DISUSUN OLEH:
P07220218036
TAHUN 2021/2022
A. Definisi Luka Bakar (Combustio)
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang dapat disebabkan
oleh panas (api, cairan/lemak panas, uap panas), radiasi, listrik, kimia. Luka bakar
merupakan jenis trauma yang merusak dan merubah berbagai sistem tubuh
(Anggowarsito, 2016).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan
kimia, dan petir yang mengenai kulit, mukosa, dan jaringan lebih dalam (Haryono &
Utami, 2018).
Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka yang lainnya
karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada
tempatnya untuk jangka waktu yang lama. Jika tidak ditangani dengan tepat maka luka
bakar akan sangat mudah mengalami infeksi (Afiani dkk, 2019).
B. Etiologi Luka Bakar (Combustio)
Adapun etiologi dari luka bakar (combustio) adalah sebagai berikut.
1. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn)
a. Gas/api
b. Cairan
c. Bahan padat (solid)
2. Luka bakar bahan kimia (chemical burn)
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit
dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan
banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini.
Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat – zat
pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai
zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari
25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia
(Rahayuningsih, 2016).
3. Luka bakar sengatan listrik (electrical burn)
Luka bakar elektrik/listrik disebabkan oleh panas yang digerakkan dari
energy listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi
oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai
mengenai tubuh (Rahayuningsih, 2016).
4. Luka bakar radiasi (radiasi injury)
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif.
Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada
industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia
kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga
merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi (Rahayuningsih, 2016).
C. Fase Luka Bakar (Combustio)
1. Fase Akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini,
seorang penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening.
Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan
nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan
airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun
masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-
72 jam pasca trauma.
Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
cedera termal yang berdampak sistemik. Problema sirkulasi yang berawal dengan
kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara paskan O2 dan tingkat
kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut
dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi dengan problema instabilitas
sirkulasi.
2. Fase Subakut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka
yang terjadi menyebabkan :
a. Proses inflamasi dan infeksi
b. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau
tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ-organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme
3. Fase Lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka
dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini
adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur (Hale, 2019),
D. Klasifikasi Luka Bakar (Combustio)
1. Berdasarkan Kedalaman Luka
No Derajat Keterangan
1 Derajat pertama Kerusakan terbatas di epidermis, misalnya
terbakar karena sinar matahari. Luka bakar ini
menyebabkan cedera local atau destruksi local
pada kulit yang terkena. Luka bakar pada derajat
ini disertai eritema dan nyeri, tetapi tidak timbul
lepuh. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam
3-4 hari. Luka bakar ini tidak menimbulkan
jaringan parut.
2 Derajat kedua Kerusakan meluas ke jaringan epidermis dan
superfisial dermis. Organ-organ kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.
Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering
terletak lebih tinggi diatas kulit normal.
Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu
10-14 hari.
3 Derajat kedua dalam Luka bakar ini meliputi destruksi epidermis dan
dermis yang menimbulkan lepuh dan edema yang
ringan hingga sedang serta rasa nyeri. Organkulit
seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea sebagian besar masih utuh. Penyembuhan
terjadi lama, tergantung epitel yang tersisa,
biasanya satu bulan, bila perlu dengan operasi
penambahan kulit.
4 Derajat ketiga Kerusakan meluas ke epidermis, dermis, dan
jaringan subkutan. Pembuluh kapiler dan vena
kemungkinan hangus dan aliran darah ke daerah
tersebut berkurang serta saraf rusak. Organ kulit
seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea mengalami kerusakan. Kulit yang
terbakar berwarna abu-abu pucat, letaknya lebih
rendah disbanding kulit sekitar. Penyembuhan
terjadinya lama karena tidak ada proses epitalisasi
spontan dari dasar luka.
5 Derajat keempat Kerusakan meluas melalui jaringan subkutan
hingga mengenai otot dan tulang
No Klasifikasi Keterangan
1 Luka bakar ringan Luka bakar derajat I sebesar <15% atau derajat II
sebesar <2%
2 Luka bakar sedang Luka bakar derajat I sebesar 10-15% atau derajat
II sebesar 5-10%.
3 Luka bakar berat Luka bakar derajat II sebesar >20% atau derajat
III >10% atau mengenai wajah, tangan-kaki, alat
kelamin, persendian, sekitar ketiak atau akibat
listrik tegangan tinggi (>1000 V) atau dengan
komplikasi patah tulang maupun kerusaan
jaringan lunak atau gangguan jalan nafas
Penetuan derajat luka bakar seperti yang tertera pada tabel diatas dilakukan
dengan cara menentukan luas permukaan tubuh yang terkena luka bakar (Total
Body Surfaces Area-TBSA) dalam bentuk persen (%).beberapa metode yang
digunakan untuk menentukan derajat TBSA, yaitu rule of nine dari Wallace &
Lund & Browder. Rule of nine digunakan untuk menilai persentase luka bakar
dan membantu membuat keputusan pengobatan yang akan digunakan seperti
resusitasi cairan dan menjadi bagian dari pedoman untuk menentukan transfer ke
unit luka terbakar. Luas permukaan tubuh pada orang dewasa yang terkena luka
bakar diukur dengan menggunakan kelipatan 9 (Haryono & Utami, 2018).
Luka bakar
Kerusakan jaringan
3) Formula Baxter
% x BB x 4 cc
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam
pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama
terutama diberikan elektrolit yaitu larutan RL karena terjadi defisit
ion Na. Hari kedua diberikan setengah cairan hari pertama. Contoh
: seorang dewasa dengan BB 50 kg dan luka bakar seluas 20 %
permukaan kulit akan diberikan 50 x 20 % x 4 cc = 4000 cc yang
diberikan hari pertama dan 2000 cc pada hari kedua.
d. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Vital signs merupakan informasi yang penting sebagai data
tambahan untuk menentukan adekuat tidaknya resuscitasi.
Pemeriksaan laboratorium dasar akan meliputi pemeriksaan gula
darah, BUN (blood ures nitrogen), creatini, elektrolit serum, dan kadar
hematokrit. Kadar gas darah arteri (analisa gas darah), CO 2 dan Hb juga
harus diperiksa, khususnya jika terdapat injuri inhalasi. Tes-tes
laboratorium lainnya adalah pemeriksaan x-ray untuk mengetahui adanya
fraktur atau trauma lainnya mungkin perlu dilakukan jika dibutuhkan.
Monitoring EKG terus menerus haruslah dilakukan pada semua klien
dengan luka bakar berat, khususnya jika disebabkan oleh karena listrik
dengan voltase tinggi, atau pada klien yang mempunyai riwayat iskemia
jantung atau disritmia.
e. Pemasangan Nasogastric tube (NGT)
Pemasangan NGT bagi klien luka bakar 20 % -25 % atau lebih
perlu dilakukan untuk mencegah emesis dan mengurangi resiko terjadinya
aspirasi. Disfungsi ganstrointestinal akibat dari ileus dapat terjadi
umumnya pada klien tahap dini setelah luka bakar. Oleh karena itu semua
pemberian cairan melalui oral harus dibatasi pada waktu itu.
25 kcal/kgBB/hari ditambah denga 40 kcal/% luka bakar/hari.
Petunjuk perubahan cairan:
o Pemantauan urin output tiap jam
o Tanda-tanda vital, tekanan vena sentral
o Kecukupan sirkulasi perifer
o Tidak adanya asidosis laktat, hipotermi
o Hematokrit, kadar elektrolit serum, pH dan kadar gula darah.
f. Pemasangan Kateter
Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengukur produksi
urine setiap jam. Output urine merupakan indikator yang reliable untuk
menentukan keadekuatan dari resusitasi cairan.
g. Manajemen Nyeri
Manajemen nyeri seringkali dilakukan dengan pemberian dosis
ringan morphine atau meperidine dibagian emergensi. Sedangkan
analgetik oral diberikan untuk digunakan oleh pasien rawat jalan.
h. Pemberian Tetanus Toksoid
Petunjuk untuk pemberian profilaksis tetanus adalah sama pada
penderita luka bakar baik yang ringan maupun tipe injuri lainnya. Pada
klien yang pernah mendapat imunisasi tetanus tetapi tidak dalam waktu 5
tahun terakhir dapat diberikan boster tetanus toxoid. Untuk klien yang
tidak diimunisasi dengan tetanus human immune globulin dan karenanya
harus diberikan tetanus toxoid yang pertama dari serangkaian pemberian
imunisasi aktif dengan tetanus toxoid.
i. Pemberian Krim atau Salep
Kedua pengobatan ini diberikan untuk menjaga luka agar lebih lembab,
mengurangi rasa sakit, mencegah infeksi, dan mempercepat penyembuhan.
j. Pemberian Antibiotic
Pemberian antibiotic dilakukan untuk menangani luka bakar yang
mengalami infeksi (Yovita, 2017).
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Keperawatan
1.Pengkajian Primer
a) Airway
Kaji kepatenan jalan napas pasien, ada tidaknya sputum atau benda asing yang
menghalangi jalan napas. Jika ada obstruksi maka lakukan :
• Melakukan pemasangan OPA
• Guedel airway
• Chin lift/Jaw Chin lift/Jawtrust
• Suction
• Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.
b) Breathing
Kaji frekuensi napas, bunyi napas, tidaknya penggunaan otot bantu pernapasan
c) Circulation
Kaji nadi, biasanya nadi menurun, TD dapat normal atau meningkat, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis.
d) Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah sadar, hanya respon terhadap respon
terhadap nyeri atau sama sekali tidak nteri atau sama sekali tidak sadar. Adapun
cara yang cukup jelas dan cepat adlaah
• Awake : A
• Respon bicara : V
• Respon nyeri : P
• Tidak ada Respon : U
e) Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera yang
mungkin ada, jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi in line harus dikerjakan.
2.Pengkajian Sekunder
1) Aktivitas /istirahat Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot
menurun, gangguan istrahat/tidur Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat
atau aktifitas, letargi /disorientasi, koma
2) Sirkulasi Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama, takikardia. Tanda : Perubahan
tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang menurun/tidak ada, disritmia, krekels,
distensi vena jugularis, kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung.
3) Integritas/ Ego Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi Tanda : Ansietas, peka rangsang
4) Eliminasi Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare. Tanda : Urine
encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi oliguria/anuria, jika terjadi
hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites,
bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
5) Nutrisi/Cairan Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet,
peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa
hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (Thiazid) Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor
jelek, kekakuan/distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas
aseton)
6) Neurosensori Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada
otot, parestesi, gangguan penglihatan Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi,
stupor/koma (tahap lanjut), gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks
tendon dalam menurun (koma), aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
7) Nyeri/kenyamanan Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat) Tanda : Wajah
meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhatihati
8) Pernapasan Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi/tidak) Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum
purulen, frekuensi pernapasan meningkat
A. Diagnosa Keperawatan
B. Intervensi Keperawatan
1.7kolaborasi
pemberian antibiotik
jika perlu
2. Nyeri akut (D.0077) b.d L.08066 I.08238 Manajemen
agen pencidera kimiawi Nyeri
Setelah dilakukan
(bahan kimia iritan) intervensi keperawatan Observasi
selama 1x8 jam maka
diharapkan tingkat 2.1 Identifikasi lokasi,
nyeri menurun, dengan karakteristik, durasi,
kriteria hasil: frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
- Keluhan nyeri 2.2 Identifikasi skala
menurun nyeri
- Meringis 2.3 Identifikasi respon
menurun nyeri non verbal
- Sikap protektif 2.4 Identifikasi faktor
menurun yang memperberat
dan memperingan
nyeri
2.5 Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik
2.6 Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Edukasi
2.7 Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
2.8 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
2.9 Kolaborasi
pemberian
analgetik,jika perlu
Edukasi
3.4 kolaborasi
penentuan jenis dan
jumlah cairan
Afiani, Nurma dkk. (2019). Efektivitas Debridemen Mekanik pada Luka Bakar Derajat III
Terhadap Kecepatan Penyembuhan Luka. JKEP, 4(2), 93-103
Anggowarsito, Jose L. (2016). Luka Bakar Sudut Pandang Dermatologi. Jurnal Widya Medika
Surabaya, 2(2), 115-120
Hale, Paskalis M.B. (2019). Asuhan Keperawatan pada An. Y dengan Luka Bakar Grade II di
Ruangan Instalasi Gawat Darurat RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang. Karya
Tulis Ilmiah. Kupang: Poltekkes Kemenkes Kupang Repository.
Haryono, Ns. Rudi, M.Kep & Utami, Maria P.S., M.Kep. (2018). Keperawatan Medikal Bedah
II. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Rahayuningsih, Ns. Tutik, S.Kep. (2016). Penatalaksanaan Luka Bakar. PROFESI, 8(1), 1-13
Saputro, Iswinarno Doso, dr., SpBP(K). (2018). Luka Bakar. Surabaya: Universitas Airlangga
Repository.
Yovita, dr. Safriani. (2017), Penanganan Luka Bakar. Artikel Ilmiah. Diakses pada tanggal 25
Januari 2021 pukul 14.28 WITA
(https://www1-media.acehprov.go.id/uploads/PENANGANAN_LUKA_BAKAR.pdf)