Dosen Pengampu:
Yuliastati, M.Kep
Disusun oleh:
Nurhayati Br Ginting P17320320070
Patrisa Ialmossildat P17320320071
Qori Aqillah P17320320072
Raden Azmi Kamil P17320320073
Raden Mohamad Raihan S. P17320320074
Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat
menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang ditentukan. Tanpa berkat dan
rahmat-Nya tidak mungkin rasanya makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Yuliastati M.Kep selaku dosen
pengampu sekaligus dosen penanggungjawab Mata Kuliah Management Patient Safety.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dan
membantu untuk menyelesaikan makalah yang berjudul “Manajemen Infeksi
Nasokomial”
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Management
Patient Safety di Program Studi Keperawatan Bogor Politeknik Kesehatan Kemenkes
Bandung. Selain itu, penulisan ini juga bertujuan untuk menambah wawasan kami
mengenai bidang yang kami tekuni.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari
kami mengharapkan kritik maupun saran yang membangun untuk membuat makalah ini
menjadi lebih baik. Mohon maaf apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan
dalam penulisan makalah ini. Akhir kata, kami mengucapkan terimakasih dan selamat
membaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Tujuan.................................................................................................................2
1.3 Ruang Lingkup...................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORIS........................................................................................3
2.1. Konsep Dasar Infeksi Nasokomial.....................................................................3
2.2. Manajemen Infeksi Nasokomial Kondisi Yang Berpotensi Menyebabkan
Infeksi Nasokomial...........................................................................................16
2.3. Infeksi Nasokomial Covid19............................................................................19
BAB III KASUS............................................................................................................23
3.1 Kasus infeksi nosocomial pada pasien.............................................................23
3.2 Skenario Roleplay.............................................................................................24
BAB IV PEMBAHASAN.............................................................................................28
4.1 Analisa Kasus...................................................................................................28
BAB V PENUTUP........................................................................................................29
5.1 Kesimpulan.......................................................................................................29
5.2 Saran.................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................30
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Indonesia bervariasi antara 2-18% dari keseluruhan prosedur pembedahan
(Jeyamohan, 2010).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan manajemen infeksi nasokomial dalam
keselamatan pasien di rumah sakit
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa memahami konsep dasar infeksi nasokomial
b. Mahasiswa memahami dalam penanganan covid-19
c. Mahasiswa dapat menerapkan manajemen infeksi nasokomial dalam
keselamatan pasien di rumah sakit
2
kepada dokter jika ada tanda dan gejala infeksi, pelaksanaan isolasi pasien penyakit
menular, membatasi infeksi yang berasal dari pengunjung.
3
BAB II
TINJAUAN TEORIS
4
organisme yang sebagian waktu hidupnya harus hidup sebagai
parasit sedang sisa hidupnya sebagai organisme hidup bebas.
Contoh-contoh dari parasit temporer : Nyamuk Anopheles.
b. Parasit stasioner.
Parasit stasioner adalah parasit yang selama satu stadium
perkembangannya atau selama hidupnya selalu kontak dengan
hospesnya.
3. Berdasarkan jumlah hospesnya
a. Parasit holoksenosa atau parasit monoksenosa.
Parasit holoksenosa adalah parasit yang dalam siklus hidupnya
hanya membutuhkan satu organisme lain sebagai hospes.
Contoh-contoh parasit holoksenosa Eimeria tenella.
b. Parasit heteroksenosa.
Parasit heteroksenosa adalah parasit yang dalam siklus hidupnya
membutuhkan lebih dan satu organisme lain sebagai hospesnya.
Contoh-contoh parasit heteroksenosa : Babesia motasi
4. Berdasarkan lokasi atau predileksinya
a. Ektoparasit atau ektozoa.
Ektoparasit adalah parasit-parasit yang hidup berparasitnya pada
permukaan tubuh hospes atau di dalarn liang-liang pada kulit yang
masih mempunyai hubungan bebas dengan dunia luar.
b. Endoparasit atau entoparasit atau entozoon.
Endoparasit adalah parasit-parasit yang berlokasi didalam jaringan
tubuh hospesnya kecuali yang hidup dipermukaan tubuh dan di
dalam liang-liang kulit.
Contoh-contoh endoparasit: Di dalam saluran pencernaan.
5. Berdasarkan pengaruhnya terhadap hospes
a. Parasit patogen.
Parasit-parasit seperti Plasmodium falciparum, Theileria parva,
Trypanosoma evans, Babesia bigemina dan Leishmania donovani
dapat digolongkan parasit yang berefek patogen terhadap
hospesnya.
b. kurang patogen.
5
Parasit Fasciola hepatica kurang patogen pada domba sedang
Fasciola giganlica kurang patogen bagi sapi.
Haemonchus contortus dan cacing kait Bunostomum termasuk
dapat digolongkan parasit kurang patogen.
c. Parasit yang tidak patogen.
Termasuk parasit tidak patogen adalah Ascaris Jumbricoides pada
babi dan manusia.
6. Berdasarkan klasifikasi hewan
a. Uniseluler parasit.
Kebanyakan hewan-hewan bersel satu sebagian besar hidupnya
sebagai parasite. Seperti misalnya, hewan-hewan yang termasuk
filum Sarcomastigophora, Apicomplexa, Microspora, Myxospora
dan Ciliophora. Contoh parasit yang termasul dalam filum
Sarcomastigophora adalah Trypanosoma, Trichomonas,
Tritrichomonas, Histomonas, Giardia.
b. Multiseluler parasit.
Hewan-hewan multiseluler yang hidupnya sebagai parasit
kebanyakan pada hewan-hewan invertebrata .
seperti yang termasuk filum Nemathelininthes, Plathyhelminthes,
Crustacea Arthropoda.
7
virus sering terbawa sepenggal DNA bakteri yang diinfeksinya.
Virus yang terbentuk memiliki dua macam DNA yang dikenal
dengan partikel transduksi (transducing particle). Proses inilah
yang dinamakan Transduksi (Gambar 1. 8).
8
Gambar 1.8. Trandusksi (Ryan Kenneth, 2004)
c. Konjugasi.
Konjugasi adalah bergabungnya dua bakteri (+ dan –) dengan
membentuk jembatan untuk pemindahan materi genetik. Artinya,
terjadi transfer ADN dari sel bakteri donor ke sel bakteri penerima
melalui ujung pilus. Ujung pilus akan melekat pada sel peneima
dan ADN dipindahkan melalui pilus tersebut (Gambar 1.9).
Kemampuan sel donor memindahkan ADN dikontrol oleh faktor
pemindahan (transfer faktor =faktor F)
2. Reproduksi Virus
Virus hanya dapat berkembang biak pada sel atau jaringan hidup.
Oleh karena itu, virus menginfeksi sel bakteri, sel hewan, atau sel
tumbuhan untuk bereproduksi. Cara reproduksi virus disebut proliferasi
atau replikasi. Tahapan multiplikasi virus (Gambar 1.14) terdiri atas:
a. Adsorpsi (penyerapan)
Adsorpsi merupakan interaksi spesifik virus dan inang.
Terdapat reseptor khusus yang memperantarai pengenalan virus
oleh sel inang. Ligan pada virus akan dikenali oleh reseptor ada
inang dan menempel pada reseptor sel inang dapat berupa pili,
flagella, komponen membran atau protein pengikat pada
10
bakteriofag. Pada virus influensa, ligan berupa glikoprotein dan
pada eritrosit dan virus polio, ligan berupa lipoprotein.
11
Gambar 1.14. Bakteriofag (Salvo, 2012)
12
Pada daur litik, virus akan menghancurkan sel induk setelah
berhasil melakukan reproduksi. Sedangkan pada daur lisogenik, virus
tidak menghancurkan sel bakteri tetapi virus berintegrasi dengan DNA
sel bakteri, sehingga jika bakteri membelah atau berkembangbiak virus
pun ikut membelah (Gambar 1.15). Pada prinsipnya cara
perkembangbiakan virus pada hewan maupun pada tumbuhan mirip
dengan yang berlangsung pada bakteriofage, yaitu melalui fase
adsorpsi, sintesis, dan lisis. Bakteriofag termasuk ke dalam ordo
Caudovirales. Salah satu contoh bakteriofag adalah T4 virus yang
menyerang bakteri Eschericia coli (E. coli), merupakan bakteri yang
hidup pada saluran pencernaan manusia. Perbedaan virus dengan
bakteriofag adalah bahwa virus hidup dan berkembang biak baik dalam
mikroorganisme yang multisel, sedangkan bakteriofag hidup dan
berkembang biak dalam organisme satu sel.
13
3. Reproduksi Protozoa
Reproduksi protozoa dapat memperbanyak diri (reproduksi)
secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual dapat berupa
pembelahan biner (binary fusion): satu menjadi dua, atau pembelahan
ganda (multiple fusion): satu menjadi beberapa (lebih dari dua) sel
protozoa yang baru. Reproduksi seksual dapat berupa konjugasi atau
bersatunya gamet (fusi gamet). Dalam kondisi yang sesuai mereka
mengadakan pembelahan secara bertahap setiap 15 menit.
a. Siklus aseksual
Siklus aseksual dimulai ketika nyamuk Anopheles betina
menusuk (menggigit) manusia dan memasukkan stadium infektif
sporozoit yang terdapat pada air liurnya ke dalam darah manusia.
Melalui aliran darah sporozoit dapat memasuki hati dan
menginfeksi sel hati. Disini selama 5-16 hari sporozoit mengalami
reproduksi aseksual disebut sebagai proses skizogoni atau proses
memperbanyak diri, yang akan menghasilkan kurang lebih 10.000-
30.000 merozoit, yang kemudian akan dikeluarkan dari sel hati dan
selanjutnya menginfeksi eritrosit. Sewaktu merozoit dilepaskan
dari hepatosit masuk ke dalam sirkulasi darah, dimulailah proses
skizogoni eritrositik atau reproduksi aseksual dalam sel darah
merah (eritrosit). Merozoit P. vivax dan P. ovale akan menginfeksi
eritrosit tua, dan P. falciparum akan menginfeksi semua stadium
eritrosit hingga dapat menginfeksi sampai 10-40% eritrosit.
Setelah pembentukan merozoit selesai, eritrosit akan pecah dan
melepaskan merozoit ke dalam plasma dan selanjutnya akan
menyerang eritrosit lain dan memulai proses baru. Setiap siklus
skizogoni eritrositik akan berlangsung selama 48 jam pada
Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, maupun pada Plasmodium
falciparum dan 72 jam pada Plasmodium malariae. Beberapa
merozoit yang menginvasi eritrosit berdeferensiasi menjadi bentuk
seksual parasit yaitu gametosit yang berkembang terutama pada
malam hari. Gametosit akan tertelan bersama darah yang dihisap
14
nyamuk yang menggigit penderita, selanjutnya dimulai siklus
sporogoni/gametogonium pada nyamuk.
b. Siklus seksual
Di mulai gametosit matang di dalam darah penderita yang
terhisap oleh nyamuk, akan mengalami proses pematangan di
dalam usus nyamuk untuk menjadi gamet (gametogenesis), gamet
jantan (mikrogamet), dan gamet betina (makrogamet). Dalam
beberapa menit mikrogamet akan membuahi makrogamet
(fertilisasi) dalam waktu 3 jam setelah nyamuk menghisap darah
terbentuk ookinet. Selanjutnya ookista akan pecah dan melepaskan
sporozoit ke dalam sirkulasi darah nyamuk, dan bergerak menuju
kelenjar ludah nyamuk kemudian akan ditransmisi kepada manusia
lainnya melalui tusukan/gigitan nyamuk yang terinfeksi ini. Siklus
perkembangan Plasmodium dalam nyamuk berkisar 7-20 hari dan
akhirnya berkembang menjadi sporozoit yang bersifat infektif dan
nyamuk Anopheles yang terinfeksi ini akan bersifat infektif
sepanjang hidupnya.
16
Sebagai contoh: kolera, tifoid, hepatitis virus, disentri basiler dan
poliomielitis.
17
b. Water washed mechanism
Jenis penyakit water wshed mechanism yang berkaitan dengan
kebersihan individu dan umum dapat berupa:
Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak
Infeksi melalui kulit dan mata, seperti scabies dan trakoma
Penyakit melalui gigitan binatang pengerat, seperti
leptospirosis
c. Water based mechanism
Ini merupakan jenis penyakit dengan agen penyakit yang
menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vector atau
sebagai pejamu intermediate yang hidup di dalam air.
Sebagai contoh: skistosomiasis, Dracunculus medinensis.
d. Water related insect vector mechanism
Jenis penyakit yang ditularkan melalui gigitan serangga yang
berkembang biak di dalam air, misalnya filariasis, dengue,
malaria, demam kuning (yellow fever).
Cara pencegahan penularan penyakit melalui media air atau
makanan dapat dilakukan, antara lain dengan cara:
e. Penyakit infeksi melalui saluran pencernaan dapat dilakukan
dengan cara sanitation barrier, yakni memumutis rantai
penularan, seperti menydiakan air bersih, menutup makanan agar
tidak terkontaminasi, buang air besar dan menampung sampah
tidak lagi di sembarang tempat
f. Penyakit infeksi yang ditularkan melalui kulit dan mata dapat
dicegah dengan hygiene personal yang baik dan tidak memakai
peralatan orang lain, seperti sapu tangan dan handuk
g. Penyakit infeksi lain yang berhubungan dengan air melalui vektor
seperti malaria dan demam berdarah dengue (DBD) dapat dicegah
dengan pengendalian vektor
h. Melalui media vector penyakit
Arthropod-borne diseases atau sering disebut sebagai vector-
borne diseases merupakan penyakit penting yang seringkali
bersifat endemis dan sering menimbulkan bahaya kematian.
18
Contoh penyakit tersebut di antaranya, yakni DBD, malaria, kaki
gajah, dan penyakit virus Chikungunya yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Selain itu, penyakit saluran pencernaan seperti disentri, kolera,
demam tifoif, dan paratifoid ditularkan secara mekanis oleh lalat
rumah.
19
6. Mengalami luka
7. Malnutrisi
20
Orang yang mengalami gangguan sistem imun tubuh juga rentan terkena
infeksi oleh parasit jamur di rumah sakit. Jenis parasit jamur yang paling
sering ditemukan adalah Aspergillus sp., Candida albicans, dan Cyptococcus
neoformans.
21
tidur biasanya rumah sakit menentukan 3-5 hari. Jika TOI rendah
maka infeksi nosokomial rendah.
22
b. Apabila penularan terjadi dari sentuhan: mensosialisasikan gerakan
cuci tangan.
c. Apabila penularan terjadi melalui udara: isolasi pasien dengan ventilasi
yang tepat
d. Apabila air di rumah sakit menjadi sumber penularan: melakukan
pemeriksaan seluruh saluran air dan penggunaan alat kesehatan sekali
pakai.
e. Apabila makanan di rumah sakit menjadi sumber
penularan: menghentikan pemberian makanan tersebut.
B. Intervensi
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b/d sesak nafas, sputum berlebih,
Mengi, Wheezing, atau ronchi kering (D.0001)
Tujuan : bersihan jalan nafas meningkat
kriteria hasil :
a. Produksi sputum menurun
b. Mengi menurun
c. Whezing menurun
d. Dipsnea menurun
e. Saturasi Oksigen membaik
f. Pola nafas membaik
23
INTERVENSI
1. Monitor pola nafas
2. Monitor bunyi nafas
3. Monitor sputum Terapeutik
4. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan headtill chin lift
5. Posisikan semifowler atau fowler
6. Berikan minum hangat
7. Lakukan fisioterapi dada
8. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
9. Berikan oksigen, jika perlu Edukasi
10. Anjurkan asupan 2000 ml/hari
11. Ajarkan batuk efektif Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian bronkodilator
INTERVENSI
1. Mencuci tangan
2. Menggunakan alat pelindung diri/APD
3. Praktik keselamatan kerja
4. Penggunaan antiseptik, penanganan peralatan dalam perawatan pasien
dan kebersihan lingkungan
5. Perawatan pasien dilakukan sesuai prinsip aseptik
25
BAB III
KASUS
26
3.2 Skenario Roleplay
Pada suatu hari di Rumah sakit Efarina terdapat seorang pasien rawat inap yang
bernama rosi yang berusia 20 tahun. Dia mengeluh demam nya tidak kunjung
menurun setelah berobat di rumah selama 9 hari.
Perawat pun langsung melakukan pemeriksaan tanda- tanda vital kepada pasien
dan di dapatkan TD: 110/80 mmHg, RR: 24x/ menit, Nadi : 92x/ menit, Suhu:
38,5 o C
Perawat : ” Baik ibu untuk pemeriksaan tanda- tanda vital nya sudah
selesai ya, nanti akan dilanjutkan untuk pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratoruim ya ibu .”
Pasien : ” Baik sus, Terimakasih banyak :”
27
leukosit: 4.800/mm3, Ht:37%, LED: 8mm/jam. Dan dari hasil diagnose dokter
rosi mengalami demam typoid.
Perawat : ” Selamat pagi ibu Gimana keadaan nya hari ini, saya akan
melakukan pemeriksaan kepada ibu ya untuk mengetahui
perkembangan ibu saat ini ”
Pasien : ” iya sus silahkan”
28
Perawat : ” Kalau begitu saya izin pamit keluar ya bu”.
Pasien : ” Iya sus silahkan”.
Pada saat hari ke Empat pasien rosi di rawat keadaan nya nya memburuk
Kembali.
Perawat mengecek keadaan pasien dan dari tanda tanda tersebut perawat merasa
bahwa pasien rosi mengalami tanda tanda covid maka dari itu pasien di anjurkan
untuk melaksanakan tes PCR di Rumah sakit.
29
Perawat mengantarkan pasien ke ruangan isolasi.
Pasien : ” Punten ibu ini untuk ruangan nya ya, semoga ibu betah dan
ibu dapat segera sembu kalau begitu saya ijin pamit keuar ya
bu, klau ibu butuh sesuatu ibu bisa menekan tombol pada
samping tempat tidur ibu”
Perawat : ” Iya sus terimakasih banyak ya sus, sudah banyak membantu”
Pasien : ” Iya ibu sama sama “
30
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Analisa Kasus
Dari kasus Pasien yang pada awalnya hanya memiliki keluhan demam
yang tidak turun maa dari itu dia berobat ke RS dan pasien di diagnosa demam
typoid dan dokter menyarankan kepada pasien untuk di rawat inap untuk
beberapa hari agar kondisinya dapar normal kembali dan hingga akhirnya pasien
di rawat pada awalnya kedaan pasien mulai membaik tetapi pada hari ke 4
pasien di rawat , pasien terkena virus covid 19 hal ini disebabkan karena perawat
sebelumnya memberikan perawatan kepada pasien tanpa adanya APD dengan
begitu maka perawat tidak menerapkan management pasien safety dan perawat
tersebut tidak menjalankan tugas nya sesuai dengan etika profesi keperawatan
yaitu non malafience ( tidak merugikan) karena dalam kasus ini pasien sekarang
harus menjalani proses penyembuhan di ruangan isolasi dan tidak dapat bertemu
langsung dengan keluarga.
31
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Infeksi nosokomial paling sering disebabkan oleh bakteri. Infeksi bakteri ini
lebih berbahaya karena umumnya disebabkan oleh bakteri yang sudah kebal
(resisten) terhadap antibiotik. Infeksi nosokomial akibat bakteri ini bisa terjadi
pada pasien yang sedang mendapatkan perawatan di rumah sakit atau pasien
dengan sistem imun atau daya tahan tubuh yang lemah. Penularan ini bisa terjadi
akibat prosedur medis, kontak antar pasien, atau karena memasukkan alat medis
ke dalam tubuh. Selain bakteri, infeksi nosokomial juga dapat disebabkan oleh
virus, jamur, dan parasit. Penularan infeksi nosokomial dapat terjadi lewat
udara, air, atau kontak langsung dengan pasien yang ada di rumah sakit.
Sumber infeksi nosocomial bida dari pasien, keluarga pasien yang menjenguk
ataupun lingkungan rumah sakit (fisik dan non fisik). Infeksi Nasokomial
disebabkan oleh mikroorganisme, daya tahan tubuh yang rendah, dan tindakan
invasif peningkatan resistensi kuman, bakteri, virus, jamur.
5.2 Saran
a. Saran untuk perawat
Agar dapat mempertahankan perilaku pencegahan infeksi nosokomial
yang baik dalam setiap prosedur medis baik tindakan invasif maupun
non-invasif dengan tindakan aseptik yang benar selama proses asuhan
keperawatan
b. Saran untuk Institusi Pendidikan
Makalah ini diharapkan dapat menjadi informasi, memperkaya literatur, dan
sebagai sedikit panduan mahasiswa dalam mempelajari hal yang berkaitan
dengan infeksi luka operasi.
32
DAFTAR PUSTAKA
33