OLEH :
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan............................................................................. .........................3
D. Manfaat........................................................................... .........................3
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Definisi Pengambilan Keputusan............................................................4
B. Etika Pengambilan Keputusan.................................................................4
C. Kriteria Pengambilan Keputusan Yang Etis............................................7
D. Teori Pengambilan Keputusan Etis.........................................................7
E. Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan..........................8
F. Langkah Pengambilan Keputusan Etis..................................................8
BAB III KASUS DAN PEMBAHSAN
A. Kasus.....................................................................................................10
B. Pembahasan...........................................................................................12
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................15
B. Saran.......................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan ditunjukan untuk meningkatkan kesadaran,
kenyamanan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan
umum sebagaimana yang di amanatkan di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam kehidupan.sekarang ini,
dan hak kesehatan itu sendiri dituangkan dalam Undaang-Undang Republik Indonesia
No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, banyak pasal yang mengatur tentang layanan
kesehatan dan juga tanggungjawab dokter dalam
rekam medis pasiennya tersebut. Hal ini disebabkan karena pertanggunagjawaban
seorang dokter dalam hukum kesehatan sangat erat kaitannya dengan usaha yang
dilakukan seorang dokter, yaitu berupa langkah - langkah atau tindakan medis dan
diagnostik yang di ikat oleh lafal sumpah jabatan dan kode etik profesi.1 Pelayanan
kesehatan pada dasarnya bertujuan untuk melaksanakan pencegahan dan pengobatan
terhadap penyakit, termasuk di dalamnya layanan medis yang dilaksanakan atas dasar
hubungan individul antara dokter dengan pasien yang membutuhkan penyembuhan.
Dalam hubungan antara dokter dan pasien masing-masing pihak memiliki hak dan
kewajiban, serta dokterpun berkewajiban memberikan pelayanan medis yang sebaik-
baiknya kepada pasien. Karena, menurut hukum hubungan antara dokter dan pasien
merupakan suatu perjanjian yang dikenal sebagai transaksi terapeutik. Tnsaksi
terapeutik merupakan perjanjian maka terhadap transaksi trapeutik berlaku hukum
perikatan2, dokter memiliki hak dan kewajiban yang mengatur dan mengikatnya.
Kasus kebocoran rekam medis merupakan hal yang sangat mungkin terjadi di
rumah sakit, namun pada faktanya kebocoran rekam medis di pengaruhi oleh faktor
lingkungan warga tempat tinggal tersebut, sebagai contoh di wilayah Kabupaten
Kuningan yang sebagian merupakan wilayah perkampungan maka dalam hal
kebocoran rekam medis setiap pasien yang dirawat ataupun tidak, jenis penyakit
pasien tersebut dapat di ketahui oleh warga tempat tinggalnya sendiri karena tetangga
korban yang ikut datang ke rumah sakit menanyakan perihal sakitnya kepada pasien
2
B. RUMUSAN MASALAH
“Bagaimana pengambilan keputusan dari kasus dilema etik yang terjadi berdasarkan
prinsip etik keperawatan?”
3
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengambilan keputusan dari kasus dilema etik yang terjadi
berdasarkan dengan prinsip etik keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi pengambilan keputusan
b. Untuk mengetahui etika pengambilan keputusan
c. Untuk mengetahui kriteria pengambilan keputusan yang etis
d. Untuk mengetahui teori pengambilan keputusan etis.
e. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan etis
f. Untuk mengetahui langkah pengambilan keputusan etis
D. MANFAAT
1. Bagi Mahasiswa
Makalah ini dapat menjadi gambaran bagi mahasiswa dalam pengambilan
keputusan, yang disesuaikan dengan prinsip prinsip etik kepeerawatan yang ada.
2. Bagi Perawat
Pengambilan keputusan harus didasarkan dengan penerapan pinsip-prinsip etik
dan kebijakan intansi, dimana perawat itu bekerja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
orang lain yang berdasarkan pada aturan-aturan serta prinsip yang mengandung
tanggung jawab mora
Dalam literatur keperawatan dikatakan bahwa etika dimunculkan sebagai
moralitas, pengakuankewenangan, kepatuhan pada peraturan, etikasosial, loyal
pada rekan kerja serta bertanggung jawab dan mempunyai sifat kemanusiaan.
Menurut Cooper (1991), dalam Potter dan Perry (1997), etika keperawatan
dikaitkan dengan hubungan antar masyarakat dengan karakter serta sikap perawat
terhadap orang lain.Etika keperawatan merupakan standar acuan untuk mengatasi
segala macam masalah yang dilakukan oleh praktisi keperawatan terhadap para
pasien yang tidak mengindahkan dedikasi moral dalam pelaksanaan tugasnya
(Amelia, 2013).Etika keperawatan merujuk pada standar etik yang menentukan
dan menuntun perawat dalam praktek sehari-hari (Fry, 1994).
Misalnya seorang perawat sebelum melakukan tindakan keperawatan pada
pasien, harus terlebih dahulu menjelaskan tujuan dari tindakan yang akan
dilakukannya serta perawat harus menanyakan apakah pasien bersedia untuk
dilakukan tindakan tersebut atau tidak. Dalam hal ini perawat menunjukkan sikap
menghargai otonomi pasien. Jika pasien menolak tindakan maka perawat tidak
bisa memaksakan tindakan tersebut sejauh pasien paham akan akibat dari
penolakan tersebut.
2. PRINSIP ETIK
Moral mempunyai peran yang penting dalam menentukan perilaku yang etis
dan dalam pemecahan masalah etik. Prinsip moral merupakan standar umum
dalam melakukan sesuatu sehingga membentuk suatu sistem etik. Prinsip moral
berfungsi untuk menilai secara spesifik apakah suatu tindakan dilarang, diperlukan
atau diijinkan dalam suatu keadaan. Prinsip moral yang sering digunakan dalam
keperawatan yaitu: Otonomi, beneficience, justice/keadilan, veracity, avoiding
killing dan fidelity (John Stone, 1989; Baird et.al, 1991).
a. Prinsip Otonomi (Autonomy) Prinsip ini menjelaskan bahwa klien diberi
kebebasan untuk menentukan sendiri atau mengatur diri sendiri sesuai dengan
hakikat manusia yang mempunyai harga diri dan martabat. Contoh kasusnya
adalah: Klien berhak menolak tindakan invasif yang dilakukan oleh perawat.
Perawat tidak boleh memaksakan kehendak untuk melakukannya atas
pertimbangan bahwa klien memiliki hak otonomi dan otoritas bagi dirinya.
Perawat berkewajiban untuk memberikan penjelasan yang sejelas-sejelasnya
6
bagi klien dalam berbagai rencana tindakan dari segi manfaat tindakan, urgensi
dsb sehingga diharapkan klien dapat mengambil keputusan bagi dirinya setelah
mempertimbangkan atas dasar kesadaran dan pemahaman.
b. Prinsip Kebaikan (Beneficience) Prinsip ini menjelaskan bahwa perawat
melakukan yang terbaik bagi klien, tidak merugikan klien, dan mencegah
bahaya bagi klien. Kasus yang berhubungan dengan hal ini seperti klien yang
mengalami kelemahan fisik secara umum tidak boleh dipaksakan untuk
berjalan ke ruang pemeriksaan. Sebaiknya klien didorong menggunakan kursi
roda.
c. Prinsip Keadilan (Justice) Prinsip ini menjelaskan bahwa perawat berlaku adil
pada setiap klien sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya pada saat perawat
dihadapkan pada pasien total care, maka perawat harus memandikan dengan
prosedur yang sama tanpa membeda-bedakan klien. Tetapi ketika pasien
tersebut sudah mampu mandi sendiri maka perawat tidak perlu
memandikannya lagi.
d. Prinsip Kejujuran (Veracity) Prinsip ini menekankan bahwa perawat harus
mengatakan yang sebenarnya dan tidak membohongi klien. Kebenaran
merupakan dasar dalam membina hubungan saling percaya. Kasus yang
berhubungan dengan prinsip ini seperti klien yang menderitaHIV/AIDS
menanyakan tentang diagnosa penyakitnya. Perawat perlu memberitahukan
apa adanya meskipun perawat tetap mempertimbangkan kondisi kesiapan
mental klien untuk diberitahukan diagnosanya.
e. Prinsip mencegahpembunuhan (Avoiding Killing) Perawat menghargai
kehidupan manusia dengan tidak membunuh. Sumber pertimbangan adalah
moral agama/kepercayaan dan kultur/norma-norma tertentu. Contoh kasus
yang dihadapi perawat seperti ketika seorang suami menginginkan tindakan
euthanasia bagi istrinya atas pertimbangan ketiadaan biaya sementara istrinya
diyakininya tidak mungkin sembuh, perawat perlu mempertimbangkan untuk
tidak melakukan tindakan euthanasia atas pertimbangan kultur/norma bangsa
Indonesia yang agamais dan ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, selain dasar UU
RI memang belum ada tentang legalitas tindakan euthanasia.
f. Prinsip Kesetiaan (Fidelity) Prinsip ini menekankan pada kesetiaan perawat
pada komitmennya, menepati janji, menyimpan rahasia, caring terhadap
klien/keluarga. Kasus yang sering dihadapi misalnya perawat telah
7
kepada klien/masyarakat, kepada profesi atas segala tindakan yang diambil dalam
melaksanakan proses keperawatan dengan menggunakan dasar etika dan standar
keperawatan. Dalam pertanggunggugatan tindakannya, perawat akan menampilkan
pemikiran etiknya dan perkembangan personal dalam profesi keperawatan.
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN
A. KASUS
Ditulis Oleh: Ika Prida Rahmi
16 Maret 2019
Kamis, 7 Maret 2019, menjadi momen bahagia bagi Avifah Rindayanti dan
Muliadi. Pada usia pernikahan ke-5, pasangan suami istri ini dianugerahi buah hati
keempat. Si bungsu dinamai Keizha Anandhita Raveena.
Namun, kebahagiaan itu dibaluti kekhawatiran. Bayinya yang baru lahir
mengidap gangguan pernapasan. Avifah melahirkan melalui bedah sesar di Rumah
Sakit Ibu dan Anak Qurrata A’yun Samarinda. Dalam proses tersebut, Keizha terhirup
cairan dan menggumpal di paru-paru. Sang bayi perlu mendapat perawatan intensif. Ia
dirujuk ke Rumah Sakit Samarinda Medika Citra (SMC) pada 8 Maret 2019.
Dilarikan ke Pediatric Intensive Care Unit, ruang perawatan intensif untuk bayi.
Dirawat dalam inkubator.
Avifah dan Muliadi tak diberikan izin menginap. Keduanya hanya dipanggil
ketika Keizha membutuhkan air susu ibu. Di luar itu pertemuan hanya memungkinkan
pada waktu membesuk. Selebihnya, Avifah menjalani recovery di kediamannya, Jalan
Damanhuri, Kecamatan Sungai Pinang. Keadaan sang bayi diketahui berangsur
membaik. Namun, pada Selasa siang, 12 Maret 2019, Avifah mendapat panggilan dari
nomor tak dikenal. Dalam sambungan telepon, seorang pria berbicara
mengatasnamakan rumah sakit tempat bayi dirawat.
Mengklaim bernama dr Hendra, ia menyampaikan kondisi Keizha yang
sedang kritis. Dokter itu kemudian mengarahkan Avifah menghubungi Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) IA Moeis. Perlu alat khusus untuk penanganan sang bayi.
Dan fasilitas itu, disebut hanya dimiliki rumah sakit pelat merah di Samarinda
Seberang tersebut. Dari sambungan telepon, Avifah diminta mengajukan peminjaman
perangkat dimaksud ke RS SMC. Pria di sambungan telepon kemudian memberikan
nomor telepon pihak RSUD IA Moeis. Kontak dikirim atas nama dr Nugroho, orang
yang diklaim menangani alat operasi tersebut.
Tanpa aba, Avifah menghubungi nomor itu. Dalam sambungan telepon, dr
Nugroho meminta pembayaran administrasi sebesar Rp 3,8 juta. Muliadi sang suami,
menyarankan Avifah segera memenuhi pembayaran yang diminta. Dari tempat kerja,
11
kecewa dengan pihak rumah sakit. Dianggap membiarkan data pasien bocor. Ia
berharap ada ganti rugi. "Mau enggak mau saya tetap cicil untuk pembayaran
pengobatan. Saya sudah minta keringanan karena penipu mengatasnamakan rumah
sakit. Juga memiliki data lengkap kami. Seharusnya data pasien dilindungi," sebutnya.
B. PEMBAHASAN
Rekam medis ini mendapatkan pengaturan yang lebih kuat lagi yaitu melalui
peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 749.a/Menkes/per/XXI/1989
tentang rekam medis (medical record). Pasal 1 huruf a tersebut menyebutkan bahwa,
rekam medis memiliki pengertian sebagai berkas yang berisikan catatan dan dokumen
tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dalam pelayanan lain
pada pasien, pada sarana pelayanan kesehatan. Dari ketentuan Pasal 13 Permenkes
tersebut dapat diketahui apa kegunaan atau manfaat diadakannyarekam medis, yaitu
1. Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien.
2. Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum.
3. Sebagai bahan untuk keperluan penelitian dan pendidikan.
4. Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan.
5. Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.
Sementara itu apa yang harus ditulis dalam rekam medis tersebut diatur dalam
Pasal 14 dan 15. Menteri Kesehatan kembali mempertegas mengenai aturan akan
kegunaan dari rekam medis yaitu, sesuai dengan ketentuan Pasal 13 di atas untuk
lebih memperkuat aturan mengenai rekam medis ini dalam manfaat dan
penggunaannya.
Menurut Undang-Undang RI No. 29 Th. 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal
46 ayat (1) “Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran
wajib membuat rekam medis.” Penjelasannya di atas yang dimaksud dengan rekam
medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada
pasien.
Dengan kata lain rekam medis menjelaskan tentang hal-hal yang mengenai apa
yang dilakukan oleh dokter dalam melakukan praktek mengobati pasien. Pasal 46
Ayat (2) “Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera di
lengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.” Dalam penjelasan
ayat (2) ini apabila terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medis,
berkas dan catatan tidak boleh dihilangkan atau dihapus dengan cara apapun.
13
Selain mendapatkan sanksi hukum yang telah disebutkan tersebut pihak dokter
atau dokter gigi yang sengaja tidak membuat rekam medis juga akan mendapatkan
sanksi disiplin dan etik. Ada 3 (tiga) sanksi alternative sanksi disiplin yaitu :
1. Pemberian peringatan tertulis
2. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik.
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedoteran
atau dokter gigi.
Permenkes 269 tahun 2008,Pasal 2 Rekam medis harus dibuat secara tertulis,
lengkap dan jelas atau secara elektronik. Penyelenggaraan rekam medis dengan
menggunakan teknologi informasi elektronik diatur lebih lanjut dengan peraturan
tersendiri. Seperti hal sebelumnya dijelaskan, dokter yang merawat pasien
bertanggungjawab atas kelengkapan dan keakuratan pengisian rekam medis.
Didalam praktik memang dapat saja pengisian rekam medis dilakukan oleh
tenaga kesehatan lain (perawat, asisten, residen, coass), namun dokter yang merawat
pasienlah yang memikul tanggungjawabnya. Perlu diingat bahwa kelengkapan dan
keakuratan isi rekam medis sangat bermanfaat, baik bagi perawatan dan pengobatan
pasien, bukti hukum bagi rumah sakit dan dokter, maupun bagi kepentingan
penelitian medis dan administratif.
Peran rekam medis dalam pelayanan kesehatan di atas serta peranan dokter dalam
melakukan pencatatan membuat dua hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain,
artinya bahwa dokter atau dokter gigi yang melakukan pencatatanlah yang harus
bertanggung jawab dengan keadaan pasien yang sedang ditangani dengan melihat
pencatatan yang tertulis maupun dibuat secara elektronik. Apabila terjadi kegiatan
malpraktek maka dokter yang menangani pasien tersebut haruslah bertanggung jawab
akan perbuatan tesebut. Seperti definisi dari kode etik rekam medis adalah pedoman
untuk sikap dan perilaku perekam medis dalam menjalankan tugas serta
mempertanggungjawabkan segala tindakan profesi baik kepada profesi, pasien,
maupun masyarakat luas.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
rekam medis menjelaskan tentang hal-hal yang mengenai apa yang dilakukan
oleh dokter dalam melakukan praktek mengobati pasien. Pasal 46 Ayat (2) “Rekam
medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera di lengkapi setelah pasien
selesai menerima pelayanan kesehatan.” Dalam penjelasan ayat (2) ini apabila terjadi
kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medis, berkas dan catatan tidak
boleh dihilangkan atau dihapus dengan cara apapun.
Rekam medis tidak dapat dengan sembarangan dirubah dalam penjelasannya
di atas dikatakan kalau terjadi kesalahan tidak dapat dihapus akan tetapi, apabila
terjadi perubahan catatan atau kesalahan dalam rekam medis hanya dapat dilakukan
dengan pencoretan dan diberi paraf oleh petugas yang bersangkutan.
Rekam medis tidak boleh dihilangkan karena memiliki fungsi yang sangat
penting. Dokter pun yang melakukan pemeriksaan harus segera melengkapi data
tersebut setelah pasien selesai melakukan perawatan, rekam medis tidak dapat dihapus
tetapi jika merubah tidak perlu dihapus tetapi dilakukan dengan pencoretan saja dan
harus ditandatangani oleh petugas tersebut. Pasal 46 ayat (3) “Setiap catatan rekam
medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan
pelayanan atau tindakan.”
B. SARAN
Dengan dibahasnya rekam medis di atas di harapkan mahasiswa lebih dapat untuk
menggunakan dengan bijak dan menjaga kerahasian dari rekam medis tersebut ketika
sedang bertugas dilapangan.
DAFTAR PUSTAKA