Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH MANAGEMENT SAFETY

KONSEP DASAR INFEKSI NOSOKOMIAL

TINDAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SILANG

Dosen Pembimbing :

Hepta N.Anugrahini,S.Kep.Ns,M.Kep

Disusun oleh :

Dika Wahyuningtyas Sari / P27820118082

Tingkat II Reguler B

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI D3 KEPERAWATAN SOETOMO

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


PEMBAHASAN I
KONSEP DASAR INFEKSI NOSOKOMIAL

1. Pengertian Infeksi Nosokomial


Infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan (Health Care-
associated Infection) atau yang biasa dikenal dengan istilah Infeksi
Nosokomial. Nosokomial berasal dari bahasa Yunani “nonos” yang artinya
penyakit, dan “komeo” yang artinya merawat. Sedangkan infeksi sendiri
memiliki arti, yaitu adanya keberadaan dan perkembangbiakkan
mikroorganisme patogen pada jaringan tubuh yang mengakibatkan kerusakan
pada jaringan tersebut. Jadi infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi
yang terjadi dilingkungan Rumah Sakit.
Infeksi ini dapat terjadi sebagai hasil dari prosedur yang invasif,
pemakaian antibiotik, adanya oganisme yang resisten dengan berbagai obat,
dan pelanggaran dalam kegiatan pencegahan dan kontrol infeksi. Infeksi
nosokomial dapat terjadi pada penderita, tenaga kesehatan, dan juga setiap
orang yang datang ke Rumah Sakit. Infeksi yang ada di pusat pelayanan
kesehatan ini dapat ditularkan atau diperoleh melalui petugas kesehatan,
orang sakit, pengunjung yang berstatus karier atau karena kondisi Rumah
Sakit (Betty, 2012).
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat seseorang dalam waktu
3x24 jam sejak mereka masuk rumah sakit (Depkes RI, 2003). Infeksi
nosokomial diakibatkan oleh pemberian layanan kesehatan dalam fasilitas
perawatan kesehatan. Rumah sakit merupakan satu tempat yang paling
mungkin mendapat infeksi karena mengandung populasi mikroorganisme yang
tinggi dengan jenis virulen yang mungkin resisten terhadap antibiotik (Perry &
Potter, 2005).
Unit Perawatan Intensif (UPI) merupakan salah satu area di Rumah Sakit
yang memiliki resiko tinggi untuk terkena infeksi nosokomial. Perawat yang
bekerja di UPI terutama harus menyadari praktik aseptik. Klien berisiko tinggi
terpapar infeksi dengan alasan sebagai berikut :
1. Klien UPI merupakan klien penyakit kritis dan seringkali memiliki lebih
banyak penyakit yang mendasari dibanding klien lain
2. Peralatan invasif seperti selang intravena dan intrearterial lebih banyak
digunakan di UPI
3. Prosedur invasif lebih banyak dilakukan di UPI daripada daerah perawatan
umum lainnya
4. Seringkali, prosedur pembedahan dilakukan di UPI bukan di ruang operasi
karena kondisi kritis klien
5. Penggunaan antibiotik berspektrum luas secara berlebihan, menimbulkan
mikroorganisme resusten yang akan mengakibatkan timbulnya infeksi
6. Langkah cepat aktivitas di UPI seringkali dapat menyebabkan perawat dan
petugas kesehatan lainnya menjadi kurang rajin dalam menggunakan teknik
aseptik

2. Batasan-batasan Infeksi Nosokomial


Batasan infeksi nosokomial adalah disaat penderita sudah dalam proses asuhan
keperawatan. Infeksi nosokomial disebut juga dengan “Hospital acquired
infection” apabila memenuhi batasan / criteria sebagai berikut :
1. Saat pasien mulai dirawat di Rumah Sakit tidak didapatkan adanya tanda-
tanda klinik terjadinya infeksi
2. Saat pasien mulai dirawat di Rumah Sakit tidak dalam masa inkubasi infeksi
3. Tanda-tanda infeksi timbul sekurang-kurangnya setelah 3x24 jam sejak
dirawat
4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya.
5. Bila pada saat mulai dirawat di RS sudah ada tanda-tanda infeksi, tetapi
terbukti bahwa infeksi didapat penderita pada waktu perawatan sebelumnya
dan belum pernah dilaporkan sebagai indeksi nosokomial.

