Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PELANGGARAN ETIKA DI DUNIA KESEHATAN

Disusun Oleh :

WISMA
NPM. 2026040008

Dosen : Aang S. Effendi Putra, SE, MH

PROGRAM STUDI KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
serta kasih sayang dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada seluruh ciptaan-
Nya, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi besar Muhammad
SAW. Alhamdulillah berkat kemudahan yang diberikan Allah SWT
Dalam Penyusunan makalah ini, saya banyak mengalami kesulitan dan
hambatan, hal ini disebabkan oleh keterbatasan ilmu pengetahuan yang saya
miliki. saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya pada
khususnya, dan bagi para pembaca pada umumnya. Aamiin. Saya sebagai
penyusun sangat menyadari bahwa dalam Penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya sangat
mengharapkan kritik dan saran yang ditujukan untuk membangun.

Bengkulu Oktober 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika Kedokteran .............................................................. 3
B. Pengertian Dokter ............................................................................... 3
C. Pengertian Kedokteran ....................................................................... 3
D. Tujuan etika profesi dokter ................................................................ 3
E. Fungsi Dari Kode Etik Profesi Kedokteran ........................................ 4
F. Kode Etik Kedokteran Di Indonesia .................................................. 4
G. Kasus dan Penyelesaian...................................................................... 7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................... 14
B. Saran ................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak awal sejarah umat manusia, sudah dikenal hubungan kepercayaan
antara dua insan yaitu manusia penyembuh dan penderita. Dalam zaman
modern, hubungan ini disebut transaksi atau kontrak terapetik antara dokter
dan pasien. Hubungan ini dilakukan secara konfidensial, dalam suasana saling
percaya mempercayai, dan hormat menghormati. Sejak terwujudnya praktik
kedokteran, masyarakat mengetahui dan mengetahui adanya beberapa sifat
dasar yang melekat secara mutlak pada diri seorang dokter yang baik dan
bijaksana, yaitu kemurnian niat, kesungguhan kerja, kerendahan hati serta
integritas ilmiah dan moral yang tidak diragukan lagi.
Imhotep dari mesir, Hippokrates dari Yunani dan Galenus dari Roma
merupakan beberapa pelopor kedokteran kuno yang telah meletaktakan dasar-
dasar dan sendi-sendi awal terbinanya suatu tradisi kedokteran yang luhur dan
mulia. Tokoh-tokoh organisasi kedokteran Internasional yang tampil
kemudian, menyusun dasar-dasar disiplin kedokteran tersebut atas suatu kode
etika kedokteran internasional yang di sesuaikan dengan perkembangan
zaman. Di Indonesia, kode etik kedokteran sewajarnya berlandaskan etika dan
norma-norma yang mengatur hubungan antara manusia, yang asas nya
terdapat dalam falsafah Pancasila, sebagai landasan idiologi dan UUD 1945
sebagai landasan strukturil. Dengan maksud untuk lebih nyata mewujudkan
kesungguhan dan keluhuran ilmu kedokteran, maka para dokter baik yang
tergabung dalam perhimpunan profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), maupun
secara fungsional terikat dalam organisasi pelayanan, pendidikan, dan
penelitian telah menerima Kode Etik Indonesia (KODEKI).
Kesehatan adalah hak azazi manusia karena itu masyarakat berhak
mendapatkan pelayanan yang bermutu (UUD 1945) dan juga Negara
berkewajiban melindungi masyarakat dari pelayanan Kesehatan yang tidak
profesional. Kita harus melayani pasien dengan standard profesi, standard

1
Prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien sehingga tidak terjadinya
hal-hal yang di semua orang inginkan.
Untuk mencapai hal tersebut perlu diciptakan berbagai upaya kesehatan
kepada seluruh masyarakat. Dokter sebagai salah satu komponen utama
pemberi pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai peran yang sangat
penting dan terkait secara langsung dengan proses pelayanan kesehatan dan
mutu pelayanan yang diberikan. Ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap dan
perilaku sebagai kompetensi yang didapat selama pendidikan akan
merupakan landasan utama bagi dokter untuk dapat melakukan tindakan
kedokteran dalam upaya pelayanan kesehatan. Pendidikan kedokteran pada
dasarnya bertujuan untuk meningkatkan mutu kesehatan bagi seluruh
masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Etika Kedokteran
2. Bagaimana Pengertian Dokter
3. Bagaimana Pengertian Kedokteran
4. Bagaimana Tujuan etika profesi dokter
5. Bagaimana Fungsi Dari Kode Etik Profesi Kedokteran
6. Bagaimana Kode Etik Kedokteran Di Indonesia
7. Bagaimana Kasus dan Penyelesaian

C. Tujuan Penulis
1. Untuk Mengetahui Pengertian Etika Kedokteran
2. Untuk Mengetahui Pengertian Dokter
3. Untuk Mengetahui Pengertian Kedokteran
4. Untuk Mengetahui Tujuan etika profesi dokter
5. Untuk Mengetahui Fungsi Dari Kode Etik Profesi Kedokteran
6. Untuk Mengetahui Kode Etik Kedokteran Di Indonesia
7. Untuk Mengetahui Kasus dan Penyelesaian

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika Kedokteran


Etika kedokteran merupakan seperangkat perilaku anggota profesi
kedokteran dalam hubungannya dengan klien / pasien, teman sejawat dan
masyarakat umumnya serta merupakan bagian dari keseluruhan proses
pengambilan keputusan dan tindakan medis ditinjau dari segi norma-norma /
nilai-nilai moral.

B. Pengertian Dokter
Dokter adalah pihak yang mempunyai keahlian di bidang kedokteran.
Pada Kedududukan ini, dokter adalah orang yang dianggap pakar dalam
bidang kedokteran. Dokter adalah orang yang memiliki kewenangan dan izin
sebagaimana mestinya untuk melakukan pelayanan kesehatan, khususnya
memeriksa dan mengobati penyakit dan dilakukan menurut hukum dalam
pelayanan kesehatan.

C. Pengertian Kedokteran
Kedokteran (Inggris: medicine) adalah suatu ilmu dan seni yang
mempelajari tentang penyakit dan cara-cara penyembuhannya. Ilmu
kedokteran adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari tentang cara
mempertahankan kesehatan manusia dan mengembalikan manusia pada
keadaan sehat dengan memberikan pengobatan pada penyakit dan cedera.
Ilmu ini meliputi pengetahuan tentang sistem tubuh manusia dan penyakit
serta pengobatannya, dan penerapan dari pengetahuan tersebut.

D. Tujuan etika profesi dokter


Tujuan dari etika profesi dokter adalah untuk mengantisipasi atau
mencegah terjadinya perkembangan yang buruk terhadap profesi dokter dan
mencegah agar dokter dalam menjalani profesinya dapat bersikap professional

3
maka perlu kiranya membentuk kode etik profesi kedokteran untuk mengawal
sang dokter dalam menjalankan profesinya tersebut agar sesuai dengan
tuntutan ideal. Tuntunan tersebut kita kenal dengan kode etik profesi dokter.

E. Fungsi Dari Kode Etik Profesi Kedokteran


1. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip
profesionalitas yang digariskan.
2. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang
bersangkutan.

F. Kode Etik Kedokteran Di Indonesia


KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah dan atau janji dokter.
Pasal 2
Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan
profesional secara independen, dan mempertahankan perilaku professional
dalam ukuran yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh
dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan
kemandirian profesi.
Pasal 4
Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat
memuji diri .
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya
tahan psikis maupun •sikis, wajib memperoleh persetujuan pasien/
keluarganya dan hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien
tersebut.

4
Pasal 6
Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau
menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji
kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan
masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter waajib hanya memberi surat keterangan dan pendapat
yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.
Pasal 8
Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik medisnya, memberikan
pelayanan secara kompeten dengan kebebasan teknis dan moral
sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas
martabat manusia.
Pasal 9
Seorang dokter wajib bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien
dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya pada saat
menangani pasien dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau
kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan.
Pasal 10
Seorang dokter wajib menghormati hak-hak- pasien, teman sejawatnya,
dan tenaga kesehatan lainnya, serta wajib menjaga kepercayaan pasien.
Pasal 11
Setiap dokter wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya melindungi
hidup makhluk insani.
Pasal 12
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib memperhatikan
keseluruhan aspek pelayanan kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif ), baik •sik maupun psiko-sosial-kultural pasiennya serta berusaha
menjadi pendidik dan pengabdi sejati masyarakat.

5
Pasal 13
Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat lintas sektoral di
bidang kesehatan, bidang lainnya dan masyarakat, wajib saling
menghormati.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
Pasal 14
Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh
keilmuan dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak
mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan
pasien/ keluarganya, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai
keahlian untuk itu.
Pasal 15
Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar senantiasa
dapat berinteraksi dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk dalam
beribadat dan atau penyelesaian masalah pribadi lainnya.
Pasal 16
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 17
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud
tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan
mampu memberikannya.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 18
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri
ingin diperlakukan.
Pasal 19
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat,
kecuali dengan persetujuan keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis.

6
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI
Pasal 20
Setiap dokter wajib selalu memelihara kesehatannya, supaya dapat
bekerja dengan baik.
Pasal 21
Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran/ kesehatan.

G. Kasus dan Penyelesaian


1. Kasus
Terdakwa Kasus Malpraktek Dokter RSUP A diputus bebas. Ketiga
terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan malpraktek
seperti yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum. Tiga dokter yang diduga
melakukan malpraktek terhadap korban S diputus bebas oleh Majelis
Hakim Pengadilan Negeri (PN). Majelis Hakim PN dalam amar
putusannya menyatakan bahwa dokter 1, dokter 2, dan dokter 3 tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan malpraktek seperti yang
didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Majelis Hakim dalam pertimbangan hukum menyebutkan bahwa
JPU tidak dapat membuktikan dalil dakwaan resiko terburuk akibat
operasi. Ketiga terdakwa juga tidak ditemukan melakukan kesalahan atau
kelalaian dalam melaksanakan operasi terhadap korban alm. S.
Menurut Majelis Hakim, baik dakwaan primair maupun dakwaan
subsidair yang diajukan JPU terhadap ketiga terdakwa tidak dapat
dibuktikan, karena itu ketiga terdakwa harus dibebaskan. Selain itu,
dakwaan subsidair dan dakwaan alternatif juga tidak dapat dibuktikan
sehingga para terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan hukum.
Kasus dugaan malpraktek tersebut terjadi pada tanggal 10 April
2010 lalu di RSUP A. Korban S, warga Desa T, meninggal dunia saat
bersalin akibat terjadinya pembesaran bilik kanan jantung. Diduga,
pembesaran bilik kanan jantung korban terjadi karena pengaruh infus dan

7
obat yang diberikan. JPU menuntut ketiga terdakwa dengan hukuman 10
bulan penjara karena melakukan kelalaian dan kesalahan sehingga
berakibat korban meninggal dunia. JPU menyatakan pikir-pikir atas
putusan Majelis Hakim ini.
2. Penyelesaian
Dalam hukum kesehatan antara pasien dan dokter terdapat hubungan
yang bersifat paternalistik yaitu kepercayaan yang bertolak dari prinsip
“Father Knows Best” yang memberikan ketergantungan pasien kepada
dokter. Hubungan interaksi antara dokter dan pasien sangatlah pribadi
antar individu. Hubungan interakasi tersebut disebut “transaksi terapeutik”
yang dilindungi oleh hukum. Dari transaksi terapeutik ini muncul sifat
inspannings verbintesis. Sesuai pendapat dari Met Zorgen Inspannings
bahwa objek perikatan dari hubungan antara dokter dan pasien berupa
kewajiban berusaha untuk menyembuhkan pasien yang dilakukan dengan
hati-hati dan usaha keras.
Dengan landasan yang sangat mendasar dari posisi keduanya maka
pihak-pihaknya harus benar-benar memahami urgensi posisinya. Dalam
malprakteklah hubungan keduanya ini sering terjadi benturan dan yang
melahirkan kesalahan terutama dari pihak dokter. Padahal posisi dokter
sangat penting. Karena pasien datang ke dokter pada dasarnya adalah
untuk sembuh. Tanpa disadari bahwa ada kemungkinan lain yaitu
penyakitnya tambah parah atau berujung pada kematian.
Pasien sebagai objek yang tergantung pada aksi dari dokter haruslah
memahami apa hak-haknya dalam hukum kesehatan yaitu :
a. Sosial
b. Hak atas pelayanan medis atau kesehatan (the right to health care)
c. Individual
d. Hak Privasi
Hak atas rahasia kesehatan
e. Hak atas badan sendiri
1) Hak atas informed consent (persetujuan untuk tindakan medis)

8
2) Hak memilih dokter dan rumah sakit
3) Hak menolak atau menghentikan
4) Hak akan second opinion atau pilihan kedua
5) Hak memeriksa rekap medis
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 585 tahun 1989
(Permenkes No. 585 tahun 1989). Pengertian dari informed consent adalah
persetujuan yang diberikan oleh pasien / keluarganya setelah mendapat
penjelasan tindakan medis. Dari hukum positif tersebut masyarakat bisa
bertindak hati-hati dan mempunyai dua step yaitu preventif dan represif.
Sayangnya tidak semua kalangan tahu akan ketentuan-ketentuan tersebut.
Sehingga terkadang yang tahu akan peraturan tersebut membutakan (tidak
memberi tahu) orang lain yang seharusnya tahu.
Fakta inilah yang terjadi pada tiga dokter yang diduga melakukan
malpraktek terhadap korban S. Namun sayangnya dalam pembuktian yang
tidak kuat, diputus bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN).
Karena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan malpraktek.
Padahal melalui endowed with human dignity seeking the best for him self
bahwa setiap insan dianugerahi hak istimewa mencari perlakuan terbaik
untuk dirinya sendiri. Dalam hal ini korban S juga memiliki hak istimewa
itu. Sayangnya faktanya tidak berjalan sebagaimana seharusnya terdapat
perbedaan antara das sein dan das solen. S memiliki hak untuk tercapainya
freedom of willatas dirinya sendiri untuk mencapai hidup yang sehat
kembali.
S Sudah menyadari memang dari awal ketika pergi ke dokter bahwa
dua pilihannya kembali sembuh atau keadaannya akan bertambah buruk.
Sayangnya opsi kedua ternyata lebih berpihak untuknya. Malangnya tidak
tahu apakah dokter memang sudah melakukan yang terbaik ataukah
mungkin sebaliknya. Tetapi dalam hal ini siapapun berhak memberikan
pendapat atas fenomena yang sudah terjadi. Kasus dugaan malpraktek
yang terjadi atas. Korban warga Desa T, meninggal dunia saat bersalin
akibat terjadinya pembesaran bilik kanan jantung.

9
Dalam teori informed consent, pasien berhak untuk membuat
keputusan sehingga harus mendapatkan informasi yang cukup agar tercaai
tindakan medis yang baik sesuai dengan kepentingan pasien dan dokter.
Hal inilah yang sebelumnya harus didapatkan oleh S. Sehingga apabila
terjadi sengketa diantara keduanya maka perbedaan persepsi antara logika
dokter dan pasien serta kesenjangan posisi antara keduanya bisa
diselesaikan oleh keduanya. Karena mereka yang lebih memahami situasi
dan kondisi masing-masing. Asas pacta sunt servanda bahwa perjanjian
yang mereka sepakati adalah berlaku layaknya undang-undang bagi pihak
yang melakukan kesepakatan saling mengikatkan diri.
Faktanya Majelis Hakim PN dalam pertimbangan hukum
menyebutkan bahwa JPU tidak dapat membuktikan dalil dakwaan resiko
terburuk akibat operasi. Hingga akhirnya ketiga terdakwa juga tidak
ditemukan melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan
operasi terhadap korban almarhum S. Asas-asas dari hukum kesehatan
tidak bisa membantu sepenuh terhadap apa yang sudah dialami S. Majelis
Hakim dalam opininya, dakwaan primair maupun dakwaan subsidair yang
diajukan JPU terhadap ketiga terdakwa tidak dapat dibuktikan, karena itu
ketiga terdakwa harus dibebaskan. Dakwaan subsidair dan dakwaan
alternatif juga tidak dapat dibuktikan sehingga para terdakwa dibebaskan
dari segala tuntutan hukum.
Masih dalam posisi dugaan bahwa diduga pembesaran bilik kanan
jantung korban terjadi karena pengaruh infus dan obat yang diberikan.
Atas hal tersebut JPU menuntut ketiga terdakwa dengan hukuman 10
bulan penjara karena melakukan kelalaian dan kesalahan sehingga
berakibat korban meninggal dunia. Atas putusan bebas tersebut JPU
menyatakan pikir-pikir atas putusan Majelis Hakim ini. Dalam hal ini
dapat diberikan analisis bahwa kriteria dari malpraktek ada tiga yaitu :
a. Criminal Malpractice
Dalam dolus tindakan malpraktek bisa terjadi karena melakukan
tindakan medis yang tidak sesuai dengan standart operating prosedure

10
(SOP), melakukan tindakan medis tanpa informed consent. Sedangkan
dalam culva melakukan tindakan medis tidak hati-hati yang berakibat
tambah fatalnya keadaan dari pasien.
Dalam masa sekarang ini transplantasi organ, jaringan, dan
transfusi darah untuk tujuan komersial termasuk dalam kategori
malpraktek. Bentuk nyata lainnya yang diatur dalam hukum positif di
Indonesia diantaranya salah atau alfa yang menyebabkan kematian
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 359 Undang-Undang No. 1 tahun
1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), salah
atau alfa menyebabkan luka berat sesuai Pasal 360 KUHP.
b. Civil Malpractice
Dokter tidak melakukan kewajiban atau tidak memberikan
prestasi yang disepakati (wanprestasi) dan dokter melakukan perbuatan
melakukan hukum.
c. Administrative Malpractice
Malpraktek dilakukan menyalahi hukum negera seperti
berpraktek tanpa adanya izin, berpraktek atas izin praktek yang sudah
daluwarsa, dan berpraktek tidak sesuai dengan izin praktek yang
diberikan.
3. Sanksi
a. Sanksi Pidana
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kelalaian
yang mengakibatkan celaka atau bahkan hilangnya nyawa orang lain.
Pasal 359 KUHP misalnya menyebutkan, “Barangsiapa karena
kealpaannya menye- babkan matinya orang lain, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima lima tahun atau kurungan paling
lama satu tahun”. Sedangkan kelalaian yang mengakibatkan
terancamnya kese-lamatan jiwa seseorang dapat diancam dengan
sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 360 Kitab-
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) :
1) ‘Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain men-

