Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH MANAJEMEN PASIEN SAFETY

MANAJEMEN INFEKSI NASOKOMIAL


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Management Patient Safety
Semester Ganjil Tahun Ajaran 2021-2022

Dosen Pengampu:
Yuliastati, M.Kep

Disusun oleh:
Nurhayati Br Ginting P17320320070
Patrisa Ialmossildat P17320320071
Qori Aqillah P17320320072
Raden Azmi Kamil P17320320073
Raden Mohamad Raihan S. P17320320074

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANDUNG


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN BOGOR
Jl. DR. Sumeru No. 116, Menteng, Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat 1611
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat
menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang ditentukan. Tanpa berkat dan
rahmat-Nya tidak mungkin rasanya makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Yuliastati M.Kep selaku dosen
pengampu sekaligus dosen penanggungjawab Mata Kuliah Management Patient Safety.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dan
membantu untuk menyelesaikan makalah yang berjudul “Manajemen Infeksi
Nasokomial”

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Management
Patient Safety di Program Studi Keperawatan Bogor Politeknik Kesehatan Kemenkes
Bandung. Selain itu, penulisan ini juga bertujuan untuk menambah wawasan kami
mengenai bidang yang kami tekuni.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari
kami mengharapkan kritik maupun saran yang membangun untuk membuat makalah ini
menjadi lebih baik. Mohon maaf apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan
dalam penulisan makalah ini. Akhir kata, kami mengucapkan terimakasih dan selamat
membaca.

Bogor, 30 Agustus 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Tujuan.................................................................................................................2
1.3 Ruang Lingkup...................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORIS........................................................................................3
2.1. Konsep Dasar Infeksi Nasokomial.....................................................................3
2.2. Manajemen Infeksi Nasokomial Kondisi Yang Berpotensi Menyebabkan
Infeksi Nasokomial...........................................................................................16
2.3. Infeksi Nasokomial Covid19............................................................................19
BAB III KASUS............................................................................................................23
3.1 Kasus infeksi nosocomial pada pasien.............................................................23
3.2 Skenario Roleplay.............................................................................................24
BAB IV PEMBAHASAN.............................................................................................28
4.1 Analisa Kasus...................................................................................................28
BAB V PENUTUP........................................................................................................29
5.1 Kesimpulan.......................................................................................................29
5.2 Saran.................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................30

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi yang terjadi pada penderita-penderita yang sedang dalam proses
asuhan keperawatan ini disebut infeksi nosokomial. Nosokomial berasal dari
Bahasa Yunani, dari kata nososyang artinya penyakit dan komeoyang artinya
merawat. Nosokomion berarti tempatuntuk untuk merawat/rumah sakit. Jadi,
infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh atau terjadi di
rumah sakit (Darmadi, 2008).
Infeksi nasokomial adalah infeksi yang terjadi di pelayanan kesehatan
selama menjalankan prosedur perawatan dan tindakan medis setelah ≥ 48 jam dan
≤ 30 hari setelah keluar dari fasilitas kesehatan yang menyebabkan pemanjangan
lama rawat inap, dan meningkatkan biata perawatan (Petersen, Holm, Pedersen,
Lessen dan Paderen, 2010). Penularan infeksi ini dapat melalui kontak langsung,
udara, dan melalui vektor (Darmadi, 2008)
Infeksi nosokomial banyak terjadi diseluruh dunia dengan kejadian
terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang, karena penyakit-
penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama. Suatu penelitian yang dilakukan
oleh World Health Organisation (WHO) menunjukkan bahwa sekitar 8,9% Rumah
Sakit dari 14 negara yang berasal dar Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara, dan
Pasifik tetap menunjukkan adanya infeksi nosokomial dengan kejadian terbanyak
di Asia Tenggara sebanyak 10,0% (Herry, 2006). Di negara maju, infeksi yang
didapat dalam Rumah Sakit terjadi dengan angka yang cukup tinggi, Infeksi
nosokomial menyebabkan 20.000 kematian setiap tahun di Amerika Serikat, 10%
pasien rawat inap di Rumah Sakit mengalami infeksi yang baru selama dirawat
sampai 1,4 juta infeksi setiap tahun di seluruh dunia. Di Indonesia, penelitian yang
dilakukan di 11 Rumah Sakit di DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8%
pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat (Herry, 2006).
Infeksi nosokomial paling umum terjadi adalah infeksi luka operasi (ILO). Hasil
penelitian terdahulu menunjukkan bahwa angka kejadian ILO pada rumah sakit di

1
Indonesia bervariasi antara 2-18% dari keseluruhan prosedur pembedahan
(Jeyamohan, 2010).

Penyakit infeksi nosokomial dapat timbul karena beberapa penyebab, salah


satu penyebabnya adalah mikroba pathogen seperti bakteri, virus, jamur, dan lain-
lain. Mikroba sebagai makhluk hidup harus berkembang biak, bergerak, dan
berpindah tempat untuk bertahan hidup (Darmadi, 2008).
Menurut Nursalam (2012), upaya dalam mencegah infeksi nosokomial
yaitu dengan cara Universal Precaution. Unsur Universal Precaution meliputi
mencuci tangan, alat pelindung diri yang sesuai, pengelolaan alat tajam (disediakan
tempat khusus untuk membuang jarum suntik, bekas botol ampul, dan sebagainya).
Penerapan Universal Precaution tidak terlepas dari peran masing-masing pihak
yang terlibat yaitu pimpinan rumah sakit beserta staf administrasi, dokter, perawat
maupun tenaga medis lainnya, serta para pengguna jasa rumah sakit, seperti pasien
lain dan pengunjung.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan manajemen infeksi nasokomial dalam
keselamatan pasien di rumah sakit
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa memahami konsep dasar infeksi nasokomial
b. Mahasiswa memahami dalam penanganan covid-19
c. Mahasiswa dapat menerapkan manajemen infeksi nasokomial dalam
keselamatan pasien di rumah sakit

1.3 Ruang Lingkup


Makalah ini membahas tentang manajemen Infeksi nosokomial dalam
keselamatan pasien di RS pada pasien yang mengalami covid-19 yang sedang
dirawat di RS. Covid-19 dapat dicegah melalui menjaga lingkungan rumah sakit,
menjaga kebersihan tangan, penggunaan Alat Pelingdung Diri (APD), melapor

2
kepada dokter jika ada tanda dan gejala infeksi, pelaksanaan isolasi pasien penyakit
menular, membatasi infeksi yang berasal dari pengunjung.

3
BAB II

TINJAUAN TEORIS

2.1. Konsep Dasar Infeksi Nasokomial

A. Jenis Organisme Parasit


1. Berdasarkan sifat parasit.
a. Parasit fakultatif.
adalah organisme yang sebenarnya organisme hidup bebas, tetapi
karena kondisi tertentu mengharuskan organisme tersebut hidup
sebagai parasit sehingga sifat hidup keparasitannya itu tidak
mutlak.
contoh lalat-lalat seperti Sarcophaga, Chrysomyia, Caelophora dan
lain-lainnya yang termasuk keluarga Calliphorinae.
b. Parasit obligat.
adalah semua organisme yang untuk kelangsungan hidup dan
eksistensinya mutlak memerlukan hospes.
Semua organisme yang patogen merupakan parasit obligat
c. Parasit insidentil atau parasit sporadis.
suatu parasit yang karena sesuatu sebab berada pada hospes yang
tidak sewajarnya.
Contoh parasit insidentil: Dipylidium caninum.
d. Parasit eratika.
merupakan parasit yang terdapat pada hospes yang wajar tetapi
lokasinya pada daerah yang tidak sewajarnya.
Contoh parasit eratika : Ascaris lurnbricoides.
e. Parasit spuriosa.
Istilah ini sebenarnya tidak tepat untuk menyatakan parasit salah
duga.
2. Berdasarkan waktu atau derajat keparasitannya
a. Parasit temporer atau parasit non periodik.

4
organisme yang sebagian waktu hidupnya harus hidup sebagai
parasit sedang sisa hidupnya sebagai organisme hidup bebas.
Contoh-contoh dari parasit temporer : Nyamuk Anopheles.
b. Parasit stasioner.
Parasit stasioner adalah parasit yang selama satu stadium
perkembangannya atau selama hidupnya selalu kontak dengan
hospesnya.
3. Berdasarkan jumlah hospesnya
a. Parasit holoksenosa atau parasit monoksenosa.
Parasit holoksenosa adalah parasit yang dalam siklus hidupnya
hanya membutuhkan satu organisme lain sebagai hospes.
Contoh-contoh parasit holoksenosa Eimeria tenella.
b. Parasit heteroksenosa.
Parasit heteroksenosa adalah parasit yang dalam siklus hidupnya
membutuhkan lebih dan satu organisme lain sebagai hospesnya.
Contoh-contoh parasit heteroksenosa : Babesia motasi
4. Berdasarkan lokasi atau predileksinya
a. Ektoparasit atau ektozoa.
Ektoparasit adalah parasit-parasit yang hidup berparasitnya pada
permukaan tubuh hospes atau di dalarn liang-liang pada kulit yang
masih mempunyai hubungan bebas dengan dunia luar.
b. Endoparasit atau entoparasit atau entozoon.
Endoparasit adalah parasit-parasit yang berlokasi didalam jaringan
tubuh hospesnya kecuali yang hidup dipermukaan tubuh dan di
dalam liang-liang kulit.
Contoh-contoh endoparasit: Di dalam saluran pencernaan.
5. Berdasarkan pengaruhnya terhadap hospes
a. Parasit patogen.
Parasit-parasit seperti Plasmodium falciparum, Theileria parva,
Trypanosoma evans, Babesia bigemina dan Leishmania donovani
dapat digolongkan parasit yang berefek patogen terhadap
hospesnya.
b. kurang patogen.
5
Parasit Fasciola hepatica kurang patogen pada domba sedang
Fasciola giganlica kurang patogen bagi sapi.
Haemonchus contortus dan cacing kait Bunostomum termasuk
dapat digolongkan parasit kurang patogen.
c. Parasit yang tidak patogen.
Termasuk parasit tidak patogen adalah Ascaris Jumbricoides pada
babi dan manusia.
6. Berdasarkan klasifikasi hewan
a. Uniseluler parasit.
Kebanyakan hewan-hewan bersel satu sebagian besar hidupnya
sebagai parasite. Seperti misalnya, hewan-hewan yang termasuk
filum Sarcomastigophora, Apicomplexa, Microspora, Myxospora
dan Ciliophora. Contoh parasit yang termasul dalam filum
Sarcomastigophora adalah Trypanosoma, Trichomonas,
Tritrichomonas, Histomonas, Giardia.
b. Multiseluler parasit.
Hewan-hewan multiseluler yang hidupnya sebagai parasit
kebanyakan pada hewan-hewan invertebrata .
seperti yang termasuk filum Nemathelininthes, Plathyhelminthes,
Crustacea Arthropoda.

B. Kembang Biak Organisme


1. Reproduksi Bakteri
Bakteri tidak mengalami mitosis dan meiosis. Hal ini merupakan
perbedaan penting antara bakteri (prokariot) dengan sel eukariot.
Bakteri mengadakan pembiakan dengan dua cara, yaitu secara aseksual
dan seksual. Pembiakan secara aseksual dilakukan dengan pembelahan,
sedangkan pembiakan seksual dilakukan dengan cara transformasi,
transduksi, dan konjugasi. Namun, proses pembiakan cara seksual
berbeda dengan eukariota lainnya. Sebab, dalam proses pembiakan
tersebut tidak ada penyatuan inti sel sebagaimana biasanya pada
eukarion, yang terjadi hanya berupa pertukaran materi genetika
(rekombinasi genetik). Berikut ini beberapa cara pembiakan bakteri
6
dengan cara rekombinasi genetik dan membelah diri. Rekombinasi
Genetik adalah pemindahan secara langsung bahan genetik
(DNA/ADN) di antara dua sel bakteri melalui proses berikut:
a. Transformasi.
Transformasi adalah perpindahan materi genetik berupa DNA dari
sel bakteri yang satu ke sel bakteri yang lain. Pada proses
transformasi tersebut ADN bebas sel bakteri donor akan mengganti
sebagian dari sel bakteri penerima, tetapi tidak terjadi melalui
kontak langsung. Cara transformasi ini hanya terjadi pada beberapa
spesies saja. Contohnya: Streptococcus pnemoniaeu,
Haemophillus, Bacillus, Neisseria, dan Pseudomonas. Diguga
transformasi ini merupakan cara bakteri menularkan sifatnya ke
bakteri lain. Misalnya pada bakteri Pneumococci yang
menyebabkan Pneumonia dan pada bakteri patogen yang semula
tidak kebal antibiotik dapat berubah menjadi kebal antibiotik

karena transformasi. Proses ini pertama kali ditemukan oleh


Frederick Grifith tahun 1982 (Gambar 1.7).
Gambar 1.7. Transformasi genetik (Ryan Kenneth, 2004)
b. Transduksi.
Transduksi adalah pemindahan materi genetik bakteri ke
bakteri lain dengan perantaraan virus. Selama transduksi, kepingan
ganda ADN dipisahkan dari sel bakteri donor ke sel bakteri
penerima oleh bakteriofage (virus bakteri). Bila virus-virus baru
sudah terbentuk dan akhirnya menyebabkan lisis pada bakteri,
bakteriofage yang nonvirulen (menimbulkan respon lisogen)
memindahkan ADN dan bersatu dengan ADN inangnya. Virus
dapat menyambungkan materi genetiknya ke DNA bakteri dan
membentuk profag. Ketika terbentuk virus baru, di dalam DNA

7
virus sering terbawa sepenggal DNA bakteri yang diinfeksinya.
Virus yang terbentuk memiliki dua macam DNA yang dikenal
dengan partikel transduksi (transducing particle). Proses inilah
yang dinamakan Transduksi (Gambar 1. 8).

8
Gambar 1.8. Trandusksi (Ryan Kenneth, 2004)
c. Konjugasi.
Konjugasi adalah bergabungnya dua bakteri (+ dan –) dengan
membentuk jembatan untuk pemindahan materi genetik. Artinya,
terjadi transfer ADN dari sel bakteri donor ke sel bakteri penerima
melalui ujung pilus. Ujung pilus akan melekat pada sel peneima
dan ADN dipindahkan melalui pilus tersebut (Gambar 1.9).
Kemampuan sel donor memindahkan ADN dikontrol oleh faktor
pemindahan (transfer faktor =faktor F)

Gambar 1.9. Konjugasi (Ryan Kenneth, 2004)


d. Pembelahan Biner
Pada pembelahan ini, sifat sel anak yang dihasilkan sama dengan
sifat sel induknya. Pembelahan biner mirip mitosis pada sel
eukariot. Bedanya, pembelahan biner pada sel bakteri tidak
melibatkan serabut spindle dan kromosom. Pembelahan biner
dapat dibagi atas tiga fase, yaitu sebagai berikut (Gambar 1.10):
Fase pertama, sitoplasma terbelah oleh sekat yang tumbuh tegak
lurus.
Fase kedua, tumbuhnya sekat akan diikuti oleh dinding melintang.
Fase ketiga, terpisahnya kedua sel anak yang identik. Ada bakteri
9
yang segera berpisah dan terlepas sama sekali. Sebaliknya, ada
pula bakteri yang tetap bergandengan setelah pembelahan, bakteri
demikian merupakan bentuk koloni.
Pada keadaan normal bakteri dapat mengadakan pembelahan setiap
20 menit sekali. Jika pembelahan berlangsung satu jam, maka akan
dihasilkan delapan anakan sel. Tetapi pembelahan bakteri
mempunyai faktor pembatas misalnya kekurangan makanan, suhu
tidak sesuai, hasil eksresi yang meracuni bakteri, dan adanya
organisme pemangsa bakteri. Jika hal ini tidak terjadi, maka bumi
akan dipenuhi bakteri.

2. Reproduksi Virus
Virus hanya dapat berkembang biak pada sel atau jaringan hidup.
Oleh karena itu, virus menginfeksi sel bakteri, sel hewan, atau sel
tumbuhan untuk bereproduksi. Cara reproduksi virus disebut proliferasi
atau replikasi. Tahapan multiplikasi virus (Gambar 1.14) terdiri atas:
a. Adsorpsi (penyerapan)
Adsorpsi merupakan interaksi spesifik virus dan inang.
Terdapat reseptor khusus yang memperantarai pengenalan virus
oleh sel inang. Ligan pada virus akan dikenali oleh reseptor ada
inang dan menempel pada reseptor sel inang dapat berupa pili,
flagella, komponen membran atau protein pengikat pada
10
bakteriofag. Pada virus influensa, ligan berupa glikoprotein dan
pada eritrosit dan virus polio, ligan berupa lipoprotein.

b. Perasukan dan pelepasan selubung


Perasukan dan pelepasan selubung merupakan tahap lanjut
setelah virus menemel pada permukaan sel inang. Pada
bakteriofag, perasukan berlangsung melalui ekor fag yang
berkontraksi sehingga terjadi cengkraman pada bagian ekor
membran sel bakteri. Selaput ekor berkontraksi dan DNA virus
masuk melalui pori-pori pada ujung ekor
c. Replikasi dan sintesis komponen virus
Replikasi dan sintesis komponen virus bagi virus DNA
didahului dengan replikasi DNA, sedangkan pada virus RNA
didahului dengan complementary DNA (cDNA).
d. Perakitan
Perakitan virus pada virus DNA berlangsung di dalam nukleus,
sedangkan pada virus RNA berlangsung dalam sitoplasma sel
inang.
e. Pelepasan virus
Pelepasan virus dapat melalui lisis (pecahnya sel) ataupun
fagositosis dengan mekanisme yang berlawanan (virus dilepas
melalui pertunasan pada bagian tertentu membran sel).
Bakteriofag yang merupakan virus penginfeksi bakteri (Gambar
1.15). Pada Bakteriofage reproduksinya dibedakan menjadi dua
macam, yaitu daur litik dan daur lisogenik. Replikasi tersebut baru
dapat dilakukan ketika virus ini telah masuk ke dalam sel
inangnya(bakteri)

11
Gambar 1.14. Bakteriofag (Salvo, 2012)

12
Pada daur litik, virus akan menghancurkan sel induk setelah
berhasil melakukan reproduksi. Sedangkan pada daur lisogenik, virus
tidak menghancurkan sel bakteri tetapi virus berintegrasi dengan DNA
sel bakteri, sehingga jika bakteri membelah atau berkembangbiak virus
pun ikut membelah (Gambar 1.15). Pada prinsipnya cara
perkembangbiakan virus pada hewan maupun pada tumbuhan mirip
dengan yang berlangsung pada bakteriofage, yaitu melalui fase
adsorpsi, sintesis, dan lisis. Bakteriofag termasuk ke dalam ordo
Caudovirales. Salah satu contoh bakteriofag adalah T4 virus yang
menyerang bakteri Eschericia coli (E. coli), merupakan bakteri yang
hidup pada saluran pencernaan manusia. Perbedaan virus dengan
bakteriofag adalah bahwa virus hidup dan berkembang biak baik dalam
mikroorganisme yang multisel, sedangkan bakteriofag hidup dan
berkembang biak dalam organisme satu sel.

