Anda di halaman 1dari 91

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DAERAH JAWA TIMUR


KLINIK PRATAMA POLRES JEMBER

PEDOMAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)

KLINIK PRATAMA POLRES JEMBER


Jl. Letjen Panjaitan No. 48-50 Kec. Sumbersari Kab. Jember Kode Pos. 68122
Email : sidokkespolresJember@gmail.com

i
KATA PENGANTAR

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i

DAFTAR ISI .......................................................................................................................


ii

I. DEFINlSI 1
II................................................................................................................
RUANG LINGKUP 1
...............................................................................................
Ill. TATA LAKSANA 3
...................................................................................................
IV. DOKUMENTASI 36
...................................................................................................
BAB IV DOKUMENTASI ...................................................................................................
38

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pelayanan kesehatan yang diberikan di Klinik harus didukung oleh
sumber daya manusia yang berkualitas untuk mencapai pelayanan yang prima
dan optimal. Pelayanan yang prima dan optimal dapat diwujudkan dengan
kemampuan kognitif dan motoric yang cukup yang harus dimiliki oleh setiap
petugas kesehatan khususnya di Klinik Polres Jember. Seperti yang kita ketahui
pengendalian infeksi di Klinik merupakan rangkaian aktifitas kegiatan yang wajib
dilakukan oleh Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang merupakan
tuntutan kualitas sekaligus persyaratan administrasi Klinik menuju akreditasi. HAIs
(Health Care Ascosiated Infection) adalah suatu infeksi yang diperoleh/dialami
pasien selama dirawat di klinik. HAIs terjadi karena adanya transmisi mikroba
pathogen yang bersumber dari lingkungan klinik dan perangkatnya. Akibat lainnya
yang juga cukup merugikan adalah hari rawat penderita yang bertambah,
beban biaya menjadi semakin besar, serta merupakan bukti bahwa manajemen
pelayanan medis klinikkurang membantu.
HAIs yang saat ini disebut sebagai healthcare associated Infection (HAIs)
merupakan masalah serius bagi semua sarana pelayanan kesehatan di seluruh
dunia termasuk Indonesia. Bagi masyarakat umum, sarana kesehatan merupakan
tempat pemeliharaan kesehatan. Pasien mempercayakan sepenuhnya kesehatan
dirinya atau keluarganya kepada petugas kesehatan, maka kewajiban petugas
kesehatan adalah menjaga kepercayaan tersebut. Pelaksanaan Kewaspadaan
Universal merupakan langkah penting untuk menjaga sarana kesehatan (Rumah
Sakit, Klinik, dll) sebagai tempat penyembuhan, bukan menjadi sumber infeksi.
Berkaitan dengan hal di atas maka diperlukan rangkaian program yang
berkesinambungan dalam rangka pencegahan dan pengendalian Infeksi (PPI).
Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di klinik dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI). Hasil
survey tentang upaya pencegahan infeksi di Klinik (Bachroen, 2000)
menunjukkan masih ditemukan beberapa tindakan petugas yang potensial
meningkatkan penularan penyakit kepada diri mereka, pasien yang dilayani dan
masyarakat luas yaitu :
1. Cuci tangan yang tidak benar
2. Penggunaan alat pelindung diri yang tidak tepat
3. Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman
1
4. Tekhnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan yang tidak tepat
5. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.

Hal tersebut dapat saja meningkatkan resiko petugas kesehatan tertular akibat
tertusuk jarum atau terpajan darah/ cairan tubuh yang terinfeksi. Sementara pasien
dapat tertular melalui peralatan yang terkontaminasi atau menerima darah atau
produk darah yang mengandung virus.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan sumber daya
manusia tentang pencegahan dan pengendalian infeksi, sehingga dapat
melindungi petugas dan masyarakat dari penularan penyakit infeksi guna
meningkatkan mutu pelayanan di Klinik.
2. Tujuan Khusus
a. Menjadi penuntun bagi tenaga kesehatan hingga mampu memberikan
pelayanan kesehatan dimana resiko terjadinya infeksi dapat ditekan.
b. Menjadi acuan bagi para penentu kebijakan dalam perencanaan logistic
di Klinik.
c. Menjadi acuan dikalangan non medis yang mempunyai resiko terpajan
infeksi dalam pekerjaannya.
d. Menjadi bahan acuan petugas kesehatan dalam memberikan
penyuluhan kepada pasien/ keluarga pasien tentang tindakan pencegahan
infeksi.

C. Sasaran
Sasarana Pedoman Teknis PPI ini adalah para pelaku pelayanan Kesehatan di FKTP
yaitu:
1. Puskesmas dan jaringannya
2. Klinik pratama
3. Tempat praktek dokter dan dokter gigi
4. Dinas Kesehatan
5. Fasilitas Kesehatan dasar lainnya.

D. Ruang lingkup
Ruang lingkup pedoman PPI di FKTP ini adalah :
1. Kewaspadaan isolasi (kewsapadaan standar dan kewaspadaan transmisi)
2
2. PPI dengan bundel
3. Penerapan PPI pada pelayanan baik di dalam maupun diluar Gedung baik UKP
maupun UKM
4. Pendidikan dan pelatihan
5. Penggunaan antimikroba yang baik
6. Surveilans PPI
7. Penyakit infeksi emerging dan penggulangan KLB
8. Monitoring, audit , ICRA dan pelaporan
9. Managemen SDM PPI di FKTP.

E. Pengertian
1. Pencegahan dan pengendalian infeksi yang selanjutnya disingkat PPI adalah
Upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien,
petugas, pengunjung, dan Masyarakat sekitar Faskes
2. Infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh suatu mikroorganisme
pathogen dengan/tanpa disertai gejjala.
3. Penyakit infeksi adalah suatu keadaan ditemukannya agen infeksi yang disertai
respon imun dan gejala klinik.
4. Penyakit menular adalah penyakit infeksi tertentu yang dapat berpindah dari satu
orang ke orang lain baik langsung maupun tidak langsun g.
5. Infeksi terkait pelayanan Kesehatan / health care Ascosiated Infection atau
disingkat HAIs adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di
rumah sakit atau fasilitas Kesehatan lainnya dimana saat masuk tidak dalam
keadaan infeksi atau masa inkubasi termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi
muncul setelah pasien pulang, termasuk infeksi pada karyawan rumah sakit atau
Faskes.
6. Faskes adalah sarana (tempat dan / alat) yang dipergunakan untuk
menyelenggarakan Upaya Kesehatan baik promotive, preventi, kuratif maupun
rehabiltatif.
7. Bundles adalah sekumpulan praktek berbasis bukti sahih yang menhasilkan
perbaikan pengeluaran proses pelayanan Kesehatan bila dilakukan secara
kolektif dan konsisten
8. Kolonisasi adalah keadaan ditemukannya agen infeksi dimana organisme tersbut
hidup, tumbuh dan berkembang biak tanpa disertai respon imun dan gejala klinik.
9. Desinfektan adalah senyawa kimia yang bersifat toksik dan memiliki kemampuan
membunuh mikrorganisme yang terpapar secara langsung namun tidak memiliki

3
kemampuan penetrasi langsung sehingga tidak mampu membunuh
mikroorganisme yang terdapat di celah atau cemaran mineral.
10. Antiseptic adalah senyawa kimia yang dipergunakan untuk membunhu atau
menghambat petumbunhan mikroorganisme pada jaringan hidup seperti pada
permukaan kulit adan mukosa.
11. Surveilans adalah suatu proses pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan secara
terus menerus, komprehensif dan dinamis berupa perencanaan, pengumpulan
data, analisis data , interpretasi, komunikasi dan evaluasi data kejadian infeksi
yang dialporkansecara berkala kepada pihak yang berkepentingan berfokus
pada strategi pencegahan dan pengendalian infeksi.
12. Infection Control Risk Assasment (ICRA) penilaian resiko pengendalian infeksi
yang merupakan proses multidisiplin yang berfokus pada pengurangan resiko
dari infeksi ke pasien, perencanaan fasilitas ,desain dan kontruksi kegiatan.
13. Audit adalah suatu rangkaian kegiatan untuk membandingkan antara praktek
actual terhadap standar, pedoman yang ada dengan mengumpulkan data,
informasi secara obyektif termasuk membuat laporan hasil audit.
14. Usaha Kesehatan Perseorangan (UKP) adalah suatu kegiatan dan atau
rangkaian kegiatan pelayanan Kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan,
pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit
dan memulihkan Kesehatan perseorangan.
15. Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM) adalah setiap kegiatan untuk memelihara
dan meningkatkan Kesehatan serta mencegah dan menaggulangi timbulnya
masalah Kesehatan denagn sasaran keluarga, kelompok dan Masyarakat.

F. Batasan Operasional
Kewaspadaan Standar diterapkan pada semua petugas dan pasien / orang
yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. (Infection Control Guidelines CDC,
Australia). Kewaspadaan berdasarkan transmisi / penularan, hanya diterapkan pada
pasien yang dirawat inap di Klinik, sampai diagnosa tersebut dapat
dikesampingkan. (Gardner and HICPAC 1996). Surveilans adalah suatu kegiatan
yang dilaksanakan secara terus menerus dan sistematik dalam bentuk
pengumpulan data, analisis data, interpretasi data dan diseminasi informasi hasil
interpretasi data bagi mereka yang membutuhkan.

G. Dasar Hukum
1. Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431)
4
2. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125)
3. Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
4. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)
5. Permenkes Nomor 46 tahun2015 tentang Standar Akreditasi Puskesmas, Klinik
Pratama, tempat praktek mandiri dokter dan dokter gigi
6. Permen Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 56 tahun 2015 tentang
tatacara dan persyaratan teknis pengelolaan limbah B3 dari Fasyankes.
7. Permenkes 27 Tahun2017 Tentang Pedoman PPI dan Fasyankes

5
BAB II
STANDART KETENAGAAN

A. Kualifikasi SDM
Tim PPI dibentuk sebagai sarana untuk melaksanakan program PPI sehingga
tujuan PPI dapat terwujud sesuai pedoman. Adapun Tim PPI terdiri atas 1 orang
ketua tim PPI dan anggota Tim PPI.

B. Distribusi Ketenagaan
Tim PPI berjumlah 5 orang sesuai dengan struktur organisasinya. Tim PPI
terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota Tim yang terdiri dari masing-masing
unit terkait yang berhubungan langsung dengan kegiatan PPI.

C. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan


1. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana kebersihan tangan
a. Bekerja sama dengan bagian penunjang dalam pengadaan botol dan braket
untuk tempat handrub, sabun cair handwash, handuk pengering dan tempat
handuk kotor.
b. Bekerjasama dengan bagian humas dalam pengadaan poster, leaflet dan
stiker Kebersihan Tangan.
c. Bekerja sama dengan bagian farmasi untuk produksi handrub dengan
formula yang direkomendasikan oleh WHO.
d. Tim PPI melakukan kampanye Kebersihan Tangan untuk semua
masyarakat klinik.
2. Pemenuhan kebutuhan APD di semua ruang pelayanan perawatan pasien dan
sosialisasi cara memakai dan menggunakan serta indikasi penggunaannya
a. Bekerja sama dengan bagian umum dan farmasi dalam pengadaan APD;
b. Tim PPI mengadakan pelatihan cara penggunaan APD untuk semua perawat
sampai tenaga cleaning service;
c. Tim PPI mas membuat poster indikasi penggunaan APD.
3. Sosialisasi perawatan peralatan pasien dengan mengetahui cara pembersihan
alat non kritikal, semi kritikal dan kritikal. PPI mengadakan sosialisasi cara
dekontaminasi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan cara-cara
desinfeksi dan sterilisasi untuk semua alat non kritikal, semi kritikal dan
kritikal kepada Tim PPI.

6
4. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pengelolaan limbah medis
tajam / non tajam dan limbah non medis di semua ruang pelayanan perawatan
pasien.
a. Bekerja sama dengan bagian umum untuk pengadaan tempat sampah
medis dan umum di seluruh area Klinik
b. Bekerja sama dengan umum untuk pengadaan safetybox di seluruh area
pelayanan perawatan pasien di Klinik.
5. Pemenuhan pengelolaan linen dengan pemisahan jalur linen kotor dan bersih,
pengadaan troli linen kotor dan bersih.
a. Bekerja sama dengan bagian penunjang untuk membuat jalur terpisah
antara jalur linen kotor dan linen bersih
b. Bekerja sama dengan bagian bendahara barang/ Laundry untuk
pengadaan troli linen kotor dan linen bersih.
c. Bekerja sama dengan bagian bendahara barang untuk memisahkan
antara ruang laundry linen kotor dan linen bersih
6. Pelaksanaan program kesehatan karyawan
a. Bekerja sama dengan Tim K3 dalam melaksanakan pemeriksaan
secara berkala karyawan Klinik, terutama karyawan yang bekerja dengan
resiko.
b. Bekerja sama dengan tim K3 dalam penanganan kasus paca pajanan
7. Penataan penempatan pasien di ruang isolasi bekerja sama dengan Tim KLB
untuk menata penempatan pasien di ruang isolasi sesuai kriteria kewaspadaan
transmisi droplet ataupun airborne.
8. Sosialisasi dan pemenuhan poster etika batuk , Bekerja sama dengan bagian
promkes dalam pemenuhan poster etika batuk.
9. Sosialisasi prosedur penyuntikan yang aman dengan no recapping. Tim PPI
bersama bagian keperawatan melakukan sosialisasi cara penyuntikan yang
aman dengan one hand dan no recapping kepada seluruh tenaga keperawatan
dan tenaga non perawat dalam melakukan tindakan penyuntikan.
10. Pemenuhan kebutuhan cairan desinfektan, dekontaminasi, dan cara sterilisasi.
Bekerja sama dengan umum dalam pengadaan Spill Kit untuk semua area
pelayanan perawatan pasien.
11. Surveilans oleh seluruh Tim PPI.
12. Pemenuhan sarana pencegahan infeksi di klinik
a. Bekerja sama dengan bagian farmasi dalam pengadaan laminar flow untuk
mixing obat intra vena.

7
b. Bekerja sama dengan bagian unit setralisasi untuk pengadaan
sterilisasi suhu rendah

8
BAB III
PRINSIP DASAR PPI

Pencegahan dan Pengendalian infeksi menjadi bagian penting dalam upaya


meningkatkan mutu pelayanan medis dan asuhan keperawatan di klinik yang berfokus
pada keselamatan pasien, petugas dan lingkungan klinik. Kinerja PPI dicapai melalui
keterlibatan aktif semua petugas klinik, mulai dari jajaran manajemen, dokter, perawat,
paramedis, pekarya, petugas kebersihan, sampai dengan petugas parkir dan satpam
maupun seluruh masyarakat di klinik seperti pengunjung, mitra kerja klinik (Bank,
asuransi, rekanan penyedia barang, dll).
Kegiatan PPI harus dilakukan secara tepat di semua bagian/area di Klinik,
mencakup seluruh masyarakat klinik dengan menggunakan prosedur dan petunjuk
pelaksanaan yang ditetapkan oleh klinik. Upaya pokok PPI mendasarkan pada
upaya memutus rantai penularan infeksi berfokus pada Kewaspadaan Standar (Standart
Precautions) yang merupakan gabungan Kewaspadaan Universal (Universal Precautions)
dan BSI (Body Substance Isolation), serta Kewaspadaan Isolasi berdasarkan transmisi
penyakit.
Komponen Kewaspadaan Standar :
1. Kebersihan tangan
2. Alat pelindung diri (APD) : sarung tangan, masker, gogle/kacamata pelindung,
face shield (pelindung wajah), gaun, topi, pelindung kaki
3. Pengelolaan peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Penatalaksanaan linen
6. Pengelolaan limbah dan benda tajam
7. Penempatan pasien
8. Higiene respirasi/etika batuk
9. Praktik menyuntik yang aman
10. Kesehatan karyawan/perlindungan petugas kesehatan

Kewaspadaan standar diterapkan pada seluruh kegiatan pelayanan pada pasien


di klinik, baik pada pasien rawat jalan maupun rawat inap dengan ataupun tanpa penyakit
infeksi yang sudah teridentifikasi.
Penerapan komponen kewaspadaan standar yang nasional/tepat didasarkan
pada penilaian risiko potensial yang dihadapi pasien atau petugas dalam setiap
kegiatan pelayanan yang spesifik sehingga implementasi setiap komponen standar
tidak harus seragam/sama pada setiap aktivitas/kasus. Upaya pencegahan dan
9
pengendalian infeksi klinik dirancang untuk memutus rantai penularan penyakit
infeksi menuju perlindungan pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat.
Upaya selanjutnya PPI dalam memutus rantai penularan infeksi di klinik adalah
dengan penerapan kewaspadaan isolasi berdasarkan cara penularan penyakit infeksi
yang sudah dapat diduga atau diidentifikasi. Kewaspadaan isolasi sesuai cara
penularan infeksi diterapkan sebagai komplemen/tambahan pada kewaspadaan standar
tehadap pasien yang sudah diidentifikasi menderita penyakit infeksi berdasarkan
karakteristik demografik, klinik dengan atau tanpa pemeriksaan diagnostik penunjang
khususnya mikrobiologi klinik.
Terdapat 3 jenis kewaspadaan isolasi berdasarkan cara transmisi infeksi yaitu
kewaspadaan transmisi kontak, kewaspadaan transmisi droplet dan kewaspadaan
transmisi airborne/udara. Penilaian risiko penularan dikerjakan sebelum petugas
memberikan tindakan/perawatan kepada pasien. Perlu selalu dipertimbangkan
kemungkinan terjadi kombinasi cara transmisi infeksi yang memberikan konsekuensi
perlunya dilakukan lebih dari satu standar kewaspadaan isolasi. Apabila menghadapi
suatu penyakit yang belum dikenal/merupakan penyakit infeksi baru atau belum
dikenali cara penularannya, maka direkomendasikan untuk menerapkan prinsip
kewaspadaan yang tertinggi, yaitu kewaspadaan transmisi airborne

A. KEWASPADAAN STANDAR
1. Hand Hygiene / Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan telah diakui sebagai salah satu tindakan terpenting
untuk mengurangi penularan mikroorganisme dan mencegah infeksi di
klinik/fasilitas kesehatan lain. Diawali hasil penelitian Semmelweis (1861), berlanjut
hasil-hasil penelitian lain sesudahnya menunjukkan bahwa kebersihan tangan
petugas merupakan faktor penting pada penularan infeksi antar pasien. Berbagai
penelitian mengindikasikan bahwa penularan infeksi Klinik sebagian besar terjadi
melalui transmisi kontak, khususnya melalui kontak tangan petugas disamping
kontak melalui peralatan/tindakan invasif.
Dari sisi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), praktik kebersihan
tangan ditujukan untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan dengan
menghilangkan semua kotoran dan debris serta menghambat atau membunuh
mikroorganisme pada kulit, baik yang diperoleh dari kontak dengan pasien dan
lingkungan maupun juga sejumlah mikroorganisme permanen yang tinggal di
lapisan terdalam kulit. Daerah di bawah kuku (ruang subungual) pada jam tangan
mengandung jumlah mikroorganisme tertinggi dan kuku yang panjang dapat

10
berperan sebagai reservoar untuk bakteri (Gram negatif seperti P.aeruginosa), jamur
dan patogen lain.
Ada tiga cara kebersihan tangan :
a. Mencuci tangan : dilakukan menggunakan air mengalir dengan sabun biasa
atau sabun antisepstik. Mencuci tangan dengan prosedur yang tepat harus
dilakukan apabila tangan terlihat kotor atau setelah terkena cairan tubuh;
b. Alternatif cuci tangan (alcuta) dengan handrub antiseptik : handrub
antiseptik juga berisi pelembut seperti gliserin, gliserol propelin atau sorbitol yang
melindungi dan melembutkan kulit.
1) Dilakukan ketika tangan tidak terlihat kotoran atau debris.
2) Alcuta dapat dilakukan menggunakan handrub antiseptik berbasis alkohol
70%
3) Terutama di tempat yang akses wastafel dan air bersih terbatas.
c. Cuci tangan bedah (surgical handrub): cara kebersihan tangan sebelum
melakukan tindakan bedah :
1) Secara aseptik menggunakan sabun antiseptik dan sikat steril :
a) Lepaskan semua perhiasan yang ada di tangan (gelang, cincin).
b) Menggunakan air bersih mengalir serta menggunakan sabun antiseptik
yang mengandung khlorheksidin glukonat 4%.
c) Tangan dibasahi sampai siku.
d) Sabun antiseptik ini dipompa dari tempatnya menggunakan siku.
e) Mulai tangan kiri disikat : kuku, sela jari, telapak tangan (5x),
punggung tangan (5x), setiap sisi lengan bawah sampai siku (5x),
hingga bersih. Ganti tangan kanan, kerjakan serupa berulang ulang lima
sampai sepuluh menit.
f) Tangan dibilas dengan air bersih yang mengalir dengan posisi Jari
tangan lebih tinggi dan posisi siku.
g) Dihindarkan tangan yang sudah dicuci bersih bersentuh benda di
sekitarnya.
2) Secara aseptik menggunakan antiseptik handrub berbasis alkohol:
a) Lepaskan semua perhiasan yang ada di tangan (gelang, cincin).
b) Cuci tangan menggunakan air bersih mengalir dan sabun antiseptik
yang mengandung khlorheksidin glukonat sampai dengan siku, tanpa
sikat
c) Keringkan dengan tisu pengering dengan baik
d) Ambil handrub berbasis alkohol di telapak tangan kiri,
menggunakan tangan kanan untuk mengoperasikan dispenser
11
e) Gosokkan ujung jari dan kuku jari kanan secara seksama di handrub
alkohol telapak tangan kiri untuk membersihkan kolonisasi kuman di
bawah kuku (5 detik)
f) Gosokkan telapak tangan kiri pada tangan dari lengan kanan bawah
sampai dengan siku, dengan gerakan memutar, pastikan seluruh area
lengan tersebut tergosok sampai dengan handrub alkohol kering
sempurna (15 detik)
g) Lakukan langkah iv-vi kembali untuk ujung jari dan kuku jari kiri (5 detik),
dilanjutkan lengan kiri bawah sampai dengan siku, sampai dengan
kering sempurna (15 detik)
h) Tuangkan kembali handrub berbasis alkohol dilanjutkan 7 langkah
prosedur handrub rutin (15-20 detik)
Berbagai penelitian membuktikan bahwa kebersihan tangan untuk
mencegah penularan mikroorganisme melalui kontak tangan TIDAK EFEKTIF bila
menggunakan sabun atau bahan yang tidak standar, volume terlalu sedikit dan dalam
waktu yang terlalu singkat. Pemakaian asesoris tangan dan memelihara kuku
panjang tidak diperkenankan saat bertugas merawat pasien karena menghalangi
efektivitas kebersihan tangan.

Indikasi Kebersihan Tangan


Secara umum, kebersihan tangan di fasilitas kesehatan dilakukan
berdasarkan Pedoman PPI Departemen Kesehatan (2017), disebutkan bahwa
kebersihan tangan dilakukan sebelum dan setelah :
a. Memeriksa dan kontak langsung dengan pasien
b. Memakai dan melepas sarung tangan
c. Menyiapkan dan mengkonsumsi makanan
d. Pada situasi yang membuat tangan terkontaminasi:
1) Memegang instrumen kotor atau barang lain yang terkontaminasi
2) Menyentuh membran mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya (sekresi
atau ekskresi)
3) Masuk dan meninggalkan ruang isolasi
Sesuai dengan area tempat bertugas, saat kebersihan tangan wajib dilakukan
oleh setiap petugas disesuaikan dengan potensi risiko transmisi patogen antar
pasien, antara petugas dan pasien, antara petugas dan lingkungan/peralatan
terkontaminasi, antara petugas dengan bahan yang berpotensi infeksius. Bagi
petugas di luar area perawatan, direkomendasikan melakukan kebersihan tangan
12
saat tiba di tempat pelayanan kesehatan, sebelum masuk dan meninggalkan ruangan
pasien, sesudah dari kamar kecil dan sebelum meninggalkan klinik.
Berdasarkan pedoman WHO (2009), direkomendasikan 5 saat penting
wajib menjalankan kebersihan tangan di ruang perawatan, diperkenaikan sebagai
“Five moments for hand hygiene”. Lima saat penting wajib menjalankan higiene
tangan (WHO) :

a. sebelum kontak pasien


b. sebelum melakukan prosedur tindakan/aseptik
c. seteiah kontak cairan tubuh
d. setelah kontak pasien
e. setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien
Saat kebersihan tangan untuk pasien
Pasien perlu mendapatkan edukasi tentang kebersihan tangan pada
setiap orientasi pasien rawat inap. Pasien berhak mengingatkan petugas
melaksanakan kebersihan tangan setiap kali akan memberikan perawatan atau
melakukan tindakan kepada dirinya agar meminimkan risiko pemindahan
patogen penyebab infeksi antar pasien, petugas-pasien, maupun melalui peralatan.
Pasien perlu melaksanakan kebersihan tangan saat sebelum dan sesudah makan,
setelah menyentuh cairan tubuh (urine, dahak, ingus, dll) atau setelah dan
kamar mandi/WC.
Saat kebersihan tangan untuk pengunjung
Pengunjung perlu mendapatkan edukasi tentang kebersihan tangan
melalui program penyuluhan kesehatan masyarakat klinik, melalui media leflet -

13
poster, dll. Pengunjung perlu melaksanakan kebersihan tangan pada setiap akan
menemui pasien, setelah menemui pasien/kontak lingkungan sekitar pasien, setelah
kontak cairan tubuh, sebelum meninggalkan klinik, sebelum dan setelah makan.
Rekomendasi Mencuci Tangan
a. Pemakaian sabun dan air mengalir penting ketika tangan terlihat kotor.
b. Air mengalir dan sabun yang digosokkan di seluruh bagian/lipatan tangan
harus digunakan selama 40 sampai 60 detik.
c. Penting sekali untuk mengeringkan tangan setelah mencucinya.
d. Mencuci tangan memakai sabun biasa atau sabun antiseptik dan air bersih
adalah sama efektifnya, bila dijalankan sesuai prosedur. Sabun biasa mengurangi
terjadinya iritasi kulit. Untuk membantu mencegah iritasi kulit dan dermatitis
kontak karena seringnya mencuci tangan, direkomendasikan penggunaan produk
perawatan tangan (losion pelembab/krem). Jika tidak ada handuk kertas,
keringkan tangan dengan handuk bersih atau keringkan di udara. Handuk yang
digunakan bersihdapat dengan cepat terkontaminasi dan tidak lagi
direkomendasikan. Membawa handuk /sapu tangan kecil pribadi membantu
menghindari pemakaian handuk kotor.
Rekomendasi Alternatif cuci tangan (alcuta) dengan handrub antiseptik
(handrub berbasis alkohol)
a. Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga jika
tangan terlihat kotor atau terkontaminasi (oleh darah atau cairan tubuh lain), harus
mencuci tangan dengan sabun dan air terlebih dahulu.
b. Antiseptik yang bereaksi cepat menghilangkan sementara atau mengurangi
mikroorganisme penghuni tetap dan melindungi kulit tanpa menggunakan air
direkomendasikan yang mengandung alkohol 60-90%, emollient dan dapat
ditambahkan antiseptik (misalnya khlorheksidin glukonat 2-4%) yang memiliki anti
residual.
c. Handrub antiseptik yang hanya berisi bahan aktif alkohol, berefek residual terbatas
dibandingkan yang berisi tambahan antiseptik seperti khlorheksidin
d. Hasil observasi mengindikasikan bahwa teknik mencuci tangan yang tidak tepat
dan keterbatasan sumber air bersih berhubungan dengan rendahnya tingkat
kepatuhandan mengakibatkan rekomendasi kebersihan tangan menjadi tidak
efektif.
Handrub antiseptik lebih efektif dibandingkan mencuci tangan dengan sabun
biasa atau sabun antiseptik karena dapat disediakan di berbagai tempat sesuai
kebutuhan, tidak memerlukan sumber air, waktu lebih singkat dan kurang
menimbulkan iritasi kulit (tidak kering, pecah-pecah atau merekah). Dengan
14
demikian, handrub antiseptik dapat menggantikan mencuci tangan dengan sabun
dan air sebagai prosedur utama dengan syarat tangan tidak tampak kotor.
Prosedur menjaga kebersihan tangan dengan formula berbasis alkohol :
a. Tuangkan secukupnya handrub berbasis alkohol untuk dapat mengisi 1
cekungan telapak tangan (lebih kurang 1 sendok teh/3cc)
b. Gosokkan larutan dengan teliti dan benar pada kedua belah tangan, khususnya
di antara jari-jemari, di bawah kuku, sesuai 7 langkah cuci tangan, hingga
kering dalam waktu 20-30 detik

6 Langkah Cuci tangan

15
Handrub

Cuci tangan bedah

2. Alat Pelindung Diri


Pelindung barier yang secara umum disebut sebagai alat pelindung diri (APD)
telah digunakan selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari
mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan. Namun dengan munculnya
AIDS dan hepatitis C, serta meningkatnya kembali tuberkulosis di banyak negara,
pemakaian APD menjadi sangat penting untuk melindungi petugas. Dengan
munculnya infeksi baru seperti avian influenza (flu burung), sars dan penyakit infeksi
16
lainnya (emerging infectious diseases), pemakaian APD yang tepat dan benar
menjadi semakin penting baik untuk perlindungan pasien maupun petugas
a. Sarung tangan
Penggunaan sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak
dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, bahan terkontaminasi, mukus
membran dan kulit yang tidak utuh atau kulit utuh yang potensial terkontaminasi.
Sarung tangan harus selalu dipakai oleh setiap petugas sebelum kontak dengan
darah. cairan tubuh, sekresi, ekskresi, bahan terkontaminasi, membran mukosa
dan kulit yang tidak utuh, kulit utuh yang potensial terkontaminasi serta sebelum
melakukan tindakan aseptik, tindakan invasif atau tindakan bedah. Terdapat tiga
jenis sarung tangan, yaitu:
1) Sarung tangan bersih
Adalah sarung tangan yang didisinfeksi tingkat tinggi, dan digunakan
sebelum tindakan yang ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau
cairan tubuh lain, membran mukosa atau kulit yang tidak utuh, menangani
bahan-bahan bekas pakai yang terkontaminasi atau menyentuh
permukaan yang tercemar serta melakukan tindakan prosedur medis
2) Sarung tangan steril
Adalah sarung tangan yang distenilkan oleh Klinik atau dan pabrikan
dan harus digunakan pada tindakan pembedahan atau tindakan aseptik /
invasif
3) Sarung tangan rumah tangga
Sarung tangan kebersihan terbuat dan latex atau vinil yang tebal, seperti
sarung tangan yang biasa digunakan untuk keperluan rumah tangga.
Sarung tangan rumah tangga dipakai pada waktu meebersihan alat
kesehatan, membersihkan permukaan meja kerja, membersihkan
permukaan lingkungan, dll. Sarung tangan jenis ini dapat digunakan lagi
setelah dicuci besih

Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan Pada Penggunaan Sarung Tangan


Sarung tangan tidak perlu dikenakan untuk tindakan tanpa
kemungkinan terpajan darah atau cairan tubuh lain. Contoh memberi makan
pasien, membantu minum obat, membantu jalan, dll. Pada waktu sebelum
menggunakan sarung tangan, lakukan kebersihan tangan terlebih dahulu.
Harus diperhatikan sebelum melakukan tindakan/ pemeriksaan petugas
menggunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai khususnya sarung
17
tangan bedah karena dapat menganggu ketrampilan/teknik operasi dan
memudahkan robek.
Jaga agar kuku selalu pendek untuk menurunkan risiko sarung tangan
robek. Pakai sarung tangan sekali pakai saat merawat pasien, segera lepas
sarung tangan apabla telah selesai digunakan atau sebelum beralih ke pasien
lain atau aktivitas yang lain. Hindari kontak pada benda-benda lain selain yang
berhubungan dengan tindakan yang sedang dilakukan (misalnya membuka
pintu selagi masih memakai sarung tangan, menulis, rnengangkat telpon, dsb).
Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan. Tidak direkomendasikan
menggunakan sarung tangan rangkap bila tidak benar-banar diperlukan karena
tidak meningkatkan perlindungan, bahkan akan meningkatkan risiko
kecelakaan karena menurunkan kepekaan (raba)
Indikasi Pemakaian Sarung Tangan Ganda
Sarung tangan ganda perlu dipakai pada keadaan khusus, antara lain:
1) Tindakan yang memakan waktu lama (lebih dan 60 menit) dan atau
melakukan tindakan operasi di area sempit dengan kemungkinan besar
robekan sarung tangan oleh alat tajam seperti jarum, gunting atau penjepit;
2) Tindakan yang berhubungan dengan jumlah darah atau cairan tubuh
yang banyak Persalinan, dll.;
3) Penyiapan bahan yang berisiko toksik/iritatif pada kulit tangan (obat
sitostatika, dll). Sarung tangan rumah tangga dapat dicuci dan
digunakan berkali-kali untuk membersihkan peralatan, pencucian linen,
membersihkan ceceran darah atau cairan tubuh lain. Sarung tangan rumah
tangga tidak dipakai untuk perawatan yang menyentuh kulit pasien secara
langsung.

Apakah kontak dengan


darah atau cairan tubuh Tidak Tanpa sarung tangan
pasien

Ya

Apakah kontak dengan


Tidak Sarung tangan bersih
pasien?

Ya

Apakah kontak dengan


Tidak Sarung tangan bersih
jaringan dibawah kulit?

Ya 18
Sarung tangan streril

b. Pelindung wajah / masker


Penggunaan pelindung wajah dan pelindung mata dimaksudkan untuk
melindungi petugas sebagai barier selaput lendir hidung, mulut dan mata
selama melakukan tindakan atau perawatan pasien yang memungkinkan
terjadi percikan darah dan cairan tubuh lain, tindakan pertolongan
persalianan, perawatan gigi serta tindakan yang menghasilkan aerosol.
Pemakaian pelindung mata harus sebaik mungkin sehingga tidak
mengganggu pandangan dan ketajaman pandangan. Masker digunakan untuk
menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan berbicara, batuk
atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya
memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Masker harus cukup besar
untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu dan rambut pada wajah
(jenggot)
Masker disposable dan bahan sintetik dapat memberikan perlindungan
dan tetesan partikel berukuran besar (> 5 mikron) yang teKlinikebar melalui
batuk atau beKlinikin ke orang yang berada di dekat pasien (kurang dari 1
meter). Pada pasien dengan penyakit menular melalui udara atau droplet
nuklei, masker yang digunakan adalah respirator partikulat dengan efisiensi
tinggi, misalnya N-95, yang dapat melindungi petugas terhadap inhalasi partikel
mikro dengan ukuran < 5 mikron yang dibawa oleh udara. Sebelum petugas
memakai respirator N-95, perlu dilakukan uji kesesuaian (fit test) pada setiap
pemakaiannya
Pemakaian respirator partikulat (masker efisiensi tinggi) . Petugas
kesehatan harus:
1) Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat apakah
lapisan utuh dan tidak cacat;
2) Memastikan tali masker dalam kondisi baik dan harus menempel pada
titik sambungan;
3) Memastikan klip hidung yang terbuat dan logam (jika ada) berfungsi baik Fit
test untuk respirator partikulat Fungsi respirator tidak optimal / tidak efektif
jika respirator tidak dapat melekat sempurna pada wajah, seperti pada
keadaan dibawah ini : - Adanya jenggot, cambang/rambut pada wajah
bagian bawah/gagang kacamata
19
4) Ketiadaan satu/dua gigi pada kedua sisi dapat mempengaruhi
perlekatan bagian wajah
5) Klip hidung (logam) dipencet/dijepit menyebabkan kebocoran.
Direkomendasikan meratakan klip di atas hidung menggunakan kedua
telunjuk dengan cara menekan dan menyusuri bagian atas respirator.
6) Jika mungkin direkomendasikan fit test dilakukan setiap saat sebelum
memakai respirator partikulat.
7)
Beberapa catatan pada penggunaan respirator partikulat :
1) Digunakan petugas hanya pada perawatan pasien infeksi airborne
2) Dapat digunakan oleh seorang petugas untuk 1 shift tugas pada perawatan
pasien dengan infeksi airborne / sejenis
3) Penyimpanannya dipastikan secara individual di dalam plastik kering dengan
sisi luar respirator diposisikan berada di bagian dalam, diberi identitas

c. Topi
Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga
serpihan kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan. Topi
harus cukup besar untuk menutup semua rambut. Meskipun topi dapat
memberikan sejumlah perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utama adalah
untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau
menyemprot.

d. Gaun
Gaun pelindung digunakan untuk menutupi baju kerja pada saat
merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular
melalui droplet/airborne, juga melindungi petugas dari kemungkinan terkena
percikan darah, cairan tubuh lain karena suatu tindakan/prosedur
medis/keperawatan. Jenis bahan dapat berupa bahan tembus/tidak tembus
cairan. Gaun pelindung steril dipakai oleh ahli bedah dan asisten pada saat
melakukan pembedahan, sedangkan gaun pelindung non steril dipakai di
berbagai unit yang berisiko tinggi, misalnya di kamar bermasalin, ruang pulih di
kamar bedah atau di ruang isolasi.
Indikasi Pemakaian Gaun Pelindung
1) Saat membersihkan luka
2) Melakukan irigasi
20
3) Tindakan drainase
4) Menuang cairan terkontaminasi
5) Menangani pasien dengan perdarahan masif
6) Tindakan perawatan gigi
Direkomendasikan selau memakai pakaian kerja yang kebersihan
setiap kali dinas. Pemakaian gaun pelindung atau celemek sesuai indikasi
berdasarkan identifikasi/penilaian risiko. Gaun pelindung harus segera diganti
bila terkena kotoran, darah atau cairan tubuh. Tidak ada kewajiban
memberikan baju khusus untuk pengunjung memasuki ruang tertentu di
Klinik kecuali sebagaimana direkomendasikan berdasarkan risiko transmisi
infeksi. Apabila ada ruangan yang mengatur penggunaan baju khusus untuk
pengunjung. direkomendasikan pelaksanaan standar kebersihan secara
tepat untuk meminimalkan risiko transmisi infeksi melalui media baju tersebut,
yaitu
1) Dicuci minimal setiap hari kecuali pada situasi tertentu dimana baju
terkena kotoran/cairan tubuh harus segera dicuci;
2) Baju pengunjung yang terkontaminasi segera ditempatkan di dalam wadah
linen infeksius;
3) Baju pengunjung pasca pakai tanpa kontaminasi ditempatkan di dalam
wadah linen non infeksius (kotor ringan)

e. Apron
Apron terbuat dan karet atau plastik merupakan penghalang
tahan air untuk bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas
kesehatan harus mengenakan apron ketika melakukan perawatan
langsung pada pasien, membersihkan pasien atau melakukan prosedur
dimana ada risiko tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi. Hal ini penting
jika gaun pelindung tidak tahan air. Apron akan mencegah cairan tubuh
pasien mengenai baju dan kulit petugas.

f. Pelindung kaki
Pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dan cedera akibat
benda tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke
atas kaki. Oleh karena itu sandal jepit atau sepatu yang terbuat dan bahan
lunak (kain) tidak boleh dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit
tertutup memberikan lebih banyak perlindungan, tetapi harus dijaga tetap
bersih dan bebas kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh lain. Penutup
21
sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan terhadap benda
tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah. Sebuah penelitian
menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas dapat
meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui
sepatu dan seringkali digunakan sampai di luar ruang operasi. kemudian
dilepas tanpa sarung tangan sehingga terjadi pencemaran

ALUR PERMINTAAN, PENYEDIAAN DAN PENYIMPANAN APD DI KLINIK


POLRES JEMBER JEMBER
a. Permintaan dan penyediaan
1) APD yang disposable dimintakan melalui gudang obat dengan
sistem paket buffer floor stock.
2) APD yang tidak habis pakai direncanakan dan disediakan melalui
Bendahara barang Klinik Polres Jember;
3) Jenis dan jumlah APD yang disediakan di setiap ruangan sebagai
buffer floor stock direncanakan dan diusulkan oleh Penanggung
Jawab Unit sesuai kebutuhan pelayanan medis dan tindakan
keperawatan spesifiknya;
4) Standar perhitungan kebutuhan APD untuk setiap pelayanan pasien
ditetapkan tim PPI
5) Sistem ketersediaan buffer perlu dimonitor secara kontinue, dicatat
setiap penggunaannya, untuk menjamin ketersediaan APD sesuai
kebutuhan spesifik pelayanan medis dan tindakan keperawatan di
setiap ruangan;
6) Penggunaan APD secara tepat sesuai indikasi, dengan mengukur
risiko transmisi, dilakukan secara rutin menggunakan daftar tilik,
dievaluasi dan di-feedback-kan kepada yang terkait;
7) Rekapitulasi penggunaan APD setiap ruangan disampaikan Bendahara
barang dan tim PPI untuk bahan evaluasi dan perencanaan

b. penyimpanan
Penyimpanan seluruh APD yang dibutuhkan di ruangan (sesuai kebutuhan
spesifik setiap ruangan) direkomendasikan dalam sistem ketersediaan
buffer, tersendiri dalam almari kaca, agar mudah diakses bila dibutuhkan.
Apabila tidak ada almari khusus, direkomendasikan diletakkan dalam
almari linen ditempatkan dengan penempatan yang rapi, bersih dan kering,
diberikan label identitas
22
Pemilihan APD
Jenis pajanan Contoh Tindakan Jenis APD
Resiko rendah 1. injeksi Sarung tangan tidak
1. kontak kulit 2. rawat luka esensial
2. tidak terpajan ringan
darah langsung
Resiko sedang 1. pemeriksaan Sarung tangan
Terpajan darah pelvis Mungkin apron
namun tidak ada 2. insersi IUD
cipratan 3. melepas IUD
4. pasang IV
cateter
5. rawat luka
berat
6. ceceran darah
Resiko tinggi Pertolongan  Sarung tangan
1. terpajan darah persalinan ganda
dan pervaginam  Apron
kemungkinan  Baju pelindung
terciprat  Kaca mata
2. perdarahan aktif pelindung
 Masker
 Sepatu boot
Panduan pemilihan APD berdasarkan jenis pelayanan pasien
Jenis Tindakan Sarung Masker Celemek Google Topi
tangan
Memandikan Tidak, Tidak Tidak Tidak Tidak
pasien kecuali
kulit tdk
utuh
Vulva / penis Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
hygiene
Menolong BAB Ya Ya Tidak Tidak Tidak

23
Menolong BAK Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Oral hygiene Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Mengambil Ya Ya Tidak Tidak Tidak
darah arteri
Mengambil Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
darah vena
Perawatan Ya Ya Tidak Tidak Tidak
luka mayor (steril)
Perawatan Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
luka minor
Perawatan Ya Ya Tidak Tidak Tidak
luka infeksius (steril)
Mengukur TTV Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Melakukan Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
penyuntikan
Memasang Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
infus
Memasang Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
dower kateter (steril)
Membersihkan Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
ruang (sarung
perawatan tangan
RT)
Membersihkan Ya Ya Ya Ya Tidak
peralatan (sarung
habis pakai tangan
RT)
Transportasi Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
pasien
Melakukan Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
EKG
Mengganti Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
infus
Memberikan Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
diit per oral
Mengantar Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

24
specimen ke
laboratorium
Mengganti Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
linen tidak
terkontaminasi
Mengganti Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
linen
terkontaminasi
Memasang Ya Ya Tidak Tidak Tidak
NGT
Memberi tetes Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
mata
Irigasi mata Ya Tidak Tidak Tidak Tidak

3. Pengelolaan Peralatan Kesehatan


Pengelolaan alat Kesehatan/instrument pasca pakai secara benar, tepat, efektif
dan efisien merupakan hal yang sangat penting dan harus dimengerti oleh seluruh
staf Kesehatan pada setiap tingkat. Mulai dari petugas pelayanan Kesehatan sampai
ke petugas kebersihan klinik dan pemeliharaan sebagai Upaya pencegahan dan
pengendalian infeksi di klinik. Proses pencegahan terjadinya infeksi silang (cross
contamination) dari alat/instrument, setelah digunakan dengan melakukan
dekontaminasi. Berdasarkan kemungkinan terjadinya infeksi, Dr. E.H Spaulding
mengelompokkan alat/instrument pasca pakai menjadi 3 kelompok yaitu :

No Tingkat Resiko Pengelolaan alat


1 Resiko tinggi (critical) Sterilisasi atau menggunakan alat
adalah alat yang digunakan steril sekali pakai (disposable)
menembus kulit atau rongga
tubuh atau pembuluh darah
2 Resiko sedang (semi Desinfeksi tingkat tinggi (DTT)
critical) adalah alat yang
digunakan pada mukosa
atau kulit yang tidak utuh
3 Resiko rendah (non critical) Desinfeksi tingkat rendah atau
adalah alat yang digunakan cuci bersih
pada kulit utuh/ pada

25
permukaan kulit

Dekontaminasi adalah proses untuk menghilangkan kotoran, komponen


organik dan mikroorganisme patogen dan alat kesehatan/instrumen sehingga
aman untuk pengelolaan selanjutnya. Proses dekontaminasi meliputi
perendaman,pembersihan, pencucian, disinfeksi, dan sterilisasi. Alat
kesehatan/instrumen pasca pakai setelah digunakan untuk tindakan medis dan
atau tindakan keperawatan harus segera dilakukan perendaman dan pencucian
dengan menggunakan larutan disinfektan yang sesuai (jenis, konsentrasi dan
lama perendaman), kemudian bilas dengan air mengalir dan keringkan. Dalam
melaksanakan kegiatan tersebutt harus menggunakan APD (alat pelindung diri)
sesuai ketentuan. Tujuan dari proses tersebut adalah :
a. Sebagai pemutus mata rantai infeksi
b. Meminimalkan dan mengisolasi potensi kontaminasi
c. Merupakan langkah awal (first step) universal precaution yang perlu
dilaksanakan
d. Dikerjakan pada setiap tahapan kegiatan pelayanan sterilisasi
Disinfeksi adalah suatu proses untuk menghilangkan sebagian atau semua
mikroorganisme dari benda/alat kesehatan, kecuali terhadap endospora bakteri,
dengan sistem panas (termal) atau kimia.Disinfeksi tingkat tinggi (DTT) dapat
dilakukan apabila alat/instrumen dengan kategori semi kritikal, segera digunakan
dan tidak memungkinkan bila dilakukan sterilisasi. DTT dapat dilakukan dengan
cara panas, yaitu dengan direbus selama 20 menit atau dengan larutan
kimia/disinfektan yang sesuai.Disinfektan adalah bahan/zat kimia yang digunakan
untuk menghambat/membunuh virus dan mikroorganisme patogen. Antiseptik
adalah disinfektan yang digunakan pada permukaan kulit dan membrane mukosa.
Desinfektan dan antiseptic yang digunakan di klinik disediakan oleh Gudang obat.
Berdasarkan daya hambat/bunuh terhadap mikroorganisme, desinfektan
dikelompokk yaitu
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas/potensi disinfektan adalah:
a. Konsentrasi disinfektan; lama paparan/perendaman; suhu, pH (tingkat
keasaman atau kebasaan)
b. Tipe dan jumlah mikroorganisme (misal : Mycobacterium tuberculose relatif lebih
tahan dibanding dengan mikroorganisme vegetatif)
c. Tingkat kebersihan alat/instrumen; pembersihan yang kurang adekuat
menyebabkan masih adanya kontaminan/materi organik. Interaksi antara

26
kontaminan organik (bio-burden) dengan zat aktif dapat menurunkan aktivitas
disinfektan.
d. Tingkat kesadahan air (hardness water), adanya kandungan yang mineral tinggi
seperti kalsium atau magnesium dapat berinteraksi dengan zat aktif
disinfektan sehingga menurunkan aktivitasnya.
Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan seluruh
mikroorganisme (bakteri, virus, fungi, parasit) dan benda/alat kesehatan,
termasuk endospora bakteri melalui cara fisika atau kimia. Tujuan adanya
Sterilisasi Sentral di Klinik adalah :
a. Menurunkan angka kejadian infeksi
b. Membantu mencegah serta menanggulangi infeksi nosocomial
c. Efisiensi investasi, instalasi dan pemeliharaan serta penggunaan sumber daya
(SDM, peralatan, sarana prasarana lain)

Metode sterilisasi :
Ada beberapa metode yang digunakan yaitu :
a. Sterilisasi panas tinggi dengan tekanan (autoclave)
b. Sterilisasi panas kering
c. Kukus rebus menggunakan dandang (DTT)
d. Sterilisasi dengan bahan kimia

Tahapan pengelolaan alat kesehatan/instrumen pasca pakai: Untuk


mendapatkan hasil sterilisasi yang optimal (efektif dan efisien) dan terjaga mutunya
sampai dengan digunakan maka proses pengelolaan alat kesehatan/instrumen
pasca pakai harus dilakukan secara benar dan tepat, aman bagi pasien petugas
serta lingkungan, yaitu :
a. Petugas yang akan melaksanakan kegiatan/proses dekontaminasi harus
menggunakan alat pelindung diri (APD) yang sesuai.
b. Pre-cleaning dan pencucian:
1) Alat kesehatan/instrumen pasca pakai setelah digunakan untuk tindakan
medis dan atau tindakan keperawatan harus segera dilakukan
perendaman dengan larutan Anioszyme DD1 5 ml dalam 1 liter air selama
5 menit.
2) Bersihakan/cuci alat/instrumen yang direndam, bila perlu dengan disikat
3) Bilas dengan air mengalir sampai bersih, dan keringkan

27
4) Apabila alat/instrumen pasca pakai segera digunakan, untuk alat/instrumen
dengan
c. Setting dan pengemasan alat kesehatan/instrumen dan bahan habis pakai
(BHP) Alat/instrumen/bahan yang telah bersih dan kering disetting/ditata serta
dikemas sesuai ketentuan.
Prinsip pengemasan :
1) Bahan pengemas sesuai dengan metode sterilisasi yang dipilih.
2) Sterilan harus dapat diserap dengan baik dan dapat menjangkau seluruh
permukaan kemasan dan isinya.
3) Harus dapat menjaga sterilitas isinya hingga kemasan dibuka
4) Harus mudah dibuka dan isinya mudah diambil tanpa menyebabkan
kontaminasi Catatan : bila linen atau kertas perkamen sebagai bahan
pengemas, minimal harus rangkap 2 (dua)
d. Monitoring dan evaluasi
Monev proses serta hasil sterilisasi harus dilakukan sesuai ketentuan, seperti:
1) Monitoring visual dengan melihat hasil sterilisasi
2) Indikator eksterna spt perubahan warna
3) Indikator mekanik seperti tekanan, suhu
4) Indikator biologi
e. Penyimpanan
Alat Kesehatan/ insyrumen, BHP, linen harus disimpan pada tempat yang steril
atau lemari khusus yang kering dan jauh dari lalu lintas utama.
Pengelolaan peralatan (BHP) re-used
1) BHP re-used adalah BHP yang menurut petunjuk manufakturnya
diperuntukkan single used namun diijinkan digunakan kembali sesuai
bukti ilmiah atau rekomendasi Perhimpunan Profesi pengguna atau
pengalaman klinik berdasarkan pertimbangan mutu, keamanan dan
aspek finansial penggunaan (karena sangat dibutuhkan tetapi sulit
diperoleh dengan segera atau diproduksi dalam jumlah terbatas, harga
tidak terjangkau oleh pasien - secara pribadi/asuransi).
2) Pengelolaan BHP re-used di Klinik dilakukan berdasarkan tinjauan
mutu dan keamanan, rasional mulai dan saat penentuannya sampai
dengan evaluasi penggunaan pada pasien, ditetapkan dengan Kebijakan
Klinik tentang Pengelolaan Peralatan Re-used.
3) BHP di-reused melalui proses sterilisasi/DTT, dengan memperhatikan
keamanan optimal secara fisik dan fungsi, ketersediaan metode
dekontaminasi dan sterilisasi yang efektif.
28
4) BHP yang dapat di-reused di Klinik adalah BHP sesuai daftar lampiran
Kebijakan Pengelolaan Peralatan Re-used. Macam BHP dan batas
maksimal jumlah reused ditetapkan Klinik melalui pembahasan.
5) Identifikasi BHP re-used dan penomoran penggunaannya dilakukan oleh
unit terkait. Nomor penggunaan alat yang ke-sekian dituliskan dengan
penandaan pada alat maupun kemasan alat. Jika tanda telah sampai
batas maksimal re-used, pengguna tidak diperkenankan me-reused
kembali. Jika BHP sudah tidak layak di-reused berdasarkan evaluasi
fungsi, keamanan penampilan fisik, keamanan dan ketepatan
sterilisasi/DTT, atau alasan keamanan lain, meskipun belum sampai pada
batas maksimal penggunaan reused yang ditetapkan dalam Kebijakan,
maka BHP tersebut segera diakhiri penggunaannya tidak perlu diproses
reused.
6) Evaluasi klinik terhadap setiap penggunaan peralatan reused dilakukan
oleh satuan kerja pengguna, menggunakan daftar tilik evaluasi yang telah
disiapkan Tim PPI.
7) Monitoring ketepatan penerapan standar, analisis evaluasi dan tindak lanjut
sesuai hasil evaluasi dilakukan Tim PPI setiap 3 bulan, disampaikan
kepada Tim Mutu klinik

4. Pengelolaan Linen
Pengelolaan linen yang aman adalah kegiatan yang bertujuan mencegah
kontaminasi linen kotor atau infeksius kepada petugas, pasien dan lingkungan,
meliputi proses pengumpulan, pemilahan, pengangkutan linen kotor, pencucian
sampai distribusi linen bersih. Pengelolaan linen kotor dan bersih secara
terpisah merupakan keharusan untuk meminimalkan risiko infeksi pada pasien dan
petugas. Pengelolaan linen di Klinik Polres Jember meliputi kegiatan,
penerimaan dan pencucian linen kotor, penyediaan linen bersih siap pakai,
pemeliharaan, dan pemusnahan linen rusak.
Proses cuci mencuci mulai dan pengumpulan, pemilahan, pencucian dan
pengangkutan diatur secara sistematis. Kegiatan di diupayakan secara maksimal
untuk menghindari kontaminasi linen kotor terhadap linen bersih siap pakai maupun
petugas dan lingkungan dengan melakukan disinfeksi terhadap kereta linen,
pengepelan/disinfeksi lantai dan implementasi praktik kebersihan tangan petugas
sesuai prosedur. Jenis linen di Klinik Polres Jember dikualifikasikan menjadi linen
bersih, linen kotor infeksius dan linen kotor non infeksius (terdiri atas linen kotor
berat dan linen kotor ringan). linen bersih pasca pencucian di laundry. Linen
29
kotor infeksius adalah linen yg terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh dan
feses terutama yang berasal dari infeksi TB, Salmonella & Shigella, HBV, HCV, HIV,
dll yang dapat menularkan mikroorganisme tersebut kepada pasien lain, petugas
ataupun mencemari lingkungan;.
a. Penanganan Linen infeksius di Ruangan
1) Linen kotor hendaknya sesedikit mungkin dipegang dan digerak-
gerakkan untuk mencegah kontaminasi udara dan petugas.
2) Linen infeksius dan non infeksius dipisahkan dalam tempat
penampungan tersenditi Linen infeksius dilipat dan digulung sehingga bagian
tengah yang paling kotor berada di tengah gulungan selanjutnya
dimasukkan dalam kantong plastik warna kuning. Hitung dan catat linen
infeksius sebelum dimasukkan dalam plastik, sehingga mengurangi
kontaminasi.
3) Petugas yang mengelola linen kotor wajib memakai APD berupa:
 Sarung tangan rumah tangga
 Masker
 Celemek plastik/apron
b. Pengiriman linen ke laundry
Linen kotor infeksius dan non infeksius dibawa ke laundry menggunakan kereta
linen kotor dengan tong / kantong linen warna kuning untuk linen infeksius, biru
untuk non infeksius
c. Penanganan Linen Kotor di laundry
1) Petugas laundry menerima linen kotor dengan mengenakan APD berupa:
topi, masker, sarung tangan rumah tangga, apron, sepatu boot.
2) Petugas memisahkan linen berdasarkan jenis linen serta tingkat kekotoran
linen ( linen kotor infeksius, linen kotor berat dan linen kotor ringan),
menghitung dan mencatatnya.
3) Khusus untuk linen kotor infeksius langsung dilakukan pencucian
beKlinikama linen kotor berat, tidak perlu dilakukan penghitungan ulang
d. Pengambilan Linen bersih
1) Linen bersih siap pakai diterima di bagian finishing dikeluarkan oleh
petugas pengeluaran linen bersih
2) Linen yang akan dikeluarkan dihitung sesuai dengan daftar cucian yang
masuk pada hari itu kemudian menyerahkan kepada petugas pengeluaran
linen
3) Petugas pengeluaran linen menyiapkan linen yang akan dikeluarkan di
loket pengeluaran
30
4) Petugas pengeluaran linen mengeluarkan linen bersih siap pakai sesuai
bukti pengambilan linen
5) Petugas pengeluaran linen mencatat pengeluaran linen bersih siap pakai
pada hari itu di buku pengeluaran linen bersih
6) Petugas laundry membawa linen bersih siap pakai menggunakan trolly /
kantong linen bersih

5. Pengendalian Lingkungan
Pengertian
Upaya mengendalikan lingkungan dengan mengendalikan mutu air, udara,
permukaan, desain dan konstruksi bangunan
Tujuan
Mencegah transmisi mikroorganisme dari pasien atau pengguna layanan ke petugas
atau sebaliknya akibat pengelolaan lingkungan yang tidak sesuai standar PPI.
a. Air
1) Sistem air bersih
 Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem alirannya.
 Sumber air bersih dapat diperoleh langsung berlangganan atau sumber
lain dengan baku mutu yang memenuhi persyaratan.
 Tempat penampungan air bersih harus dilakukan perawatan berkala
untuk menghindari pencemaran mikroorganisme.
2) Persyaratan Kesehatan air
 Sumber air bersih dapat diperoleh dari Perusahaan pengolah air minum,
sumber air tanah, air hujan atau sumber lainnya setelah diolah dan
memenuhi persyaratan
 Memenuhi persyaratan mutu air bersih, memenuhi syarat fisik, kimia,
bakteriologis yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku
 Distribusi air ke ruang-ruang menggunakan sarana perpipaan dengan
tekanan positif
 Sumber air bersih dan sarana distribusinya harus bebas dari
pencemaran fisik, kimia, bakteriologis
 Tersedia air dalam jumlah cukup
3) Sistem pengelolaan limbah cair medis dan non medis
 Tersedia sistem pengolahan air limbah yang memenuhi persyaratan
Kesehatan

31
 Saluran air limbah harus kedap air, bersih dari sampah dan dilengkapi
penutup dengan bak control untuk menjaga kemiringan saluran minimal
1%
 Di dalam sistem penyaluran air kotor dan/atau air limbah dari ruang
penyelenggaraan makanan disediakan penangkap lemak untuk
memisahkan dan/atau menyaring kotoran/lemak
 Sistem penyaluran air kotor dan/atau air limbah dari pengelolaan
sterilisasi termasuk linen harus memenuhi persyaratan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
 Ketentuan mengenai pengelolaan limbah cair mengacu pada peraturan
perundang-undangan mengenai pengelolaan limbah
b. Ventilasi
Sistem ventilasi di FKTP harus memenuhi persyaratan sbb :
1) Bangunan fasilitas pelayanan Kesehatan harus mempunyai udara yang baik
meliputi ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/buatan yang optimal
apabila diperlukan dengan memperhatikan catatan berikut :
a) Sistem ventilasi yang menggunakan peralatan mekanik untuk
mengalirkan dan mensirkulasikan udara di dalam ruangan secara paksa
untuk menyalurkan atau menyedot udara ke arah tertentu seperti
exhause fun, kipas angin
b) Sistem ventilasi alamiah adalah mengalirkan udara dari luar ke dalam
Gedung dan sebaliknya melalui pintu dan jendela terbuka. Sebaiknya
ventilasi alamiah dengan menciptakan aliran udara silang/cross ventilasi
dan pastikan arah angin tidak membahyakan petugas
c) Ventilasi gabungan
2) Bangunan fasilitas pelayanan Kesehatan harus mempunyai pintu bukaan
permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela bukaan permanen yang dapat
dibuka untuk kepnetingan ventilasi alami minimal 15% dari total luas lantai
3) Besarnya pertukaran udara yang disarankan untuk berbagai fungsi ruang di
bangunan FKTP minimal 6-12x pertukaran udara/jam dan untuk kamar
mandi/WC 10x pertukaran udara/jam
4) Penghawaan dalam ruang perlu memperhatikan 3 elemen daasar:
a) Jumlah udara luar bermutu baik, di mana ventilasi harus dapat mengatur
pertukaran udara sehingga ruangan tidak terasa panas, tidak terjadi
kondensasi uap air atau lemak [ada lantai, dindding atau langit-langit
b) Pada area umum dalam Gedung aliran udara seharusnya dari area
bersih ke area terkontaminasi
32
c) Setiap ruangan diupayakan agar terjadi proses udara dalam ruang
bergerak, sehingga terjadi pertukaran udara luar dan dalam
5) Pemilihan system ventilasi alami, mekanik atau campuran perlu
memperhatikan kondisi local seperti struktur bangunan, cuaca, biaya dan
mutu udara
6) Tersedia toilet yang terpisah antara laki-laki dan perempuan
c. Konstruksi bangunan
1) Desain bangunan
a) Bentuk denah bangunan simetris dan sederhana untuk mengantisipasi
bila terjadi gempa
b) Tata ruang bangunan harus memperhatikasi sirkulasi dan pencahayaan
c) Tata letak bangunan dan tata ruang harus mempertimbangkan zonasi
berdasarkan tingkat penularan penyakit, zonasi berdasarkan privasi dan
kedekatan hubungan fungsi antar ruang pelayanan
d) Tinggi rendah bangunan harus dibuat tetap untuk menjaga keserasian
lingkungan dan pencegahan banjir
e) Aksesibilitas di luar dan dalam bangunan harus mempertimbangkan
kemudahan bagi semua termasuk disabilitas dan lansia
f) Harus menyediakan area parker kendaraan dengan jumlah area
proporsional
g) Permukaan lantai dibuat dari bahan yang kuat, halus, kedap air, mudah
dibersihkan, tidak licin, rata, tidak bergelombang dan tidak menimbulkan
genangan air, dianjurkan berwarna terang, pertemuan antara dinding
dan lantai berbentuk melengkung agar mudah dibersihkan
h) Dinding harus mudah dibersihkan, tidak mudah berjamur dan tidak
berpori
i) Permukaan dinding sebaiknya tidak dipasang aksesoris yang menjadi
tempat akumulasi debu dan sulit dibersihkan
j) Komponen langit-langit berwarna terang dan mudah dibersihkan
2) Persyaratan kehandalan bangunan
Harus memenuhi persyaratan perundang-undangan
3) Sistem pencahayaan
a) Bangunan faskes harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau
buatan
b) Pencahayaan harus didistribusi rata dalam ruangan
c) Lampu yang digunakan dari jenis hemat energi
4) Penataan barang dan lingkungannya
33
a) Pastikan semua benda atau barang tertata dengan baik dan tersimpan
rapi
b) Penyimpanan barang atau benda tersusun sesuai jenis barang misal
tidak mencampur barang steril dengan kotor dalam satu area
c) Jarak tempat tidur atau tempat periksa pasien dalam satu kamar
minimal 1 meter
d) Pastikan area bersih dan area kotor terpisah dan berbatas tegas
sehingga tidak menimbulkan kontaminasi atau resiko kecelakaan kerja
e) Penempatan tempat limbah pada tempat yang aman dan tidak berada
dekat pasien, atau di bawah meja Tindakan atau di bawah tempat tidur
f) Tidak dianjutkan menggunakan karpet atau menempatkan Bunga hidup
atau bunga plastik atau aquarium di dalam ruang pelayanan kecuali
mampu dibersihkan setiap hari
g) Penggunaan tirai atau korden pembatas pasien atau penutup jendela
disarankan menggunakan bahan yang kuat dan tidak tembus air
h) Pastikan tidak ada tempat masuk atau Kumpulan dari
Binatang/serangga di ruang pelayanan
i) Tidak boleh memelihara hewan piaraan di fasilitas pelayanan
5) Pembersihan lingkungan
a) Pastikan faskes membuat, melaksanakan dan monitor prosedur rutin
pembersihan, desinfeksi permukaan, tempat tidur, peralatan di samping
tempat tidur dan permukaan yang sering disentuh
b) Faskes harus mempunyai desinfektan standar sesuai peraturan
perundang-undangan
c) Pembersihan harus diawali dengan proses desinfeksi, benda dan
permukaan tidak dapat didesinfeksi sebelum dibersihkan dari bahan
organic
d) Cairan desinfektan yang bersifat toxic dan memiliki kemampuan
membunuh mikroorganisme secara langsung pada benda mati misal
klorin 0,5% untuk tumpahan darah atau cairan tubuh kemudian klorin
0,05% untuk pembersihan rutin permukaan, detergen atau cairan
pemutih atau hydrogen peroksida 8%
e) Pembersihan lingkungan pelayanan Kesehatan menggunakan troli
khusus, menggunakan 2 ember yang memiliki alat pemerasan kain pel
secara otomatis tanpa bersentuhan dengan tangan
f) Petugas yang melakukan pembersihan harus menggunakan APD
 Sarung tangan karet
34
 Gaun pelindung
 Sepatu (sepatu both)
g) Prinsip dasar pembersihan lingkungan
 Semua permukaan horizontal di tempat pelayanan harus
dibersihkan setiap hari atau bila kotor langsung dibersihkan
 Permukaan meja pemeriksaan atau peralatan lain yang
bersentuhan langsung dengan pasien segera dibersihkan dan
didesinfeksi untuk pemeriksaan pasien berikutnya
 Semua kain yang akan dipakai sebagai kain pembersih harus
dibasahi dulu sebelum digunakan
 Semua peralatan pembersih harus selalu dibersihkan dan
dikeringkan setelah digunakan
 Meja pemeriksaan dan peralatan di sekitar pasien dengan suspek
ISPA harus dibersihkan setelah digunakan
h) Pembersihan tumpahan dan percikan
Jika ada cairan tubuh darah, muntahan, ludah atau exsudat pada
permukaan lantai, dinding atau pembatas dibersihkan menggunakan
spill kit.
 Spil kit infeksius
Berisi topi, sarung tangan, kacamata, masker, serok dan sapu kecil,
cairan detergen, klorin 0,5% dan kain perca/koran dan plastic warna
kuning
 Spil kit B3
Berisi topi, sarung tangan, kacamata, masker, gaun, serok dan sapu
kecil, detergen, kain perca/tisu/koran bekas dan plastic warna coklat
i) Prosedur pemrsihan tumpahan cairan infeksius
 Petugas menggunakan APD
 Beri tanda untuk menunjukkan area tumpahan
 Serap cairan yang tumpah dengan kaib perca/tisu/korang bekas
sampai bersih kemudian buang ke kantong warna kuning
 Tuang detergen dan serap dengan kain/handuk/tisu/korang dan
masukkan dalam kantong warna kuning
 Lanjutkan dengan cairan klorin 0,5%, serap dan buang ke kantong
warna kuning
j) Prosedur pembersihan tumpahan B3
 Petugas menggunakan APD
 Beri tanda area tumpahan
35
 Tumpahan kimia : tuangkan air bersih pada tumpahan lalu
keringkan dengan kain/tisu masukkan ke kantong warna coklat.
Tuangkan detergen, serap dan buang ke kantong warna coklat. Beri
label B3 pada plastic warna coklat yang berisi tumpahan
 Tumpahan reagen, lokalisir area tumpahan dengan menaburkan
natrium bikarbonat sekitar area tumpahan, kumpulkan bekas
resapan ke dalam plastic warna hitam atau coklat kemudian
bersihkan dengan detergen dan serap, buang ke kantong warna
hitam/coklat
 Buang plastic sampah infeksius ke tempat penampungan dan
kumpulkan limbah tumpahan B3 dalam ruang penyimpanan
k) Prosedur dekontaminasi ambulan
 Ambulan dibersihkan dan didesinfeksi secara berkala dan setiap
selesai digunakan
 Setiap selesai digunakan, biarkan pintu belakang terbuka
 Pintu harus terbuka saat proses pembersihan dengan bahan kimia
untuk memberikan ventilasi yang cukup
 Petugas menggunakan APD saat pembersihan
 Pembersihan pada area yang bersentuhan dengan pasien dan
semua benda yang terkontaminasi dengan pasien
 Pembersihan menggunakan desinfektan yang mengandung natrium
hipoklorit
 Bersihkan dan desinfeksi semua peralatan yang re use sebelum
digunakan untuk pasien lain
 Lakukan kebersihan tangan sebelum dan setelah menggunakan
sarung tangan, ikuti prosedur saat membuang sarung tangan

Kebersihan Ruang di Lingkungan klinik


Kebersihan Ruang di lingkungan klinik merupakan tindakan pembersihan secara
seksama yang dilakukan teratur meliputi :
a. disinfeksi tempat tidur, permukaan meja, peralatan dan benda-benda di
lingkungan sekitar pasien setiap hari, saat pasien pulang dan sebelum
pasien masuk dengan disinfektan standar klinik;
b. Pengepelan lantai meliputi seluruh permukaan dengan disinfektan standar
klinik setiap hari mimimal 2 kali/hari
c. Pembersihan sekat/gordyn pembatas antar pasien dilakukan minimal setiap 3
bulan (bahan gordyn dipilih yang mudah dibersihkan dan tidak bergelombang)
36
d. Pembersihan kamar mandi/WC/wastafel dilakukan setiap hari atau sewaktu-
waktu diperlukan dengan disinfektan sesuai standar
Prinsip pembersihan lingkungan
a. Dilaksanakan sesuai standar zonasi ruangan di klinik
b. Mengusap seluruh permukaan Lingkungan dengan disinfektan standar klinik.
c. Menggunakan mop khusus untuk setiap jenis ruangan, dengan cara
sistematis untuk membersihkan dan menghilangkan patogen infeksius
Kebersihan Ambulans
Ambulans dibersihkan secara rutin sesuai standar pembersihan ruang perawatan dan
setiap kali sesudah digunakan transportasi pasien
6. Manajemen Pengolahan Limbah
Limbah medis umumnya berasal dari kegiatan Klinik, dimana secara umum di
UPTD KlinikPolres Jember dapat dikategorikan dalam limbah infeksius dan limbah
non-infeksius. Limbah infeksius didefinisikan sebagai limbah yang mengandung
mikroorganisme berbahaya dalam jumlah cukup besar, sehingga dapat
menyebabkan penyakit. Limbah non-infeksius adalah limbah domestik yang
dihasilkan dari berbagai kegiatan house keeping / kerumahtanggaan di Klinik.
Limbah medis secara garis besar dapat dibedakan berdasarkan pada kondisi
fisiknya yaitu limbah padat dan limbah cair.
Limbah padat atau sampah yang dihasilkan dari aktivitas dalam Klinik
menurut PP no 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun, termasuk kategori limbah infeksius. Limbah padat ini mengandung
bahan-bahan infeksius atau mengandung bakteri berbahaya, sampah yang
kontak dengan cairan tubuh penderita, jaringan tubuh dan spesimen di
laboratorium, Sampah lain terkategori sebagai sampah umum atau domestik
merupakan sampah yang berupa bungkus makanan dan minuman, sisa
makanan bukan dari ruang isolasi, kertas dan plastik yang tidak terkontaminasi dan
semua sampah selain bahan kimia dan radiasi yang tidak kontak dengan cairan
tubuh pasien. Pemusnahan sampah infeksius dari Klinik memerlukan adanya
insinerator yang mempunyai kemampuan untuk memusnahkan berbagai
mikroorganisme atau bahan infeksius pada sampah padat

LIMBAH PADAT MEDIS


Limbah padat / sampah Klinik adalah campuran heterogen yang kompleks yang
berasal dari berbagai kegiatan medis yang berlangsung, antara lain dari Instalasi gizi,
ruang tunggu, poliklinik, ruang poned, ruang perawatan, laboratorium. Limbah padat

37
tesebut memiliki bahan campuran yang bervariasi. Oleh karena itu, limbah yang
dihasilkan oleh aktivitas medis di Klinik harus dikelola dengan baik.
Sampah yang bersumber dari lingkungan Klinik mempunyai pengelolaan
sampah yang ditangani secara terpisah dengan sampah lainnya karena kemungkinan
mengandung bibit penyakit. Sehingga pengelolaan sampah Klinik bersifat khusus.
Mengingat akan pentingnya hal tersebutt maka, penanganan sampah Klinik
merupakan bagian dari upaya penyehatan lingkungan Klinik. Limbah padat dari Klinik
mulai disadari sebagai bahan buangan yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan lingkungan karena dianggap sebagai mata rantai penyebaran penyakit
menular. Dalam pengelolaan sampah Klinik di UPTD Klinik Polres Jember, sampah
secara garis besar dibedakan menjadi Sampah Medis dan Sampah Non Medis /
Domestik
a. Sampah Medis
Sampah medis termasuk dalam golongan limbah klinis. Menurut Depkes RI,
limbah klinis berupa berbagai jenis buangan yang dihasilkan di Puskesmas
dan unit-unit pelayanan kesehatan seperti pelayanan medis, perawatan gigi,
farmasi atau sejenis serta limbah yang dihasilkan Puskesmas pada saat
dilakukan perawatan, pengobatan atau penelitian. Limbah ini bisa
membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan bagi pengunjung,
masyarakat dan terutama kepada petugas yang menangani limbah.
Berdasarkan potensi bahaya yang ditimbulkannya, limbah klinis digolongkan
sebagai berikut:
1) Limbah benda tajam
2) Limbah infeksius
3) Limbah jaringan tubuh
4) Limbah farmasi
5) Limbah kimia
6) Limbah plastik
Namun pada pelaksanaannya, penggolongan berbagai timbulan sampah
yang ada tidak mudah dilakukan. Ada beberapa jenis yang dapat masuk ke
dalam lebih dari satu golongan ataupun tidak praktis dalam penggolongannya
untuk itu di Puskesmas Kabuh untuk Sampah Medis dibedakan menjadi 2
besar, yaitu :
1) Sampah medis Tajam
2) Sampah medis Non Tajam
Meskipun tidak seluruh limbah Puskesmas berbahaya, beberapa
diantaranya dapat menimbulkan ancaman pada saat penanganan,
38
penampungan, pengangkutan dan atau pemusnahan. Beberapa alasan yang
menjadikan limbah Puskesmas berbahaya adalah:
1) Potensi dalam menimbulkan bahaya kepada personil yang terlibat
dalam pembuangan jika tidak ditangani dengan baik.
2) Pencemaran lingkungan yang ditimbulkan jika dibuang tanpa pengolahan
terlebih dulu, sehingga mempunyai dampak yang membahayakan atau
mengganggu kesehatan masyarakat.
Sampah medis dalam pengelolaan sampah Puskesmas merupakan
limbah klinis yang berbentuk padat. Pengertian sampah medis di sini adalah
limbah padat Puskesmas bersifat klinis. Sampah medis biasanya dihasilkan di
ruang pasien, ruang pengobatan atau tindakan, ruang perawatan, ruang bedah
termasuk dressing kotor, verban, kateter, swab, plaster, masker dan lain-lain.
Kategori sampah lain yang juga dikelola sebagai sampah Puskesmas adalah
sampah patologis yaitu sampah yang berasal dari ruang poned termasuk
placenta, serta sampah laboratorium yaitu sampah yang dihasilkan dari
laboratorium diagnostic atau riset, meliputi sediaan atau media sample spinal,
bangkai binatang.
Untuk membedakan dengan Sampah Umum / Domestik, maka Sampah
Medis dimasukkan ke dalam tong sampah warna kuning yang didalamnya
telah dilengkapi plastik kresek warna kuning, dan ini telah disediakan Puskesmas
Kabuh. Selanjutnya dikirim ke insenerator untuk dilakukan proses pembakaran
b. Sampah Non-Medis
Sampah non-medis adalah timbunan limbah padat pada Puskesmas yang
tidak termasuk dalam golongan sampah medis. Sampah non-medis
biasanya berupa sampah domestik seperti timbunan sampah lain pada
umumnya (sampah umum / domestik).
Dalam pelaksanaannya, sesuai dengan kesepakatan bersama di UPTD
Puskemas Kabuh untuk Sampah Umum / Domestik dibedakan menjadi 2
besar, yaitu :
1) Sampah Umum Basah / Sampah Organik, terdiri dari sisa makanan, dll.
2) Sampah Umum Kering / Sampah Anorganik, terdiri dari kertas, plastik, dll.
Untuk membedakan dengan Sampah Medis, maka Sampah
Umum/Domestik dimasukkan ke dalam tong sampah warna abu – abu sesuai
tulisan sampah basah atau sampah kering, dan ini telah disediakan
Puskesmas Kabuh . Selanjutnya dimasukkan ke TPS dan dibuang ke TPA,
bekerjasama dengan Dinas pasar Tata Ruang, Kebersihan dan Pertamanan

39
PENGELOLAAN LIMBAH
a. limbah rumah tangga atau non medis
1) Wadah berupa kantong plastik warna hitam, diikat rapat pada saat akan
diangkut, dan dibuang berikut wadahnya;
2) Wadah tidak boleh penuh/luber. Jika telah terisi 2/3 bagian segera dibawa ke
tempat penampungan akhir;
3) Pengumpulan Limbah dari ruang perawatan harus tetap pada wadahnya dan
jangan dituangkan pada gerobak (kereta limbah) yang terbuka, agar
dihindari kontaminasi dengan lingkungan sekitar serta mengurangi risiko
kecelakaan terhadap petugas, pasien dan pengunjung;
4) Petugas yang menangani pengelolaan limbah harus selalu
menggunakan sarung tangan rumah tangga dan sepatu serta mencuci
tangan dengan sabun sesuai prosedur setiap selesai bekerja
b. Limbah medis
Pengelolaan limbah medis di klinik adalah dengan MoU dengan pihak ketiga
yang memiiki ijin pengolahan limbah menurut peraturan yang berlaku.
Tahapan Pengolahan Limbah Pemilahan Limbah padat di ruangan dipilah
sesuai dengan jenisnya yaitu limbah padat medis dan non medis (basah dan
kering). Limbah di ruangan dibuang ke tempat limbah yang dilapisi kantong
plastik yang diberi tanda dibedakan warnanya :
1) Warna kuning untuk limbah padat infeksius.
2) Warna hitam untuk limbah padat non infeksius.
Tempat limbah di ruangan ada dua macam:
1) Tempat Limbah pasien di ruangan (tempat sampah non sentuh/injak
dan sejenisnya yang berukuran kecil);
2) Tempat limbah besar di luar ruangan (kontainer ± 0.05 m3) dengan
pesyaratan antara lain terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibesihkan,
ringan (dapat diangkat oleh satu orang), tidak berkarat dan kedap air
terutama untuk limbah basah, mempunyai tutup, mudah dikosongkan atau
diangkut, tahan terhadap benda tajam/runcing).
3) Kantong plastik, jika sudah terisi 2/3 bagian diikat rapat dan kencang

Pembuangan Limbah
Semua limbah yang dihasilkan dalam ruangan atau area perawatan/isolasi
harus dibuang dalam wadah atau kantong plastik yang sesuai.
1) Untuk limbah infeksius gunakan kantong plastik kuning atau bila tidak
tePuskesmasedia dapat menggunakan kantong plastik warna lain yang
40
tebal atau dilapis dua (kantong ganda), kemudian diikat dengan tali warna
kuning dan diberi tanda “infeksius”
2) Untuk limbah RT digunakan kantong plastik warna hitam 
3) Untuk limbah benda tajam atau jarum dimasukkan dalam wadah tahan
tusukan disposable
 Kantong limbah apabila sudah ¾ bagian penuh harus segera diikat
dengan tali dan tidak boleh dibuka kembali.
 Petugas yang bertanggungjawab atas pembuangan limbah harus
menggunakan APD lengkap yang sesuai saat membuang limbah.
 Limbah cair seperti urine atau feses dibuang ke dalam sistem
pembuangan kotoran yang tertutup dan memenuhi syarat serta disiram
air yang banyak.
 Urinebag dikosongkan secara teratur setiap 3-4 jam atau saat terlihat
sudah ¾ penuh.
PENGELOLAAN BENDA TAJAM
Benda tajam sangat berisiko menyebabkan perlukaan sehingga
meningkatkan terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah. Penularan infeksi
HIV, Hepatitis B, Hepatitis C, sebagian besar disebabkan karena kecelakaan yang
bisa dicegah yaitu tertusuk jarum suntik dan perlukaan oleh alat tajam lainnya. Upaya
untuk mencegah perlukaan :
1) Penggunaan benda tajam termasuk jarum suntik direkomendasikan sekali pakai,
tidak direkomendasikan melakukan daur ulang atas pertimbangan penghematan;
2) Semua petugas bertanggung jawab atas setiap alat tajam yang digunakan
sendiri;
3) Pada saat memindahkan alat tajam (misal pada setting operasi) digunakan teknik
tanpa sentuh dengan menggunakan nampan atau alat perantara lain;
4) Tidak dibenarkan melakukan manipulasi jarum suntik mematahkan,
membengkokkan, atau ditutup kembali jika spuit hanya akan dibuang;
5) Jika jarum terpaksa akan ditutup kembali (recapping), misal untuk pemeriksaan
contoh bahan darah ke laboratorium/PMI, digunakan metode satu tangan
(single handed recapping method);
6) Tersedia wadah limbah tajam disposable di setiap ruangan, bersifat kedap
air tahan tusukan dan tidak mudah bocor. Wadah ditutup dan dibuang jika telah
terisi 2/3 bagian atau sesuai tanda batas pengisian pada safety box dan
jika telah tertutup tidak bisa dibuka lagi.

41
LIMBAH CAIR MEDIS
a. Sumber Limbah
Secara umum limbah Cair Medis dari suatu kegiatan Puskesmas dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu air limbah medis yang besifat infeksius dan air
limbah domestic yang besifat non-infeksius. Air limbah infeksius adalah
limbah yang mengandung mikroorganisme berbahaya (pathogen) dalam
jumlah cukup besar, sehingga dapat menyebabkan penyakit. Air Limbah
non-infeksius adalah limbah domestik yang dihasilkan dari berbagai kegiatan
pendukung operasional suatu Puskesmas, seperti, laundry dan lain-lain.
Sumber – sumber air limbah dari kegiatan operasional Puskesmas antara lain:
1. Air limbah dari kamar mandi dan cucian
Air limbah ini dikategorikan sebagai limbah rumah tangga, yang berasal dari
unit – unit Puskesmas. Air limbah dari kegiatan ini akan dimasukkan ke
Septik Tank. Parameter pencemar dalam limbah ini adalah zat padat,
BOD, COD, nitrogen, phosphorus, minyak dan lemak serta bakteriologis
2. Air limbah laundry
Air limbah laundry berasal dari unit pencucian bahan dari kain yang
umumnya bersifat basa dengan kandungan zat padat total berkisar antara
800 – 1200 mg/l dan kandungan BOD berkisar antara 400 – 450 mg/l
3. Air limbah laboratorium
Air limbah laboratorium berasal dari pencucian peralatan laboratorium dan
bahan buangan hasil pemerikasaan contoh darah dan lain – lain. Air
limbah ini umumnya mengandung berbagai senyawa kimia sebagai bahan
pereaksi sewaktu pemeriksaan contoh darah dan bahan lain. Air limbah
laboratorium mengandung bahan antiseptik dan antibiotik sehingga
besifat toksik terhadap mikroorganisme, oleh karena diperlukan perlakukan
khusus dalam pengelolaannya
b. Karakteristik air limbah
Sesuai dengan sifat dan bahannya, air limbah Puskesmas dapat
dikategorikan sama dengan air limbah domestik, kecuali air limbah dari
laboratoriumnya. Karakteristik air limbah domestik yang masih baru, berupa
cairan keruh berwarna abu – bau dan berbau tanah.
Bahan ini mengandung padatan berupa hancuran tinja, sisa – sisa makanan
dan sayuran, padatan halus dalam suspensi koloid, serta polutan yang terlarut.
Sebagaimana disebutkan diatas bahwa air limbah domestik 99,9 % terdiri dari air
dan 0,1 % adalah padatan. Padatan dalam air limbah domestik sekitar 70 %
terdiri dari bahan organik dan sekitar 30 % terdiri dari bahan an-organik. Sifat
42
bahan organik dalam limbah domestik relatif lebih disukai oleh
mikroorganisme, oleh karenanya kandungan BOD, COD, Nitorgen, Phosphat,
minyak – lemak dan TSS yang lebih dominan.
Persyaratan pembuangan limbah cair Puskesmas mengacu pada Baku
mutu buangan air limbah Puskesmas menurut Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup no KEP 58/MENLH/I/1995 dijelaskan
1) Karakteristik Fisik.
Parameter – parameter yang penting dalam air buangan yang
termasuk dalam karakteristik fisik antara lain, :
a) Total solid
Didefinisikan sebagai zat – zat yang tertinggal sebagai residu
penguapan pada temperatur 105 C. Zat – zat lain yang hilang pada
tekanan uap dan temperatur tePuskesmasebut tidak didefinisikan sebagai
total solid
b) Suhu
Pada umumnya temperatur air buangan lebih tinggi dari temperatur air
minum. Karena adanya penambahan air yang lebih panas dari bekas
pemakaian rumah tangga atau aktivitas pabrik, serta adanya
kandungan polutan dalam air. Temperatur pada air buangan
memberikan pengaruh pada :
 Kehidupan air
 Kelarutan gas
 Aktivitas bakteri
 Reaksi
 reaksi kimia dan kecepatan reaksi
c) Warna
Warna dari air buangan berasal dari buangan rumah tangga dan
industri. Air buangan yang segar umumnya berwarna abu – abu
dan sebagai akibat dari penguraian senyawa – senyawa organik oleh
bakteri, warna air buangan menjadi hitam. Hal ini menunjukan bahwa air
buangan telah menjadi atau dalam keadaan septik.

d) Bau
Bau dalam air buangan biasanya disebabkan oleh produksi gas –
gas hasil dekomposisi zat organik. Gas Asam Sulfida (H2S) dalam air
buangan adalah hasil reduksi dari sulfat oleh mikororganisme secara
anaerobik.
43
2) Karakteristik kimia
Senyawa – senyawa yang terkandung dalam air buangan terdiri atas 3
(tiga) golongan utama, yaitu :
a) Organic
Kurang lebih 75 % zat padat tersuspensi dan 40 % padatan yang
tersaring (Filterable solid) dalam air buangan merupakan senyawa -
senyawa organik. Senyawa – senyawa organik terdiri dari
kombinasi karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N), dan
Phosphat (P) dalam berbagai bentuk. Senyawa – senyawa organik ini,
umumnya terdiri dari Protein, Karbohidrat, minyak dan lemak yang
kesemuanya dinyatakan dalam parameter BOD dan COD.
Kandungan detergen dalam air, dimana umumnya detergen terbuat
dari senyawa ABS (Alkyl Benzen Sulfonat) atau LAS (Linier Alkyl
Sulfonat), dinyatakan dalam konsentrasi parameter MBAS (Methyline
Blue Alkyl Sulfonat ) atau CCE (Carbon Chloroform Extract).
b) Anorganik
Konsentrasi senyawa anorganik di dalam air akan meningkat, baik
karena formasi geologis yang sebelumnya, selama aliran maupun
karena penambahan buangan baru ke dlam aliran tersebut.
Konsentrasi unsur organik juga akan bertambah dengan proses
penguapan alami pada permukaan air. Adapun komponen –
komponen anorganaik yang terpenting dan berpenagruh terhadap air
buangan antara lain :
 alkalinitas
 khlorida
 sulfat
 besi
 zeng
 dll
c) Gas
Gas – gas yang umum terdapat dalam air buangan yang belum
diolah meliputi : N2, O2, CO2, H2S, NH3, CH4. Ketiga gas yang
disebut pertama sebagi akibat kontak langsung dengan udara dan
ketiga terakhir berasal dari dekomposisi zat –zat organik oleh bakteri
dalam air buangan

44
c. Biologi
Kelompok organisme yang terpenting dalam air buangan dibagi menjadi 3 (tiga)
yaitu :
1) Kelompok protista
2) Kelompok tumbuh – tumbuhan
3) Kelompok hewan.
Kelompok protista terdiri dari bakteri, algae dan protozoa, sedangkan
kelompok tumbuh – tumbuhan antara lain meliputi paku – pakuan dan lumut.
Bakteri berperan sangat penting dalam air buangan, terutama dalam proses
biologis. Kelompok bakteri secara dikelompokan menjadi jenis bakteri yang
patogen (menyebabkan penyakit) dan non patogen. Kelompok bakteri
patogen dianalisa dengan parameter kandungan E. Coli , MPN (Most
Problably Number) / 100 Ml. E. Coli merupakan bakteri yang terkandung dalam
tinja, semakin tinggi kandungan bakteri E.Coli dalam air buangan maka semakin
tinggi pula kandungan bakteri patogen yang lain (seperti Typhus, Disentri
dan Cholera)

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR


Limbah klinik berdasarkan pada sumbernya merupakan campuran antara
limbah domestik - limbah laboratorium yang kadang – kadang besifat infeksius.
Tujuan pengolahan air limbah :
1. Menghilangkan bahan tesuspensi dan terapung dalam air limbah
2. Penghilangan atau pengurangan bahan organik biodegradable, (mengurangi
kandungan BOD sekaligus COD)
3. Penghilangan kandungan nutrien (N & P removal)
4. Menghilangkan atau mengeliminasi mikroorganisme patogen
5. Menghilangkan kandungan bahan – bahan anorganik.

Pengolahan limbah klinik dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :


1. Pengolahan secara individual (On-site treatment).
Pengolahan limbah secara individual umumnya ditujukan untuk pengolahan
tinja saja, sedangkan limbah cair (sullage) dibuang langsung dalam saluran
terbuka. Pengolahan sistem individual bagi tinja dan air kemih untuk skala
rumah kecil didaerah perkotaan sering dilakukan dengan cara basah atau
menggunakan “Septik Tank”. Fungsi septic tank adalah untuk mengubah
karakteristik air kotor menjadi buangan yang mudah diserap oleh tanah,
tanpa menimbulkan pemampatan pada tanah itu sendiri.
45
Secara rinci, Septic Tank mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Untuk memisahkan benda padat (tinja) Padatan yang dapat diendapkan
dipisahkan dengan pengendapan secara gravitasi.
b. Untuk mengolah padatan dan cairan secara biologis. Komponen Organik
dalam padatan dan cairan dalam air kotor akan di dekomposisi oleh
bakteri anerob dan proses alamiah lainnya.
c. Sebagai penampung lumpur dan busa.
Lumpur (sludge) merupakan akumulasi padatan yang mengendap dalam
tanki, dan busa adalah lapisan padatan yang mengambang. Keduanya
dapat di dekomposisi oleh aktivitas bakteri. Hasil dari proses dekomposisi
tesebut akan diperoleh suatu cairan, gas dan lumpur matang yang
stabil. Dimana cairan terolah akan keluar sebagai effluen, gas yang
terbentuk dilepas melalui pipa ventilasi dan lumpur yang matang
ditampung di dasar tangki yang nantinya akan dikeluarkan secara berkala.
2. Pengolahan secara komunal
Pengolahan secara komunal di klink seperti yang dilakukan klinik dilakukan
untuk mengolah air efluen dari septik tank dan air limbah dari mandi, cuci dan
laundry. Teknik pengolahan limbah cair medis dapat dilakukan dalam dua tahap
yaitu pengolahan pendahuluan dan pengolahan secara biologi.
a) Pengolahan pendahuluan
Pengolahan pendahuluan Puskesmas Kabuh dilakukan utamanya
pada air limbah yang berasal dari kegiatan, air limbah dari laboratorium
analisa, dan dari ruang laundry akan dikoordinasikan dengan instansi terkait
mengenai penanganan awalnya. Pengolahan pendahuluan untuk air limbah
laboratorium dilakukan secara phisik – kimia yaitu netralisasi, presipitasi
dan pertukaran ion. Sedangkan pengolahan pendahuluan untuk air
limbah laundry adalah netralisasi dan pemberian zat kimia antibusa
b) Pengolahan Secara Biologis (Pengolahan tahan kedua)
Dalam sistem pengolahan limbah cair, pengolahan biologis
dikategorikan sebagai pengolahan tahap kedua (secondary treatment),
melanjutkan sistem pengolahan secara fisik sebagai pengolahan tahap
pertama (primary treatment). Tujuan pengolahan ini terutama adalah untuk
menghilangkan zat padat organik terlarut yang biodegradable, berbeda
dengan sistem pengolahan sebelumnya yang lebih ditujukan untuk
menghilangkan zat padat tesuspensi. Dalam memilih teknologi yang akan
digunakan, perlu dipertimbangkan beberapa hal
 Kuantitas dan kualitas limbah yang akan diolah
46
 Pemahaman teknologi yang akan digunakan
Kuantitas limbah, khususnya air limbah, yang diperhitungkan
tidak semata-mata didasarkan pada jumlah debitnya saja, tetapi
juga berhubungan dengan kontinuitas dan fluktuasinya. Penggunaan
teknologi yang tidak tahan terhadap adanya perubahan atau fluktuasi
yang menyolok dapat menurunkan kinerja unit pengolahannya itu
sendiri, atau bahkan menyebabkan kegagalan proses pengolahan.
Kualitas limbah sangat menentukan jenis teknologi yang
akan digunakan, selain itu juga dapat digunakan sebagai indikator
bagi perlu tidaknya suatu teknologi digunakan. Aspek paling
sederhana dalam hal ini adalah mengklasifikasikan air limbah
berdasarkan karakteristiknya; fisik, kimiawi ataukah biologis. Karena
itu perlu sekali kita mengkaji dua aspek awal – kuantitas dan
kualitas sebelum menentukan pilihan teknologi yang akan diterapkan.
Dari kedua hal ini ada beberapa tahapan yang umum digunakan, yaitu :
1. Mereduksi volume limbah, yang prinsipnya adalah mengurangi
kuantitas limbah yang dihasilkan.
2. Mereduksi kekuatan/konsentrasi limbah, yang ditujukan untuk
mengurangi kualitas pencemaran. Jenis pengolahan biologis yang
digunakan bergantung pada :
 Derajat pengolahan yang dikehendaki
 Jenis air limbah yang akan diolah
 Konsentrasi air limbah
 Variasi aliran
 Volume limbah
 Biaya operasi dan Pemeliharaan.
Kriteria pengolahan Limbah Medis dalam suatu Puskesmas antara
lain :
1. Kualitas effluent memenuhi baku mutu dan stabil
2. Mudah dalam pengoperasian
3. Biaya Operasi tidak mahal
4. Kebutuhan Lahan Minimal
5. Higienis dan tidak mengganggu estetika
6. Peralatan instrument IPAL awet.
7. Investasi cukup terjangkau
8. Mudah di up-grade bila terjadi peningkatan kapasitas
Penanganan tumpahan darah
47
a. Pasang tanda peringatan;
b. Siapkan spill kit;
c. Gunakan APD sesuai kebutuhan: sarung tangan RT,
masker, pelindung kaki (bila tumpahan banyak gunakan juga
celemek/apron);
d. Tutup tumpahan dan batasi perluasannya menggunakan bahan
yang menyerap (kertas koran/tisu). Selanjutnya bahan
dicakup menggunakan penjepit dan langsung dimasukkan
dalam kantong plastik kuning (limbah infeksius);
e. Tuangi dan rendam bekas tumpahan dengan khlorin 0,5%,
diamkan selama 10’
f. Basuh lokasi tumpahan pasca perendaman khlorin dengan
mop/lap basah
g. Masukkan mop/lap basah ke dalam larutan air disinfektan
h. Ikat plastik kuning, masukkan ke dalam tempat sampah medis
i. APD dilepas, dikelola sesuai standar
j. Petugas mencuci tangan pasca penanganan tumpahan selesai

48
7. Penempatan Pasien
Untuk mencegah transmisi silang agen patogen penyebab infeksi,
direkomendasikan penempatan pasien secara kohorting (penempatan pasien
berkelompok besama pasien lain dengan infeksi sejenis), penempatan dalam
ruang tunggal atau penempatan dalam ruang isolasi.
Ruang dengan ventilasi natural yang baik digunakan untuk penempatan
dan perawatan pasien infeksi, khususnya infeksi airborne, yang terpisah dan
pasien non infeksi dan khususnya terpisah dan pasien dengan kondisi
immunocompromise. Penataan ventilasi dapat dilakukan secara alamiah atau
campuran (dibantu sistem fan dan exhaust).
Ruangan untuk perawatan pasien infeksi airborne dipesyaratkan penataan
ventilasi dengan pertukaran udara minimal 12 ACH. Mobilisasi/transportasi, pasien
infeksi dan 1 unit ke unit lain harus dibatasi seminimal mungkin. Bila dalam
keadaan tententu pasien terpaksa harus dibawa ke unit lain, maka petugas
harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.

8. Hygiene Respiratory / Etika Batuk


Hygiene pernafasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk
mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya. Semua pasien, pengunjung dan
petugas kesehatan hanus direkomendasikan untuk selalu mematuhi etika batuk
dan kebersihan pernafasan untuk mencegah ekskresi sekret pernafasan (droplet
nuclei).
Kunci PPI adalah mengendalikan penyebaran patogen dari pasien yang
terinfeksi kepada kontak yang tidak terlindungi. Untuk penyakit yang ditransmisikan
melaiui droplet besar atau droplet nuklei maka etika batuk harus diterapkan kepada
semua individu dengan gejala gangguan pada saluran napas. Pasien, petugas,
pengunjung dengan gejala infeksi saluran nafas harus :
1. Menutup hidung dan mulut saat batuk atau bersin;
2. Gunakan tisu/saputangan untuk menutup batuk, buang tisu pasca pakai ke
tempat limbah infeksius;
3. Atau gunakan lengan baju bagian dalam untuk menutup batuk,
4. Cuci tangan dengan menggunakan air bersih mengalir dan sabun atau lakukan
alternatif cuci tangan menggunakan larutan handrub berbasis alkohol;
5. Gunakan masker kain/masker medikal bila sedang batuk/flu.
Penyuluhan Kesehatan dilakukan untuk memperkenalkan hygiene
respirasi/etika batuk:

49
1. Edukasi kepada semua petugas, pasien dan pengunjung Puskesmas dengan
infeksi saluran napas;
2. Edukasi petugas, pasien, keluarga dan pengunjung akan pentingnya
pengendalian transmisi kandungan aerosol dan sekresi saluran nafas dalam
mencegah penularan infeksi saluran napas;
3. Menyediakan sarana untuk kebersihan tangan (alkohol handrub, wastafel,
sabun biasa/antiseptik, tissue towel), terutama pada area tunggu perlu
diprioritaskan
9. Praktek Penyuntikan Yang Aman
 Tidak memakai ulang jarum suntik;
 Upayakan tidak memakai obat- obat/cairan multidose;
 Pertahankan teknik aseptik dan antiseptik pada pemberian injeksi;
 Segera buang jarum suntik habis pakai pada kontainer benda tajam;
 Tidak melakukan recapping jarum suntik habis pakai.
10. Kesehatan dan Keselamatan Petugas
Upaya kesehatan dan perlindungan karyawan/petugas kesehatan ditujukan
kepada seluruh karyawan baik yang berhubungan langsung dengan pasien
maupun tidak.
Pelaksanaan upaya kesehatan kerja meliputi :
a. Pemeriksaan berkala
b. Pemberian imunisasi yang pelaksanaannya tergantung pada :
 Resiko ekspos petugas
 Kontak petugas dengan pasien
 Karakteristik pasien Puskesmas
 Dana Puskesmas
c. Pelaporan pajanan dan insiden kecelakaan kerja (tertusuk jarum)
d. Pengobatan dan atau konseling.
11. Pengelolaan Linen
a. Maksud
Dimaksudkan agar pengelolaan linen yang meliputi pengankutan, pengumpulan,
pemilahan dan pengangkutan sesuai dengan prinsip PPI
b. Tujuan
Mencegah infeksi silang antara pasien dan petugas, menjaga ketersediaan linen
bersih,
c. Manfaat

50
Pengelolaan linen yang sesuai standar PPI untuk mencegah penularan
miktoorganisme dari pasien dan petugas serta mencegah pencemaran
lingkungan.
d. Prinsip pengelolaan linan
1) Agar semua petugas yang terlibat dalam pengelolaan linen mengikuti prinsip
PPI.
2) Perlakuan linen disesuaikan dengan kategori kebersihan linen
 Linen bersih adalah linen yang sudah dibersihkan dan siap digunakan
 Linen steril adalah linen yang sudah dilakukan sterilisasi
 Linen kotor adalah linen yang sudah dipakai pasien/ keluarga atau
petugas
 Linen infeksius adalah linen yang terkontaminasi cairan tubuh, darah,
eksresi dan sekresi
3) Linen dari ruang isolasi diperlakukan sebagai linen infeksius dan tidak
diperlukan kantong ganda kecuali kantong utama bocor atau rudsak
4) Pencucian linen bersih, kotor dan steril dilakukan secara terpisah melalui
pintu masuk berbeda dan satu arah
e. Sarpras yang dipergunakan
1) Mesin cuci dan pengering
2) Mesin sterika uap
3) Kantong membungkus linen bersih dan linen kotor
4) Kereta dorong pengangkutan
5) Tempat penyimpanan linen
f. Prosedur pengelolaan
1) Pastikan petugas menggunakan APD
2) Jangan menarik dan meletakkan linen kotor di langai
3) Pastikan troly yang digunakan berbeda antara linen bersih dan kotor, atgau
desinfeksi bila tidak berbeda.
4) Cuci linen kotor dulu baru linen infeksius dengan waktu yang berbeda
dengan syarat:
1. Tersedia air bersih mengalir dan jika tersdia air panas dengan suhu 70
°C dalam waktu 25 menit atau 95 C dalam waktu 10 menit.
2. Jika tidak tersedia air panas maka menggunakan detergen dengan
ditambahkan pemutih dengan perbandingan 1 cc : 99 cc air ( tidak boleh
direndam > 15 menit karena merusak kain)
3. Pengeringan dengan mesin cuci atau penjemuran dengan atap tertutup.
5) Pelipatan linen bersih dilakukan di meja, tidak boleh di lantai
51
6) Lemari penyimpanan harus kering, bersih dan terbebas dari kontaminasi
7) Penyimpanan linen bersih harus pada lemari tertutup dan tidak boleh
tercampur dengan barang yang lain.
8) Pengangkutan linen harus menggunakan troly yang berbeda
9) Alur penerimaan linen bersih dan kotor dengan prinsip satu arah.

KEWASPADAAN BERDASARKAN PENULARAN/TRANSMISI


Kewaspadan berdasarkan penularan dibutuhkan untuk memutus mata rantai
transmisi mikroba penyebab infeksi, dibuat untuk diterapkan terhadap pasien yang
diketahui atau diduga terinfeksi atau terkolonisasi patogen yang dapat ditransmisikan
lewat udara, droplet, kontak dengan kulit atau permukaan terkontaminasi.
Kewaspadaan ini diterapkan sebagai tambahan terhadap kewaspadaan standar.
Jenis kewaspadaan berdasarkan trasmisi
a. Kontak
 Kontak langsung
 Melalui common vehicle (makanan, air, obat, peralatan)
 Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus, dll)
b. Droplet
c. Udara
1. Kewaspadaan kontak
Transmisi kontak merupakan cara transmisi terpenting dan tesering
penyebab HAI’s. Kewaspadaan transmisi kontak ditujukan untuk
menurunkan risiko transmisi patogen melalui kontak langsung atau tidak
langsung. Kontak langsung meliputi kontak kulit terbuka/abrasi, kontak
antara orang yang rentan/petugas dengan kulit pasien terinfeksi atau
kolonisasi (contoh : perawat membalikkan tubuh pasien, memandikan,
membantu pasien bergerak, dokter bedah mengganti verband dengan
luka basah, dll). Risiko kontak langsung tesering adalah kontak tangan.
Transmisi kontak tidak langsung terjadi antara orang yang rentan
dengan benda yang terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan
seperti instrumen yang terkontaminasi, jarum, kassa, sarung tangan yang
tidak diganti saat menolong pasien, melalui obat, makanan, melalui mainan
anak, dll. Kontak dengan cairan sekresi pasien terinfeksi dapat
ditransmisikan melalui tangan petugas atau benda mati di lingkungan sekitar
pasien.
Kewaspadaan kontak diterapkan terhadap pasien dengan infeksi
yang diketahui atau terkolonisasi (ada mikroba pada atau dalam tubuh
52
pasien tanpa gejaia klinis infeksi) yang mikrobanya dapat ditransmisikan
dengan cara kontak langsung atau tidak langsung. Pada saat petugas masih
memakai sarung tangan terkontaminasi tidak boleh menyentuh tangan,
hidung dan mulut, dan hindari mengkontaminasi permukaan lingkungan
yang tidak berhubungan dengan perawatan pasien, misal pegangan pintu,
tombol lampu, telepon.

Kunci Kewaspadaan Kontak :


a. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien
b. Gunakan sarung tangan besih, tidak perlu steril dan gaun disposable/
reusable bilamana kontak dengan pasien infeksi kontak.
c. Lepaskan dan proses segera sarung tangan dan gaun pasca pakai
perawatan pasien infeksi kontak secara tepat (dimasukkan limbah
medis dan kantong linen infeksius). Lakukan kebersihan tangan
segera setelah melepas sarung tangan.
d. Dedikasikan penggunaan peralatan spesifik untuk setiap pasien infeksi
kontak dan selalu membePuskesmasihkan serta mendisinfeksi
peralatan yang tidak disposable sebelum digunakan pasien lain.
e. Hindari menyentuh wajah, mata atau mulut dengan tangan yang
memakai atau tidak memakai sarung tangan sebelum melakukan
kebesihan tangan
f. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan yang terpisah atau secara
kohorting dengan pasien lain yang menderita infeksi sejenis (kontak)
g. Minimalkan kontak antar pasien dan batasi gerak pasien keluar ruang
perawatan
h. Pengendalian lingkungan: pembemasihan dan dekontaminasi
permukaan lingkungan dan benda-benda terkontaminasi dengan
disinfektan standar puskesmas Pasien dengan infeksi kulit atau mata
yang dapat menular misalnya herpes zoster, impetigo, konjungtivitis,
kutu atau infeksi luka lainnya memerlukan penerapan tindakan
pencegahan kontak.
2. Kewaspadaan droplet
Diterapkan sebagai tambahan Kewaspadaan Standar terhadap
pasien dengan infeksi yang telah diketahui atau suspek mengidap
patogen yang dapat ditransmisikan melalui droplet, percikan partikel
besar (> 5µm). Transmisi droplet terjadi melaiui kontak dengan
konjungtiva, membran mukosa hidung atau mulut individu yang rentan/tanpa
53
pelindung oleh percikan partikel besar (berbicara, batuk, bePuskesmasin
dan tindakan seperti pengisapan lendir dan bronkoskopi) dan dapat
menyebarkan organisme. Dibutuhkan jarak dekat antara sumber dan
resipien (< 1 meter).
Droplet tidak bertahan lama di udara dan segera jatuh/menempel
di permukaan lingkungan sehingga tidak dibutuhkan penanganan khusus
udara atau ventilasi. Transmisi droplet dapat secara langsung, dimana
droplet mencapai membrana mukosa karena terinhalasi. Transmisi droplet
juga sering terjadi secara kombinasi dengan transmisi kontak yaitu partikel
droplet mengkontaminasi permukaan tangan atau permukaan tubuh
atau lingkungan yang lain dan dapat ditransmisikan ke membran mukosa.
Transmisi droplet dapat terjadi saat pasien bicara, batuk
(spontan/akibat induksi), bePuskesmasin, berbagai prosedur yang dapat
menimbulkan aerosol (intubasi endotrakheal, bronkoskopi, suction,
nebulising), fisioterapi dada, resusitasi kardiopulmoner.
Kunci Kewaspadaan Droplet:
a. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah
setiap kali melepas alat pelindung diri
b. Gunakan masker bedah setiap kali berada dalam jarak 1 meter dengan
pasien
c. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan yang terpisah atau secara
kohorting dengan pasien lain yang menderita infeksi sejenis, berjarak
antar pasien minimal 1 meter
d. Minimalkan transportasi pasien keluar ruang perawatan
e. APD masker bedah/medik, sarung tangan, gaun
f. Pengendalian lingkungan : pembersihan dan dekontaminasi permukaan
lingkungan dan benda-benda terkontaminasi dengan disinfektan standar
klinik.
3. Kewaspadaan transmisi udara (airborne)
Kewaspadaan transmisi udara diterapkan sebagai tambahan
kewaspadaan standar terhadap pasien yang diduga atau telah diketahui
terinfeksi patogen yang secara epidemiologi penting dan ditransmisikan
melalui jalur udara seperti misalnya transmisi artikel terinhalasi langsung
melalui udara (mis. varicella zoster). Kewaspadaan ini ditujukan ntuk
menurunkan risiko transmisi mikroba penyebab infeksi melalui udara
baik yang ditransmisikan berupa droplet nuklei (sisa partikel kecil <5µm

54
evaporasi dan droplet yang mengandung mikroba dan bertahan lama di
udara) atau partikel debu yang mengandung mikroba penyebab infeksi.
Partikel kecil yang mengandung mikroba tersebut akan
melayang/menetap di udara beberapa jam terbawa aliran udara > 2 m dari
sumber, dapat terinhalasi oleh individu rentan di ruang yang sama dan
jauh dari pasien sumber mikroba, tergantung pada faktor lingkungan
(sistem ventilasi). Beberapa contoh penyakit : TB paru, campak, cacar
air, influenza, .Kewaspadaan transmisi udara direkomendasikan diterapkan
pada setiap tindakan yang potensial menimbulkan aerosol pada pasien
infeksi udara

Kunci Kewaspadaan Udara (Airborne):


a. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah
setiap kali melepas alat pelindung diri
b. Gunakan respirator partikulat saat memasuki ruang isolasi udara, cek
setiap akan pakai (fit test)
c. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan dengan ventilasi
memadai/ruang dengan pertukaran udara 12x/jam atau ruang
bertekanan negatif (bila mungkin), dipisahkan dan pasien lain atau
ditempatkan dengan prinsip kohorting besama pasien dengan infeksi
udara sejenis
d. Batasi gerak pasien, edukasi etika batuk, pakai masker bila keluar ruang
rawat
e. APD : masker bedah (untuk pasien/pengunjung, sarung tangan,
gaun, apron (bila menghadapi cairan dalam jumlah banyak)
f. Pengendalian Lingkungan
 Cek aliran udara dengan selembar tisu, jaga pintu selalu tertutup
 Kontrol sistem ventilasi secara teratur (tekanan negatif atau ventilasi
natural)
 Tidak direkomendasikan menggunakan AC central, bila
menggunakan AC harus dengan filter HEPA
 Pembesihan dan dekontaminasi permukaan lingkungan dan
benda-benda terkontaminasi sebagai komplemen pembersihan
udara (HEPA filter, ozon, fogging atau sinar UV).

55
Kewaspadan isolasi
Isolasi pedindungan diberikan kepada pasien yang karena kondisi
medis/status kesehatannya menjadikan lebih/sangat rentan terhadap infeksi
sehingga perlu dilindungi dari risiko transmisinya di klinik .
Kondisi-kondisi pasien yang memerlukan isolasi perlindungan antara
lain:
1. Kondisi immunocompromized (dan berbagai underlying penyakit)
2. Pengobatan steroid/obat supresi sistem imun yang lain
3. Pasien dengan kemoterapi
4. Usia lanjut, bayi prematur/KMK, status gizi buruk, dll Prinsip
kewaspadaan isolasi perlindungan didasarkan pada penerapan
kewaspadaan standar secara maksimal dengan penekanan antara lain :
a. Ditempatkan dalam ruang khusus yang menerapkan prinsip
kewaspadaan standar secara maksimal
b. Kebesihan tangan sebelum dan setelah masuk ruangan/kontak
pasien (untuk petugas/pengunjung)
c. Batasi kontak petugas/pengunjung (maksimum pengunjung : 2
orang)
d. Batasi barang di dalam ruangan, termasuk perlengkapan yang
dibawa pasien
e. Penggunaan APD oleh petugas sesuai potensi transmisi.
Panduan Untuk Kewaspadaan Di Ruang Isolasi
1. Rencanakan tindakan perawatan dengan seksama agar efisien dan
kontak minimal;
2. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan
sekresi dan seluruh pasien untuk meminimalkan risiko transmisi infeksi;
3. Kebesihan tangan sebelum kontak dan di antara kontak pasien;
4. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh
pasien);
5. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk
menghindari menyentuh bahan infeksius;
6. Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan
cairan tubuh serta bahan yang terkontaminasi. Cuci tangan segera
setelah melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien;
7. Penanganan limbah feses, urine dan sekresi pasien yang lain
dalam lubang pembuangan yang disediakan, besihkan dan disinfeksi
bedpan, urineal, dan kontainer pasien yang lain;
56
8. Tangani bahan infeksius sesuai prosedur;
9. Pastikan peralatan, barang fasilitas, dan linen infeksius pasien telah
dibersihkan dan didisineksi dengan benar antar pasien;
10. Pastikan mobilisasi pasien keluar unit minimal;
11. Pastikan pembatasan petugas, keluarga pasien/pengunjung yang
masuk ke ruang isolasi seminimal mungkin, telah diedukasi PPI dan
menerapkan penggunaan APD yang sesuai.

57
PERAWATAN PASIEN DALAM ISOLASI
Bagi pasien dengan penyakit menular melalui udara harus dirawat di
ruang isolasi/kohorting di ruang infeksi airborne untuk mencegah transmisi
langsung atau tidak langsung. Jumlah petugas yang merawat pasien, harus dijaga
seminimal mungkin sesuai dengan tingkat perawatan. Petugas perlu diawasi secara
ketat dan hendaknya berpengalaman dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.
Setiap langkah pencegahan dan pengendalian infeksi perlu dilakukan sesuai
petunjuk untuk mencegah transmisi infeksi antar pasien dan dan pasien ke petugas
pelayanan kesehatan atau orang lain.
Perawatan pasien di ruang isolasi menjadi sulit, jika sumber daya tidak
mencukupi, pasien tidak memiliki kebiasaan menjaga kebePuskesmasihan,
sengaja mencemari lingkungan atau tidak dapat diharapkan bekerjasama dalam
menerapkan tindakan pencegahan infeksi dan transmisi mikroorganisme. Hal ini
dapat ditemukan misalnya pada anak-anak, pasien dengan keadaan mental yang
berubah-ubah atau orang lanjut usia. Untuk perawatan pasien penyakit menular
melalui udara di ruang isolasi, petugas kesehatan perlu mentaati petunjuk sebagai
berikut :
a. Persiapan dan pemeliharaan ruang isolasi
1. Lakukan tindakan pencegahan tambahan dengan meletakkan tanda
peringatan pada pintu
2. Sediakan lembar catatan pada pintu masuk ruang isolasi. Semua
petugas kesehatan atau pengunjung yang masuk area isolasi harus
mengisi lembar catatan tesebut, agar bila dibutuhkan tindak lanjut,
tesedia data yang dibutuhkan.
3. Pastikan bahwa setiap orang yang memasuki ruangan, termasuk petugas
kebersihan memakai APD yang lengkap.
4. Pindahkan semua perabotan yang tidak penting. Perabotan di ruang
isolasi harus mudah dibersihkan dan tidak menahan kotoran tesembunyi
atau kondisi basah, baik di dalam maupun sekelilingnya.
5. Kumpulkan linen seperlunya.
6. Lengkapi tempat cuci tangan dengan kebutuhan untuk cuci tangan yang
cukup.
7. Sediakan kantong limbah yang sesuai dalam tempat limbah yang
dioperasikan oleh kaki dalam ruangan.
8. Letakkan wadah khusus anti bocor untuk benda tajam dalam ruangan.

58
9. Upayakan agar pasien tidak menggunakan barang pribadi. Letakkan tempat
air minum dan cangkir, tissue dan semua barang untuk kebesihan pribadi
berada dalam jangkauan pasien.
10. Sediakan peralatan yang diperlukan tesendiri untuk masing-masing pasien
seperti stetoskop, termometer dan tensimeter. Bila karena keterbatasan
ketesediaan, peralatan digunakan untuk pasien lain maka semua peralatan
hendaknya dibesihkan dan didesinfeksi sebelum digunakan besama.
11. Di luar pintu masuk ruang isolasi (di ruang ganti) sediakan tempat (rak, trolly,
lemari) untuk menyimpan APD.
12. Sediakan daftar tilik untuk meyakinkan semua peralatan yang dibutuhkan
tesedia.
13. Di luar pintu keluar ruang isolasi, letakkan wadah tertutup sesuai untuk
setiap peralatan bekas pakai yang akan diproses ulang.
14. Peralatan bekas pakai tesebut dibesihkan dan didekontaminasi terlebih
dahulu di ruangan khusus sebelum dikirim - Sediakan peralatan kebesihan
(mop/pel basah, lap) dan disinfeksi yang dibutuhkan di dalam ruangan
pasien, masing-masing spesifik/terpisah
15. Besihkan ruangan pasien secara menyeluruh setiap hari meliputi semua
permukaan. Yakinkan bahwa barang-barang seperti meja pasien, kaki
tempat tidur dan lantaI telah dibesihkan dan didisinfeksi. Sodium hipoklorit
0,5 % dapat digunakan sebagai disinfektan.
16. Masukkan linen bekas pakaI ke dalam kantong linen ketika di dalam ruangan
dan kemudian ke dalam kantong lain ketika sudah di luar ruangan. Kirim
segera ke unit pencucian (laundry) dan tangani sebagai linen terkontaminasi
17. Buang semua limbah ke dalam kantong limbah infeksius ketika di dalam
ruangan. Ketika limbah akan dibuang, di luar ruangan masukkan kantong
tesebut ke dalam kantong lain dan kemudian tangani sebagai limbah
infeksius
18. Besihkan dan desinfeksi urineal dan bedpan sebelum digunakan untuk
pasien lain
19. Hindari penggunaan disinfektan semprotan - Besihkan semua peralatan
kesihan (mop/lap) setelah setiap penggunaan dengan disinfektan. Kirim
semua peralatan kebesihan tesebut ke laundry untuk dicuci dengan air
panas
20. Yakinkan arah aliran udara sesuai dengan standar kewaspadaan
transmisi udara (tekanan negatif, aliran udara dari besih ke kurang besih,
perawatan filter HEPA, pintu tertutup rapat)
59
21. Besihkan peralatan makan dalam air sabun panas
b. Memasuki ruangan
1. Siapkan semua peralatan yang dibutuhkan
2. Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis alkohol
3. Pakai APD
4. Masuk ruangan dan tutup pintu
c. Meninggalkan ruangan
1. Di pintu keluar atau ruang antara (anteroom), lepaskan APD dengan urutan
yang benar
2. Sarung tangan: lepas dan buang ke dalam kontainer limbah infeksius
3. Kacamata atau pelindung wajah: letakkan di dalam wadah peralatan bekas
pakai
4. Gaun : dengan tidak memegang bagian luar, masukkan ke dalam tempat
cucian
5. Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis alkohol
6. Tinggalkan ruangan
7. Lepaskan respirator dengan memegang elastis di belakang telinga, jangan
memegang bagian depan masker
8. Setelah keluar ruangan gunakan kembali handrub berbasis alkohol atau cuci
tangan dengan air mengalir
9. Petugas mandi di kamar mandi yang disediakan di ruang ganti sebelum
meninggalkan ruangan dan menggunakan pakaian dari rumah

PANDUAN PPI TB
Pencegahan dan Pengendalian infeksi TB (PPI TB) adalah kegiatan yang
terintegrasi dengan pengendalian infeksi klinik secara umum dan secara khusus
ditujukan untuk mencegah dan mengendalikan risiko penyebaran infeksi TB
(secara khusus MDR-TB) di klinik (sebagai bagian kewaspadaan isolasi airborne)
melalui tatalaksana administratif, pengendalian lingkungan dan penggunaan alat
pelindung diri (APD). Pelayanan mudah, pelayanan dan penempatan pasien terpisah
(kohorting), edukasi etika batuk dan higiene respirasi, penyediaan paket
kesehatan kerja (surveilans TB pada petugas, pemeriksaan calon karyawan,
pemeriksaan rutin, imunisasi, tatalaksana pasca pajanan). Kegiatan pengendalian
lingkungan meliputi pengkondisian udara melalui pengaturan ventilasi (alamiah
atau mekanik atau campuran) di fasilitas rawat jalan, rawat inap, ruang isolasi
airborne disease, ruang penunjang (laboratorium,), area tunggu maupun jalur
transportasi pasien. Kegiatan pengendalian dan perlindungan penggunaan alat
60
pelindung diri (APD) secara rasional dan efisien (masker bedah untuk pasien,
respirator N95 untuk petugas).
1. Pengendalian administrative
1) Skrining batuk dilakukan saat pasien datang di klinik oleh petugas yang
terlatih (UGD, akses rawat jalan);
2) Pasien batuk suspek infeksi langsung diberikan masker, diberikan edukasi
etika batuk dan higiene respirasi, ditempatkan di area tunggu pasien batuk;
3) Akses pelayanan pasien suspek TB dikhususkan untuk pelayanan dan
diagnosis cepat:
a. Akses pelayanan dengan poliklinik khusus
b. Akses pelayanan laboratorium khusus
c. Alur rujukan khusus
4) Alur pelayanan diamankan bagi pasien-pengunjung-lingkungan klinik
melalui mekanisme:
a. Penataan alur menggunakan jarak terpendek
b. Semaksimal mungkin dijauhkan dari kontak area public
c. Pasien telah menggunakan masker
5) Waktu kontak di klinik dipesingkat melalui penataan sistem akses
pelayanan khusus yang dipisahkan dari pasien umum
2. Pengendalian lingkungan
a. Ruang pendaftaran, ruang poliklinik, ruang pengambilan dahak, ruang
laboratorium dan lain-lain unit penunjang ditata dengan prinsip
pengendalian transmisi udara;
b. Pasien rawat inap TB BTA (+) ditempatkan di ruang rawat inap isolasi,
c. Monitoring kondisi udara dan sistem ventilasi dilakukan secara periodik
berkesinambungan oleh Penanggung Jawab ruangan besama dengan Unit
Sanitasi.
d. Pembersihan ruangan perawatan menggunakan metode sesuai standar
ruang infeksi airborne
3. Perlindungan petugas dan paket Kesehatan kerja
a. Alat pelindung diri masker untuk pasien dan untuk petugas;
b. Penyediaan APD di ruangan perawatan infeksi airborne sesuai standar
PPI Puskesmas dikoordinasikan oleh Penanggung Jawab Ruang &
Logistik : sarung tangan bersih, masker, gaun/apron.
c. Paket kesehatan kerja meliputi pemantauan kesehatan dan surveilans
TB pada petugas, pemeriksaan rutin karyawan dan berkala, pemberian
terapi profilaksis maupun terapeutik (pada kasus pasca pajanan) dan
61
pengaturan shift bertugas serta rotasi tempat tugas dilakukan besama
Sub Bagian Sumber Daya Manusia dan Unit K3. Panduan K3 tentang
pemeriksaan kesehatan untuk TB, alur pasca pajanan dan tim klinik
penanganan pasca pajanan infeksi airborne disampaikan secara khusus
terpisah dan Panduan ini. (lihat Panduan K3)

62
BAB IV
TATALAKSANA PPI DAN BUNDLES HAIs

Prinsip tatalaksana pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial adalah


kewaspadaan dan manajemen secara maksimal setiap risiko potensial di setiap tahap
aktivitas pelayanan terkait, untuk meminimalkan manifestasi aktualnya secara optimal
sehingga tercapai perlindungan pasien, petugas, pengunjung dan lingkungan.

A. Tatalaksana PPI ISK


Pencegahan infeksi saluran kemih nosokomial terkait kateterisasi uretra
perlu memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan pemasangan kateter urine.
1. Tenaga pelaksana
a. Pemasangan kateter hanya dikerjakan oleh tenaga yang berkompeten
dan terampil dalam teknik pemasangan kateter secara aseptik dan
perawatannya (Kategori I)
b. Personil yang memberikan asuhan pada pasien dengan kateter harus
mendapat pelatihan secara berkala khusus dalam teknik yang benar tentang
prosedur pemasangan kateter kandung kemih dan pengetahuan tentang
potensi komplikasi yang timbul (kategori II)
2. Teknik pemasangan kateter
a. Pemasangan kateter dilakukan hanya bila perlu saja dan segera
dilepas bila tidak diperlukan lagi. Alasan pemasangan kateter tidak boleh
hanya untuk kemudahan personil dalam memberi asuhan pada pasien
(Kategori II)
b. Gunakan kateter dengan ukuran yang paling sesuai sehingga aliran urine
lancar dan tidak menimbulkan kebocoran dari samping kateter (Kategori II)
c. Cara drainase urine yang lain seperti : kateter kondom, kateter
suprapubik, kateterisasi selang-seling (intermitten) dapat digunakan
sebagai ganti kateterisasi menetap bila memungkinkan (Kategori III).
d. Cuci tangan sesuai prosedur sebelum dan sesudah manipulasi kateter
(Kategori I)
e. Pemasangan secara aseptik dengan menggunakan peralatan steril (Kategori
II)
3. Perawatan
a. Irigasi hanya dikerjakan apabila diperkirakan ada sumbatan aliran
misalnya karena bekuan darah pada operasi prostat atau kandung
kemih. Untuk mencegah hal ini digunakan irigasi kontinu secara tertutup.
63
Untuk menghilangkan sumbatan akibat bekuan darah dan sebab lain
dapat digunakan irigasi selang seling. Irigasi dengan antibiotik sebagai
tindakan rutin pencegahan infeksi tidak direkomendasikan (kategori II)
b. Gunakan semprit besar steril untuk irigasi dan setelah irigasi selesai semprit
dibuang secara aseptik (kategori I)
c. Sambungan kateter harus didisinfeksi sebelum dilepas (kategori II)
d. Jika kateter sering tersumbat dan harus sering diirigasi (jika kateter itu
sendiri menimbulkan sumbatan), maka kateter harus diganti (kategori II)
4. Pengambilan bahan urin
a. Bahan pemeriksaan urine segar dalam jumlah kecil dapat diambil dari bagian
distal kateter, atau lebih baik dari tempat pengambilan bahan yang
tePuskesmasedia dan sebelum urine diaspirasi dengan jarum dan semprit
yang steril tempat pengambilan bahan harus didisinfeksi (kategori I)
b. Bila diperlukan bahan dalam jumlah besar maka urine harus diambil
dari kantong penampung secara aseptik (kategori I)
c. Bahan pemeriksaan urine kultur ditampung dalam spuit steril atau
tempat menampung urine (pot) steril untuk segera dibawa ke laboratorium
5. Kelancaran aliran urin
a. Aliran urine harus lancar sampai ke kantong penampung. Penghentian aliran
secara sementara hanya dengan maksud mengumpulkan bahan
pemeriksaan untuk pemeriksaan yang direncanakan (kategori II)
b. Untuk menjaga kelancaran aliran perhatikan:
 Pipa jangan tertekuk (kinking).
 Kantong penampung harus dikosongkan secara teratur ke wadah
penampung urine yang terpisah bagi tiap-tiap pasien. Saluran urine dari
kantong penampung tidak boleh menyentuh wadah penampung.
 Kateter yang kurang lancar/tePuskesmasumbat harus diirigasi sesuai
standar prosedur operasional, bila perlu diganti dengan yang baru.
 Kantong penampung harus selalu terletak lebih rendah dari kandung
kemih, tidak boleh tergeletak/menyentuh lantai (kategori I)
6. Perawatan meatus
Direkomendasikan membesihkan dan perawatan meatus (selama kateter
dipasang) dengan larutan povidone iodine, walaupun tidak mencegah
kejadian infeksi saluran kemih (kategori II).
7. Penggantian kateter

64
Kateter urine menetap harus dipertimbangkan segera dilepas bila sudah
tidak ada indikasi mutlak; tidak ada rekomendasi harus menggantinya menurut
waktu tertentu/secara rutin (kategori II)

BUNDLE PENCEGAHAN CAUTI


1. Fiksasi kateter urine ke samping (paha) : untuk mengurangi gerakan
selang kateter, mencegah iritasi.
2. Urinee bag selalu digantung di tempat tidur apabila pasien ditempat tidur (posisi
urinee bag harus selalu dibawah bladder) untuk mencegah refluks.
3. Memastikan urinee selalu mengalir ke urinee bag
4. Observasi tanda-tanda infeksi
5. Strick hand hygiene.
6. Perawatan meatus setiap hari : lakukan hygiene vulva / penis minimal 3 kali
sehari.

B. Tatalaksana PPI Phlebitis dan Infeksi Aliran Darah Primer


Pencegahan IADP dan plebitis ditujukan pada pemasangan dan perawatan
kateter vena sentral dan kateter vena perifer.
1. Pemasangan dan perawatan kateter intravaskular serta pemberian obat IV
harus dilakukan staf yang terlatih. Pendidikan dan pelatihan staf perlu
dilakukan secara periodik, menggunakan metode simulasi dan audiovisual yang
efektif.
2. Indikasi pemasangan IV line hanya dilaksanakan untuk tindakan
pengobatan dan atau untuk kepentingan diagnostik. Segera lepaskan kateter IV
jika sudah tidak ada indikasi (kategori I).
3. Pemilihan kanula untuk infus primer:
 Gunakan jenis dan ukuran alat intravaskuler yang berisiko rendah terjadinya
infeksi.
 Kanula plastik boleh digunakan untuk IV line, pemasangan tidak boleh lebih
dari 72 jam (kategori II).
 Penggantian alat sesuai jadwal yang direkomendasikan untuk mengurangi
komplikasi mekanis dan keterbatasan alternatif lokasi pemasangan.
4. Kebesihan tangan
 Kebesihan tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah palpasi,
insePuskesmasi, melepaskan atau dressing IV device (kategori I).

65
 Pada umumnya cuci tangan cukup menggunakan sabun dan air
mengalir untuk pemasangan melalui insisi, cuci tangan harus
menggunakan sabun antiseptik (kategori I).
5. Pesiapan Pemasangan kateter IV
a. Protektif barrier precaution selama insemasi dan perawatan kateter IV:
 Digunakan sarung tangan bemasih jika melakukan insePuskesmasi
untuk pencegahan kontaminasi blood pathogen.
 Digunakan sarung tangan bemasih pada tindakan dressing
b. Jangan menyingkat prosedur pemasangan kateter yang sudah ditentukan
(lihat SPO pemasangan kateter IV). C
c. Tempat insemasi harus terlebih dahulu didisinfeksi dengan antiseptik secara
adekuat untuk menghilangkan/meminimalkan kolonisasi kulit di sekitar
tempat insemasi. Gunakan antiseptik povidone-iodine 10%, yodium
tincture 2% atau alkohol 70%. (kategori I)
d. Antiseptik harus adekuat, bila menggunakan iodine pada kulit sebelum
insermasi maka disinfeksi kembali dengan alkohol 70% dan ditunggu sampai
kering minimal 30 detik sebelum dilakukan pemasangan kanula (kategori I).
e. Jangan lakukan palpasi kembali pada daerah insemasi setelah
dilakukan tindakan aseptic
6. Prosedur setelah pemasangan iv cateter
 Kanula difiksasi sebaik-baiknya (kategori I)
 Tutup daerah insePuskesmasi dengan transparant dressing (kategori I)
 Cantumkan tanggal, jam pemasangan kateter di dekat lokasi
insePuskesmasi pada IV perifer atau di tempat yang mudah dibaca (dalam
rekam medik dicatat tanggal, lokasi dan jam pemasangan) (kategori I)
7. Perawatan tempat pemasanagn iv cateter
 Tempat tusukan diperiksa setiap hari untuk melihat kemungkinan timbulnya
tanda-tanda infeksi (inspeksi dan palpasi daerah vena tesebut). Bila ada
demam yang tidak bisa dijelaskan dan ada nyeri tekan pada tempat tusukan,
kasa penutup /transparant dressing dibuka untuk melihat kemungkinan
komplikasi (kategori I).
 Bila kanula harus dipertahankan untuk waktu lama, maka setiap 72
jam kasa /transparant dressing penutup harus diganti dengan yang baru dan
steril (kategori II)
 Lakukan teknik aseptik pada lokasi port dengan alkohol 70%
8. Penggantian set infus

66
 Jika pengobatan IV melalui infus perifer (baik menggunakan heparin
atau yang dipasang melalui insisi), bila tidak ada komplikasi yang
mengharuskan mencabut kanula maka kanula harus diganti setiap 72
jam secara asepsis (dewasa) (kategori I).Tidak ada rekomendasi pada
anak tentang hal ini.
 Selang IV termasuk kanula piggy-back dan stopcock harus diganti
setiap 72 jam, kecuali bila ada indikasi klinis (kategori I).
 Set infus harus diganti sesudah digunakan untuk pemberian darah, produk
darah, atau emulsi lemak (kategori III).
 Cairan parenteral
 Cairan infus/parenteral nutrisi diberikan dalam waktu 24 jam
 Pemberian lipid emulsion, secara tesendiri, hanya digunakan selama 12
jam
9. Canule sentral
a. Pemilihan Lokasi Pemasangan kateter sentral Pada orang dewasa
pemasangan kanula lebih baik pada tungkai atas dan pada tungkai bawah,
bila perlu pemasangan dilakukan di daerah subklavia atau jugular (kategori
I).
b. Kanula sentral harus dipasang dengan teknik aspetik (kategori I).
Gunakan kewaspadaan standar yang tepat saat insePuskesmasi (terdiri atas
gaun khusus, tutup kepala, masker, sarung tangan steril, kain
besar/drape steril). InsePuskesmasi direkomendasikan dilakukan di ruang
tindakan.
c. Gunakan teknik aseptik sebelum mengakses sistem kateter.
d. Kanula sentral harus segera dilepas bila indikasi tidak diperlukan lagi
atau diduga menyebabkan sepsis atau menunjukkan tanda-tanda infeksi.
Bila masih diperlukan, direkomendasikan insePuskesmasi di tempat yang
baru (kategori I).
e. Kanula sentral dipasang melalui vena jugular dan subklavia kecuali
digunakan untuk pemantauan tekanan vena sentral, tidak harus diganti
secara rutin (kategori I).
f. Tidak direkomendasikan melakukan insermasi/memasang berulang
kateter pada daerah insermasi yang sama
g. Tidak direkomendasikan pembatasan waktu penggantian kateter vena
sentral kecuali rusak atau terlihat tanda infeksi. Bila kanula sentral
diindikasikan dipertahankan lebih lama, kasa penutup/dressing harus
diperiksa dan diganti setiap 7 hari (kategori II)
67
10. Panduan khusus
a. Jangan gunakan single lumen pada pemberian nutrisi parenteral,
transfusi darah, cairan hiper alimentasi secara bersamaan.
b. Pada setiap penggantian komponen IV, harus dipertahankan sistem
tertutup untuk mencegah kontaminasi. Setiap kali hendak memasukkan
obat melalui selang, harus dilakukan disinfeksi sesaat sebelum memasukkan
obat tersebut (kategori II).
c. Dressing core dilakukan bila kotor, rusak terbuka atau terlihat tanda-tanda
infeksi.
d. Minimalkan jumlah stopcocks yang disambung ke kateter.
e. Pengambilan bahan pemeriksaan darah melalui selang IV tidak
direkomendasikan. (kategori II)
11. Penggantian komponen sistem intravena dalam keadaan infeksi atau phlebitis
Jika dari tempat insersi keluar pus atau terjadi selulitis atau plebitis atau
diduga bakteremia yang berasal dari kanula IV, maka semua sistem harus
dicabut (kategori I).
12. Pemeriksaan untuk infeksi yang dicurigai karena pemasangan peralatan
intravena seperti tromboplebitis purulen, bakteriemi, maka dapat dilakukan
pemeriksaan biakan/kultur ujung kanula. Cara pengambilan bahan sebagai
berikut
a. Kulit tempat insersi dibersihkan dan didisinfeksi alkohol 70%, biarkan
sampai kering;
b. Kanula dilepas, ujung kanula yang masuk IV dipotong ± 1 cm secara aseptik
untuk dibiakkkan dengan teknik semi kuantitatif (kategori II);
c. Jika sistem IV dihentikan oleh karena kecurigaan kontaminasi cairan
parenteral, maka cairan tersebut harus dibiakkan dan sisa cairan dalam
botol diamankan (kategori I);
d. Jika sistem IV dihentikan oleh karena kecurigaan bakteriemi akibat cairan IV,
cairan harus dibiakkan (kategori II);
e. Jika terbukti bahwa cairan terkontaminasi maka sisa botol dan isinya dengan
nomor lot yang sama dicatat dan tidak boleh dipakai;
f. Jika kontaminasi dicurigai berasal dari pabrik (intrinsic contamination),
maka secepatnya harus dilaporkan kepada Dinas Kesehatan.

68
Kendali Mutu Selama dan Sesudah Pencampuran Cairan Parenteral
a. Cairan parenteral dan hiperalimentasi harus dicampur di bagian Farmasi
kecuali karena kepentingan klinis, pencampuran dilakukan di ruangan pasien
(kategori II).
b. Tenaga pelaksana harus mencuci tangan sesuai standar sebelum
mencampur cairan parenteral (kategori I).
c. Sebelum mencampur dan menggunakan cairan parenteral, semua wadah harus
diperiksa untuk melihat adanya kekeruhan, kebocoran, keretakan dan partikel
tertentu serta tanggal kadaluarsa. Bila didapatkan keadaan tersebut, cairan
tidak boleh digunakan dan harus dikembalikan ke Instalasi Farmasi.
Instalasi Farmasi memastikan bahwa produk tersebut tidak dikeluarkan lagi ke
pelayanan (kategori I).
d. Ruangan tempat mencampur cairan parenteral harus memiliki pengatur
udara laminar (Laminar flow hood)(kategori II).
e. Sebaiknya dipakai wadah yang berisi cairan dengan dosis tunggal (sekali
pakai). Bila dipakai bahan parenteral dengan dosis ganda (untuk beberapa kali
pemakaian), wadah sisa bahan tePuskesmasebut harus diberi tanda tanggal
dan jam waktu dikerjakan.
f. Label wadah harus diperiksa untuk mengetahui kondisi ideal penyimpanan
(suhu kamar atau dalam refrigerator)

Bundle HAIs Central Line


1. Kebesihan tangan
2. Maximal barrier precaution
3. Antiseptik kulit dengan khlorheksidin
4. Seleksi optimal lokasi kateter, men ghindari vena femoral untuk akses kateter
vena sentral pada pasien dewasa
5. Evaluasi setiap hari indikasi pemasangannya dan segera dilepas bila sudah
tidak dibutuhkan
Tidak direkomendasikan memberikan antimikroba sebagai prosedur rutin
sebelum pemasangan atau selama pemakaian alat intravaskuler untuk
mencegah kolonisasi kateter atau infeksi aliran darah primer (bakteriemia).

C. Tatalaksana PPI Pneumonia


1. Pendidikan staf tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
2. Memberikan perubahan posisi pada pasien a. Posisi kepala > tinggi atau 30°-
45° b. Ubah posisi tidur miring kanan dan kiri bergantian
69
3. Keberasihan mulut setiap 4 jam dengan menggunakan anitiseptik oral yang
bebas dari alkohol (khlorheksidin 0,2%)
4. Laksanakan kewaspadaan standar
a. Kebersihan tangan (kategori I) sebelum dan sesudah:
 Menyentuh pasien
 Menyentuh darah/cairan tubuh
 Menyentuh alat sistem pernafasan
b. Gunakan sarung tangan besih
 kontak dengan mukosa mulut dan kering
 tindakan pengisapan lendir
 kontak darah dan cairan tubuh
c. Ganti sarung tangan di antara dua tindakan.
d. Pakai masker saat:
 intubasi,
 pengisapan lendir,
 pembePuskesmasihan mulut dan hidung.
e. Segera lepas masker setelah selesai tindakan.
f. Bersihkan semua peralatan sebelum didisinfeksi atau sterilisasi
 Lakukan dekontaminasi semua peralatan sebelum disinfeksi /sterilisasi
 Jangan memakai ulang peralatan disposable, kecuali yang sudah
diatur dalam kebijakan klinik tentang pengelolaan alat medis reused
 Lakukan disinfeksi sesuai standar kriteria alat pada alat pakai ulang
sebelum digunakan lagi (sesuai standar CSSD)
 Bag resusitasi dibersihkan dan didisinfeksi setelah digunakan
g. Tidak direkomendasikan mengganti sirkuit ventilator secara rutin, kecuali
atas indikasi
h. Satu sirkuit setiap pasien, penggantian sirkuit ventilator bila kotor atau
tidak berfungsi (tidak ada rekomendasi waktu penggantian breathing sircuit)
i. Tidak membuka sirkuit ventilator secara rutin
j. Segera membuang kondensasi air dalam sirkuit ke tempat penampungan
(water trap)
k. Gunakan air steril untuk mengisi humidifier.
l. Alat nebulisasi dinding dan penampungnya harus diganti setiap 24 jam
dan dibePuskesmasihkan
m. Setiap slang dan masker yang digunakan untuk terapi oksigen harus
diganti pada setiap pasien.

70
n. Lakukan pengisapan lendir saluran pernafasan dengan tehnik aseptik dan
dilakukan hanya jika perlu, gunakan kateter steril. Jika pemakaian hanya
dalam waktu singkat maka kateter dapat dipakai ulang setelah dibilas dan
dibersihkan.
VAP Bundle
1. Kebesihan tangan
2. Posisi tidur 30°- 45° bila tidak ada kontra indikasi
3. Oral hygiene setiap 4 jam (dengan khlorheksidin 0,2%)
4. Penghisapan lendir jika diperlukan, diprioritaskan menggunakan closed
System
5. Pemberian obat untuk menghindari stress ulcer
6. Tidak direkomendasikan melakukan bronkhial washing

D. Tatalaksana PPI Decubitus


Pencegahan dekubitus:
a. Higiene dan perawatan kulit, kulit harus selalu dijaga agar tetap besih dan kering
serta dikaji terus menerus terhadap risiko dan tanda awal penekanan dan
gesekan,
b. Menghilangkan friksi dan gesekan, pertahankan postur tubuh ataupun
pergerakan secara bebas;
c. Mengurangi tekanan pada tumit;
d. Pengaturan posisi, diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek pada
kulit;
e. Kasur antidekubitus, mengurangi bahaya immobilisasi pada sistem kulit.
Penatalaksanaan dekubitus:
 Kaji derajat dekubitus;
 Rawat dekubitus sesuai dengan derajatnya;
 Catat kejadian dekubitus beserta grade-nya, dokumentasikan melalui
surveilans nosokomial dan entry data infeksi RL 6

E. PPI dalam pemberian alat bantu pernapasan
1. Maksud
untuk meningkatkan kualitas pemberian alat bantu pernapasan (oksigen nasal),
dimaksudkan agar pemakaian peralatan terapi oksigen seperti tabung oksigen,
slang, humidyfer dan kanula sesuai prinsip PPI
2. Tujuan

71
Mencegah terjadinya infeksi silang antara petugas dan pasien akibat
penggunaan yang tidak sesuai standar PPI
3. Sarana
a. Pastikan tabung oksigen, flowmeter, humidyer berfungsi dan terisi
b. Siapkan nasal kanule, masker, slang single use
4. Prosedur PPI
a. Lakukan kebersihan tangan sebelum mempersiapkan dan melaksanakan
prosedur
b. Pastikan stau slang untuk satu pasien, flowmeter dan humidifier harus dalam
kondisi bersih dan kosong
c. Hidupkan tabung oaksigen dan atur posisi sesuai dengan kondisi pasien
atau tabung, atur flowmeter sesuai kebutuhan.
d. Pastikan slang oksigen tidak terkontaminasi oleh lingkungan kotor atau
infeksius sebelum dipakai.
e. Slang oksigen yang tidak terpakai harus dibuang sesuai dengan tatalaksana
limbah medis atau kl dippergunakan lagi lakukan setrilisasi, bungkus dan
simpan ditempat yang kering
f. Pastikan slang oksigen yang tidak terpakai tidak tergantung pada flow meter
oksigen dan segera lepas.
g. Tabung humidifier harus dibersihkan setelah dipakai, pastikan dalam kondisi
kosong dan bersih sebelum dipakai orang lain.

F. PPI dalam terapi inhalasi (nebulizer)


1. Maksud
untuk meningkatkan kualitas pemberian terapi inhalasi (nebulizer) melalui Upaya
PPI, melindungi SDM dari infeksi dan mencegah penularan infeksi saluran
pernapasan.
2. Tujuan
Mencegah terjadinya infeksi silang antara petugas dan pasien akibat
penggunaan yang tidak sesuai standar PPI
3. Sarana
a. Nebulizer generator aerososl
b. Alat bantu inhalasi dan cup
c. Obat
d. Cairan pengencer
4. Prosedur
a. Pastikan peralatan nebulizer befungsi dan dalam keadaan bersih
72
b. Lakukan cuci tangan sebelum menyiapkan, menyentuh alat dan pasien
c. Penggunaan alat sebagi berikut
 Slang oksigen, masker dan nebulizer kit adalah alat sekali pakai. Apabila
dipergunakan Kembali oleh pasien yang sama maka harus dibersihkan
dan dikontaminasi terlebih dahulu memalui perendaman cairan
enzymatic 0,8 % atau cairan detergen selama 10-15 menit, keringkan,
bungkus plastic transparan, simpan di tempat kering dan tertutup serta
alcohol swab 70%
 Semua peralatan yang sudah dibersihkan disimpan di temapt kering,
bersih dan tidak di lantai.
d. Penggunaan obat dan pengencer idealnya sekali pakai, apabila berbagi
dengan pasien lain harus digunakan secara bersamaan, atau bila disimpan
sesuai dengan petunjuk dari pabrik
e. Semua limbah terapi inhalasi dianggap infeksius.

G. PPI dalam perawatan luka


1. Maksud
untuk meningkatkan kualitas perawatan luka melalui Upaya PPI, melindungi SDM
dan Masyarakat dari infeksi dan mencegah dan menurunkan kejadian infeksi
malalui luka
2. Tujuan
Mencegah terjadinya infeksi silang antara petugas dan pasien akibat
penggunaan yang tidak sesuai standar PPI
3. Prinsip perawtan luka
a. Jangan pernah menutup luka yang terinfeksi, terkontaminasi dan luka bersih
yang berumur lebih dari 6 jam.
b. Lakukan perawatan luka terkontaminasi, tutup luka selama 48 jam kecuali
ada indikasi lain.
c. Tindakan pencegahan infeksi pada luka sebagai berikut:
 Biarkan terjadi oksigenasi, pulihka lairan darah sesegera mungkin apad
area luka
 Jangan gunakan tourniquet
 Tidak menutup luka yang lebih dari 12 jam
 Luka tembus (vulnus pungtum) harus dilebarkan untuk mencegah koloni
kuman anaerob
 Lakukan pembersihan luka dan debridement sesegra mungkin ( dalam 8
jam)
73
 Patuhi pencegahan kewaspadaan tramsmisi untuk mencegah penularan
infeksi
 Berikan AB profilaksis pada luka dalam atau sesuai indikasi
 Penggunaan AB topical dan mencuci dengan larutan AB tidak
disarankan.
4. PPI pada perawatan luka
a. Lakukan Teknik aseptic dan pergunakan peralatan steril dalam perawatan
luka
b. Lakukan cuci tangan dan gunakan APD sesuai indikasi
c. Lakukan tindakan perawatan luka dengan Langkah sebagai berikut:
 Teknik pembersihan luka dari atas ke bawah atau dari bagian dalam
keluar
 Untuk luka tekontaminasi lakukan dari perifer ke Tengah
 Gunakan satu kasa satu usapan dan buang pada tempat sampah
infeksius
 Bila ada secret, bersihkan secara melingkar dari dalam keluar, hati-hati
jangan sampai merusak jaringan granulasi yang ada.
 Keringkan luka dengan kasa steril dan Gerakan yang sama.
d. Gunakan penutup luka steril, tipis agar terjadi oksigenasi dan ganti bila kotor.
e. Semua limbah perawatan luka adalah infeksius.

5. Menutup luka
a. Jika luka kurang dari sehari, dan telah dibersihkan dengan seksama, luka
dapat dijahit
b. Luka tidak boleh ditutup bila lebih dari 24 jam, sangat kotor, terdapat benda
ssing atau gigitan Binatang
c. Luka bernanah tidak boleh dijahit, tutup dengan kasa lembab.

H. Penggunaan Anti Mikroba yang Bijak


1. Pengertian
Pengunaan anti miroba secara bijak merupakan penggunaan antibiotic secara
rasional sesuai dengan penyebeb infeksi, dengan regimen dosis yang optimal,
efek samping minimal dan dengan mempertimbangkan dampak dan resistensi
antimikroba. Penerapan penggunaan antimikroba mengacu pada Permenkes
nomor 8 tahun 2015 tenyang program peneg dalian resistensi anti ikroba di
rumah akit.
2. Prinsip penggunaan antimikroba yang bijak
74
a. Penggunaan antibiotic bijak adalah penggunaan antibiotic spektrum sempit
pada inadikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat, interval dan lama
pemberian yang tepat.
b. Kebijakan Penggunaan ditandai dengan pembatasanpenggunaaan antibiotic
dan mengutamakan antibiotic lini pertama.
c. Pembatasan penggunaan antibiotic dapat dilakukan dengan menerapkan
panduan penggunan antibiotic, penerapan penggunaan antibiotic secara
terbatas (restricted) dan penerapan kewenangan dalam penggunaan
antibiotic tertentu
d. Indikasi ketat penggunaan antibiotic dimulai dengan menegakkan diagnosis
penyakit infeksi dengan ditunjang hasil pemeriksaan laboratorium atau kultur.
Antibiotic tidak diberikan pada penyakit akibat virus.
e. Pemilihan antibiotic harus berdasar pada:
 Infromasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan pola kepekaan
kuman terhadap antibiotic
 Hasil pemeriksaan mikrobiologi
 Profil farmakodinamik dan farmakokinetik antibiotic
 Melakukan de-ekskalasi setelah mempertimbangkan hasil mikrobiologi
dan keadaan klinis serta ketersidiaaan obat
 Cost efektif.
3. Klasifikasi antimikroba menurut WHO
WHO (2017) mengkalifikasi antibiotic dengan maksud mengurangi kelompok
watch dan reverse dan meningkatkan kelompok access sebagai berikut:
a. Access
Merupakan antibiotic lini pertama dan lini kedua dengan potensi resistensi
minimal meliputi : amoksislin ., ampicillin, cloramphenicole, klindamycine,
doksisiklin, metronidazole, kotrimoksasole, tetrasiklin dan tiamphenicol.
b. Watch
Diindikasikan secara specific dan terbatas pada kondisi infeksi tertentu,
contoh : azitromicine, cefixime, ceftriazone, siprofloksasin, levofloxacine,
ofloxacine.
c. Reverse
Antibiotic pilihan terakhir pada dugaan multi drug resisten organisme, contoh
: aztreonam, cephalosporin, polymiksin, teigecyclin.
4. Penggunaan antimikroba sesuai indikasi
a. Antibiotic terapi

75
1. Antibiotic terpai empiris
 Pengertian
Penggunaan antibiotic yang belum diketahui kuman penyebabnya.
 Tujuan
Untuk melakukan eradikasi atau menghambat pertumbuhan bakteri
sebelum jenis kuman ditemukan.
 Indikasi
Jika ditemukan syndrome klinis yang mengarah pada keterlibatan
bakteri
 Pemilihan jenia antibiotic
 data epidiologi resistensi bakteri di wilayah tersebut
 kondisi klinis pasien
 ketersidiaan antibiotic
 kemmepuan antibiotic menembus jaringan yang terinfeksi
 untuk infeksi berat dapat dikombinasi antibiotic
 rute pertama secara oral dan dapat dipertimbangkan secara
perenteral dengan indikasi
 lama pemberian antibiotic secara empiris selama 48 – 72 jam.
2. Antibiotic terapi definitive
 Pengertian
Penggunaan antibiotic yang sudah diketahui kuman penyebabnya
 Tujuan
Untuk melakukan eradikasi atau menghambat pertumbuhan bakteri
setelah jenis kuman ditemukan.
 Indikasi
Sesuai dengan hasil mikrobiologi yang menjadi penyebab infeksi
 Dasar pemilihan
 Efikasi klinik dan keamanan berdasarkan hasil uji klinik
 Sensitivitas
 Biaya
 Kondisi klinis pasien
 Diutamakan antibiotic lini pertama dan spekturm sempit
 Ketersdiaan antibiotic
 Sesuai dengan PPK
 Paling kecil kemungkinan resistensi
 Sesuai pedoman penggunaan antibiotic
 Rute pemberian
76
 Oral menjadi pilihan pertama
 Parenteral pilihan kedua
 Lama pemberian sesuai dengan panduan
b. Antibiotic profilaksis
Pemberian antibiotic profilkasis pada Tindakan bedah meliputi Tindakan
bedah bersih atau terkontaminasi termasuk prosedur gigi. Profilaksis
merupakan pemberian antibiotic sebelum, selama dan paling lama 24 jam
setelah Tindakan. Jenis antibiotic memeprtimbangkan spektrum luas dan
diberikan 30 – 60 menit sebelum insisi.
5. Tahapan penerapan penggunaan antimikroba yang bijak di FKTP
a. Meninkatkan pemahaman dan ketaatan tenaga Kesehatan dalam
penggunan antibiotic secara bijak
b. Meningkatkan peranan pemangku kepentingan dalam penggunaan antibiotic
c. Meningkatkan fungsi pelayanan farmasi klinik dan memantau penggunaan
antibiotic
d. Meningkatkan penanganan kasus infeksi secara multidisiplin dan terpadu
e. Melaksnakan surveilans pada penggunaan antibiotic setrta melaporkan
secara berkala
f. Menetpakan kebijakan penggunaan antibiotic: panduan penggunaan
antibiotic dan terapi
g. Implementasi penggunaan antibiotic secara rasional meliputi antibiotic
profilaksis dan terapi
h. Monev dan pelaporan penggunaan antibiotic.

I. Surveilans PPI
1. Pengertian
Surveilans adalah suatu proses yang dinamis, terus -menerus dan sistematis
dalam pengumpulan data, identifikasi, interpretasi dan analisis data Kesehatan
dan didesiminasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk digunakan
sebagai bahan perencanaan, penerapan dan evaluasi yang berhubungan degan
pengendalian resiko HAIs.
2. Tujuan
Mendapat data dasar inmfeksi di pelayanan, menurunkan laju infeksi, identifikasi
KLB infeksi di FKTP.
3. Sasaran
a. Isk

77
ISK adalah infeksi akibat penggunaan indwelling kateter dalam kurun waktu
2x24 jam ditemukan tanda infeksi : demam, dysuria, nyeri supra pubik, urin
berubah warna dan pada anak (hipotermia, bradikardia, apneu)
b. Infekksi daerah operasi
IDO atau SSI (surgical site infection ) adalah infeksi yang terjadi pasca
operasi dalam kurun waktu 30 hari dan infeksi tersebut hanya melbatkan
jaringan kulit dan jaringan subkutan sekitar area insisi disertai gejala infeksi.
c. Phlebitis
Phlebitis adalah inflamasi vena akibat iritasi kimia maupun mekanik dengan
ditandai kemerahan, pembengkakan dan nyeri daerah penusukan atau
sepanjang vena.
d. KIPI
Kejadian infeksi pasca imunisasi yang diberikan secara suntikan. Dapat
terjadi KIPI ringan (nyeri, merah, gatal, lemas, sakit kepala, demam ) dan
KIPI berat (alergi, kejang, trombositopenia, hipotonia)
e. Abscess gigi
Terbentuknya kantong atau benjolan berisis nanah pada gigi disebebkan
oleh infeksi bakteri disertai tanda-tanda radang dan infeksi.
4. Perapan numeratot dan denumerator
a. Numerator
Jumlah kejadian infekasi akibat penggunaan alat Kesehatan dan prosedur
pelayanan Kesehatan dalam kurun waktu tertentu. Contoh :
 Jumlah infeksi daerah insisi pada persalinan
 Jumlah pasien abses gigi setelah menjalani pelayanan di poli gigi
 Jumlah kejadian phlebitis pada pasien yang dipasang iv line
b. Denumerator
Denominator adalah jumlah hari terpasang alat Kesehatan atau jumlah
pasien yang menjalani perawatan medis dalam kurun waktu tertentu,
contoh :
 Jumlah pasien yang menjalani pertolongan persalinan dengan insisi.
 Jumlah pasien yang menjalani pelayanan gigi
 Jumlah hari pasien terpasang infus
 Jumlah hari pasien terpasang kateter
5. Tahapan surveilans
a. Perencanaan
 Persiapan; buat panduan, SOP, metode, formulir, dan tetapkan waktu
pelaksanaan
78
 Tentukan populasi yang akan dilakukan survey
 Lakukan seleksi hasil survey berdasar frekuensi, dampak biaya dan
diagnosis paling sering
 Gunakana definisi infeksi dari nosocomial infection surveillance system
(NISS), kemenkes
b. Pengumpulan data
Gold standart adalah observasi langsung dengan memperhatikan : Sumber
data dari pengumpulan unit kerja, RM, laporan IKP dan lainnya. Data
tersebut meliputi:
 Data demografik/ identitas
 Nomor RM, tanggal masuk dan keluar
 Data infeksi ( kapan, dimana, lokasi)
 Factor resiko ( alat, bahan, prosedur, )
 Data numerator dan denumerator.
c. Analisis data
Digunakan rumus sederhana sebagai berikut

Numeraror
X 100 % =
Denumerator
……… %

d. Interpretasi
 Dibuat dalam bentuk table, grafik, pie atau lainnya sehingga
memberikan gambaran yang baik
 Penyajian data harus jelas, sederhana dan mudah dipahami
 Bandingkan hasil surveilans dengan target standar yang ditetapkan
 Bandingkan kecenderungan menurut jenis infeksi, unit pelayanan dan
lainnya
e. Laporan dan rekomendasi
Laporan hasil surveilans dilakukan oleh ketua PPI kepada pmpinan FKTP
secara periodic sesuai kebijakan yang ditetapkan.
f. Hasil surveilans di komunikasikan ke unit trekait untuk di tindak lanjuti.
6. Indikator kinerja PPI
a. Infeksi Saluran Kencing
Judul Indikator Infeksi Saluran Kencing

Dasar pemikiran 1. Permenkes nomor 27 tahun 2017


tentang PPI

79
2. Permenkes tentang keselamatan
pasien
Dimensi mutu Keselamatan , efektif dan efisien
Tujuan 1. Mengukur angka kejadian ISK
2. Menjamin keselamatan pasien yang
terpasang alat Kesehatan
Definisi operasional 1. Infeksi saluram Kencing adalah infeksi
yang terjadi akibat penggunaan urin
kateter menetap (indwelling
catheter )lebih dari 2 hari
2. Ditemukan setidaknya satu dari gejala
berikut:
a. Demam > 38 C
b. Nyeri supra pubik
c. Urgensi kensing
d. Dysuria
3. Terdapat hasil tes diagnostic yang
menunjukan ISK
Jenis indikator Output
Satuan pengukuran Prosen
Numerator Jumlah kasus isk
Denumerator Jumlah hari pemasangan kateter urin
menetap
Target pencapaian < 7,5 %
Kriteria 1. Inklusi : semua pasien terpasang
keteer urin > 2 hari
2. Eksklusi : pasien terpasang kateter di
FKTP lain dan terpasang kurang dari 2
hari
Formula
Jumlah ISK
Jumlah lama hari X 100 %

Desain pengumpulan data Prospektif dan restrospektif


Sumber data Primer dan sekunder
Instrument pengambilan Observasi langsung atau RM

80
data
Besar sampel Semua pasien yang terpasang kateter > 2
hari
Frekuensi pengumpulan Harian
data
Periode pelaporan data Bulanan , triwulan
Periode analisis data Bulanan , triwulan
Penyajian data Table
Grafik
Runchat
Penanggung jawab Coordinator PPI

b. Phlebitis
Judul Indikator Phlebitis

Dasar pemikiran 1. Permenkes nomor 27 tahun 2017


tentang PPI
2. Permenkes tentang keselamatan
pasien
Dimensi mutu Keselamatan , efektif dan efisien
Tujuan 1. Melakukan surveilans kejadian
phlebitis pada pasien yang terpasang
infus
3. Menjamin keselamatan pasien yang
terpasang alat Kesehatan infus
Definisi operasional 4. Phlebitis adalah inflamasi vena akibat
iritasi kimia maupun mekanik dengan
ditandai kemerahan, pembengkakan
dan nyeri daerah penusukan atau
sepanjang vena
Jenis indikator Output
Satuan pengukuran Prosen
Numerator Jumlah kasus phlebitis
Denumerator Jumlah hari pemasangan infus
Target pencapaian <5%
Kriteria Inklusi : semua pasien terpasang infus

81
Eksklusi : tidak ada
Formula

Jumlah phlebitis
X 100 %
Jumlah lama hari terpasang
infus

Desain pengumpulan data Prospektif


Sumber data Primer
Instrument pengambilan Observasi langsung
data
Besar sampel Semua pasien yang terpasang infus
Frekuensi pengumpulan Bulanan , triwulan
data
Periode pelaporan data Bulanan , triwulan
Periode analisis data Bulanan , triwulan
Penyajian data Table
Grafik
Runchat
Penanggung jawab Coordinator PPI

c. Infeksi daerah operasi


Judul Indikator Infeksi daerah operasi

Dasar pemikiran 1. Permenkes nomor 27 tahun 2017


tentang PPI
2. Permenkes tentang keselamatan
pasien
Dimensi mutu Keselamatan , efektif dan efisien
Tujuan 1. Mengukur angka kejadian IDO
2. Menjamin keselamatan pasien yang
terpasang alat Kesehatan
Definisi operasional IDO atau SSI (surgical site infection )
adalah infeksi yang terjadi pasca operasi
dalam kurun waktu 30 hari dan infeksi
tersebut hanya melbatkan jaringan kulit
dan jaringan subkutan sekitar area insisi
82
disertai gejala infeksi
Jenis indikator Output
Satuan pengukuran Prosen
Numerator Jumlah kasus IDO
Denumerator Jumalh pasien yang menjalani insisi
superficial
Target pencapaian <2%
Kriteria Inklusi : semua pasien yang mengalami
IDO dan menjalani insisi superfisial
Eksklusi : pasien yang menjalani insisi di
FKTP lain
Formula
Jumlah IDO
Jumlah pasien yang menjalani
insisi superfisial

Desain pengumpulan data Prospektif dan restrospektif


Sumber data Primer dan sekunder
Instrument pengambilan Observasi langsung atau RM
data
Besar sampel Total sampel
Frekuensi pengumpulan Bulanan, triwulan
data
Periode pelaporan data Bulanan , triwulan
Periode analisis data Bulanan , triwulan
Penyajian data Table
Grafik
Runchat
Penanggung jawab Coordinator PPI

d. Abses gigi
Judul Indikator Abscess gigi

Dasar pemikiran 1. Permenkes nomor 27 tahun 2017


tentang PPI

83
2. Permenkes tentang keselamatan
pasien
Dimensi mutu Keselamatan , efektif dan efisien
Tujuan 1. Mengukur angka kejadian abscess gigi
4. Menjamin keselamatan pasien yang
menjalani pelayanan gigi
Definisi operasional 2. Terbentuknya kantong atau benjolan
berisis nanah pada gigi disebebkan
oleh infeksi bakteri disertai tanda-
tanda radang dan infeksi
Jenis indikator Output
Satuan pengukuran Prosen
Numerator Jumlah kasus abscess gigi
Denumerator Jumlah pasien yang menjalani insisi gigi
dan jaringan periodontal
Target pencapaian <2%
Kriteria Inklusi : semua pasien yang menjalani
insisi gigi dan jaringan periodontal dan
yang teridentifikasi abscess gigi
Eksklusi : semua pasien yang mengalami
abscess gigi sebelum Tindakan dan
Tindakan di FKTP lain
Formula
Numerator
Denumerator X

Desain pengumpulan data Prospektif dan restrospektif


Sumber data Primer
Instrument pengambilan Observasi langsung
data
Besar sampel Total populasi
Frekuensi pengumpulan Bulanan, triwulan
data
Periode pelaporan data Bulanan , triwulan
84
Periode analisis data Bulanan , triwulan
Penyajian data Table
Grafik
Runchat
Penanggung jawab Coordinator PPI

85
BAB V
PANDUAN PPI BAGI PASIEN/PENGUNJUNG

A. Panduan PPI untuk Pasien


Pasien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu yang
berfokus pada keselamatan. Untuk itu, maka pasien juga perlu diberi edukasi
agar bekerjasama dengan masyarakat klinik mewujudkan standar pelayanan untuk
pencegahan dan pengendalian infeksi. Pasien selalu diberi edukasi pada setiap
orientasi ketika awal dirawat inap.
Edukasi PPI khususnya adalah dalam hal kebesihan tangan. ketertiban
membuang sampah dan etika batuk. Hal lain yang perlu diedukasikan adalah
membatasi barang dari luar klinik yang dibawa ke ruangan, jumlah penunggu di
ruangan dan ketertiban jam berkunjung. Catatan edukasi bagi pasien
didokumentasikan dalam Form Pendidikan Pasien dalam rekam medis.
Pasien rawat jalan diberikan edukasi saat menunggu di area pendaftaran
/ poliklinik melalui program penyuluhan kesehatan masyarakat klinik yang
dikoordinasikan Tim PPI klinik melalui Bagian Humas. Bentuk lain edukasi adalah
dengan banner, poster, leflet, teks berjalan, baliho, spanduk, pemutaran video
edukasi, dll yang ditempatkan di area publik yang mudah terbaca oleh seluruh
pengunjung klinik dan di area tunggu pasien/pengunjung.
B. Panduan PPI untuk Pengunjung
1. Rawat jalan
a. Pengunjung / pasien setelah tiba di klinik direkomendasikan untuk
melakukan kebersihan tangan dengan menggunakan sabun cair dengan
air mengalir atau handrub yang sudah disediakan
b. Apabila pengunjung / pasien batuk atau mengalami tanda atau gejala infeksi
pernafasan pada saat berada di ruang pendaftaran direkomendasikan
menempati tempat duduk yang telah disediakan khusus pasien batuk dan
menggunakan masker yang sudah disediakan
c. Direkomendasikan pengunjung / pasien batuk untuk duduk pada jarak
1 meter dari yang lainnya saat menunggu pemeriksaan
d. Berikan edukasi atau informasi mengenai etika batuk
e. Pengunjung / pasien setelah keluar dari Puskesmas direkomendasikan
untuk melakukan kebePuskesmasihan tangan menggunakan sabun cair
dengan air mengalir atau handrub yang sudah disediakan.

86
2. Rawat inap
a. Pengunjung setelah tiba di klinik direkomendasikan untuk melakukan
kebesihan tangan menggunakan sabun cair dengan air mengalir atau
handrub yang sudah disediakan, sebelum masuk ruang perawatan
b. Apabila pengunjung batuk atau mengalami demam dan gangguan
pernafasan sebaiknya tidak diperkenankan mengunjungi pasien. Dalam
kondisi terpaksa, direkomendasikan menggunakan masker dan segera
meninggalkan ruangan pasien
c. Bagi anak-anak dibawah 12 tahun dilarang mengunjungi pasien di
Puskesmas
d. Pada waktu masuk ruangan, pengunjung dibatasi maksimal 2 orang
secara bergantian (khususnya di ruang rawat penyakit infeksi)
Pada pasien dengan penyakit menular melalui udara
a. Pengunjung melakukan kebesihan tangan sebelum memasuki dan setelah keluar
dari ruang perawatan pasien
b. Pengunjung dibatasi maksimal 2 orang dan waktu berkunjung maksimal 10 menit
c. Pengunjung harus mengikuti prosedur dari PPI dengan menggunakan APD
berupa masker dan gaun (jika diperlukan), apabila kontak langsung dengan pasien
d. Segera melepas APD jika keluar ruangan dan masker dibuang pada limbah
infeksius apabila menggunakan gaun maka ditempatkan pada tempat linen
infeksius
Pada pasien dengan Isolasi Perlindungan
a. Pengunjung melakukan kebesihan tangan sebelum memasuki dan setelah keluar
dari ruang perawatan pasien
b. Pengunjung dibatasi maksimal 2 orang
c. Pengunjung harus mengikuti prosedur dari PPI dengan menggunakan APD berupa
masker, gaun, mengganti alas kaki, membatasi kontak dengan pasien
d. Segera melepas APD jika keluar ruangan; masker dibuang pada limbah infeksius,
gaun dan alas kaki ditempatkan pada tempat yang disediakan Untuk pengunjung
klinik, ditempatkan di tempat / area publik klinik, dengan prioritas materi:
a. Kebersihan tangan;
b. Etika batuk dan higiene respirasi;
c. Pemakaian masker untuk pasien / pengunjung batuk;
d. Kebersihan lingkungan
Ketertiban membuang sampah
Penggunaan APD sesuai potensi risiko penularan Pengantar pasien maupun
pengunjung diberikan edukasi saat menunggu di area tunggu puskesmas melalui
87
program penyuluhan kesehatan masyarakat puskesmas yang dikoordinasikan Tim
PPI puskesmas

88

Anda mungkin juga menyukai