Disusun Oleh
Kelompok Tutorial A3
1710211021 Nursalim
1710211022 Rizkia Ulhaq
1710211051 Lu’lu Luqyana Fatin
1710211064 Amalia Nurlita
1710211083 Rizka Dwi Aulia
1710211097 RR. Ghina Nabila
1710211112 Isnin Galuh P
1710211146 Kalmarisa Zabila A
1710211151 RR. Puspa Buana
1710211152 Refitania Isnaeni H
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah BHP yang
berjudul “Isu Etik, Agama, Sosial Budaya dan Hukum pada Medical Record
Pasien yang dirujuk”. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen
mata kuliah program BHP yang telah memberikan tugas ini kepada kami, serta
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki
bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Kami mohon maaf apabila di dalam penulisan makalah terdapat
berbagai kesalahan. Kami sadar masih memiliki banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
agar dapat menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................ 1
1.3. Tujuan .............................................................................................. 2
BAB II LANDASAN TEORI....................................................................... 3
2.1. Rekam Medis ................................................................................... 3
2.1.1. Definisi......................................................................... 3
2.1.2. Aspek dalam Rekam Medis.......................................... 4
2.1.3. Manfaat Rekam Medis.................................................. 5
2.1.4. Tujuan........................................................................... 6
2.1.5. Sistem Informasi Kesehatan......................................... 6
2.2.Sistem Informasi Rumah Sakit ......................................................... 7
2.3. Keterkaitan Sistem Informasi Kesehatan Dengan Rahasia Medis… 11
2.4. Rekam Medis menurut Bioetik......................................................... 15
2.5. Rekam Medis dalam Agama............................................................. 16
2.6.Rekam Medis Sosial Budaya............................................................. 17
BAB III ISU BIOETIK DAN PEMBAHASAN........................................... 19
3.1 ISU BIOETIK.................................................................................... 19
3.2 PEMBAHASAN................................................................................ 19
3.2.1. Menurut Kaidah Dasar Bioetik..................................... 19
3.2.2. Menurut Hukum............................................................ 21
3.2.3. Menurut Agama............................................................ 21
3.2.4. Merurut Sosial Budaya................................................. 22
BAB IV PENUTUP....................................................................................... 22
4.1 Kesimpulan........................................................................................ 24
4.2 Saran.................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah hak setiap manusia karena itu masyarakat berhak
mendapatkan pelayanan yang berkualitas. Dokter merupakan salah satu
komponen utama pemberi pelayanan kesehatan masyarakat yang mempunyai
peran penting dalam proses pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, dokter
harus mempunyai standar profesi dan aturan lain yang didasari oleh ilmu
pengetahuan yang dimilikinya, guna memberi perlindungan kepada
masyarakat. Standar profesi ini dinamakan kode etik kedokteran. Dengan
adanya standar praktek profesi ini dapat dilihat apakah seorang dokter
melakukan malpraktek, kelalaian ataupun bentuk pelanggaran praktek
kedokteran lainnya baik itu pelanggaran yang terkait dengan etika ataupun
pelanggaran terkait dengan masalah hukum.
Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah dan atau janji dokter. Namun dalam penerapannya, masih banyak
dokter yang melanggar kode etik kedokteran diantaranya adalah memalsukan
rekam medis. Memalsukan rekam medis adalah memanipulasi hasil
pemeriksaan pasien agar hasilnya sesuai keinginan dan menguntungkan
pasien. Seorang dokter yang profesional tentu harus bisa mematuhi kode etik
apapun konsekuensinya.
1
1.3 Tujuan
Mengetahui petunjuk-petunjuk yang tertera dalam kode etik
kedokteran, menjungjung tinggi norma luhur dalam menjalankan pekerjaan
dan tidak memberikan keterangan palsu tentang pasien.
2
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.1 Definisi
3
2.1.2 Aspek Rekam Medis
1. Aspek administrasi
2. Aspek medis
Rekam medis mepunyai nilai medis karena catatan tersebut dipakai sebagai
dasar merencanakan pengobatan dan perawatan yang akan diberikan.
3. Aspek hukum
4. Aspek keuangan
5. Aspek penelitian
6. Aspek pendidikan
7. Aspek dokumentasi
4
2.1.3 Manfaat Rekam Medis
1. Pengobatan pasien
4. Pembiayaan
Berkas rekam medis dapat dijasikan petunjuk dan bahan untuk menetapkan
pembiayaan dalam pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. Catatan
tersebut dapat dipakai sebagai bukti pembiayaan kepada pasien.
5. Statistik kesehatan
5
2.1.4 Tujuan
6
2.2 Sistem Informasi Rumah Sakit
Sistem informasi rumah sakit (SIRS) ( bahasa Inggris: Hospital
information systems, HIS) adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan, dan
penyajian data rumah sakit se-Indonesia. Sistem Informasi ini mencakup
semua Rumah Sakit umum maupun khusus, baik yang dikelola secara publik
maupun privat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.SIRS ini merupakan
penyempurnaan dari SIRS Revisi V yang disusun berdasarkan masukan dari
tiap Direktorat dan Sekretariat dilingkungan Direktorat Jenderal Bina Upaya
Kesehatan. Hal ini diperlukan agar dapat menunjang pemanfaatan data yang
optimal serta semakin meningkatnya kebutuhan data saat ini dan yang akan
datang.
Dasar Hukum
Rumah sakit di Indonesia wajib melakukan pencatatan dan pelaporan
tentang semua kegiatan penyelenggaraan Rumah Sakit sebagaimana
ketentuan dalam pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit .
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan Informasi
Public (KIP) maka tersedianya data dan informasi mutlak dibutuhkan
terutama oleh badan layanan umum seperti rumah sakit.
Dasar Pelaksanaan
Berdasarkan SK Menkes No. 1410 Revisi V, Tentang Sistem Informasi
Rumah Sakit (Sistem Pelaporan Rumah Sakit) Revisi V, tidak sesuai
lagi dengan perkembangan yang ada sehinnga perlu disesuaikan.
Paling lambat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun setelah peraturan ini
diundangkan. Dengan berlakunya peraturan ini, maka keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 1410/MENKES/SK/X/2003 Revisi V ,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Agar setiap orang
mengetahui Peraturan ini, Pemerintah mengundangkan Peraturan ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Berdasarkan PERMENKES No. 1171 Tahun 2011, Pasal 1 (satu) ayat
1 (satu) Tentang Sistem Informasi Rumah Sakit, yaitu “Setiap rumah
sakit wajib melaksanakan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS).
7
Berdasarkan kesepakatan dengan Dinas Kesehatan RL (tahunan)
dikirimkan mulai Januari 2012 untuk data tahun 2011 dan RL 5
(bulanan) dikirimkan mulai tahun berjalan.
Aplikasi
SIRS merupakan aplikasi sistem pelaporan rumah sakit kepada
Kementerian Kesehatan yang meliputi :
Data identitas rumah sakit.
Data ketenagaan yang bekerja di rumah sakit.
Data rekapitulasi kegiatan pelayanan kompilasi penyakit/morbiditas
pasien rawat inap.
Data kompilasi penyakit/morbiditas pasien rawat jalan.
Penerapan
Untuk dapat menggunakan aplikasi SIRS ONLINE , setiap rumah sakit
wajib melakukan registrasi pada Kementerian Kesehatan.
Registrasi digunakan untuk pencatatan data dasar rumah sakit pada
Kementerian Kesehatan untuk mendapatkan Nomor Identitas Rumah
Sakit yang berlaku secara Nasional.
Registrasi dilakukan secara online pada situs resmi Direktorat Bina
Upaya Kesehatan.
Tujuan
Penyelenggaraan SIRS bertujuan untuk :
Merumuskan Kebijakan dibidang perumahsakitan
Menyajikan informasi rumah sakit secara nasional
Melakukan pemantauan, pengendalian, dan evaluasi penyeleggaraan
rumah sakit secara nasional.
Sifat Pelaporan
Sifat pelaporan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan
Pelaporan yang bersifat terbaru, setiap saat (updated), ditetapkan
berdasarkan kebutuhan informasi untuk pengembangan program dan
kebijakan dalam bidang perumahsakitan.
Pelaporan yang bersifat periodic dilakukan 2(dua) kali dalam
1(satu)tahun yang terdiri dari laporan tahunan dan rekapitulasi laporan
bulanan (otomatis).
8
Pengisian Laporan
Pengisian laporan SIRS mengacu pada pedoman system informasi rumah sakit
yaitu :
Direktorat Jenderal Bina Upaya kesehatan bersama Dinas Kesehatan
Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota melakukan pembinaan
dan pengawasan terhadap pelaksanaan SIRS di rumah sakit.
Pembinaan oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan , dilakukan
melalui bimbingan teknis pelaksanaan SIRS kepada rumah sakit dan
Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota.
Pengawasan pelaksanaan SIRS dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal
Bina Upaya Kesehatan bersama-sama seluruh DinasKesehatan
Provinsi dan Dinans Kesehatan Kabupaten/Kota.
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan untuk meningkatkan
efektifitas pelaporan SIRS, Direktorat Jenderal dapat memberikan
penghargaan kepada rumah sakit maupun Dinas Kesehatan Provinsi
dan /atau Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota.
Pengembangan
Dalam melakukan pengembangan SIRS, pengembang haruslah
bertumpu dalam 2 hal penting yaitu “kriteria dan kebijakan pengembangan
SIRS” dan “sasaran pengembangan SIRS” tersebut. Adapun kriteria dan
kebijakan yang umumnya dipergunakan dalam penyusunan spesifikasi SIRS
adalah sebagai berikut :
1. SIRS harus dapat berperan sebagai subsistem dari Sistem Kesehatan
Nasional dalam memberikan informasi yang relevan, akurat dan tepat
waktu.
2. SIRS harus mampu mengaitkan dan mengintegrasikan seluruh arus
informasi dalam jajaran Rumah Sakit dalam suatu sistem yang terpadu.
3. SIRS dapat menunjang proses pengambilan keputusan dalam proses
perencanaan maupun pengambilan keputusan operasional pada
berbagai tingkatan.
9
4. SIRS yang dikembangkan harus dapat meningkatkan daya guna dan
hasil guna terhadap usaha-usaha pengembangan sistem informasi
rumah sakit yang telah ada maupun yang sedang dikembangkan.
5. SIRS yang dikembangkan harus mempunyai kemampuan beradaptasi
terhadap perubahan dan perkembangan dimasa datang.
6. Usaha pengembangan sistem informasi yang menyeluruh dan terpadu
dengan biaya investasi yang tidak sedikit harus diimbangi pula dengan
hasil dan manfaat yang berarti (rate of return) dalam waktu yang
relative singkat.
7. SIRS yang dikembangkan harus mampu mengatasi kerugian sedini
mungkin.
8. Pentahapan pengembangan SIRS harus disesuaikan dengan keadaan
masing-masing subsistem serta sesuai dengan kriteria dan prioritas.
9. SIRS yang dikembangkan harus mudah dipergunakan oleh petugas,
bahkan bagi petugas yang awam sekalipun terhadap teknologi
komputer (user friendly).
10. SIRS yang dikembangkan sedapat mungkin menekan seminimal
mungkin perubahan, karena keterbatasan kemampuan pengguna SIRS
di Indonesia, untuk melakukan adaptasi dengan sistem yang baru.
11. Pengembangan diarahkan pada subsistem yang mempunyai dampak
yang kuat terhadap pengembangan SIRS.
Sasaran Pengembangan
Atas dasar dari penetapan kriteria dan kebijakan pengembangan SIRS
tersebut di atas, selanjutnya ditetapkan sasaran pengembangan sebagai
penjabaran dari Sasaran Jangka Pendek Pengembangan SIRS, sebagai berikut :
1. Memiliki aspek pengawasan terpadu, baik yang bersifat pemeriksaan
atau pengawasan (auditable) maupun dalam hal pertanggung-jawaban
penggunaan dana (accountable) oleh unit-unit yang ada di lingkungan
rumah sakit.
2. Terbentuknya sistem pelaporan yang sederhana dan mudah
dilaksanakan, akan tetapi cukup lengkap dan terpadu.
10
3. Terbentuknya suatu sistem informasi yang dapat memberikan
dukungan akan informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu melalui
dukungan data yang bersifat dinamis.
4. Meningkatkan daya guna dan hasil guna seluruh unit organisasi dengan
menekan pemborosan.
5. Terjaminnya konsistensi data.
6. Orientasi ke masa depan.
7. Pendayagunaan terhadap usaha-usaha pengembangan sistem informasi
yang telah ada maupun sedang dikembangkan, agar dapat terus
dikembangkan dengan mempertimbangkan integrasinya sesuai
Rancangan Global SIRS
Tahapan pengembangan
SIRS merupakan suatu sistem informasi yang, cakupannya luas
(terutama untuk rumah sakit tipe A dan B) dan mempunyai kompleksitas yang
cukup tinggi. Oleh karena itu penerapan sistem yang dirancang harus
dilakukan dengan memilih pentahapan yang sesuai dengan kondisi masing-
masing subsistem, atas dasar kriteria dan prioritas yang ditentukan.
Kesinambungan antara tahapan yang satu dengan tahapan berikutnya harus
tetap terjaga. Secara garis besar tahapan pengembangan SIRS adalah sebagai
berikut :
1. Penyusunan Rencana Induk Pengembangan SIRS.
2. Penyusunan Rancangan Global SIRS.
3. Penyusunan Rancangan Detail/Rinci SIRS.
4. Pembuatan Prototipe, terutama untuk aplikasi yang sangat spesifik.
5. Implementasi, dalam arti pembuatan aplikasi, pemilihan dan
pengadaanperangkat keras maupun perangkat lunak pendukung.
6. Operasionalisasi dan Pemantapan
12
e. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, sarana kesehatan maupun
tenaga kesehatan yang terlibat.
f. Menyediakan data dan informasi yang diperlukan untuk keperluan
pengembangan program, pendidikan dan penelitian.
g. Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan
kesehatan.
h. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan serta bahan
pertanggungjawaban dan laporan.
15
kasus-kasus psikiatri, tindakan pencegahan sebagaimana disebutkan di atas
tidak diwajibkan.
Keikhlasan dalam memberikan pertolongan kepada pasien
diperlihatkan pula pada intensitas perhatian dokter. Oleh karena itu tidaklah
benar dokter melakukan pemeriksaan sekaligus pada saat yang sama lebih dari
seorang pasien. Hal ini selain mengganggu "privacy" pasien, juga akan
mengurangi ketelitian pemeriksaan. Perhatian terhadap pasien
hendaknya menyeluruh terhadap pribadi seseorang manusia yang selain
mempunyai unsur jasmani ia juga memiliki unsur spiritual, mental dan
sosial(Iingkungan). Pandangan dokter terhadap pasien sebagai manusia
seutuhnya akan membantu menemukan latar belakang kelainan kesehatan
pasien secara lebih tepat. Diagnosa yang tepat akan mengarah pada
penGobatan/tindakan yang tepat pula. Pengobatan dalam hal ini tidak hanya
berorientasi pada pemberian obat (drug) saja, tetapi juga bantuan non fisik
yang diperlukan berdasarkan pengetahuan dokter tentang latar belakang
penyakit sebagaimana telah disebutkan diatas.
17
Upaya-upaya kesehatan harus bersifat menyeluruh, terpadu,
berkelanjutan, berjenjang, professional, dan bermutu serta tidak bertentangan
dengan norma sosial budaya, moral, dan etika profesi. Perlu menyediakan
pencatatan yang berisi tentang penyakit dan diagnose penyakit pasien disebut
rekam medis.
18
BAB III
ISU BIOETIK DAN PEMBAHASAN
3.2 PEMBAHASAN
3.2.1 Menurut Kaidah Dasar Bioetik
1. Autonomy
Kaidah otonomi ini adalah suatu aturan personal yang bebas dari
intervensi pihak lain. Kaidah ini bertujuan untuk mengontrol
pembatasan yang diberikan oleh orang lain. Kaidah ini akan menjadi
wajib jika pada pelaksanaannya tidak terjadi pelanggaran kaidah
lainnya.
19
Kaidah ini jelas tidak menjadi hak bagi pasien pada kasus ini. Hal ini
disebabkan pada dasarnya kondisi yang dimiliki pasien tidak sesuai
dengan rekam medis yang diharapkan pihak pasien. Ditambah jika
kaidah otonomi (dalam hal ini, permintaan membuat rekam medis
palsu) dilakukan maka akan terjadi pelanggaran kaidah lain, bahkan
sumpah dokter yang telah diikrarkan seorang dokter.
Oleh karena itu, sikap Dokter Michael pada kasus ini sudah benar,
karena mampu bersikap tegas dan mampu memilah mana kaidah
otonomi yang dapat dimiliki pasien dan mana yang tidak.
2. Beneficence
Kaidah ini menuntut seorang dokter harus membantu orang lain dalam
memajukan kepentingan-kepentingan pasien. Namun hal ini tentu
dalam konteks hal yang baik (positif). Membantu pasien dalam
menciptakan kebohongan yang dapat merugikan orang lain bukan
aplikasi dari kaidah dasar bioetik ini.
Pada kasus ini, Dokter Michael telah menerapkan kaidah beneficence,
jika ia berbohong dan membuat suatu pernyataan rekam medis palsu
untuk melindungi pasien (Tersangka; Setya Novanto) maka hal
tersebut justru berkebalikan dengan kaidah ini.
3. Non Maleficence
Prinsip ini merupakan prinsip yang menjaga sikap seorang dokter
untuk tidak melukai orang lain. prinsip ini mampu membimbing
seorang dokter untuk memberikan penanganan yang paling tidak
merugikan bagi pasien. Sama halnya dengan pembahasan kasus pada
dua kaidah sebelumnya, kaidah ini tidak bisa menjadi alasan seorang
dokter bisa berbohong untuk kepentingan pasien yang tidak sesuai
dengan hukum.
4. Justice
Kaidah ini mengemukakan bahwa seorang dokter harus mampu
memberikan penanganan yang sama pada setiap pasien. Tidak
20
17
mendiskriminasi pasien berdasarkan status sosial, agama, apalagi
jabatan politik.
Pada kasus ini Dokter Michael mampu menjaga kaidah ini dengan
memperlakukan pasien (Tersangka; Setya Novanto) sama dengan
pasien lainnya.
21
2. Hadits Abu Sa’id Al Khudriy radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
»ان ِْ ف
ِ اْلي َم ْ َ َوذَلِكَ أ، فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْست َِط ْع فَبِقَ ْلبِ ِه،سانِ ِه
ُ َضع َ َ فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْست َِط ْع فَبِل،ِ« َم ْن َرأَى ِم ْن ُك ْم ُم ْنك ًَرا فَ ْليُغَيِ ْرهُ ِبيَ ِده
“Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka hendaknya ia
merubahnya dengan tangannya, jika ia tidak mampu maka dengan lisannya,
jika ia tidak mampu maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman.”
(HR. Muslim)
23
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Rekam Medis merupakan sebuah dokumen yang berisikan tentang
informasi pasien mulai dari identitas, anamnesa, penentuan fisik,
laboratorium, diagnosa segala pelayanan dan tindakan medik yang
diberikan kepada pasien dan dijaga kerahasiaannya serta disimpan
dangan baik oleh pihak rumah sakit
2. Dalam pandangan bioetik ada beberapa prinsip/kaidah yang harus di
patuhi oleh dokter antara lain :
a. Otonomi. Dokter harus menuliskan rekam medik sesuai dengan
fakta/ keaadann pasien yang sesungguhnya, tidak boleh dilebih-
lebih kan atau di kurang-kurangkan
b. Beneficence. Dalam segi befeficence, dokter harus membantu
orang lain (pasien) dalam memajukan kepentingan-kepentingan
pasien dengan konteks yang positif dan tidak melanggar kaidah
bioetik lainnya dan peraturan yang berlaku
c. Non maleficence. Dokter tidak boleh merugikan pihak pasien,
termasuk berbohong saat penulisan rekam medis untuk
kepentingan pasien yang tidak sesuai dengan hukum
d. Justice. Dokter tidak boleh membeda-bedakan penanganan satu
pasien dengan pasien lainnya atas dasar status soisial, baik itu
anamnesa, penentuan fisik, laboratorium, diagnosa, tindakan
medik hingga penulisan rekam medik
3. Menurut dari segi hukum, Sesuai peraturan yang telah ada bahwa
dokter, dokter gigi, maupun tenaga kesehatan lainnya bertanggung
jawab atas rekam medis yang telah mereka buat, selain itu rekam
medis dapat menjadi alat bukti dalam proses penegakan hukum,
karenanya rekam medis harus ditulis sesuai dengan keaadaan
sesungguhnya
4. Menurut segi Agama, dokter harus menjaga kerahasiaan rekam medik
pasiennya sesuai dengan sumpah dokter yang telah diucapkannya
24
5. Menurut Sosial Budaya, dokter harus mengetahui dampak yang akan
terjadi dari setiap tindakan yang dilakukannya dan sesuai dengan
norma-norma yang berlaku di masyarakan termasuk dalam penulisan
rekam medik pasien
4.2 Saran
Sebagai seorang mahasiswa kedokteran harus bersikap dan berperilaku
profesional dan dapat menerapkannya karena dengan begitu, segala tindakan
yang kita perbuat akan terlindung dari kesalahan. Hal ini sangat penting untuk
diperhatikan, karena kesalahan kecil yang kita lakukan dapat menjadi besar
dan bertendensi menjadi sebuah malpraktek, dimana malpraktek adalah
sesuatu yang harus dihindari karena memiliki resiko yang besar baik secara
medis maupun hukum. Untuk itu kita juga mesti dibekali pengetahuan tentang
rekam medis, karena tidak lain tidak bukan rekam medis membantu kita untuk
menegakkan keadilan dan sebagai bukti yang dapat dipertanggung jawabkan.
25
23
DAFTAR PUSTAKA