ETIKA KEDOKTERAN
Kepanitraan Klinik SMF Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Oleh :
AHMAD FADILLAH AKBAR
102118177
BAYU ROHMI PURNAMA
102118176
Pembimbing :
dr. Agustinus Sitepu, M.Ked (For), Sp. F
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Profesi kedokteran sering mendapat kritikan tajam dari berbagai lapisan masyarakat,
bahkan sering disorot dan menjadi berita utama di media-media massa. Meningkatnya
kritikan disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adanya kemajuan dalam bidang ilmu
dan teknologi kesehatan, perubahan karakteristik masyarakat terhadap tenaga kesehatan
sebagai pemberi jasa, juga perubahan masyarakat pengguna jasa kesehatan yang lebih sadar
akan hakhaknya.
Hubungan antara dokter dan pasien masih banyak yang bersifat paternalistik.Pasien
selalu memandang dokter sebagai seorang yang ahli dan mengetahui berbagai macam
penyakit yang dikeluhkannya, sedangkan dokter memandang pasien sebagai orang awam
yang tidak mengetahui apapun mengenai penyakit yang dideritanya. Akibat pandangan
tersebut, pasien selalu mengikuti apa saja yang disarankan oleh dokter, dan jika terjadi
kesalahan atau kelalaian, pasien melimpahkan tanggung jawab kepada para pemberi jasa
pelayanan kesehatan
Persoalan etika kesehatan menjadi bahasan yang sangat penting dalam lingkup dunia
kedokteran karena berhubungan dengan sumpah seorang dokter yang lebih mengutamakan
kemanusiaan (bukan semata keuntungan). Salah satu kasus yang sempat menghebohkan
yaitu kasus Prita Mulyasari yang berperkara dengan salah satu rumah sakit berlabel
internasional. Memberikan keterangan setransparan mungkin ke pasien ihwal penyakit dan
atau diagnosa medis merupakan bagian dari etika yang harus dipenuhi setiap dokter sebagai
individu dan rumah sakit sebagai institusi. Persoalan diatas jelas merupakan bagian dari
etika kesehatan yang harus dipenuhi oleh masing-masing institusi kesehatan.
Hal ini karena di institusi kesehatan apapun membutuhkan interaksi antara manusia
yang dilandasi dengan sikap dan perilaku yang mengandung etika. Selain etika, bidang
kesehatan juga mengenal namanya hukum kesehatan. Hukum kesehatan lebih diutamakan
dibandingkan dengan etika kesehatan. Contoh etika kesehatan : mantri dapat memberikan
suntikan tanpa ada dokter, tapi berdasarkan hukum kesehatan hal ini tidak dibenarkan.
Contoh lain : kerahasiaan dokter (etika kedokteran) namun jika terkait dengan masalah
hukum maka hal ini harus dikesampingkan. Karena etika dan hukum kesehatan hampir
mempunyai pengertian yang sama namun mempunyai perbedaan mendasar
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ETIKA
Etik (Ethicl berasal dari kata Yunani ethos, yang berarti a-khlah adat kebiasaan, watah
perasaan, sikap, yang baik, yang layak. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia
(Purwadarminta, 1953), etika adalah ilmu pengetahuan tentang azas akhlak.
Menurut Kamus Kedokteran (Ramali dan Pamuncak,1987), etika adalah pengetahuan
tentang perilaku yang benar dalam satu profesi.
B. PENGERTIAN DOKTER
Dokter adalah pihak yang mempunyai keahlian di bidang kedokteran. Pada
Kedududukan ini, dokter adalah orang yang dianggap pakar dalam bidang kedokteran.
Dokter adalah orang yang memiliki kewenangan dan izin sebagaimana mestinya untuk
melakukan pelayanan kesehatan, khususnya memeriksa dan mengobati penyakit dan
dilakukan menurut hukum dalam pelayanan kesehatan.
C. PENGERTIAN KEDOKTERAN
Kedokteran (Inggris: medicine) adalah suatu ilmu dan seni yang mempelajari tentang
penyakit dan cara-cara penyembuhannya. Ilmu kedokteran adalah cabang ilmu kesehatan
yang mempelajari tentang cara mempertahankan kesehatan manusia dan mengembalikan
manusia pada keadaan sehat dengan memberikan pengobatan pada penyakit dan cedera.
Ilmu ini meliputi pengetahuan tentang sistem tubuh manusia dan penyakit serta
pengobatannya, dan penerapan dari pengetahuan tersebut.
2
3
1. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang
digariskan.
2. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.
Azas etik merupakan kepercayaan, atau aturan umum yang mendasar yang
dikembangkan dari sistem etik; dan dari asas etik tersebut disusun kode etik profesi
kedokteran. Meskipun terdapat perbedaan aliran dan pandangan hidup, serta ada perubahan
dalam tata nilai kehidupan masyarakat secara global, tetapi azas dasar etik kedokteran yang
diturunkan sejak jaman Hipocrates : “Kesehatan penderita senantiasa akan saya utamakan”
(The health of my patient will be my first consideration) tetap merupakan asas yang tidak
pernah berubah dan merupakan rangkaian kata yang mempersatukan para dokter di seluruh
dunia. Azas dasar tersebut dapat dijabarkan menjadi 6 azas etik yang bersifat universal
yang juga tidak akan berubah dalam etik profesi kedokteran, yaitu :
Dari azas etik tersebut diatas disusun peraturan dan kode etik kedokteran. Kode etik
kedokteran tersebut merupakan landasan bagi setiap dokter untuk mengambil keputusan
etik dalam melaksanakan tugas profesinya sebagai seorang dokter. Oleh karena itu jika
seorang dokter yang melaksanakan tugas profesinya sesuai dengan etik kedokteran
biasanya akan terhindar dari berbagai sengketa medik dengan pasien atau keluarganya.
Pasal 1
Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dan atau
janji dokter.
Pasal 2
Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan profesional secara
independen, dan mempertahankan perilaku professional dalam ukuran yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh
sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun
sikis, wajib memperoleh persetujuan pasien/ keluarganya dan hanya diberikan untuk
kepentingan dan kebaikan pasien tersebut.
Pasal 6
Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap
penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-
hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
5
Pasal 7
Seorang dokter waajib hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa
sendiri kebenarannya.
Pasal 8
Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan secara
kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 9
Seorang dokter wajib bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya,
dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya pada saat menangani pasien dia ketahui
memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau
penggelapan.
Pasal 10
Seorang dokter wajib menghormati hak-hak- pasien, teman sejawatnya, dan tenaga
kesehatan lainnya, serta wajib menjaga kepercayaan pasien.
Pasal 11
Setiap dokter wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya melindungi hidup makhluk
insani.
Pasal 12
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib memperhatikan keseluruhan aspek
pelayanan kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif ), baik sik maupun
psiko-sosial-kultural pasiennya serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi sejati
masyarakat.
Pasal 13
Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat lintas sektoral di bidang kesehatan,
bidang lainnya dan masyarakat, wajib saling menghormati.
Pasal 14
Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh keilmuan dan
ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/ keluarganya, ia wajib merujuk
pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian untuk itu.
6
Pasal 15
Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar senantiasa dapat berinteraksi
dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk dalam beribadat dan atau penyelesaian
masalah pribadi lainnya.
Pasal 16
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 17
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya.
Pasal 18
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan.
Pasal 19
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis.
Pasal 20
Setiap dokter wajib selalu memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal 21
Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran/ kesehatan.
1) Menerima imbalan jasa yang sesuai dari jerih payahnya menangani pasien yang
ditanganinya.
2) melakukan usaha terbaik untuk menjaga dokter dalam profesinya dan juga di dalam
negara dengan menyediakan dukungan yang diperlukan untuk mencapai tujuan
profesional dan personal.
3) Dokter yang bekerja di negara yang berbeda dengan negara asalnya baik sementara
atau selamanya, harus diperlakukan secara adil seperti juga dokter lain di negara
tersebut supaya tidak terjadinya kesenjangan diantara para pihak.
7
4) Dokter harus memiliki kebebasan profesional untuk merawat pasien mereka seperti
juga semua manusia, dokter mempunyai hak dan juga kewajiban tanpa campur tangan.
5) Dokter harus memiliki kebebasan medis untuk mewakili dan membela kebutuhan
kesehatan pasien melawan semua yang menyangkalnya atau membatasi kebutuhan
akan perawatan bagi yang sakit atau terluka.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dokter mengambil banyak peran dalam masyarakat, terutama sebagai tenaga medis.
Dalam melaksanakan tugasnya, dokter dituntut untuk selalu profesional. Maka dari itu,
sebagai warga negara yang baik, selain menunaikan tugasnya sebagai tenaga medis, dokter
juga harus melaksanakan hak dan kewajibannya kepada negara. Diantara hak dan kewajiban
tersebut beberapa ada yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan, KODEKI, serta
peraturan lain yang mengikat seorang dokter akan hal tersebut.
B. SARAN
Sebagai dokter yang profesional, sudah seharusnya melaksanakan hak dan kewajiban
secara seimbang sesuai dengan peran dan fungsinya. Seyogyanya upaya penyadaran akan hak
dan kewajiban dokter tidak hanya berhenti sampai di sini dan kemudian mengamalkannya
pada kehidupan yang nyata.
8
DAFTAR PUSTAKA
Achadiat, c. M. 2007. Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran dalam Tantangan Zaman.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Ameln Fred , Said Ali , Adhyatama. 1991. Kapita Selekta Hukum Kedokteran, PT.
Grafikatama Jaya ,
Chandrawila Supriadi Wila, 2001.Hukum Kedokteran , Mandar Maju , Bandung.
Guwandi J, 1966 .Dokter Pasien dan Hukum, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ,
Jakarta.
hanafiah j, amir amri, 2008. Etika kedokteran dan hokum kesehatan, edisi 4, Jakarta, EGC
Isfandyarie Anny, 2006.Tanggung Jawab Hukum Dan Sanksi Bagi Dokter,Buku 1, Prestasi
Pustaka , Jakarta – Indonesia.
Komalawati D. Veronica, 1989. Hukum dan Etika Dalam Praktek Dokter, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta.