Anda di halaman 1dari 16

ETIKA KEPERAWATAN

MAKALAH

PERATURAN DAN KEBIJAKAN KEPERAWATAN

Disusun oleh:
Carolin Firsta Athena PO.62.20.1.19.006
REGULER XXIIA

POLTEKKES KEMENKES PALANGKARAYA


2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah kami dapat
menyelesaikan makalah ini pada waktunya, dengan judul “PERATURAN DAN
KEBIJAKAN KEPERAWATAN”.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Palangkaraya, 02 FEBUARI 2020

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................... 2
Daftar Isi................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 4
LATAR BELAKANG...................................................................................... 4
RUMUSAN MASALAH.................................................................................. 4
TUJUAN........................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 6
BAB III PENUTUP.................................................................................................. 11
KESIMPULAN................................................................................................. 11
Daftar Pustaka.......................................................................................................... 12

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian
berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan
kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat.
Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana dimaksud
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Disamping itu, pembangunan kesehatan
pada dasarnya menyangkut kehidupan fisik, mental maupun sosial ekonomi yang dalam
perkembangannya telah terjadi perubahan orientasi baik tatanilai maupun pemikiran terutama
upaya pemecahan masalah kesehatan.
Tenaga keperawatan sebagai salah satu komponen utama pemberi layanan kesehatan
kepada masyarakat memiliki peran penting karena terkait langsung dengan mutu pelayanan
kesehatan sesuai dengan kompetensi dan pendidikan yang dimilikinya.Tenaga keperawatan
juga memiliki karakteristik yang khas dengan adanya pembenaran hukum yaitu
diperkenannya melakukan intervensi keperawatan terhadap tubuh manusia dan
lingkungannya dimana apabila hal itu dilakukan oleh tenaga lain dapat digolongkan sebagai
tindakan pidana.
Terjadinya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan dari model
medikal yang menitik beratkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan ke
paradgima sehat yang lebih holistic yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan
bukan sebagai focus pelayanan (Cohen, 1996), maka perawat berada pada posisi kunci dalam
reformasi kesehatan ini. Hal ini ditopang oleh kenyataan bahwa 40%-75% pelayanan di
rumah sakit merupakan pelayanan keperawatan (Gillies, 1994), Swansburg & Swansburg,
1999) dan hampir semua pelayanan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit baik di 2
rumah sakit maupun di tatanan pelayanan kesehatan lain dilakukan oleh perawat.
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Global, turut pula
menandatangani kesepakatan di antara 10 negara ASEAN khususnya di bidang
pelayanan kesehatan yang dikenal dengan MRA (Mutual Recognition Agreement),
dimana Konsil Keperawatan sebagai Badan yang independen diperlukan untuk
mengatur sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi bagi praktik perawat. Dalam kancah 3
global, keperawatan di Indonesia masih tertinggal dibanding dengan negara- negara di Asia
terutama dalam hal lemahnya regulasi tentang praktik keperawatan.

Di antara 10 negara di Asia tenggara, 7 negara telah memiliki undang-undang yang


mengatur tentang praktik keperawatan, sedangkan 3 negara yang belum memiliki undang-
undang praktik keperawatan adalah Indonesia, Laos dan Vietnam. Adanya undang-undang
praktik keperawatan (Regulatory Body) merupakan salah satu prasyarat mutlak untuk ikut
berperan dalam kancah global, apalagi Indonesia telah memproduk tenaga keparawatan
dalam jumlah yang besar.
Dengan adanya undang-undang praktik keperawatan merupakan jaminan
terhadap mutu dan standard praktik disamping sebagai perlindungan hukum bagi pemberi dan
penerima jasa pelayanan keperawatan.

4
1.2 Rumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang diatas bagaimanakah masa depan profesi keperawatan di indonesia
apabila tidak ada perundang-undangan yang berlaku dalam praktik keperawata.

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui gambaran penyelenggaraan praktik keperawatan
2. Mengetahui sejarah perkembangan profesi keperawatan
3. Mengetahui masalah-masalah dalam praktik keperawatan
5. Mengetahui alasan perlunya pengaturan perundang-undangan keperawatan
6. Mengetahui legislasi keperawatan

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Gambaran Penyelenggaraan Praktik Keperawatan


Pelayanan keperawatan adalah bentuk pelayanan fisiologis, psikologis,
sosial, spiritual dan kultural yang diberikan kepada klien (pasien) karena ketidakmampuan,
ketidakmauan dan ketidaktahuan klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya yang sedang
terganggu. Fokus keperawatan adalah respons klien terhadap penyakit, pengobatan dan
lingkungan (Tomey, 1994).
Beberapa teori keperawatan sampai saat ini mewarnai dasar bentuk
pelayanan keperawatan, antara lain Teori Adaptasi (Roy), Self care (Orem), Teori
14 kebutuhan dasar/model konseptual Komplementer atau Suplementer (Henderson), Care-
Cure and Core (Lydia Hall), Teori Sikap dan Perilaku Caring (Jane Watson), Teori Sistem
Perilaku (Johnson), Sistem Sosial (King), Teori Lintas Budaya(Leininger), Perilaku
Pencegahan dan Peningkatan Kesehatan (Nola Pender) dan lain-lain. Tujuan dari teori ini
adalah untuk memperlihatkan kepada khalayak bahwa fokus pelayanan keperawatan adalah
klien dan keluarganya sebagai sistem yang pada dasarnya memiliki potensi untuk berubah
dan berkembang dalam rangka pemulihan diri dari gangguan kesehatan, serta perlu untuk di
bimbing dalam rangka pemberdayaan dirinya. Inti dari semua teori ini adalah
hubungan perawat-klien terbina secara terapeutik dan menjadi landasan
terwujudnya kesetaraan professional diantara keduanya yang saling membutuhkan. Teori-
teori inilah yang menunjukkan bahwa pelayanan keperawatan berbeda dengan
profesi kesehatan lain (Nurrachmah, 2004).
2.2 Sejarah Perkembangan Profesi Keperawatan
Perkembangan keperawatan di Indonesia mungkin tidak terlepas dari perkembangan
keperawatan global. Karna dalam sejarah Islam pada zaman Nabi Muhammad S.A.W,
walaupun tidak banyak catatan telah dikenal dengan nama Siti Rufaidah yang dianggap
sebagai perawat pertama didunia dan banyak terlibat dalam melayani orang sakit. Selain itu
di Inggris juga dikenal dengan nama Florence Nightingale yang terkenal dalam Perang
Kremlin dengan mengabdikan dirinya hanya untuk kepentingan orang sakit khususnya para
prajurit yang terluka.
Di Indonesia dalam suatu sejarah perkembangan tercatat telah lama ada
yaitu diberikan oleh orang yang telah di didik untuk merawat orang sakit. Beberapa catatan
mengemukakan sebelum kemerdekaaan tahun 1945 bahwa pendidikan perawat telah di mulai
sejak tahun 1800-an di sebuah rumah sakit di Batavia yang sekarang dikenal dengan Rumah
Sakit PGI Cikini Jakarta. Sejak saat itu dikembangkan berbagai pendidikan kekhususan
paramedis diantaranya pendidikan untuk menjadi mantra cacar, tenaga perawat berijazah
eropa, tenaga perawat berijazah Hindia Belanda dan pendidikan mantri malaria.
Pendidikan mantri cacar merupakan pendidikan tertua sejak tahun 1820 dengan
lama pendidikan 6-12 bulan, termasuk praktik lapangan 6 bulan. Perawat berijazah eropa
adalah dimulai dengan pendidikan dasar MULO dan lama pendidikan 3 tahun dimana
lulusannya mendapatkan fasilitas dan penghargaan lebih tinggi dibanding tenaga lainnya.
Sedangkan perawat yang berijazah Hindia Belanda sering disebut dengan mantri jururawat
adalah perawat dengan lama pendidikan 4 tahun yang menghasilkan dua jenis tenaga perawat
yaitu perawat umum dan perawat jiwa yang di mulai sejak tahun 1915. Adapun mantri
malaria merupakan tenaga perawat yang hanya berupa kursus selama satu setengah tahun,
yang hanya diadakan 2 kali yaitu tahun 1926 dan 1927.
Pada tahun 1972, di deklarasikan wadah Persatuan Perawat Nasional Indonesia
sebagai wadah organisasi profesi, dimana para perawat sudah mulai menyadari bahwa
pentingnya organisasi profesi bagi pengembangan keperawatan. Pada tahun 1983 merupakan

6
periode kebangkitan, dimana pada Lokakarya Nasional Keperawatan disepakati bahwa
keperawatan adalah profesi dan pendidikan keperawatan berada pada pendidikan tinggi.
Pada tahun 1985 dibuka Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, yang merupakan pendidikan tinggi keperawatan Strata satu pertama di
Indonesia. Perkembangan ini diikuti pula dengan dengan diakuinya keperawatan sebagai
profesi pada Undang-Undang Kesehatan No.23 Tahun 1992. Periode ini menjadi penting
setelah Peraturan pemerintah no.32 tahun 1996 telah menjabarkan keberadaan profesi
keperawatan sebagai satu dari enam kelompok profesi kesehatan yang ada di Indonesia.
Kebijakan ini mendorong organisasi profesi menata katagori tenaga keperawatan yang
ada dengan hanya ada tiga katagori yaitu SPK, D.III dan Sarjana Keperawatan.
Pada tahun 1996 Program Studi Ilmu Keperawatan (jenjang S1/Ners) didirikan
dibeberapa Perguruan Tinggi Negeri misalnya antara lain UGM (Yogyakarta),
UNDIP (Semarang), UNAIR (Surabaya), UNAND (Padang), UNBRAW (Malang), USU
(Medan), UNSYAH (Aceh) dan UNHAS (Makasar) serta di beberapa universitas swasta.
Pada periode ini perawat yang telah melalui pendidikan profesi pada tingkat sarjana telah
menyadari bahwa profesionalisme keperawatan perlu ditumbuh kembangkan secara terus
menerus.

2.3 Masalah-Masalah Dalam Praktik Keperawatan


Masalah kesehatan di masyarakat saat ini makin kompleks, dimana
penyakit degeneratif dan infeksi baik yang lama maupun yang baru (avian flu,
HIV/AIDS) muncul bersama-sama. Hal ini diperberat dengan terjadinya berbagai
bencana alam yang mendera Indonesia secara bertubi-tubi (gempa, Tsunami, banjir,gunung
meletus, luapan Lumpur panas dan beracun dsb).
Kondisi tersebut di atas diperberat dengan kesulitan bidang ekonomi
yang menimbulkan makin kompleksnya masalah kesehatan, misalnya gizi
kurang/buruk akibat daya beli masyarakat yang rendah sehingga menurunkan daya tahan
tubuh terhadap penyakit dan memperlambat proses penyembuhan, yang berdampak
pada pemborosan sumber, termasuk menimbulkan masalah-masalah dalam penyelenggaraan
praktik keperawatan baik karena adanya keterbatasan berbagai sumber keperawatan, baik itu
sumber biaya, fasilitas maupun tenaga keperawatan.
Jenis tenaga keperawatan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996
tentang Tenaga Kesehatan, maka rumpun Tenaga Keperawatan terdiri dari perawat dan
bidan. Namun dalam hal ini yang ditulis hanya tentang perawat/ners.
Dibandingkan dengan awal tahun 1970-an, maka jenis dan jenjang
tenaga keperawatan sudah lebih tertata, terutama setelah disepakati secara nasional
pada Januari 1983, bahwa keperawatan sebagai profesi dan struktur dan system pendidikan
tinggi keperawatan merupakan pendidikan profesi.

2.4 Alasan Perlunya Pengaturan Perundang-Undangan Keperawatan


1. Alasan Filosofis
Kesehatan sebagai hak asasi manusia sebagai tanggung jawab Pemerintah dan seluruh
elemen masyarakat harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan
kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang
berkualitas dan terjangkau.
Pelayanan kesehatan baik oleh pemerintah maupun masyarakat harus diselenggarakan
secara bermutu, adil dan merata dengan memberikan perhatian khusus kepada penduduk
miskin, anak-anak, remaja, para ibu dan para lanjut usia yang terlantar baik di perkotaan
maupun di pedesaan.

7
Prioritas diberikan pula kepada daerah terpencil, pemukiman baru, wilayah perbatasan
dan daerah kantong-kantong keluarga miskin. Penyelesaian masalah yang memberi dampak
pada kesehatan masyarakat memerlukan keterlibatan pemerintah, organisasi profesi dan pihak
terkait lainnya.
2. Alasan Yuridis
a. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 menyebutkan bahwa
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
b. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992, tentang kesehatan, Bab VI mengenai
Sumber Daya Kesehatan yang terdiri dari: tenaga kesehatan, sarana kesehatan, perbekalan
kesehatan, pembiayaan kesehatan, pengelolaan kesehatan dan penelitaian dan pengembangan
kesehatan. Dalam Pasal 32 ayat (4) secara eksplisit menyebutkan bahwa: Pelaksanaan
pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan,
hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu.” Pada Pasal 53 ayat 1 juga menyebutkan bahwa: Tenaga kesehatan berhak
memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
3. Alasan Sosiologis
Undang-Undang menganut beberapa alasan sosiologis sebagai berikut:
a.       Mengantisipasi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan
keperawatan dengan adanya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan
dari model medical yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan
ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi
dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996).
b.  Sudah disepakati secara nasional pada tahun 1983 bahwa keperawatan sebagai profesi dan
struktur pendidikan tinggi keperawatan sebagai pendidikan profesi sesuai dengan proyeksi
kebutuhan jenis dan jenjang tenaga perawat.
c.  Mendekatkan keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan.
d.  Meningkatkan kontribusi pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian integral
dari pelayanan kesehatan.
e.   Memberikan kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan pelayanan
keperawatan Masyarakat terutama masyarakat Indonesia berhak mendapakan pelayanan
keperawatan yang berkualitas oleh perawat yang kompeten tanpa diskriminatif menurut status
social, budaya, agama, ras, dll.
4. Alasan Tehnik Keperawatan
a. Citra keperawatan rendah terkait dengan Persepsi masyarakat terhadap perawat.
b. Keperawatan masih dianggap bukan merupakan komponen penting
dalam pengambilan keputusan (kebijakan).
c. Variasi proporsi kualifikasi tenaga perawat Penyebaran tenaga yang tidak merata.
d. Kepemimpinan dan manajemen yang tidak efektif.
e. Ketidaksesuaian kompetensi dengan tanggung jawab.
f. Peluang untuk Pelatihan kurang, jika ada kesempatan menggunakan
peluang sempit.
g. Kurang dilibatkan dalam pengambilan keputusan penting.
h. Kondisi kerja.

2.5 Legislasi Keperawatan


Legislasi Keperawatan adalah proses pembuatan undang-undang atau penyempurnaan
perangkat hukum yang sudah ada yang mempengaruhi ilmu dan kiat dalam praktik
keperawatan (Sand,Robbles1981). Prinsip dasar legislasi untuk praktik keperawatan
8
1. Harus jelas membedakan tiap katagori tenaga keperawatan.
2. Badan yang mengurus legislasi bertanggung jawab aatas system
keperawatan.
3. Pemberian lisensi berdasarkan keberhasilan pendidikan dan ujian sesuai
ketetapan.
4. Memperinci kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan perawat.

Fungsi legislasi keperawatan


1. Memberi perlindungan kepada masyarakat terhadap pelayanan
keperawatan yang diberikan.
2. Memelihara kualitas layanan keperawatan yang diberikan
3. Memberi kejelasan batas kewenangan setiap katagori tenaga keperawatan.
4. Menjamin adanya perlindungan hukum bagi perawat.
5. Memotivasi pengembangan profesi.
6. Meningkatkan proffesionalisme tenaga keperawatan.
Legislasi keperawatan mencakup 3 komponen yaitu registrasi, sertifikasi, dan lisensi.

Registrasi
Registrasi merupakan pencantuman nama seseorang dan informasi lain pada badan
resmi baik milik pemerintah maupun non pemerintah. Perawat yang telah terdaftar diizinkan
memakai sebutan registered nurse. Untuk dapat terdaftar,perawat harus telah menyelesaikan
pendidikan keperawatan dan lulus ujian dari badan pendaftaran dengan nilai yang diterima.
Izin praktik maupun registrasi harus diperbaharui setiap satu atau dua tahun.
 

Tujuan registrasi :
a. Menjamin kemamapuan perawat untuk melakukan praktik keperawatan
sesuai dengan kewenangan dan kompetensinya.
b. Mempertahankan prosedur penatalaksanaan secara objektif terhadap kasus
kelalaian tugas atau ketidak mampuan melaksanakan tugas sesuai dengan
standar kompetensi.
c. Mengidenttifikasi jumlah dan kualifikasi perawat professional dan
vokasional yang akan melakukan praktik keperawatan sesuai dengan
kewenangan dan kompetensi masing-masing.

Registrasi meliputi 2 kegiatan berikut :


1. Registrasi administrasi adalah kegiatan mendaftarkan diri yang dilakukan
setiap tahun, berlaku untulk perawat professional dan vokasional.
2. Registrasi kompetensi adalah registrasi yang dilkakukan setiap 5 tahun
untuk memperoleh pengakuan ,mendapatkan kewenangan dalam
melakukan praktik keperawatan ,berlaku bagi perawat professional.
Perawat yang sudah teregistrasi mendapat Surat Izin Perawat(SIP) dan nomer
register.
Perawat yang sudah melakukan registrasi akan memperoleh kewenangan
dan hak berikut :
1. Melakukan pengkajian
2. Melakukan terapi keperawatan.
3. Melakukan observasi.
4. Memberikan pendidikan dan konseling kesehatan.
5. Melakukan intervensi medis yang didelegasikan.
6. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan di berbagai tatanan pelayanan

9
kesehatan.
Perawat yang tidak teregistrasi, secara hukum tidak memiliki kewenangan dan hak
tersebut. Registrasi berlaku untuk semua perawat professional yang bermaksud melakukan
praktik keperawatan di wilayah Negara republik Indonesia, termasuk perawat berijasah luar
negeri.
Mekanisme registrasi terdiri dari mekanisme registrasi administrative dan mekanisme
registrasi kompetensi yang dilakukan melalui 2 jalur,yaitu :
1. Ujian registrasi nasional, dan
2. Pengumpulan kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Registrasi yang dilakukan perawat yang baru lulus disebut regustrasi awal dan
registrasi selanjutnya di sebut registrasi ulang.
Sertifikasi
Sertifikasi adalah proses pengakuan terhadap peningkatan
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku (kompetensi) seorang perawat dengan
memberikan ijasah atau sertifikat.

Tujuan sertifikasi :
a. Menyatakan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku perawat sesuai
dengan pendidikan tambahan yang diikutinya.
b. Menetapkan klasifikasi, tingkat dan lingkup praktik keperawatan sesuai
pendidikan tambahan yang dimilikinya.
b.      Memenuhi persyaratan registrasi sesuai area praktik keperawatan.

Lisensi
Lisensi berupa kewenangan kepada seorang perawat yang sudah di registrasi untuk
melaksanakan pelayanan praktik keperawatan. Lisensi merupakan suatu kehormatan bukan
suatu hak. Semua perawat seharusnya mengamankan hak ini dengan mengetahui standar
pelayanan yang dapat diterapkan dalam suatu tatanan praktik keperawatan.
Tujuan lisensi :
a. Memberi kejelasan batas kewenangan tiap katagori tenaga keperawatan
untuk melakukan praktik keperawatan.
c.       Mengesahkan atau member bukti untuk melekukan praktek keperawatan
professional.

Mekanisme Legislasi
Persyaratan legislasi antara lain berupa kemampuan (kompetensi) yang diakui,
tertuang dalam ijazah dan sertifikat.
Registasi meliputi dua hal kegiatan berikut.
1. Registrasi administrasi; adalah kegiatan mendaftarkan diri yang dilakukan setiap
tahun, berlaku untuk perawat professional dan vokasional.
2. Registrasi kompetensi; adalah registrasi yang dilakukan setiap 5 tahun
untuk memperoleh pengakuan, mendapatkan kewenangan dalam
melakukan praktik keperawatan, berlaku bagi perawat profesional.
Perawat yang tidak teregristrasi, secara hukum tidak memiliki kewenangan
dan hak tersebut. Regristrasi berlaku untuk semua perawat profesional yang
bermaksud melakukan praktik keperawatan di wilayah Negara Republik
Indonesia, termasuk perawat berijazah luar negeri. Mekanisme regristasi terdiri
dari mekanisme registrasi administratif dan mekanisme registrasi kompetensi
yang dilakukan melalui 2 jalur yaitu :
1. Ujian registrasi nasional
2. Pengumpulan kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku
10
Mekanisme Sertifikasi
1. Perawat teregistrasi mengikuti kursus lanjutan di area khusus praktik
keperawatan yang ddiselenggarakan oleh institusi yang memenuhi syarat.
2. Mengajukan aplikasi disertai dengan kelengkapan dokumen untuk
ditentukan kelayakan diberikan sertifikat.
3. Mengikuti proses sertifikasi yang dilakukan oleh konsil keperawatan.
4. Perawat register yang memenuhi persyaratan, diberikan serifikasi oleh
konsil keperawatan untuk melakuakan praktik keperawatan lanjut.

Mekanisme Lisensi
Perawat yang telah memenuhi proses registrasi mengajukan permohonan
kepada pemerintah untuk memperoleh perizinan / lisensi resmi dari pemerintah.
Perawat yang telah teregistrasi dan sudah memiliki lisensi disebut perawat
register, dan dapat bekerja di tatanan pelayanan kesehatan dan institusi pendidikan
keperawatan.                                     

2.6 Pentingnya Sistem Regulasi /Pengaturan


Regulasi keperawatan (regristrasi & praktik keperawatan)adalah kebijakan
atau ketentuan yang mengatur profesi keperawatan dalam melaksanakan tugas
profesinya dan terkait dengan kewajiban dan hak.
Tujuan Regulasi
Tujuan umum regulasi keperawatan adalah melindungi masyarakat dan
perawat,sedangkan tujuan khusus regulasi adalah:
1. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan;
2. Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan;
3. Menetapkan standar pelayanan keperawatan
4. Menapis IPTEK keperawatan
5. Menilai boleh tidaknya praktik;
6. Menilai kesalahan dan kelalaian.
Beberapa keadaan yang sering menuntut perlunya penerapan sistem regulasi
yang ketat adalah terjadinya hal-hal berikut.(Marquis & Huston,1998;Rocchiccioli
& Tilbury,1998)

1. Pelaksanaan tugas keperawatan diluar batas waktu yang ditentukan


2. Kegagalan memenuhi standar pelayanan keperawatan.
3. Mengabaikan bahaya yang mungkin timbul
4. Hubungan langsung antara kegagalan memenuhi standar pelayanan
keperawatan dengan terjadinya bahaya
5. Terjadi kecelakaan/kerusakan yang dialami oleh klien

Pengaturan penyelenggaraan praktik keperawatan bertujuan untuk :


1. Memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima dan
pemberi jasa pelayanan keperawatan.
2. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang
diberikan oleh perawat.
3. Mendorong para pengambil kebijakan dan elemen-elemen yang terkait
lainnya untuk memberikan perhatian dan dukungan pada model praktik
keperawatan komunitas.
4. Mendorong pemerintah mengeluarkan regulasi yang dapat memberikan
jaminan pada penyelenggaraan praktik keperawatan komunitas yang

11
profesional.
5. Mendorong terbentuknya sistem monitoring dan evaluasi yang efisien dan
efektif.

2.7 Upaya Yang Perlu Dilakukan Untuk Mempercepat Terwujudnya


Legislasi Di Indonesia.
Leglasi keperawatan yang baku dan baik di Indonesia masih mereupakan
harapan di masa mendatang. Namun, ada beberapa upaya berikut ini yang dapat
mendukung teciptanya sistem regulasi keperawatan.
1. Menetapkan dasar pendidikan terendah untuk mendapatkan pekakuan sebagai
perawat tercatat, agar tenaga yang dituntut bertanggung jawab dan tanggung
gugatnya adalah tenaga keperawatan yang sebetulnya dariaspek pendidikan
mereka telah memahami tentang pelayanan keperawatan profesianal dan telah
memahami dampak hukumannya jika pelayanan ini tidak memenuhi standar.

2. Memberikan berbagai pelatihan dasar tentang hukum dan perundang-


undangan bagi seluruh masyarakat keperawatan. Tujuannya untuk
meningkatkan pemahaman tentang dampak hukum yang dapat terjadi apabila
pelayanan keperawatan yang diberikan tidak memenuhi standar.

3. Mempercepat diwujudkannya praktik keperawatan professional diberbagai


jenjang tatana pelayanan kesehayan. Hal ini sebagai landasan diterapkannya
bentuk pelayanan keperawatan profesional yang bukan hanya memenuhi
persyaratan dan standar profesional, tetapi juga memenuhi persyaratan hukum
keperawatan.

4. Menyoasialisasikan berbagai kegiatan persiapan diterapkannya sistem


legislasi keperawatan. Kegiatan ini beetujuan untuk menghindarkan
ketidakmengertian, kesalahan persepsi/kesalahan interprestasi ataupun
kesalahan komunikasi tentang hukumm keperawatan.

5. Menyepakati perkembangan sistem pendidikan tinggi keperawatan di


Indonesia, sehingga berdasarkan kesepakatan dari seluruh masyarakat
keperawatan di Indonesia ini tidak akan memungkinkan pihak lain untuk
membentuk jenjang keperawatan lain yang dapat mengaburkan nilai-nilai
profesionalisme yang kemungkinan dapat terperangkap dalam sistem ligislasi
yang akan dibakukan.

2.8 Perlindungan Hukum Terhadap Profesi Perawat


Istilah perlindungan hukum, yakni Perlindungan hukum bisa berarti
perlindungan yang diberikan terhadap hukum agar tidak ditafsirkan berbeda dan
tidak cederai oleh aparat penegak hukum dan juga bisa berarti perlindungan yang
diberikan oleh hukum terhadap sesuatu. Hakekatnya setiap orang berhak
mendapatkan perlindungan dari hukum. Dengan demikian hampir seluruh
hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu
terdapat banyak macam perlindungan hukum. Secara umum perlindungan hukum
diberikan kepada subjek hukum ketika subjek hukum yang bersangkutan
bersinggungan dengan peristiwa hukum. Jika demikian, lalu untuk apa lagi dibuat
istilah perlindungan hukum?
Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum
untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan

12
kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan
kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat
preventif (pencegahan) maupun dalam bentuk yang bersifat represif (pemaksaan),
baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan
peraturan hukum.
Menurut Hadjon seorang pakar Hukum Administrasi Negara UNAIR, bahwa
perlindungan hukum bagi rakyat atau seseorang meliputi dua hal, yakni:
Pertama: Perlindungan Hukum Preventif, yakni bentuk perlindungan hukum
dimana kepada rakyat atau seseorang diberi kesempatan untuk mengajukan
keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat
bentuk yang definitif;
Kedua: Perlindungan Hukum Represif, yakni bentuk perlindungan hukum
dimana lebih ditujukan dalam penyelesian sengketa.
Berdasartkan dua kategori perlindungan hukum, maka pengertian
perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek
hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang
bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain
perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep
dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian,
kemanfaatan dan kedamaian serta kebahagian.

2.9 Dasar Perlindungan Hukum Terhadap Profesi Perawat


a. Undang-Undang Dasar Negara RI 1945:
Secara konstitusional dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NKRI 1945 yang
menyebutkan “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan
dan kepastian hukum yang adil serta perlakukan yang sama di hadapan
hukum”.
Pasal 34 ayat (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak
Pasal 28H ayat 1 menyatakan bahwa “setiap orang berhak hidup sejahtera
lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
b. Undang–Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada
Pasal 9 ayat 3 berbunyi “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik
dan sehat”
c. Undang–Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 4
berbunyi “ Setiap orang berhak atas kesehatan”.
Pasal 27 Undang-Undang No 36 Tahun 2009
- Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan hukum
dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
- Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban
mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
-Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
d. Undang-Undang Nomor. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit Pasal 13
menyatakan
Tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran di rumah sakit wajib memiliki 
surat ijin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di rumah sakit wajib memiliki izin
sesuai dengan ketentan peraturan perundang-undangan

13
Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai
dengan standar profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan
mengutamakan keselamatan pasien
Ketentuan mengenai tenaga medis dan tenaga kesehatan sebagaimana yang
di maksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Menurut Permenkes No.262/1979 yang dimaksud dengan tenaga medis
adalah lulusan Fakultas Kedokteran atau Kedokteran Gigi dan "Pascasarajna"
yang memberikan pelayanan medik dan penunjang medik. Sedangkan menurut
Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 1996 Tenaga Medik termasuk tenaga
kesehatan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan tersebut, yang dimaksud dengan tenaga
medis meliputi dokter dan dokter gigi. Tenaga medis adalah mereka yang
profesinya dalam bidang medis yaitu dokter, physician (dokter fisit) maupun
dentist ( dokter gigi ).

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
penyelenggaraan praktik keperawatan saat ini didominasi oleh kebutuhan formil
dan kepentingan pemerintah, sedangkan peran profesi masih kurang apalagi bila
dibandingkan dengan perangkat hukum negara lain di Asia dan Eropa.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi dibidang keperawatan yang sangat
pesat harus diimabngi pula dengan perangkat hukum yang ada, sehingga dapat
memberikan perlindungan yang menyeluruh kepada tenaga keperawatan sebagai
pemberi pelayanan maupun di masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan.
Dalam melakukan perubahan atau dalam membentuk suatu undang-undang yang
diharapkan dapat sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat, maka keberadaan
naskah akademis menjadi sangat penting.

15
DAFTAR PUSTAKA

Sumber; A. Aziz Alimul Hidayat (2007),Pengantar Konsep Dasar


Keperawatan,Salemba Medika,Jakarta.
Priharjo Robert. Konsep dan Prespektif Praktik Keperawatan Profesional, Jakarta
EGC,2008
Kusnanto, Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional, EGC :
Jakarta.
http://pondokmerana.blogspot.com/2013/03/makalah-praktik-keperawatan.html

http://ekorudianta.blogspot.com/2015/03/makalah-peraturan-kebijakan-dan.html

16

Anda mungkin juga menyukai