Anda di halaman 1dari 15

MANAGEMENT PATIENT SAFETY

TINDAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN


INFEKSI SILANG

Dosen Pengampuh:
Iqnata Bandaso,S.Kep.,M.Kes

Disusun oleh:

I Gede Arya Ambara


22 21 0067

AKADEMI KEPERAWATAN RUMKIT TK.III


MANADO
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME atas hikmat dan tuntunannya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudulkan "Tindakan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Silang" atas bimbingan dari ibu Iqnata
Bandaso, S.Kep., M.Kes mata kuliah management patient safety dengan baik dan
sebagaimana mestinya.
Penulisan makalah ini untuk meningkatkan pemahaman pembaca tentang pencegahan
dan pengendalian infeksi silang secara umum. Penulisan makalah ini bisa dijadikan
referensi dalam kegiatan proses belajar mengajar pada mata kuliah Management
Patient Safety.
Demikian makalah ini kami buat dengan mencantumkan materi serta instansi terkait.
Diucapkan terimakasih kepada ibu Iqnata Bandaso, S.Kep., M.Kes yang telah
membimbing serta memberikan tugas yang membuat kami semakin produktif dan
kritis dalam hal yang kami tempuh. Sekian, terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………..1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………………2
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………………….2
BAB II PEMBAHASA
2.1 Infeksi………………………………………………………………………………….…3
2.2 Infeksi Nosokomial………………………………………………………………..….…3
2.3 Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Silang…………………………...4
BAB III KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………8
3.2 Saran……………………………………………………………………………………..8
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..……iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi adalah masuk dan berkembangnya agen infeksi ke dalam tubuh
seseorang atau hewan. Pada infeksi yang “manifes”, orang yang terinfeksi
tampak sakit secara lahiriah. Pada infeksi yang “non-manifes”, tidak ada gejala
atau tanda lahiriah. Jadi, infeksi jangan dirancukan dengan penyakit.
Istilah “infeksi” juga hanya mengacu pada organisme patogen, tidak pada semua
jenis organisme. Sebagai contoh, pertumbuhan normal flora bakteri yang biasa
hadir di dalam saluran usus tidak dianggap sebagai infeksi.
Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat dirumah sakit dan mulai
menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai
dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah
sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan
bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit,
dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada
dirumah sakit baru disebut infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial ini dapat
berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh. Infeksi endogen
disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam
tubuh dan berpindah ketempat baru yang kita sebut dengan self infection atau
auto infection, sementara infeksi eksogen (cross infection/infeksi silang)
disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu
pasien ke pasien lainnya.
Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di
negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit
infeksi masih menjadi penyebab utamanya. Presentase infeksi nososkomial di
rumah sakit diseluruh dunia mencapai 9 9 (variasi 3-21 9) atau lebih 1,4 juta
pasien rawat inap dirumah sakit seluruh dunia mendapatkan infeksi nosokomial.
Suatu penelitian yang dilakukan oleh WHO tahun 2006 menunjukkan bahwa
sekitar 8,726 dari 55 rumah sakit dari 14 negara di Eropa, Timur tengah, dan
Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan adanya infeksi nosokomial, khususnya
di Asia Tenggara sebanyak 1096. Di Indonesia yaitu di 1O RSU pendidikan,
infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu 6-162o dengan rata-rata 9,820 pada tahun
2010. Infeksi nosokomial paling umum terjadi adalah infeksi luka.
operasi ILO). Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa angka kejadian ILO
pada rumah sakit di Indonesia bervariasi antara 2-18 dari keseluruhan prosedur
pembedahan. Menurunnya standar pelayanan perawatan merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Salah satu infeksi yang
paling sering terjadi adalah plebitis pada pasien yang mendapat terapi infus.
Kejadian ini merupakan salah satu indikator adanya infeksi akibat kesalahan
pemasangan ataupemasangan infus yang tidak sesuai protap terutama masalah
teknik septik-aseptik.
Dalam hal ini, perawat sebagai salah satu pemberi layanan kesehatan berperan
besar untuk memperkecil risiko infeksi tersebut. Oleh karena itu, kami akan
membahas mengenai pencegahan dan pengendalian infeksi silang dalam
makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan infeksi?
2. Apa yang dimaksud dengan infeksi nosokmial?
3. Bagaimana tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi silang?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian infeksi.
2. Untuk mengetahui pengertian infeksi nosokomial.
3. Untuk mengetahui tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi silang.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Infeksi
Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit. Infeksi juga disebut asimptomatik apabila mikroorganisme
gagal dan menyebabkan cedera yang serius terhadap sel atau jaringan.
Penyakit akan timbul jika patogen berbiak dan menyebabakan perubahan pada
jaringan normal. (Potter & perry, 2005)
Infeksi merupakan infeksi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh,
terutama yang menyebabkan cedera sellular lokal akibat kompetisi metabolisme,
toksin, replikasi intra selular, atau respon antigen-antibodi (Kamus Saku
Kedokteran (Dorland,1998)
Infeksi terjadi jika mikroorganisme bertumbuh dan mengalahkan mekanisme
pertahanan tubuh. Jika mikroorganisme ini merusak tubuh maka disebut
patogen. Suatu patogen harus berkembang biak dalam tubuh untuk dapat
menimbulkan infeksi. Mikroorganisme dapat tumbuh pada seluruh tubuh (infeksi
sistemik) atau terbatas pada area tertentu.

2.2 Infeksi Nosokomial


Tampak sulit dipercaya bahwa infeksi yang didapat saat dirawat di rumah sakit
lebih sering terjadi daripada kecelakaan lalu lintas dan infeksi ini memakan biaya
bermiliar-miliar rupiah untuk perawatan rawat inap lebih lama. Infeksi yang
didapat di rumah sakit disebut infeksi nosokomial (dari bahasa Latin
nosokomium berarti rumah sakit). Teknik aseptik adalah metode terbaik untuk
mencegah infeksi nosokomial. Teknik aseptik ini digunakan pada setiap prosedur
dan peralatan invasif seperti kateter urin. Prosedur ini harus dilaksanakan pada
tempatnya untuk meminimalkan risiko infeksi, diperkirakan 30% infeksi
nosokomial dapat dicegah.
Infeksi terjadi jika mikroorganisme menyebar dari suatu reservoar infeksi ke
penjamu yang rentan. Jalan masuk infeksi dapat berupa kontak, aerosol, darah,
makanan/air dan serangga. Reservoar infeksi adalah tempat mikroorganisme
dapat bertahan hidup dan berkembang biak dan dapat berupa pasien itu sendiri
(infeksi terhadap diri sendiri) atau dari pasien lainnya, pengunjung, atau staf
rumah sakit (infeksi silang).
Infeksi dapat berasal dari diri sendiri jika jaringan terinfeksi akibat infeksi dari
lokasi yang berbeda pada tubuh pasien, misalnya saluran pernafasan, saluran
pencernaan dan kulit. Infeksi silang terjadi dari orang yang menderita infeksi
atau karier yang tidak bergejala atau dari suatu reservoar infeksi.
1. Faktor-faktor penyebab infeksi nosokomial
Penularan kuman penyebab infeksi rumah sakit dapat terjadi melalui :
 Infeksi sendiri (self infection), yaitu infeksi rumah sakit berasal dari
pasien sendiri (flora endogen) yang berpindah ke tempat atau bagian
tubuh lain, seperti kuman Escherichia coli dan Staphylococcus aureus,
kuman tersebut dapat berpindah melalui benda yang dipakai, seperti
linen atau gesekan sendiri.
 Infeksi silang (cross infection), yaitu infeksi rumah sakit terjadi akibat
penularan dari pasien/orang lain di rumah sakit.
 Infeksi lingkungan (environmental infection), yaitu infeksi yang
disebabkan kuman yang didapat di lingkungan rumah sakit.

2. Transmisi infeksi nosokomial


Bakteri yang menyebabkan infeksi nosokomial dapat menyebar dalam
berbagai cara :
1) Yang telah permanen atau hanya singgah sementara pada pasien
(endogenousinfection) Bakteri ada dikeadaan normal yang
menyebabkan transmisi baik dari habitat luar dan dalam (system
urinaria), merusak jaringan (melukai) atau penggunaan antiobiotik
yang tidak tepat. Sebagai contoh, bakteri gram negative yang
menyerang saluran pencernaan sering kali disebabkan daerah
pembedahan atau bekas operasi yang terinfeksi setelah melakukan
operasi di bagian perut atau menyerang sisitem urinaria di salauran
kencing.
2) Ke pasien yang lain atau para pegawai (exogenous cross-infection)
Bakteri menular diantara pasien :
a. kontak langsung diantara pasien (tangan, kelenjar saliva (air
ludah).
b. dari udara (debu atau sirkulasi udara yang terkontaminasi oleh
bakteri
yang sudah menyerang pasien).
c. melalui kontaminasi oleh pegawai/perawat (tangan, baju, hidung
dan tenggorokan/kerongkongan) yang dapat jadi itu terjadi untuk
sementara atau karir permanen.
d. melalui objek yang terkontaminasi dari pasien (termasuk
peralatan), tangan pegawai, pengunjung atau sumber dari
lingkungan itu sendiri (air, gas, makanan).
3. Kelingkungan (endemic or epidemic exogenous environmental
infections)
Beberapa tiper dari mikroorganisme yang selalu ada di lingkungan
rumah sakit :
a) Diair, area yang lembab/basah, dan adakalanya di produk yang
steril atau tidak terinfeksi (Pseudomonas, Acineotobacter,
Myobacterium)
b) Diperalatan yang digunakan untuk perawatan
c) Padamakanan

Pada debu (bakteri yang diameternya lebih kecil dari 10um tinggal
pada udara pada beberapa jam dan dapat terhirup pada keadaan
yang bersamaan dengan debu).

2.3 Tindakan Pencegahan dan Dan Pengendalian Infeksi


Peran penting perawat adalah mengetahui prosedur dan praktik yang mungkin
menyebabkan infeksi nosokomial, misalnya teknik-teknik invasif, jalur tindakan
dan menyadari faktor-faktor lainnya yang dapat meningkatkan risiko infeksi
seperti kebersihan yang kurang, status gizi kurang, dan imunosupresi. Mungkin
faktor pencegahan terpenting adalah memastikan dilaksanakannya prosedur
pengontrolan infeksi, yang dilaksanakan di setiap rumah sakit. Perawatan
terpisah merupakan usaha mencegah penyebaran infeksi dengan isolasi protektif
atau mencegah infeksi dari pasien yang terinfeksi (isolasi sumber).
1. Mencuci tangan
Mencuci tangan merupakan rutinitas yang murah dan penting dalam
prosedur pengontrolan infeksi, dan merupakan metode terbaik untuk
mencegah transmisi mikroorganisme. Telah terbukti bahwa tindakan
mencuci tangan secara signifikan menurunkan infeksi pada ICU dan
infeksi saluran pencernaan. Kulit yang rusak pada tangan mengandung
pathogen yang lebih banyak, yang banyak menyebabkan infeksi
nosokomial.
Faktor penting untuk mempertahankan hygiene yang baik dan
mempertahankan integritas kulit adalah:
 Lama mencuci tangan.
 Paparan semua area tangan dan pergelangan tangan ke alat yang
digunakan Menggosok dengan keras hingga terjadi friksi.
 Pembilasan menyeluruh.
 Memastikan tangan telah dikeringkan.
Hampir semua bakteri bakteri transien dapat diilangkan dengan sabun
dan air, tetapi bakteri residen akan tetap tinggal. Pencuci tangan
bakterisida, misalnya Hibiscrub, Povidone-iodine, membuat prosedur
ini lebih efektif karena menghilangkan bakteri residen. Yang perlu
perhatian khusus saat mencuci adalah area tempat berkumpulnya
mikroorganisme, seperti di sela-sela jari.
Walaupun mencuci tangan dengan menggunakan bakterisida, namun
tidak semua bakteri dapat dihilangkan. Tangan tidak pernah steril,
tanpa satupun mikroorganisme hidup di atasnya, dan inilah sebabnya
diperlukan sarung tangan steril sekali pakai (disposible) untuk
beberapa prosedur. Candida albicans, salah satu penyebab oral thrush
(jamur pada mulut) pada pasien kanker stadium lanjut, dapat
menyebar dari pasien ke tangan perawat. Penyebaran ini dapat
dicegah dengan mengenakan sarung tangan steril saat kontak dengan
mukosa oral.
Pakaian pelindung dikenakan untuk mencegah transfer
mikroorganisme dari kamar ke kamar melalui pakaian dan untuk
mencegah transfer mikroorganisme dari pasien ke perawat dan
sebaliknya. Hal-hal seperti ini dapat membuat perbedaan besar
terutama jika kontak erat dengan pasien yang infeksius, seperti
tindakan menggendong bayi baru lahir (neonatus). Apron plastic
impermeable sekali pakai lebih baik dari pada baju katun karena
mikroorganisme dapat melewati bahan katun, terutama jika basah.
Menurunkan risiko penyebaran infeksi melalui udara juga dapat
dilakukan dengan memastikan bahwa prosedur seperti merapikan dan
membersihkan
tempat tidur tidak langsung dikerjakan sebelum membalut luka, karena
prosedur membersihkan tempat tidur dapat menyebarkan
mikroorganisme di udara. Selain itu, membalut luka yang terinfeksi
sebaliknya dilakukan paling akhir.

2. Perawatan keteter vena sentral


Kateter vena sentral (central venous catheter, CVC) dapat
diimplantasika melaluipembedahan pada pasien yang membutuhkan
terapi intavena jangka panjang atau dapat diinsersi oada perifer untuk
jangka pendek. Di Inggris, hamper 6000 pasien per tahun
mendapatkan infeksi pasa sirkulasi darah karena kateter (catheter-
related bloodstream infection, CR-BSI) , disebabkan pemasangan dan
perawatan kateter vena sentral. Infeksi ini merupakan salah satu
komplikasi paling berbahaya pada pasien. Mikroorganisme penyebab
yang tersering adalah Staphylococcus epidermidis. Infeksi dapat
disebarkan dari tangan tenaga medis saat perawatan atau dari
mikroorganisme kulit yang mengontaminasi kateter saat pemasangan.
Maka sangat penting melakukan tindakan penfhalang steril secara
maksimal saat memasang kateter vena sentral.
Rekomendasi dari pedoman pencegahan infeksi oleh tenaga medis
menunjukkan bahwa minimalisasi risiko infeksi dapat dilakukan dengan
:
 Memilih kateter yang tepat untuk pasien, misalnya kateter
berlubang tunggal yang diberi zat antimokroba.
 Tempat insersi terbaik, misalnya daerah subklavia (bahu) lebih
disarankan daripada daerah jungular (leher) atau femoral
(paha).
 Menggunakan teknik aseptic saat pemasangan kateter vena
sentral, seperti baju, sarung tangan, dan duk steril.
 Persiapan daerah insersi yang tepat, misalnya membersihkan
kuit dengan larutan alcohol klorheksidin glukonat dan dibiarkan
mongering sebelum insersi.
 Perawatan kateter dan daerah yang efektif, misalnya disinfeksi
permukaan eksternal kateter dan bagian sambungan, ditutup
dengan menggunakan kasa steril atau balutan transparan
 Menjalankan strategi penggaantian kateter vena sentral dengan
memperhatikan metode dan frekuensi penggantian.
 Tidak menggunakan antibiotik untuk menurunkan risiko infeksi

3. Perawatan kateter uretra jangka pendek pada perawatan akut


Kateterisasi urin telah diketahui sebagai risiko utama infeksi noskomial.
Pada pasien dengan kateter urin, 20 sampai 3096 pasien akan
mengalami bakteriuria
(bakteri di urin). Sekitar 220 dari pasien yang mengalami bakteriuria
akan mengalami bacteremia dan sekitar 2299 akan meninggal. Telah
pula ditunjukkan bahwa risiko infeksi meningkat dengan semakin
lamanya penggunaan kateter. Oleh karena itu, jelas bahwa praktik
keperawatan yang baik sangat diperlukan untuk prosedur ini.
Risiko infeksi dapat diminimalisasi dengan :
 Hanya menggunakan kateter urin ketika tidak ada prosedur
alternatif lain
 Memilih kateter terkecil yang memungkinkan alran urin dengan
baik
 Menggunakan peralatan steril tertutup dan teknik aseptic saat
pemasangan.
 Menggunakan system steril tertutup dan mencegah aliran baik
urin dari kantung urin dengan meletakkan kantung urin di bawah
kandung kemih dan penjepitan (clamping) selang kantung jika
pasien bergerak.

4. Memcuci dan desinfeksi


Mencuci adalah proses menghilangkan kotoran yang kelihatan,
sementara disinfeksi adalah tindakan untuk membunuh atau
mengurangi pertumbuhan mikroorganisme tergantung dari resistensi
alami mikroorganisme. Disinfeksi umumnya berbahaya untuk kulit dan
harus menggunakan pakaian pelindung saat memakainya. Antiseptic
adalah agen antimikroba yang menurunkan pertumbuhan
mikroorganisme pada jaringan hidup. Contoh antiseptic yang umum
adalah iodin dan hidrogen peroksida. Peralatan medis harus
dibersihkan dan /atau didisinfeksi sebelum digunakan dari pasien ke
pasien lain. Secara umum setiap alat harus dibersihkan, tetapi
peralatan medis yang kontak dengan darah atau cairan tubuh atau
digunakan pada pasien yang menderita infeksi, seperti infeksi
Staphylococcus aureus resisten metisilin (MRSA), diare, maka
peralatan medis ini harus didisinfeksi.
Setiap alat harus selalu dicuci dan dibersihkan sebelum disinfeksi
karena alat yang kotor akan melindungi mikroorganisme. Disinfeksi zat
pembunuh bakteri, kadang disebut juga bakterisida, sedangkan zat
yang hanya menghambat pertumbuhan bakteri disebut bakteriostatik.
Disinfektan bakterisida dapat bersifat bakterostatik jika diencerkan.
Sehingga penting untuk menggunakan disinfektan dengan konsentrasi
yang tepat. Begitu pula, disinfektan harus digunakan dalam durasi
waktu yang tepat dan dipastikan bahwa larutan disinfektan masih baru
agar prosedur disinfeksi efektif.
Disinfektan yang paling efektif adalah senyawa aldehida, peroksida,
dan halogen tetapi tidak selalu tepat digunakan setiap saat karena efek
sampingnya. Semua zat tersebut adalah agen pengoksidasi kuat.
5. Sterilisasi
Sterilisasi adalah prosedur untuk membunuh semua organisme
termasuk endospore dan virus. Autoklaf (dapat dilakukan dengan alat
masak bertekanan tinggi, presto) dapat digunakan untuk sterilisasi
dengan menggunakan uap bertekanan tinggi. Prosedur ini sering
digunakan untuk sterilisasi instrument bedah umum dan masker
anestesi. Temperatur tinggi dicapai ketika uap berada dalam tekanan
tinggi, seperti 121 0C pada 108 kPa (15 psi) yang akan membunuh
mikroorganisme dalam jangkan pendek dibandingkan menggunakan
panas pada tekanan atmosfer biasa. Di pabrik, produk steril seperti
syringe disposable disterilisasi sebelum dikemas dengan
menggunakan radiasi sinar gamma untuk menghancurkan
mikroorganisme.
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme
yang mampu menyebabkan sakit. Infeksi merupakan infeksi dan
pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh, terutama yang
menyebabkan cedera sellular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin,
replikasi intra selular, atau respon antigen-antibodi.
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat dirumah sakit (dari
bahasa Latin nosokomium berarti rumah sakit). Infeksi terjadi jika
mikroorganisme menyebar dari suatu reservoar infeksi ke penjamu yang
rentan. Jalan masuk infeksi dapat berupa kontak, aerosol, darah,
makanan/air dan serangga.
Peran penting perawat adalah mengetahui prosedur dan praktik yang
mungkin menyebabkan infeksi nosokomial, misalnya teknik-teknik invasif,
jalur tindakan dan menyadari faktor-faktor lainnya yang dapat
meningkatkan risiko infeksi seperti kebersihan yang kurang, status gizi
kurang, dan imunosupresi. Mungkin faktor pencegahan terpenting adalah
memastikan dilaksanakannya prosedur pengontrolan infeksi, yang
dilaksanakan di setiap rumah sakit. Perawatan terpisah merupakan usaha
mencegah penyebaran infeksi dengan isolasi protektif atau mencegah
infeksi dari pasien yang terinfeksi (isolasi sumber).

2. Saran
Berdasarkan uraian makalah yang telah dibuat, diharapkan dapat
menambah pengetahuan mahasiswa khususnya mahasiswa keperawatan
dalam tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi silang.
DAFTAR PUSTAKA

Potter, Patricia A., Anne Griffin Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, dan Praktik Volume 2 Edisi 4. Jakarta: EGC.

James, Joyce, Collin Baker, Helen Swain. 2002. Prinsip-prinsip Sains Untuk
Keperawatan. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai