Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang


Infeksi adalah masuk dan berkembangnya agen infeksi ke dalam tubuh
seseorang atau hewan. Pada infeksi yang “manifes”, orang yang terinfeksi tampak sakit
secara lahiriah. Pada infeksi yang “non-manifes”, tidak ada gejala atau tanda lahiriah.
Jadi, infeksi jangan dirancukan dengan penyakit.
Istilah “infeksi” juga hanya mengacu pada organisme patogen, tidak pada
semua jenis organisme. Sebagai contoh, pertumbuhan normal flora

 bakteri yang biasa hadir di dalam saluran usus tidak dianggap sebagai infeksi.

Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan

mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah
selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang

masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72

 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien
masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam
 pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial
ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh. Infeksi
endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada
didalam tubuh dan berpindah ketempat baru yang kita

sebut dengan  self infection  atau auto infection, sementara infeksi eksogen
(cross infection/infeksi silang) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal

dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya.

Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak


di negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena
 penyakit-penyakit infeksi masih menjadi penyebab utamanya. Presentase infeksi
nososkomial di rumah sakit di seluruh dunia mencapai 9 % (variasi 3- 21 %) atau
lebih 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia mendapatkan
infeksi nosokomial. Suatu penelitian yang

dilakukan oleh WHO tahun 2006 menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55  
rumah sakit dari 14 negara di Eropa, Timur tengah, dan Asia Tenggara dan
Pasifik menunjukkan adanya infeksi nosokomial, khususnya di Asia Tenggara
sebanyak l0%. Di Indonesia yaitu di 10 RSU pendidikan, infeksi

nosokomial cukup tinggi yaitu 6-16% dengan rata-rata 9,8% pada tahun 2010.
Infeksi nosokomial paling umum terjadi adalah infeksi luka operasi( ILO).

Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa angka kejadian ILO pada rumah
sakit di Indonesia bervariasi antara 2-18% dari keseluruhan prosedur
 pembedahan. Menurunnya standar pelayanan perawatan merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Salah satu infeksi yang
paling sering terjadi adalah plebitis pada pasien yang mendapat terapi infus.
Kejadian ini merupakan salah satu indikator adanya infeksi akibat kesalahan
pemasangan ataupemasangan infus yang tidak sesuai protap

terutama masalah teknik septik-aseptik.


Dalam hal ini, perawat sebagai salah satu pemberi layanan kesehatan

 berperan besar untuk memperkecil risiko infeksi tersebut. Oleh karena itu, kami
akan membahas mengenai pencegahan dan pengendalian infeksi silang dalam
makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1   Apa yang dimaksud dengan infeksi?
1.2.2   Apa yang dimaksud dengan infeksi nosokomial?

1.2.3   Bagaimana tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi silang?

1.3  Tujuan
1.3.1   Untuk mengetahui pengertian infeksi.
1.3.2   Untuk mengetahui pengertian infeksi nosokomial.
1.3.3   Untuk mengetahui tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi silang.

1.4  Manfaat
1.4.1   Mahasiswa dapat mengetahui pengertian infeksi.

1.4.2   Mahasiswa dapat mengetahui pengertian infeksi nosokomial.

 
1.4.3   Mahasiswa dapat mengetahui tindakan pencegahan dan pengendalian
infeksi silang.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Infeksi
Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang

mampu menyebabkan sakit. Infeksi juga disebut asimptomatik apabila mikroorganisme


gagal dan menyebabkan cedera yang serius terhadap sel atau
 jaringan.Penyakitb akan timbul jika patogen berbiak dan menyebabakan

 perubahan pada jaringan normal. (Potter & perry. Fundamental Keperawatan


Edisi 4.hal : 933 – 942:2005)
Infeksi merupakan infeksi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan

tubuh, terutama yang menyebabkan cedera sellular lokal akibat kompetisi

metabolisme, toksin, replikasi intra selular, atau respon antigen- antibodi(Kamus


Saku Kedokteran Dorland,edisi 25.hal :555:1998)

Infeksi terjadi jika mikroorganisme bertumbuh dan mengalahkan mekaisme


pertahanan tubuh. Jika mikroorganisme ini merusak tubuh maka disebut
patogen. Suatu patogen harus berkembang biak dalam tubuh untuk dapat
menimbulkan infeksi. Mikroorganisme dapat tumbuh pada seluruh tubuh (infeksi
sistemik) atau terbatas pada area tertentu.

2.2 Infeksi Nosokomial

Tampak sulit dipercaya bahwa infeksi yang didapat saat dirawat di rumah sakit
lebih sering terjadi daripada kecelakaan lalu lintas dan infeksi ini

memakan biaya bermiliar-miliar rupiah untuk perawatan rawat inap lebih lama.
Infeksi yang didapat di rumah sakit disebut infeksi nosokomial (dari
 bahasa Latin nosokomium berarti rumah sakit). Teknik aseptik adalah metode
terbaik untuk mencegah infeksi nosokomial. Teknikk aseptik ini digunakan
 pada setiap prosedur dan peralatan invasif seperti kateter urin. Prosedur ini
harus dilaksanakan pada tempatnya untuk meminimalkan risiko infeksi,
diperkirakan 30% infeksi nosokomial dapat dicegah.
Infeksi terjadi jika mikroorganisme menyebar dari suatu reservoar infeksi ke
penjamu yang rentan. Jalan masuk infeksi dapat berupa kontak, aerosol, darah,
makanan/air dan serangga. Reservoar infeksi adalah tempat

mikroorganisme dapat bertahan hidup dan berkembang biak dan dapat berupa
 pasien itu sendiri (infeksi terhadap diri sendiri) atau dari pasien lainnya,

 pengunjung, atau staf rumah sakit (infeksi silang).

Infeksi dapat berasal dari diri sendiri jika jaringan terinfeksi akibat infeksi dari
lokasi yang berbeda pada tubuh pasien, misalnya saluran pernafasan, saluran
pencernaan dan kulit.
Infeksi silang terjadi dari orang yang menderita infeksi atau karier yang tidak
bergejala atau dari suatu reservoar infeksi.

a.  Indikator Infeksi Nosokomial

Indikator adalah salah satu cara untuk menilai penampilan dari suatu
kegiatan dengan menggunakan instrumen. Indikator merupakan

variabel yang digunakan untuk menilai suatu perubahan (Depkes, 2001).


Indikator sering digunakan terutama bila perubahan tersebut tidak dapat
diukur. Indikator pengendalian infeksi rumah sakit menurut Depkes tahun
2001 meliputi angka pasien dekubitus, angka kejadian dengan jarum
infus/flebitis, dan angka kejadian infeksi luka operasi. Ketiga indikator ini
dapat dijelaskan sebagai berikut:

1)   Angka pasien dengan dekubitus ( Dekubitus Ulcer Rate)

Luka dekubitus adalah luka pada kulit dan/atau jaringan yang


dibawahnya yang terjadi di rumah sakit karena tekanan yang terus

menerus akibat tirah baring. Luka dekubitus akan terjadi bila pasien
tidak dibolak-balik atau dimiringkan dalam waktu 2 x 24 jam. Angka
pasien dengan dekubitus adalah banyaknya pasien yang menderita
dekubitus dan bukan banyaknya kejadian dekubitus.

2)   Angka Infeksi karena Jarum Infus/flebitis ( Intravenous Canule

 Infection Rate)

Infeksi karena jarum infus adalah keadaan yang terjadi disekitar

tusukan atau bekas tusukan jarum infus di Rumah Sakit, dan timbul
setelah 2 x 24 jam dirawat di rumah sakit kecuali infeksi kulit karena
sebab-sebab lain yang tidak didahului oleh pemberian infus atau
suntikan lain. Infeksi ini ditandai dengan rasa panas, pengerasan dan

kemerahan (kalor, tumor, dan rubor) dengan atau tanpa nanah (pus)
 pada daerah bekas tusukan jarum infus dalam waktu 3 x 24 jam atau
kurang dari waktu tersebut bila infus terpasang.

3)   Angka Kejadian Luka Operasi (Wound Infection Rate)

Adanya infeksi rumah sakit pada semua kategori luka sayatan operasi
bersih yang dilaksanakan di rumah sakit ditandai oleh rasa
 panas (kalor), kemerahan (color), pengerasan (tumor), dan keluarnya
nanah (pus) dalam waktu lebih dari 3 x 24 jam kecuali infeksi rumah
sakit yang terjadi bukan pada tempat luka.

 b.  Faktor Penyebab Infeksi Nosokomial


Penularan kuman penyebab infeksi rumah sakit dapat terjadi melalui :
1)   Infeksi sendiri ( self infection), yaitu infeksi rumah sakit berasal dari

 pasien sendiri (flora endogen) yang berpindah ke tempat atau bagian


tubuh lain, seperti kuman Escherichia coli dan Staphylococcus aureus,
kuman tersebut dapat berpindah melalui benda yang dipakai, seperti
linen atau gesekan sendiri.

2)   Infeksi silang (cross infection), yaitu infeksi rumah sakit terjadi

akibat penularan dari pasien/orang lain di rumah sakit.

3)   Infeksi lingkungan (environmental infection), yaitu infeksi yang


disebabkan kuman yang didapat di lingkungan rumah sakit.
c.  Batasan-batasan Infeksi Nosokomial
Infeksi Nosokomial disebut juga dengan “ Hospital Acquired Infection”
apabila memenuhi batasan/kriteria sebagai berikut :
1)   Apabila pada waktu dirawat di RS, tidak dijumpai tanda-tanda klinik
infeksi tersebut.
2)   Pada waktu penderita mulai dirawat tidak dalam masa inkubasi dari
infeksi tersebut.
3)   Tanda-tanda infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 3 x 24

 jam sejak mulai dirawat


4)   Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari nfeksi

sebelumya
5)   Bila pada saat mulai dirawat di RS sudah ada tanda-tanda infeksi, tetapi
terbukti bahwa infeksi didapat penderita waktu perawatan sebelumnya
dan belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokommial.

d.  Transmisi Infeksi Nosokomial

Bakteri yang menyebabkan infeksi nosokomial dapat menyebar dalam

 berbagai cara :
1)   Yang telah permanen atau hanya singgah sementara pada pasien

(endogenous infection)
Bakteri ada dikeadaan normal yang menyebabkan transmisi baik
dari habitat luar dan dalam (system urinaria), merusak jaringan
(melukai) atau penggunaan antiobiotik yang tidak tepat. Sebagai
contoh, bakteri gram negative yang menyerang saluran pencernaan
sering kali disebabkan daerah pembedahan atau bekas operasi yang
terinfeksi setelah melakukan operasi di bagian perut atau menyerang
sisitem urinaria di salauran kencing.

2)   Ke pasien yang lain atau para pegawai (exogenous cross-infection)

Bakteri menular diantara pasien :


a)   kontak langsung diantara pasien (tangan, kelenjar saliva (air ludah).
 b)  dari udara (debu atau sirkulasi udara yang terkontaminasi oleh
 bakteri yang sudah menyerang pasien).
c)   melalui kontaminasi oleh pegawai/perawat (tangan, baju, hidung
dan tenggorokan/kerongkongan) yang dapat jadi itu terjadi untuk
sementara atau karir permanen.
d)   melalui objek yang terkontaminasi dari pasien (termasuk

 peralatan), tangan pegawai, pengunjung atau sumber dari


lingkungan itu sendiri (air, gas, makanan).

