Anda di halaman 1dari 25

UPAYA MEMUTUS RANTAI INFEKSI, PENCEGAHAN

BAHAYA FISIK, RADIASI, KIMIA, ERGONOMIK, DAN


PSIKOSOSIAL
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

Oleh:

Kelompok 8

1. Lois Greis Dombulan NIM: P07220218011


2. Maria Regolinda Olo NIM: P07220218012
3. Muhamad Tedy Kurniawan NIM: P07220218015
4. Muhammad Syarwani Abdan NIM: P07220218018
5. Yudistira Wahyu Pradana NIM: P07220218039

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KALTIM
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Esa,
Karena atas nikmat dan Hidayah-Nya Penulis dapat menyelesaikan Makalah yang
deberi judul Konsep Keperawatan Paliatif & Menjelang Ajal. Dalam kesempatan
ini Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada,

Edy Purwanto S.ST., M.Kes, selaku Dosen Pembina yang memberikan


motivasi, bimbingan serta koneksi terhadap cara-cara penulisan dan cara
pembuatan Makalah yang benar kepada Penulis, sehinnga Penulis bisa memahami
materi baik.

Dalam penulisan Makalah ini tentu Penulis telah berusaha semaksimal


mungkin untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan pengalaman untuk
mendapatkan inspirasi dan masukan dari berbagai sumber.

Namun Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini jauh dari
kata sempurna. Oleh sebab itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca untuk kesempurnaan laporan ini.

Akhirnya Penulis berharap, semoga hasil Makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua, khususnya bagi Penulis

Terima Kasih

Samarinda, 16 Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul..............................................................................................................i

Kata Pengantar..............................................................................................................ii

Daftar Isi......................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN
A. Konsep Infeksi..................................................................................................3
B. Upaya Memutus Rantai Infeksi........................................................................6
C. Bagaimana Konsep Bahaya Fisik, Radiasi, Kimia, Ergonomi, dan
Psikososial ..........................................................................................................
D. Pencegahan Bahaya Fisik, Radiasi, Kimia, Ergonomi, dan Psikososial...........9

BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................................13
B. Saran...............................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia,
termasuk di Indonesia.Infeksi yang terjadi di rumah sakit sekarang lebih
dikenal dengan Healthcare-associated infections (HAIs)dengan pengertian
yang lebih luas tidak hanya di rumah sakit tetapi juga di fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya. Healthcare Associated Infections (HAIs) merupakan
infeksi yang didapat saat pasien dirawat di rumah sakit dan setelah pasien
dirawat lebih dari 48 jam menerima pelayanan kesehatan (Chalmers &
Straub, 2006; JCI, 2011; WHO, 2002).
Karena tidak dapat ditentukan secara pasti asal infeksi, maka sekarang
istilah infeksi nosokomial (Hospital acquired infection) diganti dengan istilah
baru yaitu “Healthcare-associated infections” (HAIs) dengan pengertian yang
lebih luas tidak hanya di rumah sakit tetapi juga di fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya, serta tidak terbatas infeksi pada pasien saja, tetapi juga
infeksi pada petugas kesehatan yang didapat pada saat melakukan tindakan
perawatan pasien (Akib et al, 2008).
Potensi bahaya atau dapat disebut juga dengan hazard terdapat hampir
disetiap tempat dimana dilakukan suatu aktivitas, baik di rumah, di jalan,
maupun di tempat kerja. Apabila hazard tersebut tidak dikendalikan dengan
tepat akan dapat menyebabkan kelelahan, sakit, cedera, dan bahkan
kecelakaan yang serius. Oleh karena itu, harus dilakukan pengendalian
bahaya dengan menemukan sumber-sumber bahaya di tempat kerja,
kemudian diadakan identifikasi bahaya. Bahaya yang telah teridentifikasi
perlu dievaluasi tingkat risikonya terhadap tenaga kerja. Dari kegiatan
tersebut dapat diupayakan suatu usaha pengendalian sampai pada tingkat
yang aman bagi tenaga kerja, aset perusahaan, dan lingkungan.

1
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada Makalah ini ialah:
1. Bagaimana nonsep Infeksi?
2. Apa saja Upaya Memutus Rantai Infeksi?
3. Bagaimana Konsep Bahaya Fisik, Radiasi, Kimia, Ergonomi, dan
Psikososial?
4. Apa saja cara Pencegahan Bahaya Fisik, Radiasi, Kimia, Ergonomi, dan
Psikososial?

2
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Konsep Infeksi
1. Pengertian Infeksi
Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme
yang mampu menyebabkan sakit. Infeksi juga disebut asimptomatik
apabila mikroorganisme gagal dan menyebabkan cedera yang serius
terhadap sel atau jaringan. Penyakit akan timbul jika patogen
berkembang biak dan menyebabakan perubahan pada jaringan normal.
(Potter & perry .Fundamental Keperawatan Edisi 4). Rantai Penularan
Penyakit adalah rangkain sejumlah faktor yang memungkinkan proses
penularan suatu penyakit dapat berlangsung.
2. Penyebab infeksi
Gejala dari infeksi bervariasi, bahkan ada kondisi dimana infeksi
tersebut tidak menimbulkan sub klinis. Gejala yang ditimbulkan
terkadang bersifat lokal (di tempat masuknya mikoorganisme) atau
sistematik (menyebar keseluruh tubuh). Berikut adalah beberapa gejala
yang timbul berdasarkan penyebabnya :
a. Bakteri : Jika seseorang terkena infeksi bakteri di tenggorokan, maka
ia akan merasakan nyeri tenggorokan, batuk, dan sebagainya. Jika
mengalami infeksi bakteri pada perncernaan, maka ia akan
merasakan gangguan pencernaan seperti diare, konstipasi, mual atau
muntah.
b. Virus : Gejala yang sering timbul biasanya flu, gangguan
pencernaan, bersin–bersin, hidung berair dan tersumbat, pembesaran
kelenjar getah bening, pembengkakan tonsil, atau bahkan turunya
berat badan.
c. Jamur : Gejala infeksi yang disebabkan oleh jamur antara lain gatal,
kemerahan, kadang terdapat rasa bakar, dan kulit bersisik.

3
3. Tahap Infeksi
Secara umum proses atau tahap infeksi adalah sebagai berikut:
a. Tahap Inkubasi adalah waktu yang diperlukan darisaat masuknya
patogen (penyebab penyakit) kedalam tubuah sampai mulai
menimbulkan gejala pertamakali.
b. Tahap Prodomal adalah Interval dari awitan tanda dan gejala non
spesifik (malaise, demam ringan, keletihan) sampai gejala yang
spesifik. Selama masa ini, mikroorganisme tumbuh dan berkembang
biak dan klien lebih mampu menyebarkan penyakit ke orang lain
c. Tahap Sakit klien adalah memanifestasikan tanda dan gejala yang
speifik terhadap jenis sakit
d. Tahap Pemulihan adalah interval saat munculnya gejala akut infeksi

4. Tanda – tanda Infeksi


a. Calor
Terdapat rasa panasdengan kemerahan dari reaksi peradangan akut.
Kalor disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab
darah yang memiliki suhu 37OC disalurkan ke permukaan tubuh
yang mengalami radang lebih banyak daripada ke daerah normal.
b. Dolor
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat
merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau
zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan
pula oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan
yang meradang.
c. Rubor
Terdapat kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah
yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi
pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan.

4
Sehingga lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan
kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan
ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal
karena peradangan akut.
d. Tumor
Terdapat pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian
besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi
darah ke jaringan-jaringan interstitial.
e. Fungsiolesa
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang
(Dorland, 2002). Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang
telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara mendalam
mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang.

5. Proses Rantai Penularan Infeksi


Proses rantai penularan infeksi adalah sebagai berikut :
a. Agen/Penyebab Infeksi
b. Reservoir (sumber mikroorganisme)
c. Portal of exit (jalan keluar)
d. Cara penularan (transmisi)
e. Portal masuk
f. Daya tahan hospes (manusia)

B. Upaya Memutus Rantai Infeksi


1. Prinsip pencegahan infeksi
Prinsip pencegahan infeksi antara lain :
a. Antiseptik adalah usaha mencegah infeksi dengan cara membunuh
atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau
jaringan tubuh lainnya.

5
b. Aseptik adalah semua usaha yang dilakukan dalam mencegah
masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang mungkin akan
menyebabkan infeksi. Tujuannya adalah mengurangi atau
menghilangkan jumlah mikroorganisme, baik pada permukaan benda
hidup maupun benda mati agar alat-alat kesehatan dapat digunakan
dengan aman.
c. Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan
bahwa petugas kesehatan dapat menangani secara aman benda-benda
(peralatan medis, sarung tangan, meja pemeriksaan) yang
terkontaminasi darah dan cairan tubuh. Cara memastikannya adalah
segera melakukan dekontaminasi terhadap benda - benda tersebut
setelah terpapar/terkontaminasi darah atau cairan tubuh
d. Desinfeksi merupakan tindakan yang menghilangkan sebagian besar
mikroorganisme penyebab penyakit dari benda mati.
e. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) merupakan suatu proses yang
menghilangkan mikroorganisme kecuali beberapa endospora bakteri
pada benda mati dengan merebus, mengukus, atau penggunaan
desinfektan kimia.
f. Mencuci dan membilas merupakan suatu proses yang secara fisik
menghilangkan semua debu, kotoran, darah, dan bagian tubuh lain
yang tampak pada objek mati dan membuang sejumlah besar mikro
organisme untuk mengurangi resiko bagi mereka yang menyentuh
kulit atau menangani benda tersebut (proses ini terdiri dari pencucian
dengan sabun atau deterjen dan air, pembilasan dengan air bersih dan
pengeringan secara seksama).
g. Sterilisasi, adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan
semua mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), termasuk
endospora bakteri pada benda-benda mati atau instrument.

6
2. Strategi pencegahan dan pengendalian untuk memutus rantai
penularan infeksi
Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara
suseptibilitas penjamu, agen infeksi (pathogenesis, virulensi dan dosis)
serta cara penularan. Identifikasi factor resiko pada penjamu dan
pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden
terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas
kesehatan.
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :
a. Peningkatan daya tahan penjamu
Dapat berupa pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi hepatitis
B), atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi
kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan
meningkatkan daya tahan tubuh.
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi
Dapat dilakukan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik
adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak
makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air,
desinfeksi.
c. Memutus mata rantai penularan
Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan
penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepada ketaatan petugas
dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.
d. Tindakan pencegahan paska pajanan terhadap petugas kesehatan
Berkaitan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah
atau cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk
jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu
mendapatkan perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV.

Memutus mata rantai penularan merupakan hal yang paling mudah


untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi harus didukung

7
dengan kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan prosedur yang telah
ditetapkan dalam Standar Prosedur Operasional. Adapun cara memutus
mata rantai penularan infeksi tersebut adalah dengan penerapan
Kewaspadaan Isolasi (Isolations Precautions) dirancang untuk
mengurangi risiko terinfeksi penyakit menular pada petugas kesehatan
baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui.
Yang terdiri dari Kewaspadaan Standar (Standart Precautions) dan
Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi (Transmission Based Precaution).

Kewaspadaan Standar (Standart Precautions) yang dilakukan


kepada semua pasien tanpa memandang pasien tersebut infeksius atau
tidak.Kemenkes  RI  (2011),  menuliskan  bahwa  ada  sepuluh  hal  yang 
perlu  dilakukan dalam pelaksanaan PPI, yaitu :

1. Kebersihan tangan
2. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
3. Penatalaksanaan peralatan klien dan linen
4. Pengelolaan limbah
5. Pengendalian lingkungan rumah sakit
6. Kesehatan karyawan/perlindungan pada petugas kesehatan
7. Penempatan/isolasi klien
8. Hygiene respirasi/etika batuk
9. Praktik menyuntik yang aman
10. Praktik lumbal pungsi

Kewaspadaan transimisi (Transmission Based Precaution) adalah


kewaspadaan berdasarkan sumber infeksi : kontak, droplet, airbone.
Kewaspadaan transimisi anntara lain :

1. Contact Precautions
a. Cuci tangan dengan bahan dasar alkohol atau sabun dan air
b. Gunakan jubah ketika melakukan perawatan langsung
c. Gunakan sarung tangan ketika melakukan perawatan langsung

8
2. Droplet Precautions
a. Cuci tangan dengan bahan dasar alkohol atau sabun dan air
b. Gunakan masker dengan jarak 2 meter dari pasien
c. Gunakan pelindung mata dengan jarak 2 meter dari pasien
3. Airbone Precautions
a. Cuci tangan dengan bahan dasar alkohol atau sabun dan air
b. Tutup pintu, buka jendela jika memungkinkan
c. Gunakan masker N95 ketika memasuki ruangan

C. Konsep Bahaya Fisik, Radiasi, Kimia, Ergonomi, dan Psikososial


Bahaya atau hazard merupakan keadaan, situasi dan kejadian yang
memiliki kemungkinan potensial untuk melukai manusia atau kondisi
ketidakseimbangan fisik atau mental yang diketahui asal usulnya dari dan
atau bertambah buruk dikarenakan pekerjaan-pekerjaan ataupun keadaan
yang ada kaitannya dengan beberapa pekerjaan (OHSAS18001: 2007 dalam
Sari dan Suryani, 2018). Menurut Siahaan (2008) bahaya adalah kondisi atau
suatu keadaan yang dapat menimbulkan atau memperbesar kemungkinan
terjadinya kerugian.
Bahaya terdapat dimana-mana baik ditempat kerja atau di lingkungan,
namun bahaya hanya akan menimbulkan efek jika terjadi sebuah kontak atau
ekspsure (Tranter, 1999). Dalam terminology keselamatan dan kesehatan
kerja (K3), bahaya di klasifikasikan menjadi, yaitu:
1. Bahaya Keselamatan Kerja (safety Hazard)
Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada timbulnya
kecelakaan yang dapat menyebabkan luka (injury) hingga kematian, serta
kerusakan properti perusahaan. Dampaknya bersifat akut. Jenis bahaya
keselamatan antara lain:
a. Bahaya Mekanik, disebabkan oleh mesin atau alat kerja mekanik
seperti tersayat, terjatuh, tertindih, dan terpeleset.
b. Bahaya Elektrik, disebabkan peralatan yang mengandung arus listrik.

9
c. Bahaya Kebakaran, disebabkan oleh subtansi kimia yang bersifat
flammable (mudah terbakar).
d. Bahaya Peledakan, disebabkan oleh subtansi kimia yang bersifat
explosive.
2. Bahaya Kesehatan Kerja (Health Hazard)
Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada kesehatan,
menyebabkan gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja, dampaknya
bersifat kronis. Jenis bahaya kesehatan ini antara lain (ILO, 2013) :
a. Bahaya Fisik
Faktor fisik adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat
fisika antara lain kebisingan, penerangan, getaran, iklim kerja,
gelombang mikro dan sinar ultra ungu. Faktor-faktor ini mungkin
bagian tertentu yang dihasilkan dari proses produksi atau produk
samping yang tidak diinginkan.
1) Kebisingan, adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang
bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja
yang pada tingkat tertentu dapat me-nimbulkan gangguan
pendengaran. Suara keras, berlebihan atau berkepanjangan dapat
merusak jaringan saraf sensitif di telinga, menyebabkan
kehilangan pendengaran sementara atau permanen. Hal ini
sering diabaikan sebagai masalah kesehatan, tapi itu adalah
salah satu bahaya fisik utama. Batasan pajanan terhadap
kebisingan ditetapkan nilai ambang batas sebesar 85 dB selama
8 jam sehari.
2) Penerangan, penerangan di setiap tempat kerja harus memenuhi
syarat untuk melakukan pekerjaan. Penerangan yang sesuai
sangat penting untuk peningkatan kualitas dan produktivitas.
Studi menunjukkan bahwa perbaikan penerangan, hasilnya
terlihat langsung dalam peningkatan produktivitas dan
pengurangan kesalahan. Bila penerangan kurang sesuai, para
pekerja terpaksa membungkuk dan mencoba untuk

10
memfokuskan penglihatan mereka, sehingga tidak nyaman dan
dapat menyebabkan masalah pada punggung dan mata pada
jangka panjang dan dapat memperlambat pekerjaan mereka.
3) Getaran, adalah gerakan bolak-balik cepat (reciprocating),
memantul ke atas dan ke bawah atau ke belakang dan ke depan.
Gerakan tersebut terjadi secara teratur dari benda atau media
dengan arah bolak balik dari kedudukannya. Hal tersebut dapat
berpengaruh negatif terhadap semua atau sebagian dari tubuh.
Misalnya, memegang peralatan yang bergetar sering
mempengaruhi tangan dan lengan pengguna, menyebabkan
kerusakan pada pembuluh darah dan sirkulasi di tangan.
Getaran dapat dirasakan melalui lantai dan dinding oleh orang-
orang disekitarnya. Misalnya, mesin besar di tempat kerja dapat
menimbulkan getaran yang mempengaruhi pekerja yang tidak
memiliki kontak langsung dengan mesin tersebut dan
menyebabkan nyeri dan kram otot. Batasan getaran alat kerja
yang kontak langsung maupun tidak langsung pada lengan dan
tangan tenaga kerja ditetapkan sebesar 4 m/detik2.
4) Iklim kerja, ketika suhu berada di atas atau di bawah batas
normal, keadaan ini memperlambat pekerjaan. Ini adalah respon
alami dan fisiologis dan merupakan salah satu alasan mengapa
sangat penting untuk mempertahankan tingkat kenyamanan suhu
dan kelembaban ditempat kerja. Faktor-faktor ini secara
signifikan dapat berpengaruh pada efisiensi dan produktivitas
individu pada pekerja. Sirkulasi udara bersih di ruangan tempat
kerja membantu untuk memastikan lingkungan kerja yang sehat
dan mengurangi pajanan bahan kimia. Sebaliknya, ventilasi
yang kurang sesuai dapat: mengakibatkan pekerja kekeringan
atau kelembaban yang berlebihan; menciptakan
ketidaknyamanan bagi para pekerja; mengurangi konsentrasi

11
pekerja, akurasi dan perhatian mereka untuk praktek kerja yang
aman.
Agar tubuh manusia berfungsi secara efisien, perlu untuk tetap
berada dalam kisaran suhu normal. Untuk itu diperlukan iklim
kerja yang sesuai bagi tenaga kerja saat melakukan pekerjaan.
Iklim kerja merupakan hasil perpaduan antara suhu,
kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan
tingkat panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat dari
pekerjaannya. Iklim kerja berdasarkan suhu dan kelembaban
ditetapkan dalam Kepmenaker No 51 tahun 1999 diatur dengan
memperhatikan perbandingan waktu kerja dan waktu istirahat
setiap hari dan berdasarkan beban kerja yang dimiliki tenaga
kerja saat bekerja (ringan, sedang dan berat).
b. Bahaya Radiasi
Radiasi gelombang elektromagnetik yang berasal dari radiasi
tidak mengion antara lain gelombang mikro dan sinar ultra ungu
(ultra violet).
Gelombang mikro digunakan antara lain untuk gelombang radio,
televisi, radar dan telepon. Gelombang mikro mempunyai frekuensi
30 kilo hertz – 300 giga hertz dan panjang gelombang 1 mm – 300
cm. Radiasi gelombang mikro yang pendek < 1 cm yang diserap oleh
permukaan kulit dapat menyebabkan kulit seperti terbakar.
Sedangkan gelombang mikro yang lebih panjang (> 1 cm) dapat
menembus jaringan yang lebih dalam.
Radiasi sinar ultra ungu berasal dari sinar matahari, las listrik,
laboratorium yang menggunakan lampu penghasil sinar ultra violet.
Panjang felombang sinar ultra violet berkisar 1 – 40 nm. Radiasi ini
dapat berdampak pada kulit dan mata.
c. Bahaya Kimia
Bahan-bahan kimia digunakan untuk berbagai keperluan di
tempat kerja. Bahan-bahan kimia tersebut dapat berupa suatu produk

12
akhir atau bagian bentuk bahan baku yang digunakan untuk
membuat suatu produk. Juga dapat digunakan sebagai pelumas,
untuk pembersih, bahan bakar untuk energi proses atau produk
samping. Banyak bahan kimia yang digunakan di tempat kerja
mempengaruhi kesehatan kita dengan cara-cara yang tidak diketahui.
Dampak kesehatan dari beberapa bahan kimia bisa secara perlahan
atau mungkin membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk
berkembang.
Terdapat banyak bahan kimia yang memiliki sifat beracun dapat
memasuki alairan darah dan dapat menyebabkan kerusakan pada
sistem tubuh dan organ lainnya. Bahan kimia berbahaya dapat
berbentuk padat, cairan, uap, gas, debu, asap atau kabut dan
dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara utama antara lain:
1) Inhalasi (menghirup)
Seorang dewasa saat istirahat menghirup sekitar lima liter udara
per menit yang mengandung debu, asap, gas atau uap. Beberapa
zat, seperti fiber/serat, dapat langsung melukai paru-paru.
Lainnya diserap ke dalam aliran darah dan mengalir ke bagian
lain dari tubuh.
2) Pencernaan (menelan)
Bahan kimia dapat memasuki tubuh jika makan makanan yang
terkontaminasi, makan dengan tangan yang terkontaminasi atau
makan di lingkungan yang terkontaminasi. Zat di udara juga
dapat tertelan saat dihirup, karena bercampur dengan lendir dari
mulut, hidung atau tenggorokan. Zat beracun mengikuti rute
yang sama dengan makanan bergerak melalui usus menuju
perut.
3) Penyerapan ke dalam kulit atau kontak invasif
Beberapa di antaranya adalah zat yang melewati kulit dan masuk
ke pembuluh darah, biasanya melalui tangan dan wajah.

13
Kadang-kadang, zat-zat juga masuk melalui luka dan lecet atau
suntikan (misalnya kecelakaan medis).
d. Bahaya Biologi
Faktor biologi penyakit akibat kerja sangat beragam jenisnya.
Seperti pekerja di pertanian, perkebunan dan kehutanan termasuk di
dalam perkantoran yaitu indoor air quality, banyak menghadapi
berbagai penyakit yang disebabkan virus, bakteri atau hasil dari
pertanian, misalnya tabakosis pada pekerja yang mengerjakan
tembakau, bagasosis pada pekerja - pekerja yang menghirup debu-
debu organic misalnya pada pekerja gandum (aspergillus) dan di
pabrik gula.
Penyakit paru oleh jamur sering terjadi pada pekerja yang
menghirup debu organik, misalnya pernah dilaporkan dalam
kepustakaan tentang aspergilus paru pada pekerja gandum. Demikian
juga “grain asma” sporotrichosis adalah salah satu contoh penyakit
akibat kerja yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur kuku sering
diderita para pekerja yang tempat kerjanya lembab dan basah atau
bila mereka terlalu banyak merendam tangan atau kaki di air seperti
pencuci. Agak berbeda dari faktor-faktor penyebab penyakit akibat
kerja lainnya, faktor biologis dapat menular dari seorang pekerja ke
pekerja lainnya.
Usaha yang lain harus pula ditempuh cara pencegahan penyakit
menular, antara lain imunisasi dengan pemberian vaksinasi atau
suntikan, mutlak dilakukan untuk pekerja-pekerja di Indonesia
sebagai usaha kesehatan biasa. Imunisasi tersebut berupa imunisasi
dengan vaksin cacar terhadap variola, dan dengan suntikan terhadap
kolera, tipus dan para tipus perut. Bila memungkinkan diadakan pula
imunisasi terhadap TBC dengan BCG yang diberikan kepada
pekerja-pekerja dan keluarganya yang reaksinya terhadap uji
Mantaoux negatif, imunisasi terhadap difteri, tetanus, batuk rejan
dari keluarga-keluarga pekerja sesuai dengan usaha kesehatan anak-

14
anak dan keluarganya, sedangkan di Negara yang maju diberikan
pula imunisasi dengan virus influenza.
e. Bahaya Ergonomi
Industri barang dan jasa telah mengembangkan kualitas dan
produktivitas. Restrukturisasi proses produksi barang dan jasa
terbukti meningkatkan produktivitas dan kualitas produk secara
langsung berhubungan dengan disain kondisi kerja. Pengaturan cara
kerja dapat memiliki dampak besar pada seberapa baik pekerjaan
dilakukan dan kesehatan mereka yang melakukannya. Semuanya
dari posisi mesin pengolahan sampai penyimpanan alat-alat dapat
menciptakan hambatan dan risiko.
Penyusunan tempat kerja dan tempat duduk yang sesuai harus
diatur sedemikian sehingga tidak ada pengaruh yang berbahaya bagi
kesehatan. Tempat – tempat duduk yang cukup dan sesuai harus
disediakan untuk pekerja-pekerja dan pekerja-pekerja harus diberi
kesempatan yang cukup untuk menggunakannya.
Prinsip ergonomi adalah mencocokan pekerjaan untuk pekerja.
Ini berarti mengatur pekerjaan dan area kerja untuk disesuaikan
dengan kebutuhan pekerja, bukan mengharapkan pekerja untuk
menyesuaikan diri. Desain ergonomis yang efektif menyediakan
workstation, peralatan dan perlengkapan yang nyaman dan efisien
bagi pekerja untuk digunakan. Hal ini juga menciptakan lingkungan
kerja yang sehat, karena mengatur proses kerja untuk mengendalikan
atau menghilangkan potensi bahaya. Tenaga kerja akan memperoleh
keserasian antara tenaga kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya.
Cara bekerja harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak
menimbulkan ketegangan otot, kelelahan yang berlebihan atau
gangguan kesehatan yang lain. Risiko potensi bahaya ergonomi
akan meningkat: dengan tugas monoton, berulang atau kecepatan
tinggi; dengan postur tidak netral atau canggung; bila terdapat
pendukung yang kurang sesuai; bila kurang istirahat yang cukup.

15
f. Bahaya Psikososial
Jika suatu perusahaan ingin memaksimalkan produktivitas, perlu
menciptakan tempat kerja di mana pekerja merasa aman dan
dihormati. Isu ini melampaui keselamatan fisik dan termasuk
melindungi kesejahteraan diri, martabat dan mental pekerja.
Intimidasi atau pelecehan sering mengancam rasa kesejahteraan dan
keamanan pekerja di tempat kerja.
1) Pelecehan dan penganiayaan, pelecehan mengacu pada berbagai
perilaku yang tidak diinginkan dan dianggap sebagai gangguan
termasuk menganiaya, memaksa, mengganggu, mengintimidasi
dan menghina orang lain karena ras, usia, kecacatan, atau jenis
kelamin. Dalam segala bentuk, umumnya pelecehan terjadi
karena perbedaan dalam kekuatan misalnya seseorang (atau
sekelompok orang) dengan kekuasaan atau wewenangnya
melecehkan seseorang yang mempunyai posisi kurang kuat.
Sering pelaku pelecehan melakukan tindak pelecehan dengan
caranya dan tidak peduli terhadap dampak yang terjadi pada
korban. Mereka percaya bahwa korban dalam posisi yang
lemah, harus siap dengan perilaku ini. Dalam kasus lain pelaku
pelecehan sepenuhnya menyadari dampak buruk tingkah
lakunya dan ini dapat menjadi bagian dari penyebab korban
keluar dari pekerjaannya.
Pelecehan biasanya serangkaian insiden, bukan satu peristiwa
dan mungkin mencakup: memukul atau mendorong; berteriak,
mengejek atau mengolok-olok orang; mengancam untuk
memberikan penilaian kinerja yang buruk; menolak makan
dengan seseorang; kritik oleh seorang manajer secara publik ;
memindahkan pekerja karena memiliki HIV; pelecehan seksual.
Siapa saja bisa diganggu, tetapi lebih mungkin terjadi jika orang
tersebut:

16
a) berbeda (dalam kepribadian, penampilan fisik, warna kulit,
dll);
b) terisolasi;
c) berada di bawah pengawasan pelaku pelecehan;
d) tidak memiliki cara yang jelas untuk mengeluh.

D. Upaya Pengendalian Bahaya Di Tempat Kerja


Pada kegiatan pengkajian resiko (risk assesment), hirarki pengendalian
(hierarchy of control) merupakan salah satu hal yang sangat diperhatikan.
Pemilihan hirarki pengendalian memberikan manfaat secara efektifitas dan
efesiensi sehingga resiko menurun dan menjadi resiko yang bisa diterima
(acceptable risk) bagi suatu organisasi. Secara efektifitas, hirarki control
pertama diyakini memberikan efektifitas yang lebih tinggi dibandingkan
hirarki yang kedua.
Hirarki pengendalian ini memiliki dua dasar pemikiran dalam
menurunkan resiko yaitu melaui menurunkan probabilitas kecelakaan atau
paparan serta menurunkan tingkat keparahan suatu kecelakaan atau paparan.
Pada ANSI Z10: 2005, hirarki pengendalian dalam sistem manajemen 
keselamatan, kesehatan kerja antara lain:
1. Eliminasi
Hirarki teratas yaitu eliminasi/menghilangkan bahaya dilakukan
pada saat desain, tujuannya adalah untuk menghilangkan kemungkinan
kesalahan manusia dalam menjalankan suatu sistem karena adanya
kekurangan pada desain. Penghilangan bahaya merupakan metode yang
paling efektif sehingga tidak hanya mengandalkan prilaku pekerja dalam
menghindari resiko, namun demikian, penghapusan benar-benar terhadap
bahaya tidak selalu praktis dan ekonomis.
Contoh-contoh eliminasi bahaya yang dapat dilakukan misalnya:
bahaya jatuh, bahaya ergonomi, bahaya ruang terbatas, bahaya bising,
bahaya kimia.
2. Substitusi
Metode pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses,
operasi ataupun peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak
berbahaya. Dengan pengendalian ini menurunkan bahaya dan resiko
minimal melalui disain sistem ataupun desain ulang.

17
Beberapa contoh aplikasi substitusi misalnya: Sistem otomatisasi
pada mesin untuk mengurangi interaksi mesin-mesin berbahaya dengan
operator, menggunakan bahan pembersih kimia yang kurang berbahaya,
mengurangi kecepatan, kekuatan serta arus listrik, mengganti bahan baku
padat yang menimbulkan debu menjadi bahan yang cair atau basah.
3. Pengendalian Teknis
Pengendalian secara teknis yakni pengendalian yang ditunjukan
terhadap sumber bahaya atau lingkungan ,seperti:
a.       Subtitusi yaitu menggantikan bahan-bahan yang berbahaya dengan
bahan-bahan yang kurang atau tidak berbahaya sama sekali.
b.      Isolasi, yaitu memisahkan suatu sumber bahaya dengan pekerja ,
misalnya pengadaan ruang panel,larangan memasuki tempat kerja
bagi yang tidak berkepentingan,menutup unit operasi yang
berbahaya.
c.       Cara basah, dimaksudkan untuk menekan jumlah partikel yang
mengotori udara karena partikel debu mengalami berat.
d.      Merubah proses, misalnya pada proses kering dirubah menjadi proses
basah untuk menghindari debu.
e.       Ventilasi keluar setempat  ( lokal exhaust ventilation ), yaitu suatu
cara yang dapat menghisap bahan-bahan berbahaya sebelum bahan
berbahaya tersebut masuk keudara ruang kerja.

Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya


dengan pekerja serta untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia.
Pengendalian ini terpasang dalam suatu unit sistem mesin atau peralatan.
Contoh-contoh implementasi metode ini misal adalah adanya penutup
mesin/machine guard, circuit breaker, interlock system, start-up alarm,
ventilation system, sensor, sound enclosure.

4. Sistem peringatan/warning system


Adalah pengendian bahaya yang dilakukan dengan memberikan
peringatan, instruksi, tanda, label yang akan membuat orang waspada
akan adanya bahaya dilokasi tersebut.  Sangatlah penting bagi semua
orang mengetahui dan memperhatikan tanda-tanda peringatan yang ada
dilokasi kerja sehingga mereka dapat mengantisipasi adanya bahaya yang
akan memberikan dampak kepadanya.
Aplikasi di dunia industri untuk pengendalian jenis ini antara lain
berupa alarm system, detektor asap, tanda peringatan (penggunaan APD
spesifik, jalur evakuasi, area listrik tegangan tinggi, dll).

18
5. Pengendalian Administrasi
Pengendalian secara administratif adalah peraturan-peraturan
administrasi yang mengatur pekerja untuk membatasi waktu kontaknya
( pemaparan )dengan faktor bahaya atau contaminant. Kontrol
administratif ditujukan pengandalian dari sisi orang yang akan
melakukan pekerjaan, dengan dikendalikan metode kerja diharapkan
orang akan mematuhi, memiliki kemampuan dan keahlian cukup untuk
menyelesaikan pekerjaan secara aman.
Jenis pengendalian ini antara lain seleksi karyawan, adanya standar
operasi baku (SOP), pelatihan, pengawasan, modifikasi prilaku, jadwal
kerja, rotasi kerja, pemeliharaan, manajemen perubahan, jadwal istirahat,
investigasi atau pemeriksaan kesehatan.

6. Alat Pelindung Diri


Alat Pelindung Diri adalah seperangkat alat yang digunakan oleh
tenaga kerja untuk melindungi seluruh/sebagian tubuhnya terhadap
kemungkinan adanya potensi bahaya/kecelakaan kerja. APD dipakai
sebagai upaya terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja apabila
usaha rekayasa (engineering) dan administratif tidak dapat dilakukan
dengan baik. Namun pemakaian APD bukanlah pengganti dari kedua
usaha tersebut, namun sebagai usaha akhir.
Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan
merupakan hal yang paling tidak efektif dalam pengendalian
bahaya,karena APD hanya berfungsi untuk mengurangi seriko dari
dampak bahaya. Karena sifatnya hanya mengurangi, perlu dihindari
ketergantungan hanya menggandalkan alat pelindung diri dalam
menyelesaikan setiap pekerjaan. Tujuan penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) seperti : Melindungi tenaga kerja apabila usaha rekayasa
(engineering) dan administratif tidak dapat dilakukan dengan baik.,
meningkatkan efektivitas dan produktivitas kerja, dan menciptakan
lingkungan kerja yang aman.
Alat keselamatan ada berbagai jenis dan fungsi yang dapat
dikategorikan sebagai berikut :
a. Alat Pelindung Kepala
b. Alat Pelindung Muka dan Mata 
c. Alat Pelindung Pernapasan
d. Alat Pelindung Pendengaran
e. Alat Pelindung Tangan
f. Alat Pelindung Kaki
g. Alat Pelindung Badan

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Infeksi nosokomial atau Healthcare-associated infections (HAIs)
merupakan masalah serius dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit, yang
perlu mendapat perhatian khusus dalam pelayanan rumah sakit secara
keseluruhan. Upaya untuk mencegah kejadian infeksi nosokomial yang
penting adalah penerapan standar precaution baik bagi pasien, petugas,
lingkungan dan alat kesehatan, dengan tujuan untuk memutuskan rantai
penularanya.
Pendidikan bagi tenaga kesehatan sangat mendukung dalam upaya
pengendalian infeksi, untuk itu pendidikan infeksi harus diberikan secara
terus menerus. Pengendalian Bahaya Di Tempat Kerja adalah proses yang
dilakukan oleh instansi atau perusahaan dalam mencapai tujuan agar para
pekerja di instansi atau perusahaan dapat menghindari resiko aktivitas yang
dapat berpotensi menimbulkan cedera dan penyakit akibat kerja sebagai
tujuan awal dari suatu perusahaan.
Pengendalian bahaya di tempat kerja dapat di lihat dari HIRARKI , antara
lain : Eliminasi, Subtitusi, Pengendalian Teknis, Sistem peringatan/warning
system,  Pengendalian Administrasi, Alat Pelindung Diri.

B. Saran
Setelah seorang perawat mendapatkan ilmu mengenai pengendalian infeksi
ini, Sebaiknya sebagai seorang perawat dapat mengetahui bagaimana cara
mencegah infeksi agar tidak terjadi penularan, dan perawat diharapkan juga
dapat menanggulangi penyakit infeksi tersebut dengan intensif.

20
DAFTAR PUSTAKA

Akib K, M., et al. (2008). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di


Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI & PERDALIN

ANSI Z10. 2005. A New American National Standard for Management System in
Occupational Safety and Health

Chalmers, C., & Straub,. (2006). Standard principles for preventing and
controlling infection. Nursing Standard. ProQuest Nursing & Allied Health
Source. doi: 10.7748/ns2006.02.20.23.57.c4071

Dorland, W.A. Newman, 2002, Kamus Kedokteran. Alih Bahasa Huriwati


Hartanto, dkk.,edisi 29, ECG, Jakarta.

ILO. 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Tempat Kerja Sarana untuk
Produktivitas. Jakarta

Kemenkes RI. Standar Akreditasi Rumah Sakit; 2011

Potter, P.A, Perry, A.G, Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep Proses,
dan Praktik. Edisi 4. Volume 2. Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk.
Jakarta: ECG.2005

Ratnasari, S. T. 2019. Skripsi Analisis Risiko Keselamatan Kerja pada Proses


Pengeboran Panas Bumi Rig Darat #4 PT apexindo Pratama Duta Tbk
Tahun 2009. Jakarta: Universitas Indonesia.

Sari, D. F., dan Fitri Suryani. 2018. Manajemen Risiko Kesehatan dan
Keselamatan Kerja. Volume 2. No 1. Jakarta

21
Siahaan, H. 2008. Manajemen Risiko pada Perusahaan & Birokrasi. Jakarta:
Elexmedia

Tranter . 1999. Bahaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

22

Anda mungkin juga menyukai