rahman, I. T. (n.d.). Pengendalian Infeksi.


https://www.academia.edu/8483485/Pengendalian_Infeksi

Kementrian Kesehatan. (2017). Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Fasilitas


Pelayanan Kesehatan. 12 Mei.
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/112075/permenkes-no-27-tahun-2017

18

Anda mungkin juga menyukai