3. Tahapan Infeksi Nosokomial


3.1 Tahap pertama : patogen bergerak menuju penjamu dengan metode
penularan langsung dan atau tidak langsung.
3.2 Tahap kedua : upaya patogen untuk mencari jalan masuk menuju ke
penjamu
1. Patogen masuk ke jaringan atau organ melalui adanya lesi di kulit
2. Patogen masuk akibat adanya kerusakan atau timbul lesi pada mukosa
saluran urogenital
3. Patogen masuk dengan cara di inhalasi melalui rongga hidung menuju
ke saluran pernapasan
4. Patogen masuk dengan cara ingesti melalui rongga mulut menuju ke
saluran cerna
3.3 Tahap ketiga : patogen berkembang biak dengan menggandakan dirinya
(multiplikasi) dengan tindakan destruktif jaringan. Perjalanan penyakit
tersebut akan berakhir dengan 5 alternatif, yaitu :
1. Sembuh sempurna
2. Sembuh cacat
3. Bersifat carrier (pembawa)
4. Kronis
5. Meninggal dunia

Gambar 1. Siklus infeksi nosokomial (Depkes RI, 2007)


Tanda dan gejala jika seseorang terjangkit infeksi, antara lain :
1. Demam
2. Ritme nafas cepat
3. Tekanan darah rendah
4. Urine output menurun
5. Pasien dengan urinary tract infection akan mendapati darah dalam urinenya
6. Sel darah putih tinggi
7. Radang paru-paru yang dapat membuat individu kesulitan bernapas dan
ketidakmampuan untuk batuk.

4. Dampak Infeksi Nosokomial


Bagi pasien, dapat menambah tekanan emosional, menurunkan fungsi organ,
dan dapat menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Bagi keluarga dan
masyarakat, memerlukan tambahan biaya perawatan dan waktu perawatan
menjadi lebih panjang. Bagi sarana pelayanan kesehatan, dapat menciptakan
citra buruk yang dapat menimbulkan kerugian materi maupun non materi.
Menurut Betty (2012), infeksi nosokomial dapat memberikan dampak sebagai
berikut :
1. Menyebabkan cacat fungsional, stress emosional, cacat permanen, hingga
kematian.
2. Dampak tertinggi pada Negara berkembang dengan prevalensi HIV/AIDS
3. Meningkatkan biaya rumah sakit dengan bertambah lamanya perawatan.
4. Morbiditas dan mortalitas semakin tinggi.
5. Adanya tuntutan secara hukum.
6. Penurunan citra Rumah Sakit.

5. Cara Penularan Penyakit Infeksi


Mikroba terdapat di alam dihampir semua tempat. Akan tetapi, hanya sebagian
kecil dari mikroba (patogen) yang dapat menimbulkan penyakit. Bibit penyakit
tersebutlah yang dapat ditularkan dan berpindah dari individu satu ke individu
lain dengan beberapa cara, antara lain :
5.1 Kontak jasmaniah (Personal Contact)
5.1.1 Kontak langsung (Direct Contact)
Bibit penyakit dapat ditularkan dengan adanya kontak badan antara
penderita dan orang yang akan ditulari dengan melalui adanya
sentuhan, gigitan, ciuman, atau adanya droplet nuclei saat bersin,
berbicara, atau saat transfusi darah.
5.1.2 Kontak tidak langsung (Indirect Contact)
Penularan mikroba patogen yang memerlukan adanya media
perantara dalam menginfeksi individu, baik yang ditularkan melalui
barang, air, udara, makanan dan minuman, maupun vektor.
5.1.2.1 Melalui barang (Vehicle-borne)
Ditularkan melalui barang yang telah terkontaminasi si
penderita seperti peralatan makan dan minum, pemakaian
instrumen bedah, pemakaian peralatan laboratorium, dan
pemakaian peralatan transfusi
5.1.2.2 Melalui vektor (Vector-borne)
Ditularkan melalui media vektor (serangga), yang
memindahkan patogen ke penjamu dengan cara, antara lain :
5.1.2.2.1Cara mekanis
Kaki serangga yang kotor dan penuh dengan
patogen, lalu dihinggapilah makanan dan minuman,
di mana selanjutnya makanan tersebut akan
dikonsumsi dan secara otomatis patogen tersebut
akan masuk ke saluran cerna penjamu
5.1.2.2.2Cara biologis
Sebelum masuk ke tubuh penjamu, mikroba akan
berkembangbiak hingga membentuk tubuh yang
sempurna, selanjutnya mikroba akan berpindah ke
tubuh si penjamu melalui gigitan
5.1.2.3 Melalui makanan dan minuman (Food Borne Infections)
Bibit penyakit dapat ditularkan melalui makanan dan
minuman yang telah terkontaminasi penderita baik dari
sumber makanannya, waktu pengangkutannya, tempat
penyimpanannya, proses pengolahannya, dan proses
penyajian makanan atau minumannya.
5.1.2.4 Melalui udara (Air Borne Infections)
Penyakit dapat menular melalui udara yang berhembus
dengan membawa bibit penyakit, bisa juga melalui tetes
ludah halus (Droplet Infections) yang dapat ditularkan saat
penderita batuk atau ketika sedang melakukan perbincangan.
5.1.2.5 Melalui air (Water-borne)
Sebagai media perantara, air sangat mudah dalam
menyebbarkan mikroba patogen ke tubuh penjamu, melalui
pintu masuk saluran cerna maupun banyak pintu masuk
laiinya. Oleh karena itu, diharapkan adanya kualitas air yang
baik dan bersih khususnya di Rumah Sakit.

6. Penyebab Infeksi Nosokomial


6.1 Agen infeksi
Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur, dan parasit dapat
menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh
mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau
disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous
infection).
6.2 Bakteri
Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang
sehat. Keberadaan bakteri sangat penting dalam melindungi tubuh dari
datangnya pathogen. Tetapi, dalam beberapa kasus bakteri dapat
menyebabkan infeksi jika manusia tersebut mempunyai toleransi yang
rendah terhadap mikroorganisme.
6.3 Virus
Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh berbagai virus,
termasuk virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari transfuse,
dialysis, suntikan, dan endoskopi.
6.4 Parasit dan Jamur
Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah ke
orang dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul
selama pemberian obat antibiotika bakteri dan obat immunosupresan.
6.5 Faktor alat
Infeksi nosokomial terutama disebabkan infeksi dari kateter urin, infeksi
jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi
dan septicemia. Komplikasi kanulasi intravena ini dapat berupa gangguan
mekanis, fisis, dan kimiawi.
PEMBAHASAN II
TINDAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SILANG

1. Pengertian Infeksi Silang


Infeksi silang (cross infection) adalah penularan penyakit infeksi kuman yang
terjadi dari pasien ke operator atau sebaliknya, baik secara langsung ataupun
tidak langsung. Tubuh pasien dapat tertular infeksi nosokomial melalui dirinya
sendiri (auto infeksi), petugas yang merawatnya di rumah sakit, pasien lain
yang juga dirawat di tempat/ruangan yang sama, dan melalui peralatan makan.

2. Patogenesis Infeksi Silang

Infeksi silang dapat terjadi jika mikroorganisme patogen memiliki jumlah


yang cukup untuk menyebarkan penyakit. Penyebaran dari reservoir ke
reservoir lainnya adalah melalui jalan keluar dan masuknya mikroorganisme
patogen ke reservoir yang rentan terinfeksi. Rantai infeksi sendiri adalah
sebuah proses terjadinya infeksi yang diawali dengan adanya sebuah sumber
dari mikroorganisme patogen.

Namun, ketika manusia telah terpapar dan tidak memiliki gejala serta
tanda terjadinya infeksi maka individu tersebut disebut sebagai carrier
(pembawa sifat). Carrier dapat menularkan infeksinya kepada yang lain
dengan cara meninggalkan reservoir, hal ini membutuhkan portal of exits
(jalan keluar). Mikroorganisme patogen dapat keluar melalui pernafasan,
saluran pencernaan, cairan kemih, saluran reproduksi, kulit yang terkelupas,
dan darah.

3. Program Pengendalian Infeksi Nosokomial Di Rumah Sakit


Dalam mengendalikan infeksi nosokomial di rumah sakit, ada tiga hal yang
perlu ada dalam program pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit,
antara lain:
3.1 Sistem surveilan
Surveilan adalah sebuah tindakan pengamatan suatu penyakit yang
dilakukan secara sistematik dan terus-menerus, dengan tujuan untuk
menurunkan risiko terjadinya infeksi nosokomial.
3.2 Peraturan yang jelas dan tegas
Peraturan-peraturan ini merupakan standar yang harus dijalankan setelah
dimengerti semua petugas, standar ini meliputi standar diagnosis (definisi
kasus) ataupun standar pelaksanaan tugas.
3.3 Program pendidikan bagi petugas rumah sakit
Keberhasilan program ini ditentukan oleh perilaku petugas dalam
melaksanakan perawatan. Perubahan perilaku inilah yang memerlukan
proses belajar dan mengajar dengan tujuan mengembalikan sikap mental
yang benar dalam merawat penderita
.
4. Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Infeksi
Taylor (2005) mengatakan bahwa, prinsip-prinsip pelaksanaan tindakan
pencegahan infeksi meliputi :
1. Setiap orang, baik ibu, bayi baru lahir, dan penolong persalinan harus
dianggap dapat menularkan penyakit, karena infeksi yang terjadi bersifat
asimptomatik atau tanpa gejala.
2. Setiap orang harus dianggap beresiko terkena infeksi.
3. Permukaan tempat pemeriksaan, peralatan dan benda-benda lain yang akan
dan telah bersentuhan dengan kulit tak utuh seperti selaput mukosa atau
darah, harus dianggap terkontaminasi sehingga setelah selesai digunakan
harus dilakukan proses pencegahan infeksi secara benar.
4. Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya telah
diproses dengan benar, harus dianggap telah terkontaminasi.
5. Resiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total, tetapi dapat dikurangi
hingga sekecil mungkin kejadiannya dengan melaksanakan prosedur
tindakan pencegahan infeksi yang benar dan konsisten.
5. Program Pencegahan Infeksi Nosokomial
Terdapat beberapa program yang dapat mencegah terjadinya infeksi
nosokomial, diantaranya:
1. Membatasi perkembangbiakkan organisme dengan mencuci tangan,
penggunaan handscoon, adanya tindakan aseptik, sterilisasi, dan
desinfeksi.
2. Menaati praktik pencegahan infeksi, terutama dalam kebersihan dan
kesehatan tangan serta pertimbangan penggunaan Alat perlindungan Diri
(APD)
3. Memperhatikan adanya dekontaminasi dan pencucian peralatan dan benda
lain setelah digunakan atau jika kotor, setelahnya lakukan sterilisasi atau
desinfeksi.
4. Meningkatkan keamanan dan kesehatan lingkungan, terutama di tempat-
tempat yang rentan terjadi infeksi.
5. Melakukan vaksinasi (immunoprophylaxis)
Misalnya, pemberian vaksin polio untuk mencegah penyakit poliomyelitis
6. Pemberian obat baik sebagai upaya pencegahan maupun pengobatan
Misalnya, orang yang akan meninggalkan daerah endemis malaria, maka
sebelum berangkat individu tersebut harus mengkonsumsi obat antimalaria

5.1 Pencegahan Infeksi di Ruangan Bangsal Perawatan


Dengan menggunakan kriteria yang ada, maka ruangan/bangsal perawatan
dapat dikelompok sebagai berikut :
1. Berdasarkan jenis kelamin : Pria dan wanita
2. Berdasarkan umur : Anak dan dewasa
3. Berdasarkan fasilitas non medis yang tersedia : Kelas utama, kelas I,
kelas II, kelas III, dan seterusnya
4. Berdasarkan jenis penyakit : Penyakit dalam, penyakit bedah, penyakit
kulit, dan lainnya
5. Berdasarkan kondisi umum penderita : Bangsal perawatan umum,
bangsal perawatan intensif, bangsal perawatan sadar kembali, dan
bangsal perawatan isolasi
Metode dasar pencegahan infeksi nosokomial adalah cuci tangan (Hand
Hygiene), dengan tujuan untuk meminimalkan hingga menghilangkan
mikroorganisme di tangan dan mencegah adanya perpindahan mikroorganisme
dari lingkungan ke pasien dan daru pasien ke petugas (infeksi silang).
1. Antiseptik untuk cuci tangan
Sabun aseptik berfungsi untuk membunuh mikroorganisme di tangan
2. Cuci tangan (hand wash)
Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun antiseptik
3. Cuci tangan bedah (surgical hand scrub)
Cuci tangan dengan cairan antimikroba sebelum melakukan tindakan
operasi
4. Antiseptik untuk tangan (hand rub antiseptic)
Gosokkan cairan aseptik ke seluruh permukaan tangan tanpa menggunakan
air dan handuk

Tindakan mencuci tangan diperlukan ketika, antara lain :


1. Pada waktu datang ke rumah sakit,
2. Sebelum dan sesudah kontak fisik dengan pasien
3. Sesudah kontak dengan produk pasien
4. Sebelum dan sesudah melaksanakan prosedur pelayanan pasien
5. Sesudah melepaskan sarung tangan
6. Sebelum dan sesudah memegang benda-benda yang tercemar
7. Sebelum memberikan makanan atau obat-obatan kepada pasien
8. Sebelum dan sesudah mengumpulkan spesimen
9. Sebelum makan dan minum
10. Sebelum masuk dan sesudah keluar toilet
11. Jika tangan tampak kotor
12. Sebelum pulang ke rumah

Teknik cuci tangan dasar


1. Lepaskan semua perhiasan dari tangan
2. Dekati wastafel/keran air, jaga jarak jangan terlalu dekat dengan wastafel
3. Putar keran air, alirkan air
4. Basahi tangan
5. Tuangkan sabun secukupnya
6. Gerakan cuci tangan terdiri atas :
Gosokkan kedua telapak tangan
Gosokkan telapak tangan di atas punggung tangan kiri dan sebalinya
Gosok kedua telapak tangan dengan jari saling mengait
Gosok seluruh jari ke tengah telapak tangan dengan jari saling mengait
Gosok kedua ibu jari dengan cara menggosok memutar, dengan telapak
tangan bergantian
Gosokkan jari-jari depan dan bagian belakang dengan gerakan melingkar di
bagian tengah telapak tangan
Gosokkan ke pergelangan tangan kanan dan kiri secara bergantian
7. Bilas tangan dengan air mengalir hingga tidak ada busa
8. Tutup keran air dengan siku
9. Keringkan tangan dengan handuk

Gammbar 2. Prosedur cuci tangan


Alat Perlindungan Diri
Mikroorganisme dapat Penyebaran APD yang digunakan
ditemukan pada mikroorganisme
Petugas : Lepasnya kulit/rambut Kap/topi/penutup kepala
Rambut dan kulit kepala Batuk dan bicara Masker
Hidung dan mulut Sentuhan Gaun penutup
Tubuh dan kulit Sarung tangan, cuci
Tangan tangan, dan antiseptik
tangan tanpa air
Kulit pasien yang Sentuhan Sarung tangan
terkelupas dan selaput
lendir
Darah pasien dan cairan Percikan dan kontak Sarung tangan
tubuh pasien pelindung mata, masker,
duk, dan apron
Sentuhan dan kontak Bersihkan dan proses
perlatakan memakai
sarung tangan rumah
tangga
Kebetulan kontak Alas aki tertutup,
dengan jarum dan pisau dekontaminasi dan
bedah yang tidak tempat limbah, dan
didekontaminasi gunakan zona aman
selam pembedahan
Pasien dengan kulit yang Sentuhan Aseptik/antiseptik kulit
tidak diaseptik/disiapkan disiapkan, duk, dan
sarung tangan
Plingkungan klinik atau Sentuhan Sarung tangan, penutup
rumah sakit luka, dan cuci tangan

Penjelasan dari metode dekontaminasi adalah suatu metode yang menjelaskan


tentang pencucian, desinfeksi, dan sterilisasi untuk menghilangkan kuman-
kuman yang melekat pada peralatan medis dengan biasanya dilakukan
penguapan di bawah tekanan (autoklaf), pemanasan kering (oven udara panas),
air mendidih dan desinfektan kimia. Sterilisasi merupakan proses untuk
menghilangkan segala jenis mikroorganisme, proses ini memerlukan biogical
agent ataupun proses fisik. Sedangkan, desinfeksi adalah tindakan untuk
membunuh mikroorganisme patogen penyebab penyakit pada benda dan
instrumen kesehatan dengan menggunakan bahan kimia yang bersifat
nonselektif

6. Pertahanan Tubuh Menghadapi Infeksi


Tubuh yang sering berhadapan dengan mikroba pathogen, secara otomatis
tubuh akan membentuk sistem pertahanan yang disebut daya tahan tubuh untuk
menjaga tubuh agar tetap sehat dan tidak mudah untuk terinfeksi patogen dari
luar. Daya tahan tubuh dibagi menjadi 2, antara lain :
6.1 Hal-hal yang dapat mencegah masuknya (invasi) patogen dari luar
6.1.1 Kulit yang utuh, sebagai upaya pertahannya kulit akan mengelupas
secara periodik. Kulit juga dilapisi minyak yang bersifat asam yang
dapat membunuh mikroba.
6.1.2 Gerak rambut getar, pengeluaran lendir dan refleks batuk dapat
mencegah masuknya mikroba dan debu
6.1.3 Kelenjar air mata, mengeluarkan lisozim untuk menghancurkan
mikroba yang menempel di mata
6.1.4 Asam lambung (HCL) yang bersifat asam, dapat membunuh mikroba
yang ikut masuk dengan karena tidak sengaja terbawa makanan dan
minuman yang dikonsumsi.
6.1.5 Gerakan peristaltik usus, dapat mendorong mikroba yang ada di usus
agar ikut keluar bersama dengan feses
6.1.6 Keasaman (pH rendah) vagina dan urina, dapat menghambat
pertumbuhan mikroba
6.2 Hal-hal yang dapat menetralkan (membuat tidak berdaya) bibit penyakit
yang sudah masuk ke dalam jaringan tubuh.
6.2.1 Pertahanan nonspesifik (Cellular Immunity = Pertahanan Seluler)
Pertahanan ini dikerjakan oleh leukosit (sel PMN, monocyte,
machrophage) dengan cara mematikan segala jenis mikroba yang
masuk ke dalam tubuh dengan memakannya.
6.2.2 Pertahanan spesifik
Pertahanan ini dilakukan dengan cara mengaktifkan sel limfosit β
untuk mensekresikan antibodi yang berinteraksi secara spesifik
dengan antigen tersebut

7. Pengendalian Infeksi Nosokomial


Pengendalian infeksi nosokomial bertujuan untuk menekan dan memindahkan
perkembangan infeksi pada penderita yang sedang dirawat di rumah sakit
ataupun mengurangi angka infeksi yang terjadi di rumah sakit. Sebagian
infeksi nosokomial ini dapat dicegah dengan strategi yang telah tersedia secara
relatif murah, yaitu:
1. Menaati praktik pencegahan infeksi yang dianjurkan, terutama
kebersihan dan kesehatan tangan serta pemakaian sarung tangan
2. Memperhatikan dengan seksama proses yang telah terbukti bermanfaat
untuk dekontaminasi dan pencucian peralatan dan benda lain yang kotor,
diikuti dengan sterilisasi atau desinfektan tingkat tinggi
3. Meningkatkan keamanan dalam ruang operasi dan area berisiko tinggi
lainnya sebagaiman kecelakaan perlukaan yang sangat serius dan
paparan pada agen penyebab infeksi sering terjadi (Linda Tietjen, 2004;
Darmadi, 2008).

7.1 Yang Harus Diperhatikan Keluarga dan Pengunjung dalam


Pengendalian Infeksi Nosokomial
7.1.1 Mengerti dan memahami peraturan dari Rumah sakit
Taatilah waktu berkunjung
Jangan terlalu lama menjenguk cukup 15-20 menit saja
Penunggu pasien cukup 1 orang
Jangan berkunjung jika anda sedang sakit
Jangan membawa anak dibawah usia 12 tahun
7.2 Menjaga kebersihan diri
Lakukan cuci tangan sebelum dan setelah bertemu pasien
Jangan menyentuh luka, perban, area tusukan infus, atau alat-alat lain yang
digunakan untuk merawat pasien
Bantulah pasien untuk menjaga kebersihan dirinya
7.3 Menjaga kebersihan lingkungan
Jangan menyimpan barang terlalu banyak di ruangan pasien
Jangan tidur di bed pasien
Jangan merokok diarea rumah sakit

8. Cara Memutuskan Rantai Penularan Infeksi


1. Sumber penularan, dengan cara mengeliminasi, membuang, menjauhkan,
atau memasang barier
2. Mekanisme transmisi, mengenal cara-cara penularan, media-media
perantara, dan agen antimikroba
3. Pejamu/calon penderita memperpendek waktu pemaparan, memasang
barier/isolasi
DAFTAR PUSTAKA

A. Aziz Alimul Hidayat, M. U. (2016). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar.


Jakarta: Salemba Medika.

Chairul Radjab, dkk. (2011). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di


Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.

Ibrahim, Hasbi. (2013). Analisis Pelaksanaan Kewaspadaan Standar Terhadap


Penyakit Infeksi Nosokomial. Makassar: Alauddin University Press.

Patricia A. Potter, A. G. P. (2010). Fundamental Keperawatan. 7 ed. Jakarta:


EGC.

Perry & Poetter. (2005). Fundamental Keperawatan, 4 ed. Jakarta: EGC.

Septiari, B.B. (2012). Infeksi Nosokomial. Yogyakarta: Nuha Medika.

Setio, R. & H. (2010). Panduan Praktik Keperawatan Nosokomial. Yogyakarta:


PT. Citra Aji Pratama.

Supartono, Y. A. & B. (1996). Petunjuk Praktis Sterilisasi Instrumen dan


Pengendalian Infeksi Silang. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai