Anda di halaman 1dari 24

PEDOMAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)

DI KLINIK MUTIARA

1
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Rahmat dan
HidayahNya, kami dapat menyelesaikan Pedoman Pelayanan Pencegahan dan
Penanggulangan Infeksi. Pedoman ini kami susun salah satu upaya untuk memberikan acuan
dan kemudahan dalam pelaksanaan persiapan Akreditasi baik oleh pendamping maupun
pelaksana Akreditasi. Akreditasi mempersyaratkan adanya Pedoman pelaksanaan seluruh
kegiatan pelayanan melalui dokumentasi dan penulusuran, karena pada prinsip Akreditasi
seluruh kegiatan harus tertulis dan apa yang tertulis harus dikerjakan dengan sesuai. Pedoman
ini berisi contoh-contoh dokumen yang dapat digunakan dalam menyusun dokumen
Akreditasi. Pada kesempatan ini perkenankan kami menyampaikan ucapan terima kasih dan
apresiasi kepada semua pihak yang terlibat dalam proses menyusunan Pedoman Pencegahan
dan penanggulangan Infeksi .

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................4
B. Tujuan Pedoman.......................................................................................5
C. Sasaran Pedoman......................................................................................5
D. Ruang Lingkup Pedoman.....................................................................….6
E. Batasan Operasional..................................................................................6
BAB II STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia..........................................................9
B. Disribusi Ketenagaan...............................................................................10
C. Jadwal Kegiatan
BAB III STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang............................................................................................11
B. Standar Fasilitas.......................................................................................

BAB IV TATALAKSANA PELAYANAN


A. Lingkup Kegiatan.....................................................................................12
B. Metode......................................................................................................13
C. Langkah Kegiatan.................................................................................. ..13

BAB V LOGISTIK...........................................................................................................14
BAB VI KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN/PROGRAM................................17
BAB VII KESELAMATAN KERJA................................................................................20
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU..............................................................................22
BAB IX PENUTUP..........................................................................................................24

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan atau Healthcare Associated infection (HAIs)
merupakan salah satu masalah kesehatan diberbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.
Dalam forum Asian Pasific Economic Comitte (APEC) atau Global health Security Agenda
(GHSA) penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan telah menjadi agenda yang dibahas. Hal
ini menunjukkan bahwa Hais yang ditimbulkan berdampak secara langsung sebagai beban
ekonomi negara.
Keberhasilan program dan kegiatan PPI di klinik memerlukan keterlibatan semua pihak
yaitu keterlibatan semua profesional dan unit kerja ( Dokter, Perawat, K3, Farmasi, ,
Sanitasi, IPSRS, dan bagian Rumah Tangga Klinik ), sehingga diperlukan wadah untuk
pengorganisasiannya berupa komite PPI. Kerjasama organisasi PPI dalam pelaksanaannya
harus didukung komitmen tinggi manajerial sehingga menentukan terlaksananya program dan
kegiatan dengan baik semuanya itu akan menjamin mutu pelayanan di fasilitas kesehatan.
Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di Klinik dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI), yaitu kegiatan yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pendidikan dan pelatihan, serta monitoring
dan evaluasi. Pencegahan dan pengendalian infeksi di Klinik (PPIK) sangat penting
karena menggambarkan mutu pelayanan klinik. Apalagi akhir-akhir ini muncul berbagai
penyakit infeksi baru.
Infeksi Klinik merupakan masalah serius bagi semua Klinik, dampak yang muncul sangat
membebani klinik maupun pasien. Adapun faktor yang mempengaruhinya antara lain,
banyaknya pasien yang berobat sebagai sumber infek bagi lingkungan, pasien lainnya
maupun petugas kontak langsung antara pasien dengan pasien lainnya maupun petugas
kontak langsung antara pasien dengan pasien lainnya,kontak langsung antara petugas dengan
pasien yang tercemar, penggunaan peralatan yang tercemar kuman, kondisi pasien yang
lemah.

4
Kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi di sarana kesehatan harus dilaksanakan
secara menyeluruh dengan baik dan benar di semua sarana kesehatan, dengan prosedur yang
baku untuk setiap tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi tersebut,untuk itu perlu
adanya suatu pedoman yang digunakan di Klinik Pedoman pencegahan dan pengendalian
infeksi merujuk pada pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah sakit dan
fasilitas kesehatan lainnya dari Kementerian KesehatanRepublik Indonesia tahun 2011 dan
pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan dari
Kementerian kesehatan Republik Indonesia tahun 2017.
Infeksi yang berasal dari lingkungan klinik dikenal dengan istilah infeksi nosocomial
mengingat seringkali tidak bias secara pasti ditentukan asal infeksi, maka sekarang istilah
infeksi nosokomial diganti dengan istilah baru yaitu “Healthcare – associated
infections”(HAis).
Dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan
sangat penting bila terlebih dahulu petugas kesehatan memahami konsep dasar penyakit
infeksi. Oleh karena itu perlu disusun pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di
Klinik agar terwujud pelayanan kesehatan yang bermutu dan dapat menjadi acuan bagi semua
pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di Klinik serta
dapat melindungi masyarakat dan mewujudkan patient safety pada akhirnya juga akan
berdampak pada efisiensi pada manajemen fasilitas pelayanan kesehatan dan peningkatan
kualitas pelayanan di Klinik Mutiara

B. Tujuan Pedoman

1. Umum
Pedoman PPI bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan di Klinik Mutiara serta
melindungi sumber daya manusia kesehatan, pasien dan masyarakat dari penyakit infeksi
yang terkait pelayanan kesehatan.

2. Khusus
1. Sebagai pedoman bagi Penanggungjawab Klinik dalam membentuk organisasi, serta
melaksanakan tugas, program, wewenang dan tanggung jawab secara jelas
2. Menggerakkan segala sumber daya yang ada di puskesmas secara efektif dan efisien
dalam pelaksanaan PPI di Klinik Mutiara
3. Menurunkan angka kejadian infeksi di Klinik Mutiara
4. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program PPI di Klinik Mutiara

C. Sasaran Pedoman
1. Semua tenaga kesehatan yang melaksanakan kegiatan yang ada di Klinik Mutiara
2. Semua peralatan medis yang ada di Klinik Mutiara

5
3. Pasien yang berobat ke Klinik Mutiara
4. Cleaning service Klinik Mutiara

D. Ruang Lingkup Pedoman


Pedoman ini memberi panduan bagi petugas kesehatan di Klinik Mutiara dalam
melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada pelayanan terhadap pasien yang
menderita penyakit menular melalui udara, kontak droplet atau penyakit menular melalui
yang lainnya dan penyakit infeksi lainnya

E. Batasan Operasional
Pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi kegiatan sbb :
a. Konsep dasar penyakit
Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia termasuk
indonesia, ditinjau dari asalnya infeksi dapat berasal dari (Community acquaired
infection) atau berasal dari (Hospital Acquired infection). Karena seringkali tidak bisa
secara pasif ditentukan asal infeksi maka istilah infeksi nosokomial (Hospital Acqured
infeksi) diganti (HAIs) yaitu healthcare –assosiated infections dengan arti lebih luas
tidak hanya tanpa mengalami rasa sakit tetapi menularkan kuman tersebut ke orang
lain (sebagai carrier).

b. Infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeks (organisme dimana
terdapat respon imun tetapi tidak disertai gejala klinik

c. Penyakit infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi
(organisme) yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik.

d. Penyakit menular
Adalah penyakit infeksi tertentu yang dapat berpindah dari satu orang ke orang lain
secara langsung maupun tidak langsung.

e. Inflamasi
Merupakan bentuk respon tubuh terhadap suatu agen yang ditandai adanya
dolor,kalor,rubor ,tumor dan fungsiolesa.

f. SIRS (Sistem Inflamtory Respon Syndroma).


Merupakan sekumpulan gejala klinik atau kelainan laboratorium yang
merupakan respon tubuh (imflamasi) yang bersefat sitemik.kriteria SIRS
bila ditemukan 2 atau lebih keadaan berikut :
(1) Hipertermi atau hipotermia,
(2) Takikardia sesuai usia,

6
(3 Takipneusesuaiusia,
(4) Leukositosis atau leukopenia atau pada hitung jenis leukosit jumlah sel
muda (batang ) lebih dari 10 %. SIRS dapat terjadi karena infeksi atau non
infeksi seperti luka bakar,pankreatitis,atau gangguan metabolik.
SIRS yangdisebabkan oleh infeksi disebut sepsis Rantai penularan. Untuk
melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi
perlu mengetahui rantai penularan,apabila salah satu rantai dihilangkanatau dirusak
maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Rantai infeksi terdidri dari
:
a. Agen Infeksi adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi pada
manusia ,dapat berupa bakteri,virus,riketsia,jamur, dan parasit.ada 3 faktor
yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu virulensi,patogenesis,jumlah
dosis obat.

b. Reservoir atau tempat hidup dimana agen infeksi dapat


hidup,tumbuh,berkembang biak dan siap ditularkan pada orang lain,reservoir
yang paling umum adalah manusia, binatang, tumbuhan, tanah, air dan bahan
bahan organik.pada manusia sehat permukaan kulit,selaput lendir saluran
napas,pencernaan dan vagina meripakan reservoir yang umum.
c. Pintu keluar adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan reservoir ,pintu
keluar meliputi saluran napas,pencernaan,saluran kemih dan
kelamin,,kulit,,membran mukosa,,trasplacenta dan darah serta cairan tubuh
lainnya.
d. Transmisi adalah bagaimana mekanisme penularan meliputi
(1) Kontak langsung dan tidak langsung,
(2) Droplet,
(3) Airborne,
(4) Vehicle; makan, minuman,
darah,
(5) Vektor biasanya bnatang pengerat dan serangga.

e. Pintu masuk adalah tempat dimana agen infeksi memasuki tubuh pejamu
(yang supectibel) dapat melalui saluran pernapasan, pencernaan.
perkemihan atau luka.

f. Pejamu (host) yang suspectibel adalah orang yang tidak memiliki daya tahan
tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi, faktor yang mempengaruhi
umur, usia, status gizi, ekonomi, pekerjaan, gaya hidup, keadaan terpasang
barrier (kateter, implantasi), saat dilakukan tindakan operasi.
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi.
a. Peningkatan daya tahan pejamu. Dengan pemberian imunisasi (vaksin Hepatitis B),
promosi kesehatan nutrisi yang adekuat.

7
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi. Menggunakan metoda fisik maupun kimia contoh
fisik dengan pasteurisasi atau sterilisasi ataupun memasak makanan hingga
matang.kalau kimia dengan pemberian clorin pada air dan desinfeksi.

c. Memutus rantai penularan. Dengan menerapkan tindakan pencegahan


dengan menerapkan kewaspadaan isolasi dan kewaspadaan transmisi.

d. Tindakan pencegahan paska pajanan. Hal ini berkaitan dengan pecegahan agen infeksi
yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh lain yang dikarenakan tertusuk.

8
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
Jenis/kualifikasi dan jumlah tenaga pelayanan kesehatan di Klinik Mutiara adalah
sebagai berikut :
B. Distribusi Ketenagaan
Tenaga Kesehatan yang ada di Klinik Mutiara berdasarkan standar ketenagaan
Permenkes No.9 Tahun 2014

N Standar Menurut Permenkes


Jenis Tenaga Kondisi di Klinik
O No.9/2014
Dokter atau dokter layanan
1 1 3
Primer
2 Dokter Gigi 1 1
3 Perawat 5 2
4 Bidan 7 4
Tenaga Kesehatan
5 1 -
Masyarakat
Tenaga Kesehatan
6 1 1
Lingkungan
Ahli Teknologi
7 1 -
Laboratorium Medik
8 Tenaga Gizi 1 -
9 Tenaga Kefarmasian 1 2
10 Tenaga Administrasi 2 2

C. Jadwal kegiatan
Jadwal pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan infeksi Klinik Mutiara
NO KEGIATAN WAKTU PELAKSANAAN KETERANGAN
1 Mencuci tangan dengan Setiap sebelum dan sesudah
sabun melaksanakan kegiatan
2 Mencuci/merendam alat Setiap selesai melaksanakan
dengan larutan Clorin tindakan medis
3 Mensterilkan alat Setiap selesai melaksanakan
tindakan medis
4 Penggunaan APD Setiap sebelum melaksanakan
tindakan medis
5 Pengumpulan sampah Setiap hari
medis dan non medis

6 Pemusnahan setiap satu bulan sekali

9
limbah/sampah medis
7 Pemantauan Setiap satu minggu sekali
penampungan limbah
medis dan non medis

J F M A M J J A S O N D
NO KEGIATAN A E A P E U U G E K O E
N B R R I N L U P T V S
1 Menyusun, rencana kegiatan PPI V
2 Melaksanakan sosialisasi PPI di
Puskesmas (Cara Mencuci
tangan, Mencuci dan merendam
V
alat dalam larutan Chlorin,
Mensterilkan Alat, Penggunaan
APD)
3 Membuat SOP PPI V
4 Melaporkan kasus PPI sewaktu
waktu dan melaporkannya ke
wakil manajemen mutu untuk
V V V V V V V V V V V V
ditindaklanjuti dan memastikan
rencana tindak lanjut
dilaksanakan.
5 Menyampaikan hasil laporan PPI
dalam lokakarya mini bulanan V V V V V V V V V V V V
Puskesmas.
6 Membuat laporan evaluasi,
analisa dan rencana tindak lanjut V V V V
kegiatan PPI setiap 3 bulan

10
A. Standar Fasilitas
Di Klinik Mutiara ada 2 bangunan utama, yang pertama adalah ruangan untuk pelayanan
rawat jalan yang terdiri dari pelayanan umum, pelayanan tindakan ,pelayanan gigi, pelayanan
KIA KB, Pelayanan Imunisasi, Pelayanan Promkes. Yang kedua adalah Pelayanan
pendaftaran serta pusat informasi dan pengaduan , pelayanan penunjang seperti
pelayanan obat , VK serta ruang ASI dan kamar inap
Pelayanan umum merupakan ruangan dengan 1 meja pemeriksaan dokter. Ruangan ini
memiliki wastafel sebagai sarana cuci tangan setelah meiakukan pemeriksaan kepada
pasien. Disamping itu ruangan ini memiliki seperangkat komputer sebagai saiah satu client
dari sistem informasi Klinikyang terhubung dengan server untuk memasukkan data pasien
pada system informasi klinik.
Ruangan tidakana dan ruang KIA berada dalam satu ruangan, Ruangan KIA berupa
pemeriksaan ibu hamil, pelayanan KB, serta pemberian immunisasi pada balita. Ruangan
Tindakan dan KIA memiliki bed pemeriksaan, wastafel, lemari peralatan untuk tindakan
Medis dan KIA
Ruang pelayanan Gigi dilengkapi dengan peralatan yang sudah memadai seperti dental
unit, lemari alat dan meja administrasi serta seperangkat komputer sebagai saiah satu client
dari sistem informasi Klinikyang terhubung dengan server untuk memasukkan data pasien
pada system informasi klinik.
Ruang promosi kesehatan berada di ruang tunggu karena keterbatasan ruangan. Ruangan
dilengkapi kursi tunggu lebih dari 30 tempat duduk dan banner, sehingga dapat menunjang
upaya konsultasi dengan nyaman.

11
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Lingkup Kegiatan
Merupakan langkah- langkah pelayanan pencegahan dan pengendalian Infeksi di masing –
masing unit kerja sbb :
1. Tata laksanana di unit surveilans
a. penanggungjawab Surveilan
- ICN
- IPCLN ruangan yang dilakukan surveilans

b. Perangkat kerja
- Status medis
- Form survei harian PPI
- Form survei bulanan
B. Metode

Metode pelayanan kesehatan lingkungan yang dilakukan di Klinik Mutiara mengunakan


metode penyuluhan,pendataan dan konseling
B. Langkah Kegiatan

1. Perencanaan
Perencanaan pelaksana pelayanan lingkungan di Klinik Mutiara yaitu untuk
menentukan kegiatan dan menyusun jadwal kegiatan
2. Pelaksana
Pelaksana merupakan upaya yang akan dilakukan sesuai dengan rencana kegiatan.
Mekanisme pelaksanaan dapat dilakukan dengan berbagai cara,sebagai mana di
jelaskan di lingkup kegiatan di atas
3. Monitoring
Monitoring adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
pencapaian dan pelaksanaan program Kesehatan Lingkungan di Klinik Mutiara

12
Monitoring dapat dilakukan pada saat pelaksanaan kegiatan baik dalam gedung
maupun di luar gedung.Mekanisme monitoring dapat dilakukan dengan cara
melakukan pelaporan pelaksanaan dan pencapaian program Kesehatan Lingkungan di
Puskesmas,yang di sampaikan oleh pengelola program Kesehatan Lingkungan di
Puskesmas Kepada Kepala Puskesmas setiap bulannya
( secara langsung ataupun melalui minilokarya bulanan Puskesmas )

4. Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada setiap akhir tahun untuk menilai proses dan hasil
pelaksanaan kegiatan Evaluasi di lakukan dengan mengunakan indikator kinerja
program Kesehatan Lingkungan Puskesmas OPI Palembang

5. Pelaporan Menyampaikan laporan kegiatan pelayanan kesehatan lingkungan setiap


bulan Kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Palembang Pencatatan dan pelaporan
kegiatan Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas OPI Palembang tercatat
dalam laporan Puskesmas

13
BAB V
LOGISTIK
Manajemen logistik alat kesehatan adalah suatu pengetahuan mengenai
perencanaan,penentuan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pemeliharaan serta pengapusan
material atau alat-alat kesehatan.Tujuan dari manajemen logistik adalah tersedianya setiap
bahan dan setiap kebutuhan,baik mengenai jenis,jumlah maupun kualitas yang di butuhkan
secara efesien. Dengan demikan manejemen logistik dapat dipahami sebagai proses
pergerakan dan pemberdayaan semua sumber daya yang dimiliki dan atau potensial untuk
di manfaatkan,untuk operasional,secara efektif dan efisien. Oleh karena itu untuk menilai
apakah pengelolaan logistik sudah memadai adalah dengan menilai apakah sering terjadi
keterlambatan dan atau bahan yang di butuhkan tidak tersedia,berapa kali
frekuensinya,berapa banyak tersediaan yang menganggur (idle stck) dan berapa lama hal itu
terjadi,berapa banyak bahan yang kadarluarsa atau rusak atau tidak dapat dipakai lagi

Manajemen logistik sebagai suatu fungsi mempunyai kegiatan-kegiatan :


A. Perencanaan kebutuhan

Fungsi perencanaan ini pada dasarnya adalah menghitung berapa besar kebutuhan
bahan logistik yang di perlukan untuk periode waktu tertentu,biasanya
untuk satu tahun, Ada 2 cara pendekatan yang di gunakan dalam perencanaan
kebutuhan obat,yaitu :

1. Dengan mengetahui atau menghitung kebutuhan yang telah dengan nyata di gunakan
dalam periode waktu yang lalu:
a.Jumlah sisa/persediaan pada awal periode
b.Jumlah pembelian pada periode waktu
c. Jumlah bahan logistik yang terpakai selama periode
d. Membuat analisis efisien pengunaan bahan logistik,
dikaitkan dengan kinerja yang di capai
e. Membuat analisi kelancaran penyediaan bahan logistik,misalnya
frekuensi bahan yang diminta “Habis” atau tidak ada penyedian jumlah
barang menumpuk,serta penyebab terjadinya keadaan tersebut

2. Dengan melihat program kerja yang akan datang

a. Membuat analisa kebutuhan untuk dapat menunjang pelaksanaan kegitan


kerja
b. Memperhatikan kebijakan pimpinan mengenai standarisasi bahan,ataupun
kebijakan dalam pengaduan (untuk obat misalnya ada formularium, untuk
pengadaan di Puskesmas)

14
c. Menyesuaikan perhitungan dengan memperhatika persedian awal,baik meliputi
jenis, jumlah maupun spesifikasi logistic
d. Memperhatikan kemampuan tempat penyimpanan barang

B. Penganggaran

Fungsi penganggaran yaitu menghitung kebutuhan sesuai dengan kebutuhan pengadaan


bahan logistik.

C. Pengadaan

Fungsi pengadaan, yaitu semua kegiatan yang dilakukan untuk mengadakan bahan logistik
yang telah di rencanakan.

D. Penyimpanan
Fungsi penyimpanan adalah sebenarnya termasuk juga fungsi penerimaan barang.Secara
garis besar yang harus di cek kebenarannya adalah :
1. Kesesuaian dengan jenis, jumlah dan spesifikasi bahan serta waktu penyerahan barang
terhadap surat pesan (SP) dan surat perintah kerja ( SPK )

2. Kondisi fisik bahan, apakah tidak ada perubahan warna kemasan, bau, noda dan
sebagainya yang menindikasikan tingkat kualitas bahan

3. Kesesuaian waktu penerimaan bahan terhadap batas waktu SP.

Barang yang di terima tersebut kemudian dibuatkan berita cara penerimaan ( BAP )
barang. Berdasarkan sifat dan kepentingan barang/bahan logistik ada beberapa jenis
barang logistik, yaitu biasanya tidak langsung di simpan di gudang,akan tetapi di
terima langsung kepada pengguna.Yang penting adalah bahwa mekanisme ini harus di
atur sedemikian rupa sehingga tercipta internal check (Selain uji secara otomatis )
yang memadai, yang ditetapkan oleh yang berwenang ( Pimpinan )

Fungsi penyimpanan ini sangat menentukan kelancaran distribusi. Beberapa keuntungan


melakukan fungsi penyimpanan ini adalah :
1. Untuk mengantisipasi keadaan yang fluktuatif,karena sering terjadi kesulitan
memperkirakan kebutuhan secara akurat
2. Untuk menghindari kekosongan bahan (out of stock)
3. Untuk menghemat biaya, serta mengantisifasi fluktuasi kenaikan harga beban

15
4. Untuk menjaga agar kualitas bahan dalam keadaan siap pakai
5. Untuk mempercepat pendistribusian

Metode yang sering di gunakan dalam pengendalian persediaan di Klinik Mutiara adalah
denagna memperhatikan sifat barang/obat,apakah termasuk barang vital,esensial atau normal
( ven system ).Digabungkan dengan apakah barang tersebut termasuk fast atau slow
moving.Dari perhitungan itu secara empiris,dapat di tentukan berapa besar jumlahnya.

1. Persediaan minimal/jenis barang pertahun

2. Persedian maksimal/jenis barang perbulan

3. Persedian pengaman
Dalam penyimpanan di kenal ada system FIFO ( first in first out ) khusus di puskesmas
seharusnya FIFO juga di baca. Mana yang mempunyai masa kadarluarsa pendek/singkat
harus di keluarkan terlebih dahulu,tidak tergantung kapan di terima di gudang. Kebutuhan
dana logistik untuk pelaksanaan pelayanan kesehatan lingkungan tersebut di rencanakan
dalam pertemuan lokakarya mini lintas program dan lintas sektor sesuai dengan tahapan
kegiatan yang akan dilaksanakan.

16
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN/PROGRAM

Pengertian Surveilens

Surveilens adalah suatu pengamatan yang sistematis ,efektif dan terus menerus terhadap
timbulnya dan penyebaran penyakit pada suatu populasi serta terhadap keadaan atau
peristiwa yang menyebabkan meningkatnya atau menurunnya resiko terjadinya penyebaran
penyakit :

1. Pada saat pasien masuk puskesmas tidak ada tanda – tanda tidak dalam masa
inkubasi infeksi tersebut.
2. Inkubasi terjadi 2x 24 jam setetlah pasien berobat ke Klinik apabila tanda- tanda
infeksi sudah timbul sebelum 2x24 jam sejak mulai berobat, maka perlu diteliti
masa inkubasi dari infeksi tersebut.
3. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme
yang berbeda dari mikroorganisme saat berobat ke klinik atau mikroorganisme
penyebab sama tetapi lokasi infeksi berbeda.
4. Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan berasal dari klinik

Ada 2 keadaan yang bukan disebut infeksi nosokomial.


1. Infeksi yang berhubungan dengan komplikasi atau meluasnya infeksi yang sudah
ada pada waktu berobat ke klinik.
2. Infeksi pada bayi baru yang penularannya melalui placenta (mis toxoplasmosis,
sifilis) dan baru muncul pada atau sebelum 48 jam setelah masa kelahiran .

Ada 2 keadaan yang bukan disebut infeksi :


1. Kolonisasi : yaitu adanya mikroorganisme (pada kulit,selaput
lender, luka terbuka ) yang tidak memberikan gejala dan tanda klinis

17
2. Imflamasi yaitu suatu kondisi respon jaringan terhadap jenis atau rangsangan zat
non infeksi seperti zat kimia.

Infeksi nosokomial mudah terjadi karena adanya beberapa kondisi antara lain:
1. Klinik merupakan tempat berkumpulnya orang sakit, sehingga jumlah dan jenis
kuman penyakit yang ada lebih banyak dari pada tempat lain.

2. Orang sakit mempunyai daya tahan tubuh yang rendah sehingga mudah tertular.

3. Mikroorganisme yang ada cenderung lebih resisten terhadap anti biotika ,akibat
penggunaan berbagai macam antibiotika yang sering kali tidak rasional.

4. Adanya kontak langsung antar petugas dengan pasien, petugas kesehatan lingkungan
yang dapat menularkan kuman pathogen.

5. Penggunaan alat/instrument yang telah terkontaminasi dengan kuman

Sumber-sumber infeksi yang terjadi di Klinik dapat berasal dari :


a. Petugas Klinik.
1. Pengunjung pasien.
2. Antar pasien itu sendiri.
3. Peralatan yang dipakai di klinik
b. Lingkungan.
1. Mencegah pasien memperoleh infeksi selama dalam perawatan.
2. Mengontrol penyebaran infeksi antar pasien.
3. Mencegah terjadinya kejadian luar biasa.
4. Melindungi petugas
5. Menyakinkan bahwa rumah sakit tempat yang aman bagi pasien dan petugas .

1. HAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru setelah pasien
dirawat klinik setelah 48 jam tanpa dilakukan intubasi dan sebelumnya tidak menderita
Penyakit infeksi saluran napas bawah.HAP dapat diakibatkan karena tirah baring yang lama
(koma ,tidak sadar tracheostomi,refluk gaster).

18
2. VAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru setelah pemakaian
ventilasi mekanik lebih dari 48 jam dan sebelumnnya tidak ditemukan tanda – tanda infeksi
saluran napas.

19
BAB VII

KESELAMATAN KERJA

Dalam undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan


bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus dilaksanakan di semua tempat
kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit
penyakit atau mempunyai karyawan sedikitnya 10 orang. Jika memperhatikan dari isi pasal
diatas, maka jelaslah bahwa Puskesmas termasuk dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai
ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para
pelaku langsung yang bekerja di Puskesmas, tetapi juga terhadap pasien maupun pengunjung
Puskesmas.

Potensi bahaya di Klinik, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-
bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di Kliniks, yaitu kecelakaan
(peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-
sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gangguan psikososial
dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan
bagi para karyawan di Klinik, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan
Klink.

Dalam pekerjaan sehari-hari petugas kesehatan selalu dihadapkan pada bahaya-bahaya


tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik , peralatan listrik maupun
peralatan kesehatan. Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam Klinik atau instansi
kesehatan dapat digolongkan dalam :

1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak
(obat– obatan);
2. Bahan beracun, korosif dan kaustik;
3. Bahaya radiasi;
4. Luka bakar;
5. Syok akibat aliran listrik;
6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam;
7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.

20
Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha pengamanan, antara
lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin kerja. Pada kesempatan ini akan
dikemukakan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di Klinik/ instansi kesehatan.
Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan,
meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3 Puskesmas perlu
dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 Klinik lebih efektif, efisien dan terpadu,
diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di Klinik, baik bagi pengelola maupun karyawan
Klinik. Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya, dengan
mempergunakan bantuan orang lain. Hal tersebut diharapkan dapat mengurangi dampak
kelalaian atau kesalahan ( malpraktek) serta mengurangi penyebaran langsung dampak dari
kesalahan kerja.

Proses manajemen keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium seperti proses


manajemen umumnya adalah penerapan berbagai fungsi manajemen, yaitu perencanaan,
organisasi, pelaksanaan dan pengawasan. Fungsi perencanaan meliputi perkiraan /
peramalan, dilanjutkan dengan penetapan tujuan dan sasaran yang akan dicapai, menganalisa
data, fakta dan informasi, merumuskan masalah serta menyusun program. Fungsi berikutnya
adalah fungsi pelaksanaan yang mencakup pengorganisasian penempatan staf, pendanaan
serta implemen- tasi program. Fungsi terakhir ialah fungsi pengawasan yang meliputi
penataan dan evaluasi hasil kegiatan serta pengendalian.

21
BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu (quality control) dalam manajemen mutu merupakan suatu sistem
kegiatan teknis yang bersifat rutin yang dirancang untuk mengukur dan menilai mutu produk
atau jasa yang diberikan kepada pelanggan. Pengendalian mutu pada pelayanan kesehatan
diperlukan agar produk layanan kesehatan terjaga kualitasnya sehingga memuaskan
masyarakat sebagai pelanggan. Penjaminan mutu pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan
melalui pelbagai model manajemen kendali mutu. Salah satu model manajemen yang dapat
digunakan adalah model PDCA (Plan, Do, Check, Action) yang akan menghasilkan
pengembangan berkelanjutan (continuous improvement) atau kaizen mutu pelayanan
kesehatan. Yoseph M. Juran terkenal dengan konsep "Trilogy" mutu dan
mengidentifikasikannya dalam tiga kegiatan:

1. Perencanaan mutu meliputi: siapa pelanggan, apa kebutuhannya, meningkatkan


produk sesuai kebutuhan, dan merencanakan proses untuk suatu produksi,
2. Pengendalian mutu: mengevaluasi kinerja untuk mengidentifikasi perbedaan antara
kinerja aktual dan tujuan,
3. Peningkatan mutu: membentuk infrastruktur dan team untuk melaksanakan
peningkatan mutu. Setiap kegiatan dijabarkan dalam langkah-Iangkah yang semuanya
mengacu pada upaya peningkatan mutu

Peluang untuk memecahkan masalah harus digunakan pada saat yang tepat oleh mereka yang
bertanggungjawab melalui langkah-langkah sebagai berikut: Langkah

1. Mengidentifikasi, memilih, dan mendefinisikan masalah. Kenali hal- hal yang


berpotensi menjadi masalah dan kaji situasi dimana staf mungkin dapat
mempebaikinya. Tentukan kriteria untuk memilih masalah yang paling penting.
Definisikan secara operasional masalah yang dipilih, misalnya,bagaimana staf
mengetahui bahwa hal yang diidentifikasi merupakan masalah? Bagaimana staf
mengetahui bahwa masalah sudah terpecahkan, dengan cara menentukan kriteria
keberhasilan pemecahan masalah. Langkah
2. Pelajari dengan seksama proses yang terjadi dari segala aspek. Tentukan di mana dan
kapan masalah muncul. Pahami proses terjadinya masalah.

22
3. Tentukan sebab masalah yang pokok Tentukan faktor-faktor yang menimbulkan
masalah dan keterkaitannya dengan masalah. Gunakan metode untuk mengetes
hipotesis tentang sebab-sebab yang mungkin menimbulkan masalah tersebut.
Kumpulkan data untuk mengetes hipotesis dan untuk menentukan faktor penyebab
yang paling dominan.
4. Identifikasi semua solusi yang mungkin. Berfikirlah secara kreatif untuk menangani
sebab-sebab masalah yang mungkin dapat diatasi.
5. Pilih solusi yang dapat dilaksanakan. Analisalah cara-cara pemecahan masalah
yang mungkin dilaksanakan, dikaji dari aspek kriteria keberhasilan memecahkan
masalah, biaya yang diperlukan, kemungkinan solusi dapat dilaksanakannya, atau
kriteria lainnya.
6. Melaksanakan pemecahan masalah yang berkualitas dengan PDCA Ada empat
langkah menuju pelaksanaan solusi yang efektif, yaitu:
a. Merencanakan (PLAN) : Sebelum dilaksanakan solusi, perlu ditentukan tujuan
dan apa kriteria keberhasilan. Pimpinan harus memutuskan siapa, apa, dimana,
dan bagaimana solusi akan dilaksanakan. Pada tahap ini, diperlukan
penjelasan tentang berbagai asumsi, dan dipikirkan tentang kemungkinan
adanya penolakan dari pihak yang dijadikan sasaran. Di sini harus sudah
diputuskan tentang data yang harus dikumulkan untuk memantau keberhasilan
pelaksanaan solusi masalah.
b. Pelaksanaan (DO) : Melaksanakan solusi sering melibatkan pelatihan,
termasuk proses pengumpulan data/informasi untuk memantau perubahan
yang terjadi, dan mengamati tingkat kemudahan atau kesulitan pelaksanaan
solusi. Amati bagamana solusi tersebut dilaksanakan. Buat catatan tentang
segala sesuatu yang dianggap menyimpang dari kesepakatan. Setiap masalah
atau kesalahan yang muncul dalamproses ini harus diartikan sebagai
kesempatan untuk membuat perbaikan.
c. Cek (CHECK) : Amati efek pelaksanaan solusi dan simpulkan pelajaran apa
yang diperoleh dari tindakan yang sudah dilakukan. d. Bertindak (ACTION) :
Ambil langkah-langkah praktis sesuai dengan pelajaran yang diperoleh dari
tindakan yang sudah diambil : Lanjutkan proses solusi, atau hentikan, atau
ulang kembali tindakan dari awal dengan tujuan melakukan modifikasi.

23
BAB VIII

PENUTUP

Pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) sangat penting untuk dilaksanakan di Klinik
sebagai tempat fasilitas pelayanan kesehatan, disamping sebagai tolak ukur mutu pelayanan
juga untuk melindungi pasien, petugas, pengunjung dan keluarga serta lingkungan dari resiko
tertular penyakit infeksi karena perawatan, bertugas dan berkunjung ke Klinik. Dimana
Klinik sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat diharapkan dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai standar yang sudah
ditentukan. Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi.

a. Peningkatan daya tahan pejamu. Dengan pemberian imunisasi(vaksin Hepatitis


B),promosi kesehatan nutrisi yang adekuat.
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi. Menggunakan metoda fisik maupun kimia contoh
fisik dengan pasteurisasi atau sterilisasi ataupun memasak makanan hingga
matang.kalau kimia dengan pemberian clorin pada air dan desinfeksi .
c. Memutus rantai penularan. Dengan menerapkan tindakan pencegahan dengan
menerapkan kewaspadaan isolasi dan kewaspadaan transmisi

24

Anda mungkin juga menyukai