Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

DISUSUN OLEH:

Mery Kumala Sitompul

P07220218036

POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

TAHUN 2021/2022
A. Definisi Luka Bakar (Combustio)
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang dapat disebabkan
oleh panas (api, cairan/lemak panas, uap panas), radiasi, listrik, kimia. Luka bakar
merupakan jenis trauma yang merusak dan merubah berbagai sistem tubuh
(Anggowarsito, 2016).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan
kimia, dan petir yang mengenai kulit, mukosa, dan jaringan lebih dalam (Haryono &
Utami, 2018).
Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka yang lainnya
karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada
tempatnya untuk jangka waktu yang lama. Jika tidak ditangani dengan tepat maka luka
bakar akan sangat mudah mengalami infeksi (Afiani dkk, 2019).
B. Etiologi Luka Bakar (Combustio)
Adapun etiologi dari luka bakar (combustio) adalah sebagai berikut.
1. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn)
a. Gas/api
b. Cairan
c. Bahan padat (solid)
2. Luka bakar bahan kimia (chemical burn)
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit
dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan
banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini.
Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat – zat
pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai
zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari
25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia
(Rahayuningsih, 2016).
3. Luka bakar sengatan listrik (electrical burn)
Luka bakar elektrik/listrik disebabkan oleh panas yang digerakkan dari
energy listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi
oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai
mengenai tubuh (Rahayuningsih, 2016).
4. Luka bakar radiasi (radiasi injury)
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif.
Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada
industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia
kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga
merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi (Rahayuningsih, 2016).
C. Fase Luka Bakar (Combustio)
1. Fase Akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini,
seorang penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening.
Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan
nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan
airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun
masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-
72 jam pasca trauma.
Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
cedera termal yang berdampak sistemik. Problema sirkulasi yang berawal dengan
kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara paskan O2 dan tingkat
kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut
dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi dengan problema instabilitas
sirkulasi.
2. Fase Subakut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka
yang terjadi menyebabkan :
a. Proses inflamasi dan infeksi
b. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau
tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ-organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme
3. Fase Lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka
dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini
adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur (Hale, 2019),
D. Klasifikasi Luka Bakar (Combustio)
1. Berdasarkan Kedalaman Luka

No Derajat Keterangan
1 Derajat pertama Kerusakan terbatas di epidermis, misalnya
terbakar karena sinar matahari. Luka bakar ini
menyebabkan cedera local atau destruksi local
pada kulit yang terkena. Luka bakar pada derajat
ini disertai eritema dan nyeri, tetapi tidak timbul
lepuh. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam
3-4 hari. Luka bakar ini tidak menimbulkan
jaringan parut.
2 Derajat kedua Kerusakan meluas ke jaringan epidermis dan
superfisial dermis. Organ-organ kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.
Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering
terletak lebih tinggi diatas kulit normal.
Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu
10-14 hari.
3 Derajat kedua dalam Luka bakar ini meliputi destruksi epidermis dan
dermis yang menimbulkan lepuh dan edema yang
ringan hingga sedang serta rasa nyeri. Organkulit
seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea sebagian besar masih utuh. Penyembuhan
terjadi lama, tergantung epitel yang tersisa,
biasanya satu bulan, bila perlu dengan operasi
penambahan kulit.
4 Derajat ketiga Kerusakan meluas ke epidermis, dermis, dan
jaringan subkutan. Pembuluh kapiler dan vena
kemungkinan hangus dan aliran darah ke daerah
tersebut berkurang serta saraf rusak. Organ kulit
seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea mengalami kerusakan. Kulit yang
terbakar berwarna abu-abu pucat, letaknya lebih
rendah disbanding kulit sekitar. Penyembuhan
terjadinya lama karena tidak ada proses epitalisasi
spontan dari dasar luka.
5 Derajat keempat Kerusakan meluas melalui jaringan subkutan
hingga mengenai otot dan tulang

2. Berdasarkan derajat dan Luasnya Kulit yang Terkena

No Klasifikasi Keterangan
1 Luka bakar ringan Luka bakar derajat I sebesar <15% atau derajat II
sebesar <2%
2 Luka bakar sedang Luka bakar derajat I sebesar 10-15% atau derajat
II sebesar 5-10%.
3 Luka bakar berat Luka bakar derajat II sebesar >20% atau derajat
III >10% atau mengenai wajah, tangan-kaki, alat
kelamin, persendian, sekitar ketiak atau akibat
listrik tegangan tinggi (>1000 V) atau dengan
komplikasi patah tulang maupun kerusaan
jaringan lunak atau gangguan jalan nafas

Penetuan derajat luka bakar seperti yang tertera pada tabel diatas dilakukan
dengan cara menentukan luas permukaan tubuh yang terkena luka bakar (Total
Body Surfaces Area-TBSA) dalam bentuk persen (%).beberapa metode yang
digunakan untuk menentukan derajat TBSA, yaitu rule of nine dari Wallace &
Lund & Browder. Rule of nine digunakan untuk menilai persentase luka bakar
dan membantu membuat keputusan pengobatan yang akan digunakan seperti
resusitasi cairan dan menjadi bagian dari pedoman untuk menentukan transfer ke
unit luka terbakar. Luas permukaan tubuh pada orang dewasa yang terkena luka
bakar diukur dengan menggunakan kelipatan 9 (Haryono & Utami, 2018).

Gambar 1.1 Penilaian luka bakar berdasarkan rule of nine


(Sumber: RSGM Maradinata)
E. Patofisiologi Luka Bakar (Combustio)
Patofisiologi luka bakar ditandai dengan reaksi inflamasi yang mengarah ke
pembentukan edema cepat, karena permeabilitas mikrovaskuler meningkat, vasodilatasi,
dan peningkatan ekstravaskuler. Reaksi-reaksi ini disebabkan oleh efek panas langsung
pada mikrovaskuler dan mediator kimia peradangan. Tahap vasodilatasi paling awal dan
peningkatan permeabilitas vena umumnya disebabkan oleh pelepasan histamine.
Kerusakan selaput sel yang sebagian disebabkan oleh radikal bebas oksigen
dilepaskan dari leukosit polimorfonuklear akan mengaktifkan enzim yang mengatalis
hidrolisi prekusor prostaglandinyang cepat sebagai hasilnya. Prostaglandin menghambat
pelepasan norepinefrin dan dengan demikian menjadi penting dalam memodulasi sistem
saraf adregenik yang diaktifkan sebagai respons terhadap cedera termal. Interpretasi
morfolagi dari perubahan ultrastruktur fungsional getah bening setelah cedera termal
menimbulkan peningkatan vakuola dan banyak interselular endothelium terbuka.
Selanjutnya perubahan jaringan interstisial setelah trauma luka bakar harus
diperhatikan. Kehilangan cairan terus menerus dari sirkulasi darah pada jaringan yang
rusak secara termal menyebabkan peningkatan kadar hematocrit dan penurunan cepat
volume plasma, dengan penurunan curah jantung dan hipoperfusi pada tingkatan sel. Jika
cairan tidak pulih secara memadai, syok akibat luka bakar akan meluas.
Selain itu luka bakar yang menyebabkan cedera akan menimbuulkan denaturasi
sel protein. Sebagian sel mati karena mengalami nekrosis traumatis atau iskemik.
Kehilangan ikatan kolagen juga terjadi bersama proses denaturasi sehingga timbul
gradient tekanan osmotic dan hidrostatik yang abnormal dan menyebabkan perpindahan
cairan intravaskuler ke dalam ruang interstisial. Cedera sel memicu pelepasan mediator
inflamasi yang turut menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler secara sistematik
(Haryono & Utami, 2018).
F. PATHWAY
Panas, kimia, radiasi, listrik

Luka bakar

Kerusakan jaringan

Epidermis, dermis rusak

Jaringan nekrosis Merangsang saraf Kerusakan kapiler Takut bergerak Masuknya


perifer mikroorganisme
MK: Gangguan Permeabilitas ↑
Integritas Kulit ( D. Pegerakan terbatas
Rangsang nyeri MK: Risiko Infeksi
0129)
Cairan merembes Cairan merembes (D.0142)
ke interstisial ke subkutan MK: Gangguan
MK: Nyeri Akut
(D.0077) Mobilitas Fisik
(D.0054)
Oedema Vesikulasi
Kebutuhan O2 ↑

Penurunan volume Vesikel pecah Penguapan


darah yang dalam keadaan berlebihan Metabolisme ↑
bersirkulasi luas

Dehidrasi MK: Risiko Infeksi


MK: Gangguan
Sirkulasi Spontann Penurunan curah Luka terbuka, kulit (D.0142)
(D.0007) jantung terkelupas
MK: Hipovolemia
(D.0023)
G. Manifestasi Klinis
1. Derajat I
Kerusakan pada epidermis (kulit bagian luar), kulit kering kemerahan,
nyeri, sembuh dalam 3-7 hari dan tidak ada jaringan parut.
2. Derajat II
Kerusakan pada epidermis (kulit bagian luar) dan dermis (kulit bagian
dalam), terdapat vesikel (benjolan berupa cairan atau nanah) dan oedem sub kutan
(adanya penimbunan dibawah kulit), luka merah dan basah mengkilap, sangat
nyeri, sembuh dalam 21-28 hari tergantung komplikasi infeksi.
3. Derajat III
Kerusakan pada semua lapisan kulit, nyeri tidak ada, luka merah keputih-
putihan (seperti merah yang terdapat serat putih dan merupakan jaringan mati)
atau hitam keabu-abuan (seperti luka yang kering dan gosong juga termasuk
jaringan mati), tampak kering, lapisan yang rusak tidak sembuh sendiri (perlu skin
graf) (Hayono & Utami, 2018).
H. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan yang dilakukan untuk menunjang kasus luka bakar adalah sebagai
berikut.
1. Pemeriksaan darah, meliputi Hb, HT, GDS, kimia darah, AGD (PCO2 DAN
PO2), ureum-kreatinin, protein, dan urin lengkap,
2. Pemeriksaan radiologi, meliputi foto toraks untuk mengetahui apakah ada
kerusakan akibat luka bakar serta indikasi pemasangan intubasi dan CT Scan
untuk mengetahui adanya trauma.
3. Tes lain, seperti pemeriksaan dengan fiberoptic bronchoscopy untuk pasien
dengan luka bakar inhalasi (Hayono & Utami, 2018).
I. Komplikasi Luka Bakar (Combustio)

1. Curting Ulcer / Dekubitus


2. Sepsis
3. Pneumonia
4. Gagal Ginjal Akut
5. Deformitas
6. Kontraktur dan Hipertrofi Jaringan parut
Komplikasi yang lebih jarang terjadi adalah edema paru akibat sindrom gawat
panas akut (ARDS, acute respiratory disters syndrome) yang menyerang sepsis gram
negatif. Sindrom ini diakibatkan oleh kerusakan kapiler paru dan kebocoran cairan
kedalam ruang interstisial paru. Kehilangan kemampuan mengembang dan gangguan
oksigen merupakan akibat dari insufisiensi paru dalam hubungannya dengan siepsis
sistemik (Hale, 2019).

J. Penatalaksanaan Luka Bakar (Combustio)


1. Penatalaksanaan Awal
a. Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya
dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk
menghentikan pasokan oksigen pada api yang menyala
b. Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek
Torniket, karena jaringan yang terkena luka bakar akan segera menjadi
oedem
c. Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam air
atau menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya lima
belas menit. Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu
tinggi berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap
meluas. Proses ini dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang
terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama sehingga
kerusakan lebih dangkal dan diperkecil.
d. Akan tetapi cara ini tidak dapat dipakai untuk luka bakar yang lebih luas
karena bahaya terjadinya hipotermi. Es tidak seharusnya diberikan
langsung pada luka bakar apapun.
e. Evaluasi awal
f. Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka
akibat trauma yang lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing
Circulation) yang diikuti dengan pendekatan khusus pada komponen
spesifik luka bakar pada survey sekunder
g. Segera bawa ke rumah sakit (Yovita, 2017).
2. Penatalaksanaan Lanjutan
a. Hentikan proses yang menyebabkan luka bakar
b. Universal precaution
c. Resusitasi cairan
Bagi klien dewasa dengan luka bakar lebih dari 15 %, maka
resusitasi cairan intravena umumnya diperlukan. Pemberian intravena
perifer dapat diberikan melaui kulit yang tidak terbakar pada bagian
proximal dari ekstremitas yang terbakar. Sedangkan untuk klien yang
mengalami luka bakar yang cukup luas atau pada klien dimana tempat –
tempat untuk pemberian intravena perifer terbatas, maka dengan
pemasangan kanul (cannulation) pada vena central (seperti subclavian,
jugular internal atau eksternal, atau femoral) oleh dokter mungkin
diperlukan.
Luas atau persentasi luka bakar harus ditentukan dan kemudian
dilanjutkan dengan resusitasi cairan. Resusitasi cairan dapat menggunakan
berbagai formula yang telah dikembangkan.
1) Formula Parkland
Diberikan pada 24 jam pertama yaitu cairan Ringer Laktat
sebanyak 4 cc/kg BB/ % luas luka bakar. Contoh: pria dengan
berat 80 kg dengan luas bakar 25% maka kebutuhan cairan:
4 cc × 80 kg × 25% = 8000 cc pada 24 jam pertama, dimana
pemberiannya dilakukan ½ jumlah cairan 4000 ml diberikan dalam
8 jam dan ½ jumlah cairan sisanya 4000 ml diberikan dalam 16
jam berikutnya.
2) Formula Evans
a) Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumlah
NaCl / 24 jam
b) Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg =jumah
plasma / 24 jam
(no 1 dan 2 pengganti cairan yang hilang akibat oedem.
Plasma untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh
dan meninggikan tekanan osmosis hingga mengurangi
perembesan keluar dan menarik kembali cairan yang telah
keluar)
c) 2000 cc Dextrose 5% / 24 jam (untuk mengganti cairan
yang hilang akibat penguapan)
Separuh dari jumlah cairan 1+2+3 diberikan dalam 8 jam
pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari
kedua diberikan setengah jumlah cairan pada hari pertama. Dan
hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

3) Formula Baxter
% x BB x 4 cc
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam
pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama
terutama diberikan elektrolit yaitu larutan RL karena terjadi defisit
ion Na. Hari kedua diberikan setengah cairan hari pertama. Contoh
: seorang dewasa dengan BB 50 kg dan luka bakar seluas 20 %
permukaan kulit akan diberikan 50 x 20 % x 4 cc = 4000 cc yang
diberikan hari pertama dan 2000 cc pada hari kedua.
d. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Vital signs merupakan informasi yang penting sebagai data
tambahan untuk menentukan adekuat tidaknya resuscitasi.
Pemeriksaan laboratorium dasar akan meliputi pemeriksaan gula
darah, BUN (blood ures nitrogen), creatini, elektrolit serum, dan kadar
hematokrit. Kadar gas darah arteri (analisa gas darah), CO 2 dan Hb juga
harus diperiksa, khususnya jika terdapat injuri inhalasi. Tes-tes
laboratorium lainnya adalah pemeriksaan x-ray untuk mengetahui adanya
fraktur atau trauma lainnya mungkin perlu dilakukan jika dibutuhkan.
Monitoring EKG terus menerus haruslah dilakukan pada semua klien
dengan luka bakar berat, khususnya jika disebabkan oleh karena listrik
dengan voltase tinggi, atau pada klien yang mempunyai riwayat iskemia
jantung atau disritmia.
e. Pemasangan Nasogastric tube (NGT)
Pemasangan NGT bagi klien luka bakar 20 % -25 % atau lebih
perlu dilakukan untuk mencegah emesis dan mengurangi resiko terjadinya
aspirasi. Disfungsi ganstrointestinal akibat dari ileus dapat terjadi
umumnya pada klien tahap dini setelah luka bakar. Oleh karena itu semua
pemberian cairan melalui oral harus dibatasi pada waktu itu.
25 kcal/kgBB/hari ditambah denga 40 kcal/% luka bakar/hari.
Petunjuk perubahan cairan:
o Pemantauan urin output tiap jam
o Tanda-tanda vital, tekanan vena sentral
o Kecukupan sirkulasi perifer
o Tidak adanya asidosis laktat, hipotermi
o Hematokrit, kadar elektrolit serum, pH dan kadar gula darah.
f. Pemasangan Kateter
Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengukur produksi
urine setiap jam. Output urine merupakan indikator yang reliable untuk
menentukan keadekuatan dari resusitasi cairan.
g. Manajemen Nyeri
Manajemen nyeri seringkali dilakukan dengan pemberian dosis
ringan morphine atau meperidine dibagian emergensi. Sedangkan
analgetik oral diberikan untuk digunakan oleh pasien rawat jalan.
h. Pemberian Tetanus Toksoid
Petunjuk untuk pemberian profilaksis tetanus adalah sama pada
penderita luka bakar baik yang ringan maupun tipe injuri lainnya. Pada
klien yang pernah mendapat imunisasi tetanus tetapi tidak dalam waktu 5
tahun terakhir dapat diberikan boster tetanus toxoid. Untuk klien yang
tidak diimunisasi dengan tetanus human immune globulin dan karenanya
harus diberikan tetanus toxoid yang pertama dari serangkaian pemberian
imunisasi aktif dengan tetanus toxoid.
i. Pemberian Krim atau Salep
Kedua pengobatan ini diberikan untuk menjaga luka agar lebih lembab,
mengurangi rasa sakit, mencegah infeksi, dan mempercepat penyembuhan.
j. Pemberian Antibiotic
Pemberian antibiotic dilakukan untuk menangani luka bakar yang
mengalami infeksi (Yovita, 2017).

K. Perawatan Luka Bakar (Combustio)


Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan dilakukan
perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik dan ukuran dari luka. Tujuan
dari semua perawatan luka bakar agar luka segera sembuh rasa sakit yang
minimal.Setelah luka dibersihkan dan di debridement, luka ditutup.
Penutupan luka ini memiliki beberapa fungsi: pertama dengan penutupan luka
akan melindungi luka dari kerusakan epitel dan meminimalkan timbulnya koloni bakteri
atau jamur. Kedua, luka harus benar-benar tertutup untuk mencegah evaporasi pasien
tidak hipotermi. Ketiga, penutupan luka diusahakan semaksimal mungkin agar pasien
merasa nyaman dan meminimalkan timbulnya rasa sakit
Pilihan penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar:
o Luka bakar derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya barier
pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di balut, cukup dengan pemberian
salep antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan melembabkan kulit. Bila perlu
dapat diberi NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk mengatasi rasa sakit dan
pembengkakan
o Luka bakar derajat II (superfisial ), perlu perawatan luka setiap harinya,
pertamatama luka diolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut dengan
perban katun dan dibalut lagi dengan perban elastik. Pilihan lain luka dapat
ditutup dengan penutup luka sementara yang terbuat dari bahan alami (Xenograft
pig skin) atau Allograft (homograft, cadaver skin) atau bahan sintetis (opsite,
biobrane, transcyte, integra)
o Luka derajat II ( dalam ) dan luka derajat III, perlu dilakukan eksisi awal dan
cangkok kulit (early exicision and grafting ) (Yovita, 2017).

Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian Keperawatan

1.Pengkajian Primer

a) Airway
Kaji kepatenan jalan napas pasien, ada tidaknya sputum atau benda asing yang
menghalangi jalan napas. Jika ada obstruksi maka lakukan :
• Melakukan pemasangan OPA
• Guedel airway
• Chin lift/Jaw Chin lift/Jawtrust
• Suction
• Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.
b) Breathing
Kaji frekuensi napas, bunyi napas, tidaknya penggunaan otot bantu pernapasan
c) Circulation
Kaji nadi, biasanya nadi menurun, TD dapat normal atau meningkat, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis.
d) Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah sadar, hanya respon terhadap respon
terhadap nyeri atau sama sekali tidak nteri atau sama sekali tidak sadar. Adapun
cara yang cukup jelas dan cepat adlaah
• Awake : A
• Respon bicara : V
• Respon nyeri : P
• Tidak ada Respon : U
e) Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera yang
mungkin ada, jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi in line harus dikerjakan.
2.Pengkajian Sekunder

1) Aktivitas /istirahat Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot
menurun, gangguan istrahat/tidur Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat
atau aktifitas, letargi /disorientasi, koma
2) Sirkulasi Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama, takikardia. Tanda : Perubahan
tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang menurun/tidak ada, disritmia, krekels,
distensi vena jugularis, kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung.
3) Integritas/ Ego Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi Tanda : Ansietas, peka rangsang
4) Eliminasi Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare. Tanda : Urine
encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi oliguria/anuria, jika terjadi
hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites,
bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
5) Nutrisi/Cairan Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet,
peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa
hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (Thiazid) Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor
jelek, kekakuan/distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas
aseton)
6) Neurosensori Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada
otot, parestesi, gangguan penglihatan Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi,
stupor/koma (tahap lanjut), gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks
tendon dalam menurun (koma), aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
7) Nyeri/kenyamanan Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat) Tanda : Wajah
meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhatihati
8) Pernapasan Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi/tidak) Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum
purulen, frekuensi pernapasan meningkat
A. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan integritas kulit/jaringan (D.0129) b.d bahan kimia iritatif


2. Nyeri akut (D.0077) b.d agen pencidera kimiawi (bahan kimia iritan)
3. Gangguan sirkulasi spontan (D.0007) b.d penurunan curah jantung
4. Hipovolemia (D.0023) b.d peningkatan permeabilitas kapiler
5. Gangguan mobilitas fisik (D.0054) b.d nyeri
6. Risiko infeksi (D.0142) b.d kerusakan integritas kulit

B. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan/kriteria Hasil Intervensi


(SDKI) (SLKI) Keperawatan (SIKI)

1. Gangguan integritas L.14125 Integritas I.141565 Perawatan


kulit/jaringan (D.0129) Kulit dan Jaringan Luka Bakar
b.d bahan kimia iritatif
Setelah dilakukan Observasi
intervensi keperawatan
selama 1x8 jam maka 1.1 identifikasi
diharapkan integritas penyebab luka bakar
kulit dan jaringan 1.2 monitor kondisi
membaik, dengan luka
kriteria hasil:
Terapeutik
- Kerusakan
jaringan 1.3 gunakan teknik
menurun aseptik saat merawat
- Kerusakan luka
lapisan kulit 1.4 bersihkan luka
menurun dengan cairan steril
- Nyeri menurun (NaCl 0,9%)
- Suhu kulit 1.5 lakukan terapi
membaik relaksasi untuk
mengurangi nyeri
Edukasi
1.6 jelaskan tanda dan
gejala infeksi
Kolaborasi

1.7kolaborasi
pemberian antibiotik
jika perlu
2. Nyeri akut (D.0077) b.d L.08066 I.08238 Manajemen
agen pencidera kimiawi Nyeri
Setelah dilakukan
(bahan kimia iritan) intervensi keperawatan Observasi
selama 1x8 jam maka
diharapkan tingkat 2.1 Identifikasi lokasi,
nyeri menurun, dengan karakteristik, durasi,
kriteria hasil: frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
- Keluhan nyeri 2.2 Identifikasi skala
menurun nyeri
- Meringis 2.3 Identifikasi respon
menurun nyeri non verbal
- Sikap protektif 2.4 Identifikasi faktor
menurun yang memperberat
dan memperingan
nyeri
2.5 Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik
2.6 Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Edukasi
2.7 Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
2.8 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
2.9 Kolaborasi
pemberian
analgetik,jika perlu

3. Gangguan sirkulasi L.02015 Sirkulasi I.03139 Resusitasi


spontan (D.0007) b.d Spontan Cairan
penurunan curah
Setelah dilakukan
jantung Observasi
intervensi keperawatan
selama 1x8 jam maka 3.1 monitor status
diharapkan sirkulasi hemodinamik
spontan meningkat, 3.2 monitor output
dengan kriteria hasil: cairan
Terapeutik
- Frekuensi nadi
meningkat 3.3 berikan infus cairan
- Tekanan darah kristaloid 1-2 L pada
membaik dewasa

Edukasi
3.4 kolaborasi
penentuan jenis dan
jumlah cairan

4. Hipovolemia (D.0023) L.03028 Status Cairan I.03116 Manajemen


b.d peningkatan Hipovolemia
Setelah dilakukan
permeabilitas kapiler
intervensi keperawatan Observasi:
selama 1x8 jam maka 4.1 periksa tanda dan
diharapkan status cairan gejala hipovolemia
membaik, dengan 4.2 monitor intake dan
kriteria hasil:
output cairan
- Frekuensi nadi Terapeutik:
membaik 4.3 hitung kebutuhan
- Tekanan darah
cairan
membaik
- Suhu tubuh 4.4 berikan asupan
membaik cairan oral
Edukasi:
4.5 anjurkan
memperbanyak asupan
cairan oral
Kolaborasi:
4.6 kolaborasi
pemberian cairan IV
isotonis

5. Gangguan mobilitas fisik L.05042 Mobilitas I.06171 Dukungan


(D.0054) b.d nyeri Fisik Ambulasi
Setelah dilakukan Observasi:
intervensi keperawatan 5.1 identifikasi adanya
selama 1x8 jam maka nyeri atau keluhan fisik
diharapkan mobilitas lainnya
fisik meningkat, dengan 5.2 identifikasi toleransi
kriteria hasil:
fisik melakukan
- Nyeri menurun ambulasi
- Kecemasan Terapeutik:
menurun 5.3 libatkan keluarga
- Gerakan
terbatas untuk membantu
menurun pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi:
5.4 jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
5.5 ajarkan ambulasi
sederhana

6. Risiko infeksi (D.0142) L.14137 Tingkat I.14539 Pencegahan


b.d kerusakan integritas Infeksi Infeksi
kulit Observasi:
Setelah dilakukan
intervensi keperawatan 6.1 monitor tanda dan
selama 1x8 jam maka gejala infeksi lokal dan
diharapkan tingkat sistemik
infeksi menurun,
dengan kriteria hasil: Terapeutik:
6.2 batasi jumlah
- Nyeri menurun pengunjung
- Kemerahan
6.3 pertahankan teknik
menurun
aseptik pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi:
6.4 jelaskan tanda dan
gejala infeksi
6.5 ajarkan cara
mencuci tangan
dengan
Kolaborasi:
6.6 kolaborasi
pemberian imunisasi
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Afiani, Nurma dkk. (2019). Efektivitas Debridemen Mekanik pada Luka Bakar Derajat III
Terhadap Kecepatan Penyembuhan Luka. JKEP, 4(2), 93-103

Anggowarsito, Jose L. (2016). Luka Bakar Sudut Pandang Dermatologi. Jurnal Widya Medika
Surabaya, 2(2), 115-120

Hale, Paskalis M.B. (2019). Asuhan Keperawatan pada An. Y dengan Luka Bakar Grade II di
Ruangan Instalasi Gawat Darurat RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang. Karya
Tulis Ilmiah. Kupang: Poltekkes Kemenkes Kupang Repository.

Haryono, Ns. Rudi, M.Kep & Utami, Maria P.S., M.Kep. (2018). Keperawatan Medikal Bedah
II. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Rahayuningsih, Ns. Tutik, S.Kep. (2016). Penatalaksanaan Luka Bakar. PROFESI, 8(1), 1-13

Saputro, Iswinarno Doso, dr., SpBP(K). (2018). Luka Bakar. Surabaya: Universitas Airlangga
Repository.

Yovita, dr. Safriani. (2017), Penanganan Luka Bakar. Artikel Ilmiah. Diakses pada tanggal 25
Januari 2021 pukul 14.28 WITA
(https://www1-media.acehprov.go.id/uploads/PENANGANAN_LUKA_BAKAR.pdf)

Anda mungkin juga menyukai