Anda di halaman 1dari 9

INFEKSI NOSOKOMIAL

Ns. RIESMIYATININGDYAH, Skep.M.Kes

1. Definisi Infeksi Nosokomial


Infeksi adalah peristiwa masuk dan penggandaan mikroorganisma di dalam tubuh penjamu
yang mampu menyebabkan sakit (Perry & Potter, 2005)
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat seseorang dalam waktu 3x24 jam sejak
mereka masuk RS (Depkes RI, 2003). Infeksi nosokomial diakibatkan oleh pemberian
layanan kesehatan dalam fasilitas perawatan kesehatan.
Rumah sakit merupakan satu tempat yang paling mungkin mendapatkan infeksi karena
mengandung pupolasi miroorganisme yang tinggi dengan jenis virulen yang mungkin resisten
terhadap antibiotik (Perry & Potter, 2005)

2. Kriteria Infeksi Nosokomial


Kriteria Infeksi Nosokomial menurut DepKes antara lain:
a. Waktu mulai dirawat tidak terdapat tanda-tanda klinik infeksi dan tidak sedang dalam
masa inkubasi infeksi tersebut
b. Infeksi terjadi sekurang-kurangnya 3x 24 jam (72 jam) sejak pasien mulai dirawat
c. Infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan yang lebih lama dari waktu inkubasi
infeksi tersebut
d. Infeksi terjadi pada neonatus yang diperoleh dari ibunya pada saat persalinan atau selama
dirawat di RS
e. Bila di rawat di RS sudah ada tanda-tanda infeksi dan terbukti infeksi tersebut di dapat
penderita ketika dirawat di RS yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah
dilaporkan sebagai infeksi nosokomial

Infeksi RS sering terjadi pada pasien beresiko tinggi yaitu pasien dengan karakteristik
usia tua, berbaring lama, menggunakan obat imunosupresan dan atau steroid, imunitas
turun misalnya pada pasien yang menderita luka bakar atau pasien yang mendapatkan
tindakan invasif, pemasangan infus yang lama, atau pemasangan kateter urin yang lama
dan infeksi nosokomial pada luka operasi (Depkes RI, 2001).
Infeksi nosokomial dapat mengenai semua organ tubuh, tetapi paling banyak adalah
infeksi saluran nafas bagian bawah, infeksi saluran kemih, infesi luka operasi dan infeksi
aliran darah primer atau phlebitis (Depkes RI, 2003)

3. Penularan Infeksi Nosokomial


Cara penularan infeksi nosokomial antara lain:
a. Penularan secara kontak
Penularan ini dapat terjadi baik secara kontak langsung, kontak tidak langsung dan
droplet. Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi berhubungan langsung dengan
penjamu, misalnya person to person pada penularan infeksi hepatitis A virus secara fekal
oral. Kontak tidak langsung terjadi apabila penularan membutuhkan objek perantara
(biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena benda mati tersebut telah terkontaminasi
oleh sumber infeksi, misalnya kontaminasi peralatan medis oleh mikroorganisme (Uliyah
dkk, 2006; Yohanes, 2010).

1
b. Penularan melalui common vehicle
Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman dan dapat
menyebabkan penyakit pada lebih dari satu pejamu. Adapun jenis-jenis common vehicle
adalah darah/produk darah, cairan intra vena, obat-obatan, cairan antiseptik, dan
sebagainya (Uliyah dkk, 2006; Yohanes, 2010).
c. Penularan melalui udara dan inhalasi
Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat kecil sehingga
dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh dan melalui saluran pernafasan.
Misalnya mikroorganisme yang terdapat dalam sel-sel kulit yang terlepas akan
membentuk debu yang dapat menyebar jauh (Staphylococcus) dan tuberkulosis (Uliyah
dkk, 2006; Yohanes, 2010).
d. Penularan dengan perantara vektor
Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Disebut penularan secara
eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari mikroorganime yang
menempel pada tubuh vektor, misalnya shigella dan salmonella oleh lalat. Penularan
secara internal bila mikroorganisme masuk kedalam tubuh vektor dan dapat terjadi
perubahan biologik, misalnya parasit malaria dalam nyamuk atau tidak mengalami
perubahan biologik, misalnya Yersenia pestis pada ginjal (flea) (Uliyah dkk, 2006;
Yohanes, 2010).
e. Penularan melalui makanan dan minuman
Penyebaran mikroba patogen dapat melalui makanan atau minuman yang disajikan untuk
penderita. Mikroba patogen dapat ikut menyertainya sehingga menimbulkan gejala baik
ringan maupun berat (Uliyah dkk, 2006).

4. Etiologi Infeksi Nosokomial


Mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial (WHO, 2002):
a. Conventional pathogens
Menyebabkan penyakit pada orang sehat, karena tidak adanya kekebalan terhadap kuman
tersebut: Staphylococcus aureus, streptococcus, salmonella, shigella, virus influenza,
virus hepatitis.
b. Conditional pathogens
Penyebab penyakit pada orang dengan penurunan daya tahan tubuh terhadap kuman
langsung masuk dalam jaringan tubuh yang tidak steril: pseudomonas, proteus, klebsiella,
serratia, dan enterobacter.
c. Opportunistic pathogens
Menyebabkan penyakit menyeluruh pada penderita dengan daya tahan tubuh sangat
menurun: mycobacteria, nocardia, pneumocytis.

5. Patogenesis dan patofiologi


Infeksi oleh populasi kuman rumah sakit terhadap seseorang pasien yang memang sudah
lemah fisiknya tidaklah terhindarkan. Lingkungan rumah sakit harus diusahakan agar sebersih
mungkin dan sesteril mungkin. Hal tersebut tidak selalu bisa sepenuhnya terlaksana,
karenanya tak mungkin infeksi nosokomial ini bisa diberantas secara total (Yohanes,2010).
Setiap langkah yang tampaknya mungkin, harus dikerjakan untuk menekan risiko terjadinya
infeksi nosokomial. Yang paling penting adalah kembali kepada kaidah sepsis dan antisepsis
dan perbaikan sikap / perilaku personil rumah sakit (dokter, perawat) (Yohanes,2010).

2
Pada pasien dengan daya tahan yang kurang oleh karena penyakit kronik, usia tua, dan
penggunaan imunosupresan, mikroorganisme yang awalnya non-patogen dan hidup simbiosis
berdampingan secara damai dengan penjamu, akibat daya tahan yang turun, dapat
menimbulkan infeksi oportunistik. Maka infeksi nosokomial bisa merupakan suatu infeksi
oportunistik (Yohanes,2010).

