Anda di halaman 1dari 19

BOCORNYA REKAM MEDIS

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika dan Hukum


Dosen Pengampu :

OLEH :

Iqbal Wahyuda P1337420819009

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TERAPAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI MAGISTER TERAPAN KEPERAWATAN
2019

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan............................................................................. .........................3
D. Manfaat........................................................................... .........................3
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Definisi Pengambilan Keputusan............................................................4
B. Etika Pengambilan Keputusan.................................................................4
C. Kriteria Pengambilan Keputusan Yang Etis............................................7
D. Teori Pengambilan Keputusan Etis.........................................................7
E. Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan..........................8
F. Langkah Pengambilan Keputusan Etis..................................................8
BAB III KASUS DAN PEMBAHSAN
A. Kasus.....................................................................................................10
B. Pembahasan...........................................................................................12
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................15
B. Saran.......................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan ditunjukan untuk meningkatkan kesadaran,
kenyamanan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan
umum sebagaimana yang di amanatkan di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam kehidupan.sekarang ini,
dan hak kesehatan itu sendiri dituangkan dalam Undaang-Undang Republik Indonesia
No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, banyak pasal yang mengatur tentang layanan
kesehatan dan juga tanggungjawab dokter dalam
rekam medis pasiennya tersebut. Hal ini disebabkan karena pertanggunagjawaban
seorang dokter dalam hukum kesehatan sangat erat kaitannya dengan usaha yang
dilakukan seorang dokter, yaitu berupa langkah - langkah atau tindakan medis dan
diagnostik yang di ikat oleh lafal sumpah jabatan dan kode etik profesi.1 Pelayanan
kesehatan pada dasarnya bertujuan untuk melaksanakan pencegahan dan pengobatan
terhadap penyakit, termasuk di dalamnya layanan medis yang dilaksanakan atas dasar
hubungan individul antara dokter dengan pasien yang membutuhkan penyembuhan.
Dalam hubungan antara dokter dan pasien masing-masing pihak memiliki hak dan
kewajiban, serta dokterpun berkewajiban memberikan pelayanan medis yang sebaik-
baiknya kepada pasien. Karena, menurut hukum hubungan antara dokter dan pasien
merupakan suatu perjanjian yang dikenal sebagai transaksi terapeutik. Tnsaksi
terapeutik merupakan perjanjian maka terhadap transaksi trapeutik berlaku hukum
perikatan2, dokter memiliki hak dan kewajiban yang mengatur dan mengikatnya.
Kasus kebocoran rekam medis merupakan hal yang sangat mungkin terjadi di
rumah sakit, namun pada faktanya kebocoran rekam medis di pengaruhi oleh faktor
lingkungan warga tempat tinggal tersebut, sebagai contoh di wilayah Kabupaten
Kuningan yang sebagian merupakan wilayah perkampungan maka dalam hal
kebocoran rekam medis setiap pasien yang dirawat ataupun tidak, jenis penyakit
pasien tersebut dapat di ketahui oleh warga tempat tinggalnya sendiri karena tetangga
korban yang ikut datang ke rumah sakit menanyakan perihal sakitnya kepada pasien
2

dan menyebarkan ke warga lainnya sehingga jenis penyakitnya diketahui khalayak


banyak, dengan demikian maka bisa dikatakan bahwa hal tersebut sudah
dikategorikan kebocoran rekam medis, namun sangat dipengaruhi oleh lingkungan
sekitar dimana pasien tinggal.
Namun terdapat fakta yang sangat disayangkan yang terjadi di RSUD Wijaya
Kusumah Kuningan Jawa Barat, bahwa ada salah satu doker RSUD yang bocorkan isi
rekam medis pasien kebeberapa media saat diwawancarai oleh pihak media, yang
memang pasien tersebut sudah meninggal dunia. Hal ini sangat disayangkan oleh
pihak keluarga dan pihak keluarga merasa malu atas bocornya rekam medis pasien
yang seharusnya di jaga kerahasiaannya, karena isi rekam medis adalah hak milik
pasien dan tidak boleh di publikasikan, hal ini sesuai dengan Pasal 12 ayat (2)
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008
tentang Rekam Medis. Pihak keluarga dari pasien tidak terima dengan apa yang
dilakukan dokter yang dengan sengaja menyebutkan penyakit yang di derita oleh
pasien kepada pihak media, maka dari itu keluarga dari pasien menuntut dokter dan
RSUD Wijaya Kusumah Kuningan untuk bertanggung jawab atas bocornya isi rekam
medis tersebut, karena meskipun pasien sudah meninggal dunia rekam medis harus
dijaga kerahasiannya oleh pihak dokter ataupun rumah sakit.
Rekam Medis merupakan dokumen rahasia yang bersifat relatif dan bukan
bersifat absolut. Artinya rekam medis tersebut dapat dibuka dengan ketentuan untuk
kepentingan kesehatan pasien, atas perintah pengadilan untuk penegakan hukum,
permintaan dan atau persetujuan pasien sendiri, permintaan lembaga atau institusi
berdasarkan undang-undang, dan untuk kepentingan penelitian, audit, pendidikan
dengan syarat tidak menyebutkan identitas pasien. Permintaan rekam medis yang
untuk dibuka tersebut harus dilakukan tertulis kepada pimpinan sarana pelayanan
kesehatan, hal tersebut diatur dalam Pasal 10 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam
Medis.

B. RUMUSAN MASALAH
“Bagaimana pengambilan keputusan dari kasus dilema etik yang terjadi berdasarkan
prinsip etik keperawatan?”
3

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengambilan keputusan dari kasus dilema etik yang terjadi
berdasarkan dengan prinsip etik keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi pengambilan keputusan
b. Untuk mengetahui etika pengambilan keputusan
c. Untuk mengetahui kriteria pengambilan keputusan yang etis
d. Untuk mengetahui teori pengambilan keputusan etis.
e. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan etis
f. Untuk mengetahui langkah pengambilan keputusan etis

D. MANFAAT
1. Bagi Mahasiswa
Makalah ini dapat menjadi gambaran bagi mahasiswa dalam pengambilan
keputusan, yang disesuaikan dengan prinsip prinsip etik kepeerawatan yang ada.
2. Bagi Perawat
Pengambilan keputusan harus didasarkan dengan penerapan pinsip-prinsip etik
dan kebijakan intansi, dimana perawat itu bekerja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN


Keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang dihadapi dengan tegas. Hal
itu berkaitan dengan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai apa yang harus
dilakukan, dan seterusnya mengenai unsur perencanaan. Pengambilan keputusan
(desicion making) adalah melakukan penilaian dan menjatuhkan pilihan. Keputusan
ini diambil setelah melalui beberapa perhitungan dan pertimbangan alternatif.
Keputusan adalah tindakan penentuan suatu pendapat atau pilihan diantara sekian
banyak alternatif. Sehingga membuat keputusan itu adalah mengambil atau memilih
alternatif (Usman , 2013).

B. ETIKA PENGAMBILAN KEPUTUSAN


1. DEFINISI ETIKA
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “ETHOS” menurut Araskar David
(1978) berarti “kebiasaan”, “model perilaku”atau “standar” yang diharapkan dan
kriteria tertentu untuk suatu tindakan. Sedangkan dalam bentuk jamak (ta etha)
berarti adat kebiasaan; dengan kata lain etika diartikan sebagai ilmu tentang apa
yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.Menurut Kamus Webster,
Etika adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan buruk secara
moral.Penggunaan istilah etika dewasa ini banyak diartikan sebagai“motif atau
dorongan” yang mempengaruhi suatu perilaku manusia (Suhaemi, 2003 ).Potter
dan Perry (1997) menyatakan bahwa etika merupakan terminologi dengan
berbagai makna, etika berhubungan dengan bagaimana seseorang harus bertindak
dan bagaimana mereka melakukan hubungan dengan orang lain. Menurut Ismani
(2001)Etika adalah : Ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana
sepatutnya manusia hidup didalam masyarakat yang menyangkut aturan – aturan
dan prinsip – prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar yaitu baik dan
buruk serta kewajiban dan tanggung jawab.
Dengan demikian etika dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang
adat istiadat, kebiasaan yang baik dan buruk secara moral serta motif atau
dorongan yang mempengaruhi perilaku manusia dalam berhubungan dengan
5

orang lain yang berdasarkan pada aturan-aturan serta prinsip yang mengandung
tanggung jawab mora
Dalam literatur keperawatan dikatakan bahwa etika dimunculkan sebagai
moralitas, pengakuankewenangan, kepatuhan pada peraturan, etikasosial, loyal
pada rekan kerja serta bertanggung jawab dan mempunyai sifat kemanusiaan.
Menurut Cooper (1991), dalam Potter dan Perry (1997), etika keperawatan
dikaitkan dengan hubungan antar masyarakat dengan karakter serta sikap perawat
terhadap orang lain.Etika keperawatan merupakan standar acuan untuk mengatasi
segala macam masalah yang dilakukan oleh praktisi keperawatan terhadap para
pasien yang tidak mengindahkan dedikasi moral dalam pelaksanaan tugasnya
(Amelia, 2013).Etika keperawatan merujuk pada standar etik yang menentukan
dan menuntun perawat dalam praktek sehari-hari (Fry, 1994).
Misalnya seorang perawat sebelum melakukan tindakan keperawatan pada
pasien, harus terlebih dahulu menjelaskan tujuan dari tindakan yang akan
dilakukannya serta perawat harus menanyakan apakah pasien bersedia untuk
dilakukan tindakan tersebut atau tidak. Dalam hal ini perawat menunjukkan sikap
menghargai otonomi pasien. Jika pasien menolak tindakan maka perawat tidak
bisa memaksakan tindakan tersebut sejauh pasien paham akan akibat dari
penolakan tersebut.
2. PRINSIP ETIK
Moral mempunyai peran yang penting dalam menentukan perilaku yang etis
dan dalam pemecahan masalah etik. Prinsip moral merupakan standar umum
dalam melakukan sesuatu sehingga membentuk suatu sistem etik. Prinsip moral
berfungsi untuk menilai secara spesifik apakah suatu tindakan dilarang, diperlukan
atau diijinkan dalam suatu keadaan. Prinsip moral yang sering digunakan dalam
keperawatan yaitu: Otonomi, beneficience, justice/keadilan, veracity, avoiding
killing dan fidelity (John Stone, 1989; Baird et.al, 1991).
a. Prinsip Otonomi (Autonomy) Prinsip ini menjelaskan bahwa klien diberi
kebebasan untuk menentukan sendiri atau mengatur diri sendiri sesuai dengan
hakikat manusia yang mempunyai harga diri dan martabat. Contoh kasusnya
adalah: Klien berhak menolak tindakan invasif yang dilakukan oleh perawat.
Perawat tidak boleh memaksakan kehendak untuk melakukannya atas
pertimbangan bahwa klien memiliki hak otonomi dan otoritas bagi dirinya.
Perawat berkewajiban untuk memberikan penjelasan yang sejelas-sejelasnya
6

bagi klien dalam berbagai rencana tindakan dari segi manfaat tindakan, urgensi
dsb sehingga diharapkan klien dapat mengambil keputusan bagi dirinya setelah
mempertimbangkan atas dasar kesadaran dan pemahaman.
b. Prinsip Kebaikan (Beneficience) Prinsip ini menjelaskan bahwa perawat
melakukan yang terbaik bagi klien, tidak merugikan klien, dan mencegah
bahaya bagi klien. Kasus yang berhubungan dengan hal ini seperti klien yang
mengalami kelemahan fisik secara umum tidak boleh dipaksakan untuk
berjalan ke ruang pemeriksaan. Sebaiknya klien didorong menggunakan kursi
roda.
c. Prinsip Keadilan (Justice) Prinsip ini menjelaskan bahwa perawat berlaku adil
pada setiap klien sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya pada saat perawat
dihadapkan pada pasien total care, maka perawat harus memandikan dengan
prosedur yang sama tanpa membeda-bedakan klien. Tetapi ketika pasien
tersebut sudah mampu mandi sendiri maka perawat tidak perlu
memandikannya lagi.
d. Prinsip Kejujuran (Veracity) Prinsip ini menekankan bahwa perawat harus
mengatakan yang sebenarnya dan tidak membohongi klien. Kebenaran
merupakan dasar dalam membina hubungan saling percaya. Kasus yang
berhubungan dengan prinsip ini seperti klien yang menderitaHIV/AIDS
menanyakan tentang diagnosa penyakitnya. Perawat perlu memberitahukan
apa adanya meskipun perawat tetap mempertimbangkan kondisi kesiapan
mental klien untuk diberitahukan diagnosanya.
e. Prinsip mencegahpembunuhan (Avoiding Killing) Perawat menghargai
kehidupan manusia dengan tidak membunuh. Sumber pertimbangan adalah
moral agama/kepercayaan dan kultur/norma-norma tertentu. Contoh kasus
yang dihadapi perawat seperti ketika seorang suami menginginkan tindakan
euthanasia bagi istrinya atas pertimbangan ketiadaan biaya sementara istrinya
diyakininya tidak mungkin sembuh, perawat perlu mempertimbangkan untuk
tidak melakukan tindakan euthanasia atas pertimbangan kultur/norma bangsa
Indonesia yang agamais dan ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, selain dasar UU
RI memang belum ada tentang legalitas tindakan euthanasia.
f. Prinsip Kesetiaan (Fidelity) Prinsip ini menekankan pada kesetiaan perawat
pada komitmennya, menepati janji, menyimpan rahasia, caring terhadap
klien/keluarga. Kasus yang sering dihadapi misalnya perawat telah
7

menyepakati bersama klien untuk mendampingi klien pada saat tindakan PA


maka perawat harus siap untuk memenuhinya.

C. KRITERIA PENGAMBILAN KEPUTUSAN YANG ETIS


The American Association Colleges of Nursing mengidentifikasi tujuh nilai-nilai
fundamental dalam praktek keperawatan profesional atau kehidupan profesional
seorang perawat yaitu:
1. Aesthetics (keindahan): Seorang perawat harus memberikan kepuasan terhadap
pasien dalam pelayanan kesehatannya dengan menghargai pasien, menunjukkan
kreativitas perawat dengan keahlian dan ketrampilan yang sangat mumpuni,
imajinatif, sensitivitas, dan kepedulian terhadap kesehatan pasien yang
dirawatnya.
2. Altruism (mengutamakan orang lain): Seorang perawat selalu mengutamakan
kepentingan pasien di atas kepentingan pribadinya dan berusaha peduli bagi
kesejahteraan orang lain.
3. Equality (kesetaraan): Seorang perawat memiliki hak atau status yang sama
dengan tenaga medis lain. Persamaan itu terletak dalam statusnya sebagai pelayan
kesehatan bagi masyarakat, meskipun keahlian dan kompetensinya jelas tidak
sama.
4. Freedom (kebebasan) :Seorang perawat memiliki kebebasan untuk berpendapat
dan bekerja yang tentunya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dan kode etik
keperawatan.
5. Human dignity (martabat manusia): Perawat menghargai martabat manusia dan
keunikan individu yang dirawatnya yang ditunjukkan dengan sikap empati,
kebaikan, pertimbangan matang dalam mengambil tindakan keperawatan, dan
penghargaan setinggi-tingginya terhadap kepercayaan pasien dan masyarakat luas.
6. Justice (keadilan): Perawat berlaku adil dalam memberikan asuhan keperawatan
tanpa melihat strata sosial, suku, ras, agama dan perbedaan lainnya.
7. Truth (kebenaran): Perawat selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dalam
menyampaikan pesan kepada pasien maupun melakukan tindakan keperawatan
terhadap pasien yang ditunjukkan dengan sikap bertanggung gugat, jujur.

D. TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS.


8

Teori dasar/prinsip etika merupakan penuntun untuk membuat keputusan etis


praktek profesional (Fry, 1991).Teori etik digunakan dalam pembuatan keputusan bila
terjadi konflik antara prinsip dan aturan.Ahli filsafat moral telah mengembangkan
beberapa teori etik, yang secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi Teori
Teleologi dan Deontologi.Kedua konsep teori ini sudah disinggung pada pokok
bahasan tentang teori etik.

E. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS


Dalam membuat keputusan etis, ada beberapa unsur yang mempengaruhi, yaitu
nilai dan kepercayaan pribadi, kode etik keperawatan, konsep moral perawat, dan
prinsip etis dan model kerangka keputusan etis. Unsur-unsur yang terlibat dalam
pembuatan keputusan dan tindakan moral dalam praktik keperawatan (Diadaptasi dari
Fry, 1991) sebagai dalam diagram berikut :
1. Nilai dan Kepercayaan Pribadi
2. Konsep Moral Keperawatan
3. Kode Etik Perawat Indonesia
4. Teori Prinsip Etika
5. Kerangka Pembuat Keputusan
6. Keputusan dan Tindakan

F. LANGKAH PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS


Beberapa kerangka pembuatan keputusan etis keperawatan dikembangkan dengan
mengacu pada kerangka pembuatan keputusan etika medis (Murphy, 1976; Borody,
1981). Beberapa kerangka disusun berdasarkan proses pemecahan masalah seperti
diajarkan di pendidikan keperawatan (Bergman, 1973; Curtin, 1978; Jameton, 1984;
Stanley, 1980; Stenberg, 1979; Thompson, 1985).
1. Pengenalan dilemma etika.
2. Mengumpulkan data yang actual dan relevan.
3. Menganalisis dan mencari kejelasan individu yang terlibat.
4. Mengevaluasi argumentasi untuk setiap isu dan alternative penyelesaian.
5. Mengambil tindakan dan mengadakan evaluasi.
Penyelesaian masalah etika keperawatan menjadi tanggung jawab perawat. Berarti
perawat melaksanakan norma yang diwajibkan dalam perilaku keperawatan,
sedangkan tanggung gugat adalah mempertanggungjawabkan kepada diri sendiri,
9

kepada klien/masyarakat, kepada profesi atas segala tindakan yang diambil dalam
melaksanakan proses keperawatan dengan menggunakan dasar etika dan standar
keperawatan. Dalam pertanggunggugatan tindakannya, perawat akan menampilkan
pemikiran etiknya dan perkembangan personal dalam profesi keperawatan.
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN

A. KASUS
Ditulis Oleh: Ika Prida Rahmi
16 Maret 2019
Kamis, 7 Maret 2019, menjadi momen bahagia bagi Avifah Rindayanti dan
Muliadi. Pada usia pernikahan ke-5, pasangan suami istri ini dianugerahi buah hati
keempat. Si bungsu dinamai Keizha Anandhita Raveena.
Namun, kebahagiaan itu dibaluti kekhawatiran. Bayinya yang baru lahir
mengidap gangguan pernapasan. Avifah melahirkan melalui bedah sesar di Rumah
Sakit Ibu dan Anak Qurrata A’yun Samarinda. Dalam proses tersebut, Keizha terhirup
cairan dan menggumpal di paru-paru. Sang bayi perlu mendapat perawatan intensif. Ia
dirujuk ke Rumah Sakit Samarinda Medika Citra (SMC) pada 8 Maret 2019.
Dilarikan ke Pediatric Intensive Care Unit, ruang perawatan intensif untuk bayi.
Dirawat dalam inkubator.
Avifah dan Muliadi tak diberikan izin menginap. Keduanya hanya dipanggil
ketika Keizha membutuhkan air susu ibu. Di luar itu pertemuan hanya memungkinkan
pada waktu membesuk. Selebihnya, Avifah menjalani recovery di kediamannya, Jalan
Damanhuri, Kecamatan Sungai Pinang. Keadaan sang bayi diketahui berangsur
membaik. Namun, pada Selasa siang, 12 Maret 2019, Avifah mendapat panggilan dari
nomor tak dikenal. Dalam sambungan telepon, seorang pria berbicara
mengatasnamakan rumah sakit tempat bayi dirawat.
Mengklaim bernama dr Hendra, ia menyampaikan kondisi Keizha yang
sedang kritis. Dokter itu kemudian mengarahkan Avifah menghubungi Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) IA Moeis. Perlu alat khusus untuk penanganan sang bayi.
Dan fasilitas itu, disebut hanya dimiliki rumah sakit pelat merah di Samarinda
Seberang tersebut. Dari sambungan telepon, Avifah diminta mengajukan peminjaman
perangkat dimaksud ke RS SMC. Pria di sambungan telepon kemudian memberikan
nomor telepon pihak RSUD IA Moeis. Kontak dikirim atas nama dr Nugroho, orang
yang diklaim menangani alat operasi tersebut.
Tanpa aba, Avifah menghubungi nomor itu. Dalam sambungan telepon, dr
Nugroho meminta pembayaran administrasi sebesar Rp 3,8 juta. Muliadi sang suami,
menyarankan Avifah segera memenuhi pembayaran yang diminta. Dari tempat kerja,
11

Muliadi bergegas pulang. Ia menjemput Avifah dan bertolak ke rumah sakit.


Pembayaran ke dr Nugroho dilakukan via aplikasi mobile banking. Ditransfer ke
rekening atas nama Eli Nurhayati. Proses pembayaran administrasi pun selesai.
Setelah mengirimkan bukti pembayaran, Avifah kembali dihubungi dr
Nugroho. Alat operasi disebut sedang dibawa ke RS SMC. Muliadi dan Avifah
melanjutkan perjalanan ke rumah sakit yang terletak di Jalan Kadrie Oening,
Kecamatan Samarinda Ulu. Namun, beberapa waktu kemudian ponsel kembali
berdering. Pria yang sama kembali menelepon. Dari sambungan itu, dikatakan bahwa
masih ada alat yang dibutuhkan. Biaya administrasi kali ini Rp 5 juta. "Katanya alat
kedua. Alat yang pertama sudah berangkat. Pas di telepon itu ada suara sirene
ambulans. Jadi seakan memang alat diantar ambulans. Makanya saya percaya," sebut
Avifah kepada kaltimkece.id. Avifah dan Muliadi sudah tak memiliki uang. Namun
demi keselamatan si buah hati, keduanya memutuskan mencari pinjaman. Muliadi pun
mendapat talangan dari pimpinan tempatnya bekerja. Sang pimpinan sendiri mengirim
Rp 5 juta ke rekening yang sama.
Setelah pembayaran kedua, Avifah dan Muliadi tiba di rumah sakit. Namun,
keduanya tak menemukan anaknya di ruang operasi. Bayi mereka malah masih
dirawat di tempat semula. Salah satu perawat mengatakan Keizha dalam keadaan
sehat. Operasi yang dimaksud pria dalam sambungan telepon juga tidak benar. Avifah
dan Muliadi segera sadar telah menjadi korban penipuan mengatasnamakan RS SMC.
Saat ditemui di kediamannya pada Jumat malam, 15 Maret 2019, Avifah
mengungkapkan keheranannya. Pelaku penipuan seakan memiliki rekam medis
anaknya. Secara rinci data Keizha bisa disebutkan. Padahal, tak seharusnya data
tersebut dimiliki selain pihak rumah sakit. "Anak saya didiagnosa di paru-parunya
seperti ada gumpalan lemak dan cairan. Berbahaya sekali. Sesak pernapasannya.
Makanya saya dapat kabar begitu ketakutan anak saya kenapa-kenapa," terang
Avifah.
Saat kejadian, Avifah juga bertemu salah satu orangtua pasien yang juga
korban penipuan dengan modus sama. Dari pernyataan rumah sakit kepadanya,
kejadian serupa sudah beberapa kali terjadi. Avifah melaporkan kejadian ini ke
kepolisian. Namun, laporan penipuan tidak diterima. Kurangnya bukti berupa buku
tabungan dari rekening untuk mengirimkan uang jadi alasan. "Uang itu kami pinjam.
Ditransfer pakai rekening bos suami. Jadi enggak bisa kami sertakan karena sifatnya
pribadi. Kalau bukti transfer ada. Tapi, polisi enggak mau terima," terangnya. Avifah
12

kecewa dengan pihak rumah sakit. Dianggap membiarkan data pasien bocor. Ia
berharap ada ganti rugi. "Mau enggak mau saya tetap cicil untuk pembayaran
pengobatan. Saya sudah minta keringanan karena penipu mengatasnamakan rumah
sakit. Juga memiliki data lengkap kami. Seharusnya data pasien dilindungi," sebutnya.
B. PEMBAHASAN
Rekam medis ini mendapatkan pengaturan yang lebih kuat lagi yaitu melalui
peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 749.a/Menkes/per/XXI/1989
tentang rekam medis (medical record). Pasal 1 huruf a tersebut menyebutkan bahwa,
rekam medis memiliki pengertian sebagai berkas yang berisikan catatan dan dokumen
tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dalam pelayanan lain
pada pasien, pada sarana pelayanan kesehatan. Dari ketentuan Pasal 13 Permenkes
tersebut dapat diketahui apa kegunaan atau manfaat diadakannyarekam medis, yaitu
1. Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien.
2. Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum.
3. Sebagai bahan untuk keperluan penelitian dan pendidikan.
4. Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan.
5. Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.
Sementara itu apa yang harus ditulis dalam rekam medis tersebut diatur dalam
Pasal 14 dan 15. Menteri Kesehatan kembali mempertegas mengenai aturan akan
kegunaan dari rekam medis yaitu, sesuai dengan ketentuan Pasal 13 di atas untuk
lebih memperkuat aturan mengenai rekam medis ini dalam manfaat dan
penggunaannya.
Menurut Undang-Undang RI No. 29 Th. 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal
46 ayat (1) “Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran
wajib membuat rekam medis.” Penjelasannya di atas yang dimaksud dengan rekam
medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada
pasien.
Dengan kata lain rekam medis menjelaskan tentang hal-hal yang mengenai apa
yang dilakukan oleh dokter dalam melakukan praktek mengobati pasien. Pasal 46
Ayat (2) “Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera di
lengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.” Dalam penjelasan
ayat (2) ini apabila terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medis,
berkas dan catatan tidak boleh dihilangkan atau dihapus dengan cara apapun.
13

Rekam medis tidak dapat dengan sembarangan dirubah dalam penjelasannya di


atas dikatakan kalau terjadi kesalahan tidak dapat dihapus akan tetapi, apabila terjadi
perubahan catatan atau kesalahan dalam rekam medis hanya dapat dilakukan dengan
pencoretan dan diberi paraf oleh petugas yang bersangkutan.
Rekam medis tidak boleh dihilangkan karena memiliki fungsi yang sangat
penting. Dokter pun yang melakukan pemeriksaan harus segera melengkapi data
tersebut setelah pasien selesai melakukan perawatan, rekam medis tidak dapat
dihapus tetapi jika merubah tidak perlu dihapus tetapi dilakukan dengan pencoretan
saja dan harus ditandatangani oleh petugas tersebut. Pasal 46 ayat (3) “Setiap catatan
rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang
memberikan pelayanan atau tindakan.”
Pasal 47 ayat (1) “ Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana, kesehatan sedangkan isi rekam
medis merupakan milik pasien.”14 Pasal 47 ayat (2) “ Rekam medis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus disimpan kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi
dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan. Rekam medis kerahasiannya harus dijaga
oleh para dokter dalam hal ini pun Undang-Undang dengan jelas mengaturnya.”
Pasal 47 ayat (3) “ Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) di atur dengan Peraturan Menteri.” Undang-Undang
tentang Praktik Kedokteran ini menjelaskan lagi bahwa dokter dalam prakteknya
harus menuliskan akan kerahasiaan dari rekam medis itu sendiri. Menjelaskan seperti
yang sudah dituliskan sebelumnya bahwa rekam medis merupakan dokumen yang
harus disimpan kerahasiaanya oleh dokter maupun pimpinan dari pelayanan
kesehatan. Dan pada Pasal 47 ayat (2) menuliskan bahwa kerahasiaanrekam medis ini
diatur dengan Peraturan Menteri. Mengenai diperlukannyarekam medis untuk
kepentingan pembuktian di Pengadilan maka pemaparan isinya hanya dapat
dilakukan pimpinan sarana pelayanan kesehatan tanpa izin dari pasien.
Selanjutnya akan ada sanksi bagi dokter atau dokter gigi yang tidak
menyelenggarakan rekam medis yang dimaksud ternyata dalam Pasal 79 b dari
Undang-Undang praktek kedoteran memberikan sanksi yang cukup keras, yaitu dapat
dijatuhi pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
14

Selain mendapatkan sanksi hukum yang telah disebutkan tersebut pihak dokter
atau dokter gigi yang sengaja tidak membuat rekam medis juga akan mendapatkan
sanksi disiplin dan etik. Ada 3 (tiga) sanksi alternative sanksi disiplin yaitu :
1. Pemberian peringatan tertulis
2. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik.
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedoteran
atau dokter gigi.
Permenkes 269 tahun 2008,Pasal 2 Rekam medis harus dibuat secara tertulis,
lengkap dan jelas atau secara elektronik. Penyelenggaraan rekam medis dengan
menggunakan teknologi informasi elektronik diatur lebih lanjut dengan peraturan
tersendiri. Seperti hal sebelumnya dijelaskan, dokter yang merawat pasien
bertanggungjawab atas kelengkapan dan keakuratan pengisian rekam medis.
Didalam praktik memang dapat saja pengisian rekam medis dilakukan oleh
tenaga kesehatan lain (perawat, asisten, residen, coass), namun dokter yang merawat
pasienlah yang memikul tanggungjawabnya. Perlu diingat bahwa kelengkapan dan
keakuratan isi rekam medis sangat bermanfaat, baik bagi perawatan dan pengobatan
pasien, bukti hukum bagi rumah sakit dan dokter, maupun bagi kepentingan
penelitian medis dan administratif.
Peran rekam medis dalam pelayanan kesehatan di atas serta peranan dokter dalam
melakukan pencatatan membuat dua hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain,
artinya bahwa dokter atau dokter gigi yang melakukan pencatatanlah yang harus
bertanggung jawab dengan keadaan pasien yang sedang ditangani dengan melihat
pencatatan yang tertulis maupun dibuat secara elektronik. Apabila terjadi kegiatan
malpraktek maka dokter yang menangani pasien tersebut haruslah bertanggung jawab
akan perbuatan tesebut. Seperti definisi dari kode etik rekam medis adalah pedoman
untuk sikap dan perilaku perekam medis dalam menjalankan tugas serta
mempertanggungjawabkan segala tindakan profesi baik kepada profesi, pasien,
maupun masyarakat luas.
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
rekam medis menjelaskan tentang hal-hal yang mengenai apa yang dilakukan
oleh dokter dalam melakukan praktek mengobati pasien. Pasal 46 Ayat (2) “Rekam
medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera di lengkapi setelah pasien
selesai menerima pelayanan kesehatan.” Dalam penjelasan ayat (2) ini apabila terjadi
kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medis, berkas dan catatan tidak
boleh dihilangkan atau dihapus dengan cara apapun.
Rekam medis tidak dapat dengan sembarangan dirubah dalam penjelasannya
di atas dikatakan kalau terjadi kesalahan tidak dapat dihapus akan tetapi, apabila
terjadi perubahan catatan atau kesalahan dalam rekam medis hanya dapat dilakukan
dengan pencoretan dan diberi paraf oleh petugas yang bersangkutan.
Rekam medis tidak boleh dihilangkan karena memiliki fungsi yang sangat
penting. Dokter pun yang melakukan pemeriksaan harus segera melengkapi data
tersebut setelah pasien selesai melakukan perawatan, rekam medis tidak dapat dihapus
tetapi jika merubah tidak perlu dihapus tetapi dilakukan dengan pencoretan saja dan
harus ditandatangani oleh petugas tersebut. Pasal 46 ayat (3) “Setiap catatan rekam
medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan
pelayanan atau tindakan.”

B. SARAN
Dengan dibahasnya rekam medis di atas di harapkan mahasiswa lebih dapat untuk
menggunakan dengan bijak dan menjaga kerahasian dari rekam medis tersebut ketika
sedang bertugas dilapangan.
DAFTAR PUSTAKA

Indonesia, Konsil Kedokteran. "Manual rekam medis." Jakarta: Konsil Kedokteran


Indonesia (2006).
Simbolon, Suzeth Agustien. "Kajian Yuridis terhadap Kedudukan Rekam Medis Elektronik
dalam Pembuktian Perkara Pidana Malpraktek oleh Dokter." Lex Crimen 4.6
(2015).
Achadiat, Chrisdiono M. "Dinamika etika & hukum kedokteran dalam tantangan zaman."
EGC, 2007.

Anda mungkin juga menyukai