Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat
dan karunia- Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami tentang
“INFEKSI NOSOKOMIAL”. Kami menyadarai masih banyak kekurangan dalam
penulisan makalah ini yang tentunya jauh dari kesempurnaan. Karena itu
kelompok kami selalu membuka diri untuk setiap saran dan keritik yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan karya kami selanjutnya.

Makalah ini dibuat berdasarkan kebutuhan untuk menyelesaikan tugas


mata kuliah Management Patient Safety, serta untuk kebutuhan kami agar dapat
lebih memahami tentang INFEKSI NOSOKOMIAL

Terselesaikannya makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak,


untuk itu kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu
baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pangkal Pinang, 20 April 2018

Penyusun,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang.................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
C. Tujuan ............................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 3
A. Pengertian Infeksi Nosokomial ........................................................................ 3
B. Upaya untuk Mencegah Infeksi Nasokomial ................................................... 3
C. Patogenesis Infeksi Nosokomial....................................................................... 6
D. Tatalaksanaan Infeksi Nosokomial................................................................... 7
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 8
A. Simpulan ...................................................................................................... 8
B. Saran ............................................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Klien dalam lingkungan pelayanan kesehatan memiliki peningkatan resiko
untuk terkena infeksi. Infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan
biasanya disebut infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang
dihasilkan dari tindakan pelayanan pada suatu pelayanan kesehatan. Infeksi ini
dapat terjadi sebagai hasil tindakan invasif, pemakaian antibiotik, adanya
organisme yang resisten dengan berbagai obat, dan kelalaian dalam kegiatan
pencegahan dan kontrol infeksi. Infeksi nosokomial dapat bersifat eksogen atau
endogen. Organisme eksogen adalah suatu jenis organisme yang berada di luar
klien, contoh: infeksi pasca operasi merupakan infeksi eksogen. Organisme
endogen adalah bagian dari flora normal atau organisme virulen yang dapat
menyebabkan infeksi. Infeksi endogen dapat terjadi ketika bagian flora normal
klien berubah dan terus tumbuh secara berlebihan. Ketika mikroorganisme
patogen tumbuh dan berkembang dengan cepat, perawat harus mengetahui
bagaimana upaya mencegah penyebaran organisme patogen tersebut. Beberapa
upaya pencegahan yang dilakukan dalam mengendalikan jumlah populasi
mikroorganisme, antara lain: cleaning (kebersihan) dan sanitasi, antiseptis,
desinfeksi, dan sterilisasi.
Infeksi nosokomial terjadi di seluruh dunia, baik di negara sedang
berkembang maupun negara maju. Berbagai penelitian yang dilakukan di
seluruh dunia menunjukkan bahwa infeksi nosokomial merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas. Selain itu, infeksi nosokomial dapat
menambah keparahan penyakit dan stres emosional yang mengurangi kualitas
hidup pasien. Bertambahnya lama hari perawatan, penggunaan obat dan
pemeriksaan laboratorium karena adanya infeksi nosokomial menyebabkan
peningkatan biaya perawatan pasien. Di bidang dermatologi, infeksi
nosokomial tidak menjadi perhatian karena tidak menyebabkan kematian
secara langsung, tetapi secara umum menjadi penting karena berhubungan

1
dengan morbiditas dan mortalitas. Pasien rawat inap di bangsal dermatologi
rentan terhadap infeksi nosokomial pada beberapa dermatosis karena terjadi
pengelupasan luas kulit yang merupakan sawar protektif. Selain itu,
penggunaan kortikosteroid dan obat imunosupresif lainnya dalam jangka
panjang pada beberapa penyakit kulit merupakan faktor risiko terjadinya
infeksi nosokomial.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Infeksi Nosokomial?
2. Apa saja Upaya untuk Mencegah Infeksi Nosokomial?
3. Apa saja Patogenesis Infeksi Nosokomial?
4. Bagaimana Tatalaksanaan Infeksi Nosokomial?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Infeksi Nosokomial
2. Untuk mengetahui Upaya untuk Mencegah Infeksi Nosokomial
3. Untuk mengetahui Patogenesis Infeksi Nosokomial
4. Untuk mengetahui bagaimana Tatalaksanaan Infeksi Nosokomial

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Infeksi Nosokomial


Istilah nosokomial berasal dari bahasa Yunani yaitu nosokomeion yang
berarti rumah sakit (nosos = penyakit, komeo = merawat). Infeksi nosokomial
dapat diartikan infeksi yang berasal atau terjadi di rumah sakit. Infeksi yang
timbul dalam kurun waktu 48 jam setelah dirawat di rumah sakit sampai
dengan 30 hari lepas rawat dianggap sebagai infeksi nosokomial. Infeksi
nosokomial merupakan suatu keadaan yang penting dalam pelayanan pasien
rawat inap di Rumah Sakit di seluruh dunia karena insidensnya yang sangat
tinggi. Di bidang dermatologi, infeksi nosokomial tidak menjadi perhatian
karena tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi secara umum
menjadi penting karena berhubungan dengan angka kesakitan dan kematian.
Infeksi nosokomial bukan hanya menyerang pasien rawat inap tetapi juga
petugas yang berhubungan dengan proses pelayanan, baik petugas medis
maupun nonmedis dan dapat terjadi secara timbal balik.
Suatu infeksi pada pasien dapat dinyatakan sebagai infeksi nosokomial
bila memenuhi beberapa kriteria :
1. Pada waktu pasien mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda
klinis infeksi tersebut.
2. Pada waktu pasien mulai dirawat di rumah sakit tidak sedang dalam masa
inkubasi infeksi tersebut.
3. Tanda klinis infeksi tersebut baru timbul sekurangkurangnya 48 jam sejak
mulai perawatan.
4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa infeksi sebelumnya.
B. Upaya untuk Mencegah Infeksi Nosokomial
1. Cleaning dan Sanitasi
Cleaning dan sanitasi sangat penting di dalam mengurangi jumlah
populasi mikroorganisme pada suatu ruang/tempat. Prinsip cleaning dan
sanitasi adalah menciptakan lingkungan yang tidak dapat menyediakan

3
sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroba sekaligus membunuh sebagian
besar populasi mikroba. Pemberian bahan antiseptis merupakan contoh
pemberian senyawa kimia yang bersifat antiseptis terhadap tubuh untuk
melawan infeksi atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme dengan cara
menghancurkan atau menghambat aktivitas mikroba.
2. Desinfeksi dan Sterilisasi
Desinfeksi adalah proses pemberian bahan kimia (desinfektans)
terhadap peralatan, lantai, dinding atau lainnya untuk membunuh sel
vegetatif mikrobial. Desinfeksi diberikan pada benda dan hanya berguna
untuk membunuh sel vegetatif saja, tidak mampu membunuh spora.
Sterilisasi adalah proses menghancurkan semua jenis kehidupan
mikroorganisme sehingga menjadi steril. Sterilisasi seringkali dilakukan
dengan cara pemberian udara panas. Ada dua metode yang sering
digunakan, yaitu panas kering dan panas lembab (tata laksana sterilisasi
dan desinfeksi dibahas tersendiri).
3. Standard Precaution (Tindakan Pencegahan Standar)
Semua pegawai pelayanan kesehatan perlu mengetahui bahwa kondisi
lingkungan kerjanya aman. Perawat harus mengenal pedoman tindakan
pencegahan standar untuk melindungi dirinya melawan paparan terhadap
patogen yang menular melalui darah. Prosedur penggunaan pedoman
tindakan pencegahan standar dirancang untuk memperkecil resiko infeksi
yang disebarkan dan selanjutnya melindungi klien dan petugas pelayanan
kesehatan.
Ada 9 tindakan dalam pencegahan standar untuk pengendalian
infeksi meliputi:
1. Cuci tangan, dilakukan setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi,
ekskresi, peralatan yang terkontaminasi, dan klien. Cuci tangan segera
setelah melepas sarung tangan, juga sebelum dan sesudah menyentuh
klien. Hal ini menghindari transfer mikroorganisme ke klien lain atau
lingkungan. Sanitasi tangan merupakan metode yang paling penting
mencegah penyebaran penyakit di tempat pelayanan kesehatan.

4
2. Gunakan sarung tangan, sarung tangan digunakan ketika akan menyentuh
darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, dan peralatan yang terkontaminasi.
Sarung tangan diganti sebelum dan sesudah tindakan pada klien yang sama
setelah kontak dengan bahan yang mungkin mengandung mikroorganisme
konsentrasi tinggi. Sarung tangan dilepaskan secara benar setelah
digunakan, sebelum menyentuh alat sudah disterilkan dan sebelum ke
klien lain dan cuci tangan segera untuk menghindari berpindahnya
mikroorganisme ke klien lain atau lingkungan.
3. Gunakan masker dan pelindung mata, sebagai tindakan untuk melindungi
membran mukosa mata, hidung, dan mulut selama prosedur dan aktifitas
perawatan klien dari percikan udara pernafasan, darah, cairan tubuh baik
sekresi maupun ekskresi.
4. Gunakan schott, untuk melindungi kulit dan mencegah kotoran pada baju
selama tindakan perawatan, dari percikan darah, cairan tubuh baik sekresi
atau maupun ekskresi. Schott dilepaskan sesegera mungkin dengan cara
yang benar kemudian cuci tangan untuk menghindari berpindahnya
mikroorganisme ke klien lain atau lingkungan.
5. Perawatan peralatan klien, dilakukan terhadap peralatan yang telah
terpakai klien yang kotor terkena darah, cairan tubuh baik ekskresi
maupun sekresi untuk mencegah paparan kulit dan membran mukosa,
kontaminasi pada baju, dan berpindahnya mikroorganisme ke klien lain
atau lingkungan. Pastikan alat yang telah digunakan tidak digunakan
kembali pada klien lain sampai disterilkan kembali secara tepat.
6. Pengendalian lingkungan, dengan jalan mengikuti prosedur rumah sakit
untuk pelayanan rutin meliputi cleaning, desinfeksi permukaan
lingkungan, tempat tidur, peralatan tempat tidur, dan permukaan lain yang
sering disentuh.
7. Penanganan alat tenun atau linen, baik ketika memegang, memindahkan,
dan memberlakukan linen terpakai yang kotor terkena darah, cairan tubuh
baik ekskresi maupun sekresi untuk mencegah paparan dan kontaminasi
pada baju dan menghindari mikroorganisme ke klien lain atau lingkungan.

5
Mencegah petugas kesehatan dari patogen darah, khususnya untuk
mencegah kecelakaan kerja ketika menggunakan jarum, pisau, dan
instrumen tajam lain; ketika memegang instrumen tajam setelah tindakan;
ketika membersihkan instrumen; dan ketika membuang jarum yang telah
terpakai. Jangan pernah menutup jarum yang terpakai dengan kedua
tangan atau tehnik lain yang melibatkan ujung jarum menghadap ke bagian
tubuh.
8. Penempatan klien, dapat menggunakan ruang privat untuk klien yang
dapat mencemari lingkungan atau orang yang tidak mampu menjaga
kebersihan dan lingkungan dengan tepat.
9. Imunisasi Beberapa penyakit infeksi dapat dikendalikan melalui vaksinasi
(misalnya polio dan difteri). Penyakit cacar (smallpox), telah diberantas
total dengan imunisasi. Imunisasi dapat diperoleh secara pasif dengan
pemberian sediaan imunoglobulin (antibodi), atau secara aktif melalui
vaksinasi.
C. Patogenesis Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial disebabkan oleh virus, jamur, parasit; dan bakteri
merupakan patogen paling sering pada infeksi nosokomial. Patogen tersebut
harus diperiksa pada semua pasien dengan demam yang sebelumnya dirawat
karena penyakit tanpa gejala demam. Faktor predisposisi terjadinya infeksi
nosokomial pada seseorang antara lain :
1. Status imun yang rendah (pada usia lanjut dan bayi prematur).
2. Tindakan invasif, misalnya intubasi endotrakea, pemasangan kateter, pipa
saluran bedah, dan trakeostomi.
3. Pemakaian obat imunosupresif dan antimikroba.
4. Transfusi darah berulang.
Penularan oleh patogen di rumah sakit dapat terjadi melalui beberapa cara :
1. Penularan melalui kontak merupakan bentuk penularan yang sering dan
penting infeksi nosokomial. Ada 3 bentuk, yaitu:
a. Penularan melalui kontak langsung: melibatkan kontak tubuh dengan
tubuh antara pejamu yang rentan dengan yang terinfeksi.

6
b. Penularan melalui kontak tidak langsung: melibatkan kontak pada
pejamu yang rentan dengan benda yang terkontaminasi misalnya jarum
suntik, pakaian, dan sarung tangan.
c. Penularan melalui droplet, terjadi ketika individu yang terinfeksi batuk,
bersin, berbicara, atau melalui prosedur medis tertentu, misalnya
bronkoskopi.
2. Penularan melalui udara yang mengandung mikroorganisme yang
mengalami evaporasi, atau partikel debu yang mengandung agen infeksius.
Mikroorganisme yang terbawa melalui udara dapat terhirup pejamu yang
rentan yang berada pada ruangan yang sama atau pada jarak yang jauh dari
sumber infeksi. Sebagai contoh mikroorganisme Legionella,
Mycobacterium tuberculosis, Rubeola, dan virus varisela
3. Penularan melalui makanan, air, obat-obatan dan peralatan yang
terkontaminasi.
4. Penularan melalui vektor, misalnya nyamuk, lalat, tikus, dan kutu
D. Tatalaksanaan Infeksi Nosokomial
Pengobatan infeksi nosokomial bergantung pada etiologi yang
mendasarinya. Infeksi nosokomial pada daerah bedah atau ulkus dekubitus
dapat dilakukan debridement. Sampel dari jaringan harus di kultur untuk
identifikasi patogen yang dicurigai. Pada skabies nosokomial dapat diobati
dengan antiskabies topikal atau oral. Penggunaan antiskabies topikal, yaitu
permetrin 5%, dan lindan 1% dianjurkan 2 kali selang seminggu, sedangkan
sulfur presipitatum 5-10% selama 3 hari berturut-turut. Ivermektin oral
diberikan dengan dosis 200 μg/kgBB sebagai dosis tunggal dan dapat diulang
dalam 10-14 hari. Ivermektin oral diindikasikan pada pasien imunosupresif,
penyakit yang berat, pada keadaan wabah dan kasus dengan lesi yang berat.

7
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang berasal atau terjadi di rumah
sakit. Dalam bidang dermatologi, infeksi tersebut tidak menjadi perhatian
karena tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi secara umum
menjadi penting karena berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas.
Pengelupasan kulit yang luas pada beberapa dermatosis, dan penggunaan
glukokortikoid atau obat imunosupresif lainnya dalam jangka panjang pada
beberapa penyakit kulit merupakan faktor risiko terjadinya infeksi nosokomial.
Beberapa penyakit kulit juga dapat menimbulkan infeksi nosokomial.
Pemahaman akan tindakan pencegahan diperlukan untuk mengatasi infeksi
nosokomial.
B. Saran
Infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan dan
kematian di dunia. Salah satu jenis infeksi adalah infeksi nosokomial, maka
dari itulah kita harus berhati-hati dalam pencegahan Infeksi. Lakukan
Sterilisasi alat kesehatan agar mengurangi dampak dari penularan infeksi
nosokomial, Melakukan sanitasi lingkungan sekitar dengan baik dan benar,
Serta penanganan pasien infeksi sesuai dengan prosedur.
.

8
DAFTAR PUSTAKA

http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/uploads/2017/08/Mikrobiolo
gi-dan-Parasitologi-Komprehensif.pdf. Diakses pada tanggal 17 April 2018

Futia.Rachma.http://eprints.undip.ac.id/46298/3/Futia_Rachma_22010111140189
_Lap.KTI_Bab_2.pdf. Diakses pada tanggal 17 April 2018

LH.nssution.2009.Infeksi.nasokomial.http://www.perdoski.or.id/doc/mdvi/fulltext
/20/115/Infeksi_Nososkomial_(36-41).pdf Diakses pada tanggal 17 April 2018

Anda mungkin juga menyukai