Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH MANAJEMEN PINOK

UNIVERSAL PRECAUTION INFEKSI NOSOKOMIAL


DI RUMAH SAKIT

Dosen : Nova Maulana S.Kep, M.kes

Disusun Oleh :
Uswatun Khasanah
Violeta Mardlatillah R.N.I
Yosias Gollu Tunna
Zulkarnain

G/KM/V

KONSENTRASI MANAJEMEN RUMAH SAKIT


PROGRAM STUDY KESEHATAN MAYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat Rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Tak
lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada dosen Mata Kuliah ini yang
telah memberikan tugas ini kepada kami sebagai upaya untuk menjadikan
manusia yang berilmu dan berpengetahuan.
Selanjutnya mengenai universal precaution infeksi nosokomial di Rumah
Sakit ini penting untuk diketahui dan dipahami oleh mahasiswa, terutama
mahasiswa dengan jurusan Manajemen Rumah Sakit untuk menambah
wawasannya.
Setiap manusia tak luput dari kesalahan, maka kami memohon maaf atas
segala kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini. Kritik dan Saran yang
membangun kami harapkan dari pembaca sekalian untuk memperbaikinya.

Yogyakarta, 15 November 2014

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1


A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
C. Tujuan ..................................................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................. 3
A. Pengertian Infeksi Nosokomial ............................................................... 3
B. Universal Precaution ............................................................................... 5
BAB III KASUS ................................................................................................. 14
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................... 16
BAB V PENYELESAIAN MASALAH ............................................................. 17
BAB VI PENUTUP ............................................................................................ 21
A. Kesimpulan ............................................................................................. 21
B. Saran ........................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Universal Precaution adalah kewaspadaan terhadap darah dan cairan tubuh
yang tidak membedakan perlakuan terhadap setiap pasien, dan tidak tergantung
pada diagnosis penyakitnya.
Cara agar petugas perawatan kesehatan dapat menghindari infeksi dari
infeksi yang diangkut aliran darah, seperti HIV atau hepatitis B dan C.
Kewaspadaan umum pertama dikembangkan pada 1987 di AS. Pedoman
termasuk penggunaan sarung tangan lateks, masker, dan kacamata pelindung
jika pekerjaan ada kaitannya dengan darah atau cairan tubuh .
Ada berbagai macam infeksi menular yang terdapat dalam darah dan
cairan tubuh lain seseorang, di antaranya hepatitis B dan C dan HIV. Mungkin
juga ada infeksi lain yang belum diketahui, harus diingat bahwa hepatitis C
baru ditemukan pada 1988. Sebagian besar pasien dengan infeksi tersebut
belum tahu dirinya terinfeksi.
Dalam semua sarana kesehatan, termasuk rumah sakit, puskesmas dan
praktek dokter gigi, tindakan yang dapat mengakibatkan luka atau tumpahan
cairan tubuh, atau penggunaan alat medis yang tidak steril, dapat menjadi
sumber infeksi penyakit tersebut pada petugas layanan kesehatan dan pasien
lain. Jadi seharusnya ada pedoman untuk mencegah kemungkinan penularan
terjadi.
Pedoman ini disebut sebagai kewaspadaan universal. Harus ditekankan
bahwa pedoman tersebut dibutuhkan tidak hanya untuk melindungi terhadap
penularan HIV, tetapi yang tidak kalah penting terhadap infeksi lain yang dapat
berat dan sebetulnya lebih mudah menular.

1
B. Rumusan Masalah
Apa pengertian universal precaution ?
Bagaiamana Pencegahan Terjadinya Infeksi Nosokomial ?
Bagaimana Prosedur pencegahan infeksi ?
Bagaimana Pengendalian Infeksi Nosokomial di RS ?
Apa Saja Program Pengendalian Infeksi Nosokomial Di RS ?

C. Tujuan
Agar mahasiswa mengetahui tentang universal precaution infeksi
nosokomial di RS
Agar mahasiswa mengetahui bagaimana pencegahan terjadinya infeksi
nosokomial
Agar mahasiswa mengetahui bagaimana prosedur pencegahan infeksi
nosokomial
Agar mahasiswa mengetahui bagaimana pengendalian infeksi
nosokomial di RS
Agar mahasiswa mengetahui program pengendalian infeksi nosokomial
di RS

2
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Infeksi Nosokomial


Infeksi nosokomial atau infeksi yang diperoleh dari rumah sakit adalah infeksi
yang tidak diderita pasien saat masuk ke rumah sakit melainkan setelah 72 jam
berada di tempat tersebut (Karen Adams & Janet M. Corrigan, 2003). Infeksi ini
terjadi bila toksin atau agen penginfeksi menyebabkan infeksi lokal atau
sistemik (Karen Adams & Janet M. Corrigan, 2003). Contoh penyebab terjadinya
infeksi nosokomial adalah apabila dokter atau suster merawat seorang pasien yang
menderita infeksi karena mikroorganisme patogen tertentu kemudian
mikroorganisme dapat ditularkan ketika terjadi kontak (Steven Jonas, Raymond L.
Goldsteen, Karen Goldsteen, 2007).Selanjutnya, apabila suster atau dokter yang
sama merawat pasien lainnya, maka ada kemungkinan pasien lain dapat tertular
infeksi dari pasien sebelumnya
Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang
disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul
selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu
gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi
nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan
tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi
penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru
menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut
infeksi nosokomial (Harrison, 2001).
Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar
tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang
sudah ada didalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut dengan
self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen (cross infection)
disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu
pasien ke pasien lainnya (Soeparman, 2001).

3
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terdapat dalam sarana kesehatan.
Sebetulnya rumah sakit memang sumber penyakit! Di negara maju pun, infeksi
yang didapat dalam rumah sakit terjadi dengan angka yang cukup tinggi.
Misalnya, di AS, ada 20.000 kematian setiap tahun akibat infeksi nosokomial. Di
seluruh dunia, 10 persen pasien rawat inap di rumah sakit mengalami infeksi yang
baru selama dirawat 1,4 juta infeksi setiap tahun. Di Indonesia, penelitian yang
dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8
persen pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat
Hal-hal yang berhubungan dengan infeksi nosokomial : (Panjaitan, B, 1989)
1. Secara umum infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapatkan
penderita selama dirawat dirumah sakit.
2. Infeksi nosokomial sukar diatasi karena sebagai penyebabnya adalah
mikro organisme / bakteri yang sudah resisten terhadap anti biotika.
3. Bila terjadi infeksi nosokomial, makaakan terjadi penderitaan yang
berpanjangan serta pemborosan waktu serta pengeluaran biaya yang
bertambah tinggi kadangkadang kualitas hidup penderita akan menurun.
4. Infeksi nosokomial disamping berbahaya bagi penderita, jugaberbahaya
bagi lingkungan baik selamadirawat dirumah sakit ataupun diluar rumah
sakit setelah berobat jalan.
5. Dengan pengendalian infeksi nosokomial akan menghembat biaya dan
waktu yang terbuang.
6. Dinegara yang sudah maju masalah ini telah diangkat menjadi masalah
nasional, sehingga bila angka infeksi nosokomial disuatu rumah sakit
tinggi, maka izin operasionalnya dipertimbangkan untuk dicabut oleh
instansi yang berwenang.

4
B. Universal Precaution
1. Pengertian Universal Precaution
Universal Precaution (Kewaspadaan universal) adalah langkah sederhana
pencegahan infeksi yang mengurangi resiko penularan dari patogen yang
ditularkan melalui darah atau cairan tubuh diantara pasien dan pekerja kesehatan.
Universal precautions (Kewaspadaan Universal) merujuk pada praktek, dalam
kedokteran, menghindari kontak dengan cairan tubuh pasien, dengan cara
pemakaian barang seperti sarung tangan medis, kacamata, dan perisai wajah.
Praktek ini diperkenalkan pada 1985-88. [1] [2] Pada tahun 1987, praktek
Universal precautions telah disesuaikan dengan seperangkat aturan yang dikenal
sebagai isolasi zat tubuh. Pada tahun 1996, kedua praktik tersebut diganti dengan
pendekatan terbaru yang dikenal sebagai kewaspadaan standar (perawatan
kesehatan). Saat ini dan di isolasi, praktek Universal precautions memiliki makna
sejarah.
Universal precautions yang biasanya dilakukan dalam lingkungan di mana para
pekerja terkena cairan tubuh, seperti:
a. Darah
b. Semen
c. Sekresi vagina
d. synovial cairan
e. cairan ketuban
f. Cerebrospinal cairan
g. cairan pleura
h. peritoneal cairan
i. perikardial cairan

Cairan Tubuh yang tidak memerlukan tindakan pencegahan seperti:


a. Tinja
b. Nasal sekresi
c. Urine
d. Muntahan

5
e. Keringat
f. Dahak
g. Air liur

Universal precautions adalah teknik pengendalian infeksi yang dianjurkan


mengikuti wabah AIDS di tahun 1980-an. Setiap pasien diperlakukan sebagai jika
tindakan pencegahan terinfeksi dan karena itu dilakukan untuk meminimalkan
risiko.
Pada dasarnya, Universal precautions kebiasaan kebersihan yang baik, seperti
mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan dan hambatan lainnya,
penanganan yang tepat pada jarum suntik dan pisau bedah, dan teknik aseptik.

Peralatan
Pakaian pelindung seperti:
a. Gaun
b. Sarung tangan
c. Eyewear (kacamata)
d. Perisai wajah

2. Pencegahan Terjadinya Infeksi Nosokomial


Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah
sakit sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu
diingat bahwa sekitar 90 persen dari kotoran yang terlihat pasti mengandung
kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk membersihkan dinding, lantai, tempat
tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai
berkali-kali.
Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas
kesehatan. Usahakan adanya pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita
dengan status imun yang rendah atau bagi penderita yang dapat menyebarkan
penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan udara yang baik akan lebih
banyak menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah

6
sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan
pemrosesan serta filternya untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri.
Sterilisasi air pada rumah sakit dengan prasarana yang terbatas dapat
menggunakan panas matahari.
Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien
diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus
selalu bersih dan diberi disinfektan. Disinfektan akan membunuh kuman dan
mencegah penularan antar pasien. Disinfeksi yang dipakai adalah:
Mempunyai efek sebagai detergen
Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak dan
protein.
Tidak sulit digunakan
Tidak mudah menguap
Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk petugas
maupun pasien
Efektif
Tidak berbau, atau tidak berbau tak enak

Pencegahan Infeksi nosokomial yaitu dengan:


Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara
mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan
aseptik, sterilisasi dan disinfektan.
Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi
yang cukup, dan vaksinasi.
Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasi
Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.

7
Selain itu Pencegahan Infeksi nosokomial juga dengan menggunakan Standar
kewaspadaan terhadap infeksi, antara lain :

a. Cuci Tangan
Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan bahan
terkontaminasi.
Segera setelah melepas sarung tangan.
Di antara sentuhan dengan pasien.

b. Sarung Tangan
Bila kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, dan bahan yang
terkontaminasi.
Bila kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka.

c. Masker, Kaca Mata, Masker Muka


Mengantisipasi bila terkena, melindungi selaput lendir mata, hidung,
dan mulut saat kontak dengan darah dan cairan tubuh.

d. Baju Pelindung
Lindungi kulit dari kontak dengan darah dan cairan tubuh
Cegah pakaian tercemar selama tindakan klinik yang dapat berkontak
langsung dengan darah atau cairan tubuh

e. Kain
Tangani kain tercemar, cegah dari sentuhan kulit/selaput lender
Jangan melakukan prabilas kain yang tercemar di area perawatan
pasien

8
f. Peralatan Perawatan Pasien
Tangani peralatan yang tercemar dengan baik untuk mencegah kontak
langsung dengan kulit atau selaput lendir dan mencegah kontaminasi
pada pakaian dan lingkungan
Cuci peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali

g. Pembersihan Lingkungan
Perawatan rutin, pembersihan dan desinfeksi peralatan dan
perlengkapan dalam ruang perawatan pasien

h. Instrumen Tajam
Hindari memasang kembali penutup jarum bekas
Hindari melepas jarum bekas dari semprit habis pakai
Hindari membengkokkan, mematahkan atau memanipulasi jarum
bekas dengan tangan
Masukkan instrument tajam ke dalam tempat yang tidak tembus
tusukan

i. Resusitasi Pasien
Usahakan gunakan kantong resusitasi atau alat ventilasi yang lain
untuk menghindari kontak langsung mulut dalam resusitasi mulut ke mulut

j. Penempatan Pasien
Tempatkan pasien yang mengontaminasi lingkungan dalam ruang
pribadi / isolasi

9
3. Prosedur pencegahan infeksi :
a. Cuci tangan
Cuci tangan adalah cara pencegahan infeksi yang penting. Cuci tangan
harus dilakukan dengan benar , sebelum melakukan tindakan.
Sarana untuk cuci tangan :
Air mengalir
Sabun dan detergan
Larutan anti septic

b. Alat pelindung diri (APD)


Adalah peralatan yang dirancang untuk melindungi pekerja dari
kecalakaan atau penyakit yang serius ditempat kerja akibat kontak dengan
potensi bahaya. Jenis pelindung APD antara lain : sarung tangan,masker
(pelindung wajah), kacamata (pelindung mata), penutup kepala (kap), gaun
pelindung, alas kaki (pelindung kaki).

c. Pengelolaan alat bekas pakai


Bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan, atau
untuk menjamin alat tersebut dalam kondisi steril dan siap pakai.
Penatalaksanaan pengelolaan alat bekas pakai melalui 4 tahap kegiatan
yaitu : dekontaminasi, pencucian, sterilisasi atau DTT, dan penyimpanan.

d. Pengelolaan alat tajam


Penyebab utama HIV adalah terjadinya kecelakaan kerja seperti tertusuk
jarum atau alat tajam yang tercemar.

1) Membuang benda tajam


Buang jarum dan spuit segera setelah digunakan diwadah benda
tajam yang tahan tusukan
Jangan isi wadah melebihi ketinggian tiga perempat penuh
Insinerasi wadah pembuang benda tajam

10
e. Pengelolaan limbah
Limbah rumah sakit atau di pelayanan kesehatan adalah limbah yang
dihasilkan oleh seluruh kegiatan rumah sakit dan limbah yang terbanyak
adalah limbah infeksium yang memerlukan penerangan khusus.

f. Dalam Universal Precaution Tidak direkomendasikan


1. Sterilisasi panas kering karena tergantung listrik & waktu yang lama
2. Sterilisasi kimia karena waktu yang lama & glutaraldehid-beracun
3. Merebus instrument karena merupakan bentuk dari DTT
4. Menyimpan instrumen dalam antiseptik cair karena tidak efektif
5. Membakar instrument tidak efektif

4. Pengendalian Infeksi Nosokomial di RS


a. Pengendalian Penularan

Mencuci tangan adalah menggosok seluruh kulit permukaan tangan


dengan sabun secara bersama dengan kuat dan ringkas yang kemudian dibilas di
bawah aliran air.

Tujuan : membuang kotoran dan organisme yang menempel di tangan dan untuk
mengurangi mikroba total pada saat itu.

Perawat mencuci tangan dalam keadaan sebagai berikut :

Jika tampak kotor


Sebelum dan setelah kontak dengan klien
Setelah kontak dengan sumber mikroorganisme
Sebelum melakukan prosedur infasif
Setelah melepaskan sarung tangan

11
5. Program Pengendalian Infeksi Nosokomial Di RS
Dalam mengendalikan infeksi nosokomial di rumah sakit, ada tiga hal yang
perlu ada dalam program pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit, antara
lain:

a. Adanya Sistem Surveilan Yang Mantap


Surveilan suatu penyakit adalah tindakan pengamatan yang sistematik dan
dilakukan terus menerus terhadap penyakit tersebut yang terjadi pada suatu
populasi tertentu dengan tujuan untuk dapat melakukan pencegahan dan
pengendalian. Jadi tujuan dari surveilan adalah untuk menurunkan risiko
terjadinya infeksi nosokomial. Perlu ditegaskan di sini bahwa keberhasilan
pengendalian infeksi nosokomial bukanlah ditentukan oleh canggihnya per-alatan
yang ada, tetapi ditentukan oleh kesempurnaan perilaku petugas dalam
melaksanakan perawatan penderita secara benar (the proper nursing care). Dalam
pelaksanaan surveilan ini, perawat sebagai petugas lapangan di garis paling depan,
mempunyai peran yang sangat menentukan,

b. Adanya Peraturan Yang Jelas Dan Tegas Serta Dapat Dilaksanakan,


Dengan Tujuan Untuk Mengurangi Risiko Terjadinya Infeksi
Adanya peraturan yang jelas dan tegas serta dapat dilaksanakan, merupakan
hal yang sangat penting adanya. Peraturan-peraturan ini merupakan standar yang
harus dijalankan setelah dimengerti semua petugas; standar ini meliputi standar
diagnosis (definisi kasus) ataupun standar pelaksanaan tugas. Dalam pelaksanaan
dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini, peran perawat besar sekali.

c. Adanya Program Pendidikan Yang Terus Menerus Bagi Semua Petugas


Rumah Sakit Dengan Tujuan Mengembalikan Sikap Mental Yang Benar
Dalam Merawat Penderita
Keberhasilan program ini ditentukan oleh perilaku petugas dalam
melaksanakan perawatan yang sempurna kepada penderita. Perubahan perilaku
inilah yang memerlukan proses belajar dan mengajar yang terus menerus.

12
Program pendidikan hendaknya tidak hanya ditekankan pada aspek perawatan
yang baik saja, tetapi kiranya juga aspek epidemiologi dari infeksi nosokomial ini.
Jadi jelaslah bahwa dalam seluruh lini program pengendalian infeksi nosokomial,
perawat mempunyai peran yang sangat menentukan. Sekali lagi ditekankan bahwa
pengendalian infeksi nosokomial bukanlah ditentukan oleh peralatan yang
canggih (dengan harga yang mahal) ataupun dengan pemakaian antibiotika yang
berlebihan (mahal dan bahaya resistensi), melainkan ditentukan oleh
kesempurnaan setiap petugas dalam melaksanakan perawatan yang benar untuk
penderitanya.

6. Yang Harus Diperhatikan Keluarga dan Pengunjung dalam


Pengendalian Infeksi Nosokomial

a. Mengerti dan memahami peraturan dari Rumah sakit


Taatilah waktu berkunjung
Jangan terlalu lama menjenguk cukup 15-20 menit saja
Penunggu pasien cukup 1 orang
Jangan berkunjung jika anda sedang sakit
Jangan membawa anak dibawah usia 12 tahun

b. Menjaga kebersihan diri


lakukan cuci tangan sebelum dan setelah bertemu pasien
jangan menyentuh luka, perban, area tusukan infuse, atau alat-alat
lain yang digunakan untuk merawata pasien
bantulah pasien untuk menjaga kebersihan dirinya

c. Menjaga kebersihan lingkungan


Jangan menyimpan barang terlalu banyak di ruangan pasien
Jangan tidur di bed pasien
Jangan merokok diarea RS

13
BAB III
KASUS

John Harrison sudah membayangkan kembali sehat dalam hitungan enam


minggu, pascaoperasi otot bahu di sebuah rumah sakit di Texas. Dua minggu
terlewat, tapi belum ada tanda-tanda kondisinya membaik. Area di sekitar sayatan
operasi malah membengkak kronis.

Harrison sadar lukanya infeksi. Ia tak bisa menutupi keterkejutannya saat


dokter terang-terangan mengatakan bahwa lukanya terinfeksi bakteri mematikan
yang disebut P aeruginosa. Bakteri itu masuk saat operasi.

Horrison rupanya bukan satu-satunya korban kelalaian prosedur operasi.


Ada enam pasien lainnya yang juga tertular infeksi bakteri mematikan saat
menjalani bedah di rumah sakit yang sama.

Kasus yang terjadi pada 2009 itu membuat rumah sakit menutup ruang
operasi selama dua minggu. Investigasi Pusat Pengendalian dan Pencegahan
Penyakit menemukan kontaminasi bakteri di sebuah alat pencukur arthroscopic.
Entah bagaimana bakteri itu bisa lolos proses sterilisasi.

Peristiwa itu memunculkan kritik di dunia medis. Penelitian lebih luas pun
dilakukan di rumah sakit lain. Hasilnya mengejutkan. Sejumlah rumah sakit
terbukti menggunakan perangkat bedah tak steril yang memicu wabah infeksi.
Mayoritas terkontaminasi darah dan kotoran lain dari operasi sebelumnya.

Sharon Greene-Golden, kepala sterilisasi di Bon Secours Mary


Immaculate Hospital, mengatakan bahwa sterilisasi peralatan bedah seharusnya
dilakukan teknisi terampil dan bersertifikat. "Ini pekerjaan yang tidak dapat
diberikan kepada robot karena robot tidak memiliki pemikiran kritis untuk
mengatakan ini masih kotor," katanya kepada NBC News.

Kasus itu masih menjadi perdebatan di kalangan pengawas medis di


Amerika Serikat. Mereka tentu tak ingin kasus yang dialami Horrison terulang.

14
Tindakan bedah yang seharusnya mengembalikan kualitas hidupnya justru
memicu tujuh operasi lain yang berujung cacat seumur hidup. "Kesalahan ini
mengubah hidup saya," kata pria 63 tahun itu

15
BAB IV
PEMBAHASAN

Analisa Kasus
Contoh kasus pada bab III merupakan salah satu bentuk kasus kelalaian
petugas ataupun kurangnya kesadaran petugas RS dalam melakukan tindakan
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial . Dalam kasus tersebut
terpampang jelas bahwa kejadian yang sangat dominan yaitu terkontaminasinya
alat pencukur arthroscopic yang dimana alat tersebut sangat berperan penting saat
proses operasi dilakukan .
Proses strerilisasi alat yang kurang baik atau tidak sesuai dengan SOP dapat
memicu atau menimbulkan suatu masalah yang sangat fatal dan sangat merugikan
bagi pasien yang terserang infeksi akibat alat yang tidak steril . Apabila alat yang
digunakan kurang steril, bakteri-bakteri yang resisten akan tetap dapat hidup di
alat tersebut, sehingga akan menunda kesembuhan pasien, bahkan dapat
menimbulkan kematian .
Proses menstrerilisasikan alat tidaklah semudah yang kita bayangkan,
diperlukan ketelitian, kesabaran, kecermatan serta diharuskan dikerjakan oleh
orang-orang yang sudah ahli dan profesional agar tidak menimbulkan kesalahan
yang mengakibatkan munculnya sebuah penyakit baru yang disebabkan oleh
infeksi nosokomial dan pekerjaan ini (mensterilisasikan alat) tidak dapat
diserahkan kepada robot yang tidak memiliki pemikiran kritis untuk mengatakan
alat ini masih kotor atau sudah bersih.

16
BAB V
PENYELESAIAN MASALAH

Sterilisasi adalah proses pengolahan suatu alat atau bahan dengan tujuan
mematikan semua mikroorganisme termasuk endospora pada suatu alat / bahan.
Proses sterilisasi di rumah sakit sangat penting sekali dalam rangka pengawasan
pencegahan infeksi nosokomial.

Keberhasilan usaha tersebut akan tercermin pada kualitas dan kuantitas


mikroorganisme yang terdapat bahan, alat serta lingkungan kerja rumah sakit.
Sebaiknya proses sterilisasi di RS dilaksanakan secara sentralisasi dengan tujuan
agar tercapainya :

1. Efisiensi dalam menggunakan peralatan dan sarana.


2. Efisiensi tenaga.
3. Menghemat biaya investasi, instalasi dan pemeliharaannya.
4. Sterilisasi bahan dan alat yang disterilkan dapat dipertanggung jawabkan.
5. Penyederhanaan dalam pengembangan prosedur kerja, standarisasi dan
peningkatan pengawasan mutu.

Untuk kerja yang bertanggung jawab terhadap proses sterilisasi di rumah


sakit adalah Instalasi Sterilisasi Sentral. Instalasi Sterilisasi Sentral mempunyai
kegiatan mengelola semua kebutuhan peralatan dan perlengkapan tindakan bedah
serta non bedah. Mulai dari penerimaan, pengadaan, pencucian, pengawasan,
pemberian tanda steril penyusunan dan pengeluaran barang barang hasil
sterilisasi ke unit pemakaian di RS.

17
b. Macam-macam sterilisasi

Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara


mekanik, fisik dan kimiawi.

1. Sterilisai secara mekanik (filtrasi) menggunakan suatu saringan yang


berpori sangat kecil (0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga mikroba
tertahan pada saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk sterilisasi bahan
yang peka panas, misal nya larutan enzim dan antibiotik.
2. Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan & penyinaran.

a. Pemanasan

Pemijaran (dengan api langsung): membakar alat pada api secara


langsung, contoh alat : jarum inokulum, pinset, batang L, dll.
Panas kering: sterilisasi dengan oven kira-kira 60-1800C. Sterilisasi
panas kering cocok untuk alat yang terbuat dari kaca misalnya
erlenmeyer, tabung reaksi dll.
Uap air panas: konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang
mengandung air lebih tepat menggungakan metode ini supaya tidak
terjadi dehidrasi.
Uap air panas bertekanan : menggunalkan autoklaf

b. Penyinaran dengan UV

Sinar Ultra Violet juga dapat digunakan untuk proses sterilisasi,


misalnya untuk membunuh mikroba yang menempel pada permukaan
interior Safety Cabinet dengan disinari lampu UV.

3. Sterilisaisi secara kimiawi biasanya menggunakan senyawa desinfektan


antara lain alkohol.

18
c. Tehnik Sterilisasi

Sebelum memilih tehnik sterilisasi yang tepat dan efisien diperlukan


pemahaman terhadap kemungkinan adanya kontaminasi dari bahan dan alat
yang akan disterilkan. Kontaminasi terjadi karena adanya perpindahan
mikroorganisme yang berasal dari berbagai macam sumber kontaminasi.

Sumber kontaminasi dapat berasal dari :

1. Udara yang lembab atau uap air.


2. Perlengkapan dan peralatan di rumah sakit.
3. Personalia yang di rumah sakit ( kulit, tangan, rambut dan saluran nafas
yang terinfeksi ).
4. Air yang tidak disuling dan tidak disterilkan.
5. Ruang yang tidak dibersihkan dan di desinfektan.
6. Pasien yang telah terinfeksi.

Sterilisasi dimaksudkan untuk membunuh atau memisahkan semua


mikroorganisme ditetntukan oleh daya mikroorganisme terhadap tehnik sterilisasi.

Tehnik sterilisasi ada beberapa cara :

a. Sterilisasi dengan pemanasan :

Pemanasan basah dengan Autoklaf


Pemanasan kering dengan pemijatan dan udara panas.
Pemanasan dengan bactericid.

b. Sterilisasi dengan penyaringan.


c. Sterilisasi dengan menggunakan zat kimia.
d. Sterilisasi dengan penyinaran.

19
d. Pemilihan tehnik sterilisasi berdasarkan pertimbangan
Tehnik yang murah, cepat dan sederhana.
Hasil yang diperoleh benar benar steril.
Bahan yang disterilkan tidak boleh mengalami perubahan.

e. Pengawasan

Suatu bahan steril yang dihasilkan selama dalam penggunaan harus


dapat dijamin kualitas dan kuantitasnya. Waktu kadaluwarsa suatu bahan steril
sangat tergantung kepada tehnik sterilisasi. Pengawasan terhadap proses
sterilisasi dapat dilakukan dengan cara mentest bahan atau alat yang dianggap
masih steril dengan memakai indicator fisika, kimia dan biologi tergantung
pada tehnik sterilisasi yang digunakan waktu mensterilkan bahan / alat
tersebut.

f. Pengujian
Ada tiga pilihan yang dapat digunakan sebagai tehnik dalam pengujian
sterilisasi :
Pemanasan sample langsung pada media pembenihan.
Pembilasan penyaring, hasil pembilasan diinkubasikan setelah
ditanam dalam media pembenihan.
Penambahan media pembenihan paket ke dalam larutan yang akan
diuji kemudian diinkubasi.

Jaminan hasil penguian dapat dicapai jika pengawasan dimulai


semenjak pemilihan bahan dan alat yang akan disterilkan. Tehnik sterilisasi
yang akan dipakai sampai dengan proses penyimpanan dan pendistribusian
bahan / alat yang sudah steril.

20
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Universal Precaution adalah kewaspadaan terhadap darah dan cairan
tubuh yang tidak membedakan perlakuan terhadap setiap pasien, dan tidak
tergantung pada diagnosis penyakitnya.
Dalam semua sarana kesehatan, termasuk rumah sakit, puskesmas dan
praktek dokter gigi, tindakan yang dapat mengakibatkan luka atau tumpahan
cairan tubuh, atau penggunaan alat medis yang tidak steril, dapat menjadi
sumber infeksi penyakit tersebut pada petugas layanan kesehatan dan pasien
lain. Jadi seharusnya ada pedoman untuk mencegah kemungkinan penularan
terjadi.

B. Saran
1. Pemahaman dan bekerja dengan kehati-hatian, kecermatan,
menghindarkan bekerja dengan ceroboh adalah cara terbaik dalam
melakukan praktek keperawatan sehingga dapat terhindar dari
kelalaian/malpraktek.
2. Tidak menggunakan alat yang tidak steril
3. Memiliki pedoman dan SOP yang jelas mengenai tata cara sterilisasi alat
medis.

21
DAFTAR PUSTAKA

http://curhatnisa.blogspot.com/2011/05/universal-precaution.html

http://fannyfirdawati.wordpress.com/semester-4/universal-precaution/

http://keperawatanku.blogspot.com/2010/08/kewaspadaan-universal-
universal.html

http://life.viva.co.id/news/read/290712-peralatan-tak-steril-hantui-ruang-operasi

22

Anda mungkin juga menyukai