11
dapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun’.
2) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-
luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan
menja- lankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu
tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling
tinggi tiga ratus rupiah.
b. Sanksi Perdata
Tindakan malpraktik juga dapat berimplikasi pada gugatan
perdata oleh seseorang (pasien) terhadap dokter yang dengan sengaja
(dolus) telah menimbulkan kerugian kepada pihak korban, sehingga
mewajibkan pihak yang menimbulkan kerugian (dokter) untuk
mengganti kerugian yang dialami kepada korban, sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata): “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa
kerugian pada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Sedangkan
kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian (culpa) diatur oleh Pasal
1366 KUHPerdata yang berbunyi: “Setiap orang bertanggung jawab
tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga
untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.”
KUH Perdata 1370: Dalam hal pembunuhan (menyebabkan
matinya orang lain) dengan sengaja atau kurang hati-hatinya
seseorang, maka suami dan istri yang ditinggalkan, anak atau orang
tua korban yang biasanya mendapat nafkah dari pekerjaan korban,
mempunyai hak untuk menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai
menurut kedudukannya dan kekayaan kedua belah pihak serta
menurut keadaan.

12
c. Sanksi Administrsi
Undang-Undang RI No. 29 Tahun 2004
1) Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas
tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedo-
kteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
2) Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat:
a) Identitas pengadu
b) Nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan
waktu tindakan dilakukan.
c) Alasan pengaduan.
d) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat1 dan ayat 2
tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan
adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang
atau menggugat kerugian perdata kepengadilan
e) Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia mengikat dokter, dokter gigi dan Konsil
Kedokteran Indonesia.
f) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa
dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin.
g) Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dapat
berupa:
a) Pemberian peringatan tertulis.
b) Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat
izin praktik.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ketiga terdakwa kurang menjelaskan atas tindakan yang akan
dilaksanakan pada korban S. Dalam kasus tersebut ketidaksepurnaan dalam
penyampaian inform consent dapat menyebabkan salah paham antara pihak,
sehingga dapat menyebabkan masalah yang fatal seperti pada kasus korban S
yang tentunya menyalahi pasal Permenkes No. 585 tahun 1989 tentang
inform consent, dan Pasal 359 Undang-Undang No. 1 tahun 1946 tentang
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang suatu klausal yang
dapat menyebabkan kematian. Dalam kasus S tergolong dalam criminal
malpractice dimana adanya tindakan dari dokter yang mengakibatkan adanya
pasien meninggal dunia.
Seharusnya penyampaian inform consent lebih diperjelas mengenai
teknis tindakan yang akan dilakukan terhadap S dan kemungkinan yang bisa
terjadi pada korban S sembuh pada keadaan semula atau sebaliknya cacat
hingga kematian. Harus diampaikan kepada korban dan keluarganya dengan
cara yang baik dan mudah dipahami.

B. Saran
Kami yakin dalam penyusunan makalah ini belum begitu sempurna
karena kami dalam tahap belajar, maka dari itu kami berharap bagi kawan-
kawan semua bisa memberi saran dan usul serta kritikan yang baik dan
membangun sehingga makalah ini menjadi sederhana dan bermanfaat dan
apabila ada kesalahan dan kejanggalan kami mohon maaf karena kami
hanyalah hamba yang memiliki ilmu dan kemampuan yang terbatas.

14
DAFTAR PUSTAKA

Achadiat, c. M. 2007. Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran dalam Tantangan


Zaman. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Ameln Fred , Said Ali , Adhyatama. 1991. Kapita Selekta Hukum Kedokteran,
PT. Grafikatama Jaya ,

Blais, K., Hayes, J., Kozier, B., & Erb, G. (2007). Praktik Keperawatan
Profesional: Konsep dan Perspektif. Jakarta: EGC Kedokteran.

Buku “Memahami Berbagai Etika Profesi & Pekerjaan” Penulis Ismantoro Dwi
Yuwono,S.H, Penerbit Pustaka Yustisia.

Chandrawila Supriadi Wila, 2001.Hukum Kedokteran , Mandar Maju , Bandung.

Guwandi J, 1966 .Dokter Pasien dan Hukum, Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia , Jakarta.

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA TAHUN 1946

KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA TAHUN 2012

PERATUARAN MENTRI KESEHATAN TAHUN 2008

PERATURAN MENTRI KESEHATAN TAHUN 1989

PERATURAN MENTRI KESEHATAN TAHUN 2010

15

Anda mungkin juga menyukai