Anda di halaman 1dari 13

1

DAFTAR ISI

BAB 1 ............................................................................................................................... 3

PENDAHULUAN .................................................................................. ......................... 3

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 3


1.2 Rumusan Masalah . ........................................................................... ......................... 4
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 4
BAB II............................................................................................................................... 5
LANDASAN TEORI .............................................................................. ......................... 5
2.1 Pengertian infeksi nosokomial……………………………………………………….5
2.2 Faktor yang mempengaruhi ........................................................................................ 6
2.3 Tanda Dan Gejala infeksi nosokomial ........................................................................ 7
2.4 Proses terjadinya infeksi nosokomial.......................................................................... 7
2.5 Tindakan pencegahan.................................................................................................. 9
BAB III ........................................................................................................................... 12
PEMBAHASAN ............................................................................................................. 12
2.6 Kasus infeksi nosokomial ......................................................................................... 12
BAB IV ........................................................................................................................... 13
PENUTUP....................................................................................................................... 13
2.7 Kesimpulan ............................................................................................................... 13
2.8 Saran ......................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 14
3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah sakit selain untuk mencari kesembuhan juga merupakan sumber dari
berbagai penyakit, yang berasal dari penderita maupun dari pengunjung yang berstatus
karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah sakit,
seperti udara, air, lantai, makanan dan benda-benda peralatan medis maupun non medis
(Nugraheni, dkk, 2012). Hal ini akan mempermudah terjadinya infeksi silang karena
kuman-kuman, virus, dan sebagainya akan masuk ke dalam tubuh penderita yang sedang
dalam proses asuhan keperawatan dengan mudah (Darmadi, 20008).
Penderita yang sedang dalam proses perawatan di rumah sakit, baik dengan
penyakit dasar tunggal maupun penderita dengan penyakit dasar lebih dari satu, secara
umum keadaan umumnya tentu tidak/kurang baik, sehingga daya tahan tubuhnya
menurun. Infeksi adalah masuk dan berkembangnya mikroorganisme dalam tubuh yang
menyebabkan sakit disertai dengan gejala klinis baik local maupun sistemik (Potter &
Perry, 2005).
Infeksi nosocomial adalah semua kasus infeksi yang terjadi sekurang-kurangnya
setelah 3x24 jam dirawat di rumah sakit atau pada waktu masuk tidak didapatkan tanda-
tanda klinik dari infeksi nosocomial (Kurniadi, 1993).
Jenis infeksi nosocomial yang sering dijumpai pada pasien bedah berturut-turut
adalah infeksi saluran kemih, infeksi arena bedah, infeksi saluran nafas bawah,
bakteriemia dan sepsis yang berkaitan dengan penggunaan alat intravaskuler. Upaya
identifikasi dan pengamatan pasien yang berisiko tinggi harus dilakukan sehingga
kemudian dapat dilakukan upaya pencegahan, diagnosis dan penanggulannya
(Sjamsuhidayat & De jong, 2004).
Cara penularan melaluo tenaga perawat ditempatkan sebagai penyebab yang paling
utama infeksi nosocomial. Penularan melalui tangan perawat dapat secara kangsung
karena tangan yang kurang bersih atau secara tidak langsung melalui peralatan yang
invasive. Dengan tindakan mencuci tangan secara benar saja kejadian infeksi nosocomial
4

dapat mencapai 50% apalagi jika tidak mencuci tangan. Peralatan yang kurang steril, air
yang terkontaminasi kuman, cairan desinfektan yang mengandung kuman, sering
meningkatkan risiko infeksi nosocomial (Utje, 1993).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari infeksi nosokomial?
2. Apa saja factor yang dapat mempengaruhi proses infeksi?
3. Apa saja tanda dan gejala infeksi nosokomial?
4. Bagaimana proses terjadinya infeksi nosokomial?
5. Bagaimana tindakan pencegahan terhadap infeksi nosokomial?
6. Bagaimana pencegahan infeksi nosocomial?

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk bisa dipahami dan dimengerti tentang pengertian, tanda dan gejala, dan
factor yang dapat mempengaruhi infeksi nosocomial. dan mengetahui cara tindakan
pencegahan infeksi nosocomial.
5

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian

Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang
disertai suatu gejala kilinis baik local maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama
seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama
seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut Infeksi Nosokomial. Secara
umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari
72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk
rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada
dirumah sakit baru disebut Infeksi Nosokomial. Infeksi ini dikenal pertama kali pada
tahun 1847 oleh Semmelweis.

Penelitian yang dilakukan National Nosokomial Infections Surveillance (NNIS)


dan Centers Of Disease Control and Pre ventions (CDCP) pada tahun 2002 melaporkan
bahwa 5 sampai 6 kasus infeksi nosocomial dari setiap 100 kunjungan ke rumah sakit.
Diperkirakan 2 juta kasus infeksi nosocomial terjadi di setiap tahun di Amerika Serikat.
Penelitian di berbagai universitas di Amerika Serikat menyebutkan bahwa pasien yang
dirawat di Intensive Care Unit (ICU) mempunyai kecenderung terkena infeksi
nosocomial 5-8 kali lebih tinggi dari pada pasien yang di rawat di ruang rawat biasa.
Infeksi nosocomial banyak terjadi di ICU pada kasus pasca bedah dan kasus dengan
pemasangan infus dan kateter yang tidsk sesuai dengan prosedur standar pencegahan dan
pengendalian infeksi yang diterapkan di rumah sakit (Salawati, 2012).
6

2.2 Faktor Yang Mempengaruhi

Berikut ini factor yang mempengaruhi Infeksi Nosokomial menurut Hidayat


(2006), yaitu:

1. Sumber penyakit.
Sumber penyakit ini dapat mempengaruhi apakah infeksi berjalan dengan
cepat atau lambat.
2. Kuman
Kuman ini dapat menentukan jumlah mikroorganisme, kemampuan
mikroorganisme masuk ke dalam tubuh dan virulensinya.
3. Cara membebaskan sumber dari kuman.
Cara membebaskan sumber dari kuman ini dapat menentukan apakah
proses infeksi cepat teratasi atau diperlambat, seperti tingkat keasaman
(pH), suhu, penyinaran (cahaya), dan lain-lain.
4. Cara penularan
Cara penularan ini seperti kontak langsung, melalui makanan atau udara,
dapat menyebabkan penyebaran kuman ke dalem tubuh.
5. Cara masuknya kuman.
Proses penyebaran kuman berbeda, tergantung dari sifatnya. Kuman dapat
masuk melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan, kulit, dan lain-lain.
6. Daya tahan tubuh.
Daya tahan tubuh yang baik dapat memperlambat proses infeksi atau
mempercepat proses penyembuhan.
7

2.3 Tanda dan Gejala

Gejala yang dialami sama dengan tanda-tanda infeksi lainnya seperti :

1. Demam
2. Takikardia
3. Sesak
4. lemas

2.4 Proses Terjadinya Infeksi Nosokomial

1. Mekanisme penularan menurut Darmadi (2008)


Penyebab mikroba pathogen ketubuh manusia melalui mekanisme tertentu, yaitu
mekanisme penularan. Dalam garis besarnya, mekanisme transmisi mikroba
patoghen ke pejamu yang rentan melalui 2 cara:
a. Tranmisi langsung (Direct Trasmission)
Penularan langsung oleh mikroba pathogen ke pintu masuk yang sesuai dari
pejamu. Contohnya adalah adanya sentuhan, gigitan, ciuman, batuk,
berbicara, atau saat tranfusi darah yang terkontaminasi mikroba pathogen.
b. Transmisi tidak langsung (Indirect Transmission)
Penularan mikroba pathogen yang penularnya “meida perantara” baik
berupa barang-barang, air, udara, makanan / minuman, maupun vector.
2. Tahapan transmisi mikroba patoghen Darmadi (2008)
Dalam riwayat penyakit, pejamu yang peka akan berinteraksi dengan mikroba
pathogen, yang secara alamiah akan melewati 4 tahap, yaitu:
8

a) Tahap rentan.
Pada tahap ini pejamu masih dalam kondisi relative sehat, namun
peka atau labil, disertai factor presdisposisi yang mempermudah terkena
penyakit seperti umur, keadaan fisik, perilaku/kebiasaan hidup, social
ekonomi. Factor presdiposisi tersebut mempercepat masuknya agen
penyebab penyakit (mikroba pathogen) untuk berinteraksi dengan pejamu.
b) Tahap inkubasi.
Setelah masuk ke tubuh pejamu, mikroba pathogen mulai beraksi,
namun tanda dan gejala penyakit belum tampak (subklinis). Saat mulai
masuknya mikroba pathogen ke tubuh pejamu hingga saat munculnya tanda
dan gejala penyakit lainnya, ada yang hanya beberapa jam, da nada yang
bertahun-tahun.
c) Tahap klinis.
Merupakan tahap terganggunya fungsi organ yang dapat
memunculkan tanda dan gejala penyakit. Dalam perkembangannya,
penyakit akan berjalan secara bertahap. Pada tahap awalm tanda dan gejala
penyakit masih ringan. Penderita masih mampu melakukan aktifitas sehari-
hari dan masih dapat diatasi dengan berobat jalan.
d) Tahap akhir penyakit.
Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir pula. Perjalanan
penyakit tersebut dapat berakhir dengan 5 alternatif, yaitu:
1. Sembuh sempurna
2. Sembuh dengan obat
3. Pembawa (Carrier)
4. Kronis
5. Meninggal dunia
9

2.5 Tindakan Pencegahan


A. Pengertian pencegahan infeksi

Pencegahan infeksi adalah mencegah dan mendeteksi infeksi pada pasien yang
berisiko infeksi. Pencegahan infeksi nosocomial dapat diartikan sebagai suatu usaha yang
dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko penularan infeksi mikroorganisme dari
lingkungan rumah sakit (Maryunani, 2011).

Berikut ini adalah pengertian-pengertian yang perlu diketahui dalam


pencegahan infeksi menurut Hidayat (2006), yaitu:

 Aseptic, yaitu tindakan yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan, istilah ini dipakai
untuk menggambarkan semua usaha yang dilakukan untuk mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar akan mengakibatkan
infeksi. Tujuannya untuk mengurangi atau menghilangkan jumlah mikroorganisme,
baik pada permukaan benda hidup maupun benda mati agar alat-alat kesehatan dapat
dengan aman saat digunakan.
 Antiseptic, yaitu upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh lainnya.
 Dekontaminasi, tindakan yang dilakukan agar benda mati dapat ditangani oleh tenaga
kesehatan secara aman, terutama petugas pembersih medis sebelum pencucian
dilakukan contohnya adalah meja pemeriksaan, alat-alat kesehatan, dan sarung tangan
yang terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh pada saat prosedur bedah/tindakan
dilakukan.
 Pencucian, yaitu tindakan menghilangkan semua darah, cairan tubuh, atau setiap benda
asing seperti debu dan kotoran.
10

 Sterilisasi, yaitu tindakan menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri, jamur,


paresis, dan virus) termasuk bakteri endospore dari benda mati.
 Desinfektan, yaitu tindakan menghilangkan sebagian besar mikroorganisme penyebab
penyakit dari benda mati. Desinfektan tingkat tinggi dilalkukan dengan merebus atau
menggunakan larutan kimia. Tindakan ini dapat menghilangkan semua
mikroorganisme, kecuali beberapa bakteri endospore.
B. Cara pencegahan infeksi
Berikut ini pencegahan infeksi menurut Salawati (2002), yaitu:
a. Mencuci tangan
untuk melingdungi tangan yang dapat menularkan penyakit dan dapat
melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat ditangan tenaga kesehatan.
b. Penggunaan alat pelindung diri (APD)
Adalah yang terbuat dari bahan yang telah diolah atau bahan sintetik yang
tidak tembus oleh cairan. Contohnya sarung tangan dan masker.
c. Praktik keselamatan kerja
Praktik keselmatan kerja berhubungan dengan pemakaian instrumen tajam seperti
jarum suntik.
d. Perawatan pasien
Perawatan pasien meliputi tindakan: pemakaian kateter urin, pemakaian alat
intravaskuler, tranfusi darah, pemasangan selang nasogastric (Ngt), pemakaian
ventilator dan perawatan luka bekas operasi.
e. Penggunaan antiseptic
Larutan antiseptic digunakan untuk mencuci tangan terutama pada tindakan
bedah, pembersihan kulit sebelum tindakan bedah atau tindakan invasive lainnya.
Intrumen yang kotor, sarung tangan bedah dan barang-barang lain yang digunakan
kembali dapat diproses dengan dekontaminasi, pembersihan dan strelisasi atau
disinfeksi tingkat tinggi (DTT) untuk mengendalikan infeksi.
11

f. Dekontaminasi
Dekontaminasi dan pembersihan merupakan 2 tindakan pencegahan dan
pengendalian yang sangat efektif meminimalkan risiko penularan infeksi. Proses
pembersihan penting dilakukan karena tidak ada prosedur strelisasi dan DTT yang
efektif tanpa melakukan pembersihan terlebih dahulu.
C. Tujuan pencegahan infeksi
Tujuan pencegahan infeksi dalam pelayanan kesehatan menurut
Maryunani (2011), antara lain:
1. Meminimalkan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme
2. Menurunkan resiko penularan infeksi
3. Memberikan perlindungan terhadap klien dan tenaga kesehatan dari penularan
penyakit yang mengancam jiwa, misalnya hepatitis dan HIV/AIDS.
12

BAB III

PEMBAHASAN

2.6 Kasus Infeksi Nosokomial


Contoh kasus yang paling sering yaitu:
 Infeksi luka bedah
 Infeksi saluran kemih
 Saluran pernafasan bagian bawah (pneumonia)

Tingkat paling tinggi terjadi di unit perawatan khusus, ruang rawat bedah dan
ortopedi serta pelayanan obstetric (seksio sesarea). Menurut Dirjen Bina Upaya
Kesehatan Kementrian Kesehatan (Kemenkes) Akmal Taher, kasus infeksi
nosocomial pada pasien menyebabkan waktu rawat inap semakin lama dan
bahkan menimbulkan kematian.

“Rerata pasien terpapar infeksi di RS di Indonesia tergolong cukup tinggi.


Pasalnya, peluang pasien terkena infeksi nosocomial di RS bisa mencapai sekitar
10%, “ujar Akmal, dalam seminar kemitraan strategis Persi dan PT Unilever
Indoneisa Tbk. Dalam meningkatkan kesadaran praktisi medis demi kualitas
kesehatan masyarakat yang lebihbaik, di Jakarta, kemarin.

Sementara dosen mikrobiologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia


(FKUI) Anis Kurniawati juga mengamini hal itu. Kejadian nosocomial rentan
terjadi pada pasien yang baru menjalani operasi melalui alat seperti kateter dan
selang infus.

Selain dari alat yang tidak steril, pasien bisa terinfeksi dari pengunjung atau
petugas RS yang tengah sakit. Menurut dia, infeksi nosocomial biasanya terjadi
setelah 48 jam (dua hari). Misalnya, ada pasien anak dirawat karena diare,
kemudian pada hari ketiga tiba-tiba muncul infeksi baru, seperti infeksi paru.
13

Berkaca dari seriusnya masalah tersebut, Anis berpendapat setiap RS harus


memiliki tim pengontrol infeksi yang secara regular melakukan control terhadap
keamanan ruang operasi, rawat inap, alat, dan sebagainya. Selain itu, pengaturan
soal kunjungan pasien dan kebersihan RS juga harus dijaga.

BAB IV

PENUTUP

2.7 Kesimpulan

2.8 Saran

Anda mungkin juga menyukai