DAFTAR ISI
BAB 1 ............................................................................................................................... 3
BAB I
PENDAHULUAN
dapat mencapai 50% apalagi jika tidak mencuci tangan. Peralatan yang kurang steril, air
yang terkontaminasi kuman, cairan desinfektan yang mengandung kuman, sering
meningkatkan risiko infeksi nosocomial (Utje, 1993).
Untuk bisa dipahami dan dimengerti tentang pengertian, tanda dan gejala, dan
factor yang dapat mempengaruhi infeksi nosocomial. dan mengetahui cara tindakan
pencegahan infeksi nosocomial.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian
Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang
disertai suatu gejala kilinis baik local maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama
seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama
seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut Infeksi Nosokomial. Secara
umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari
72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk
rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada
dirumah sakit baru disebut Infeksi Nosokomial. Infeksi ini dikenal pertama kali pada
tahun 1847 oleh Semmelweis.
1. Sumber penyakit.
Sumber penyakit ini dapat mempengaruhi apakah infeksi berjalan dengan
cepat atau lambat.
2. Kuman
Kuman ini dapat menentukan jumlah mikroorganisme, kemampuan
mikroorganisme masuk ke dalam tubuh dan virulensinya.
3. Cara membebaskan sumber dari kuman.
Cara membebaskan sumber dari kuman ini dapat menentukan apakah
proses infeksi cepat teratasi atau diperlambat, seperti tingkat keasaman
(pH), suhu, penyinaran (cahaya), dan lain-lain.
4. Cara penularan
Cara penularan ini seperti kontak langsung, melalui makanan atau udara,
dapat menyebabkan penyebaran kuman ke dalem tubuh.
5. Cara masuknya kuman.
Proses penyebaran kuman berbeda, tergantung dari sifatnya. Kuman dapat
masuk melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan, kulit, dan lain-lain.
6. Daya tahan tubuh.
Daya tahan tubuh yang baik dapat memperlambat proses infeksi atau
mempercepat proses penyembuhan.
7
1. Demam
2. Takikardia
3. Sesak
4. lemas
a) Tahap rentan.
Pada tahap ini pejamu masih dalam kondisi relative sehat, namun
peka atau labil, disertai factor presdisposisi yang mempermudah terkena
penyakit seperti umur, keadaan fisik, perilaku/kebiasaan hidup, social
ekonomi. Factor presdiposisi tersebut mempercepat masuknya agen
penyebab penyakit (mikroba pathogen) untuk berinteraksi dengan pejamu.
b) Tahap inkubasi.
Setelah masuk ke tubuh pejamu, mikroba pathogen mulai beraksi,
namun tanda dan gejala penyakit belum tampak (subklinis). Saat mulai
masuknya mikroba pathogen ke tubuh pejamu hingga saat munculnya tanda
dan gejala penyakit lainnya, ada yang hanya beberapa jam, da nada yang
bertahun-tahun.
c) Tahap klinis.
Merupakan tahap terganggunya fungsi organ yang dapat
memunculkan tanda dan gejala penyakit. Dalam perkembangannya,
penyakit akan berjalan secara bertahap. Pada tahap awalm tanda dan gejala
penyakit masih ringan. Penderita masih mampu melakukan aktifitas sehari-
hari dan masih dapat diatasi dengan berobat jalan.
d) Tahap akhir penyakit.
Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir pula. Perjalanan
penyakit tersebut dapat berakhir dengan 5 alternatif, yaitu:
1. Sembuh sempurna
2. Sembuh dengan obat
3. Pembawa (Carrier)
4. Kronis
5. Meninggal dunia
9
Pencegahan infeksi adalah mencegah dan mendeteksi infeksi pada pasien yang
berisiko infeksi. Pencegahan infeksi nosocomial dapat diartikan sebagai suatu usaha yang
dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko penularan infeksi mikroorganisme dari
lingkungan rumah sakit (Maryunani, 2011).
Aseptic, yaitu tindakan yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan, istilah ini dipakai
untuk menggambarkan semua usaha yang dilakukan untuk mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar akan mengakibatkan
infeksi. Tujuannya untuk mengurangi atau menghilangkan jumlah mikroorganisme,
baik pada permukaan benda hidup maupun benda mati agar alat-alat kesehatan dapat
dengan aman saat digunakan.
Antiseptic, yaitu upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh lainnya.
Dekontaminasi, tindakan yang dilakukan agar benda mati dapat ditangani oleh tenaga
kesehatan secara aman, terutama petugas pembersih medis sebelum pencucian
dilakukan contohnya adalah meja pemeriksaan, alat-alat kesehatan, dan sarung tangan
yang terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh pada saat prosedur bedah/tindakan
dilakukan.
Pencucian, yaitu tindakan menghilangkan semua darah, cairan tubuh, atau setiap benda
asing seperti debu dan kotoran.
10
f. Dekontaminasi
Dekontaminasi dan pembersihan merupakan 2 tindakan pencegahan dan
pengendalian yang sangat efektif meminimalkan risiko penularan infeksi. Proses
pembersihan penting dilakukan karena tidak ada prosedur strelisasi dan DTT yang
efektif tanpa melakukan pembersihan terlebih dahulu.
C. Tujuan pencegahan infeksi
Tujuan pencegahan infeksi dalam pelayanan kesehatan menurut
Maryunani (2011), antara lain:
1. Meminimalkan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme
2. Menurunkan resiko penularan infeksi
3. Memberikan perlindungan terhadap klien dan tenaga kesehatan dari penularan
penyakit yang mengancam jiwa, misalnya hepatitis dan HIV/AIDS.
12
BAB III
PEMBAHASAN
Tingkat paling tinggi terjadi di unit perawatan khusus, ruang rawat bedah dan
ortopedi serta pelayanan obstetric (seksio sesarea). Menurut Dirjen Bina Upaya
Kesehatan Kementrian Kesehatan (Kemenkes) Akmal Taher, kasus infeksi
nosocomial pada pasien menyebabkan waktu rawat inap semakin lama dan
bahkan menimbulkan kematian.
Selain dari alat yang tidak steril, pasien bisa terinfeksi dari pengunjung atau
petugas RS yang tengah sakit. Menurut dia, infeksi nosocomial biasanya terjadi
setelah 48 jam (dua hari). Misalnya, ada pasien anak dirawat karena diare,
kemudian pada hari ketiga tiba-tiba muncul infeksi baru, seperti infeksi paru.
13
BAB IV
PENUTUP
2.7 Kesimpulan
2.8 Saran