Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ETIKA KEPERAWATAN

KELOMPOK 3

DISUSUN OLEH:

Adinda Rosa Amalia P07220218001

Indra Wardani P07220218007

M Arfian Nur Rizky M H P07220218016

Muthia Fitri Desiranti P07220218019

Natasya Melinda R P07220218022

Novalinna A.R P07220218023

Triana Wulandari P07220218035

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN TINGKAT II

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR

TAHUN AJARAN 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-
nya sehingga saya bisa menyelesaikan makalah tentang “Makalah Etika Keperawatan” Dalam
penyusunan makalah ini kami telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan
kami.Namun sebagai manusia biasa,kami tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan baik dari
segi teknik penulisan maupun tata bahasa.Tetapi walaupun demikian,kami berusaha serta
mungkin menyelesaikan makalah meskipun tersusun sangat sederhana

Kami menyadari tanpa kerja sama antara penyusun serta beberapa kerabat yang
memberi berbagai masukan yang bermanfaat bagi penyusun demi tersusunnya makalah ini.
Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang tersebut diatas yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan saran demi kelancaran
penyususan makalah ini.

Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan para pembaca pada
umumnya kami mengharapkan saran serta kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun.

Samarinda, 11 Oktober 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………..……………..……...i
KATA PENGANTAR……………………………………………………….…………..…….ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………………...……....1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………………..2
C. Tujuan Penulisan…………………………………………………………........................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Etis Dalam


Keperawatan…………………………………………………………………………..…3
B. Nilai-Nilai Fundamental Dalam Praktik Keperawatan Professional……………………..9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………….………………..13
B. Saran……………………………………………………………………………………13

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan merupakan salah satu profesi yang mempunyai bidang garap pada
kesejahtraan manusia yaitu dengan memberikan bantuan kepada individu yang sehat
maupun yang sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup sehari-hariya. Salah satu yang
mengatur hubungan antara perawat pasien adalah etika. Istilah etika dan moral sering
digunakan secara bergantian.
Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan standar dan prinsip-
prinsip yang menjadi penuntun dalam berprilaku serta membuat keputusan untuk
melindungi hak-hak manusia. Etika diperlukan oleh semua profesi termasuk juga
keperawatan yang mendasari prinsip-prinsip suatu profesi dan tercermin dalam standar
praktek profesional. (Doheny et all, 1982).
Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi
perlaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan
seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawanb moral.(Nila Ismani,
2001)
Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi
perlaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan
seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawanb moral.(Nila Ismani,
2001)
Profesi keperawatan mempunyai kontrak sosial dengan masyarakat, yang berarti
masyarakat memberi kepercayaan kepada profesi keperawatan untuk memberikan
pelayanan yang dibutuhkan. Konsekwensi dari hal tersebut tentunya setiap keputusan dari
tindakan keperawatan harus mampu dipertanggungjawabkan dan dipertanggunggugatkan
dan setiap penganbilan keputusan tentunya tidak hanya berdasarkan pada pertimbangan
ilmiah semata tetapi juga dengan mempertimbangkan etika.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan kepeutusan etis dalam
keperawatan?
2. Bagaimana Nilai fundamental dalam praktek keperawatan professional?

C. Tujuan Penulisan
 Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan etis
dalam keperawatan
 Untuk mengetahui nilai fundamental dalam praktik keperawatan professional

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Etis Dalam


Keperawatan
Berbagai faktor mempunyai pengaruh terhadap seseorang dalam membuat
keputusan etis. Faktor ini antara lain faktor agama, sosial, ilmu pengetahuan atau
teknologi, legislasi atau keputusan yuridis, dana atau keuangan, pekerjaan atau posisi
klien maupun perawat, kode etik keperawatan, dan hak klien.
1. Faktor Agama Dan Adat Istiadat
Agama serta latar belakang adat istiadat merupakan faktor utama dalam membuat
keputusan etis. Setiap perawat disarankan memahami nilai yang diyakini maupun
kaidah agama yang dianutnya. Untuk memahami ini memang diperlukan proses.
Semakin tua akan semakin banyak pengalaman dan belajar, seseorang akan lebih
mengenal siapa dirinya dan nilai yang dimilikinya.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dihuni oleh penduduk dengan
berbagai agama atau kepercayaan dan adat istiadat. Setiap penduduk yang menjadi
warga negara Indonesia harus beragama atau berkepercayaan. Ini sesuai dengan sila
pertama Pancasila, “Ketuhanan yang Maha Esa” dan Indonesia menjadikan aspek
ketuhanan sebagai dasar yang paling utama. Setiap warga negara diberi kebebasan
untuk memilih agama atau kepercayaan yang dianutnya. Ini sesuai dengan Bab XI
pasal 29 UUD 1945 yang berbunyi 1) Negara berdasarskan atas Ketuhanan Yang
Maha Esa, dan 2) Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya.
Sebagai negara berketuhanan, segala kebijakan atau aturan yang dibuat
diupayakan tidak bertentangan dengan aspek agama yang ada di Indonesia (Islam,
Kristen, Katolik, Budha, Hindu dan Konghucu). Misalnya, sebelum keluarga
berencana atau KB dijadikan program nasional, pihak pemerintah telah
mendiskusikan berbagai metode kontrasepsi yang tidak bertentangan dengan agama
dengan para pemuka agama. Dengan adanya kejelasan tentang program kesehatan

3
nasional, misalnya KB, dengan ketentuan agama maka perawat tidak ragu-ragu
dalam mempromosikan program tersebut dan dapat memberi informasi yang tidak
bertentangan dengan agama yang dianut pasien.
Selain faktor agama, faktor adat istiadat juga berpengaruh pada seseorang dalam
membuat keputusan etis. Indonesia yang terdiri atas lebih 13000 pulau dan 300
suku bangsa yang mempunyai adat istiadat yang bervariasi. Kaitan adat istiadat dan
implikasii dalam keperawtan sampai saat ini belum tergali secara jelas di Indonesia.
Di beberapa negara maju, misalnya Amerika Serikat, aspek adat istiadat dan budaya
yang telah digali enjadi spesialisasi khusus keahlian budaya yang telah digali
menjadi spesialisasi khusus keahlian keperawatan. Beberapa Universitas di
Amerika Serikat yang membuka program ini adlaah University of Utah mempunyai
program doktoral Transcultural nursing dan University of Whasington serta the
Penssylvania State of University mempunyai program transcultural nursing tingkat
master. Dengan ditawarkannya program ini maka penelitian tentang keperawatan
pada pasien dari berbagai budaya menjadi semakin marak dan membantu perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan selaras dengan budaya pasiennya. Kita di
Indonesia yang mempunyai budaya lebih beranekaragam sudah harus
mempertimbangkan hal ini. Faktor adat istiadat yang dimiliki perawat atau pasien
sangat berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etis. Contoh masalah praktik
adat istiadat bisa diperhatikan berikut ini. Dalam budaya Jawa dan daerah lain
dikenal falsafah tradisional “Mangan ora mangan anggere kumpul” (Makan tidak
makan asalkan tetap bersama). Falsafah ini sampai sekarang masih banyak
memengaruhi sistem kekerabatan orang Jawa. Bila ada anggota keluarga yang sakit
dan dirawat di rumah sakit, biasanya ada salah satu keluarga yang ingin selalu
menungguinya. Ini berbeda dengan sistem kekerabatan orang Barat yang bila ada
anggota keluarga yang sakit maka sepenuhnya diserahkan kepada perawat dalam
keperawatan sehari-hari. Setiap rumah sakit di Indonesia mempunyai aturan
menunggu dan persyaratan klien yang boleh ditunggu. Namun, hal ini sering tidak
dihiraukan oleh keluarga pasien, misalkan dengan alasan rumaj jauh, klien tidak
tenang bila tidak ditunggu keluarga, dan lain-lain. Ini sering menimbulkan masalah
etis bagi perawat antara membolehkan dan tidak membolehkan.

4
2. Faktor Sosial
Berbagai faktor sosial berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etis.
Faktor ini meliputi perilaku sosial dan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi,
hukum dan peraturan perundang-undangan (Ellis, Hartley, 1980). Beberapa tahun
terakhir telah terjadi berbagai perkembangan perilaku sosial dan budaya kita.
Masyarakat Indonesia yang awalnya merupakan masyarakat agraris, yang
sebagian besar tinggal di pedesaan, lambat laun mampu mengembangkan industri
yang menyebabkan berbagai perubahan, antara lain semakin meningkatnya area
kawasan industri.
Nilai tradisional sedikit demi sedikit demi sedikit telah ditinggalkan oleh
beberapa kalangan masyarakat. misalnya, kaum wanita yang pada awalnya hanya
sebagai ibu rumah tangga yang bergantung pada suami, telah teralih pada
pendamping suami yang mempunyai pekerjaan dan banyak yang menjadi wanita
karier. Dengan semakin meningkatnya orang menekuni profesinya, semakin
banyak pula orang menunda perkawinan dan banyak pula yang mempertahankan
kesendirian.
Perkembangan sosial dan budaya juga berpengaruh terhadap sistem
kesehatan nasional. Pelayanan kesehatan yang awalnya berorientasi pada
program medis lambat laun menjadi pelayanan komprehensif dengna pendekatan
tim kesehatan. Ini menyebabkan beberapa perubahan dalam berbagai kebijakan
pemerintah. Berbagai kebijakan dirumuskan dengan melibatkan tim kesehatan.
Namun, untuk menentukan kebijakan dan peraturan tidak mudah. Oleh karena
cukup luasnya wilayah Indonesiam aka kita ketahui adanya berbagai peraturan
yang bersifat regional, misalnya peraturan daerah.
Nilai yang diyakii masyarakat berpengaruh pula terhadap keperawatan.
Sebagai contoh dapat dilihat pada kasus dibawah ini.
Seorang klien yang menderita penyakit kronis dan dirawat dirumah sakit,
sudah beberapa bulan dalam keadaan lemah. Oleh karena itu, pasien atau
kelaurganya mungkin memilih untuk membawa klien pulang agar dapat
dipersiapkan agar meninggal dunia dengan tenang. Selain dengan pertimbangan
faktor biaya, adat, hal ini juga karena adanya anggapan atau nilai di masyarakat

5
bahwa “orang yang etikanya tidak baik selama hidup maka sulit meninggal
dunia,” klien kemudian dibawa pulang ,atas permintaan sendiri (APS). Beberapa
hari kemudian klien tersebut meninggal dunia.
Contoh tersebut dapat terjadi karena mahalnya biaya pengobatan di rumah
sakit sedangkan sebagian besar penduduk tidak mempunyai asuransi kesehatan.
Ajaran agama juga menyebutkan bahwa kehidupan dunia hanyalah kehidupan
sementara sehingga hidup di dunia bukan merupakan tujuan akhir manusia.
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa dikenal istilah bahwa hidup di
dunia hanyalah “mampir ngombe” (singgah sejenak untuk minum) sehingga
mereka rela atau siap bila sewaktu-waktu dipanggil Tuhan. Ini  cukup berbeda
dengna nilai yang diyakini oleh sebagian masyarakat tidak beragama (ateis),
yang menganggap hidup di dunia merupakan segala-galanya dan menganggap
kehidupan setelah mati merupakan ajaran tradisional atau khayalan manusia saja.
3. Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pada era abad XX, manusia telah berhasl mencapai tingkat kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang meliputi berbagai bidang. Manusia telah
menjelajahi ruang angkasa dan mendarat di beberapa planet selain bumi. Setelah
komunikasi antarnegara dapat dilaksanakan secara langsung dari tempat yang
jaraknya ribuan kilometer.
Kemajuan di bidang kesehatan telah mampu meningkatkan kualitas hidup
serta memperpanjang usia manusia dengan ditemukannya berbagai mesin
mekanik kesehatan, cara prosedur baru, dan bahan atau obatan baru. Misalnya,
klien dengan gangguan ginjal yang dapat diperpanjang usianya berkat adanya
mesin hemodialisa. Wanita yang mengalami kesulitan dapat dibantu dengan
berbagai inseminasi. Kemajuan ini menimbulkan pertanyaan yang berhubungan
dengan etika.
4. Faktor Legislasi Dan Keputusan Yuridis
Perubahan sosial dan legislasi secara konstan saling berkaitan. Setiap
perubahan sosial atau legislasi menyebabkan timbulnya suatu tindakan yang
merupakan reaksi perubahan tersebut. legislasi merupakan jaminan tindakan

6
menurut hukum sehingga orang yang bertindak sesuai hukum dapat menimbukan
suatu konfilk (Ellis, Hartley, 1990).
Saat ini aspek legislasi dan bentuk keputusan yuridis tentang masalah etika
kesehatan sedang menjadi topik yang banyak diicarakan. Hukum kesehatan telah
menjadi suatu bidang ilmu dan perundang-undangan baru yang banyak disusun
untuk menyempurnakan perundang-undangan lama atau untuk mengantisipasi
perkembangan masalah hukum kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan undang-
undang praktik keperawatan dan keputusan menteri kesehatan yang mengatur
registrasi dan praktik perawat.
Pemberian izin praktik bagi perawat merupakan manifestasi dari UU Ke.
RI No.23 tahun 1992 pasal 53 ayat 1 tentang hak memperoleh perlidnungan
hukum, yaitu “Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungna hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya,” dan ayat 2 tentang perlindungan/
melindungi hak klien, yaitu “Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya
berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak klien.”
Upaya pengendalian mutu praktik keperawatan melalui legislasi
keperawatan. Legislasi berarti suatu ketetapan hukum atau ketentuan hukum yng
mengatur hak dan kewajiban seseorang yang berhubungan erat dengan tindakan
(Lieberman,1970). Keputusan Menteri Kesehatan No.1239 Tahun 2001 tentang
Registrasi dan praktik Keperawatan.
5. Faktor Dana atau Keuangan
Dana atau keungan untuk membiayai pengobatan dan perawatan dapat
menimbulkan konflik. Untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat,
pemerintah tela banyak berupaya dengan mengadakan berbagai program yang
dibiayai pemerintah. Walaupun pemerintah telah mengalokasiikan dana yang
besar untuk pembangunan kesehatan, dana ini belum seluruhnya dapat mengatasi
berbagai masalah kesehatan sehingga partisipasi swasta dan masyarakat banyak
digalakkan.
Perawatan sebagai tenaga kesehatan yang setiap hari menghadapi klien,
sering menerima keluhan klien mengenai pendanaan. Dalam daftar kategori
diagnosis keperawatan tidak ada pernyataan yang menyatkan ketidakcukupan

7
dana, tetapi hal ini dapat menjadi etiologi bagi berbagai diagnosis keperawatan,
antara lain ansietas dan ketidakpatuhan. Masalah ketidakcukupan dana dapat
menimbulkan konflik terutama bila tidak dapat dipecahkan. Contoh dapat dilihat
pada masalah berikut:
Ny, Karlina dirawat di unit rawat inap penyakit dalam dengan masalah
diabetes melitus. Setelah selama tiga minggu, Ny Karlina diperbolehkan pulang.
Ny Karlina menjadi gelisah dan tidak dapat tidur setelah mengetahui perincian
biaya rawat yang cukup tinggi. Ia tidak mempunyai uang yang cukup dan
menyuruh anaknya yang sering nengok untuk pulang mencari dana.
Diana, seorang mahasiswa akademi keperawatan yang diberi tugas praktis
merawat Ny Karlina. Ia mendapat banyak keluhan dari Ny Karlina dan pada
pendataan terakhir Ny Karlina menyatkan “Anak saya sedang saya suruh pulang
cari uang pinjaman. Sebenarnya saya sudah boleh pulang tiga hari yang lalu,
tetapi bingung karena sampai saat ini dia belum datang padahal saya tidak boleh
meninggalkan rumah sakit sebelum melunasi biaya mondok.” Diana mengetahui
ansietas Ny Karlina, namun ia tidak mengetahui tindakan apa yang paling tepat
untuk klien ini dan sejauh mana kewenangan perawat dalam pembuatan
keputusan terhadap masalah ini. Akhirnya, ia hanya menganggukkan kepala dan
menyarankan Ny Karlina untuk bersabar.
6. Faktor Pekerjaan
Dalam pembuatan suatu keputusan, perawat perlu mempertimbangkan
posisi pekerjaannya. Sebagian besar perawat bukan merupakan tenaga yang
praktik sendiri, tetapi bekerja di rumah sakit, dokter praktik swasta atau institusi
kesehatan lainnya. Tidak semua keputusan pribadi perawat dapat dilaksanakan;
namun harus disesuaikan dengan keputusan atau aturan tempat ia bekerja.
Perawat yang mengutamakan kepentingan pribadi sering mendapat sorotan
sebagai perawat pembangkang. Sebagai konsekuensinya, ia dapat mendapat
sanksi administrasi atau mungkin kehilangan pekerjaan. Contoh dapat dilihat
pada masalah berikut.
DH, seorang perawat baru yang ditempatkan di suatu rumah sakit di unit
perawatan bedah. Setelah bekerja selama tiga bulan, ia berpendapat bahwa

8
kesejahteraan perawat yang menyangkut keselamatan kerja kurang dijamin oleh
rumah sakit. Persediaan peralatan habis pakai, misalnya kapas, kasa steril, dan
sarung tangan pada unit bedah tersebut sangat terbatas sehingga para perawat
dalam bekerja mengalami kesulitan dalam menjaga teknik septik. Mereka
terpaksa harus sering bersinggungan langsung dengan lokasi operasi ataupun
darah klien sehingga kemungkinan terjadi infeksi lewat kontak luka atau darah
bagi perawat cukup besar. Tahun sebelumnya terdapat sekitar 25% klien
pascaoperasi mengalami infeksi pada luka operasi dan dalam hal ini, perawat
dituduh kurang dapat menjaga teknik aseptik. DH mendiskusikan hal ini dengan
perawat yang akhirnya mengajukan usulan agar persediaan peralatan sekali pakai
ditingkat menjadi sekitar 400%. Pihak rumah sakit menolak dengan alasan tidak
ada dana. DH kemudian mempelajari alokasi dana rumah sakit. Ia mendapatkan
data bahwa sebagian besar pemasukan biaya operator, sedangkan jawa perawat
yang merawat sama sekali tidak ada. DH mengusulkan agar jasa operator
dikurangisehingga dapat digunakan untuk meningkatkan persediaan peralatan
habis pakai. Pihak rumah sakit dan para operator tersinggung dan mengecam DH
sebagai perawat yang tidak sopan. Akhirnya muncul keputusan baru bahwa DH
dipindahkan dari unit rawat bedah ke unit lain

B. Nilai-Nilai Fundamental Dalam Praktik Keperawatan Professional


Nilai merupakan suatu keyakinan personal mengenai harga atas suatu ide tingkah
laku, kebiasaan atau objek yang menyususn suatu dasar standar yang mempengaruhi
tingkah laku. Nilai-nilai berhubungan satu sama lain serta membentuk sistem nilai.
Perawat juga tekah menetapkan nilai dan harus mengembangkan kesadaran bagaimana
sistem nilai mereka sendiri akan mempengaruhi klien. Pemahaman sistem nilai akan
memahami perawat bertindak secara profesional.
Tata nilai merupakan rambu-rambu atau aturan yang dpat membatasi perilaku,
peran, peran dan etika internal perawat. Tata nilai keperawatan adalah nilai yang
terkandung didalam proses sharing yang dilakukan perawat,serta sangat mempengaruhi
berbagai tindakan keperawatan.

9
Ada beberapa pengertian tentang nilai, yitu sebagai berikut:
a. Nilai adalah sesuatu yang berharga, keyakinan yang dipegang sedemikian rupa
oleh seseorang sesuai denagn tututan hati nuraninya (pengertian secara umum)
b. Nilai adalah seperangkat keyakinan dan sikap-sikap pribadi seseorang tentang
kebenaran, keindahan, dan penghargaan dari suatu pemikiran, objek atau prilaku
yang berorientasi pada tindakan dan pemberian arah serta makna pada kehidupan
seseorang (simon,1973).
c. Nilai adalah keyakinan seseorang tentang sesuatu yang berharga, kebenaran atau
keinginan mengenai ide-ide, objek, atau prilaku khusus (Znowski, 1974).
d. Nilai merupakan suatu ciri, yaitu sebagai berikut :
1) Nilai-nilai membentuk dasar prilaku seseorang
2) Nilai-nilai nyata dari seseorang diperlihatkan melalui pola prilaku yang
konsisten.
3) Nilai-nilai menjadi kontrol internal bagi prilaku seseorang.
Nilai-nilai merupakan komponen intelektual dan emosional dari seseorang yang secara
intelektual diyakinkan tentang sutu nilai serta memegang teguh dan mempertahan
kannya. Untuk praktik sebagai perawat profesional, diperlukan nilai-nilai yang sesuai
dengan kode etik profesi, antara lain dengan :
a. Menghargai martabat individu tanpa prasangka.
b. Melindungi seseorang dalam hal privasi
c. Bertanggung jawab untuk segala tindakannya
d. Seorang perawat yang menghargai hak privasi pasien akan menerapkan kepada
pasien, sebagai berikut :
1) Menutup area untuk mandi dan pengobatan
2) Menutup pasien untuk prisedur tertentu
3) Menyediakan tempat konsultasi bagi pasien dcengan pemuka agama atau
anggota keluyarga yang sedang sedih
Nilai yang diperlukan perawat
Gambaran nilai-nilai keperawatan adalah bagaimana pengetahuan, profesional,
pemahaman, pemberian makna serta sikap perawat mengenai nilai-nilai keperawatan
yang tersebar dalam beberapa pernyataan, yakni :

10
Nilai-nilai professional yang harus diterapkan oleh perawat
a. Justice (Keadilan) : Menjaga prinsip-prinsip etik dan legal, sikap yang dapat dilihat dari
Justice, adalah: Courage (keberanian atau Semangat, Integrity, Morality, Objectivity),
dan beberapa kegiatan yang berhubungan dengan justice perawat: Bertindak sebagai pem
belaklien, Mengalokasikan sumber-sumber secara adil, Melaporkan tindakan yang
tidakkompeten, tidak etis, dan tidak legal secara obyektif dan berdasarkan fakta.
b. Truth (kebenaran): Kesesuaian dengan fakta dan realitas, sikap yang berhubungan dengan
perawt yang dapat dilihat, yaitu: Akontabilitas, Honesty, Rationality, Inquisitiveness
(ingin tahu), kegiatan yang beruhubungan dengan sikap ini adalah: Mendokumentasikan
asuhan keperawatan secara akurat dan jujur, Mendapatkan data secara lengkap sebelum
membuat suatu keputusan, Berpartisipasi dalam upaya-upaya profesi untuk melindungi
masyarakat dari informasi yang salah tentang asuhan keperawatan.
c. Aesthetics : Kualitas obyek, kejadian, manusia yang mengarah pada pemberian kepuasan
dengan prilaku/ sikap yang tunjukan dengan Appreciation, Creativity, Imagination,
Sensitivity, kegiatan perawat yang berhubungan dengan aesthetics : Berikan lingkungan
yang menyenangkan bagi klien, Ciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan bagi diri
sendiridan orang lain, Penampilan diri yang dapat meningkatkan “image” perawat yang
positif 
d. Altruism : Peduli bagi kesejahteraan orang lain (keiklasan) dengan sikap yang ditunjukan
yaitu: Caring, Commitment, Compassion (kasih), Generosity (murah hati), Perseverance
(tekun, tabah (sabar), kegiatan perawat yang berhubungan dengan Altruism :
Memberikan perhatian penuh saat merawat klien, Membantu orang lain/perawatlain
dalam memberikan asuhan keperawatan bila mereka tidak dapat melakukannya,
Tunjukan kepedulian terhadap isu dan kecenderungan social yang berdampak terhadap
asuhan kesehatan.
e. Equality (Persamaan): Mempunyai hak, dan status yang sama, sikap yang dapat
ditunjukan oleh perawat yaitu : Acceptance (menerima), Fairness (adil/tidak
diskriminatif), Tolerance, Assertiveness, kegiatan perawat yang berhubungan dengan
equality : Memberikan nursing care berdasarkan kebutuhan klien, tanpa membeda-
bedakan klien, Berinteraksi dengan tenaga kesehatan/teman sejawat dengan cara yang
tidak diskriminatif.

11
f. Freedom (Kebebasan): Kapasitas untuk menentukan pilihan, sikap yang dapat ditunjukan
oleh perawat yaitu : Confidence, Hope, Independence, Openness, Self direction, Self
Disciplin, kegiatan yang berhubungan dengan Freedom : Hargai hak klien untuk menolak
terapi, Mendukung hak teman sejawat untuk memberikan saran perbaikan rencana asuhan
keperawatan, Mendukung diskusi terbuka bila terdapat isu controversial terkait profesi
keperawatan.
g. Human Dignity (Menghargai martabat manusia) : menghargai martabat manusia dan
keunikan martabat manusia dan keunikan individu, sikap yang dapat ditunjukan oleh
perawat, yaitu : Empathy, Kindness, Respect full, Trust, Consideration, kegiatan yang
berhubungan dengan sikap Human dignity : Melindungi hak individu untuk privacy,
menyapa/memperlakukan orang lain sesuai dengan keinginan mereka untuk
diperlakukan, menjaga kerahasiaan klien dan teman sejawat.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Keperawatan merupakan salah satu profesi yang mempunyai bidang garap pada
kesejahtraan manusia yaitu dengan memberikan bantuan kepada individu yang sehat
maupun yang sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup sehari-hariya. Salah satu yang
mengatur hubungan antara perawat pasien adalah etika. Istilah etika dan moral sering
digunakan secara bergantian

B. Saran
Dari pembahasan diatas mungkin saja masih banyak kekurangan dalam penyampaian
materi maupun cara penyusunannya maka kami mengharapkan saran dari para
pembaca dan semoga bermanfaat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Priharjo, R (1995). Pengantar etika keperawatan; Yogyakarta: Kanisius.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (1999, 2000). Kode Etik Keperawatan, lambing danPanji
PPNI dan Ikrar Perawat Indonesia, Jakarta: PPNI

Redjeki, S. (2005). Etika keperawatan ditinjau dari segi hukum. Materi seminar tidakditerbitkan

14

Anda mungkin juga menyukai