6. Siklus Terjadinya Infeksi Nosokomial


Mikroorganinisme dapat hidup di manapun dalam lingkungan kita. Pada manusia dapat
ditemukan pada kulit, saluran pernafasan bagian atas, usus, dan organ genital. Disamping itu
mikroorganisme juga dapat hidup pada hewan, tumbuhan, tanah, air, dan udara. Beberapa
mikroorganisme lebih patogen dari yang lain, atau lebih mungkin menyebabkan penyakit.
Ketika daya tahan manusia menurun, misalnya pada pasien dengan HIV/AIDS (Depkes,
2007).
Semua manusia rentan terhadap infeksi bakteri dan sebagian besar jenis virus. Jumlah (dosis)
mikroorganisme yang diperlukan untuk menyebabkan infeksi pada pejamu/host yang rentan
bervariasi sesuai dengan lokasi. Risiko infeksi cukup rendah ketika mikroorganisme kontak
dengan kulit yang utuh dan setiap hari manusia menyentuh benda di mana terdapat sejumlah
mikroorganisme di permukaannya. Risiko infeksi akan meningkat bila area kontak adalah
membran mukosa atau kulit yang tidak utuh. Risiko infeksi menjadi sangat meningkat ketika
mikroorganisme berkontak dengan area tubuh yang biasanya tidak steril, sehingga masuknya
sejumlah kecil mikroorganisme saja dapat menyebabkan sakit (Depkes, 2007).
Agar bakteri, virus dan penyebab infeksi lain dapat bertahan hidup dan menyebar, sejumlah
faktor atau kondisi tertentu harus tersedia. Faktor-faktor penting dalam penularan
mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit dari orang ke orang antara lain :
a. Reservoir agent
Reservoir adalah tempat mikroorganisme patogen mampu bertahan hidup tetapi dapat
atau tidak dapat berkembang biak. Pseudomonas bertahan hidup dan berkembang biak
dalam reservoir nebuliser yang digunakan dalam perawatan pasien dengan gangguan
pernafasan. Resevoir yang paling umum adalah tubuh manusia. Berbagai mikroorganisme
hidup pada kulit dan rongga tubuh, cairan, dan keluaran. Adanya mikroorganisme tidak
selalu menyebabkan seseorang menjadi sakit. Carrier (penular) adalah manusia atau
binatang yang tidak menunjukan gejala penyakit tetapi ada mikroorganisme patogen
dalam tubuh mereka yang dapat ditularkan ke orang lain. Misalnya, seseorang dapat
menjadi carrier virus hepatitis B tanpa ada tanda dan gejala infeksi. Binatang, makanan,
air, insekta, dan benda mati dapat juga menjadi reservoir bagi mikroorganisme infeksius.
Untuk berkembang biak dengan cepat, organisme memerlukan lingkungan yang sesuai,
termasuk makanan, oksigen, air, suhu yang tepat, pH, dan cahaya (Perry & Potter, 2005).
b. Portal Keluar (port if exit)
Setelah mikrooganisme menemukan tempat untuk tumbuh dan berkembang biak, mereka
harus menemukan jalan ke luar jika mereka masuk ke pejamu lain dan menyebabkan
penyakit. Pintu keluar masuk mikroorganisme dapat berupa saluran pencernaan,
pernafasan, kulit, kelamin, dan plasenta (Perry & Potter, 2005).
c. Cara penularan (mode of transmission)
Cara penularan bisa langsung maupun tidak langsung. Secara langsung misalnya;
darah/cairan tubuh, dan hubungan kelamin, dan secara tidak langsung melalui manusia,
binatang, benda-benda mati, dan udara (Perry & Potter, 2005).
d. Portal Masuk (Port of entry )

3
Sebelum infeksi, mikroorganisme harus memasuki tubuh. Kulit adalah bagian rentang
terhadap infeksi dan adanya luka pada kulit merupakan tempat masuk mikroorganisme.
Mikroorganisme dapat masuk melalui rute yang sama untuk keluarnya mikroorganisme
(Perry & Potter, 2005).
e. Kepekaan dari host (host susceptibility)
Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agen infeksius.
Kerentanan tergantung pada derajat ketahanan individu terhadap mikroorganisme
patogen. Semakin virulen suatu mikroorganisme semakin besar kemungkinan kerentanan
seseorang. Resistensi seseorang terhadap agen infeksius ditingkatkan dengan vaksin
(Perry & Potter, 2005).

7. Pengendalian Infeksi Nosokomial


Pengendalian infeksi nosokomial bertujuan untuk menekan dan memindahkan perkembangan
infeksi pada penderita yang sedang dirawat di rumah sakit ataupun mengurangi angka infeksi
yang terjadi di rumah sakit. Sebagian infeksi nosokomial ini dapat dicegah dengan strategi
yang telah tersedia secara relatif murah, yaitu:
a. menaati praktik pencegahan infeksi yang dianjurkan, terutama kebersihan dan kesehatan
tangan serta pemakaian sarung tangan
b. memperhatikan dengan seksama proses yang telah terbukti bermanfaat untuk
dekontaminasi dan pencucian peralatan dan benda lain yang kotor, diikuti dengan
sterilisasi atau desinfektan tingkat tinggi
c. meningkatkan keamanan dalam ruang operasi dan area berisiko tinggi lainnya
sebagaiman kecelakaan perlukaan yang sangat serius dan paparan pada agen penyebab
infeksi sering terjadi (Linda Tietjen, 2004; Darmadi, 2008).

8. Penyakit yang Disebabkan oleh Infeksi Nosokomial


a. Infeksi Saluran Kemih
Infeksi ini merupakan kejadian tersering, sekitar 40% dari infeksi nosokomial, 80%
infeksinya dihubungkan dengan penggunaan kateter urin. Walaupun tidak terlalu
berbahaya, tetapi dapat menyebabkan terjadinya bakteremia dan mengakibatkan
kematian. Organisme yang biasa menginfeksi biasanya E.Coli, Klebsiella, Proteus,
Pseudomonas, atau Enterococcus. Infeksi yang terjadi lebih awal lebih disebabkan karena
mikroorganisme endogen, sedangkan infeksi yang terjadi setelah beberapa waktu yang
lama biasanya karena mikroorganisme eksogen. Sangat sulit untuk dapat mencegah
penyebaran mikroorganisme sepanjang uretra yang melekat dengan permukaan dari
kateter. Kebanyakan pasien akan terinfeksi setelah 1-2 minggu pemasangan. Penyebab
paling utama adalah kontaminasi tangan atau sarung tangan ketika pemasangan kateter,
atau air yang digunakan untuk membesarkan balon kateter. Dapat juga karena sterilisasi
yang gagal dan teknik septik dan aseptik
b. Pneumonia nosokomial
Pneumonia nosokomial dapat muncul, terutama pasien yang menggunakan ventilator,
tindakan trakeostomi, intubasi, pemasangan NGT, dan terapi inhalasi. Kuman penyebab
infeksi ini tersering berasal dari bakteri gram negatif seperti Klebsiella,dan Pseudomonas.
Organisme ini sering berada di mulut, hidung, kerongkongan, dan perut. Keberadaan
organisme ini dapat menyebabkan infeksi karena adanya aspirasi oleh organisme ke
traktus respiratorius bagian bawah. Dari kelompok virus dapat disebabkan oleh
cytomegalovirus, influenza virus, adeno virus, para influenza virus, enterovirus dan
corona virus. . Faktor resiko terjadinya infeksi ini adalah :

4
1. perokok berat
2. Tidak sterilnya alat-alat bantu
3. Obesitas
4. Kualitas perawatan yang buruk
5. Penyakit jantung kronis
6. Penyakit Paru Kronis
7. Beratnya kondisi pasien
8. Kegagalan organ
9. Tingkat penggunaan antibiotika
10. Penggunaan ventilator dan intubasi
11. Penurunan kesadaran pasien
c. Infeksi aliran darah primer
Infeksi ini sangat berkaitan erat dengan penggunaan infus, kateter jantung dan suntikan.
Virus yang dapat menular dari cara ini adalah virus hepatitis B, virus hepatitis C, dan
HIV.
d. Infeksi luka operasi
e. Infeksi-infeksi lain
1. Infeksi pada tulang dan sendi : osteomielitis, infeksi tulang atau sendi
2. Infeksi sistem kardiovaskuler : infeksi arteri atau vena, endokarditis, miokarditis,
perikarditis
3. Infeksi sistem saraf pusat : meningitis, abses spinal, infeksi intra cranial
4. Infeksi mata, telinga, hidung dan mulut : konjungtivitis, otitis media, mastoiditis,
sinusitis, ISPA
5. Infeksi saliran pencernaan : GE, Hepatitis
6. Infeksi sistem pernafasan bawah : brokhitis, trakeobronkhitis, trakeitis
7. Infeksi sistem reproduksi : endometriosis
8. Tuberculosis
Penyebab utama adalah adanya strain bakteri yang multi drugs resisten. Bakteri
penyebab adalah Mycobacterium Tuberculosis
9. Diare dan GE
Mikroroganisme tersering berasala dar E. Coli, Salmonella, vibrio cholera dan
clostridium. Selain itu golongan virus lebih banyak disebabkan oleh golongan
enterovirus, adenovirus, rotavirus dan hepatitis A

RUANG ISOLASI
5
Oleh : Ns. Riesmiyatiningdyah, Skep.M.Kes

Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat suatu pemisahan
pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara,
contohnya tuberkulosis dan SARS, yang mengakibatkan kontaminan berat. Penularan yang
melibatkan virus, contohnya tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat.
Penularan yang melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai
resistensi rendah seperti leukemia dan pengguna obat immunosupressan juga perlu diisolasi agar
terhindar dari infeksi.

1. Definisi ruang isolasi


Isolasi adalah segala usaha pencegahan penularan/ penyebaran kuman pathogen dari sumber
infeksi (petugas, pasien, pengunjung) ke orang lain.
Ruang isolasi adalah ruangan khusus yang terdapat di rumah sakit yang merawat pasien dengan
kondisi medis tertentu terpisah dari pasien lain ketika mereka mendapat perawatan medis
dengan tujuan mencegah penyebaran penyakit atau infeksi kepada pasien dan
mengurangi risiko terhadap pemberi layanan kesehatan serta mampu merawat pasien menular
agar tidak terjadi atau memutus siklus penularan penyakit melindungi pasien dan petugas
kesehatan
Ruang Isolasi adalah dilakukan terhadap penderita penyakit menular, isolasi
menggambarkan pemisahan penderita atau pemisahan orang atau binatang yang terinfeksi selama
masa inkubasi dengan kondisi tertentu untuk mencegah atau mengurangi terjadinya penularan
baik langsung maupun tidak langsung dari orang atau binatang yang rentan.

2. Tujuan Isolasi
Tujuan dari pada di lakukannya “Kewaspadaan Umum” ini adalah agar para petugas kesehatan
yang merawat pasien terhindar dari penyakit-penyakit yang di tularkan melaluidarah yang dapat
menulari mereka melalui tertusuk jarum karena tidak sengaja, lesi kulit, lesi selaput lendir. Alat-
alat yang dipakai untuk melindungi diri antara lain pemakaian sarung tangan, Lab jas, masker,
kaca mata atau kaca penutup mata.

3. Syarat-syarat Ruang Isolasi


1. Lingkungan harus tenang
2. Sirkulasi udara harus baik
3. Penerangan harus cukup baik
4. Bentuk ruangan sedemikan rupa sehingga memudahkan untuk observasi pasien dan
pembersihannya
5. Tersedia WC dan kamar mandi
6. Kebersihan lingkungan harus dijaga
7. Tempat sampah harus ditutup
8. Bebas dari serangga
9. Tempat alat tenun kotor harus ditutp
10. Urinal dan pispot untuk pasien harus dicuci dengan memakai desinfektan

4. Berdasarkan Tekanan Ruang Isolasi


Berdasarkan tekanan udara di dalam ruang isolasi dibagi menjadi :
1. Ruang isloasi bertekanan negatif
Pada ruang isolasi bertekanan negatif udara di dalam ruang isolasi lebih rendah dibandingkan
udara luar. Hal ini mengakibatkan tidak akan ada udara yang keluar dari ruangan isolasi
sehingga udara luar tidak terkontaminasi oleh udara dari ruang isolasi. Ruang

6
isolasi bertekanan negatif ini digunakan untuk penyakit-penyakit menular khususnya yang
menular melalui udara sehingga kuman-kuman penyakit tidak akan mengkontaminasi udara
luar. Untuk metode pembuangan udara atau sirkulasi udara digunakan sistem sterilisasi
dengan HEPA.
2. Ruang isolasi bertekanan positif
Pada ruang isolasi bertekanan positif udara di dalam ruang isolasi lebih tinggi dibandingkan
udara luar sehingga mennyebabkan terjadi perpindahan udara dari dalam ke luar ruang
isolasi. Hal ini mengakibatkan tidak akan ada udara luar yang masuk ke ruangan isolasi
sehingga udara ruang isolasi tidak terkontaminasi oleh udara luar. Ruang isolasibertekanan
positif ini digunakan untuk penyakit-penyakit immuno deficiency seperti HIV AIDS atau
pasien-pasien transplantasi sumsum tulang. Untuk memperoleh udara di ruang
isolasi sehingga menghasilkan tekanan positif di ruang isolasi digunakan udara luar
yang sebelumnya telah disterilisasi terlebih dahulu.

5. Pengelolaan Limbah
Pada prinsipnya pengelolaan limbah pada ruang isolasi sama dengan pengelolaan limbah medis
infeksius yang umumnya terdiri dari penimbunan, penampungan, pengangkutan,pengolahan
dan pembuangan

6. Macam-macam isolasi
1. Isolasi ketat
Kategori ini dirancang untuk mencegah transmisi dari bibit penyakit yang sangat virulen
yang dapat ditularkan baik melalui udara maupun melalui kontak langsung. Cirinya adalah
selain disediakan ruang perawatan khusus bagi penderita juga bagi mereka yang keluar
masuk ruangan diwajibkan memakai masker, lab jas, sarung tangan. Ventilasi ruangan
tersebut juga dijaga dengan tekanan negatif dalam ruangan.
2. Isolasi kontak
Diperlukan untuk penyakit-penyakit yang kurang menular atau infeksi yang kurang
serius,untuk penyakit-penyakit yang terutama ditularkan secara langsung, diperlukan
kamar tersendiri, namun penderita dengan penyakit yang sama boleh dirawat dalam satu
kamar, masker diperlukan bagi mereka yang kontak secara langsung dengan penderita, lab
jas diperlukan jika kemungkinan terjadi kontak dengan tanah atau kotoran dan sarung tangan
juga diperluka
3. Isolasi pernafasan
Dimaksudkan untuk mencegah penularan jarak dekat melalui udara, diperlukan ruangan
bersih untuk merawat penderita, namun mereka yang menderita penyakit yang sama boleh
dirawat dalam ruangan yang sama. Sebagai tambahan terhadap hal-hal pokok
yang diperlukan, pemakaian masker dianjurkan bagi mereka yang kontak dengan penderita.
4. Isolasi terhadap TBC (isolasi BTA)
Ditujukan bagi penderita TBC paru dengan BTA positif atau gambaran
radiologisnya menunjukkan TBC aktif. Spesifikasi kamar yang diperlukan adalah kamar
khusus dengan ventilasi khusus dan pintu tertutup. Sebagai tambahan terhadap hal-
hal pokok yangdibutuhkan masker khusus tipe respirasi dibutuhkan bagi mereka yang
masuk ke ruangan perawatan, lab jas diperlukan untuk mencegah kontaminasi pada pakaian
dan sarung tangan
5. Isolasi terhadap penyakit enterik
Untuk penyakit-penyakit infeksi yang ditularkan langsung atau tidak langsung melalui tinja yang
mengandung kuman penyakit menular. Pasien ini dapat bersama dengan pasien lain dalam satu
kamar, tetapi dicegah kontaminasi silang melalui mulut dan dubur. Tindakan pencegahan enteric
dilakukan pada pasien dengan diare infeksius atau gastroenteritis yang disebabkan oleh kolera,
salmonella, shigella, amuba, campylobacter,Crytosporidium, Ecoli pathogen.
6. Isolasi Tindakan Pencegahan Sekresi

7
Tujuannya untuk mencegah penularan infeksi karena kontak langsung atau tidak langsung
dengan bahan purulen, sekresi atau drainase dari bagian badan yang terinfeksi. Pasien tidak
perlu ditempatkan di kamar tersendiri. Petugas yang berhubungan langsung harus memakai
jubah, masker, dan sarung tangan. Tangan harus segera dicuci setelah melepas sarung tangan
atau sebelum merawat pasien lain. Tindakan pencegahan khusus harus dilakukan pada waktu
penggantian balutan. Tindakan pencegahan sekresi ini perlu untuk penyakit infeksi yang
mengeluarkan bahan purulen, drainasea atau sekresi yang infeksius.

7. Universal Precaution Ruang Isolasi


Kewaspadaan Universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga
kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah
dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas
kesehatan (Nursalam, 2007). Secara garis besar, standard kewaspadaan universal di ruang isolasi
antara lain :
1. Cuci tangan
2. Pakai sarung tangan saat menyentuh cairan tubuh, kulit tak utuh dan membran mukosa
3. Pakai masker, pelindung mata, gaun jika darah atau cairan tubuh mungkin memercik
4. Tutup luka dan lecet dengan plester tahan air
5. Tangani jarum dan benda tajam dengan aman
6. Buang jarum dan benda tajam dalam kotak tahan tusukan dan tahan air
7. Proses instrumen dengan benar
8. Lakukan pengelolaan limbah dengan benar
9. Bersihkan tumpahan darah dan cairan tubuh lain segera dan dengan seksama
10. Buang sampah terkontaminasi dengan aman
11. Lakukan pengelolaan alat kesehatan untuk mencegah infeksi dalam kondisi steril dan siap
pakai dengan cara dekontaminasi, pencucian alat, dan desinfeksi dan sterilisasi

8. Prosedur Perawatan di Ruang Isolasi


1. Persiapan sarana
a. Baju operasi yang bersih, rapi (tidak robek) dan sesuai ukuran badan.
b. Sepatu bot karet yang bersih, rapih (tidak robek) dan sesuai ukuran kaki.
c. Sepasang sarung tangan DTT (Desinfeksi Tingkat Tinggi) atau steri
d. sepasang sarung bersih yang sesuai dengan ukuran tangan.
e. Sebuah gaun luar dan apron DTT dan penutup kepala yang bersih.
f. Masker N95 dan kaca mata pelindung
g. Lemari berkunci tempat menyimpan pakaian dan barang – barang pribadi.
2. Langkah awal saat masuk ke ruang perawatan isolasi
Lakukan hal sebagai berikut:
a. Lepaskan cincin, jam atau gelang
b. Lepaskan pakaian luar
c. Kenakan baju operasi sebagai lapisan pertama pakaian
d. Lipat pakaian luar dan simpan dengan perhiasan dan barang-barang pribadi lainnya
didalam lemari berkunci yang telah disediakan.
3. Mencuci tangan
4. Kenakan sepasang sarung tangan bersih sebatas pergelangan tangan
5. Kenakan gaun luar/jas operasi
6. Kenakan sepasang sarung tangan steril sebatas lengan
7. Kenakan masker
8. Kenakan masker bedah
9. Kenakan celemek plastik/apron
10. Kenakan penutup kepala
11. Kenakan alat pelindung mata (goggles / kacamata)
12. Kenakan sepatu boot karet

8
9. Kriteria Pindah Dari Ruang Isolasi
Kriteria pindah rawat dari ruang isolasi ke ruang perawatanbiasa :
1. Terbukti bukan kasus yang mengharuskan untuk dirawat di ruang isolasi.
2. Pasien telah dinyatakan tidak menular atau telah diperbolehkan untuk dirawat di ruang rawat
inap biasa oleh dokter.
3. Pertimbangan lain dari dokter

10. Prosedur Keluar dari Ruang Perawatan Isolasi


Prosedur keluar Ruang Perawatan isolasi
1. Perlu disediakan ruang ganti khusus untuk melepaskan Alat Perlindungan Diri (APD).
2. Pakaian bedah / masker masih tetap dipakai.
3. Lepaskan pakaian bedah dan masker di ruang ganti pakaianumum, masukkan dalam kantung
binatu berlabel infeksius.
4. Mandi dan cuci rambut (keramas)
5. Sesudah mandi, kenakan pakaian biasa.
6. Pintu keluar dari Ruang Perawatan isolasi harus terpisah dari pintu masuk.

11. Lama isolasi


Lama isolasi tergantung pada jenis penyakit, kuman penyebab dan fasilitas laboratorium, yaitu :
1. Sampai biakan kuman negative (misalnya pada difteri, antraks)
2. Sampai penyakit sembuh (misalnya herpes, khusus untuk luka atau penyakit kulit sampai
tidak mengeluarkan bahan menular)
3. Selama pasien dirawat di ruang rawat (misalnya hepatitis virus A dan B, leptospirosis)
4. Sampai 24 jam setelah dimulainya pemberian antibiotika yang efektif (misalnya pada
sifilis, konjungtivitis gonore pada neonatus).

Anda mungkin juga menyukai