Anda di halaman 1dari 29

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Nama Mahasiswa RINDU FATHERICSON PANDIANGAN

NIM N1A119112

Nama Mata Kuliah / Kode ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN

Nama Dosen Rumita Ena Sari SKM.,MKM

Tanggal Pengumpulan
24 DESEMBER 2020
Terakhir

Jumlah Kata Minimal 3500 Kata

Keterangan:

Tugas dapat dikumpulkan apabila mahasiswa/i bersedia menanda-tangani pernyataan di bawah


ini, dan mencantumkan tanggal.

ya susun adalah hasil kerja sendiri. Materi yang digunakan untuk pembuatan tugas ini dirangkum dari berbagai sumber dan
PENGARUH TINDAKAN ABORSI PADA KORBAN
PEMERKOSAAN TERHADAP PERSPEKTIF ETIKA PROFESI
KESEHATAN DALAM PELAKSAAN HUKUM KESEHATAN

DOSEN PENGAMPU:

RUMITA ERNA SARI S.K.M., M.K.M

DISUSUN OLEH:

NAMA : RINDU FATHERICSON PANDIANGAN

NIM : N1A119112

KELAS : 3D

PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Pengaruh
Tindakan Aborsi Pada Korban Pemerkosaan Terhadap Perspektif Etika Profesi
Kesehatan Dalam Pelaksaan Hukum Kesehatan ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah wawasan
mengenai pengaruh tindakan aborsi pada korban pemerkosaan bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan Terimakasih banyak kepada Ibu Rumita Erna Sari


S.K.M., M.K.M. selaku Dosen Mata Kuliah Etika dan Hukum Kesehatan yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang penulis tekuni. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan Penulis nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Jambi, 23 Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang..........................................................................................1


1.2. Rumusan Masalah....................................................................................1
1.3. Tujuan.......................................................................................................1
1.4. Manfaat………………………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Pengaturan Terkait Aborsi Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009


Tentang Kesehatan Dengan KUHP……………………
2.2. Kriteria Tindakan Aborsi Menurut KUHP……………….
2.3. Bentuk Hukuman Terhadap Pelaku Aborsi Dari Segi Hukum Kesehatan
2.4. Perlindungan Hukum Terhadap Tindak Pidana Aborsi Bagi Korban Perkosaan

BAB III PENUTUP

1.Kesimpulan........................................................................................................

2.Saran ..................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam kehidupannya manusia hampir selalu terjadi hubungan hukum.
Hal ini disebabkan pada dasarnya manusia mempunyai hasrat untuk hidup
teratur, akan tetapi keteraturan bagi seseorang belum tentu teratur bagi orang
lain. Oleh sebab itu sangat diperlukan kaedah-kaedah yang mengatur kehidupan
manusia, supaya kepentingannya tidak berbenturan atau bertentangan dengan
individu dan masyarakat yang lain.
Salah satu masalah yang diatur dalam KUHP yang berlaku di Indonesia
adalah masalah aborsi, dan saat ini telah diatur lebih lanjut dalam undang-
undang kesehatan nomor 36 tahun 2009. Masalah aborsi atau lebih dikenal
dengan istilah pengguguran kandungan, keberadaannya merupakan suatu fakta
yang tidak dapat dipungkiri dan bahkan menjadi bahan bahasan yang menarik
serta dilema yang saat ini menjadi fenomena sosial . Aborsi merupakan cara
yang paling sering digunakan mengakhri kehamilan yang tidak diinginkan, tetapi
juga cara yang paling berbahaya. Aborsi menurut terjadinya dibedakan atas
abortus spontan, yaitu aborsi yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja atau
dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisialis, semata-mata
disebabkan oleh faktor alamiah, dan abortus provokatus yaitu aborsi yang
disengaja tanpa indikasi medis, baik dengan obat-obatan maupun dengan alat-
alat. Aborsi jenis ini dibagi lagi menjadi Abortus medisinalis (abortus
therapeuticus) merupakan aborsi karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila
kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi
medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli .
Selanjutnya abortus kriminalis, yaitu abortus yang terjadi oleh karena
tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan
biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh tenaga yang tidak terdidik.
Aborsi merupakan salah satu penyebab kematian wanita dalam masa subur di
negara-negara berkembang. Aborsi (pengguguran kandungan) merupakan

1
masalah yang cukup pelik, karena menyangkut banyak aspek kehidupan manusia
yang berkaitan dengan etika, moral dan agama serta hukum.
Tidak semua kehamilan yang diharapkan kehadirannya oleh sebagian
perempuan yang sedang menjalani kehamilannya. Setiap tahunnya, dari 175 juta
kehamilan yang terjadi di dunia terdapat sekitar 75 juta perempuan yang
mengalami kehamilan tak diinginkan. Banyak hal yang menyebabkan seorang
perempuan tidak menginginkan kehamilannya, antara lain karena perkosaan,
kehamilan yang terlanjur datang pada saat yang belum diharapkan, janin dalam
kandungan menderita cacat berat, kehamilan di luar nikah, gagal KB, dan
sebagainya. Ketika seorang perempuan mengalami kehamilan tak diinginkan
(KTD), diantara jalan keluar yang ditempuh adalah melakukan upaya aborsi,
baik yang dilakukan sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Banyak
diantaranya yang memutuskan untuk mengakhiri kehamilannya dengan mencari
pertolongan yang tidak aman sehingga mereka mengalami komplikasi serius
atau kematian karena ditangani oleh orang yang tidak kompeten atau dengan
peralatan yang tidak memenuhi standar.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah:
1. Bagaimana pengaturan tindak aborsi menurut perbandingan Undang-Undang
Kesehatan dengan KUHP?
2. Apa saja kriteria tindakan aborsi menurut Kitab Undang-Undang Pidana
(KUHP)?
3. Bagaimana bentuk hukuman terhadap pelaku aborsi dari segi hukum
kesehatan?
4. Bagaimana perencanaan perlindungan hukum terhadap tindak pidanan aborsi
bagi korban perkosaan?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Menjelaskan pengaturan tindak aborsi menurut UU Kesehatan dengan
KUHP.
2. Memaparkan apa saja kriteria tindakan aborsi menurut KUHP.
3. Mendeskripsilan bentuk hukuman terhadap pelaku tindakan aborsi dari segi
hukum kesehatan.
4. Menggambarkan perencanaan perlindungan hukum terhadap tindak pidanan
aborsi bagi korban perkosaan

1.4. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
A. Dari segi teoritis
1. Secara teoritis, penulisan makalah ini diharapkan untuk lebih
memperkaya ilmu pengetahuan penulis dalam bidang Etika Hukum
Kesehatan
2. Mengetahui lebih banyak mengenai tindakan aborsi dan hukuman yang
dapat diberikan kepada pelaku aborsi, sesuai dengan arahnya terhadap
perspektif hukum kesehatan.
B. Dari segi praktis
1. Untuk mengajak dan meningkatkan wawasan para pembaca terutama
penulis
2. Menerapkan teori yang telah diperoleh selama perkuliahan dan
menghubungkannya dalam perencanaan di bidang hukum kesehatan.
BAB II

PEMBAHASA

2.1. Pengaturan Terkait Aborsi Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun


2009 Tentang Kesehatan Dengan KUHP
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
masalah aborsi diatur di dalam beberapa Pasal, yaitu Pasal 73, 75, 76, dan Pasal
77.

Adapun rumusan dari masing-masing Pasal tersebut adalah :

A. Pasal 75.
1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan
berdasarkan:
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini
kehamilan,baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang
menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun
yang tidak dapatdiperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup
di luar kandungan;atau
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma
psikologisbagi korbanperkosaan.
3. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan
setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan
diakhiridengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor
yangkompeten dan berwenang.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan
perkosaan,sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur
dengan PeraturanPemerintah.
B. Pasal 76.
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
1. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama
haidterakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
2. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan
yangmemiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
3. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
4. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
5. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan
olehMenteri.
C. Pasal 77.
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak
bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan
dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundangundangan.

Sangat berbeda dengan KUHP yang sama sekali tidak memberikan ruang
sedikit pun terhadap pelaku penindakan aborsi, sementara disatu sisi
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan masih
memberikan ruang terhadap pelaku terjadinya aborsi.
Jika dibandingakan dengan rumusan Pasal 75 Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan tampaklah bahwa dengan jelas Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 melarang aborsi kecuali untuk jenis abortus
provocatus medicalis (aborsi yang dilakukan dengan sengaja untuk
menyelamatkan jiwa si ibu dan atau janinnya dengan berdasarkan
persetujuan dari pihak yang bersangkitan). Dalam dunia kedokteran aborsi
provocatus dilakukan jika nyawa si ibu terancam bahaya maut dan juga
dapat dilakukan jika anak yang akan lahir diperkirakan mengalami cacat
berat dan diindikasikan tidak dapat hidup di luar kandungan, misalnya janin
menderita kelainan Ectopia Kordalis (janin yang akan dilahirkan tanpa
dinding dada sehingga terlihat jantungnya), Rakiskisis (janin yang akan lahir
dengan tulang punggung terbuka tanpa ditutupi kulit) maupun Anensefalus
(janin akan dilahirkan tanpa otak besar).
Perkosaan merupakan suatu kejadian yang amat traumatis untuk seorang
perempuan yang menjadi korban. Banyak sekali korban perkosaan yang
membutuhkan waktu lama untuk mengatasi pengalaman traumatis ini, dan
mungkin ada juga yang tidak pernah lagi kembali ke keadaan normal seperti
sebelumnya. Jika perkosaan itu ternyata mengakibatkan kehamilan,
pengalaman traumatis itu bertambah besar lagi.
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan
Reproduksi menyatakan bahwa Negara pada prinsipnya melarang tindakan
aborsi, larangan tersebut ditegaskan kembali dalam Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Tindakan aborsi pada beberapa kondisi
medis merupakan satu-satunya jalan yang harus dilakukan tenaga medis
untuk menyelamatkan nyawa seorang ibu yang mengalami permasalahan
kesehatan atau komplikasiyang serius pada saat kehamilan. Pada kondisi
beberapa akibat pemaksaan kehendak pelaku, seorang korban perkosaan
akan menderita secara fisik, mental, dan sosial. Dan kehamilan akibat
perkosaan akan memperparah kondisi mental korban yang sebelumnya telah
mengalami trauma berat peristiwa perkosaan tersebut.
Trauma mental yang berat juga akan berdampak buruk bagi
perkembangan janin yang dikandung korban. Sebagaian besar korban
perkosaan mengalami reaksi penolakan terhadap kehamilannya dan
menginginkan untuk melakukan aborsi. Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan pada prinsipnya sejalan dengan ketentuan peraturan
pidana yang ada, yaitu melarang setiap orang untuk melakukan aborsi.
Negara harus melindungi warganya dalam ini perempuan yang melakukan
aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan akibat perkosaan, serta
melindungi tenaga medis yang melakukannya, Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan membuka pengecualian untuk aborsi
berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan.
Alasan sebagaimana diuraikan diatas menjadikan aborsi hanya dapat
dilakukan secara kasuistik dengan alasan sesuai Pasal 75 ayat (2) diatas,
tidak dapat suatu aborsi dilakukan dengan alasan malu, tabu, ekonomi,
kegagalan KB atau kontrasepsi dan sebagainya. Undangundang hanya
memberikan ruang bagi aborsi dengan alasan sebagaimana tersebut di atas.
Berdasar Pasal 75 tersebut, tindakan aborsi tidak serta merta dapat
dilakukan walaupun alasan-alasannya telah terpenuhi. RumusanPasal 75 ayat
(3) menyatakan bahwa tindakan aborsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra
tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh
konselor yang kompeten dan berwenang. Rumusan pasal tersebut
menegaskan bahwa sebelumdilakukan aborsi harus dilakukan tindakan
konsultasi baik sebelum maupun setelah tindakan yang dilakukan oleh
konselor yang berkompeten dan berwenang.
Penjelasan Pasal 75 ayat (3) menyebutkan bahwa yang dapat menjadi
konselor adalah dokter, psikolog, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan setiap
orang yang mempunyai minat dan memiliki keterampilan untuk itu, yang
telah memiliki sertifikat sebagai konselor melalui pendidikan dan pelatihan.
Penjelasanayat ini menerangkan betapa pentingnya seorang konselor yang
akan memberikan penasehatan sebelum ataupun sesudah dilakukan tindakan.
Hal ini penting mengingat aborsi adalah tindakan yang sangat berbahaya
yang jika tidak dilakukan dengan benar akan membawa dampak kematian
serta beban mental yang sangat berat bagi si wanita.
Aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat
perkosaan harus dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab,
demikian bunyi Pasal 35 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun
2014. Praktik aborsi yang dilakukan dengan aman, bermutu dan bertanggung
jawab itu, menurut Peraturan Pemerintah ini, meliputi dilakukan oleh dokter
sesuai dengan standar; dilakukan di fasilitasi kesehatan yang memenuhi
syarat yang ditetapkan menteri kesehatan; atas permintaan atau persetujuan
perempuan hamil yang bersangkutan; dengan izin suami, kecuali korban
perkosaan; tidak diskriminatif; dan tidak mengutamakan imbalan materi.

2.2. Kriteria Tindakan Aborsi Menurut KUHP


Tindakan aborsi dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) di
Indonesia dikategorikan sebagai tindakan kriminal atau lebih dikenal dengan
istilah Abortus Provocotus Criminalis. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) tindak pidana aborsi diatur dalam pasal 299, pasal 346-349.
Ketentuan mengenai aborsi dapat dilihat dalam Bab XIV Buku Kedua Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Kejahatan terhadap nyawa
(khususnya Pasal 346-349).
Aborsi menurut kontruksi yuridis Peraturan Perundang-undangan di
Indonesia adalah tindakan menggugurkan atau mematikan kandungan yang
dilakukan dengan sengaja oleh seorang wanita atau orang yang disuruh untuk
melakukan itu. Wanita hamil dalam hal ini adalah wanita yang hamil atas
kehendaknya ingin menggugurkan kandungannya, sedangkan tindakan yang
menurut KUHP dapat disuruh untuk melakukan itu adalah dokter, bidan atau
juru obat. Pengguguran kandungan atau pembunuhan janin yang ada didalam
kandungan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara,misalnya: dengan obat
yang diminum atau dengan alat yang di masukkan kedalam rahim wanita
melalui lubang kemaluan wanita.
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, maka akan di ancam pidana
penjara paling lama empat tahun. Dalam hal ini, KUHP sebagai aturan yang
bersifat Lex Generalis dengan sangat tegas menyatakan bahwa perbuatan aborsi
adalah sesuatu perbuatan yang sangat dilarang sehingga dapat dijerat dengan
Pasal 346 KUHP.
Tindak Pidana Aborsi Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan Serupa
dengan ketentuan Pasal 346 KUHP, dalam ketentuan Pasal 75 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (”UU Kesehatan”) dengan
tegas melarang tindakan aborsi, yang menyatakan bahwa Setiap orang dilarang
melakukan tindakan aborsi.
Namun terdapat pengecualian untuk dua hal, yaitu sebagaimana yang
diatur dalam kentuan Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan yang menyatakan:
Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan,
baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita
penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat
diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan;
atau
b Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis
bagi korban perkosaan.
UU Kesehatan adalah sebuah aturan khusus yang mengatur tentang
perbuatan atau tindakan aborsi berdasarkan asas Lex Spesialis derogate Legi
Generalis sebagaimana yang terdapat dalam ketentuan Pasal 63 ayat (2) KUHP:
Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula
dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang
diterapkan.
Oleh karena itu, ketentuan Pasal 346 KUHP yang mengatur tentang
tindakan aborsi sudah selayaknya dikesampingkan karena telah ada aturan
khusus yaitu UU Kesehatan yang mengatur hal tersebut.
Kemudian suatu tindakan aborsi dapat dinyatakan sebagai sebuah
tindakan yang legal juga harus memperhatikan kententuan Pasal 75 ayat (3) UU
Kesehatan yang menerangkan bahwa Tindakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan
pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh
konselor yang kompeten dan berwenang.
Sehingga tindakan aborsi yang diatur dalam Pasal 75 ayat (2) UU
Kesehatan itu pun hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau
penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang
dilakukan oleh konselor.
Dan lebih jauh dari pada hal itu, UU Kesehatan juga telah mengatur
batas suatu tindakan aborsi, hal tersebut sebagaimana yang dijelaskan dalam
ketentuan Pasal 76 UU Kesehatan yang menerangkan:
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama
haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan
yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c Dengan persetujuan ibu hamil yang
bersangkutan; d Dengan izin suami, kecuali korban
perkosaan;
e Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
Menteri.
Sementara dalam Pasal 31 sampai dengan Pasal 39 Peraturan Pemerintah
Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi (“PP
61/2014”) menjelaskan tentang indikasi kedaruratan medis dan perkosaan
dengan pengecualian atas larangan aborsi atau dengan kata lain
memperbolehkan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis atau akibat dari
korban pemerkosaan. Untuk tindakan aborsi akibat dari korban pemerkosaan,
batas usia kehamilan haruslah tidak lebih dari 40 hari dihitung sejak hari
pertama haid terakhir.
Kehamilan akibat perkosaan itupun juga harus dibuktikan dengan:
a usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang dinyatakan oleh
surat keterangan dokter; dan
b keterangan penyidik, psikolog, dan/atau ahli lain mengenai adanya
dugaan perkosaan.
Berikut ditampilkan grafik peningkatan kejadian Aborsi di Indonesia.
2.3. Bentuk Hukuman Terhadap Pelaku Aborsi Dari Segi Hukum Kesehatan
A. Tindak Pidana Pelaku Aborsi Sesuai Ketentuan Perundang-Undangan
Tindak pidana pengguguran kandungan/aborsi dalam berbagai literature
sangat berbeda-beda akan tetapi memiliki suatu makna yang sama mengenai
pengertian tindak pidana pengguguran kandungan/aborsi dalam berbagai
peraturan Perundang-Undangan. Dalam bagian buku II tentang kejahatan
terhadap kesusilaan termuat Pasal 299 KUHP yang melarang suatu
perbuatan yang mirip dengan abortus, tetapi tidak harus dengan penegasan
bahwa harus ada suatu kandungan yang hidup, Pasal ini berbunyi :
1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang perempuan atau
menyuruh seorang perempuan supaya diobati dengan memberi tahu atau
menimbulkan pengharapan, bahwa karna pengobatan itu dapat gugur
kandungannya, di hukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 4
(empat) tahun atau denda sebanyak tiga ribu rupiah.
2. Kalau yang bersalah berbuat karena mencari keuntungan, atau
melakukan kejahatan itu ia jadikan pekerjaan sehari-hari (bereop) atau
kebiasaan, atau kalau ia seorang dokter, bidan, atau tukang obat, maka
hukumannya ditambah dengan sepertiganya.
3. Kalau kejahatan ini dilakukan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari,
maka boleh dicabut haknya untuk menjalankan pekerjaan itu.

Terjadinya aborsi bisa secara alami dan tidak disengaja, bisa juga karena
suatu kesengajaan. Pengguguran kandungan atau aborsi yang sengaja
dilakukan dengan menggunakan obat-obatan dan cara-cara medis tertentu
atau dengan cara tradisional. Pengguguran atau aborsi kandungan pada
umumnya dikategorikan sebagai tindak pidana pembunuhan yang tidak
berprikemanusiaan dan melanggar hukum.

Aborsi provocatus merupakan istilah lain yang secara resmi dipakai


dalam kalangan kedokteran dan hukum. Ini adalah suatu proses pengakhiran
hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh. Aborsi yang
dilakukan secara sengaja (abortus provocatus) ini terbagi menjadi dua yaitu :

a. Abortus Provocatus Medicalis, aborsi yang dilakukan oleh dokter atas


dasar indikasi medis, yaitu apabila tindakan aborsi tidak diambil akan
membahayakan jia ibu.
b. Abortus provokatus medisinalis/artificalis/therapeuticus aborsi yang
dilakukan dengan disertai indikasi medis. Di Indonesia yang dimaksud
dengan indikasi medis adalah demi menyelamatkan nyawa ibu. Dalam
praktek di dunia kedokteran, abortus provocatusmedicinalis juga dapat
dilakukan jika anak yang akan lahir diperkirakan akan mengalami cacat
berat dan harapan hidupnya tipis.
c. Abortus provocatus criminalis, aborsi yang terjadi oleh karena tindakan-
tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikaasi medis, sebagai
contoh aborsi yang dilakukan dalam rangka meleyapkan janin sebagai
akibat hubungan seksual di luar perkawinan. Secara yuridis, abortus
provocatus criminalis setiap pnghentian kehamilan sebelum hasil
konsepsi dilahirkan tanpa memperhitungkan umur bayi dalam kandungan
dan janin dilahirkan dalam keadaan mati atau hidup.

Aturan hukum yang mengatur tentang aborsi, yaitu Kitab Undang-


Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan, sebagaimana diatur dalam Pasal-Pasal sebagai
berikut:
 Pasal 346 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan


kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun.

Subjeknya yaitu seorang wanita yang sedang hamil atau yang sedang
mengandung. Tanpa mempersoalkan apakah seorang wanita itu mempunyai
suami yang sah atau tidak. Dari judul Bab XIX kejahatan terhadap jiwa,
berarti bahwa yang didalam kandungan itu adalah yang sudah mempunyai
jiwa atau lebih tepat adalah masih hidup. Wanita pelaku dari kejahatan ini
dapat berupa pelaku tunggal dan dapat juga sebagai pelaku dalam rangka
penyertaan sebagaiman ditafsirkan dari perumusan : atau menyuruh orang
lain dalam hal ini wanita tersebut dapat berupa penyuruh, pelaku-peserta,
pelaku-penggerak atau pelaku utama dimana yang lain berturut-turut berupa:
yang disuruh, pelaku peserta yang digerakkan atau pembantu. Apabila
terhadap wanita itu diterapkan Pasal 346, maka kepada yang disuruh itu
(kecuali jika sama sekali tiada kesalahan padanya) diterapkan Pasal 348.

Dengan demikian, menggugurkan kandungan harus dibaca dengan


menggugurkan kandungan yang masih hidup. Menggugurkan disini adalah
mengeluarkan dengan paksa (abortus provocatus) Karenanya kejahatan ini
disebut “Abortus Provocatus Criminalus” apabila kandungan itu dipaksa
keluar dan pada saat keluar itu masih hidup, sedangkan yang dimaksud
dengan mematikan kandungan ialah kandungan itu kandungan itu dimatikan
ketika masih dalam tubuh wanita. Mengeluarkan kandungan yang sudah mati
bukan suatu kejahatan, bahkan demi keselamatan wanita tersebut kandungan
yang sudah mati harus dikeluarkan.

 Pasal 347 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)


1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan
pidana penjara paling lama 12 tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,
dikenakan pidana penjara paling lama 15 tahun.
 Pasal 348 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) :
1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Subjeknya di sini adalah barangsiapa, tetapi dalam hal ini tidak termasuk
wanita hamil itu sendiri. Karena jika ia sendiri yang melakukan, terhadapnya
diterapkan Pasal 346 yang maksimum ancaman pidananya lebih ringan. Jelas
terlihat dibedakan antara wanita hamil itu sendiri sebagai pelaku dan orang
lain sebagai pelaku kendati atas persetujuan wanita itu sendiri. Dalam rangka
penerapan Pasal 348 perlu diperhatikan, bahwa jika wanita itu memberikan
persetujuannya sama saja dengan bahwa wanita tersebut telah melakukan
Pasal 346, Pasal 349 KUHP.

Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
berdasarkan Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah
satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 347 dan 348, maka pidana yang
ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat
dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan

Subjeknya adalah dokter, bidan atau tukang obat. Mereka ini adalah
subjek khusus, tindakan yang dilakukan adalah :

a. Membantu kejahatan tersebut Pasal 346 ; membantu disini adalah dalam


arti Pasal 56. Namum kepada mereka ini bukannya diancamkan
maksimum empat tahun dikurangi dengan sepertiganya, melainkan
empat tahun ditambah sepertiganya.
b. Melakukan kejahatan tersebut Pasal 347 atau 348. Dalam hal ini
maksimum ancaman pidananya ditambah dengan sepertiganya dari Pasal
347 atau 348.
2.4. Perlindungan Hukum Terhadap Tindak Pidana Aborsi Bagi Korban
Perkosaan
Pada perlindungan hukum pidana korban perkosaan yang melakukan
abortus provocatus dapat dijelaskan melalui pengaturan tentang abortus
provocatus itu sendiri di dalam hukum pidana, yakni yang terdapat dalam Kita
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku sebagai hukum pidana
umum (lex generale) dan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang
berlaku sebagai hukum pidana khusus (lex speciale).
Regulasi tentang pengguguran kandungan yang disengaja (abortus
provocatus) dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) diatur dalam
Bab XIX Pasal 346 sampai dengan Pasal 349, dan digolongkan ke dalam
kejahatan terhadap nyawa. Berikut ini adalah uraian tentang pengaturan abortus
provocatus yang terdapat dalam masing-masing Pasal tersebut:

a Pasal 346 KUHP :


“Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun”.
b Pasal 347 KUHP :
1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
c Pasal 348 KUHP:
1. Barang siapa dengan sengaja menggunakan atau mematikan
kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
d Pasal 349 KUHP :
“Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan
kejahatan berdasarkan Pasal 346, ataupun membantu melakukan salah
satu kejahatan dalam Pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan
dalam Pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak
untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.

Jika kita menelaah Pasal-Pasal dalam KUHP tersebut, tampaklah KUHP


tidak membolehkan suatu abortus provocatus di Indonesia. KUHP tidak
melegalkan abortus provocatus tanpa kecuali. Bahkan abortus provocatus
medicalis atau abortus provocatus therapeuticus pun dilarang, termasuk di
dalamnya adalah abortus provocatus yang dilakukan oleh perempuan korban
perkosaan.

Oleh karena itu sudah dirumuskan bahwa dalam kasus abortus


provocatus yang dilakukan oleh korban perkosaan, minimal ada dua orang yang
terkena ancaman sanksi pidana sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam
KUHP, yakni si perempuan sendiri yang hamil karena perkosaan serta
barangsiapa yang sengaja membantu si perempuan tersebut menggugurkan
kandungannya. Seorang perempuan yang hamil karena perkosaan dapat terkena
ancaman sanksi pidana kalau ia sengaja menggugurkan kandungan tanpa
bantuan orang lain. Ia juga dapat terkena ancaman sanksi pidana kalau ia
meminta orang lain dengan cara menyuruh orang itu untuk menggugurkan
kandungannya.
Khususnya untuk orang lain yang disuruh untuk menggugurkan
kandungan dan ia benar-benar melakukannya, maka baginya berlaku rumusan
Pasal 347 dan 348 KUHP yang menyatakan bahwa “barangsiapa dengan sengaja
menggugurkan” Jika terbukti bersalah di muka pengadilan, ia turut dipidana
sebagaimana si perempuan hamil yang melakukan abortus provocatus tersebut.

Sedangkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


telah menggantikan undang-undang kesehatan sebelumnya yaitu UndangUndang
Nomor 23 tahun 1992, melalui Pasal 75,76, dan Pasal 77 memberikan penegasan
bahwa mengenai pengaturan pengguguran kandungan (abortus provocatus).

Berikut ini adalah uraian lengkap mengenai pengaturan aborsi yang terdapat
dalam Pasal-Pasal tersebut:

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Pasal 75:

1. Setiap orang dilarang melakuan aborsi


2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan
berdasarkan:
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan,
baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita
penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat
diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan,
dan
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis
bagi korban perkosaan.
3. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan
setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri
dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang
kompeten dan berwenang.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi dihitung dari hari pertama haid
terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis kedaruratan medis dan
perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 76: Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:

a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu b. Oleh tenaga kesehatan


yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang
b. Memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan
d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan dan
e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
Menteri.

Pasal 77:

Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman,
dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain itu tindakan aborsi harus berdasarkan persetujuan si calon ibu atau
jika ada suaminya maka harus meminta persetujuan dari suaminya juga dan
aborsi harus dilakukan di tempat-tempat layanan kesehatan yang resmi.

Berdasarkan ketentuan yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor


36 Tahun 2009 tersebut jika kita kaitkan dengan tindakan aborsi karena
kehamilan tidak dikehendaki (KTD) akibat perkosaan, maka dapat disimpulkan
bahwa: Pertama, secara umum tindakan praktik aborsi sangat dilarang; Kedua,
larangan terhadap praktik dikecualikan pada beberapa keadaan, seperti
kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma secara psikologis
bagi korban perkosaan.

Hukum pidana dengan jelas menyebut sanksi hukum bagi pelaku dan
orang yang turut serta melakukan aborsi. Pengecualian diberikan apabila ada
alasan-alasan pembenar yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) Pasal 44, 48, 50 dan 51 serta alasan kedaruratan medis
(kesehatan) serta psikologis yang terdapat dalam Pasal 75 Undang-undang No.
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dengan adanya ketentuan dalam UU
Kesehatan yang baru, alasan psikologis dapat dijadikan sebagai legalisasi dari
perbuatan abortus.

Selain itu tindakan medis terhadap aborsi KTD akibat perkosaan hanya
dapat dilakukan apabila:

1. Setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri


dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang
kompeten dan berwenang;
2. Dilakukan sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
3. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang
memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
4. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; dan
5. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
Menteri.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Pengaturan Terkait tindakan Aborsi diatur berdasarkan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dimana Aborsi berdasarkan
indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan harus dilakukan
dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab.
2. Tindakan hukum terhadap aborsi terdapat pengecualian yaitu: Indikasi
kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan dan Kehamilan
akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan.
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan masih tetap
memberikan ruang terhadap terjadinya aborsi, sementara Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) sangat bebrbeda dengan UU No. 36 Tahun
2009. Dimana KUHP tidak memberikan ruang sedikit pun terhadap tindakan
aborsi. Artinya KUHP tidak melegalkan tindakan aborsi di Indonesia tanpa
terkecuali.
4. Tindakan aborsi harus berdasarkan persetujuan si calon ibu atau jika ada
suaminya maka harus meminta persetujuan dari suaminya juga dan aborsi
harus dilakukan di tempat-tempat layanan kesehatan yang resmi.

3.2 Saran
Untuk mengurangi tindakan aborsi maka ada beberapa hal yang harus kita
lakukan, terutama sebagai tenaga kesmas.
1. Memberikan edukasi seks di kalangan remaja.
2. Menanamkan kembali nilai-nilai moral sosial dan juga keagamaan akan
penting dan mulianya untuk menjaga kehormatan diri.
3. Menguatkan kembali kontrol sosial di masyarakat.
4. Para pelaku yang telah melakukan aborsi juga tak dapat dipandang sebelah
mata
DAFTAR PUSTAKA

1. Ida Bagus Made Putra Manohara. Penerapan Sanksi Pidana Bagi Pelaku Tindak
Pidana Aborsi Menurut Peraturan Perundang-Undangan Yang Berlaku
( Kitab Hukum Pidana Dan Undang-Undang Nomor. 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan). J Hukum Volk Geisth. 2018 Desember: 3(1): 1-14
2. Srykurnia Andalangi. Tindakan Aborsi Dengan Indikasi Medis Karena
Terjadinya Kehamilan Akibat Perkosaan. J Lex Crimen. 2015 Oktober:
4(8): 94-102
3. Clifford Andika Onibala. Tindakan Aborsi Yang Dilakukan Oleh Dokter
Dengan Alasan Medis Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009.
J Lex et Societatis. 2015 Mei: 3(4): 81-88
4. Meliza Cecillia Ladur. Penegakan Hukum Terhadap Tindakan Aborsi Menurut
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009. J Lex Crimen: 2016 Juli: 5(5):
151-158
5. Indriana Alfiyah M. Pencegahan Aborsi dan Resiko Bahaya Kesehatan di
Kalangan Remaja. 2020 Feruari: 1-5
6. Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron. Ketentuan Aborsi Bagi Korban
Pemerkosaan. Charles Situmorang, S.H. Rabu, 21 Pebruari 2018 diambil
dari: https://www.hukumonline.com
Lembar Paraphrase
Nomor Daftar Pustaka Tulisan Asli Hasil Paraphrase
4 Berbeda dengan KUHP yang tidak Sangat berbeda dengan KUHP
memberikan ruang sedikit pun yang sama sekali tidak
terhadap tindakan aborsi, Undang- memberikan ruang sedikit pun
Undang Nomor 36 Tahun 2009 terhadap pelaku penindakan aborsi,
tentang Kesehatan memberikan sementara disatu sisi Undang-
ruang terhadap terjadinya aborsi. Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan masih
memberikan ruang terhadap pelaku
terjadinya aborsi.

1 Subjeknya adalah seorang wanita Subjeknya yaitu seorang wanita


yang hamil atau yang sedang yang sedang hamil atau yang
mengandung. Tidak dipersoalkan sedang mengandung. Tanpa
apakah seorang wanita itu mempersoalkan apakah seorang
mempunyai suami yang sah atau wanita itu mempunyai suami yang
tidak sah atau tidak.

3 Oleh karena sudah dirumuskan Oleh karena itu sudah dirumuskan


demikian, maka dalam kasus bahwa dalam kasus abortus
abortus provocatus yang dilakukan provocatus yang dilakukan oleh
oleh korban perkosaan, minimal korban perkosaan, minimal ada
ada dua orang yang terkena dua orang yang terkena ancaman
ancaman sanksi pidana sesuai sanksi pidana sesuai dengan
dengan ketentuan yang terdapat ketentuan yang terdapat dalam
dalam KUHP, yakni si perempuan KUHP, yakni si perempuan sendiri
sendiri yang hamil karena yang hamil karena perkosaan serta
perkosaan serta barangsiapa yang barangsiapa yang sengaja
sengaja membantu si perempuan membantu si perempuan tersebut
tersebut menggugurkan menggugurkan kandungannya
kandungannya.

3 Perlindungan hukum pidana Pada perlindungan hukum pidana


korban perkosaan yang melakukan korban perkosaan yang melakukan
abortus provocatus dapat abortus provocatus dapat
dijelaskan melalui pengaturan dijelaskan melalui pengaturan
tentang abortus provocatus itu tentang abortus provocatus itu
sendiri di dalam hukum pidana, sendiri di dalam hukum pidana,
yakni yang terdapat dalam KUHP yakni yang terdapat dalam Kitab
yang berlaku sebagai hukum Undang-Undang Hukum Pidana
pidana umum (lex generale) dan (KUHP) yang berlaku sebagai
UU No. 36 Tahun 2009 tentang hukum pidana umum (lex
Kesehatan yang berlaku sebagai generale) dan UU No. 36 Tahun
hukum pidana khusus (lex 2009 tentang Kesehatan yang
speciale). berlaku sebagai hukum pidana
khusus (lex speciale).
4 Melihat rumusan Pasal 75 Undang- Jika dibandingakan dengan
Undang Nomor 36 Tahun 2009 rumusan Pasal 75 Undang-Undang
Tentang Kesehatan tampaklah Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
bahwa dengan jelas Undang- Kesehatan tampaklah bahwa
Undang Nomor 36 Tahun 2009 dengan jelas Undang-Undang
melarang aborsi kecuali untuk Nomor 36 Tahun 2009 melarang
jenis abortus provocatus medicalis aborsi kecuali untuk jenis abortus
(aborsi yang dilakukan untuk provocatus medicalis (aborsi yang
menyelamatkan jiwa si ibu dan dilakukan dengan sengaja untuk
atau janinnya). menyelamatkan jiwa si ibu dan
atau janinnya dengan berdasarkan
persetujuan dari pihak yang
bersangkitan).

4 Perkosaan merupakan kejadian Perkosaan merupakan suatu


yang amat traumatis untuk kejadian yang amat traumatis
perempuan yang menjadi korban. untuk seorang perempuan yang
Banyak korban perkosaan menjadi korban. Banyak sekali
membutuhkan waktu lama untuk korban perkosaan yang
mengatasi pengalaman traumatis membutuhkan waktu lama untuk
ini, dan mungkin ada juga yang mengatasi pengalaman traumatis
tidak pernah lagi dalam keadaan ini, dan mungkin ada juga yang
normal seperti sebelumnya. Jika tidak pernah lagi kembali ke
perkosaan itu ternyata keadaan normal seperti
mengakibatkan kehamilan, sebelumnya. Jika perkosaan itu
pengalaman traumatis itu ternyata mengakibatkan
bertambah besar lagi. kehamilan, pengalaman traumatis
itu bertambah besar lagi.
3 Berdasarkan ketentuan yang Berdasarkan ketentuan yang
terdapat dalam Undang-Undang terdapat di dalam Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tersebut Nomor 36 Tahun 2009 tersebut
jika kita kaitkan dengan aborsi jika kita kaitkan dengan tindakan
karena kehamilan tidak aborsi karena kehamilan tidak
dikehendaki (KTD) akibat dikehendaki (KTD) akibat
perkosaan, maka dapat perkosaan, maka dapat
disimpulkan: Pertama, secara disimpulkan bahwa: Pertama,
umum praktik aborsi dilarang; secara umum tindakan praktik
Kedua, larangan terhadap praktik aborsi sangat dilarang; Kedua,
dikecualikan pada beberapa larangan terhadap praktik
keadaan, kehamilan akibat dikecualikan pada beberapa
perkosaan yang dapat keadaan, seperti kehamilan akibat
menyebabkan trauma psikologis perkosaan yang dapat
bagi korban perkosaan. menyebabkan trauma secara
psikologis bagi korban perkosaan.

Anda mungkin juga menyukai