Gambar 1.15. Siklus Bakteriofag (Salvo, 2012)

13
3. Reproduksi Protozoa
Reproduksi protozoa dapat memperbanyak diri (reproduksi)
secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual dapat berupa
pembelahan biner (binary fusion): satu menjadi dua, atau pembelahan
ganda (multiple fusion): satu menjadi beberapa (lebih dari dua) sel
protozoa yang baru. Reproduksi seksual dapat berupa konjugasi atau
bersatunya gamet (fusi gamet). Dalam kondisi yang sesuai mereka
mengadakan pembelahan secara bertahap setiap 15 menit.
a. Siklus aseksual
Siklus aseksual dimulai ketika nyamuk Anopheles betina
menusuk (menggigit) manusia dan memasukkan stadium infektif
sporozoit yang terdapat pada air liurnya ke dalam darah manusia.
Melalui aliran darah sporozoit dapat memasuki hati dan
menginfeksi sel hati. Disini selama 5-16 hari sporozoit mengalami
reproduksi aseksual disebut sebagai proses skizogoni atau proses
memperbanyak diri, yang akan menghasilkan kurang lebih 10.000-
30.000 merozoit, yang kemudian akan dikeluarkan dari sel hati dan
selanjutnya menginfeksi eritrosit. Sewaktu merozoit dilepaskan
dari hepatosit masuk ke dalam sirkulasi darah, dimulailah proses
skizogoni eritrositik atau reproduksi aseksual dalam sel darah
merah (eritrosit). Merozoit P. vivax dan P. ovale akan menginfeksi
eritrosit tua, dan P. falciparum akan menginfeksi semua stadium
eritrosit hingga dapat menginfeksi sampai 10-40% eritrosit.
Setelah pembentukan merozoit selesai, eritrosit akan pecah dan
melepaskan merozoit ke dalam plasma dan selanjutnya akan
menyerang eritrosit lain dan memulai proses baru. Setiap siklus
skizogoni eritrositik akan berlangsung selama 48 jam pada
Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, maupun pada Plasmodium
falciparum dan 72 jam pada Plasmodium malariae. Beberapa
merozoit yang menginvasi eritrosit berdeferensiasi menjadi bentuk
seksual parasit yaitu gametosit yang berkembang terutama pada
malam hari. Gametosit akan tertelan bersama darah yang dihisap
14
nyamuk yang menggigit penderita, selanjutnya dimulai siklus
sporogoni/gametogonium pada nyamuk.
b. Siklus seksual
Di mulai gametosit matang di dalam darah penderita yang
terhisap oleh nyamuk, akan mengalami proses pematangan di
dalam usus nyamuk untuk menjadi gamet (gametogenesis), gamet
jantan (mikrogamet), dan gamet betina (makrogamet). Dalam
beberapa menit mikrogamet akan membuahi makrogamet
(fertilisasi) dalam waktu 3 jam setelah nyamuk menghisap darah
terbentuk ookinet. Selanjutnya ookista akan pecah dan melepaskan
sporozoit ke dalam sirkulasi darah nyamuk, dan bergerak menuju
kelenjar ludah nyamuk kemudian akan ditransmisi kepada manusia
lainnya melalui tusukan/gigitan nyamuk yang terinfeksi ini. Siklus
perkembangan Plasmodium dalam nyamuk berkisar 7-20 hari dan
akhirnya berkembang menjadi sporozoit yang bersifat infektif dan
nyamuk Anopheles yang terinfeksi ini akan bersifat infektif
sepanjang hidupnya.

C. Proses penularan penyakit


1. Media langsung dari orang ke orang (permukaan kulit)
Jenis penyakit yang dapat ditularkan dengan cara ini, antara lain:
a. Trakoma
b. Atraks
c. Penyakit pada kaki dan mulut
d. HIV (AIDS)
e. Skabies
f. Gas-gangren
g. Rabies
h. Esrisipelas
i. Infeksi luka aerobik
Penyakit kelamin seperti gonore, sifilis dan HIV, agen penyakitnya
ditularkan langsung dari seseorang yang infeksius ke orang lain melalui
hubungan intim. Cara memutuskan rantai penularannya yakni dengan
15
mengobati penderita dan tidak lagi melakukan hubungan seksual
dengan pasangan bukan suami–istri. Khusus untuk HIV, jangan
menggunakan alat suntik bekas dan menggunakan darah donor
penderita penyakit tersebut.
2. Melalui media udara
Penyakit yang dapat ditularkan dan menyebar secara langsung maupun
tidak langsung melalui udara pernapasan disebut sebagai air borne
disease.
Jenis penyakit yang dapat ditularkan melalui cara ini, di antaranya:
a. TBC paru
b. Varicella
c. Difteri
d. Influenza
e. Variola
f. Morbili
g. Meningitis
h. Demam scarlet
i. Mumps
j. Rubella
k. Pertussis
Cara pencegahan penularan penyakit, yaitu memakai masker dan
menjauhi kontak.
3. Melalui media air
Penyakit dapat menular dan menyebar secara langsung maupun tidak
langsung melalui air. Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui air
disebut sebagai water borne disease atau water related disease.
Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air dapat dibagi lagi
menjadi empat kelompok menurut cara penularannya, yakni:
a. Water borne mechanism
Kuman patogen yang berada dalam air dapat menyebabkan
penyakit pada manusia, ditularkan melalui mulut atau sistem
pencernaan.

16
Sebagai contoh: kolera, tifoid, hepatitis virus, disentri basiler dan
poliomielitis.

17
b. Water washed mechanism
Jenis penyakit water wshed mechanism yang berkaitan dengan
kebersihan individu dan umum dapat berupa:
 Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak
 Infeksi melalui kulit dan mata, seperti scabies dan trakoma
 Penyakit melalui gigitan binatang pengerat, seperti
leptospirosis
c. Water based mechanism
Ini merupakan jenis penyakit dengan agen penyakit yang
menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vector atau
sebagai pejamu intermediate yang hidup di dalam air.
Sebagai contoh: skistosomiasis, Dracunculus medinensis.
d. Water related insect vector mechanism
Jenis penyakit yang ditularkan melalui gigitan serangga yang
berkembang biak di dalam air, misalnya filariasis, dengue,
malaria, demam kuning (yellow fever).
Cara pencegahan penularan penyakit melalui media air atau
makanan dapat dilakukan, antara lain dengan cara:
e. Penyakit infeksi melalui saluran pencernaan dapat dilakukan
dengan cara sanitation barrier, yakni memumutis rantai
penularan, seperti menydiakan air bersih, menutup makanan agar
tidak terkontaminasi, buang air besar dan menampung sampah
tidak lagi di sembarang tempat
f. Penyakit infeksi yang ditularkan melalui kulit dan mata dapat
dicegah dengan hygiene personal yang baik dan tidak memakai
peralatan orang lain, seperti sapu tangan dan handuk
g. Penyakit infeksi lain yang berhubungan dengan air melalui vektor
seperti malaria dan demam berdarah dengue (DBD) dapat dicegah
dengan pengendalian vektor
h. Melalui media vector penyakit
Arthropod-borne diseases atau sering disebut sebagai vector-
borne diseases merupakan penyakit penting yang seringkali
bersifat endemis dan sering menimbulkan bahaya kematian.

18
Contoh penyakit tersebut di antaranya, yakni DBD, malaria, kaki
gajah, dan penyakit virus Chikungunya yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Selain itu, penyakit saluran pencernaan seperti disentri, kolera,
demam tifoif, dan paratifoid ditularkan secara mekanis oleh lalat
rumah.

D. Proses Infeksi Nasokomial


Infeksi nosokomial bisa disebabkan oleh virus, bakteri, maupun jamur.
Namun, sebagian besar infeksi terjadi akibat kontaminasi bakteri. Saat
berada di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, pasien rentan
terpapar berbagai penyebab infeksi tersebut.Infeksi bisa terjadi lewat
beberapa kondisi :
1. Penularan dari satu pasien ke pasien lainnya
2. Peningkatan jumlah bakteri yang secara normal memang sudah ada di
tubuh, namun saat bertambah jumlahnya, bisa menyebabkan
gangguan kesehatan
3. Penularan dari peralatan medis yang digunakan untuk banyak pasien 
Peningkatan risiko infeksi nosokomial juga bisa terjadi apabila ada bakteri
yang telah resisten atau kebal terhadap antibiotik. Rumah sakit menjadi
tempat yang rentan terhadap kondisi ini.Sebab di rumah sakit, ada banyak
orang yang menerima perawatan antibakteri menggunakan antibiotik
sehingga lama-kelamaan bakteri bisa berevolusi jadi lebih kuat.Bakteri-
bakteri yang tidak hilang meski telah dibasmi dengan obat, bisa menjadi
endemik di rumah sakit dan menyebabkan infeksi ini terjadi.Seseorang
bisa jadi lebih rentan terinfeksi kondisi ini apabila memiliki salah satu atau
lebih faktor risiko di bawah ini. 
1. Berusia terlalu muda atau tua, seperti pada bayi baru lahir dan lansia
2. Memiliki riwayat penyakit kronis seperti diabetes, gagal ginjal, dan
leukimia
3. Mengalami gangguan sistem imun, seperti pada penderita HIV/AIDS
4. Mengalami penyakit automimun
5. Sedang mengonsumsi obat penekan sistem imun atau immunosupresif
atau menjalani terapi radiasi

19
6. Mengalami luka
7. Malnutrisi

2.2. Manajemen Infeksi Nasokomial Kondisi Yang Berpotensi Menyebabkan


Infeksi Nasokomial
Infeksi nosokomial paling sering disebabkan oleh bakteri. Infeksi bakteri ini
lebih berbahaya karena umumnya disebabkan oleh bakteri yang sudah kebal
(resisten) terhadap antibiotik. Infeksi nosokomial akibat bakteri ini bisa terjadi
pada pasien yang sedang mendapatkan perawatan di rumah sakit atau pasien
dengan sistem imun atau daya tahan tubuh yang lemah. Penularan ini bisa terjadi
akibat prosedur medis, kontak antar pasien, atau karena memasukkan alat medis
ke dalam tubuh. Selain bakteri, infeksi nosokomial juga dapat disebabkan oleh
virus, jamur, dan parasit. Penularan infeksi nosokomial dapat terjadi lewat udara,
air, atau kontak langsung dengan pasien yang ada di rumah sakit.
Berikut adalah tiga kuman penyebab penyakit (patogen) yang paling sering
menyebabkan infeksi nosokomial:
1. Bakteri
Bakteri adalah patogen utama yang paling banyak ditemukan pada kasus
infeksi nosokomial. Beberapa bakteri terdapat secara alami di dalam tubuh
pasien, kemudian infeksi terjadi karena kekebalan tubuh pasien menurun. Jenis
bakteri Acinetobacter adalah yang paling sering ditemukan pada infeksi di
ruang ICU. Selain itu, terdapat juga Bacteroides fragilis, yang biasa ditemukan
di infeksi saluran usus atau usus besar. Bakteri-bakteri seperti
Enterobacteriaceae, S. aureus, dan C. difficile juga ditemukan pada infeksi
rumah sakit.
2. Virus
Selain bakteri, virus juga termasuk penyebab utama infeksi nosokomial.
Sebanyak 5% kasus infeksi rumah sakit disebabkan oleh virus. Penularannya
dapat melalui pernapasan, kontak tangan, mulut, dan kotoran. Salah satu
penyakit kronis yang disebabkan oleh virus adalah hepatitis. Hepatitis
biasanya ditularkan melalui jarum suntik yang tidak steril. Selain itu, virus
seperti influenza, HIV, rotavirus, dan virus herpes-simplex juga ditemukan
pada infeksi rumah sakit.
2. Parasit jamur

20
Orang yang mengalami gangguan sistem imun tubuh juga rentan terkena
infeksi oleh parasit jamur di rumah sakit. Jenis parasit jamur yang paling
sering ditemukan adalah Aspergillus sp., Candida albicans, dan Cyptococcus
neoformans.

A. Sumber infeksi nosokomial :


1. Pasien.
2. Keluarga, lingkungan rumah sakit (fisik dan non fisik).

B. Penyebab terjadinya infeksi nosokomial :


1. Mikroorganisme.
2. Daya tahan tubuh rendah.
3. Tindakan invasif peningkatan resistensi kuman, bakteri, virus, jamur.

C. Kecenderungan terjadinya infeksi nosokomial :


1. Rumah sakit pendidikan/rujukan yang bebas, pasien banyak yang
penyakitnya berat dan infeksi nosokomial tinggi.
2. Rumah sakit swasta biasanya infeksi nosokomial rendah, rumah sakit
pemerintah mempunyai biaya sanitasi yang tinggi namun
pelaksanaannya tidak ada. Rumah sakit besar yang jumlah pasien besar,
jumlah tempat tidur banyak, BOR tinggi.
3. Rumah sakit khusus yang ada hubungan dengan lama hari rawat, misal
rumah sakit jiwa lama hari rawat tinggi, tingkah laku menyebabkan
risiko sehingga infeksi nosokomial tinggi. Misalnya rumah sakit mata
yang lama hari rawat rendah sehingga infeksi nosokomial rendah
tindakan tidak invasif.
Hubungan BTO dan TOI dengan infeksi nosokomial :
a. BTO dan TOI ada hubungannya dengan infeksi nosokomial.
b. BTO adalah Bed Turn Over yaitu pemakaian tempat tidur dalam
setahun (48-52 kali dalam setahun). Paling lama hari rawat yang
bagus adalah 3 hari. Jika lama hari rawat tinggi maka BTO rendah,
BTO tinggi maka infeksi nosokomial rendah, namun ini juga
tergantung optimal tidaknya pembersihan kamar.
c. TOI adalah Turn Over Interval yaitu waktu/jumah hari kosong tempat

21
tidur biasanya rumah sakit menentukan 3-5 hari. Jika TOI rendah
maka infeksi nosokomial rendah.

D. Manajemen Pencegahan Infeksi Nosokomial


1. Mencuci tangan dengan cara dan waktu yang tepat, yaitu:
a. Sebelum memegang pengidap.
b. Sebelum melakukan prosedur kepada pengidap.
c. Setelah terpapar dengan cairan tubuh (misalnya darah, urine, atau
feses).
d. Setelah menyentuh pengidap.
e. Setelah menyentuh barang-barang di sekitar pengidap.
2. Menempatkan pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah atau
pengidap yang berpotensi untuk menularkan penyakit di ruang isolasi.
3. Menggunakan alat atau selang yang menempel pada tubuh seperti alat
bantu napas atau kateter urine, serta melakukan tindakan medis lainnya
sesuai dengan indikasi.
4. Mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) setiap melakukan
tindakan dengan menggunakan pelindung standar (sarung tangan,
masker, atau perlengkapan lain) yang dianjurkan.
5. Menjaga kebersihan lingkungan rumah sakit dengan menggunakan
cairan pembersih atau disinfektan dengan frekuensi 2-3 kali per hari
untuk lantai dan 2 minggu sekali untuk dinding.
Penanganan untuk infeksi nosokomial akan disesuaikan dengan jenis
infeksi yang terjadi. Umumnya, kondisi ini ditangani dengan pemberian
antibiotik dan istirahat yang cukup. Selain itu, dokter juga akan segera
melepas alat medis yang dipasang pada tubuh pasien, seperti kateter,
apabila kondisinya memungkinkan.Dokter juga akan menginstruksikan
Anda untuk banyak minum air putih dan mengonsumsi makanan yang
bergizi.
Sementara itu, penanganan infeksi ini juga akan dilakukan sesuai dengan
cara penyebarannya, seperti berikut ini:
a. Apabila penularan terjadi dari satu pasien ke pasien lainnya: isolasi
pasien dan pemasangan pembatas untuk mencegah penyebaran lebih
lanjut

22
b. Apabila penularan terjadi dari sentuhan: mensosialisasikan gerakan
cuci tangan.
c. Apabila penularan terjadi melalui udara: isolasi pasien dengan ventilasi
yang tepat
d. Apabila air di rumah sakit menjadi sumber penularan: melakukan
pemeriksaan seluruh saluran air dan penggunaan alat kesehatan sekali
pakai.
e. Apabila makanan di rumah sakit menjadi sumber
penularan: menghentikan pemberian makanan tersebut.

2.3. Infeksi Nasokomial Covid19


A. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b/d sesak nafas dan sputum berlebih
(D.0001)
2. Gangguan Pertukaran Gas b/d Dipsnea, Pusing, Pengelihatan kabur
(D.0003)
3. Intoleransi aktivitas b/d Mengeluh lelah,Dipsnea saat aktivitas,Merasa
lemas (D.0056)
4. Resiko Infeksi b/d kegagalan untuk menghindari patogen akibat paparan
COVID-19 (D.0142)

B. Intervensi
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b/d sesak nafas, sputum berlebih,
Mengi, Wheezing, atau ronchi kering (D.0001)
Tujuan : bersihan jalan nafas meningkat
kriteria hasil :
a. Produksi sputum menurun
b. Mengi menurun
c. Whezing menurun
d. Dipsnea menurun
e. Saturasi Oksigen membaik
f. Pola nafas membaik

23
INTERVENSI
1. Monitor pola nafas
2. Monitor bunyi nafas
3. Monitor sputum Terapeutik
4. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan headtill chin lift
5. Posisikan semifowler atau fowler
6. Berikan minum hangat
7. Lakukan fisioterapi dada
8. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
9. Berikan oksigen, jika perlu Edukasi
10. Anjurkan asupan 2000 ml/hari
11. Ajarkan batuk efektif Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian bronkodilator

2. Gangguan Pertukaran Gas b/d Dipsnea, Pusing, Pengelihatan kabur


(D.0003)
Tujuan : gangguan pertukaran gas meningkat
Kriteria hasil :
a. Dipsnea menurun
b. Bunyi nafas tambahan menurun
c. Pusing menurun
d. Pengelihatan kabur menurun
INTERVENSI
1. Monitor frekuensi, irama,
2. Kedalamam, dan upaya nafas
3. Monitor kemampuan baruk Efektif
4. Monitor pola nafas
5. Monitor adanya sputum
6. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
7. Auskultasi suara nafas
8. Monitor saturasi oksigen

3. Intoleransi aktivitas b/d Mengeluh lelah,Dipsnea saat aktivitas,Merasa


lemas (D.0056)
Tujuan: maka toleransi aktivitas meningkat
kriteria hasil :
a. Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari Meningkat
b. Kekuatan tubuh bagian atas dan bawah meningkat
c. Keluhan lelah menurun
d. Dispnea saat aktivitas menurun
24
INTERVENSI
1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
2. Identifikasi perubahan tingkat energi
3. Periksa nadi, TD, dan Suhu sebelum dan sesudah latihan
4. Monitor pola dan jam tidur
5. Monitor kelelahan fisik dan emosional Edukasi
6. Anjurkan tirah baring
7. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
8. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
9. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
10. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
11. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
12. Monitor respon terhadap relaksasi

4. Resiko Infeksi berhubungan dengan patogen akibat paparan COVID-19


(D.0142)
Tujuan: Perawatan atau tenaga medis dan pasien dapat mencegah
penyebaran infeksi nosocomial
kriteria hasil:
1. Penyebaran patogen tercegah.
2. Infeksi nosokomial terkendalikan.

INTERVENSI
1. Mencuci tangan
2. Menggunakan alat pelindung diri/APD
3. Praktik keselamatan kerja
4. Penggunaan antiseptik, penanganan peralatan dalam perawatan pasien
dan kebersihan lingkungan
5. Perawatan pasien dilakukan sesuai prinsip aseptik

25
BAB III

KASUS

3.1 Kasus infeksi nosocomial pada pasien


Pada suatu hari di Rumah sakit Efarina terdapat seorang pasien rawat inap
yang bernama rosi yang berusia 20 tahun dengan keluhan demam. Demam
terjadi sejak 9 hari yang lalu. Rosi sudah pernah minum obat panas yang di beli
di warung , tetapi demamnya hanya turun beberapa jam kemudian naik lagi .
Demam meningkat terutama pada malam hari dan turun pada saat siang hari
tetapi tidak sampai normal. Rosi juga mengeluh mual dan nyeri perut dan
setelah di diagnosa oleh dokter ternyata rosi mengalami demam typoid maka
dari itu pasien diberikan perawatan untuk beberapa hari. Dan saat ini pasien di
rawat di ruangan Melati bersama dengan 5 pasien lainya. Hari berganti hari
keadaan Rosi sudah mulai membaik ketika perawat melakukan pemeriksaan
fisik terhadap pasien, Akan tetapi pada hari ke 4 pasien di rawat rosi mengeluh
bahwa semalam dia mengalami demam tinggi dan rosi juga mengalami batuk
dan terdapat kemerahan di matanya dan rosi juga tidak nafsu makan sehingga
dia merasakan badan nya sangat lemas sekali, perawat pun segera melakukan
tindakan dengan melakukan pemeriksaan PCR terhadap rosi dan setelah hasil
nya keluar ternyata pasien terinfeksi positif covid 19 hal itu bisa terjadi karena
di sebabkan perawat sebelumnya yang menangani pasien rosi memiliki kontak
langsung dengan pasien covid 19 dan ketika menangani atau memberikan
pearawatan kepada rosi perawat tidak memakai APD sehingga dengan keadaan
rosi yang imun nya tidak kuat maka sangat rentan terkontaminasi maka dari itu
perawat meminta kepada rosi untuk di pindahkan ke ruangan isolasi untuk
melakukan perawatan dan juga untuk menghindari penularan kepada pasien
lainya yang berada pada satu ruangan kamar dengan rosi dan rosi pun bersedia
untuk di pindahkan.

26
3.2 Skenario Roleplay

Pada suatu hari di Rumah sakit Efarina terdapat seorang pasien rawat inap yang
bernama rosi yang berusia 20 tahun. Dia mengeluh demam nya tidak kunjung
menurun setelah berobat di rumah selama 9 hari.

Perawat : ”(Mengetuk pintu), Permisi Selamat pagi ibu ?”


Pasien : ”Iya , Selamat pagi sus”
Perawat : ”Perkenalkan bu saya perawat Nurhayati yang akan merawat
ibu pada pagi hari ini, bagaimana keadaan ibu sekarang?
Apakah sudah membaik?”
Pasien : ”Belum sus, semalem juga saya gak bisa tidur nyenyak karena
saya merasa nyeri di bagian perut sus”.
Perawat : ”Baik ibu kalau begitu saya akan memeriksa keadaan ibu
terlebih dahulu ya, untuk pemeriksaan nya disini saja ibu
waktunya itu sekitar 10-15 menit bagaimana apakah ibu
bersedia?”
Pasien : ”Iya saya bersedia sus”

Perawat pun langsung melakukan pemeriksaan tanda- tanda vital kepada pasien
dan di dapatkan TD: 110/80 mmHg, RR: 24x/ menit, Nadi : 92x/ menit, Suhu:
38,5 o C

Perawat : ” Baik ibu untuk pemeriksaan tanda- tanda vital nya sudah
selesai ya, nanti akan dilanjutkan untuk pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratoruim ya ibu .”
Pasien : ” Baik sus, Terimakasih banyak :”

Selanjutnya pasien melakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium dan hasil


yang di dapatkan Yaitu, Keadaan fisik : Kepala: rhagaden, coated tongue,
Thoraks: paru dalam batas normal, jantung: HR: 92x/menit, Abdomen: datar,
lemas, nyeri tekan epigastrium, bising usus menurun, hepar lien tidak teraba,
ekstremitas dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium: Hb: 12.5 gr%,

27
leukosit: 4.800/mm3, Ht:37%, LED: 8mm/jam. Dan dari hasil diagnose dokter
rosi mengalami demam typoid.

Perawat : ”Permisi ibu , disini saya ingin menyampaikan hasil


laboratorium ibu dan dokter juga mendiagnosis kalau ibu
terkena demam typoid maka dari itu ibu harus di rawat di
Rumah sakit untuk beberapa hari sampai kedaan ibu pulih
kembali ya.”
Pasien : ”Owh begitu ya sus , yasudah kalau begitu terimaksih banyak
ya.”
Perawat : ”Iya ibu sama- sama jangan lupa ya ibu obatnya diminum dan
dan makan yang banyak ya supaya ibu cepat sembuh”.
Pasien : ”Iya baik sus.”
Perawat : ”Baik ibu kalau begitu saya pamit keluar telebih dahulu ya
kalau ibu butuh sesuatu ibu bisa memanggil saya atau
menekan tombol be pada samping tempat tidur ibu, kalau
begitu selamat beristirahat ya bu.”

Perawat keluar ruangan……

Perawat : ” Selamat pagi ibu Gimana keadaan nya hari ini, saya akan
melakukan pemeriksaan kepada ibu ya untuk mengetahui
perkembangan ibu saat ini ”
Pasien : ” iya sus silahkan”

Perawat memeriksa kondisi pasien….

Perawat : ”Bagaimana ibu perasaan nya sekarang?”


Pasien : ”Ahamdulillah udah lumayan enakkan sus”.
Perawat : ”Iya ibu dari hasil pemeriksaan juga ibu kedaannya sudh
membaik , tetapi kita tunggu hasil dari dokter ya ibu kapan ibu
akan boleh pulang”.
Pasien : ” Iya sus Alhamdulillah semoga saya dapat segera pulang ya,
saya jugak bosan di rumah sakit terus.”
Perawat : ” Iya ibu , untuk obatnya jangan lupa diminum ya, dan banyak
minum air putih juga agar ibu tidak dehidrasi “.
Pasien : ” Baik sus, terimakasih”.

28
Perawat : ” Kalau begitu saya izin pamit keluar ya bu”.
Pasien : ” Iya sus silahkan”.

Pada saat hari ke Empat pasien rosi di rawat keadaan nya nya memburuk
Kembali.

Perawat : ” Permisi ibu selamat pagi “


Pasien : ” Pagi juga sus”
Perawat : ” Gimana ibu kabarnya hari ini “.
Pasien : ” Sus saya merasakan badan saya sangat panas semalaman ,
dan saya juga merasakan batuk sus”.
Perawat : ” Baik ibu saya akan mengecek kedaan ibu terlebih dahulu ya”

Perawat mengecek keadaan pasien dan dari tanda tanda tersebut perawat merasa
bahwa pasien rosi mengalami tanda tanda covid maka dari itu pasien di anjurkan
untuk melaksanakan tes PCR di Rumah sakit.

Perawat : ” Punten ibu sebelumnya dari hasil pemerikssaan sepertinya


ibu mengalami tada dan gejala covid 19 maka dari itu untuk
memastikan nya nanti ibu akan melakukan tes pcr ya ibu”
Pasien : ” Iya sus baiklah saya akan mengikuti apa yang suster
katakan”

Pasien langsung melakukan tes PCR

Dan keeesokan hari nya…

Perawat : ” Permisi ibu, saya izin membertahukan kepada ibu untuk


hasil PCR kemarin ternyata ibu positif covid -19 .”
Pasien : ” ya Allah sus,terrus saya harus bagaimana?”
Perawat : ” Ibu yang sabar ya ibu tidak perlu khawatir kami akan
memberikan perawatan yang terbaik kepada ibu agar ibu bisa
dapat cepat sembuh, maka dari itu untuk melakukan proses
penyembuhan ibu akan di isolasi ke ruangan yang lainya ya bu
dan untuk mencegah penularan virus kepada pasien lainya”.
Pasien : ” Baik sus, kalau begitu “.

29
Perawat mengantarkan pasien ke ruangan isolasi.

Pasien : ” Punten ibu ini untuk ruangan nya ya, semoga ibu betah dan
ibu dapat segera sembu kalau begitu saya ijin pamit keuar ya
bu, klau ibu butuh sesuatu ibu bisa menekan tombol pada
samping tempat tidur ibu”
Perawat : ” Iya sus terimakasih banyak ya sus, sudah banyak membantu”
Pasien : ” Iya ibu sama sama “

30
BAB IV

PEMBAHASAN
4.1 Analisa Kasus
Dari kasus Pasien yang pada awalnya hanya memiliki keluhan demam
yang tidak turun maa dari itu dia berobat ke RS dan pasien di diagnosa demam
typoid dan dokter menyarankan kepada pasien untuk di rawat inap untuk
beberapa hari agar kondisinya dapar normal kembali dan hingga akhirnya pasien
di rawat pada awalnya kedaan pasien mulai membaik tetapi pada hari ke 4
pasien di rawat , pasien terkena virus covid 19 hal ini disebabkan karena perawat
sebelumnya memberikan perawatan kepada pasien tanpa adanya APD dengan
begitu maka perawat tidak menerapkan management pasien safety dan perawat
tersebut tidak menjalankan tugas nya sesuai dengan etika profesi keperawatan
yaitu non malafience ( tidak merugikan) karena dalam kasus ini pasien sekarang
harus menjalani proses penyembuhan di ruangan isolasi dan tidak dapat bertemu
langsung dengan keluarga.

31
BAB V

PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Infeksi nosokomial paling sering disebabkan oleh bakteri. Infeksi bakteri ini
lebih berbahaya karena umumnya disebabkan oleh bakteri yang sudah kebal
(resisten) terhadap antibiotik. Infeksi nosokomial akibat bakteri ini bisa terjadi
pada pasien yang sedang mendapatkan perawatan di rumah sakit atau pasien
dengan sistem imun atau daya tahan tubuh yang lemah. Penularan ini bisa terjadi
akibat prosedur medis, kontak antar pasien, atau karena memasukkan alat medis
ke dalam tubuh. Selain bakteri, infeksi nosokomial juga dapat disebabkan oleh
virus, jamur, dan parasit. Penularan infeksi nosokomial dapat terjadi lewat
udara, air, atau kontak langsung dengan pasien yang ada di rumah sakit.
Sumber infeksi nosocomial bida dari pasien, keluarga pasien yang menjenguk
ataupun lingkungan rumah sakit (fisik dan non fisik). Infeksi Nasokomial
disebabkan oleh mikroorganisme, daya tahan tubuh yang rendah, dan tindakan
invasif peningkatan resistensi kuman, bakteri, virus, jamur.

5.2 Saran
a. Saran untuk perawat
Agar dapat mempertahankan perilaku pencegahan infeksi nosokomial
yang baik dalam setiap prosedur medis baik tindakan invasif maupun
non-invasif dengan tindakan aseptik yang benar selama proses asuhan
keperawatan
b. Saran untuk Institusi Pendidikan
Makalah ini diharapkan dapat menjadi informasi, memperkaya literatur, dan
sebagai sedikit panduan mahasiswa dalam mempelajari hal yang berkaitan
dengan infeksi luka operasi.

32
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia


Difinisi dan Indikator Doagnostik. Edisi 1 cetakan III (Revisi). Jakarta. PPNI
Tim Pokja SIKI PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan tindakan keperawatan. Edisi I Cetakan II. Jakarta: PPNI.
Tim Pokja SLKI PPNI (2019). Standar luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1 cetakan II. Jakarta: PPNI.
Anonim. Dikutip pada 28 Agustus 2021 dari respositori usu:
http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/27139/151000483.pdf
Hanna, Wiranti. Skenario blok a. Dikutip pada 28 Agustus 2021. Dari
Academia edu:
https://www.academia.edu/10335797/Skenario_a_blok_10

33

Anda mungkin juga menyukai