3)   Ke lingkungan (endemic or epidemic exogenous environmental


infections)

Beberapa tiper dari mikroorganisme yang selalu ada di


lingkungan rumah sakit :

a)   Di air, area yang lembab/basah, dan adakalanya di produk yang

steril atau tidak terinfeksi (Pseudomonas, Acineotobacter,


Myobacterium)

 b)  Di peralatan yang digunakan untuk perawatan


c)   Pada makanan

d)   Pada debu (bakteri yang diameternya lebih kecil dari 10µm tinggal
pada udara pada beberapa jam dan dapat terhirup pada

keadaan yang bersamaan dengan debu).


e.  Riwayat Alamiah
1)   Masa Inkubasi dan Klinis Masa Inkubasi pada Infeksi Nosokomial

adalah 3 x 24 jam sejak mulai pasien dirawat


2)   Masa Laten dan Periode Infeksi Masa Laten dan Periode Infeksi
 Noskomial ini tergantung dari imunitas pasien sendiri. Jika ia mempunyai
imunitas yang kuat terhadap factor eksogen (kelompok

yang merawat, alat medis, serta lingkunga) yang tidak baik. Maka bisa
 jadi ia tidak terserang Infeksi Nosokomial. Dan jika imunitasnya tidak
cukup kuat, maka dapat jadi pasien tersebut dirawat berhari,
 berminggu-minggu dan lebih parahnya berbulan-bulan

2.3  Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Silang


Peran penting perawat adalah mengetahui prosedur dan praktik yang
mungkin menyebabkan infeksi nosokomial, misalnya teknik-teknik invasif,

 jalur tindakan dan menyadari faktor-faktor lainnya yang dapat meningkatkan

risiko infeksi seperti kebersihan yang kurang, status gizi kurang, dan
imunosupresi. Mungkin faktor pencegahan terpenting adalah memastikan
dilaksanakannya prosedur pengontrolan infeksi, yang dilaksanakan di setiap
rumah sakit. Perawatan terpisah merupakan usaha mencegah penyebaran

infeksi dengan isolasi protektif atau mencegah infeksi dari pasien yang
terinfeksi (isolasi sumber).
a.  Mencuci tangan

Mencuci tangan merupakan rutinitas yang murah dan penting dalam

 prosedur pengontrolan infeksi, dan merupakan metode terbaik untuk


mencegah transmisi mikroorganisme. Telah terbukti bahwa tindakan mencuci
tangan secara signifikan menurunkan infeksi pada ICU dan infeksi saluran
pencernaan. Kulit yang rusak pada tangan mengandung

 pathogen yang lebih banyak, yang banyak menyebabkan infeksi

nosokomial.
Faktor penting untuk mempertahankan hygiene yang baik dan
mempertahankan integritas kulit adalah :

1)   Lama mencuci tangan


2)   Paparan semua area tangan dan pergelangan tangan ke alat yang
digunakan
3)   Menggosok dengan keras hingga terjadi friksi
4)  Pembilasan menyeluruh
5)   Memastikan tangan telah dikeringkan

Hampir semua bakteri bakteri transien dapat diilangkan dengan sabun


dan air, tetapi bakteri residen akan tetap tinggal. Pencuci tangan
 bakterisida, misalnya  Hibiscrub ,  Povidone-iodine, membuat prosedur ini
lebih efektif karena menghilangkan bakteri residen. Yang perlu perhatian
khusus saat mencuci adalah area tempat berkumpulnya mikroorganisme,
seperti di sela-sela jari.
Walaupun mencuci tangan dengan menggunakan bakterisida, namun
tidak semua bakteri dapat dihilangkan. Tangan tidak pernah steril, tanpa
satupun mikroorganisme hidup di atasnya, dan inilah sebabnya diperlukan

sarung tangan steril sekali pakai (disposible) untuk beberapa prosedur.


Candida albicans, salah satu penyebab oral thrush (jamur pada mulut)

 pada pasien kanker stadium lanjut, dapat menyebar dari pasien ke tangan

 perawat. Penyebaran ini dapat dicegah dengan mengenakan sarung tangan

steril saat kontak dengan mukosa oral.


Pakaian pelindung dikenakan untuk mencegah transfer mikroorganisme
dari kamar ke kamar melalui pakaian dan untuk mencegah transfer
mikroorganisme dari pasien ke perawat dan sebaliknya. Hal-hal seperti ini
dapat membuat perbedaan besar terutama jika kontak erat dengan pasien
yang infeksius, seperti tindakan menggendong bayi
 baru lahir (neonatus). Apron plastic impermeable sekali pakai lebih baik
daripada baju katun karena mikroorganisme dapat melewati bahan katun,
terutama jika basah.

Menurunkan risiko penyebaran infeksi melalui udara juga dapat dilakukan


dengan memastikan bahwa prosedur seperti merapikan dan

membersihkan tempat tidur tidak langsung dikerjakan sebelum membalut


luka, karena prosedur membersihkan tempat tidur dapat menyebarkan
mikroorganisme di udara. Selain itu, membalut luka yang terinfeksi
sebaliknya dilakukan paling akhir.

 b.  Perawatan keteter vena sentral

Kateter vena sentral (central venous catheter, CVC) dapat


diimplantasika melaluipembedahan pada pasien yang membutuhkan terapi

intavena jangka panjang atau dapat diinsersi oada perifer untuk jangka
 pendek. Di Inggris, hamper 6000 pasien per tahun mendapatkan infeksi

 pasa sirkulasi darah karena kateter (catheter-related bloodstream infection,


CR-BSI) , disebabkan pemasangan dan perawatan kateter vena sentral.
Infeksi ini merupakan salah satu komplikasi paling berbahaya pada pasien.
Mikroorganisme penyebab yang tersering adalah Staphylococcus
epidermidis. Infeksi dapat disebarkan dari tangan tenaga medis saat
 perawatan atau dari mikroorganisme kulit yang mengontaminasi kateter saat
pemasangan . Maka sangat penting melakukan tindakan penfhalang

steril secara maksimal saat memasang kateter vena sentral.


Rekomendasi dari pedoman pencegahan infeksi oleh tenaga medis
menunjukkan bahwa minimalisasi risiko infeksi dapat dilakukan dengan :

1)   Memilih kateter yang tepat untuk pasien, misalnya kateter

 berlubang tunggal yang diberi zat antimokroba


2)   Tempat insersi terbaik, misalnya daerah subklavia (bahu) lebih
disarankan daripada daerah jungular (leher) atau femoral (paha)
3)   Menggunakan teknik aseptic saat pemasangan kateter vena sentral,
seperti baju, sarung tangan, dan duk steril
4)   Persiapan daerah insersi yang tepat, misalnya membersihkan kuit
dengan larutan alcohol klorheksidin glukonat dan dibiarkan
mongering sebelum insersi.

5)   Perawatan kateter dan daerah yang efektif, misalnya disinfeksi

 permukaan eksternal kateter dan bagian sambungan, ditutup


dengan menggunakan kasa steril atau balutan transparan
6)   Menjalankan strategi penggaantian kateter vena sentral dengan
memperhatikan metode dan frekuensi penggantian
7)   Tidak menggunakan antibiotik untuk menurunkan risiko infeksi c. 
Perawatan kateter uretra jangka pendek pada perawatan akut
Kateterisasi urin telah diketahui sebagai risiko utama infeksi noskomial.
Pada pasien dengan kateter urin, 20 sampai 30% pasien akan mengalami
bakteriuria (bakteri di urin). Sekitar 2% dari pasien yang

mengalami bakteriuria akan mengalami bacteremia dan sekitar 22% akan


meninggal. Telah pula ditunjukkan bahwa risiko infeksi meningkat dengan
semakin lamanya penggunaan kateter. Oleh karena itu, jelas bahwa praktik
keperawatan yang baik sangat diperlukan untuk prosedur ini.

Risiko infeksi dapat diminimalisasi dengan :


1)   Hanya menggunakan kateter urin ketika tidak ada prosedur alternatif lain
2)   Memilih kateter terkecil yang memungkinkan alran urin dengan baik 3) 
Menggunakan peralatan steril tertutup dan teknik aseptic saat

 pemasangan
4)  Menggunakan system steril tertutup dan mencegah aliran baik urin dari
kantung urin dengan meletakkan kantung urin di bawah kandung kemih
dan penjepitan (clamping)  selang kantung jika pasien bergerak.

d.  Mencuci dan disinfeksi


Mencuci adalah proses menghilangkan kotoran yang kelihatan,

sementara disinfeksi adalah tindakan untuk membunuh atau mengurangi

 pertumbuhan mikroorganisme tergantung dari resistensi alami


mikroorganisme. Disinfeksi umumnya berbahaya untuk kulit dan harus
menggunakan pakaian pelindung saat memakainya. Antiseptic adalah agen
antimikroba yang menurunkan pertumbuhan mikroorganisme pada
 jaringan hidup. Contoh antiseptic yang umum adalah iodin dan hidrogen

 peroksida.

Peralatan medis harus dibersihkan dan /atau didisinfeksi sebelum


digunakan dari pasien ke pasien lain. Secara umum setiap alat harus

dibersihkan, tetapi peralatan medis yang kontak dengan darah atau cairan
tubuh atau digunakan pada pasien yang menderita infeksi, seperti infeksi
Staphylococcus aureus  resisten metisilin (MRSA), diare, maka peralatan
medis ini harus didisinfeksi.
Setiap alat harus selalu dicuci dan dibersihkan sebelum disinfeksi karena
alat yang kotor akan melindungi mikroorganisme. Disinfeksi zat
 pembunuh bakteri, kadang disebut juga bakterisida, sedangkan zat yang

hanya menghambat pertumbuhan bakteri disebut bakteriostatik.


Disinfektan bakterisida dapat bersifat bakterostatik jika diencerkan.
Sehingga penting untuk menggunakan disinfektan dengan konsentrasi yang
tepat. Begitu pula, disinfektan harus digunakan dalam durasi waktu yang
tepat dan dipastikan bahwa larutan disinfektan masih baru agar
 prosedur disinfeksi efektif.

Disinfektan yang paling efektif adalah senyawa aldehida, peroksida, dan


halogen tetapi tidak selalu tepat digunakan setiap saat karena efek
sampingnya. Semua zat tersebut adalah agen pengoksidasi kuat.

e.  Sterilisasi
Sterilisasi adalah prosedur untuk membunuh semua organisme termasuk
endospore dan virus. Autoklaf (dapat dilakukan dengan alat masak
bertekanan tinggi, presto) dapat digunakan untuk sterilisasi dengan

menggunakan uap bertekanan tinggi. Prosedur ini sering digunakan untuk


sterilisasi instrument bedah umum dan masker anestesi. Temperatur tinggi
dicapai ketika uap berada dalam tekanan tinggi, seperti 121 0C pada 108 kPa
(15 psi) yang akan membunuh mikroorganisme dalam jangkan pendek
dibandingkan menggunakan panas pada tekanan atmosfer biasa. Di pabrik,
 produk steril seperti syringe disposable disterilisasi sebelum dikemas dengan
menggunakan radiasi sinar gamma untuk menghancurkan mikroorganisme.
BAB III
PENUTUP

3.1   Simpulan
Pencegahan dan penanganan infeksi merupakan serangkaian kegiatan dan

tindakan untuk mencegah dan mengurangi faktor resiko terjadinya infeksi. Dalam hal
ini perawat memiliki peranan penting dalam pengendalian infeksi karena seorang
perawatlah yang lebih sering kepasien baik melakukan pengkajian sampai tindakan
invasif, sehingga diharapkan perawat dapat mengetahui dan menghindari faktor yang
dapat menyebabkan terjadinya infeksi. 

3.2   Saran

Melalui tulisan ini, penulis ingin menyampaikan saran-saran kepada mahasiswa


diharapkan tulisan ini dapat dijadikan motivasi untuk lebih mendalami
materi tentang Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Silang. 
DAFTAR PUSTAKA

Depkes. 2001. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.

Potter, Patricia A., Anne Griffin Perry. 2005.  Buku Ajar Fundamental
 Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik Volume 2 Edisi 4. Jakarta: EGC.

James, Joyce, Collin Baker, Helen Swain. 2002.  Prinsip-prinsip Sains Untuk

 Keperawatan. Jakarta: Erlangga.

Azis, alimul H.2006.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia.Jakarta:Salemba


Medika
Ester, Monica.2005.Pedoman Perawatan Pasien.Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai