Anda di halaman 1dari 102

PEDOMAN PELAYANAN

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

RUMAH SAKIT UMUM APRILLIA CILACAP


Jalan Jend. Gatot Subroto No 95 Tlpn. (0282)536307
Website : http://rsaprillia.co.id
DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................................... i


Daftar Isi ............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Tujuan.................................................................................................................... 2
C. Ruang lingkup ....................................................................................................... 2
D. Batasan Operasional .............................................................................................. 3
E. Landasan Hukum ................................................................................................... 70
BAB II Standar Ketenagaan ............................................................................................... 71
BAB III Standar Fasilitas .................................................................................................... 78
BAB IV Tata laksana ........................................................................................................... 80
BAB V Logistik .................................................................................................................. 87
BAB VI Keselamatan pasien ............................................................................................... 88
BAB VII Keselamatan Kerja ............................................................................................... 90
BAB VIII Pengendalian Mutu ............................................................................................. 93
BAB IX Penutup .................................................................................................................. 96

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit, perlu dilakukan
pengendalian infeksi, diantaranya adalah pengendalian infeksi nosokomial. Infeksi
nosokomial masih banyak dijumpai di rumah sakit dan biasanya merupakan indikator
bagi pengukuran tentang seberapa jauh rumah sakit tersebut telah berupaya
mengendalikan infeksi nosokomial.
Pengendalian infeksi nosokomial dipelopori oleh Nightingale, Simmelweis, Lister
dan Holmes melalui praktek-praktek hygiene dan penggunaan antiseptik. Tantangan
dalam pengendalian infeksi nosokomial semakin kompleks dan sering disebut disiplin
epidemiologi rumah sakit.
Kerugian ekonomik akibat infeksi nosokomial dapat mencapai jumlah yang besar,
khususnya untuk biaya tambahan lama perawatan, penggunaan antibiotika dan obat-obat
lain serta peralatan medis dan kerugian tak langsung yaitu waktu produktif berkurang,
kebjiakan penggunaan antibiotika, kebijakan penggunaan desinfektan serta sentralisasi
sterilisasi perlu dipatuhi dengan ketat.
Tekanan-tekanan dari perubahan pola penyakit infeksi nosokomial dan pergeseran
resiko ekonomik yang harus ditanggung rumah sakit mengharuskan upaya yang
sistematik dalam penggunaan infeksi nosokomial, dengan adanya Tim Pengendalian
Infeksi dan profesi yang terlatih untuk dapat menjalankan program pengumpulan data,
pendidikan, konsultasi dan langkah-langkah pengendalian infeksi yang terpadu.
Keberhasilan program pengendalian infeksi nosokomial dipengaruhi oleh efektivitas
proses komunikasi untuk menyampaikan tujuan dan kebijakan pengendalian infeksi
tersebut kepada seluruh karyawan rumah sakit baik tenaga medis maupun non medis,
para penderita yang dirawat maupun berobat jalan serta para pengunjung RSU Aprillia
Upaya pengendalian infeksi nosokomial di RSU Aprillia bersifat multidisiplin,
hal-hal yang perlu diperhatikan:
1. Discipline: perilaku semua karyawan harus didasari disiplin yang tinggi untuk
mematuhi prosedur aseptik, teknik invasif, upaya pencegahan dan lain-lain.
2. Defence mechanisme: melindungi penderita dengan mekanisme pertahanan yang
rendah supaya tidak terpapar oleh sumber infeksi.

1
3. Drug: pemakaian obat antiseptik, antibiotika dan lain-lain yang dapat mempengaruhi
kejadian infeksi supaya lebih bijaksana
4. Design: rancang bangun ruang bedah serta unit-unit lain berpengaruh terhadap resiko
penularan penyakit infeksi, khususnya melalui udara atau kontak fisik yang
dimungkinkan bila luas ruangan tidak cukup memadai.
5. Device: peralatan protektif diperlukan sebagai penghalang penularan, misalnya
pakaian pelindung, masker, topi bedah dan lain-lain.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Meningkatkan mutu pelayanan RSU Aprillia melalui pencegahan dan pengendalian
infeksi yang dilaksanakan oleh semua departemen /unit dengan meliputi kualitas
pelayanan,management resiko,clinical governace,serta kesehatan dan keselamatan
kerja .

2. Tujuan Khusus
a. Sebagai pedoman pelayanan bagi staf PPIRS dalam melaksanakan tugas,wewenang
dan tanggung jawab secara jelas.
b. Menggerakan segala sumber daya yang ada dirumah sakit dan fasilitas kesehatan
lain secara efektif dan efisien.
c. Menurunkan angka kejadian infeksi dirumah sakit secara bermakna.
d. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pelayanan PPI RSU Aprillia

C. Ruang lingkup
Ruang lingkup pelayanan Pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi :
1. Kewaspadaan standart dan berdasarkan transmisi
2. Pelayanan surveilens PPI
3. Hand Higiene sebagai bariier protection.
4. Penggunaan APD
5. Pelayanan CSSD
6. Pelayanan Linen
7. Pelayanan Kesehatan karyawan
8. Pelayanan Pendidikan dan edukasi kepada staf, pengunjung dan pasien

2
9. Pelayanan pemeriksaan baku mutu air bersih dan IPAL bekerja sama dengan IPSRS.
10. Pelayanan pengelolaan kebersihan lingkungan
11. Pelayanan management resiko PPI
12. Antibiogram dan pola kuman RSU Aprillia
13. Penggunaan bahan single use yang di re-use

D. Batasan operasional.
Pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi kegiatan sbb :

1. Konsep dasar penyakit


Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia termasuk
indonesia ,ditinjau dari asalnya infeksi dapat berasal dari( Community acquaired
infection)atau berasal dari( Hospital Acquired infektion). Karena seringkali tidak bisa
secara pasif ditentukan asal infeksi maka istilah infeksi nosokomial (Hospital Acqured
infeksi) diganti (HAIs) yaitu healthcare –assosiated infections dengan arti lebih luas
tidak hanya terjadi dirumah sakit juga bisa terjadi fasilitas kesehatan yang lain juga
tidak terbatas pada pasien namun infeksi juga dapat terjadi pada petugas yang didapat
saat melakukan tindakan medis atau perawatan, Batasan :
a. Kolonisasi :
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi,dimana organisme
tersebut hidup,tumbuh dan berkembang biak,namun tanpa disertai adanya respon
imun atau gejala klinis.Pada kolonisasi tubuh pejamu tidak dalam keadaan
suspectibel pasien dan petugas dapat mengalami kolonisasi dengan dengan kuman
patogen tanpa mengalami rasa sakit tetapi menularkan kuman tersebut ke orang lain
(sebagai carrier).
b. Infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme dimana
terdapat respon imun tetapi tidak disertai gejala klinik.
c. Penyakit infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme) yang
disertai adanya respon imun dan gejala klinik.
d. Penyakit menular
Adalah penyakit infeksi tertentu yang dapat berpindah dari satu orang ke orang lain
secara langsung maupun tidak langsung.

3
e. Inflamasi
Merupakan bentuk respon tubuh terhadap suatu agen yang ditandai adanya
dolor,kalor,rubor ,tumor dan fungsiolesa.
f. SIRS (Sistem Inflamtory Respon Syndroma).
Merupakan sekumpulan gejala klinik atau kelainan laboratorium yang merupakan
respon tubuh (imflamasi) yang bersefat sitemik.kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau
lebih keadaan berikut : (1) hipertermi atau hipotermia, (2) takikardia sesuai usia,(3)
takipneu sesuai usia,(4) leukositosis atau leukopenia atau pada hitung jenis leukosit
jumlah sel muda (batang ) lebih dari 10 %.SIRS dapat terjadi karena infeksi atau non
infeksi seperti luka bakar, pankreatitis,atau gangguan metabolik.SIRS yang
disebabkan oleh infeksi disebut sepsis.
Rantai penularan
Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu
mengetahui rantai penularan,apabila salah satu rantai dihilangkan atau dirusak maka
infeksi dapat dicegah atau dihentikan.
a. Agen Infeksi adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi pada
manusia ,dapat berupa bakteri,virus,riketsia,jamur, dan parasit.ada 3 faktor yang
mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu : virulensi,patogenesis,jumlah dosis obat.
b. Reservoir atau tempat hidup dimana agen infeksi dapat
hidup,tumbuh,berkembang biak dan siap ditularkan pada orang lain,reservoir yang
paling umum adalah manusia,binatang,tumbuhan,tanah,air dan bahan bahan
organik.pada manusia sehat permukaan kulit,selaput lendir saluran
napas,pencernaan dan vagina meripakan reservoir yang umum.
c. Pintu keluar adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan reservoir, pintu
keluar meliputi saluran napas, pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit,
membran mukosa, trasplacenta dan darah serta cairan tubuh lainnya.
d. Transmisi
bagaimana mekanisme penularan meliputi (1) kontak; langsung dan tidak
langsung,(2) droplet ,(3) airborne ,(4) Vehicle, ;makan,minuman,darah,(5) vektor
biasanya bnatang pengerat dan serangga.

e. Pintu masuk adalah tempat dimana agen infeksi memasuki tubuh pejamu (yang
supectibel) dapat melalui saluran pernapsan,pencernaan.perkemihan atau luka.

4
f. Pejamu (host) yang suspectibel adalah orang yang tidak tidak memiliki daya tahan
tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi ,faktor yang mempengaruhi umur,
usia, status gizi, ekonomi, pekerjaan, gaya hidup, terpasang barrier
(kateter,implantasi ), dilakukan tindakan operasi.

Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi.


a. Peningkatan daya tahan pejamu.
Dengan pemberian imunisasi (vaksin Hepatitis B), promosi kesehatan nutrisi yang
adekuat.
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi.
Menggunakan metoda fisik maupun kimia contoh fisik dengan pasteurisasi atau
sterilisasi ataupun memasak makanan hingga matang. kalau kimia dengan
pemberian clorin pada air dan desinfeksi .
c. Memutus rantai penularan.
Dengan menerapkan tindakan pencegahan dengan menerapkan kewaspadaan
isolasi dan kewaspadaan transmisi
d. Tindakan pencegahan paska pajanan.
Hal ini berkaitan dengan pecegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah
dan cairan tubuh lain yang dikarenakan tertusuk jarum bekas pakai utamanya
hepatitis B,C dan HIV.

2. Penyakit Menular.
a. AIDS
1) Pengertian
Adalah Penyakit akibat menurunnya daya tahan tubuh yang didapat karena terinfeksi
HIV( human Imunodefisiency Virus). Virus HIV tergolong retrovirus yang terdiri
atas 2 tipe ,tipe 1 (HIV-1) dan tipe 2 (HIV-2)
2) Klasifikasi Infeksi Aids
a) Infeksi Akut
(1) Hampir 30-50 % pasien sudah terinfeksi HIV.
(2) pasien sudah terjadi pemaparan virus dan dapat berlangsung 6 minggu setelah
kontak.
(3) patogenesis kurang jelas tetapi sangat mungkin terjadi reaksi imunitas terhadap
masuknya HIV.Saat ini pemeriksaaan terhadap antibodi terhadap virus HIV
masih ( - ) tetapi pemeriksaan Ag p24 sudah (+) sangat infeksius.
5
b) Infeksi Kronik Asimtomatik
(1)Lamanya dapat bertahun tahun.
(2)Tanpa gejala ,kemungkinan tubuh masih dapat mengkompensasi
c) PGL (Persistren Generalized Lymphadenopathy)
Terjadi pembesaran kelenjar getah bening yang semetris.sering terjadi pembesaran
limpa di leher posterior dan anterior.Kelompok ini berkembang menjadi AIDS
kira2 10-30 % dalam jangka waktu 24- 60 bulan.
3) Cara Penularan Hiv
a) Penularan melalui hubungan seksual
b) Penularan melalui darah.
c) Penularan secara perinatal.
Cairan tubuh yang dapat mengandung HIV yaitu ;
 Cairan vagina.
 ASI.
 Air mata.
 Air liur.
 Air seni.
 Air ketuban.
 Dan cairan cerebrospinal.

4) Tanda dan Gejala


Biasanya tidak ada gejala klinis yang khusus pada orang yang terinfeksi HIV dalam
waktu 5 sampai 10 tahun ,Setelah terjadi penurunan sel CD 4 secara bermakna baru
AIDS mulai berkembang dan menunjukan gejala – gejala spt :
a) Diare yang berkelanjutan .
b) Penuunan berat badan secara drastic.
c) Pembesaran kelenjar limfe leher dan atau ketiak.
d) Batuk terus menerus.

6
b. FLU BURUNG
Dibagi menjadi 4 sbb :
1) Seseorang dalam penyelidikan
Diputuskan oleh pejabat berwenang untuk dilakukanpenyelidikan epidemiologi
kemungkinan terinfeksi H5N1, misal orang sehat namun kontak erat dengan kasus
atau penduduk sehat namun tinggal didaerah flu burung ,adapun gejala yang
ditimbulkan :
a) Batuk
b) Sakit tenggorokan
c) Pilek
d) Sesak napas dan terdapat satu atau lebih keadaan dibawah ini :
(1) Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat
dengan penderita(suspek,probabelatau konfirm) seperti merawat,berbicara atau
bersentuhan dengan pasien dalam jarak  1 meter.
(2) Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat
dengan penderita (suspek, probabel atau konfirm) seperti memasak,
menyembelih atau membersihkan bulu ).
(3) Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat
dengan penderita(suspek,probabelatau konfirm) seperti membersihkan kotoran
,bahan atau produk lain.
(4) Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat
dengan penderita(suspek,probabelatau konfirm) mengkonsumsi produk unggas
mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna
(5) Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat
dengan penderita(suspek,probabelatau konfirm) memegang atau menangani
sampel hewan atau manusia yang dicurigai mengandung H5N1.
(6) Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat
dengan penderita(suspek,probabelatau konfirm) atau binatang selain unggas
yang terinfeksi (babi atau kucing.)
(7) Ditemukan leukopeni.
(8) Ditemukan titer antibodi terhadap H5 dengan pemeriksaan uji HI menggunakan
eritrosit kuda atau uji ELISA untuk influensa A tanpa subtipe.

7
(9) Foto Rontgen dada menggambarkan pneumonia yang cepat memburuk pada
serial foto.
(a) Infeksi selaput mata
(b)Diare atau gangguan pencernaan.
(c) Fatigue
2) Kasus suspek.
3) Kasus probabel Dengan kriteria. :
(1) Ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5 min 4 x dengan pemeriksaan uji
HI menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA.
(2) Hasil lab terbatas untuk influenza H5 (terdeteksi antibodi spesifik H5 dalam
spesimen serum tunggal )menggunakan uji netralisasi(dikirim kelab rujukan)
4) Kasus konfirmasi
Dengan kriteria :
(1) Isolasi virus H5N1 positif
(2) Hasil PCR H5N1 positif.
(3) Peningkatan 4 x lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari spesimen.
(4) Konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut (diambil 7 hari setelah awitan
gejala penyakit) dan titer antibodi metralisasi konvalesen harus pula 1/80 .
(5) Titer antibodi mikronetralisasi H5N1  1/80 pada spesimen serum yang
diamb
H5
positif.
Pencegahan :
1. Menghindari kontak dengan benda terkontaminasi,atau burung terinfeksi.
2. Menghindari peternakan unggas.
3. Hati hati ketika menangani unggas.
4. Memasak dengan suhu 60 0C selama 30 menit, atau 80 0C selama 1 menit
5. Menerapkan tindakan untuk menjaga kebersihan tangan :
a. Setelah memegang unggas.
b. Setelah memegang daging unggas.
c. Setelah memasak.
d. Sebelum memasak

8
Pengobatan
Obat anti virus bekerja menghambat replikasi virus sehingga mengurangi gejala dan
komplikasi yang terinfeksi. Macam obat :
1. Amantadine.
2. Rimatadine
3. Oseltamivir(tamiflu)
4. Zanavir (relenza)

3. TUBERKULOSIS (TBC)
a. Penyebab
TBC disebabkan oleh kuman / basil tahan asam (BTA) yakni microbakteri derium
tuberkulosis.Kuman ini cepat mati bila terkena sinar matahari langsung,tetapi dapat
bertahan hidup beberapa hari ditempat yang lembab dan gelap. Beberapa jenis
micobakterium lain juga dapat menyebabkan penyakit pada manusia (matipik). Hampir
semua organ tubuh dapat terserang bakteri ini seperti kulit, otak, ginjal, tulang dan
paling sering paru.
b. Epidemiologi
Indonesia menduduki peringkat ke 3 dunia dalam jumlah pasien TB setelah India dan
Cina,diperkirakan penduduk dunia terinfeksi Tb secara laten. Di indonesia diperkirakan
terdapat 583.000 kasus baru dengan 140.000 kematian setiap tahun.
c. Faktor resiko
TB ; HIV, DM, Gizi kurang, kebiasaan merokok.
d. Cara penularan.
Menular dari orang ke orang melalui droplet atau percikan dahak. Masa Inkubasi Sejak
masuknya kuman sampai timbul gejala lesi primer atau reaksi tes tuberculosis positif
memerlukan waktu antara 2-10 minggu. Resiko menjadi TB paru dan TB
ekstrapulmuner progresif infeksi primer umumnya terjadi pada tahun pertama dan
kedua.Infeksi laten bisa terjadi seumur hidup.Pada pasien dengan imun defisiensi seperti
HIV masa inkubasi bisa lebih pendek.
e. Masa penularan
Berpotensi menular selama penyakitnya masih aktif dan dahaknya mengandung BTA,
penularan berkurang apabila pasien menjalani pengobatan adekuat selama min 2
minggu, sebaliknya pasien yang tidak diobati secara adekuat dan pasien dengan
persisten AFB positif dapat menjadi sumber penularan sampai waktu lama. Tingkat
penularan tergantung pada jumlah basil yang dikeluarkan,virulensi kuman,terjadinya

9
aerosolisasi waktu batuk/bersin, dan tindakan medis beresiko tinggi seperti intubasi dan
bronkoskopi
f. Gejala klinis :
1. Batuk terus menerus disertai dahak selama 3 minggu /lebih.
2. Batuk berdahak
3. sesak napas
4. nyeri dada
5. Sering demam
6. Nafsu makan menurun.
7. penurunan berat badan .
8. BTA (+)
g. Pengobatan :
Pengobatan spesifik dengan kombinasi obat anti tuberculosis (OAT) dengan metoda
DOTS (directly observed treatment shourtcore ) diawasi poleh pengawas minum obat.
Untuk pasien baru TB BTA (+) ,WHO menganjurkan pemberian 4 macam obat setiap hari
selama 2 bulan berturut terdiri rif ,inh,pza,dan etambutol diikuti inh dan rif 3 kali seminggu
selama 4 bulan.

h. Pencegahan.
1. Penemuan dan pengobatan TB
2. Imunisasi BCG sedini mungkin terhadap mereka yang belum terinfeksi.
3. Perbaikan lingkungan dan status gizi dan kondisi sosial ekonomi.

4. MRSA (Methicilin Resistent Stapylococcus Aereus)


Adalah salah satu tipe bakteri stayloccus yang ditemukan pada kulit dan hidung dan kebal
terhadap antibiotika. Jumlah kematian MRSA lebih banyak dibandingkan AIDS
Saat ini ada 2 tipe :
1. Health care asosiated (HA –MRSA)
Biasanya ditemukan difasilitas kesehatan terutama rumah sakit..
2. Community asosiated (CA-MRSA)
Yang baru ini ditemukan ditempat – tempat umum, fitness, loker- loker, sekolah dan
perabotan rumah tangga. Biasanya menginfeksi orang dan anak-anak yang daya tahan
tubuhnya lemah, Jika daya tahan tubuh baik tidak akan menimbulkan gejala. Bakteri
yang dibawa si pasien menyebar dan berpindah pada orang lain dengan cara kontak
kulit dan menyentuh barang yang terkontaminasi. Stapylococcus menimbulkan gejala
seperti infeksi kulit, jerawat, bisul, abses atau gigitan serangga, ini biasa menyebabkan
10
bengkak,merah dan nyeri. Bakteri ini dapat menembus kulit sampai dengan
menimbulkan infeksi ditulang, sendi, aliran darah, jantung dan paru yang bisa
mengancam jiwa.
Penyebaran MRSA
1. Menyentuh kulit atau luka terinfeksi dari siapa saja yang MRSA
2. Berbagi objek seperti handuk atau peralatan atletik, peralatan rumah tangga
yang MRS
3. Kontak fisik dapat juga disebarkan melalui batuk dan bersin
4. Menyentuh hidung dari penderita MRSA
Tanda dan gejala :
1. Infeksi luka
2. Bisul
3. Folikel rambut yang terinfeksi
4. Impetigo
5. Kulit yang sakit seperti digigit serangga
Diagnosa :
Contoh kulit, nanah, darah, urin atau bahan biopsy dikirim ke laborat dan dikultur untuk S
aureus. Juka S aureus yang diisolasi (tumbuh dipiring pantry) bakteri tersebut kemudian
terkena antibiatik yang berbeda termasuk Meticilin dan S aureus tumbuh dengan baik di
Meticilin dalam kultur yang disebut MRSA. Prosedur yang sama juga dilakukan untuk
menentukan apakah seseorang merupakan pembawa MRSA (Screning untuk carrier) tetapi
sample kulit atau selaput lender hanya diswab tidak dibiopsi.
Pengobatan MRSA :
Minor infeksi MRSA kadang kadang dapat mengalami komplikasi serius seperti menyebar
infeksi kejaringan sekitar darah, tulang dan jantung. Karena MRSA yang tahan terhadap
antibiotic banyak akan sulit untuk mengobati namun beberapa antibiotic berhasil
mengendalikan infeksi tapi jarang.
Tindakan pencegahan :

1. Kebersihan tangan sesering mungkin terutama setelah menyentuh hidung anda.


2. Bila batuk terapkan etika batuk
3. Jika anda mengalami infeksi kulit jaga daerah yang terinfeksi dengan ditutup kain
kasa, ganti ferban sesering mungkin terutama jika basah.
4. Bersihkan kamar mandi dengan baik karena penularan juga melalui feces dan urine
5. Isolasikan peralatan mandi dan peralatan makan khusus untuk penderita
MRSA.
11
6. Jangan berbagi handuk, pisau cukur, sikat gigi dan barang pribadi yang lainnya.
7. Isolasikan pasien, dikontaminasi semua peralatan pasien dengansabun dan clorin
0,5%.

5. Kegiatan pelayanan PPIIRS


a. Pengertian Surveilans
Suatu pengamatan yang sistematis ,efektif dan terus menerus terhadap timbulnya dan
penyebaran penyakit pada suatu populasi serta terhadap keadaan atau peristiwa yang
menyebabkan meningkatnya atau menurunnya resiko terjadinya penyebaran penyakit :
1. Pada saat pasien masuk rumah sakit tidak ada tanda – tanda tidak dalam
masa inkubasi infeksi tersebut.
2. Inkubasi terjadi 2 x 24 jam setetlah pasien dirawat dirumah sakit apabila tanda- tanda
infeksi sudah timbul sebelum 2x24 jam sejak mulai dirawat ,maka perlu diteliti masa
inkubasi dari infeksi tersebut.
3. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang berbeda
dari mikroorganisme saat masuk rumah sakit atau mikroorganisme penyebab sama
tetapi lokasi infeksi berbeda.
4. Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan berasal dari rumah sakit.

Ada 2 keadaan yang bukan disebut infeksi nosokomial.


1. Infeksi yang berhubungan dengan komplikasi atau meluasnya infeksi yang sudah ada
pada waktu masuk rumah sakit.
2. Infeksi pada bayi baru yang penularannya melalui placenta (mis toxoplasmosis,sifilis)
dan baru muncul pada atau sebelum 48 jam setelah masa kelahiran .
Ada 2 keadaan yang bukan disebut infeksi :

1. Kolonisasi : yaitu adanya mikroorganisme ( pada kulit,selaput lender,luka terbuka


yang tidak memberikan gejala dan tanda klinis.
2. Imflamasi yaitu suatu kondisi respon jaringan terhadap jejas atau rangsangan
zat non infeksi seperti zat kimia.
Infeksi nosokomial mudah terjadi karena adanya beberapa kondisi antara lain:
1. Rumah sakit merupakan tempat berkumpulnya orang sakit,sehingga jumlah dan jenis
kuman penyakit yang ada lebih banyak dari pada tempat lain.
2. Orang sakit mempunyai daya tahan tubuh yang rendah sehingga mudah tertular.
3. Dirumah sakit sering orang dilakukan tindakan invasive mulai dari yang paling
sederhana seperti pemasangan infuse sampai tindakan operasi.

12
4. Mikroorganisme yang ada cenderung lebih resisten terhadap anti biotik, akibat
penggunaan berbagai macam antibiotika yang sering kali tidak rasional.
5. Adanya kontak langsung antar petugas dengan pasien,petugas ke lingkungan yang
dapat menularkan kuman pathogen.
6. Penggunaan alat/instrument yang telah terkontaminasi dengan kuman.

Sumber-sumber infeksi yang terjadi di rumah sakit dapat berasal dari :


1. Petugas rumah sakit.
2. Pengunjung pasien.
3. Antar pasien itu sendiri.
4. Peralatan yang dipakai dirumah sakit.
5. Lingkungan.

6. HAP (hospital aquared pneumonia) dan VAP (Ventilator associated pneumonia).


HAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru setelah
pasien dirawat dirumah sakit setelah 48 jam tanpa dilakukan intubasi dan sebelumnya
tidak menderita penyakit infeksi saluran napas bawah.HAP dapat diakibatkan karena tirah
baring yang lama (koma ,tidak sadar tracheostomi, refluk gaster).
VAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru setelah
pemakaian ventilasi mekanik lebih dari 48 jam dan sebelumnnya tidak ditemukan tanda –
tanda infeksi saluran napas.
a. Kriteria pneumonia
1. Bunyi pernapasan yang menurun /pekak,ronchi basah pada daerah paru.
2. Produksi sputum banyak dan purulen.
3. Hasil X – ray adanya densitas paru (infiltrate).
Hasil X – Ray ada infiltrasi paru, konsolidasi, cavitasi, efusi pleura baru secara
progresif ditambah salah satu ini :
a. Sputum purulen dan perubahan dan perubahan sputum.
b. Isolasi kuman dan biakan darah (+).
c. Isolasi kuman patogen aspirasi tracea ,sikatan brokus atau biopsy (+).
d. Titer IgM atau IGG spesifik meningkat
e. Isolasi antigen virus (+) sekresi saluran pernapasan .
Pada umur kurang dari 12 tahun
Didapatkan tanda : apneu, takipneu bradikardia, wheesing, ronchi basah, batuk
ditambah satu diantaranya sbb :
13
1) produksi sputum atau sekresi pernapasan meningkat dan purulen.
2) Isolasi kuman dan biakan kuman (+).
3) Isolasi kuman aspirasi tracea /brokus/biopsi (+).
4) Isolasi/antigen virus (+) dalam sekresi saluran pernapasan.
5) Titer IgM dan IgG spesifik meningkat 4x .
6) Tanda pneumonia pada pemeriksaan hispatologi.

4. Demam >38  C dan batuk.


5. Pemeriksaan cedían sputum ditemukan peningkatan lekosit ( >25/LPK) Pada
orang dewasa dan anak >12 bulan didapatkan :
a) Bunyi napas menurun pekak, ronkhi basah pada daerah paru.
b) Sputum purulens baru dan perubahan warna sputum.
c) Biakan kuman dan biakan darah
d) Isolasi kuman patogen atau aspirasi trakea.

b. Faktor penyebab
1. Lingkungan
a. legionella, klebsiella, P aerogenesa, Amuba baumi.
b. Makanan ; Muntahan.
2. Peralatan
a. NGT
b. ET
c. Suction
d. kateter
e. Peralatan bronchospi
f. Peralatan pernapasan.
3. Manusia.
a. Haemofilus influenza.
b. StapIDOcocus Aereus
c. StapIDOcoccus pnemonia
d. MDR stains.

14
c. Faktor-faktor resiko
1. Kondisi pasien sendiri.
a. Usia > 70 tahun
b. Pembedahan (thorakotomi, abdomen)
c. Penyakit kronis
d. Penyakit jantung kongestif
e. Penyakit paru obstruksi kronis
f. Perokok
g. Koma
h. CVD
2. Faktor pengobatan .
a. Sedasi
b. Anestesi umum
c. Intubasi tracea
d. Pemakaian ventilator mekanik yang lama
e. Penggunaan antibiotika
f. Penggunaan imunosupresif dan citostatika.
d. Prinsip dasar pencegahan
1. Bila memungkinkan obati penyakit parunya baru melakukan tindakan operasi.
2. Tinggikan posisi kepala 30- 45 .
3. Bila tidak diperlukan hindari pembersihan jalan napas menggunakan suction kateter.
4. Lakukan oral higiene menggunakan chlorhexidine 0,2 % setiap ganti shif.
5. Ajarkan latihan batuk efektif dan napas dalam sebelum dan sesudah operasi.
6. Lakukan perkusi dan postural drainage untuk merangsang batuk dan mengeluarkan
lendir .
7. Mobilisasi dini setelah operasi
e. Peralatan ventilator
1. Bersihkan permukaan alat secara rutine dengan menggunakan detergent netral
2. Penggunaan close suction diganti setiap 7 hari atau jika kotor.
3. Breathing sirkuit,humidifier dan bakterial filter diganti 7 hari sekali atau jika kotor.
4. Termovent hepafilter diganti setiap hari.
f. Populasi beresiko HAP
1. Semua pasien tirah baring lama yang dirawat dirumah sakit
2. Numerator adalah jumlah kasus HAP perbulan
3. Denominator adalah jumlah hari rawat pasien tirah baring perbulan.

15
Infeksi rate HAP =
Numerator x 1000 =. ......... %
Denominator
 kasus HAP perbulan x 1000 =. ..... %
 Hari rawat tirah baring perbulan.

g. Populasi beresiko VAP


1. Terfokus spesifik diruang ICU, NICU, PICU
2. Semua pasien yang terpasang ventilasi mekanik
3. Numerator adalah jumlah kasus yang terpasang ventilasi mekanik perbulan
4. Denominator adalah jumlah hari pemasangan ventilasi mekanik perbulan.

Clinical Pulmonari Infection score ( CPIS)


Indikator Score
1 2 3
Sekresi trakea sedikit sedang banyak
Infiltrat Tidak ada Difus Terlokalisir
Suhu > 36.5 & < 38.4 >38.5 & 8.9 >39 & < 36
Lekosit /mm > 4000 & < 11.000 < 4000 atau 11.000 -
Pa O2 /FiO2 > 240 /ARDS - < 240 & bukan
ARDS

Infeksi rate VAP =

Numerator x 1000= ............ %


Denominator
 kasus VAP perbulan x 1000 =. ...... %
 Hari pemasangan ventilasi mekanik perbulan

16
ILI (Infeksi Luka Infus)
Infeksi luka infus harus memenuhi minimal 1 dari kriteria sbb :
a. Hasil kultur positif dari arteri atau vena yang diambil saat operasi.
b. Terdapat bukti infeksi dari arteri atau vena yang terlihat saat operasi atau
berdasarkan bukti hispatologik.
c. Pasien minimal mempunyai 1 gejala dan terlihat tanda berikut tanpa ditemukan
penyebab lainnya :
d. Demam (>38° C) ,nyeri,eritema,atau panas pada vaskular yang terlihat.
e. Kultur semikuantitatif dari ujung kanula intravaskular tumbuh >15 koloni mikriba.
f. Kultur darah tidak dilakukan atau hasil negatif.
g. Adanya aliran nanah pada vaskular yang terlihat.
h. Untuk pasien ≤ 1 tahun,minimal mempunyai 1 gejala dan tanda berikut tanpa
ditemukan penyebab lain :
1) Demam (>38°C rektal),hipotermia (<37 °C), apneu,bradikardia,letargia,atau
nyeri,atau panan pada vaskular yang terlibat dan
2) Kultur semikuantitatif dari ujung kanula intravaskulartumbuh >15 koloni
mikroba
3) Kultur tidak dilakukan atau hasil negatif
Petunjuk pelaporan ILI :
a. ILI purulen dikonfirmasi dengan hasil positif kultur semikuantitatif dari ujung
kateter,tetapi bila hasil kultur negatif atau tidak ada kultur darah maka dilaporkan
sebagai ILI bukan sebagai IADP.
b. Pelaporan mikroba dari hasil kultur darah sebagai IADP bila tidak ditemukan
infeksi lain dari bagian tubuh.
c. Infeksi intravaskular dengan hasil kultur darah positif dilaporkan sebagai IADP
d. Penggantian IV LINE untuk dewasa dilakukan setiap 3 (tiga) hari sekali, sedangkan
IV LINE untuk bayi dan anak-anak setiap 5 (lima) hari sekali.
e. Survey dilakukan 30 % dari populasi setiap ruangan perawatan.
f. Jika pasien terpasang infus dari luar rumah sakit tidak dilakukan survey.
g. Survey dilakukan pada pasien baru sampai beberapa hari hingga jumlah responden
terpenuhi.
h. Golden standart penegakan kasus infeksi adalah melalui kultur darah ,setiap 3 bulan
sekali dilakukan kultur 3 responden setiap ruangan.

17
Cara menghitung ILI
Numerator x 1000 = ......................... %
Denominator
Jumlah kasus ILI x 1000 = ....................... %
Jumlah hari pemakaian alat

Populasi beresiko ILI :


1) Semua pasien yang menggunakan iv line dengan kurun waktu 2x24 jam.
2) Lama penggunaan kateter, lama hari rawat,
3) pasien dengan immunocompromise, malnutrisi, luka bakar atau luka operasi tertentu.
Pencegahan ILI :
1) Lakukan kebersihan tangan aseptik sebelum melakukan tindakan.
2) Gunakan teknik aseptik saat melakukan tindakan.
3) Ganti set infus dan dressing setiap 3 hari sekali atau setiap kali diperlukan (lembab
atau kotor )
4) Lepas atau hentikan akses pemasangan kateter vena sentral sesegera mungkin jika
tidak diperlukan lagi.

ISK (Infeksi Saluran kemih)


Infeksi saluran kemih nosokomial ialah infeksi saluran kemih yang pada pasien masuk
rumah sakit belum ada atau tidak dalam masa inkubasi dan didapat sewaktu dirawat atau
sesudah dirawat.
Kebijakan
a. Survey dilakukan 30 % dari populasi setiap ruangan perawatan.

b. Jika pasien terpasang Kateter urine dari luar rumah sakit tidak dilakukan survey.

c. Survey dilakukan pada pasien baru sampai beberapa hari hingga jumlah responden
terpenuhi.
Infeksi saluran kemih dapat disebabkan :
a. Endogen : - perubahan flora normal.
b. Eksogen : - prosedur yang tidak bersih / steril
- tangan yang tidak dicuci sebelum prosedur.

18
Infeksi Saluran Kemih Simtomatik
Dengan salah satu kriteria dibawah ini :
a. Demam > 380C
b. Disuria
c. Nikuria ( urgency )
d. Polakisuria
e. Nyeri Suprapubik.
f. Dan biakan urin > 100.000 kuman / ml
g. Tes carik celup ( dipstick ) positif untuk leukosit esterase dan atau nitrit.
h. Pluria ( 10 lekosit/ml atau > 3 lekosit /LPB pada urine yang tidak disentrifus.
i. Mikroorganisme positif pada pewarnaan gram pada urine yang tidak disentlifus.
j. Biakan urine dua kali dengan hasil kuman uropatogen yang sama dengan jumlah >
100.000 kuman/ml dari urin yang diambil secara steril.
k. Biakan urin dengan hasil satu jenis kuman uropatogen dengan jumlah 100.000 kuman/ml
dan pasien diberi antibiotic yang sesuai.
l. Diagnosis oleh dokter.
m. Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai.

Infeksi saluran Kemih Asimtomatik


Dengan salah satu criteria dibawah ini :
memakai kateter dower selama 7 hari sebelum biakan urin dan tak ada gejala :
1. Demam 380C
2. Disuria
3. Nikuria
4. Polakisuria
5. Nyeri suprapubik
6. Biakan urin dengan jumlah > 100.000 kuman/ml urin dengan tak lebih dari dua jenis kuman.

Tidak memakai kateter dower selama 7 hari sebelum biakan urin dengan dua kali hasil biakan
> 100.000/ml dengan mikroorganisme yang sama yang tak lebih dari dua jenis dan tak ada
gejala :

1. Demam 380C
2. Disuria
3. Nikuria
4. Polakisuria
5. Nyeri Suprapubik
19
Infeksi Saluran Kemih lain.
(Dari ginjal, ureter, kandung kemih, uretra atau jaringan retroperito neal atau rongga
perinefrik dengan salah satu criteria dibawah ini :
1. Biakan positif dari cairan atau jaringan yang diambil dari lokasi yang dicurigai.
2. Ditemukan abses atau tanda infeksi pada pemeriksaan atau operasi atau secara
hispatologis, dua dari gejala :

a. Demam 380C
b. Nyeri local pada daerah yang dicurigai.
c. Nyeri tekan pada daerah yang bersangkutan.
Dan salah satu dari tanda :
a. Drenase purulen dari daerah yang dicurigai.
b. Biakan darah positif
c. Radiologi terdapat tanda infeksi
d. Diagnosis dokter
e. Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai
Pasien berumur < 12 bulan dengan salah satu gejala :
1. Demam 380C
2. Hipotermia
3. Apneu
4. Bradikardi
5. Disuria
6. Letargi
7. Muntah
Dan salah satu dari tanda :
a. Drenase purulen dari daerah yang dicurigai.
b. Biakan darah positif
c. Radiologi terdapat tanda infeksi
d. Diagnosis dokter
e. Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai.

20
Infeksi Saluran Kemih pada neonatus
1. Bayi tampak tidak sehat, kuning, muntah, hipertermi/ hipotermi, gagal tumbuh ( gejala
sama dengan sepsis ).
2. Infeksi ini dapat pula disebabkan oleh sepsis.
3. Laboratorium : pemeriksaan mikroskopik dan biakan urin dari punksi suprapubik.
4. Biakan urin positif kalau ditemukan kuman lebih dari 100.000/ml urin.

Infeksi Saluran Kemih pada Anak


Dapat dengan atau tanpa gejala. Makin muda usia anak makin tidak khas.

Gejala :

1. Panas

2. nafsu makan berkurang,

3. gangguan pertumbuhan,

4. kadang – kadang diare atau kencing yang sangat berbau.

5. Pada usia prasekolah gejala klinis berupa sakit perut, muntah, panas, sering kencing dan
ngompol. Pada anak yang lebih besar gejala spesifik makin jelas seperti ngompol, sering
kencing, sakit waktu kencing atau nyeri pinggang.

6. Gejala infeksi timbul sesudah dilakukan punksi suprapubik, kateterisasi buli – buli.

7. Apabila biakan kuman dalam urin pada waktu masuk dan saat diperiksa berbeda.

8. Diagnosis : Klinik dan laboratorik.

9. Laboratorik : hasil biakan urin yang diambil melalui suprapubik dikatakan positif apabila
jumlah kuman sama atau lebih dari 200/ml urin. Dan apabila melalui urin pancaran tengah
atau kateterisasi kandung kemih maka jumlah kuman dalam urin 100.000 atau lebih/ml
urin.

10. Pemeriksaan lainnya : sediment urin terdapat piuria.

21
3. Infeksi Aliran Darah Primer ( IADP )
Infeksi Aliran Darah Primer adalah infeksi aliran darah yang timbul tanpa ada organ atau
jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber infeksi. Criteria infeksi aliran darah primer
dapat ditetapkan secara klinis dan laboratories dengan gejala / tanda berikut :
Untuk Dewasa dan anak > 12 bulan.
Ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa penyebab lain :
1. Suhu > 380C, bertahan minimal 24 jam dengan atau tanpa pemberian antipiretika.
2. Hipotesi, sistolik < 90 mmHg.
3. Oliguri, jumlah urin < 0,5 cc/kbBB/jam

CATATAN :
1. Suhu badan diukur secara aksiler selama 5 menit dan diulang setiap 3 jam,
2. Apabila pasien menunjukkan gejala, suhu tubuh diukur secara oral atau rectal.

Untuk bayi umur 12 bulan.


Ditemukan salah satu gejala / tanda berikut tanpa penyebab lain :
1. Demam > 380C
2. Hipotermi < 370C
3. Apnea
4. Bradikardi < 100x/mnt
5. Tidak terdapat tanda – tanda infeksi ditempat lain.
6. Diberikan terapi antimikroba sesuai dengan sepsis.

Untuk Neonatus
Dinyatakan menderita infeksi aliran darah primer apabila terdapat 3 atau lebih diantara
enam gejala berikut :
1. Keadaan umum menurun antara lain : malas minum, hipotermi (< 370C) hipertermi (
380C ) dan sklerema.
2. Sistem kardiovaskuler antara lain :

tanda renjatan yaitu takikardi, 160/mnt atau bradikardi, 100/mnt dan sirkulasi perifer
buruk.

3. Sistem pencernaan antara lain : distensi lambung, mencret, muntah dan hepatomegali.

4. Sistem pernafasan antara lain : nafas tak teratur, sesak, apnea dan takipnea.

5. Sistem saraf dan pusat antara lain : hipertermi otot, iritabel, kejang dan letargi.
22
6. Manifestasi hematology antara lain : pucat, kuning
7. splenomegali dan perdarahan.
8. Biakan darah tidak dikerjakan atau dikerjakan tetapi tidak ada pertumbuhan kuman.
9. Tidak terdapat tanda – tanda infeksi ditempat lain.
10. Diberikan terapi antimikroba sesuai dengan sepsis.

Untuk bayi < 12 bulan, ditemukan satu diantara gejala berikut :


1. Demam > 380C
2. Hipotermi < 370C
3. Apnea
4. Bradikardi < 100/mnt
5. Terdapat kontaminan kulit dari 2 biakan berturut – turut dan kuman tersebut tidak ada
hubungannya dengan infeksi ditempat ( organ / jaringan lain )
6. Terdapat kontaminan kulit dari biakan darah pasien yang menggunakan alat
intravaskuler ( kateter intravena ) dan dokter telah memberikan antimikroba yang
sesuai dengan infeksi

CATATAN :
Untuk neonatus digolongkan infeksi nosokomial apabila :
1. Pada partus normal di rumah sakit infeksi terjadi setelah lebih dari 3 hari.
2. Terjadi 3 hari setelah partus patologik, tanpa didapatkan pintu masuk kuman.
3. Pintu masuk kuman jelas misalnya luka infus

Cara penghitungan :

Numerator x 1000 = ...................... %


Denominator
Jumlah kasus ISK x 1000 = ..................... %
Jumlah hari pemakaian alat kateter urine

23
IDO (Infeksi Luka Operasi)
a. IDO superfisial terjadi bila insisi hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit (subkutan )
b. IDO profunda bila insisi terjadi mengenai jaringan lunak yang lebih dalam (fasia dan
lapisan otot)
c. IDO organ bila insisi dilakukan pada organ atau mencapai rongga dalam tubuh.
Kategori Operasi
1. Operasi bersih
Adalah operasi dilakukan pada daerah /kulit yang pada kondisi pra bedah tidak terdapat
peradangan dan tidak membuka traktus respiratorius, gastroinestinal, orofaring,
urinarius, atau traktus biliaris atau operasi terencana dengan penutupan kulit primer atau
tanpa pemakaian drain tertutup.
Kebijakan

a. Kriteria IDO superfisial :

1) Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi.
2) mengenai hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit (subkutan)

Terjadi hal hal sbb:

a) Drainase bahan purulen dari insisi superficial

b) Dapat diisolasi kuman penyebab dari biakan cairan atau jaringan yang
diambil secara aseptic dari tempat insisi superficial.

c) Sekurang kurangnya terdapat :

d) satu tanda atau gejala infeksi sbb: rasa nyeri, pembengkakan yang
terlokalisir, kemerahan, atau hangat pada perabaan.

e) insisi superficial terpaksa harus dibuka oleh dr bedah dan hasil biakan
positif atau tidak dilakukan biakan. Hasil biakan yang negatif tidak
memenuhi kriteria ini.

f) Diagnosi IDO superficial oleh dokter bedah atau dokter yang menanggani
pasien tersebut.

24
b. Faktor Risiko IDO
1. Kondisi pasien sendiri, misal usia, obesitas, penyakit berat, ASA Score,
karier MRSA, lama rawat pra operasi, malnutrisi, DM, penyakit keganasan

2. Prosedur operasi : Cukur rambut sebelum operasi, jenis tindakan, antibiotik


profilaksis, lama operasi, tindakan lebih dari 1 jenis, benda asing, transfusi
darah, mandi sebelum infeksi luka operasi.
c. Survey dilakukan 30 % dari populasi setiap ruangan perawatan.
d. Jika pasien tindakan operasi dari luar rumah sakit tidak dilakukan survey.
e. Survey dilakukan pada pasien baru sampai beberapa hari hingga jumlah responden
terpenuhi.

Kategori resiko :
1. Jenis luka
a. Luka bersih dan bersih kontaminasi skor : 0
b. Luka bersih kontaminasi dan kotor skor : 1 Keterangan :
1) luka bersih : nontrauma ,operasi luka tidak infeksi,tidak membuka
saluran pernapasan dan genitourinari.
2) Bersih kontaminasi : operasi yang membuka saluran pernapasan dan
genitourinari .
3) Kontaminasi luka terbuka : trauma terbuka .
4) kotor dan infeksi : trauma terbuka,kontaminasi fecal.
2. Lama operasi : waktu mulai dibuka insisi sampai penutupan kulit. Setiap jenis
operasi berbeda lama opearasinya
a. Lama operasi sesuai atau kurang dengan waktu yang ditentukan. Skor 0
b. Bila lebih dari waktu yang ditentukan skor : 1
3. ASA score .

ASA 1-2,skor :0
ASA 3-5, skor :1
= X/Y x 100%
X : jumlah kasus infeksi yang terjadi dalam waktu tertentu.

Y : jumlah pasien operasi pada waktu tertentu.

25
Pencegahan IDO :
1. Pra bedah
a. Persiapan pasien sebelum operasi.
1) Jika ditemukan tanda -tanda sembuhkan dulu infeksinya sebelum hari
operasielektif dan jika perlu ditunda sampai tidak ada infeksi.

2) Jangan mencukur rambut , pencukuran hanya dilakukan bila daerah sekitar


operasi terdapat rambut yang dapat mengganggu jalannya operasi
(pencukuran dilakukan 1 jam sebelum operasi dengan menggunakan alat
cukur elektric.

3) Kendalikan kadar gula darah pada pasn diabetes dan hindari kadar gula
darah yang terlalu rendah sebelum operasi.

4) Sarankan pasien untuk berhenti merokok min 30 hari sebelum hari elektif
operasi.

5) Mandikan pasien dengan cairan sabun yang mengandung chlorhexidine 2


% min 1 jam sebelum operasi.

b. Antiseptik tangan dan lengan untuk tim bedah :


1) Kuku harus pendek dan jangan menggunakan kuku palsu.

2) Lakukan kebersihan tangan bedah dengan chlorhexidine 4 % setelah


kebersihan tangan tangan harus tetap mengarah ke atas dan dijauhkan dari
tubuh agar air mengalir dari ujung jari menuju siku,keringkan tangan
dengan handuk steril ,pakai saung tangan dan gaun steril.
c. Tim bedah yang terinfeksi atau terkolonisasi.
Anjurkan agar melapor jika terdapat tanda infeksi agar mendapatkan pengobatan.

d. Profilaksis anti mikroba .


1) Pemberian anti mikroba hanya bila diindikasikan dan pilihlah yang paling
efektif terhadap patogen yang umum yang menyebabkan IDO pada operasi
jenis tersebut yang direkomendasikan.

2) Berikan dosis profilaksi awal melalui intravena 1 jam sebelum operasi


sehingga sat dioperasi konsentrasi bakterisida pada serum dan jaringan
maximal.

26
2. Intra Bedah.
a. Ventilasi .
1) Pertahankan tekanan (+) ruangan kamar bedah .
2) Jangan menggunakan fogging dan sinar UV dikamar operasiuntuk mencegah IDO.
3) Pintu kamar bedah harus selalu tertutup kecuali diperlukan untuk
lewatnya peralatan bedah.
4) Batasi jumlah orang yang masuk kamar bedah.
b. Membersihkan dan desinfeksi permukaan lingkungan.
1) Bila tampak darah atau cairan tubuh lain gunakan chlorine 0,5 % dan
biarkan 10 menit kemudian bersihkan cairan tadi .
2) Tidak perlu pembersihan khusus /penutupan kamar bedah setelah selesai operasi
kotor.
3) Pel dan keringkan lantai kamar bedah dengan menggunakan detergennt normal.
c. Sterilisasi instrumen bedah.
1) Sterilisasikan instrumen bedah sesuai petunjuk.
2) Laksanakan sterilisasi kilat hanya untuk instrumen yang harus
digunakan segera seperti instrumen jatuh saat operasi.
d. Pakaian bedah /drapes .

1) Pakai masker bedah dan tutupi mulut dan hidung bila memasuki kamar
bedah saat operasi berjalan .
2) Pakai tutup kepala untuk menutupi rambut dikepala.
3) Jangan menggunakan caver shoes untuk mencegah IDO Ganti gaun
bila tampak kotor dan terkontaminasi percikan cairan tubuh pasien.
4) Gunakan gaun dan drape yang kedap air.
e. Teknik aseptik dan bedah.
1) Lakukan teknik aseptik saat melakukan pemasangan CVP,kateter anestesi spinal /
epidural/ dan bila menyiapkan obat- obatan steril.
2) Siapkan peralatan dan larutan steril sasaat sebelum digunakan.
3) Perlakukan jaringan dengan lembut dan lakukan homeostasis yang
efektif,minimalkan jaringanyang mati atau ruang kosong (dead space) pada lokasi
operasi.
4) Bila diperlukan drainage gunakan drain penghisap tertutup,letakan drain pd lokasi
tubuh yang terpisahdari insisi tubuh,lepas drain sesegera mingkin bila sudah
tidahk dibutuhkan.
27
3. Paska Bedah;
1) Jika terjadi rembesan darah atau cairan pada daerah operasi segera laukakan
penggantian verban.
2) Lakukan mobilisasi sedini mungkin.
3) Pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga untuk mengkonsumsi makanan
bergizi.

4. Kebersihan tangan.
Pedoman kebersihan tangan telah memberikan anjuran tentang kapan dan
bagaimana melakukan kebersihan tangan atau menggosok tangan untuk
pembedahan, telah mengalami perubahan secara cepat pada masa 15 tahun
terakhir, dengan munculnya AIDS pada tahun 1980 an.
Kebersihan tangan dengan sabun biasa dan air sama efektifnya dengan
kebersihan tangan memakai sabun antimicrobial (Pereira, Lee dan Wade 1990).
Pittet dan kawan-kawan pada tahun 2000, melaporkan hasil penelitian
tentang kepatuhan tenaga kesehatan dalam kebersihan tangan, bahwa ada 4 alasan
mengapa kepatuhan menkebersihan tangan masih kurang, yaitu

1. Skin irritation
2. Inaccessible handwashing supplies
3. Being too bussy
4. No thinking abut it
Kegagalan untuk melakukan kebersihan dan kesehatan tangan yang tepat
dianggap sebagai sebab utama infeksi nosokomial yang menular dan penyebaran
mikroorganisme multiresisten serta diakui sebagai kontributor yang penting
terhadap timbulnya wabah (Boyce dan Pittet, 2002), hal ini disebabkan karena
pada lapisan kulit terdapat flora tetap dan sementara yang jumlahnya sangat
banyak.

28
Flora tetap hidup pada lapisan kulit yang lebih dalam dan juga akar
rambut, tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, walaupun dengan dicuci dan digosok
keras. Flora tetap, berkemungkinan kecil menyebabkan infeksi nosokomial,
namun lapisan dalam tangan dan kuku jari tangan sebagian besar petugas dapat
berkolonisasi dengan organisme yang dapat menyebabkan infeksi seperti :
s.Auresus, Basili Gram Negative, dan ragi. Sedangkan flora sementara, ditularkan
melalui kontak dengan pasien, petugas kesehatan lainya, atau permukaan yang
terkontaminasi. Organisme ini hidup pula pada permukaan atas kulit dan sebagian
besar dapat dihilangkan dengan mencucinta memakai sabun biasa dan air.
Organisme inilah yang sering menyebabkan infeksi nosokomial (JHPIEGO,
2004).
 Kebersihan tangan adalah Proses membuang kotoran dan debris
secara mekanis dari kulit kedua belah tangan dan mereduksi jumlah
mikroorganisme transient dengan menggunakan bahan tertentu.
 Flora transien dan flora residen pada kulit .
Flora transien pada tangan diperoleh melalui kontak dengan pasien
,petugas lain,atau permukaan lingkungan (meja,tensi,stetoskop atau
toilet),organisme ini tinggal dilapisan luar kulit dan terangkat saat
kebersihan tangan.Flora residen tinggal dilapisan kulit yang lebih dalam
serta didalam folikel rambut dan tidak hilang seluruhnya saat dilakukan
pencucian dan pembilasan keras dengan sabun dan air
mengalirUntungnya pada sebagian kasus ,flora residen kemungkinan
kecil terkait dengan penyakit infeksi menular melalui udara seperti flu
burung .Tangan atau kuku petugas kesehatan dapat terkolonisasi pada
lapisan dalam oleh organisme yang menyebabkan infeksi seperti S
.Aureus,batang gram negatif.

29
Sabun
Produk pembersih yang bergua untuk menurunkan tegangan permukaan sehingga
membantu melepaskan kotoran,debris dan mikroorganisme yang meempel sementara di
tangan.sabun biasa memerlukan gosokan untuk melepaskan mikroorganisme secara
mekanik,sementara sabun anti septik disamping membersihkan juga dapat membunuh
kuman
Agen antiseptik
Bahan kimia yang digunakan untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme baik
yang transien atau residen.
Emolient
Cairan organik seperti gliserol,propilen glikol atau sorbitol yang ditambahkan pada
handrub berguna sebagai melunakkan kulit dan membantu mencegah kerusakan kulit.
Air mengalir
Air yang secara alami atau kimia yang digunakan untuk kebersihan tangan merupakan air
bersih bebas mikroorganisme ,memiliki turbiditas rendah (jernih ,tidak berbau )
Tujuan.
1. Membersihkan kedua tangan dari kotoran ,
2. Mereduksi jumlah microorganisme transient
Jenis kebersihan tangan ada 4 macam;
1. Kebersihan tangan surgical.
2. Kebersihan tangan Aseptik
3. Kebersihan tangan sosial
4. Kebersihan tangan handrub
5 moment kebersihan tangan :
1. Sebelum menyentuh pasien.
2. Sebelum melakukan tindakan aseptik.
3. Setelah tersentuh cairan tubuh pasien.
4. Setelah menyentuh pasien.
5. Setelah menyentuh lingkungan disekitar pasien

30
Menggunakan 6 langkah kebersihan tangan
1. Petugas menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya.sebanyak 4x
2. Petugas menggosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari sebanyak 4x.
3. Jari –jari sisi dalam dari kedua tangan petugas saling mengunci sebanyak 4x
4. Petugas menggosok ibu jari berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya sebanyak 4x
5. Petugas menggosok dengan memutar ujung jari – jari di telapak tangan kiri dan sebaliknya
sebanyak 4x
6. Petugas menggosok dengan memutar ujung jari – jari di telapak tangan kiri dan sebaliknya
sebanyak
Hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan tangan:
1. Kuku harus seujung jari tangan.
2. Cat kuku tidak diperkenankan
3. Bila tangan luka atau tidak intak ,harus diobati dan dibalut dengan balutan yang kedap
air.
4. Jam tangan dan cicncin tidak diperkenankan dipakai

5. ALAT PELINDUNG DIRI


Protective barrier umumnya diacu sebagai Alat Pelindung Diri (APD), telah
digunakan bertahun-tahun lamanya untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang
terdapat pada staf yang bekerja pada suatu unit perawatan kesehatan. Akhir-akhir ini, adanya
AIDS dan HCV dan resurgence tuberkulosis di banyak negara, memicu penggunaan APD
menjadi sangat penting untuk melindungi staf .
Termasuk Alat pelindung Diri a.l: sarung tangan, masker/respirator, pelindung mata
(perisai muka, kacamata), kap, gaun, apron dan barang lainnya. Di banyak negara kap,
masker, gaun dan tirai terbuat dari kain atau kertas. Penahan yang sangat efektif,
bagaimanapun, terbuat dari kain yang diolah atau bahan sintetik yang menahan air atau
cairan lain (darah atau cairan tubuh) menembusnya. Bahan-bahan tahan cairan ini,
bagaimanapun, tidak tersedia secara luas karena mahal. Di banyak negara, kain katun yang
enteng (dengan hitungan benang 140/in²) adalah

31
bahan yang sering dipakai untuk pakaian bedah (masker, kap dan gaun) dan tirai.
Sayangnya, katun enteng itu tidak memberikan tahanan efektif, karena cairan dapat
menembusnya dengan mudah, yang membuat kontaminasi. Kain dril, kanvas dan kain dril
yang berat, sebaliknya, terlalu rapat untuk ditembus uap (yaitu, sulit disterilkan), sangat
sukar dicuci dan makan waktu untuk dikeringkan. Bila bahan kain, warnanya harus putih
atau terang agar kotoran dan kontaminasi dapat terlihat.
Macam APD :
1. Masker
Jenis masker:
a. Masker bedah
1) Masker yang digunakan saat pembedahan di kamar operasi, poli gigi, poli bedah,
VK

2) Di ganti bila basah atau selesai pembedahan

3) Masker harus bisa menutupi hidung, muka bagian bawah, rahang dan semua rambut
muka

4) Digunakan untuk menahan tetesan keringat yang keluar sewaktu bekerja ,bicara,
batuk atau bersin dan juga untuk mencegah cipratan darah atau cairan tubuh yang
terkontaminasi masuk ke dalam hidung atau mulut.
b. Masker khusus
1) Digunakan pada saat penanganan pasien, air bone disease, pasien yang
mendapatkan imunosupresan atau petugas atau pasien yang sakit batuk.
2) Digunakan untuk pencegahan penyakit H5N1,TBC di ruang isolasi.
3) Karena saat ini rumah sakit belum memiliki masker N95 maka untuk penggunakan
diruang isolasi TBC menggunakan masker bedah rangkap 2.
c. Masker biasa.
1) Digunakan dalam kegiatan sehari- hari kegiatan yang menimbulkan bau (saat
pengelolaan sampah,kamar mandi,ipal dll)

2) Digunakan saat menderita batuk pilek

3) Dugunakan saat timdakan perawatan yang menimbulkan bau (personal higiene,


Membantu Bab, Bak, perawatan luka)

32
2. Sarung tangan
Tujuan memakai sarung tangan adalah untuk melindungi tangan dari kontak dengan darah,
cairan tubuh, secret, eksekreta, mukosa, kulit yang utuh dan benda-benda yang
terkontaminasi. Jenis sarung tangan :

a. Sarung tangan steril:


1) Digunakan di IBS, poli gigi atau poli bedah
2) Digunakan saat pembedahan atau prosedur invasif
3) Penggunaanya sekali pakai.
b. Sarung tangan tidak steril
1) Digunakan di rawat inap, IPSRS, kebersihan
2) Digunakan saat akan bersentuhan dangan cairan atau mukosa tubuh atau bahan
berbahaya
c. Sarung tangan rumah tangga
1) Digunakan di linen, gizi, IPAL
2) Digunakan untuk menyentuh bahan bahan yang memerlukan perlakuan khusus
(piring yg licin, mencuci linen yang tebal, dll)
3 saat petugas menggunakan sarung tangan :
1) Sebagai barieer protekif dan mencegah kontaminasi yang berat (saat akan menyentuh
cairan tubuh,sekresi,ekskresi,mukosa membran dan kulit yang tidak utuh.
2) Untuk menghindari transmisi mikroba ditangan petugas ke pada pasien (saat akan
melakukan tindakan aseptik atau menangani benda – benda yang terkontaminasi .
3) Untuk mencegah tangan petugas terkontaminasi mikroba dari pasien lain(saat
penggunaan sarung tangan yang benar,krn sarung tangan belum tentu tidak berlubang
walaupun kecil)
Hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan sarung tangan;
- Kebersihan tangan sebelum dan sesudah melepas sarung tangan.
- Gunakan sarung tangan berbeda untuk setiap pasien
- Hindari jamahan pada benda-benda lain.
- Teknik menggunakan dan melepas sarung tangan harus dipahami.

33
3. Pelindung wajah
 Tujuan : melindungi selaput lendir ,hidung,mulut,dan mata .
 Jenis alat :
- Masker.
- Kaca mata.
- Face sheild.
4. Topi
5. Apron/celemek
a) Apron steril digunakan untuk prosedur pembedahan atau yang beresiko terjadi cipratan
atau kontak dengan cairan tubuh pasien.
b) Digunakan untuk melindungi dari cairan atau bahan kimia di ruang linen , dapur,
IPAL, Laboratorium, VK.
c) Saat menangani pencucian peralatan bekas digunakan pasien (instrumen, urinal,
pispot, bemgkok dll)
6. Pelindung kaki
1) Melindungi kaki petugas dari tumpahan /percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan
mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhann alkes.
2) Digunakan dalam operasi dan menolong persalinan.
3) Terbuat dari plastik yang menutupi seluruh ujung dan telapak kaki digunakan untuk
melindungi kaki dari:
4) Cairan atau bahan kimia yang berbahaya
5) Bahan atau peralatan yang tajam

7. Gaun pelindung
1) Melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan tubuh
lainnya yang dapat mencemari baju.
2) Jenis Gaun :
a) Gaun pelindung tidak kedap air.
b) Gaun pelindung kedap air.
c) Gaun steril.
d) Gaun non steril.

34
3) Indikasi penggunaan gaun :
Tindakan atau penanganan alat yang memungkinkan pencemaran/ kontaminasi pada
pakaian petugas seperti ;
a) Seperti membersihkan luka bakar.
b) Tindakan drainage.
c) Menuangkan cairan terkontaminasi ke dalam lubang pembuangan WC atau Toilet.
d) Menangani pasien perdarahan masif.
e) Tindakan bedah.
f) Perawatan gigi.
g) Gaun segera diganti jika terkontaminasi cairan tubuh pasien.

7. Topi (pelindung kepala)


a) Digunakan untuk melindungi rambut dan kepala dari cairan tubuh atau bahan
berbahaya.
b) Mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas
terhadap alat-alat di daerah steril dan juga sebaliknya melindingi kepala petugas dari
bahan – bahan berbahaya dari pasien.
c) Digunakan saat melakukan tindakan yang memerlukan area steril yang luas (operasi,
pemasangan kateter vena sentral.)
8. Helm
a) Terbuat dari plastik
b) Digunakan untuk melindungi kepala dan digunakan pekerjaan yang berhubungan
dengan bangunan.

35
Kegiatan lainya tentang kapan kebersihan tangan dan penggunaan alat
pelindung dilakukan ?
No. Kegiatan Cuci Sarung Jubah/ Masker/
tangan tangan Celemek Google
Steril biasa
Perawatan umum
1. Tanpa luka
 Memandikan / bedding √
 Reposisi √
2. Luka terbuka
 Memandikan / bedding √ √ K/P K/P
 Reposisi √ √ K/P
3. Perawatan perianal √ √ √
4. Perawatan mulut √ √ K/P K/P
5. Pemeriksaan fisik √ K /P
6. Penggantian balutan
 Luka operasi √ √ K/P K/P
 Luka decubitus √ √ K/P K/P
 Central line √ √ K/P K/P
 Arteri line √ √ K/P K/P
 Cateter intravena √ √ K/P K/P

36
Tindakan Khusus.
7. Pasang cateter urine √ √ K/P K/P
8. Ganti bag urine / ostomil √ √ K/P K/P
9. Pembilasan lambung √ √ K/P K/P
10. Pasang NGT √ √ √ K/P
11. Mengukur suhu axilia √
12. Mengukur suhu rectal √ √
14. Memandikan jenazah √ √ K/P K/P
Perawatan saluran nafa
15. Tubbing ventilator √ √ K/P
16. Suction √ √ K/P √ K/P
17. Mengganti plaster ETT √ √ K/P √ K/P
18. Perawatan TT √ K/P √√
19. Pemeriksaan Fisik dengan √
stethoscope
20. Resusitasi √ √ √ √√
21. Airway management √ √ √
Perawatan Vasculer
22. Pemasangan infuse √ Lebih √ K/P K/P
baik
23. Pengambilan darah vena √ Lebih √ K/P K/P
baik
24. Punksi arteri √ Lebih √ K/P K/P
baik
25. Penyuntikan IM / IV / SC √ √
26. Penggantian botol infuse √
27. Pelesapan dan penggantian √ √

37
selang infuse
28. Percikan darah / cairan tubuh √ √ √
29. Membuang sampah medis √ √ √

9. Sterilisasi
Adalah membunuh semua mikroorganisme, termasuk endospora bakterial Adalah
Penguapan bertekanan tinggi yang menggunakan suatu otoklaf atau dry heat dengan
menggunakan oven adalah metode yang paling tersedia saat ini yang digunakan untuk
proses sterilisasi.
a. Sterilisasi uap tekanan tinggi
adalah metode sterilisasi yang paling murah dan efektif, tetapi juga paling sulit untuk
dilakukan secara benar (Gruendemann dan Mangum 2001). Pada umumnya
sterilisasi ini adalah metode pilihan untuk mensterilisasi instrumen dan alat-alat lain
yang digunakan pada berbagai fasilitas pelayanan kesehatan. Bila aliran listrik
bermasalah, instrumen-instrumen dapat disterilisasi dengan sebuah sterilisator uap
nonelektrik dengan menggunakan minyak tanah atau bahan bakar lainnya sebagai
sumber panas.
Kondisi Standar Sterilisasi Panas
Sterilisasi uap (Gravitas): Suhu harus berada pada 121ºC; tekanan harus berada pada
106 kPa; 20 menit untuk alat tidak terbungkus 30 menit untuk alat terbungkus. Atau
pada suhu yang lebih tinggi pada 132ºC, tekanan harus berada pada 30 lbs/in²; 15
menit untuk alat terbungkus.
Catatan: Setting tekanan (Kpa atau lbs/in²) dapat agak berbeda bergantung pada
sterilisator yang digunakan. Bila mungkin, ikuti anjuran pabrik.
b. Panas kering
- 170ºC selama 1 jam (total cycle time-meletakkan instrumen-instrumen di oven,
pemanasan hingga 170ºC, selama 1 jam dan kemudian proses pendinginan 2-2,5
jam), atau
- 160ºC selama 2 jam (total cycle time dari 3-3.5 jam).

Ingat: Waktu paparan mulai hanya setelah sterilisator telah mencapai target.

Jangan memuat sterilisator untuk alat tidak terbungkus dengan metode ini lebih
pendek, hanya butuh waktu 4 menit. Metode kilat ini biasanya digunakan untuk alat-
alat individual.

38
Kegiatan di unit CSSD :
1. Unit CSSD berada diinstalasi kamar operasi
2. Jam penerimaan bahan yang akan disteril lagi dari ruangan
a. Pagi pukul 07.00-08.00 WIB
b. Siang pukul 14.00 -15.00 WIB
Ruangan CSSD terdiri dari 4 area, seperti yang terlihat pada. Area ini adalah:
a. Area penerimaan/pembersihan ―hal-hal kotor‖, di area ini, peralatan kotor diterima,
dibongkar dicuci, dibilas dan dikeringkan. Area penerimaan/pembersihan ―hal-hal
kotor‖ harus memiliki:
1) sebuah konter penerimaan;
2) dua sinks bila mungkin (satu untuk membersihkan dan satu untuk membilas) dengan
suplai air bersih; dan
3) sebuah konter peralatan yang bersih untuk pengeringan
4) Area kerja ―bersih‖. Di area kerja bersih, peralatan bersih:
5) diperiksa barangkali ada catat atau kerusakan;
6) dipak (bila terindikasi), baik disterilisasi maupun DTT; dan
7) dikirim untuk disimpan seperti dalam bentuk dipak atau diangin-anginkan untuk
dikeringkan dan dimasukkan dalam wadah steril atau DTT.
b. Area kerja bersih harus mempunyai:
1) meja besar;
2) rak-rak penyimpanan peralatan bersih dan yang sudah dipak
3) sterilisator uap tekanan tinggi, oven panas tinggi, steamer, atau boiler.
c. Area penyimpanan peralatan bersih
Simpanlah peralatan bersih di area ini. Staf CSSD juga harus memasuki CSSD melalui
area ini. Lengkapi peralatan area ini dengan : rak rak ( lebih baik tertutup) untuk
menyimpan peralatan bersih, dan ruangan tersendiri.

d. Area penyimpanan steril atau DTT.


Simpanlah pak-pak yang sudah disterilisasi dan wadah tertutup yang steril atau DTT di
area ini, pisahkan dari daerah suplai steril pusat.
1) Batasi akses ke area penyimpanan ini dan/atau simpanlah peralatan di kabinet atau
rak-rak yang tertutup. (Rak-rak atau kabinet yang tertutup lebih baik karena hal ini
melindungi pak-pak dan wadah-wadah dari debu dan debris. Rak-rak terbuka dapat
diterima apabila area ini punya akses terbatas dan urusan rumah tangga dan
ventilasi terkontrol.)

39
2) Menjaga area penyimpanan tetap bersih, kering, bebas debu dan bebas kain tiras
(lint-free) sesuai dengan jadwal urusan rumah tangga reguler.
3) Pak-pak dan wadah-wadah dengan peralatan steril atau DTT harus disimpan dengan
jarak 20 hingga 25 cm dari lantai, 45-50 cm dari langit- langit, dan 15-20 cm dari
dinding luar.
4) Jangan mempergunakan kardus untuk tempat penyimpanan. (Kardus melepaskan
debu dan debris serta dapat menjadi sarang serangga.)
5) Buatlah tanggal dan rotasi suplai. Proses ini berfungsi sebagai peringatan bahwa
paket itu rentan atas proses kontaminasi dan menghemat ruang penyimpanan,

Sistem Shelf Life:


a. Shelf life dari peralatan steril yang dipak terkait dengan peristiwa dan bukan terkait
dengan waktu. Sebuah peristiwa dapat membahayakan integritas dan efektivtas 
b. Peristiwa yang dapat membahayakan atau menghancurkan sterilitas pak mencakup
berbagai penanganan, berkurangnya integritas pak, penetrasi kelembaban, dan
kontaminasi udara.
c. Sterilitas hilang ketika pak telah terkoyak di pembungkusnya, telah basah, terjatuh
di lantai, berdebu atau tidak tersegel.
d. Shelf life sebuah pak steril akan bergantung pada kualitas pengepakan, kondisi
selama penyimpanan dan pengangkutan, dan jumlah penanganan sebelum
digunakan.
e. Menyegel pak-pak steril di kantong-kantong plastik dapat mencegah kerusakan dan
kontaminasi.
f. Sebagian besar peristiwa yang berkontaminasi terkait dengan penanganan pak
secara berlebihan atau kurang tepat. Idealnya sebuah peralatan harus ditangani tiga
kali: (1) ketika mengeluarkan dari sterilizer cart dan menempatkan di rak
penyimpanan, (2) ketika mengangkutnya ke tempat peralatan itu akan digunakan,
dan (3) ketika memilihnya dibuka untuk digunakan.

40
Lima faktor yang kemungkinan besar menghancurkan sterilitas atau membahayakan
efisiensi barier bakterial atas materi yang sedang dipak adalah:
1. Bakteri di udara
2. Debu
3. Kelembaban
4. Berlubang, pecah atau terkoyak segelnya
Sebelum menggunakan peralatan yang telah disimpan, periksalah pak tersebut untuk
memastikannya tidak terkontaminasi.
5. Penanganan dan pengangkutan hasil sterilisasi
a. Pisahkan instrumen dan peralatan lain yang bersih, steril, dan DTT dari peralatan kotor
dan peralatan yang harus dibuang. Jangan memindahkan atau menyimpan peralatan ini
bersama-sama.
b. Memindahkan instrumen dan peralatan lain yang steril dan DTT ke prosedur atau
ruang operasi dengan kereta tertutup atau wadah dengan penutup untuk mencegah
kontaminasi.
c. Pindahkan suplai dari seluruh karton dan kotak pengiriman sebelum membawa suplai
ini ke dalam ruang prosedur, ruang operasi, atau area kerja CSSD yang bersih.
(Shipping boxes mengeluarkan debu dan menjadi tempat bersarang serangga yang
dapat mengontaminasi area ini.)
d. Mengangkut suplai dan instrumen kotor ke area penerimaan/pembersihan di CSSD
dengan tong sampah tertutup dan antibocor.
e. Mengangkut sampah yang terkontaminasi ke tempat pembuangan dengan tong sampah
tertutup dan antibocor.
f. CSSD menggunakan buku ekspedisi serah terima barang sterilisasi
g. Monitoring mutu hasil sterilisasi dilakukan dengan 3 indikator ( mekanik, kimia,
biologi )
h. Sebelum dilakukan sterilisasi, dilakukan bowiedick tes pada alat sterilisasi
i. Kalibrasi eksternal autoclave dilakukan 1 tahun sekali
j. Perawatan autoclave dilakukan setiap bulan

41
Dekontaminasi
Merupakan langkah pertama dalam menangani alat bedah dan sarung tangan yang
telah tercemar. Hal penting sebelum membersihkan adalah mendekontaminasi alat dan benda
lain yang mungkin terkena darah atau duh tubuh. Segera setelah digunakan, alat harus
direndam di larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Langkah ini dapat menginaktivasi HBV,
HCV, dan HIV serta dapat mengamankan petugas yang membersihkan alat tersebut
(AORN 1990; ASHCSP 1986).
Sudah lebih dari 20 tahun, dekontaminasi terbukti dapat mengurangi derajat
kontaminasi oleh kuman pada instrumen bedah. Misalnya, studi yang dilakukan oleh Nyström
(1981) menemukan kurang dari 10 mikroorganisme pada 75% dari alat yang tadinya tercemar
dan dari 100 mikroorganisme pada 98% alat yang telah dibersihkan dan didekontaminasi.
Berdasarkan penemuan ini, sangat dianjurkan agar alat dan benda-benda lain yang
dibersihkan dengan tangan, didekontaminasi terlebih dulu untuk meminimalkan risiko infeksi.

Proses desinfeksi barang use yang di reuse

Proses desinfeksi alat medis dapat dikategorikan menjadi :

Tingkat Penerapan Proses Penyimpanan Contoh alat


resiko
Kritis Alat yg masuk, Sterilisasi Sterilisasi harus dijaga Alat yang
penetrasi dalam steam, sterad : digunakan untuk
jaringan steril, atau DDT - bungkusan alat harus tindakan invasif.
rongga,aliran kering.
darah - kemasan tidak robek
-Bungkusan harus
dibuat dengan
menghambat
bioefektif selama
penyimpanan.
- simpan alat steril
pada area steril
guna melindungi
dari kontaminasi
lingkungan.

42
- Alat steril yang tidak
dibungkus harus segera
dipakai
Semi Alat yang Sterilsasi Simpan pada daerah Alat yang
kritis kontak steam/termal bersih dan kering guna berhubungan
dengan dan dengan melindungi dari dengan
selaput lendir cairan kontaminasi respiratori :
desinfektan lingkungan -LM
tingkat tinggi laringeal
mask.
-Vaginal
speculum.
-endotrakeal non
kinkin.
-probe invasif
ultrasonic (trans
vaginal probe).
-Fleksible
*colonoscope
-Breast
pump
Non Alat yang Bersihkan Simpan dalam -alatnon invasif
kritis kontak alat dengan keadaan bersih equipment:
dengan kulit menggunak ditempat yang kering * Bedpan dan
an detergent urinal.
dan air .jika * Manset tekanan
menggunak darah.
an * bed
desinfektan * Termometer.
gunakan * Tourniket
yang * Tensi meter
compatibel

43
Desinfeksi lingkungan rumah sakit
Permukaan lingkungan : lantai, dinding dan permukaan meja, trolly didesinfeksi dengan
detergen netral

Lingkungan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya dibersihkan dengan desinfeksi
tingkat menengah
7. Kewaspadaan standar dan berdasarkan transmisi
Pedoman-pedoman baru yang dikeluarkan oleh CDC pada tahun 1996 meliputi hal-hal
sebagai berikut.namun yang terbaru menyatukan universal precaution dab body substance
isolasi (BSI) menjadi kewaspadaan isolasi dengan komponen sbb :
- Pencegahan /kewaspadaan standar, diterapkan pada semua klien dan pasien yang
mengunjungi fasilitas layanan kesehatan, meliputi :
- Kebersihan tangan.
- Penggunaan APD (alat pelindung diri )
- Peralatan perawatan pasien.
- Pengendalian lingkungan.
- Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen.
- Kesehatan karyawanan /perlindungan petugas kesehatan.
- Penempatan pasien.
- Higiene respirasi/etika batuk.
- Praktek menyuntik yang aman.
- Praktek untuk lumbal punksi.

KOMPONEN UTAMA DAN PENGGUNAANNYA


Penggunaan pelindung (barier) fisik, mekanik, atau kimiawi di antara mikroorganisme dan
individu, misalnya ketika pemeriksaan kehamilan, pasien rawat inap atau petugas layanan
kesehatan, merupakan alat yang sangat efektif untuk mencegah penularan infeksi (barier
membantu memutuskan rantai penyebaran penyakit). Contohnya, tindakan berikut
memberikan perlindungan bagi pencegahan infeksi pada klien, pasien dan petugas layanan
kesehatan serta menyediakan sarana bagi pelaksanaan Pencegahan Baku yang baru:

44
 Setiap orang (pasien atau petugas layanan kesehatan) sangat berpotensi menularkan
infeksi.

 Kebersihan tangan—prosedur yang paling penting dalam pencegahan kontaminasi


silang (orang ke orang atau benda terkontaminasi ke orang).

 Pakai Sarung Tangan (kedua tangan) sebelum menyentuh kulit yang terluka, selaput
lendir (mukosa), darah atau duh tubuh lainnya atau instrumen yang kotor dan sampah
yang terkontaminasi, atau sebelum melakukan prosedur invasif.
8. Management Resiko PPI
Pengelolaan rumah sakit yang begitu komplek permasalahan ,memerlukan perhatian
dan tindakan yang baik.Terutama pencegahan dan pegendalian infeksi yang
merupakan acuan mutu rumah sakit,sehingga memerlukan tindakan yang baik.
Oleh sebab itu kita harus tahu dulu :
1. Resiko adalah :
 Peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai dampak pada pencapaian
tujuan (AS/NZS 4360:2004)
 Efek ketidak pastian tujuan (ISO 3100:2009)
2. Management Resiko adalah :
 Budaya, proses dan struktur yang diarahkan untuk mewujudkan peluang –
peluang sambil mengelola efek yang tidak diharapkan. (AS/NZS 4360:2004)
Kegiatan terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi
berkaitan dengan resiko (ISO 3100:2009)
3. Identifikasi Resiko
Adalah proses mengenal ,menemukan dan mendiskripsikan resiko. Hal pertama
yang dilakukan untuk mengelola resiko adalah mengidentifikasi , identifikasi ini
juga dibagi 2 secara Proaktif dan Reaktif.
a. Identifikasi secara proaktif
adalah kegiatan identifikasi yang dikakukan proaktif mencari resiko yang
menghalangi rumah sakit mencapai tujuan. Jika faktor resikonya belum muncul
dan bermanifestasi metoda yang dapat dilakukan dengan Cara, audit,
brainstorming, pendapat ahli, FMEA, analisa swot.

45
b. Identifikasi secara Reaktif
Identifikasi secara Reaktif adalah kegiatan identifikasi setelah resiko muncul
dan bermanifestasi dalam bentuk insiden dan gangguan. Metoda yang
digunakan adalah pelaporan insiden.tentu saja kita akan melaksanakan prinsip
identifiksi proaktif karena belum menimbulkan kerugian
4. Analisa Resiko .
Adalah proses untuk memahami sifat resiko dan menentukan peringkat resiko,
analisa dilakukan dengan cara menilai :
1. Seberapa sering peluang resiko muncul,
2. Berat ringannya dampak yang ditimbulkan

Descripsi 1 2 3 4
Jarang Intermediate Sering Selalu
terjadi
Frekuensi
Probability
Dampak
occurence

Setelah skor peluang dan dampak/konsekuensi dikalikan tujuannya mendapatkan


peringkat sehingga dapat menentukan skala prioritas penangannnya
Peringkat Resiko .
1. Ekstrim ( 15-25)
2. Tinggi (8-12)
3. Sedang (4-6)
5. Resiko rendah (1-3) Evaluasi Resiko.
Adalah proses membandingkan antara hasil analisa resiko dengan kriteria resiko untuk
menentukan apakah resiko dan /besarnya dapat diterima atau ditolelir.Sedangkan kriteria
resiko adalah kerangka acuan untuk mendasari pentingnyaresiko dievaluasi. Dengan
evaluasi resiko ini setiap resiko dilelola oleh orang yang bertanggung jawab sesuai denga
resiko,dengan demikian tidak ada resiko yang terlewat.

46
Penanganan Resiko
Adalah proses memodifikasi Resiko :
1. Menghindari resikodengan memutuskan untuk tidak memulai atau melanjutkan
aktivitas yang menimbulkan resiko.

2. Mengambil atau meningkatkan resiko untuk mendapatkan peluang(lebih baik,baik)

3. Mengubah kemungkinan.

4. Menghilangkan sumber infeksi.

5. Mengubah konsekuensi.

6. Berbagi resiko dengan pihak lain.

7. Mempertahankan resiko dengan informasi pilihan

Ruang Isolasi (kohorting)


A. Penerapan Isolasi Precaution di Rumah Sakit
Isolation precaution merupakan bagian integral dari program pengendalian infeksi
nosokomial
Tujuan
Isolation Precaution bertujuan untuk mencegah transmisi mikroorganisme pathogen dari
satu pasien ke pasien lain dan dari pasien ke petugas kesehatan atau sebaliknya. Karena
agen dan host lebih sulit dikontrol maka pemutusan mata rantai infeksi dengan cara
Isolation Precaution sangat diperlukan.
Airborne Precaution
a. Penempatan pasien
Tempatkan pasien di kamar tersendiri yang mempunyai persyaratan sebagai berikut:
 Tekanan udara kamar negative dibandingkan dengan area skitarnya.
 Pertukaran udara 6 – 12 kali/jam.
 Pengeluaran udara keluar yang tepat mempunyai penyaringan udara yang efisien
sebelum udara dialirkan ke area lain di rumah sakit.
 Selalu tutup pintu dan pasien berada di dalam kamar
 Bila kamar tersendiri tidak ada, tempatkan pasien dalam satu kamar dengan pasien lain
dengan infeksi

47
 mikroorganisme yang sama atau ditempatkan secara kohort.
 Tidak boleh menempatkan pasien satu kamar dengan infeksi berbeda.

b. Respiratory Protection
 Gunakan perlindungan pernapasan (N 95 respirator) ketika memasuki rungan pasien
yang diketahui infeksi pulmonary tuberculosis

 Orang yang rentan tidak diberarkan memasuki ruang pasien yang diketahui atau
diduga mempunyai measles (rubeola) atau varicella, mereka harus memakai
respiratory protection (N 95) respirator.

 Orang yang immune terhadap measles (rubeola), atau varicella tidak perlu memakai
perlindungan pernafasan.
c. Patient Transport
 Batasi area gerak pasien dan transportasi pasien dari kamar, hanya tujuan yang penting
saja.

 Jika berpindah atau transportasi gunakan masker bedah pada pasien

Droplet Precaution
a. Penempatan Pasien
 Tempatkan pasien di kamar tersendiri
 Bila pasien tidak mungkin di kamar tersendiri, tempatkan pasien secara kohart
 Bila hal ini tidak memungkinkan, tempatkan pasien dengan jarak 3m dengan pasien
lainya
b. Masker
c. Pemindahan pasien

 Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar pasien, kecuali untuk tujuan
yang perlu
 Untuk meminimalkan penyebaran droplet selama transportasi, pasien dianjurkan pakai
masker

48
Contact Precaution
a. Penempatan pasien
 Tempatkan pasien di kamar tersendiri
 Bila tidak ada kamar tersendiri, tempatkan pasien secara kohart
b. Sarung tangan dan kebersihan tangan.
 Gunakan sarung tangan sesuai prosedur
 Ganti sarung tangan jika sudah kontak dengan peralatan yang
terkontaminasi dengan mikroorganisme
 Lepaskan sarung tangan sebelum meninggalkan ruangan
 Segera kebersihan tangan dengan antiseptic / antimicrobial atau
handscrub
 Setelah melepas sarung tangan dan kebersihan tangan yakinkan
bahwa tangan tidak menyentuh peralatan atau lingkungan yang
mungkin terkontaminasi, untuk mencegah berpindahnya
mikroorganisme ke pasien atau lingkungan lain.
c. Gaun
 Pakai gaun bersih / non steril bila memasuki ruang pasien bila
diantisipasi bahwa pakaian akan kontak dengan pasien,
permukaan lingkungan atau peratalan pasien di dalam kamar atau
jika pasien menderita inkontaneia, diare, fleostomy, colonostomy,
luka terbuka
 Lepas gaun setelah meninggalkan ruangan.
 Setelah melepas gaun pastikan pakaian tidak mungkin kontak
dengan permukaan lingkungan untuk menghindari berpindahnya
mikroorganisme ke pasien atau lingkungan lain
d. Transportasi pasien
 Batasi pemindahan pasien dan transportasi pasien dari kamar,
hanya untuk tujuan yang penting saja. Jika pasien harus pindah
atau keluar dari kamarnya, pastikan bahwa tindakan pencegahan
dipelihara untuk mencegah dan meminimalkan resiko transmisi
mikroorganisme ke pasien lain atau permukaan lingkungan dan
peralatan.

49
Peralatan Perawatan Pasien
 Jika memungkinkan gunakan peralatan non kritikal kepada pasien sendiri,
atau secara kohort
 Jika tidak memungkinkan pakai sendiri atau kohort, lakukan pembersihan
atau desinfeksi sebelum dipakai kepada pasien lain.
Recommendation Isolation Precaution
―administrative Controls”
1. Pendidikan
Mengembangkan system pendidikan tentang pencegahan kepada pasien, petugas,
dan pengunjung rumah sakit untuk meyakinkan mereka dan bertanggung jawab
dalam menjalankanya.
Adherence to Precaution (ketaatan terhadap tindakan pencegahan)
2. Secara periodic menilai ketaatan terhadap tindakan pencegahan dan adanya
perbaikan langsung.
Dengan mengelompokan satu jenis penyakit berdasarkan cara penularannya :
1. Setiap pasien yang menular harus dirawat di ruang isolasi tersendiri.
2. Saat ini Rumah Sakit Umum Aprillia belum memiliki ruang isolasi
tersendiri,kedepannya akan direncakan untuk pengadaan ruang isolasi
pasien menular yang sesuai ketentuan ,untuk merawat pasien ,RS Duta
Mulya menggunakan cara Pengelompokan (Kohorting ) pasien
menular TBC,diare berat,varicella perdarahan tak terkontrol,luka lebar
dengan cairan keluar.
3. Setiap pasien harus memakai masker bedah (surgical mask rangkap 2)
atau masker N 95(bila mungkin) pada saat petugas berada diruangan
tersebut. Ganti masker setiap 4-6 jam dan buang di tempat sampah
infeksius. Pasien tidak boleh membuang ludah atau dahak di lantai –
gunakan penampung dahak/ludah tertutup sekali pakai (disposable)
4. Setelah selesai melakukan tindakan jas tersebut harus dilepaskan
dengan hati-hati dan masukkan kedalam tempat tertutup dilengkapi
dengan laundry bag yang berlabel ISOLASI. Tempat tersebut
diletakkan di dekat pintu keluar ruang isolasi. Setelah itu petugas harus
kebersihan tangan di dalam ruang isolasi.
5. Setiap ruang isolasi harus dilengkapi dengan peralatan:
 Termometer
 Stetoskop
50
 Tensimeter
 Wadah/bed pan (jika tidak ada kamar mandi sendiri)
 Tempat pembuangan limbah infeksius:
o Jas
o Instrumen
o Sampah termasuk sisa makanan, alat makan
 Fasilitas kebersihan tangan di dalam ruang kohorting
 Barrier atau penghalang .
 APD yang sesuai.

10. Pengelolaan kebersihan lingkungan Rumah Sakit


Pengelolaan rumah tangga meliputi pembersihan umum rumah sakit dan
klinik, yang meliputi lantai, dinding, alat-alat, meja, dan permukaan lain.
Maksud pengelolaan rumah tangga adalah :
 mengurangi jumlah mikroorganisme yang dapat menulari pasien,
tamu, staf, dan masyarakat sekitar,
 mengurangi risiko kecelakaan, dan
 mengupayakan lingkungan yang bersih dan menyenangkan untuk
pasien dan staf
Umumnya ruangan-ruangan di rumah sakit dan klinik, seperti ruang tunggu
dan kantor administrasi, tergolong risiko rendah sehingga cukup dibersihkan
dengan sabun dan air. Sedangkan beberapa ruangan seperti toilet/WC,
pembuangan darah atau duh tubuh lain, tergolong risiko tinggi memerlukan
disinfektan seperti klorin 0.5% atau fenol 1% yang ditambahkan pada larutan
pembersih (SEARO 1988). Penggunaan disinfektan selain sabun dan air
dianjurkan pula di ruangan-ruangan seperti ruangan operasi, kamar pulih, dan
ruang perawatan intensif.
11. Peralatan yang single use yang di Re-use
Dengan berkembangnya teknologi dan tuntutan patient safety,maka peralatan
yang digunakan baik langsung maupun tidak langsung sangat mempengaruhi
keselamatan pasien.Hal ini terkait kontaminasi yang ditimbulkan jika
digunakan kembali , oleh sebab itu dilakukan aturan peralatan yang use dan
re-use sbb;

51
. Peralatan yang use (sekali pakai)
 Berupa benda tajam
 Yang bersentuhan langsung dengan cairan tubuh pasien
 Yang penggunaannya dilakukan secara septic.
 Dibagi menjadi peralatan kritikal,semi kritikal dan non kritikal

 Kategori Alat-alat medis :


Tingkat Penerapan Proses Penyimpanan Contoh alat
resiko
Kritis Alat yg Sterilisasi Sterilisasi harus -Alat yang
masuk,penetrasi steam,sterad dijaga : digunakan
dalam jaringan atau DDT -bungkusan alat untuk tindakan
steril,rongga,aliran harus kering. invasif.
darah -kemasan tidak -endoskopidan
robek assesoris yang
-Bungkusan dipakai dlm
harus dibuat tindakan
dengan invasif:
menghambat - alat ERCP
bioefektif -Laparoskopi
selama - Broncoskopi
penyimpanan. - instrument
.simpan alat bedah/operasi
steril pada area
steril guna
melindungi dari
kontaminasi
lingkungan.
-Alat steril yang
tidak dibungkus
harus segera
dipakai

52
Semi Alat yang kontak Sterilsasi Simpan pada Alat yang
kritis dengan selaput steam/termal daerah bersih berhubungan
lendir atau dengan dan kering guna dengan
cairan melindungi dari respiratori :
desinfektan kontaminasi -LM laringeal
chlorine 0,5 lingkungan mask.
% -Vaginal
speculum.
-endotrakeal
non kinkin.
-probe invasif
ultrasonic (trans
vaginal probe).
-Fleksible
endocopes:
*colonoscope
*sigmoideskope
- Breast pump
Non Alat yang kontak Bersihkan Simpan dalam -alatnon invasif
kritis dengan kulit alat dengan keadaan bersih equipment:
menggunakan ditempat yang * Bedpan dan
detergent dan kering urinal.
air .jika * Manset
menggunakan tekanan darah.
desinfektan * bed
gunakan yang * Termometer.
compatibel * Tourniket
* Tensi meter
* Pot obat
pasien.
* kontainer
darah

53
Batas penggunaan alat medis
Alat medis Frekuensi Dengan Proses kontrol
penggunaan melihat
ulang&proses
Laringeal 40x 1. Catat jumlah re-use pada kartu
mask steam pemeliharaan .
2. Setelah 40x alat langsung
dibuang.
3. Bila alat rusak sebelum waktunya
segera dibuang
Nasal 5x 4. Catat jumlah re-use pada kartu
spray steam pemeliharaan .
5. Setelah 40x alat langsung
dibuang.
6. Bila alat rusak sebelum waktunya
segera dibuang
Endotracea 40x 7. Catat jumlah re-use pada kartu
tube non steam pemeliharaan .
kinkin 8. Setelah 40x alat langsung
dibuang.
9. Bila alat rusak sebelum waktunya
segera dibuang
Respiratory 30x 10. Catat jumlah re-use pada kartu
valve steam pemeliharaan .
11. Setelah 30x alat langsung
dibuang.
12. Bila alat rusak sebelum waktunya
segera dibuang
Beast
pump
Hal yang perlu diperhatikan dalam sterilisasi
1. Alat instrumen yang dapat disterilisasi ulang adalah :
a. Fisik peralatan setelah proses sterilisasi ulang peralatan tidak berubah
keutuhan, fungsional, baik perubahan fisik, kimia biologis.
b. Proses pembersihannya mampu menjamin membersihkan semua jenis
54
kotoran biologis dari setiap pemakaian yang sebelumnya dan peralatan
bebas dari zat Pyrogenis, Tes Pyrogenisitas dari pabrik
c. Bahan yang digunakan tidak menimbulkan zat toksik akibat reaksi kimia
dengan pelarut atau zat pembersih

2. Produsen alat yang bersangkutan menerapkan siklus-siklus peralatan


bersertifikat yang merupakan cara-cara yang telah ditentukan dan diabsahkan
untuk pemastian kesterilan, uji-uji untuk keutuhan kemasan, pemeriksaan dan
pengendalian prosedur dengan pencatatan pemakaian alat tersebut.

3. Semua permohonan untuk memakai kembali peralatan disposible/Re-use atau


sekali pakai saja harus tercatat, diketahui dan disetujui oleh PPI (IPCN) RSPB
untuk memungkinkan pengembangan protokol langkah demi langkah untuk
proses ulang
4. Tidak ada peraturan dan undang-undangf untuk indonesia dan prosedur untuk
menangani alat-alat yang sudak kadaluarsa, hal ini akan dikonsultasikan ke
HICMR sesuai dengan kondisi

12. Pengelolaan linen


Memroses linen terdiri dari semua langkah yang diperlukan untuk
mengumpulkan, membawa, dan memilih (menyortir) linen kotor dan membinatu
(mencuci, mengeringkan, melipat, atau membungkus), kemudian menyimpan
dan mendistribusikannya. Memroses linen secara aman dari berbagai sumber
adalah suatu proses yang rumit. Prinsip-prinsip dan langkah-langkah utamanya
tercantum dalam Staf yang ditugasi untuk mengumpulkan, membawa dan
memilih linen kotor harus sangat berhati-hati. Mereka harus memakai pakaian
tebal atau sarung tangan rumah tangga untuk mengurangi risiko perlukaan oleh
jarum atau benda tajam, termasuk pecahan gelas . Staf yang bertanggung jawab
terhadap pencucian barang kotor harus memakai sarung tangan utiliti, alat
pelindung mata, dan apron plastik atau karet.
13. Pengelolaan Lingkungan dan bangunan
Upaya pengendalian lingkungan adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk
dapat mengendalikan berbagai faktor lingkungan (Fisik, biologi, dan sosial
psikologi ) di RS dengan cara :

55
 Meminimalkan atau mencegah terjadinya transmisi mikroorganisme dari
lingkungan kepada pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat di sekitar sarana
kesehatan sehingga infeksi nosokomial dapat di cegah dengan
mempertimbangkan cost efektif
 Menciptakan lingkungan bersih aman dan nyaman
 Mencegah terjadinya kecelakaan kerja

Ruang lingkup pengelolaan lingkungan :


1. Konstruksi Bangunan
2. Udara
3. Air
4. Pembersihan Lingkungan Rumah Sakit
5. Pembersihan Lingkungan Di R.Gizi
6. Pembersihan Di Ruang Laundry
1. Konstruksi bangunan
Tipe kegiatan renovasi ada 4 type :
a.Tipe A pemeriksaan dan kegiatan pemeliharaan umum.
Termasuk namun tidak terbatas pada: penghapusan ubin langit-langit untuk
inspeksi visual (terbatas pada 1genteng per 5 m2), lukisan (tetapi tidak
pengamplasan); mencakup instalasi dinding; kerja trim listrik; pipa kecil; setiap
kegiatan yang tidak menghasilkan debu atau memerlukan pemotongan dinding
atau akses ke langit-langit selain untuk inspeksi visual.
b.Tipe b skala kecil dan jangka pendek,yang menghasilkan debu sedikit.
Termasuk, tetapi tidak terbatas pada, instalasi pemasangan kabel telepon dan
komputer, akses ke ruang chase,memotong dinding atau langit-langit di mana
migrasi debu dapat dikendalikan.
c.Tipe c kerja apapun yang menghasilkan debu sedang atau tingkat
tinggi.Termasuk, tetapi tidak terbatas pada, pembongkaran atau
penghapusan komponen bangunan built-in atau rakitan, pengamplasan dinding
untuk lukisan atau mencakup dinding, meliputi penghapusan lantai /
wallpaper, ubin dan casework langit-langit, konstruksi dindingbaru, ductwork
kecil atau pekerjaan listrik di atas langit- langit, kegiatan pemasangan kabel
utama.

56
d.Tipe d penghancuran besar dan proyek konstruksi
Termasuk, tetapi tidak terbatas pada, penghancuran berat, penghapusan sistem
plafon yang lengkap, dan konstruksi baru.

2. Tujuan.
Menurunkan terjadinya kontaminasi infeksi yang diakibatkan pembangunan dan
renovasi bangunan.
a. Identifikasi kelompok resiko renovasi bangunan.

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4


Rendah Sedang Sedang Tinggi Tinggi
 Area  Perawatan  UGD
kantor pasien dan  Radiology  Area klinis
tidak tercakup

 Tanpa dalam Grup 3  Recovery  Kamar


pasien/ atau 4 Rooms Operasi
area  Laundry  Ruang  Kamar
resiko  Kantin Maternitas / prosedur
rendah  Manajemen VK invasif pasien
yang tidak Material  Kamar bayi rawat jalan
terdaftar  Penerimaan/Pe  Lab  Area
dimanapu mulangan Microbiolog Anastessi &
n  Laboratorium i pompa
tidak spesifik  Farmasi jantung
seperti Grup  Semua
3Koridor Intensive Care
Umum (yang Unit (kecuali
dilewati pasien, yang tertulis
suplai, dan di Grup 4)
linen)

57
b. Pedoman kontrol infeksi.
Kelas I - Jalankan pekerjaan dengan metode untuk meminimalkan
peningkatan debu dari operasi konstruksi
- Mengganti genteng langit-langit untuk inspeksi visual
secepatnya

58
Kelas II - Penyediaan aktif berarti untuk mencegah debu udara
menyebaran ke atmosfir
- Segel pintu yang tidak digunakan dengan lakban.
- Konstruksi yang mengandung limbah sebelum ditransportasi
harus dalam wadah tertutup rapat.
- Pel basah / atau vakum dengan vakum HEPA ber-filiter.
- Tempatkan lap kaki di pintu masuk dan keluar dari area kerja
dan mengganti atau dibersihkan saat tidak ada lagi proses
kerja.
- Isolasi sistem HVACdi daerah mana pekerjaan yang sedang
dilakukan/kohort dengan tekanan negatif
- Usap casework dan permukaan horizontal saat proyek selesai.

59
Kelas III  Isolasi sistem HVAC di wilayah di mana pekerjaan
tengah dilakukan untuk mencegah kontaminasi dari
sistem saluran.
 Lengkapi semua barriers pembangunan sebelum
konstruksi dimulai.
 Jaga tekanan udara negatif dalam tempat kerja
menggunakan unit ventilasi saringan HEPA atau metode
lain untuk mempertahankan tekanan negatif.
Keselamatan umum akan memonitor tekanan udara
 Jangan menghilangkan barriers dari area kerja sampai
proyek lengkap dibersihkan.
 Pel basah atau vakum dua kali per 8 jam periode kegiatan
konstruksi atau sesuai yang diperlukan dalam rangka
untuk meminimalkan jejak.
 Singkirkan bahan penghalang dengan hati-hati untuk
meminimalkan penyebaran kotoran dan puing-puing
yang terkait dengan konstruksi. Bahan barrier harus
diusap basa, Vakum dengan menggunakan HEPA atau
berikan kabut air agar lembab sebelum disingkirkan.
 Tempatkan limbah konstruksi dalam wadah tertutup rapat
sebelum ditransportasi.
 Tempatkan keset kaki di pintu masuk dan keluar dari area
kerja dan diganti atau dibersihkan saat tidak ada lagi
aktifitas kerja
 Usap casework dan permukaan horizontal saat proyek
telah selesai. 23

Kelas IV - Isolasi sistem HVAC di wilayah di mana pekerjaan tengah

60
dilakukan untuk mencegah kontaminasi system saluran.
- Lengkapi semua barriers pembangunan sebelum konstruksi
dimulai.
- Jaga tekanan udara negatif dalam tempat kerja menggunakan
unit ventilasi saringan HEPA atau metode lain untuk
mempertahankan tekanan negatif. Keselamatan umum akan
memonitor tekanan udara
- Beri segel pada luban, pipa, saluran dan tusukan untuk
mencegah migrasi debu.
- Bangun anteroom dan mengharuskan semua personil melewati
ruangan. Pel basah atau vakum HEPA anteroom tiap hari.
- Selama pembongkaran, kerja yang menghasilkan debu atau
bekerja di langit-langit, sepatu sekali pakai dan baju harus
dipakai dan dibuang di anteroom ketika meninggalkan area
kerja.
- Jangan menghilangkan barriers dari area kerja hingga selesai
proyek dibersihkan
- Singkirkan bahan penghalang hati-hati untuk meminimalkan
penyebaran kotoran dan puing-puing yang terkait dengan
konstruksi.

14. Pengelolaan bahan atau obat kadaluwarsa


Bekerja sama dengan farmasi dalam melakukan pengawasan obat atau bahan
yang telah kadaluwarsa
15. Upaya pencegahan dan kesehatan karyawan
Petugas kesehatan beresiko terinfeksi bila terekspos saat kerja,juga dapat
menstransmisikan infeksi kepada pasien maupun petugas kesehatan lain.
Saat menjadi karyawan baru seorang petugas kesehatan harus diperiksa
riwayat pernah terinfeksi apa saja dan status imunisasinya,imunisasi yang
dianjurkan hepatitis B, bila memungkinkan haemophilus influenza, campak,
tetanus, difteri, rubella, mantoux test.Alur pasca pajanan harus dibuat dan
dipastikan dipatuhi untuk HIV,HBV,HCV.
Pedoman ini merupakan strategi preventif terhadap infeksi yang didapatkan
dari rumah sakit.meliputi :

61
1. Monitoring dan suport kesehatan petugas.
2. Edukasi pada seluruh staf rumah sakit tentang PPIRS
3. Vaksinasi dan imunisasi bila dibutuhkan .
4. Menyediakan antivirus profilaksis.
5. Surveilens ILI mengenal tanda awal transmisi infeksi saluran napas akut
dari manusia ke manuasia.
6. terapi dan follow up
7. Rencanakan pertugas diperbolehkan masuk sesuai pengukuran resiko
bila terkena infeksi.
8. upayakan support psikososial.
B. Tujuan:
1. Menjamin keselamatan petugas dilingkungan rumah sakit.
2. Memelihara kesehatan petugas kesehatan.
3. Mencegah KLB.

Unsur yang dibutuhkan .


1. petugas yang berdedikasi.
2. SPO yang jelas dan tersosialisi dengan baik.
3. Koordinasi yang baik antar unit.
4. Penanganan pasca pajanan infeksius.
5. Pelayanan konseling dan privasi. Pelaksanaan :
a. Perlindungan yang minimal bagi petugas adalah imunisasi hepatitis B,
iminisasi masal dan diulang tiap 5 tahun pasca imunisasi .
b. Management pasca pajanan.
- tes pada pasien sebagai sumber pajanan.
- tes HBS Ag dan Anti HBs petugas.
- Pemberian immunoglobulin hepatitis B pasca pajanan sebelum 48 jam
C. Evaluasi
1. Dilkukan sebelum dan sesudah pajanan.
2. Status imunisasi .
3. Riwayat kesehtan yang lalu.
4. Terapi saat ini.
5. Pemeriksaan fisik.
6. Pemerisaan lab dan radiologi.
7. Edukasi :
62
 SPO PPI
 Kewaspdaan isolasi
 Kewaspadaan transmisi
8. Pelaporan yang meliputi :
 Informasi resiko ekspos.
 Alur mangemen dan tindak lanjut.
 Penyimpanan data Pajanan dan tindakan bila terjadi pajanan :
1. Virus H5N1
Bila terjadi pajanan diberikan oseltaivir 2x 75 mg selama 5 hari.
2. Virus HIV.
Resiko terpajan 0,2 – 0,4 % per injuri.Profilaksis diberikan dalam
waktu 4 jam pasca pajanan dengan pemberian ARV,AZT,3TC dan
Indinavir sesuai pedoman.pasca pajana harus dilakukan pemeriksaan
HIV seroologidan dicatat sampai jadwal pemeriksaan monitoring
lanjutan nya.
3. Virus Hepatitis B.
Resiko terpajan Hepatitis B 1,9-40 % per pajanan,segera pasca
pajanan dilakukan pemeriksaan ,dapat terinfeksi bila sumber
pajanan positif HbsAg atau HbsAg.

Berikut tata laksana penyakit menular dan pencegahannya :

Penyakit Masa Menular Cara transmisi Kewasp Masa petugas Tindakan


inkub selama/ adaan diliburkan/
asi virus yang tindakan
shedding perlu
dijalank
an
Abses Selama kontak Kontak konserfatif
luka
mengeluar
kn cairan
tubuh
Acinetobacter Luka bakar Flora N kulit Standar
baumanii yang di manusia, mukus dan
hydroterap menbran dan tanah. kontak
i Bertahan di tempat
lembab dan kering
sampai berbulan,
menular melalui
peralatan rawat
respirasi, tangan
petugas,
63
humidifier,
stetoscop,
termometer,
matras, bantal,
prmk TT, mop,
gorden, tempat
mandi luka terbuka
Adenovirus 6-9 Sekret Droplet, Konserfatif
type 1-7 hari saluran kontak
nafas
Aspergilosis Infeksi jar Inhalasi stadium Kontak
luas airbone, conidia dan
dengan airbone
cairan
berlebihan
Candidiasis Standar,
kontak
Chlamidia C Standar,
trachomatis kontak,
termasuk
seksual
Congenital Sampai Kontak dengan Standar, Restriksi 7 hari
rubella umur 1 bahan nasofaring kontak
tahun dan urin
Conjungtivitis 5- 12 14 hari stl Kontak dengan Kontak Sampai mata Pengobatan
*adenovirus hari onset tangan, alat standar tidak kluar
type 8 terkontaminasi kotoran
Campak 5-21 3-4 hr stl Droplet yang besar Transmis Restriksi 7 hari Pengobatan
hari bercak (kontak dekat) & i udara setelah bercak simtomatik
timbul mel udara merah timbul
nasofaring (yg imun) 5hr
stl ekspos- 21 hr
stl ekspos
Campilobacter Standar
Closrtidium kontak
difficile
Cytomegalo Tidak Tahan di Kontak dg sekresi Standar Tidak perlu
virus diketa lingkungan &eksresi : saliva hand
hui dlm wkt dan urin hygiene
pendek
Difteria Sekresi dr mulut Droplet, Sampai terapi Pengobatan
mengandung c kontak antibiotika telah simtomatik dan
difteriae lengkap dan virus.
sampai 2 kultur Minum
berjarak 24 jam eritromicin 3x 1
dinyatakan tb sampai 7 hari
negatif, perlu
imunisasi tiap
10 tahun
Gastroenteritis Kontak px, Standar Tidak mengolah
*salmonella konsumsi atau makanan sp 2x
*shingella makanan/ air kontak jarak 24jam
64
*yenterocolitica terkontaminasi kultur feses
negatif
Glardia lambilia Feses Kontak

Hepatitis A 15- 50 2 minggu, Fekal oral melalui Standar Libur di area Vaksinasi
hari kadang2 sp feses perawatan/ hepatitis a
6 bulan pengolahanmak
(prematur) anan,i minggu
setelah sakit
kuning
imunisasi paksa
ekspos
Hepatitis B,D B:6- Akut atau Perkutaneus Standar Tidak perlu -segera periksa
24mg kronik dg mukosa, kulit yg dibatasi smp HbsAg atau
g HbsAg tdk utuh kontak HbeAg negatif. HbeAg,tidak
D: 3-7 positif dgn darah, semen, perlu divaksin
mgg cairan vagina, bila petugas
cairan tubuh yg telah
lain mengandung
Anti HBs ≥ 10
mliu/ml
Hepatitis C,F,G Perkutaneus Standar Restriksi
mukosa kulit yg sampai kondisi
tdk utuh kontak membaik
gdn darah, semen, / sampai HceAg
cairan vagina, negatif
cairan tubuh yg
lain
Herpes simplex 2-14 Asiptomati Kontak dgn ludah Standar, Retriksi tidak
hr k dpt karier mengandung kontak perlu, tp
mengeluar virus langsung/ lwt tangan dibatasi kontak
kan virus sekresi luka dgn px
aberasi/ cairan
vesikel
HIV Perkutaneus Standar Kurang dari 4
mukosa, kulit yg jam paska
tdk utuh kontak pajanan
dgn darah, semen,
cairan vagina, -diberikan
cairan yubuh yg arv,azt dan 3 tc.
lain -dilakukan
pemeriksaan
HIVserologi dan
menitor setelah
3 bln,9bln,11 bln
Helicobacter Standar
pylori
MDRO Kontak luka Kontak
(MRSA, VRE,
VISA, ESBL,
Srep pneumonia
Influensa 1-5hr Infeksius Airbone, kontak kontak Vaksinasi pd
65
pd 3hr langsung/ droplet petugas yg
pertama dgn sekresi saluran rentan.
sakit.Virus napas Amantadin
dpt untuk kontak
dikeluarka dgn influensa A
n sblm
gejala
timbul smp
7hr stlh
dimulai
sakit, lebih
panjang pd
anak dan
orang
Hemophilus Standar
Influenzae droplet
Dewasa
Anak

Batuk non Droplet sekret Kontak


Human produktif, respirasi Droplet
Metapneumo kongesti
virus (HMPV) nasal
whezing,
bronkhiolit
is,
pneumonia
pada anak
+ 11,5
tahun
Novirus 12-48 Diare, Makanan, air Kontak,
jam KLB terkontamibasi makanan
feses , air
N meningitis 2-10 Kontak dgn sekret Trasmisi Libur spm -perlu profilaksis
hr saluran napas mel 24jam stlh dgn Rif2x600
droplet terapi paska mg selama 2 hari
ekspos. ,dan dosis
Rifampin2x600 tunggal
mg, 2hr; cipro1x1,atau
ciprofloxacin1x ceftriaxone 250
500mg atau mg IM
ceftriaxon250m
g IM
Parotitis, 16- Communit Kontak dengan Trasmisi Vaksinasi
Mumps 18hr y acquired, droplet atau droplet efektif, MMR
(12- virus langsung dgn Restriksi sp 9hr
25hr) berada dlm sekret sal napas, yi stlh onset
saliva 6- saliva, hidung dan parotitis.
7hr sbl mulut Petugas renyan :
parotitis sp 12hr paska
9hr stl ekspos pertama
onset Px sp 25 hr stlh
66
immunoko ekspos terakhir
mpromls
Parvovirus/B19 6- Menular Kontak dgn droplet Transmis Tidak perlu
10hr sblm besar, muntahan i drolpet restriksi
bercak
merah sp
7hr stlh
onset
Pertusis 7-10 F catarrhal Kontak dgn sekresi Transmis Vaksin
hr sangat sal napas, droplet i droplet direkomen umur
menular besar kontak dekat sp 5 hr 11-64 th
menerim petugas dgn
a pertusis:
antibioti restriksi fase
k catarrhal sp mg
3 stl onst / 5 hr
stlh tx antibiotik
kontak saja
tidak perlu
retriksi
Pollomyelitis Nonp Sal napas Kontak cairan sal Transmis Imunisasi
araliti 1mgg stlh napas, benda i kontak direkomendasik
k: 3- gejala terkontaminasi fese an
6hr; muncul,
paralit dlm feses
ik 7- bbrp mgg-
12hr bulan stlh
gejala
muncul
Rubella 12- Sangat Kontak dgn droplet Transmis 5hr stlh bintik
23hr, menular nasofaring px i droplet keluar : petugas
bintik saat bintik dan rentan 7hr stl
merah merah kontak ekspos pertama
timbul keluar, dgn sp 21hr stl
14- virus lepas cairan sal ekspos terakhir
16hr 1mgg sblm napas
stlh smp 5-
ekspo 7hr stl
s onset,
congenital
rubella
bisa
melepas
virus
berbulan-
bertahun2
RSV (infeksi 2-8hr Orang Tangan Transmis Batasi kontak
virus (terser sakit dapat terkontaminasi saat i kontak dgn pasien
respiratorik) ing mengeluar merawat pasien erat dhn rawat dan
4-6hr) kan virus atau menyentuh droplrt lingkungan bila
selama 3- benda mati, atau ada KLB RSV
8hr. Tp pd transmisi RSV bila aerosol Restriksi
67
bisa anak menyentuh mata partikel sampai gejala
3-4mgg atau hidung kecil akut hilang
MRSA Kontak Strandar Retriksi
dengan transmisi perawatan
petugas, kontak, pasien dan
mungkn dapat pengolahan
karier airbone makanan bila
nares petugas dengan
anterior, lesi kulit basah
tangan, tidak perlu
axilla, retriksi bila
perineum, kolonisasi
nasofaring,
orofaring
Streptococ A Kontak sisi Kulit, faring Standar Retriksi
terinfeksi rektum, vagina berdasar perawatan
& transmisi pasien &
mensekresi pengolahan
makanan sp 24
jam stl
mendapat
antibiotik Tidak
perlu retriksi
petugas dg
kolonisasi
Salmonella, Orang- orang lewat
Shingella fekal oral air/
makanan
terkontaminasi
Sypilis Kontak langsung Kontak
dg lesi primer atau
sekunder sypilis
Tuberkolosis Sp 1 bl Inhalasi droplet Airbone, Sampai terbukti -petugas yg
minum nuklei kontak non infeksius terexpose perlu
OAT (mengelu tes mantoux bila
arkan c indurasinya> 10
tubuh mm perlu
infeksius profilaksis INH
) sesuai
rekomendasi
lokal
Varicella Sp lesi Airbone, 8 hari pasca Vaksinasi
kering & kontak, kontak sp 21 varicella
berkusta standar hari paska
kontak, beri
imuno globulin
IV paska
kontak,
imunisasi
petugas paska
pajanan dalam 4
hari
68
Vibrio kolera Kontak feces

Zoster Tutupi Retriksi sampai


*lokal lesi, lesi mengering
jangan dan mengelupas
kontak dg
pasien
rawat
* menyeluruh Jangan Retriksi sampai
atau orang kontak dg semua lesi
immuno pasien kering dan
kompromais mengelupas
* paska pajanan Jangan Dari hr ke 10
(person yang kontak dg paska pajanan
rentan) pasien pertama sp hari
rawat ke 21 atau hr 28
bila di beri lagi
atau sampailesi
kering dan
mengelupas

Tata laksana apabila terjadi pajanan

A. Tindakan pertama pada pasca pajanan bahan kimia atau cairan tubuh.
1. Pada mata : Bilas dengan air mengalir selama 15 menit.
2. Pada Kulit : Bilas dengan air mengalir selama 1 menit.
3. Pada Mulut : segera kumur-kumur selama 1 menit
4. Lapor ke Tim PPI atau K3RS atau dokter karyawan
B. Tata laksana bila petugas terpajan sumber infeksius Hepatitis B dari jarum bekas
Orang yang terkena Sumber HbsAg (+) Sumber HbsAg (-) Sumber tidak
diketahui
Tidak divaccin HIBG 1x dan Beri vaksinHB Bila sumber
diberikan vaksin HB merupakan resiko
tinggi,dapat
diperlakukan
sebagai sumber
HbsAg

69
Pernah diberi vaksin Tes untuk HBs: Tidak ada Tidak ada
tapi tidak diketahui 1.jika titernya cukup pengobatan pengobatan
serokonversinya tidak perlu perlu
terapi.
2.jika tidak cukup
titernya beri boosster
HB dalam waktu 7
hari.
Diketahui non HBIG 1x(dalam Tidak ada Jika
serokonversinya waktu 72 jam)+ 1x pengobatan sumbermerupakan
dosis vaksin resiko tinggi dapat
HB(dalam waktu 7 diperlakukan
hari) sebagai sumber
HbsAg (+)
Tidak diketahui Tes untuk HBs : Tidak ada Tes untuk anti HBs :
serokonversinya 1.jika (-) obat seperti pengobatan 1.jika (-) ,obati
non serokonversi. seperti non
2.jika titer tidak serokonversi.
cukup HBIG 1x + 2.jika titer tidak
booster vaksin HB cukup booster
dan ulangi vaksin HB.
pemeriksaan setelah 3.jika tter cukup
4 minggu. tidak perlu diobati.
3.Jika titer
cukup,tidak perlu
Diobati
-HBIG (Human B imunoglobulin)dosis untuk dewasa 400 unit.
-Titer (antibodi) yang sudah cukup berada pada level 10 mIU/ml

C. Pengobatan jika sumber positif HIV sbb :

Orang yang terkena Sumber positif HIV Sumber Sumber tidak diketahui
negatif
HIV

70
HIV(-) Rujuk ke dokter Tidak ada Konsultasi dengan spesilais
internis agar pengobatan mikrobiologi /internist
mendapatkan mungkin diobati seperti
nasehat. pasien HIV (+),jika resiko
Setelah kejadian tinggi.
diketahui dari pasien • Tunda proses
HIV (+) staf harus kehamilan selama 3
dirujuk kefasilitas bulan.
post exposur • Jangan memberikan
propilaksis(PEP) donor darah .
dalam waktu 2 jam • Suntikan zidovudine
setelah pajanan. selama 4 minggu (250
Tes ulang saat itu 6 mg 3x/hari) atau 150
minggu,3,6 dan 12 mg 2x/hari(untuk
bulan . tablet)
Saran : • Tidak perlu pemberian
Lakukan pencegahan pengobatan
penularan
propfilaksis

71
D. Pengobatan jika sumber (+) Hepatitis C

Orang yang terkena Sumber HbsAg (+) Sumber Sumber tidak diketahui
HbsAg (-)
Hepatitis C negatif Berikan nasehat Tidak Tidak perlu diobati konsul
untuk melakukan perlu dokter internist jika perlu.
pemeriksaan 0,3,6,12 diobati
bln pemeriksaan
HVC dengan PCR
dan diperiksa LVT
untuk mengetahui
status infeksinya

Sarankan untuk
meminalkan
penularan

Tidak ada
chemopropilaksis
tersdia ,rujuk pada
dokter penyakit
Menular

E. . Petunjuk penggunaan ARV


1. ARV harus diberikan dalam waktu kurang dari 4 jam.
2. Termasuk didalamnya pajanan tehadap darah,cairan
serebrospinal,semen,vagina,amnion dari pasien dengan
positif HIV.
3. Tes HIV diulang setelah 6 minggu ,3 bulan dan 6 bulan.

72
F.Status HIV pasien.

pajanan Tidak diketahui positif Positif resiko Regimen


tinggi
Kulit utuh Tidak perlu PPP Tidak perlu PPP Tidak perlu PPP -
Mukosa/kulit Pertimbangkan Berikan rejimen Berikan rejimen AZT
tidak utuh rejimen 2 obat 2 obat 2 obat 300mg/12 jam
x 28 hari,3TC
150 mg/12
jam 28 hari
- Tusukan benda Berikan rejimen 2 Berikan rejimen Berikan rejimen AZT
tajam solid obat. 2 obat. 3 obat 300mg/12 jam
x 28 hari,3TC
150 mg/12
- Tusukan benda Berikan rejimen 2 Berikan rejimen Berikan rejimen jam 28
tajam berongga obat 3 obat 3 obat hari,Lop/r
400/100mg/12
jam x28 hari.

16. Pemeriksaan swab dan kultur,merupakan saran


pemeriksaan swab kuman pada
a. Lantai,dinding AC dan udara.
b. Peralatan pasien dan linen diruang operasi
c. Kultur darah pada surveilens IDO

73
E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
2. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
3. Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
4. Undang-Undang No. 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik;
5. Peraturan Menteri Kesehatan No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit;
6. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 1438 Tahun 2010 tentang Standar
Pelayanan Kedokteran.
7. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien;
8. Peraturan Menteri Kesehatan No 27 tahun 2017 tentang Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di fasyankes lainya

74
BAB II

STANDA KETENAGAAN
A. Kualifikasi Ketenagaan.

NO JABATAN PENDIDIKAN SERTIFIKASI JML


KEBUTUHAN
1. Ka Tim PPI Dokter Umum Pelatihan PPI Dasar 1

3. IPCN D III Keperawatan Pelatihan PPI dasar 1


Pelatihan IPCN
3. IPCLN D III Keperawatan Pelatihan PPI Dasar 6

4. SEKRETARIS D III Keperawatan Pelatihan PPI Dasar 1

Kualifikasi ketenagaan PPI


1. Karyawan yang berminat dalam bidang PPI.
2. Minimal pendidikan D3
3. Mempunyai sertifikat PPI (basic maupun advand)
B. Uraian tugas
a. Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tugas :
1. Membentuk Tim PPI dengan Surat Keputusan.
2. Bertanggung jawab dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap penyelenggaraan
upaya pencegahan dan pengendalian infeksi.
3. Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan prasarana termasuk
anggaran yang dibutuhkan.
4. Menentukan kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi.
5. Mengadakan evaluasi kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi berdasarkan
saran dari Tim / Tim PPI.
6. Mengadakan evaluasi kebijakan pemakaian antibiotika yang rasional dan disinfektan
dirumah sakit berdasarkan saran dari Tim / Tim PPI.
7. Dapat menutup suatu unit perawatan atau instalasi yang dianggap potensial
menularkan penyakit untuk beberapa waktu sesuai kebutuhan berdasarkan saran dari
Tim / Tim PPI.
8. Mengesahkan Standar Prosedur Operasional (SPO) untuk PPI.
75
9. Memfasilitasi pemeriksaan kesehatan petugas di Fasilitas Pelayanan Kesehatan,
terutama bagi petugas yang berisiko tertular infeksi minimal 1 tahun sekali,
dianjurkan 6 (enam) bulan sekali.
b. Komite/Tim PPI:
1. Menyusun dan menetapkan serta mengevaluasi kebijakan PPI.
2. Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPI, agar kebijakan dapat dipahami dan
dilaksanakan oleh petugas kesehatan.
3. Membuat SPO PPI.
4. Menyusun program PPI dan mengevaluasi pelaksanaan program tersebut.
5. Melakukan investigasi masalah atau kejadian luar biasa HAIs (Healthcare Associated
Infections).
6. Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara pencegahan dan
pengendalian infeksi.
7. Memberikan konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya dalam PPI.
8. Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan aman
bagi yang menggunakan.
9. Mengidentifikasi temuan di lapangan dan mengusulkan pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) rumah sakit dalam PPI.
10.Melakukan pertemuan berkala, termasuk evaluasi kebijakan.
11.Berkoordinasi dengan unit terkait lain dalam hal pencegahan dan pengendalian
infeksi rumah sakit, antara lain :
a. Tim Pengendalian Resistensi Antimikroba (TPRA) dalam penggunaanan
antibiotika yang bijak dirumah sakit berdasarkan pola kuman dan resistensinya
terhadap antibiotika dan menyebarluaskan data resistensi antibiotika.
b. Tim kesehatan dan keselamatan kerja (K3) untuk menyusun kebijakan.
c. Tim keselamatan pasien dalam menyusun kebijakan clinical governance and
patient safety.

76
12. Mengembangkan, mengimplementasikan dan secara periodik mengkaji kembali
rencana manajemen PPI apakah telah sesuai kebijakan manajemen rumah sakit.
13. Memberikan masukan yang menyangkut konstruksi bangunan dan pengadaan
alat dan bahan kesehatan, renovasi ruangan, cara pemrosesan alat, penyimpanan
alat dan linen sesuai dengan prinsip PPI.
14. Menentukan sikap penutupan ruangan rawat bila diperlukan karena potensial
menyebarkan infeksi.
15. Melakukan pengawasan terhadap tindakan-tindakan yang menyimpang
daristandar prosedur / monitoring surveilans proses.
16. Melakukan investigasi, menetapkan dan melaksanakan penanggulangan
infeksibila ada KLB dirumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
c. Ketua Tim PPI
Kriteria :
1. Dokter yang mempunyai minat dalam PPI.
2. Pernah mengikuti pelatihan dasar PPI.
Tugas
1. Bertanggungjawab atas

a. Terselenggaranya dan evaluasi program PPI.

b. Penyusunan rencana strategis program PPI.


c. Penyusunan pedoman manajerial dan pedoman PPI.
d. Tersedianya SPO PPI.
e. Penyusunan dan penetapan serta mengevaluasi kebijakan PPI.
f. Memberikan kajian KLB infeksi di RS.
g. Terselenggaranya pelatihan dan pendidikan PPI.
h. Terselenggaranya pengkajian pencegahan dan pengendalian risiko
infeksi.
i. Terselenggaranya pengadaan alat dan bahan terkait dengan PPI.
j. Terselenggaranya pertemuan berkala.
2. Melaporkan kegiatan Tim PPI kepada Direktur.

77
d. Sekretaris Tim PPI
Kriteria :
1. Dokter / IPCN / tenaga kesehatan lain yang mempunyai minat dalam PPI.
2. Pernah mengikuti pelatihan dasar PPI.
Tugas :
1. Memfasilitasi tugas ketua Tim PPI.
2. Membantu koordinasi.
3. Mengagendakan kegiatan PPI.
e. Anggota Tim
1. IPCN/Perawat PPI
2. IPCD/Dokter PPI :
a. Dokter wakil dari tiap KSM (Kelompok Staf Medik).
b. Dokter ahli epidemiologi.
c. Dokter Mikrobiologi.
d. Dokter Patologi Klinik.
3. Anggota Tim lainnya, dari :
a. Tim DOTS
b. Tim HIV
c. Laboratorium.
d. Farmasi.
e. sterilisasi
f. Laundri
g. Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPSRS).
h. sanitasi lingkungan
i. pengelola makanan
j. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
k. Kamar jenazah.
IPCD / Infection Prevention Control Doctor

Kriteria IPCD :
1. Dokter yang mempunyai minat dalam PPI.
2. Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI.
3. Memiliki kemampuan leadership.

78
Tugas IPCD :
1. Berkontribusi dalam pencegahan, diagnosis dan terapi infeksi yang tepat.
2. Turut menyusun pedoman penggunaan antibiotika dan surveilans.
3. Mengidentifikasi dan melaporkan pola kuman dan pola resistensi antibiotika.
4. Bekerjasama dengan IPCN / Perawat PPI melakukan monitoring kegiatan
surveilans infeksi dan mendeteksi serta investigasi KLB. Bersama Tim PPI
memperbaiki kesalahan yang terjadi, membuat laporan tertulis hasil investigasi
dan melaporkan kepada pimpinan rumah sakit.
5. Membimbing dan mengadakan pelatihan PPI bekerja sama dengan bagian
pendidikan dan pelatihan (Diklat) di rumah sakit.
6. Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan dalam merawat pasien.
7. Turut membantu semua petugas kesehatan untuk memahami PPI.

IPCN (Infectionrevention and Control Nurse)


Kriteria IPCN :
1. Perawat dengan pendidikan minimal Diploma III Keperawatan
2. Mempunyai minat dalam PPI.
3. Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI dan IPCN.
4. Memiliki pengalaman sebagai Kepala Ruangan atau setara.
5. Memiliki kemampuan leadership dan inovatif.
6. Bekerja purnawaktu.
Tugas dan Tanggung Jawab IPCN :
1. Melakukan kunjungan kepada pasien yang berisiko di ruangan setiap hari untuk
mengidentifikasi kejadian infeksi pada pasien di baik rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya.
2. Memonitor pelaksanaaan program PPI, kepatuhan penerapan SPO dan
memberikan saran perbaikan bila diperlukan.
3. Melaksanakan surveilans infeksi dan melaporkan kepada Tim/Tim
4. Turut serta melakukan kegiatan mendeteksi dan investigasi KLB.
5. Memantau petugas kesehatan yang terpajan bahan infeksius / tertusuk bahan
tajam bekas pakai untuk mencegah penularan infeksi.
6. Melakukan diseminasi prosedur kewaspadaan isolasi dan memberikan
konsultasi tentang PPI yang diperlukan pada kasus tertentu yangterjadi di
fasyankes.
7. Melakukan audit PPI di seluruh wilayah fasyankes dengan menggunakan daftar
tilik.

79
8. Memonitor pelaksanaan pedoman penggunaan antibiotika bersama Tim/Tim
PPRA.
9. Mendesain,melaksanakan, memonitor, mengevaluasi dan melaporkan
surveilans infeksi yang terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan bersama Tim /
Tim PPI
10. Memberikan motivasi kepatuhan pelaksanaan program PPI.
11. Memberikan saran desain ruangan rumah sakit agar sesuai dengan prinsip PPI.
12. Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung rumah sakit tentang PPI.
13. Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pasien, keluarga dan
pengunjung tentang topik infeksi yang sedang berkembang (New-emerging dan
re-emerging) atau infeksi dengan insiden tinggi.
14. Sebagai coordinator antar departemen/unit dalam mendeteksi, mencegah dan
mengendalikan infeksi dirumah sakit.
15. Memonitoring dan evaluasi peralatan medis single use yang di re –use.
IPCLN (Infection Prevention and Control Link Nurse)
Kriteria IPCLN :
1. Perawat dengan pendidikan minimal Diploma 3, yang mempunyai minat dalam
PPI.
2. Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI. Tugas IPCLN :
IPCLN sebagai perawat pelaksana harian/penghubung bertugas:
1. Mencatat data surveilans dari setiap pasien diunit rawat inap masing-masing.
2. Memberikan motivasi dan mengingatkan tentang pelaksanaan kepatuhan PPI
pada setiap personil ruangan di unitnya masing-masing.
3. Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam penerapan
kewaspadaan isolasi.
4. Memberitahukan kepada IPCN apa bila ada kecurigaan adanyaHAIs pada
pasien.
5. Bila terdapat infeksi potensial KLB melakukan penyuluhan bagi pengunjung
dan konsultasi prosedur PPI berkoordinasi dengan IPCN.
6. Memantau pelaksanaan penyuluhan bagi pasien, keluarga dan pengunjung dan
konsultasi prosedur yang harus dilaksanakan.

80
Anggota Lainnya Kriteria:
1. Tenaga diluar dokter dan perawat yang mempunyai minat dalam PPI.
2. Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI.

Tugas:
1. Bertanggung jawab kepada ketua Tim PPI dan berkoordinasi dengan unit terkait
lainnya dalam penerapan PPI
2. Memberikan masukan pada pedoman maupun kebijakan terkait PPI.

C. Distribusi Tenaga.
Tim PPI merupakan unit pelayanan yang melakukan kegiatan secara komprehensif dari
setiap unit pelayanan di rumah sakit .

81
BAB III

STANDART FASILITAS
A. Fasilitas bagi petugas.
1. Denah
Ruangan Tim PPIRS terintegrasi dengan ruangan perkantoran Tim lain Rumah sakit
Digedung perkantoran lantai 3.

Lift
KM
CASE
MANAGER

Lt 3
KA.IRI

TPPI
Sofa

2. Standart Fasilitas
No Fasilitas Jumlah
A Fisik /bangunan
Gedung perkantoran lantai 3 1

B Peralatan
Meja 1
Kursi 1
Komputer 1
Line internet 1
Almari 1
Peralatan tulis 2
Steples 1
Perforator 1

B. Fasilitas pelayanan .
1. Menyusun kebutuhan pendidikan dan pelatihan petugas kesehatan.
2. Memastikan ketersediaan perlengkapan yang diperlukan untuk menerapkan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang direkomendasikan dan tindakan- tindakan

82
3. Keamanan biologis (APD)
4. Mempersiapkan fasilitas sesuai dengan kebutuhan dan memastikan bahwa fasilitas
tersebut telah ditetapkan .
5. Memastikan bahwa pelacakan kontak, pembatasan dan karantina jika diperlukan
misalnya:
 Penetapan tempat khusus bagi penderita yang disolasi
 Pastikan peyanan medis,pasokan makanan, dukungan sosial dan bantuan
psikologi

 Pastikan transportasi yang memadai tersedia ke dan dari tempat tersebut


(rumah sakit /kamar jenazah)
6. Melindungi petugas kesehatan dengan memastikan SPO PPI sudah ada dan dipatuhi
(cmplience kebersihan tangan )
7. Mengembangkan strategi triage untuk pasien yang berpotensi berpenyakit menular,
dengan menyediakan lokasi diluar igd, sebagai tempat pemeriksaan awal, identifikasi
sebagai pengobatan darirat, pasien yang perlu dirujuk untuk penatalaksaan
selanjutnya.

83
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
Merupakan langkah- langkah pelayanan pencegahan dan pengendalian Infeksi di masing –
masing unit kerja sbb :
1. Tata laksana pelayanan unit surveilens
a. Penanggung jawab
- IPCN
- IPCLN ruangan yang dilakukan surveilens
b. Perangkat kerja
- Status medis
- Form survei harian PPI
- Form survei bulanan PPI
- Form PPI
c. Tata laksana pelayanan
- IPCN mengumpulkan IPCLN untuk diberikan pengarahan suveilens
- IPCN membagikan form survei harian, bulanan dan form SPO
- IPCLN melakukan monitoring survei harian sesuai ruangan.
- IPCN melakukan konfirmasi bila terjadi infeksi saat survei ,dan
divalidasi oleh dokter penaggungjawab pasien.
- IPCN merekap hasil survei harian yang dilakukan oleh IPCLN.
- IPCN melaporkan hasil survei kepada Tim PPI.
- Tim PPI melaporkan hasil surveilens kepada Direktur
2. Tata laksana pengambilan swab dan kultur.
a. Penanggung jawab.
- IPCN
- Petugas Laborat.
- Petugas yang dilakukan survei (swab tanga petugas)
- Petugas IPSRS
b. Perangkat kerja
- Status medis
- Form permintaan swab
- Ruangan perawatan
- AC

84
- Pasien
c. Tata laksana pelayanan
- IPCN mengajukan pemeriksaan swab dan kultur pada dokter penanggung
jawab pasien, kemudian mengajukan permohonan pemeriksaan kepada
petugas laborat.
- IPCN dan IPCLN mempersiapkan pasien atau petugas yang akan dilakukan
swab / kultur.
- Mendampingi petugas laborat dalam melaksanakan swab atau kultur.
- Jika hasil sudah jadi maka mereka melaporkan kepada Tim PPI.
3. Tatalaksana monitoring kebersihan lingkungan
a. Penanggung jawab
- IPCN, IPCLN
- Petugas kebersihan (CS)
b. Perangkat kerja
- Buku pedoman pembersihan
- Daftar bahan-bahan desinfeksi
c. Tatalaksana pembersihan
- IPCN dan CS melakukan pertemuan rutin, membahas dan evaluasi kinerja staf
CS
- Memberikan evaluasi bahan desinfeksi yang relevan dan ramah lingkungan
- Memberikan pengarahan cara pembersihan tumpahan darah atau cairan tubuh
- Memberikan pengarahan cara pembersihan lantai, dinding dan ruangan
- Memberikan pengarahan pembersihan tumpahan darah atau cairan tubuh
pasien.
- Memberikan pengarahan penggunaan APD
4. Tatalaksana Pelayanan CSSD
a. Penanggung jawab
- IPCN, petugas ruangan
- Petugas CSSD
- Administrasi CSSD
- Petugas OK

85
b. Perangkat kerja

Kalibrasi autoclave
- Buku expedisi sterilisasi ruangan dan CSSD
- Kertas indikator bouwie dict tes
- Indikator mekanik
- Kertas indikator kimia `
- Tabung mikro biologi
c. Tatalaksana pelayanan CSSD
- Petugas ruangan yang akan mensterilkan alat mengisi dibuku expedisi
diruangan yang bersangkutan dan buku expedisi di OK
- Petugas CSSD memberikan identifikasi peralatan atau instrumen sesuai
ruangan yang mensterilkan
- Sebelum melakukan proses sterillisasi petugas CSSD melalukan bouwie dict
tes pada mesin autoclav terlebih dahulu (untuk mengetahui kesiapan mesin
autoclave .
- Jika hasil bouwdict tes baik petugas CSSD memberikan indikator kimia pada
setiap peralatan yang akan disterilkan
- Petugas CSSD melakukan penyetirilan sesuai SPO
- Setelah selesai proses sterilisasi lihat indikator kimia, jika hasil baik lakukan
penyimpanan peralatan yang sudah steril dialmari
- Petugas ruangan yang akan mengambil sterilisasi dicocokan dengan buku
expedisi ruangan dan CSSD
- Setiap minggu petugas CSSD melakukan uji mikro biologi terhadap hasil
sterilisasi
5. Tatalaksana Linen
a. Penanggung jawab
- Petugas linen
- Petugas ruangan
b. Perangkat kerja
- Linen
- Buku penyerahan linen kotor
- Buku penyerahan linen bersih
c. Tatalaksana linen
- Petugas ruangan mengantarkan linen kotor setiap pagi

86
- Petugas linen mencocokan linen kotor yang diantarkan petugas ruangan ditulis
pada buku penyerahan linen kotor
- Petugas linen mengidentifikasi linen infeksius dan non infeksius
- Untuk linen infeksius dilakukan dekontaminasi dengan cairan clorin 0,5% dan
deterjen selama 10 menit
- Kemudian lakukan pencucian sesuai SPO
- Untuk linen non infeksius dilakukan pencucian sesuai.
- Penyediaan linen 2 x shift untuk menjaga ketersediaan linen
- Menyediakan kebutuhan linen seluruh Rumah Sakit.
- Swab linen bersih
6. Tatalaksana formularium antibiotik
a. Penanggung jawab
- Tim PPI
- Tim farmasi
- SMF
- Petugas laborat
b. Perangkat kerja
- Pasien yang akan dilakukan kultur
- Form surveilens PPI
c. Tata laksana
- Surveilens PPI untuk pengambilan kultur dilakukan Tiap 6 bulan .
- IPCN mengajukan pemeriksaan sesuai kebijakan surveilen yang diindikasikan
untuk dilakukan pemeriksaan kultur kepada dokter penaggung jawab
- Medis memberikan advist untuk dilakukan pemeriksaan kultur pasien.
- Petugas laborat melakukan pengambilan sample dan proses selanjutnya sesuai
SPO kultur
- Bila hasil telah jadi,petugas petugas laborat memberikan hasil kepada ruangan
yang mempunyai pasien(dokter penanggung jawab ) dan kpian kepada IPCN
- IPCN merekap dan menganalisa hasil kultur masing – masing kegiatan.
- Hasil dibahas di Tim PPI dan selanjutnya diteruskan kepada direktur dan SMF

87
7 . Pelayanan kesehatan karyawan.
a. Penanggung jawab
- Tim PPI
- K3RS
- Kepegawaian
b. Perangkat kerja
- Buku /data pemeriksaan kesehatan yang ada di kepegawaian
- Data kesehatan karyawan.
c. Tata laksana
- Kepegawaian mengeluarkan pemberitahuan pemeriksaan kesehatan setiap
hari ulang tahun.
- Tim PPI mengidentifikasi unit yang harus dilakukan pemeriksaan kesehatan
Ruang kohort airborne : petugas dilakukan pemeriksaan TB setiap 3 bulan
sekali
Unit Gizi: pemeriksaan anal swab 1 tahun sekali
- Karyawan melakukan pemeriksaan kesehatan yang sesuai ketentuan.
- Hasil diidentifikasi
- Bersama kepegawaian dan K3RS melakukan analisa dan pencatatan
kesehatan.
- Tim PPI, kepegawaian dan K3RS melaporkan hasil pemeriksaan kesehatan
karyawan kepada direktur dan SMF.
7. Pelayanan renovasi bangunan
a. Penanggung jawab
- Ketua Tim PPI
- IPSRS
b. Perangkat kerja
- Papan pemberitahuan sedang dilakukan renovasi bangunan
- Pemeriksaan swab lantai
- Analisa dampak lingkungan (kebisingan dan debu)
- Papan/ alat penghalang renovasi.
c. Tata laksana

88
- Tim pembangunan memberitahukan kepada PPI dan IPSRS
bahwa akan dilakukan renovasi bangunan.
- Bersama mengidentifikasi dampak :
 kebisingan,debu.
 Lokasi resiko ( rendah,sedang,tinggi)
 renovasi
- Melakukan isolasi kegiatan dengan memasang papan pemberitahuan
renovasi,alat penghalang disekeliling area renovasi
- Edukasi kepada staf yang melewati area pembangunan agar dimengerti.
- Setelah selesai pembangunan bagunan dibiarkan selama 1 bulan untuk
mengetes kesiapan bangunan ,selama didiamkan dilakukan tes swab lantai
dan didinding ruangan,jika hasil baik setelah periode 1 bulan ruangan boleh
digunakan
Selesai renovasi

Diamkan selama
1 bln dan uji swab

Hasil baik Hasil tak baik

Ruangan siap Desinfeksi dinding


digunakan dan lantai dengan
larutan chlorine 0,5 %

Lakukan swab ulang

Hasil baik ruangan siap


digunakan

89
8. Pelayanan pembuatan ruang kohort
a. Penanggung jawab
- Ketua Tim PPI
- IPSRS
b. Perangkat kerja
- Ruangan bertekanan negatif ( exhaust fan dan ventilasi)
- APD ( terutama masker bedah rangkap 3 atau N95 )
c. Tata laksana
- Tim PPI mengajukan pembuatan ruangan kohort kepada direktur.
- Setelah ada disposisi kepada TIM pembangunan (IPSRS)
- Dilakukan pembuatan ruangan kohort yang bertekanan negatif
- Syarat dan denah terlampir
9. Pelayanan pemeriksaan baku mutu air dan lPAL
10. Kebersihan tangan
a. Penanggung jawab
- Ketua Tim PPI
b. Perangkat kerja
- Alkohol handrub
- Air mengalir
- Wastafel
- Towel
- Sabun
- Clorhexidine 2% dan 4 %
c. Tata laksana
- Penyiapan SPO kebersihan tangan dan gambar kebersihan tangan
- Edukasi pada seluruh staf rumah sakit
- Audit kepatuhan kebersihan tangan mulai dari kepala
ruang,dokter,baru staf pelaksana
- Laporan audit kebersihan tangan

86
BAB V
LOGISTIK
Tata cara logistik PPIRS
1. Perencanaan barang.
a. Barang rutin
- Kertas HVS, tinta printer, bolpoint, form survei harian,
form survei bulanan, form SPO surveilens, buku tulis.
- Bahan desinfeksi
b. Barang tidak rutin
- Proposal pemeriksaan kultur dan swab
- Pengadaan leaflet dan banner kebersihan tangan, etika batuk,
pencegahan dan pengendalian infeksi tanggung jawab bersama.
2. Permintaan barang.
a. Barang rutine disampaikan pada bagian keuangan rumah sakit.
b. Barang tidak rutine disampaikan terlebih dahulu pada
direktur untuk dimintakan persetujuan.
3. Penditribusian

87
BAB VI

KESELAMATAN PASIEN

Upaya keselamatan pasien melalui kegiatan KKPRS adalah :


1. Ketepatan identifikasi pasien
Melakukan identifikasi yang benar sesuai SPO.
2. Peningkatan komunikasi efektif
2.1 Melakukan komunikasi efektif SBAR pada saat :
2.1.1 Komunikasi antar perawat
2.1.2 Komunikasi perawat dengan dokter
2.1.3 Komunikasi antar petugas kesehatan lainnya yang bertugas di Rumah
Sakit Umum Aprillia
2.2 Menggunakan komunikasi SBAR :
2.2.1 Saat pergantian shift jaga.
2.2.2 Saat terjadi perpindahan rawat pasien.
2.2.3 Saat terjadi perubahan situasi atau kondisi pasien.
2.2.4 Saat melaporkan hasil pemeriksaan,efek samping terapi/tindakan atau
pemburukan kondisi pasien melalui telepon kepada dokter yang
merawat.

3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai


3.1 Melaksanakan SPO Independent Double chek,Obat kewaspadaan tinggi pada
obat-obat yang termasuk dalam daftar obat HAM.
3.2 Memberikan obat sesuai dengan prinsip 6 BENAR.

4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi


5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
5.1 Melakukan pengisian formulir data pemantauan surveilens :
5.1.1 plebitis
5.1.2 Infeksi saluran kencing
5.1.3 Infeksi daerah operasi
5.1.4 Kepatuhan kebersihan tangan.
5.2 Melakukan pemantauan kegiatan pengendalian infeksi.

88
5.3 Melakukan pelaporan dan analisa kejadian infeksi.
5.4 Melakukan sosialisasi hasil analisa kejadian infeksi.
5.5 Melakukan evaluasi kegiatan pengendalian infeksi .
6. Pengurangan risiko pasien jatuh.
6.1 Melakukan pencegahan pasien jatuh dengan assessment risiko dan tindak
lanjut kepada pasien yang dirawat .
6.2 Melaporkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang terjadi .
6.3 Melakukan analisa sederhana terhadap kejadian KTD yang terjadi di masing-
masing unit pelayanan.
6.4 Melakukan sosialisasi hasil analisa KTD yang terjadi.

89
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

A. Kewaspadaan, upaya pencegahan & pengendalian infeksi meliputi :


1. Pencegahan dan Pengendalian PPI
2. Keamanan pasien, pengunjung dan petugas
B. Keselamatan dan Kesehatan kerja Pegawai Melakukan pemeriksaan kesehatan
meliputi ;
1. Pemeriksaan kesehatan prakerja
2. Pemeriksaan kesehatan berkala
3. Pemeriksaan kesehatan khusus diunit beresiko
4. Pencegahan dan penanganan kecelakaan kerja (tertusuk jarum bekas).
5. Pencegahan dan penanganan penyakit akibat kerja
6. Penanganan dan pelaporan kontaminasi bahan berbahaya
7. Monitoring ketersediaan dan kepatuhan pemakaian APD bagi petugas
8. Monitoring penggunaan bahan desinfeksi
C. Pengelolaan bahan dan barang berbahaya
1. Monitoring kerjasama pengendalian hama.
2. Monitoring ketentuan pengadaan jasa dan barang berbahaya.
3. Memantau pengadaan, penyimpanan dan pemakaian B3
D. Kesehatan lingkungan kerja Melakukan monitoring kegiatan :
1. Penyehatan ruang bangunan dan halaman rumah sakit
2. Penyehatan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman
3. Penyehatan air
4. Pengelolaan limbah
5. Pengelolaan tempat pencucian
6. Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu
7. Disinfeksi dan sterilisasi
8. Kawasan Tanpa Rokok
E. Sanitasi rumah sakit Melakukan monitoring terhadap kegiatan ;
1. Penatalaksanaan Ergonomi
2. Pencahayaan
3. Pengawaan dan pengaturan udara

90
4. Suhu dan kelembaban
5. Penyehatan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman
6. Penyehatan air
7. Penyehatan tempat pencucian
F. Sertifikasi/kalibrasi sarana, prasarana dan peralatan . Melakukan pemantauan
terhadap ;
1. Program pemeliharaan dan perbaikan peralatan medis dan nonmedis
2. Sertifikasi dan kalibrasi peralatan medis dan nonmedis
G. Pengelolaan limbah padat dan cair
1. Limbah padat yang meliputi
a. Limbah medis/klinis
b. Limbah domestik/sampah non medis
c. Limbah infeksius
2. Limbah cair
H. Pendidikan dan pelatihan PPI
1. Mengadakan sosialisasi dan pelatihan internal meliputi :
- Sosialisasi sistem tanggap darurat bencana.
- Pelatihan penanggulangan bencana.
- Simulasi penanggulangan bencana
- Pelatihan penggunaan APD
- Pelatihan surveilens
- Pelatihan desinfeksi dan dekontaminasi
- Pelatihan pemadaman api dengan APAR.
- Sosialisasi dan pelatihan penanggulangan kontaminasi B3.
- Simulasi penanggulangan bencana dan evakuasi terpadu.
2. Mengikut sertakan pelatihan K3 yang dilakukan oleh Pihak RS
3. Upaya promotif dan edukasi
 Hand higiene menjadi kebutuhan dan budaya disemua unit pelayanan.
 Kedisiplinan Penggunaan APD sesuai dengan peruntukannya

91
 Surveilens
- IDO
- ISK
- Plebitis
 Upaya promotif PPI :
- Pemasangan anjuran kebersihan tangan disetiap ruangan publik atau
wastafel
- Pemasangan cara menggunakan dan melepas APD,
- Pemasangan promotif kepatuhan membuang sampah sesuai jenisnya .
- Sosialisasi PPI pada karyawan baru
- Pemasangan gambar etika batuk
 Peningkatan pelayanan Pusat sterilisasi .
- Upaya pemusatan sterilisasi rumah sakit hanya di CSSD
- Penyediaan 2 indikator mutu sterilisasi
 Pembuatan ruang kohort :
- Kohort kontak infeks
- Kohort droplet infeksi
- Kohort air borne infeksi
- Kohort imunosupresif
 Peningkatan kewaspadaan standart disemua unit pelayanan.

I. Pengumpulan, pengelolaan dokumentasi data dan pelaporan Meliputi :


a. Mengagendakan laporan dan rencana kerja PPI
b. Mengarsipkan surat keluar dan surat masuk.
c. Mengarsipkan semua dokumen berkaitan dengan kegiatan PPI
d. Mendokumentasikan setiap kegiatan.
e. Memberikan rekomendasi berkaitan dengan PPI kepada Direksi baik diminta atau
tidak.

92
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

A. SISTEM PENCATATAN DAN PELAPORAN


1. Penerapan system pencatatan dan pelaporan di RSU Aprillia mempunyai tujuan:

 Mendapatkan data untuk memetakan masalah – masalah yang berkaitan dengan


keselamatan pasien
 Sebagai bahan pembelajaran untuk menyusun langkah-langkah agar KTD yang
serupa tidak terulang kembali
 Sebagai dasar analisis untuk mendesain ulang suatu sistem asuhan pelayanan
pasien menjadi lebih aman
 Menurunkan jumlah insiden keselamatan pasien (KTD dan KNC)
 Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien
2. RSU Aprillia mewajibkan agar setiap insiden keselamatan pasien dilaporkan kepada
Tim keselamatan pasien rumah sakit
3. Laporan insiden keselamatan pasien di RSU Aprillia bersifat :
- Non punitive (tidak menghukum)
- Rahasia
- Independen
- Tepat waktu
- Berorientasi pada sistem
4. Pelaporan insiden keselamatan pasien menggunakan lembar Laporan Insiden
Keselamatan Pasien yang berlaku di RSU Aprillia dan diserahkan kepada Tim
Keselamatan Pasien RSU Aprillia. Bagian/unit mencatat kejadian IKP di buku
pencatatan IKP masing-masing.
5. Laporan insiden keselamatan pasien tertulis secara lengkap diberikan kepada
Tim keselamatan pasien dalam waktu :
 1 x 24 jam untuk kejadian yang merupakan sentinel events (berdampak
kematian atau kehilangan fungsi mayor secara permanen). Apabila pelaporan
secara tertulis belum siap, pelaporan KTD dapat disampaikan secara lisan
terlebih dahulu.
 2 x 24 jam untuk kejadian yang berdampak klinis/ konsekuensi/ keparahan
tidak signifikan, minor, dan moderat.

93
6. Tindak lanjut dari pelaporan :
- Tingkat risiko rendah dan moderat : investigasi sederhana oleh bagian/unit
yang terkait insiden(5W:what,who,where,when,why).
- Tingkat risiko tinggi dan ekstrim : Root Cause Analysis (RCA) yang
dikoordinasi oleh Tim keselamatan pasien. Tim keselamatan pasien RS
Aprillia melakukan rekapitulasi laporan insiden keselamatan pasien dan
analisisnya setiap tiga bulan kepada direksi RSU Aprillia

B. PENERAPAN INDICATOR KESELAMATAN PASIEN.


a. Tim Keselamatan Pasien RSU Aprillia menetapkan indicator keselamatan
berdasarkan atas pertimbangan high risk, high impact, high volume, prone problem.
b. Tim Keselamatan Pasien RSU Aprillia menjelaskan definisi operasional, frekuensi
pengumpulan data, periode analisis, cara perhitungan, sumber data, target dan
penanggung jawab.
c. Tim Keselamatan Pasien RSU Aprillia bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan
kesinambungan penerapan indicator keselamatan pasien
d. Tim Keselamatan Pasien RSU Aprillia bertanggung jawab dalam proses
pengumpulan data, analisis dan memberikan masukan kepada Direksi berdasarkan
pengkajian tersebut.
e. Indikator dikumpulkan dan dianalisis setiap bulan. Setiap tiga bulan indicator
dianalisis dan di feed back kan kepada unit terkait.
f. Jumlah indicator keselamatan pasien perlu ditinjau ulang setiap 3 tahun sekali

C. ANALISIS AKAR MASALAH


a. Dalam rangka meningkatkan mutu dan keselamatan pasien, RSU Aprillia
menerapkan metode root cause analysis (RCA) atau analisa akar masalah, yaitu suatu
kegiatan investigasi terstruktur yang bertujuan untuk melakukan identifikasi penyebab
masalah dasar dan untuk menentukan tindakan agar kejadian yang sama tidak terulang
kembali.

94
b. RCA dilakukan pada insiden medis kejadian nyaris cedera dan KTD yang sering
terjadi di RSU Aprillia
c. RCA dilakukan pada setiap kejadian sentinel events.

d. Insiden keselamatan pasien yang dikatagorikan sebagai level tinggi dan ekstrim
diselesaikan dalam kurun waktu paling lama 45 hari dan dibutuhkan tindakan segera
yang melibatkan Direksi.
e. Agar penemuan akar masalah dan pemecahan masalah mengarah pada sesuatu yang
benar, maka perlu dibentuk tim RCA yang berunsurkan : dokter yang mempunyai
kemampuan dalam melakukan RCA, unsur keperawatan, dan SDM lain yang terkait
dengan jenis insiden keselamatan pasien yang terjadi.
f. Dalam melakukan RCA langkah langkah yang diambil adalah membentuk tim RCA,
observasi lapangan, pendokumentasian, wawancara, studi pustaka, melakukan
asesmen dan diskusi untuk menentukan faktor kontribusi dan akar masalah.
g. Hasil temuan dari RCA ditindaklanjuti, direalisasi dan dievaluasi agar kejadian yang
sama tidak terulang kembali

95
BAB IX
PENUTUP

Sebagai penutup kiranya dapat diingatkan kembali bahwa pelayanan pencegahan dan
pengendalian infeksi bukanlah urusan mereka yang bertugas di unit PPIRS saja. Namun juga
tanggung jawab semua pihak yang berada di Rumah Sakit Umum Aprillia.
Yang paling penting dilaksanakan dalam rangka Pencegahan dan pengendalian
infeksi adalah upaya - upaya edukasi PPI kepada staf , pasien dan pengunjung Rumah sakit,
sehingga dapat merubah perilaku yang sehat, penyiapan sarana dan prasarana PPI. upaya
pencegahan dan pengendalian infeksi disadari atau tidak memerlukan dana yang besar
sehingga memerlukan dukungan penuh dari management rumah sakit.
Demikianlah pedoman pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi Rumah Sakit
Umum Aprillia,lebih baik mencegah dari pada mengobati.

Ditetapkan di Cilacap
Pada tanggal 17 Juni 2019

Direktur,
RSU Aprillia Cilacap

dr.Supriyono Sp.A
NIP.32.010111

96

Anda mungkin juga menyukai