Anda di halaman 1dari 39

TUGAS HUKUM DAN ETIKA PROFESI

KASUS KEBIDANAN YANG MELANGGAR HUKUM


Dosen pengampu : Dr. Edy Susanto, S. H, S.Si, M. Kes

Disusun oleh :
Nama : Atikah
NIM : P1337424722048

PROGRAM STUDI PASCA SARJANA KEBIDANAN

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

TAHUN 2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persalinan ibu hamil di Indonesia saat ini dapat ditolong oleh seorang dokter
ahli kebidanan dan penyakit kandungan atau seorang bidan dan dapat
dilaksanakan di pyskesmas, klinik bersalin atau Rumah Sakit Umum. Dokter ahli
kebidanan dan penyakit kandungan adalah dokter yang memiliki ketrampilan dan
ilmu khususu tentang kehamilan, persalinan, nifas serta segala aspek kelainannya
dan tentang alat genitalia (internal dan eksternal) diluar kehamilan. Sedangkan
yang dimaksud dengan bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian
sesuai persyaratan yang berlaku, dicatat, diberi izin secara sah untuk
menjalankan praktik.
Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam mendampingi dan menolong
ibu melahirkan. Bidan adalah profesi yang diakui secara nasional maupun
internasional oleh sejumlah praktisi di seluruh dunia. Pengertian bidan dan
bidang praktiknya secara internasional telah diakui oleh International
Confederation Of Midwife (ICM), Federation International Of Gynaecologist
And Obstetrian (FIGO) dan World Health Organization (WHO) sedangkan
secara nasional telah diakui oleh Ikatan Bidan Indonesia (IBI) sebagai organisasi
profesi bidan di Indonesia (Yulista, 2019).
Peran bidan di masyarakat sangat dihargai dan dihormati karena tugasnya
yang sangat mulia, memberi semangat, membesarkan hati dan mendampingi,
serta menolong ibu melahirkan dan merawat bayinya dengan baik. Untuk
menjadi bidan yang profesional dan bertanggung jawab harus selalu
memperhatikan standar profesi bidan, kode etik bidan, wewenang bidan, sanksi
dan reward, serta komunikasi dengan klien. Hal-hal tersebut akan menjadi dasar
bagi bidan agar bisa menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan-
ketentuannya (Yulista, 2019).
Bidan dalam menjalankan tugasnya selalu bersentuhan dengan pasien, dalam
UU Kebidanan disebut dengan klien. Pasien adalah orang yang sedang menderita
penyakit atau gangguan badaniah atau rohaniah yang perlu ditolong agar lekas
sembuh dan berfungsi kembali agar melakukan kegiatan sebagai salah satu
anggota masyarakat. Pasien adalah titik sentral dalam usaha penyembuhan yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan. Tenaga kebidanan yang diberikan kepercayaan
oleh pasien haruslah memperhatikan baik buruknya pelayanan yang diberikan
serta mengutamakan prinsip kehatihatian dalam memberikan tindakan
pertolongan. Sebab tidak menutup kemungkinan suatu kesalahan atau kelalaian
bisa terjadi.
Kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh bidan dalam melaksanakan
tugas profesinya dapat berakibat fatal terhadap fisik maupun jiwa pasien dan hal
ini tentu saja merugikan bagi pihak pasien. Adanya kerugian tersebut,
mengharuskan atau menimbulkan pertanggungjawaban dari pihak yang
merugikan sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap pasien dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan serta dapat mengurangi kepercayaan
masyarakat terhadap profesi kebidanan.
Masalah dugaan malpraktik medik, akhir-akhir ini, sering diberitakan di
media masa. Namun, sampai kini, belum ada yang tuntas penyelesaiannya.
Putusan pengadilan apakah ada kelalaian atau tidak atau tindakan tersebut
merupakan risiko yang melekat pun belum pernah diambil. Masyarakat hanya
melihat dampak dan akibat yang timbul dari tindakan malpraktik tersebut. Semua
bergantung kepada si penafsir masing-masing (keluarga, media massa,
pengacara), dan tidak ada proses hukumnya yang tuntas. Karena itu sangat perlu
bagi kita terutama tenaga medis untuk mengetahui sejauh mana malpraktek
ditinjau dari segi etika dan hukum
Seperti contoh kasus malpraktek bidan yang dialami pasangan suami istri
Khaidir dan Nova, merek kehilangan bayi perempuannya secara tragis. Di mana,
anak keduanya itu meninggal dalam kondisi mengenaskan yakni kepala terputus
saat proses persalinan di Puskesmas Gajah Mada, Indragiri Hilir (Inhil), Riau.
Peristiwa menyedihkan itu terjadi di Puskesmas Gajah Mada pada Jumat 26
Agustus 2022 lalu.

B. Masalah
Mengapa kasus persalinan dengan sungsang ditolong oleh bidan dan bayi
meninggal masih terjadi dan apa sajakah pasal-pasal dan wewenang bidan yang
mengatur persalinan dengan sungsang?

C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami kasus malpraktek kebidanan dari segi hukum
etika dan profesi
2. Mengetahui dan memahami landasan hukum dan kewenangan bidan
3. Mampu menganalisis kasus malpraktek kebidanan ditinjau dari segi hukum
dan etika profesi serta kewenangan bidan.

D. Manfaat
1. Menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan terutama
yang berkaitan dengan malpraktek persalinan sungsang yang ditolong oleh
bidan
2. Memahami permasalahan yang berkaitan dengan malpraktek persalinan
sungsang yang ditolong oleh bidan serta upaya- upaya untuk mencegahnya.
3. Memahami wewenang dan kompetensi bidan dalam pertolongan persalinan
secara sungsang
4. Memahami tuntutan hukum terhadap malpraktek persalinan sungsang yang
ditolong oleh bidan
BAB II
KAJIAN TEORI/KAJIAN JURNAL

A. Malpraktek
1. Pengertian Malpraktek
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak
selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah”
sedangkan “praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”,
sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”.
Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut
dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka
pelaksanaan suatu profesi. Sedangkan difinisi malpraktek profesi kesehatan
adalah “kelalaian dari seseorang dokter atau tenaga keperawatan (perawat
dan bidan) untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan
dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap
pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama”
(Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos,
California, 1956).
Berlakunya norma etika dan norma hukum dalam profesi bidan.
Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga bidan berlaku norma etika
dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan
praktek sudah seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua
norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang etika disebut ethical
malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice.
Hal ini perlu difahami mengingat dalam profesi tenaga bidan berlaku norma
etika dan norma hukum, sehingga apabila ada kesalahan praktek perlu dilihat
domain apa yang dilanggar. Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-
perbedaan yang mendasar menyangkut substansi, otoritas, tujuan dan sangsi,
maka ukuran normatif yang dipakai untuk menentukan adanya ethica
malpractice atau yuridical malpractice dengan sendirinya juga berbeda. Yang
jelas tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan
tetapi semua bentuk yuridical malpractice pasti merupakan ethical
malpractice (Lord Chief Justice, 1893).
2. Malpraktek di Bidang Hukum
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3
kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni criminal malpractice,
civil malpractice dan administrative malpractice.
a. Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal
malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana
yakni perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan
perbuatan tercela dan dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea)
yang berupa kesengajaan (intensional), kecerobohan (reklessness) atau
kealpaan (negligence).
1) Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional):
- Pasal 322 KUHP, tentang Pelanggaran Wajib Simpan Rahasia
Kebidanan, yang berbunyi:
Ayat (1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib
disimpannya karena jabatan atau pencahariannya, baik yang
sekarang, maupun yang dahuluj diancam dengan pidana penjara
paling lama sembi Ian bulan atau denda paling banyak enam ratu
rupiah.
Ayat (2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka
perbuatan itu hanya dapat dituntut ata pengaduan orang itu.
- Pasal 346 sampai dengan pasal 349 KUHP, tentang Abortus
Provokatus. Pasal 346 KUHP Mengatakan: Seorang wanita yang
sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.

- Pasal 348 KUHP menyatakan:


Ayat (1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau
me¬matikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan
Ayat (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita
ter¬sebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
8. Pasal 349 KUHP menyatakan: Jika seorang dokter, bidan atau juru
obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346,
ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan
yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang
ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan
dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana
kejahatan di¬lakukan.
- Pasal 351 KUHP, tentang penganiayaan, yang berbunyi:
Ayat (1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama
dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.
Ayat (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang
bersalah dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun.
Ayat (3) Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.
Ayat (4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak
kesehatan.
Ayat (5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipdana.
Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness)
misalnya melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien
informed consent
- Pasal 347 KUHP menyatakan:
Ayat (l) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan dan
me¬matikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya,
diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Ayat (2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut,
dikenakart pidana penjara paling lama lima belas tahun.
- Pasal 349 KUHP menyatakan:
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan
kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau
membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam
pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu
dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan di¬lakukan.
Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya
kurang hati-hati melakukan proses kelahiran.
- Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai
menyebabkan mati atau luka-luka berat.
- Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang mati :
Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
kurungan paling lamasatu tahun.
- Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat:
Ayat (1) Barangsiapa karena kealpaannya menyebakan orang lain
mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun atau kurungan paling lamasatu tahun
Ayat (2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain
luka-luka sedemikian rupa sehinga menimbulkan penyakit atau
alangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama
waktu tertentu, diancam de¬ngan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.
- Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau
pekerjaan (misalnya: dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan
Iain-lain) apabila melalaikan peraturan-peraturan pekerjaannya
hingga mengakibatkan mati atau luka berat, maka mendapat
hukuman yang lebih berat pula.
- Pasal 361 KUHP menyatakan: Jika kejahatan yang diterangkan
dalam bab ini di-lakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau
pen¬caharian, maka pidana ditambah dengan pertiga, dan yang
bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian
dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan
supaya putusnya di-umumkan. Pertanggung jawaban didepan
hukum pada criminal malpractice adalah bersifat
individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada
orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
b. Civil malpractice
Seorang bidan akan disebut melakukan civil malpractice apabila
tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya
sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji).
Tindakan bidan yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain:
1) Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan
2) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
terlambat melakukannya.
3) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
tidak sempurna.
4) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya
dilakukan.
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau
korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of
vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana
kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan
karyawannya (bidan) selama bidan tersebut dalam rangka
melaksanakan tugas kewajibannya
c. Administrative malpractice
Bidan dikatakan telah melakukan administrative malpractice
manakala bidan tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu
diketahui bahwa dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai
kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan,
misalnya tentang persyaratan bagi bidan untuk menjalankan profesinya
(Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban
bidan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang
bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.
3. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat bidan
karena adanya mal praktek diharapkan para bidan dalam menjalankan
tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya,
karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan
perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala
kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat
sekitarnya.
4. Upaya menghadapi tuntutan hukum
Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak
memuaskan sehingga bidan menghadapi tuntutan hukum, maka bidan
seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif
membuktikan kelalaian bidan. Apabila tuduhan kepada bidan merupakan
criminal malpractice, maka bidan dapat melakukan :
a. Informal Defence
Mengajukan bukti untuk menangkis/menyangkal bahwa tuduhan
yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin
yang ada, misalnya bidan mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan
disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment), atau
mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men
rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.
b. Formal/legal defence
Melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk pada
doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara
menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan
untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan
bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.
Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya bidan menggunakan jasa
penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan
kepadanya.
Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana
bidan digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan
adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan
perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan,
dengan perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan
dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (bidan) bertanggung jawab
atas derita (damage) yang dialami penggugat.
Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah,
utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res
ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan
menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan
langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya
kesehatan (damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-
orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan
bidan.

B. Landasan Hukum Wewenang Bidan


Bidan adalah salah satu tenaga kesehatan. Pengaturan tenaga kesehatan
ditetapkan di dalam undang-undang dan Peraturan Pemerintah. Tugas dan
kewenangan bidan serta ketentuan yang berkaitan dengan kegiatan praktik bidan
diatur di dalam peraturan atau Keputusan Menteri Kesehatan. Kegiatan praktik
bidan dikontrol oleh peraturan tersebut. Bidan harus dapat
mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatan yang dilakukannya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Setiap bidan memiliki tanggung jawab memelihara kemampuan
profesionalnya. Oleh karena itu bidan harus selalu meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilannya dengan cara mengikuti pelatihan, pendidikan berkelanjutan,
seminar, dan pertemuan ilmiah lainnya.
1. Syarat Praktik Profesional Bidan
Harus memiliki Surat Ijin Praktek Bidan (SIPB) baik bagi bidan yang
praktik pada sarana kesehatan dan/atau perorangan Bdan Praktek Swasta
(BPS). Bidan yang praktik perorangan harus memenuhi persyaratan yang
meliputi tempat dan ruangan praktik, tempat tidur, peralatan, obat-obatan dan
kelengkapan administrasi.
Dalam menjalankan praktik profesionalnya harus sesuai dengan
kewenangan yang diberikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta
berdasarkan standar profesi. Dalam menjalankan praktik profesionalnya harus
menghormati hak pasien, memperhatikan kewajiban bidan, merujuk kasus
yang tidak dapat ditangani, meminta persetujuan tindakan yang akan
dilakukan dan melakukan medical record dengan baik. Dalam menjalankan
praktik profesionalnya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan.

2. Wewenang Bidan dalam Menjalankan Praktik Profesionalnya


Dalam menangani kasus seorang bidan diberi kewenangan sesuai
dengan Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia
No:900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan,yang
disebut dalam BAB V praktik bidan antara lain:
Pasal 14 : bidan dalam menjalankan prakteknya berwenang untuk
memberikan pelayanan yang meliputi :
a. Pelayanan kebidanan
b. Pelayanan keluarga berencana
c. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pasal 15 :
a. Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf
(pelayanan kebidanan) ditujukan pada ibu dan anak
b. Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pra nikah, pra hamil, masa
hamil, masa bersalin , masa nifas, menyusui dan masa antara (periode
interval)
c. Pelayanan kebidanan pada anak diberikan pada masa bayi baru lahir,masa
bayi,masa anak balita dan masa pra sekolah.
Pasal 16 :
(1) Pelayanan kebidanan kepada meliputi :
a. Penyuluhan dan konseling
b. Pemeriksaan fisik
c. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
d. Pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil
dengan abortus iminens, hiperemesis grafidarum tingkat 1, pre eklamsi
ringan dan anemia ringan.
e. Pertolongan persalinan normal
f. Pertolongan persalinan abnormal yang mencakup letak sungsang,
partus macet kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa
infeksi, perdarahan post partum, laserasi jalan lahir, distosia karena
inersia uteri primer, post aterm dan preterm.
g. Pelayanan ibu nifas normal
h. Pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup retensio
plasenta,renjatan dan infeksi ringan
i. Pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi
keputihan,perdarahan tidak teratur dan penundaan haid.
(2) Pelayanan kebidanan kepada anak meliputi:
a. Pemeriksaan bayi baru lahir
b. Perawatan tali pusat
c. Perawatan bayi
d. Resusitasi pada bayi baru lahir
e. Pemantauan tumbuh kembang anak
f. Pemberian imunisasi
g. Pemberian penyuluhan
Pasal 18 : Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 16, berwenang untuk :
a. Memberikan imunisasi
b. Memberikan suntikan pada penyulit kehamilan dan nifas
c. Mengeluarkan plasenta secara secara manual
d. Bimbingan senam hamil
e. Pengeluaran sisa jaringan konsepsi
f. Episiotomi
g. Penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat 2
h. Amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm
i. Pemberian infuse
j. Pemberian suntikan intramuskuler uterotonika
k. Kompresi bimanual
l. Versi ekstrasi gemelli pada kelahiran bayi kedua dan seterusnya
m. Vakum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul
n. Pengendalian anemi
o. Peningkatan pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu
p. Resusitasi bayi baru lahir dengan asfiksia
q. Penanganan hipotermi
r. Pemberian minum dengan sonde/pipet
s. Pemberian obat-obatan terbatas melalui lembaran ,permintaan , obat
sesuai dengan formulir IV terlampir
t. Pemberian surat kelahiran dan kematian.
3. Standar Kompetensi Kebidanan
Standar kompetensi kebidanan yang berhubungan dengan anak dan
imunisasi :
Undang-Undang UU Kesehatan No. 23 Th 1992
Pasal 15
ayat (1): Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu
hamil dan atau janinnya, dapat ditakukan tindakan medis tertentu.
Ayat (2): Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
hanya dapat dilakukan :
Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu
dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan
pertimbangan tim ahli, dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau
suami atau keluarganya; pada sarana kesehatan tertentu.
Pasal 80
Ayat (1): Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu
terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

C. Persalinan Sungsang
1. Pengertiang Persalinan Sungsang
Pengertian letak sungsang atau bokong Persalinan letak sungsang
adalah letak bayi sesuai dengan sumbu badan ibu, kepala berada pada fundus
uteri sedangkan bokong merupakan bagian terbawah (di daerah pintu atas
panggul/simfisis). Letak sungsang atau presentasi bokong adalah suatu
keadaan yang terjadi dimana bokong atau tungkai janin sebagai bagian yang
terendah di dalam panggul ibu. Letak sungsang atau presentasi bokong
adalah janin letak memanjang dengan bagian terendahnya bokong, kaki atau
kombinasi keduanya. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa persalinan letak sungsang adalah suatu keadaan dengan letak janin
memanjang dan bokong atau tungkai janin berada di bagian terendah pintu
atas panggul.
2. Penyebab
Sering kali tidak ada penyebab yang bisa diidentifikasi, tetapi berbagai
kondisi berikut ini mendorong terjadinya presentasi bokong
a. Tungkai Ekstensi
Versi sefalik spontan dapat terhambat jika tungkai janin mengalami
ekstensi dan „membelit‟ punggung
b. Persalinan Premature
Presentasi bokong relatif banyak terjadi sebelum usia gestasi 34 minggu
sehingga presentasi bokong lebih sering terjadi pada persalinan
premature.
c. Kehamilan kembar
Kehamilan kembar membatasi ruang yang tersedia untuk perputaran
janin, yang dapat menyebabkan salah satu janin atau lebih memiliki
presentasi bokong.
d. Polihidramnion
Distensi rongga uterus oleh cairan amnion yang berlebihan dapat
menyebabkan presentasi bokong.

e. Hidrosefalus
Keadaan dimana terjadi penimbunan cairan serebrospinalis dalam
ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran
sutura-sutura dan ubun-ubun. Karena ukuran kepala janin terlalu besar
dan tidak dapat berakomodasi dibagian bawah uterus, maka sering
ditemukan dalam letak sungsang
f. Abnormlitas Uterus
Dostorsi rongga uterus oleh septum atau jaringan fibroid dapat
menyebabkan presentasi bokong.
g. Plasenta previa
Sebagian penulis meyakini bahwa hal ini dapat menyebabkan presentasi
bokong, tetapi sebagian lain tidak menyetujui hal tersebut.
3. Etiologi Penyebab letak sungsang dapat berasal dari:
a. Faktor ibu
1) Keadaan rahim
a) Rahim arkuatus
b) Septum pada rahim
c) Uterus dupleks
d) Mioma bersama kehamilan
2) Keadaan plasenta
a) Plasenta letak rendah
b) Plasena previa 3)
3) Keadaan jalan lahir
a) Kesempitan panggul
b) Deformitas tulang panggul
c) erdapat tumor menghalangi jalan lahir dan perputaran ke posisi
kepala.
b. Faktor Janin
1) Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat
2) Hirdosefalus atau anensefalus
3) Kehamilan kembar
4) Hirdramnion atau oligohidramnion
5) Prematuritas.
4. Prognosis
a. Bagi ibu Kemungkinan robekan pada perineum lebih besar, ketuban
pecah lebih cepat, partus lama, sehingga mudah terkena infeksi
b. Bagi bayi Prognosa tidak begitu baik, karena adanya gangguan peredaran
darah plasenta setelah bokong lahir dan setelah perut lahir, tali pusat
terjapit antara kepala dan panggul, sehingga bayi bisa mengalami asfiksia.
Oleh karena itu supaya janin hidup, kepala janin harus dilahirkan
dalam waktu maksimal delapan ( 8 ) menit sejak lahir sebatas pusat.
5. Konsep Penatalaksanaan Letak Sungsang
Pertolongan persalinan letak sungsang memerlukan perhatian karena
dapat menimbulkan komplikasi kesakitan, cacat permanen sampai kematian
bayi. Menghadapi kehamilan letak sungsang dapat diambil tindakan :
a. Saat kehamilan
1) Mengubah Posisi Sungsang dengan Bersujud
Cara termudah dan teraman untuk mengubah posisi janin sungsang
adalah dengan bersujud (knee chest position) secara rutin setiap hari
sebanyak 2 kali sehari, misalnya pagi dan sore, masing-masing selama
10 menit. Biasanya bayi akan berputar dan posisinya kembali normal,
yaitu kepala berada di bagian bawah rahim. Pada saat kontrol ulang/
periksa ulang , maka bidan atau dokter akan kembali melakukan
pemeriksaan palpasi untuk memeriksa posisi janin. Jika belum
berhasil, maka latihan diulangi dan dilanjutkan setiap hari. Latihan ini
hanya efektif bila dilakukan pada usia kehamilan kurang dari 37
minggu.
2) Cara Lain dengan Versi Luar
Merupakan upaya yang dilakukan dari luar untuk dapat mengubah
kedudukan janin menjadi kedudukan lebih menguntungkan dalam
persalinan pervaginam (memutar posisi janin dari luar). Untuk
melakukan versi luar ini diperlukan syarat, sehingga versi luar dapat
berhasil dengan baik, yaitu :
 Dilakukan pada primigravida dengan umur kehamilan 34 minggu,
multigravida dengan umur kehamilan 36
 Pada inpartu dilakukan sebelum pembukaan 4 cm
 Bagian terendah belum masuk atau masih dapat dikeluarkan dari
pintu atas panggul
 Bayi dapat dilahirkan pervaginam
 Ketuban masih positif utuh.
 Tidak ada komplikasi atau kontraindikasi ( IUGR, perdarahan,
bekas seksio, kelainan janin, kehamilan kembar, hipertensi)
b. Persalinan diselesaikan dengan :
1) Pertolongan persalinan pervaginam Pertolongan persalinan letak
sungsang pervaginam yang tidak sempat atau tidak berhasil dilakukan
versi luar adalah :
 Pertolongan fisiologis secara Brach
 Persalinan Brach berhasil bila berlangsung dalam satu kali his dan
mengejan, Sedangkan penolong membantu melakukan
hiperlordose. Bila persalinan dengan satu kali his dan mengejan
tidak berhasil, maka pertolongan Brach dianggap gagal, dan
dilanjutkan dengan ekstraksi (manual aid)
 Ekstraksi bokong partial
 Persalinan dengan ekstraksi bokong partial dimaksudkan bahwa: 
Persalinan bokong sampai umbilikus berlangsung dengan
kekuatan sendiri  Terjadi kemacetan persalinan badan dan kepala
 Dilakukan persalinan bantuan dengan jalan : secara klasik,
secara Muller dan Loevset.

 Pertolongan persalinan kepala


 Pertolongan persalinan kepala menurut Mauriceau-veit Smellie,
dilakukan bila terjadi kegagalan persalinan kepala.  Persalinan
kepala dengan ekstraksi forsep, dilakukan bila terjadi kegagalan
persalinan kepala dengan teknik Mauriceau viet Smellie
 Ekstraksi bokong totalis
Ekstraksi bokong total bila proses persalinan sungsang seluruhnya
dilakukan dengan kekuatan penolong sendiri.
2) Pertolongan persalinan dengan sektio sesarea
Memperhatikan pertolongan persalinan letak sungsang melalui jalan
vaginal, maka sebagian besar pertolongan persalinan sungsang
dilakukan dengan seksio sesarea
BAB III
PEMBAHASAN

A. Profil Kasus
Pasangan suami Khaidir dan Nova kehilangan bayi perempuannya secara
tragis. Di mana, anak keduanya itu meninggal dalam kondisi mengenaskan yakni
kepala terputus saat proses persalinan di Puskesmas Gajah Mada, Indragiri Hilir
(Inhil), Riau. Peristiwa menyedihkan itu terjadi di Puskesmas Gajah Mada pada
Jumat (26/8) lalu. Berikut sejumlah fakta atas peristiwa tersebut:
1. Nova Dilarikan ke Puskesmas Karena Mengalami Pecah Ketuban
Nova sendiri dilarikan ke puskesmas karena mengalami pecah air
ketuban. Setibanya di Puskesmas, Nova langsung ditangani tenaga kesehatan.
Namun tak disangka, bayi yang dilahirkan justru tidak utuh alias putus di
bagian kepala. Insiden itu sontak membuat Khaidir kaget. Nova pun akhirnya
dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Puri Husada untuk mendapat
penanganan medis.
Insiden itu kemudian membuat pasangan Khaidir dan Nova syok. Bahkan
pasangan itu tidak kuasa melihat bayinya lahir tanpa kepala. Khaidir saat
dikonfirmasi membenarkan insiden tersebut. Hanya saja ia belum ada
melaporkan kasus tersebut ke kepolisian. "Benar (soal insiden kepala bayinya
putus). Belum ada lapor," ujar Khaidir saat dimintai konfirmasi dari seluler,
Rabu (31/8/2022).
2. Tim Ahli Cari Tahu Penyebab Kepala Bayi Putus
Kepala Puskesmas Gajah Mada, Marlina mengatakan tim ahli sudah turun
untuk memastikan atas insiden persalinan tersebut. "Saya belum bisa cerita
banyak karena ini tim audit dan tim ahli sudah turun. Ya kita tunggu dari ahli
AMP atau audit maternal perinatal dulu selesai kerja," kata Marlina, ketika
dikonfirmasi, Rabu (31/8/2022).

3. Awalnya ke Puskesmas Hanya Ingin Ambil Rujukan


Khaidir, ayah dari bayi yang kepalanya putus saat lahiran datang ke
Puskesmas Gajah Mada untuk mengambil rujukan ke rumah sakit, bukan
untuk persalinan istrinya. "Waktu dibawa ke puskesmas itu ketuban sudah
pecah dari rumah. Jadi dari rumah juga ke puskesmas sekitar 15 menit, nah
suaminya minta ambulans untuk dibawa karena secara BPJS harus rujukan
dulu di Puskesmas kalau mau ke RSUD," kata pengacara keluarga Khaidir,
Hendri, Kamis (1/9/2022).
Setiba di puskesmas, pantat bayi ternyata sudah keluar. Hal itu membuat
tiga bidan di Puskesmas Gajah Mada langsung mengambil tindakan medis
mengeluarkan bayi tanpa dirujuk. "Di Puskesmas itu juga posisinya pantat si
bayi sudah keluar," jelasnya.
4. Bayi yang Kepalanya Putus Lahir Sungsang
Pengacara keluarga Khaidir, Hendri menjelaskan harusnya lahiran bayi
kliennya tidak bisa ditangani di Puskesmas. Sebab, bayi itu akan lahir secara
sungsang. "Di Puskesmas itu juga posisinya pantat si bayi sudah keluar.
Tetapi itu juga harusnya tidak boleh ditangani karena kapasitas Bu Bidan itu
bukan menangani bayi sungsang, bayi ini memang sungsang posisinya," kata
Hendri.
Hendri mengatakan jarak dari Puskesmas Gajah Mada ke RSUD Puri
Husada sekitar 3 km. Sehingga tak butuh waktu lama untuk bisa dirujuk dan
ditangani dokter spesialis. "Ada tiga bidan menangani. Makanya heran juga
kenapa ditangani, padahal Puskesmas ke RSUD itu sekitar 5 menit jalan kaki,
tidak sampai 3 km kalau itu dirujuk sebenarnya," kata Hendri.
"Mereka bilang ini panggilan kemanusiaan. Tapi saya bilang kondisi ini
salah, kalau ini keluar tanpa ada cacat ya tak masalah. Ini sampai bayinya
putus kepala," kata Hendri.
5. Anak Pasangan Khaidir dan Nova Sudah Alami Kelainan Medis
Hendri menambahkan bahwa anak dari Khaidir dan Nova yang lahir
dengan kondisi kepala terputus sudah mengalami masalah medis sejak awal
kandungan. Karena itu, menurut dia, proses persalinan harusnya ditangani
oleh dokter spesialis. "Bayi ini sungsang atau kategori lahir tidak normal, jadi
harus dokter spesialis," terang pengacara keluarga Khaidir,Hendri Irawan,
Kamis (1/9/2022).
Selain sungsang, bayi ternyata mengalami kelainan medis. Hal itu
diketahui sejak ada dalam kandungan dan hasil kontrol rutin di dokter
kandungan. "Bayi ini ada kelainan waktu diperiksa di dokter kandungan.
Alami hidrosefalus," kata Hendri.
6. Persalinan di Puskesmas Gajah Mada Diduga Malpraktik
Karena bayi di kandungan Nova mengalami masalah medis, Hendri
menyebut harusnya persalinan dilakukan oleh dokter spesiali. Dia pun
menuduh persalinan yang menyebabkan kepala bayi Nova dan Khaidir putus
sebagai tindakan malpraktik. Keluarga pun menduga ada tindakan yang salah
dilakukan tiga bidan di puskesmas itu. Hal itu dinilai sebagai malpraktik atau
kelalaian dalam standar profesional yang menyebabkan seseorang menderita
kerugian. "Kami menduga itu malpraktik. Ini karena seharusnya tak ditangani
bidan, harusnya ditangani dokter karena posisi sungsang," katanya.
7. Khaidir Saksikan Langsung Kepala Anaknya Putus
Hendri menceritakan kliennya berada di lokasi saat peristiwa itu terjadi.
Sehingga Khaidir menyaksikan langsung momen menyedihkan itu. "Kepala
bayi putus itu di puskesmas. Kalau kata Pak Khaidir darah itu mengucurlah di
puskesmas itu, beliau menyaksikan," katanya. Khaidir, kata Hendri, langsung
syok melihat peristiwa itu, apalagi ketika itu banyak darah yang mengucur.
Karena kepala bayinya masih tertinggal di dalam perut, maka Nova dirujuk ke
rumah sakit untuk mengeluarkan kepala bayi tersebut. "Setelah itu dibawa ke
RSUD untuk ditangani dokter spesialis," katanya.
8. Kasus Kepala Bayi Putus Saat Persalinan Berakhir Damai
Kasus ini pun berakhir damai. Meski pihak keluarga menduga ada
peristiwa malpraktik saat proses persalinan. Keputusan berdamai itu diambil
setelah pemeriksaan tentang insiden itu tuntas. "Hari ini kita sudah selesai
proses mediasi sama keluarga. Intinya niat kita menolong saat itu, semua
sudah kita jelaskan sama keluarga," kata Kepala Puskesmas (Kapus) Gajah
Mada Tembilahan, Marlina kepada detikSumut, Kamis (1/9/2022).
Marlina mengatakan semua prosedur dan penanganan sudah dilakukan
dengan baik.Marlina memastikan bidan yang ada pada waktu kejadian
berusaha menyelamatkan bayi dan sang ibu. "Kemarin itu intinya
penyelamatan, ya kita mau menolong karena sudah keluar," kata Marlina.
Marlina tak mau membahas panjang soal kronologi kejadian. Menurutnya
penyebab bayi putus saat persalinan sudah selesai dan tidak perlu
diperpanjang. "Sudah selesai semua. Tadi sudah mediasi di Puskesmas, polisi,
dinas semua hadir di Puskesmas, ini baru selesai malam," imbuh Marlina.
(detik.com)

B. Pembahasan
Etika punya arti yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang
pengguna yang berbeda dari istilah itu. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau
kajian formal tentang moralitas. Moralitas adalah ha-hal yang menyangkut moral,
dan moral adalah sistem tentang motivasi, perilaku dan perbuatan manusia yang
dianggap baik atau buruk. Peter Singer, filusf kontemporer dari Australia menilai
kata etika dan moralitas sama artinya, karena itu dalam buku-bukunya ia
menggunakan keduanya secara tertukar-tukar. Bagi sosiolog, etika adalah adat,
kebiasaan dan perilaku orang-orang dari lingkungan budaya tertentu. Bagi
praktisi profesional termasuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya etika berarti
kewajiban dan tanggung jawab memenuhi harapan (ekspekatasi) profesi dan
masyarakat, serta bertindak dengan cara-cara yang profesional, etika adalah salah
satu kaidah yang menjaga terjalinnya interaksi antara pemberi dan penerima jasa
profesi secara wajar, jujur, adil, profesional dan terhormat.
Bagi asosiasi profesi, etika adalah kesepakatan bersama dan pedoman
untuk diterapkan dan dipatuhi semua anggota asosiasi tentang apa yang dinilai
baik dan buruk dalam pelaksanaan dan pelayanan profesi itu. Malpraktek
meliputi pelanggaran kontrak ( breach of contract), perbuatan yang disengaja
(intentional tort), dan kelalaian (negligence). Kelalaian lebih mengarah pada
ketidaksengajaan (culpa), sembrono dan kurang teliti. Kelalaian bukanlah suatu
pelanggaran hukum atau kejahatan, selama tidak sampai membawa kerugian atau
cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya. Ini berdasarkan
prinsip hukum “de minimis noncurat lex”, hukum tidak mencampuri hal-hal yang
dianggap sepele.
Salah satu upaya untuk menghindarkan dari malpraktek adalah adanya
informed consent (persetujuan) untuk setiap tindakan dan pelayanan medis pada
pasien. Hal ini sangat perlu tidak hanya ntuk melindungi dari kesewenangan
tenaga kesehatan seperti dokter atau bidan, tetapi juga diperlukan untuk
melindungi tenaga kesehatan dari kesewenangan pasien yang melanggar batas-
batas hukum dan perundang-undangan malpraktek.
Dalam kasus diatas pasangan suami istri Khaidir dan Nova kehilangan bayi
perempuannya secara tragis. Di mana, anak keduanya itu meninggal dalam
kondisi mengenaskan yakni kepala terputus saat proses persalinan di Puskesmas
Gajah Mada, Indragiri Hilir (Inhil), Riau. Peristiwa menyedihkan itu terjadi di
Puskesmas Gajah Mada pada Jumat 26 Agustus 2022 lalu Berikut sejumlah fakta
dan pembahasan berdasarkan teori dan pengalaman saya di lapangan sebagai
bidan atas peristiwa tersebut:
1. Nova Dilarikan ke Puskesmas Karena Mengalami Pecah Ketuban
Nova sendiri dilarikan ke puskesmas karena mengalami pecah air
ketuban. Setibanya di Puskesmas, Nova langsung ditangani tenaga kesehatan.
Namun tak disangka, bayi yang dilahirkan justru tidak utuh alias putus di
bagian kepala. Insiden itu sontak membuat Khaidir kaget. Nova pun akhirnya
dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Puri Husada untuk mendapat
penanganan medis. Insiden itu kemudian membuat pasangan Khaidir dan
Nova syok. Bahkan pasangan itu tidak kuasa melihat bayinya lahir tanpa
kepala. Khaidir saat dikonfirmasi membenarkan insiden tersebut. Hanya saja
ia belum ada melaporkan kasus tersebut ke kepolisian. "Benar (soal insiden
kepala bayinya putus). Belum ada lapor," ujar Khaidir saat dimintai
konfirmasi dari seluler, Rabu (31/8/2022).

Pembahasan :
Menurut pendapat saya, langkah yang diambil pasangan suami istri
Khaidir dan Nova sudah tepat dengan membawa istrinya ke fasilitas kesehatan
saat istrinya mengalami pecah ketuban. Akan tetapi perlu digaris bawahi, jika
pasien dan keluarga sudah mengetahui kondisi bayi, bahwa bayi mengalami
kelainan medis dan letak sungsang saat dilakukan pemeriksaan hamil
sebelumnya, maka seharusnya perencanaan persalinan dilakukan di rumah
sakit. Pasangan tersebut memutuskan ke Puskesmas Gajah Mada, Indragiri
Hilir untuk memperoleh rujukan ke fasilitas kesehatan selanjutnya atau rumah
sakit, akan tetapi keadaan Ny nova saat datang ke puskesmas memerlukan
penanganan segera, maka bidan di Puskesmas tersebut harus melakukan
langkah atau tindakan segera yang terbaik yang dilakukan untuk mengatasi
keadaan Ny Nova yang sudah mengalami pecah ketuban saat datang ke
puskesmas. Dan pada saat Ny Nova datang ke Puskesmas, proses persalinan
harus segera dimulai karena pembukaan sudah lengkap dan pantat bayi sudah
terlihat. Tapi kenyataan yang terjadi diluar rencana tenaga kesehatan dalam
hal ini bidan, proses persalinan sangat tragis sampai kepala bayi Ny Nova
putus.
2. Tim Ahli Cari Tahu Penyebab Kepala Bayi Putus
Kepala Puskesmas Gajah Mada, Marlina mengatakan tim ahli sudah turun
untuk memastikan atas insiden persalinan tersebut. "Saya belum bisa cerita
banyak karena ini tim audit dan tim ahli sudah turun. Ya kita tunggu dari ahli
AMP atau audit maternal perinatal dulu selesai kerja," kata Marlina, ketika
dikonfirmasi, Rabu (31/8/2022).
Pembahasan :
Lima hari setelah kejadian bayi Ny Nova lahir sungsang dan kepala bayi
putus tim ahli AMP (Audit Maternal Perinatal) meninjau langsung ke
lapangan untuk menelusuri masalah tersebut. Audit Maternal Perinatal (AMP)
adalah suatu kegiatan yang menelusuri kembali sebab kesakitan dan kematian
ibu dan bayi dengan tujuan mencegah kesakitan dan kematian yang akan
datang serta dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian ibu dan
bayi. Untuk itu kepala Puskesmas Gajah mada Ibu Marlina belum dapat
menceritakan kronologis dan penyebab kepala bayi putus sampai tim AMP
selesai melakukan peneluauran atas kasus teresebu.
3. Awalnya ke Puskesmas Hanya Ingin Ambil Rujukan
Khaidir, ayah dari bayi yang kepalanya putus saat lahiran datang ke
Puskesmas Gajah Mada untuk mengambil rujukan ke rumah sakit, bukan
untuk persalinan istrinya. "Waktu dibawa ke puskesmas itu ketuban sudah
pecah dari rumah. Jadi dari rumah juga ke puskesmas sekitar 15 menit, nah
suaminya minta ambulans untuk dibawa karena secara BPJS harus rujukan
dulu di Puskesmas kalau mau ke RSUD," kata pengacara keluarga Khaidir,
Hendri, Kamis (1/9/2022).
Setiba di puskesmas, pantat bayi ternyata sudah keluar. Hal itu membuat
tiga bidan di Puskesmas Gajah Mada langsung mengambil tindakan medis
mengeluarkan bayi tanpa dirujuk. "Di Puskesmas itu juga posisinya pantat si
bayi sudah keluar," jelasnya.
Pembahasan :
Menurut pendapat saya, seharusnya Khaidir langsung membawa istrinya
Nova ke RSUD karena sudah mengetahui posisi bayi letak sungsang saat
pemeriksaan kehamilan, karena ketika persalinan dalam keadaan darurat tidak
perlu menggunakan rujukan untuk ke RSUD. Direktur Kepatuhan, Hukum
dan HAL BPJS Kesehatan Bayu Wahyudi mengatakan penjaminan persalinan
normal di faskes rujukan tingkat lanjutan (FKRTL) atau rumah sakit dapat
dilakukan sesuai indikasi medis berdasarkan rujukan dari faskes tingkat
pertama atau dalam kondisi gawat darurat. Yang dimaksud kondisi gawat
darurat persalinan misalnya perdarahan, kejang pada kehamilan, ketuban
pecah dini, gawat janin dan kondisi lain yang mengancam jiwa ibu dan
bayinya. Dalam kasus ini keadaan ibu sudah termasuk keadaan gawat darurat
yaitu ketuban pecah dini dengan letak sungsang.

4. Bayi yang Kepalanya Putus Lahir Sungsang


Pengacara keluarga Khaidir, Hendri menjelaskan harusnya lahiran bayi
kliennya tidak bisa ditangani di Puskesmas. Sebab, bayi itu akan lahir secara
sungsang. "Di Puskesmas itu juga posisinya pantat si bayi sudah keluar.
Tetapi itu juga harusnya tidak boleh ditangani karena kapasitas Bu Bidan itu
bukan menangani bayi sungsang, bayi ini memang sungsang posisinya," kata
Hendri.
Hendri mengatakan jarak dari Puskesmas Gajah Mada ke RSUD Puri
Husada sekitar 3 km. Sehingga tak butuh waktu lama untuk bisa dirujuk dan
ditangani dokter spesialis. "Ada tiga bidan menangani. Makanya heran juga
kenapa ditangani, padahal Puskesmas ke RSUD itu sekitar 5 menit jalan kaki,
tidak sampai 3 km kalau itu dirujuk sebenarnya," kata Hendri. "Mereka bilang
ini panggilan kemanusiaan. Tapi saya bilang kondisi ini salah, kalau ini keluar
tanpa ada cacat ya tak masalah. Ini sampai bayinya putus kepala," kata
Hendri.
Pembahasan :
Menurut pendapat saya, berdasarkan teori standar pelayanan kebidanan,
persalinan bisa ditolong oleh bidan jika benar-benar fisiologi. Bidan tidak
memiliki kewenangan menangani kondisi patologi, posisi bayi sungsang
termasuk keadaan patologi dan bukan wewenang bidan, kecuali ada kerja
sama dengan dokter kandungan saat proses persalinan sungsang berlangsung.
Sebelum proses melahirkan, ibu akan terlebih dahulu menjalani sejumlah
pemeriksaan kesehatan meliputi skrining awal di laboratorium yang juga
termasuk tes darah untuk mendeteksi hepatitis dan HIV, posisi bayi dalam
kandungan, dan kesehatan ibu guna memastikan apakah persalinan dapat
dilakukan di bidan, puskesmas atau harus dilakukan di Rumah Sakit.
Dalam keadaan darurat seperti kasus ini, bidan boleh menolong
persalinan sungsang demi menyelamatkan nyawa ibu dan bayi ketika tidak
memungkinkan lagi dibawa ketempat rujukan, karena dalam teori persalianan
sungsang , kepala janin harus dilahirkan dalam waktu maksimal delapan 8
menit sejak lahir sebatas pusat agar janin bertahan hidup. Pada kasus ini, jarak
dari Puskesmas Gajah Mada ke RSUD Puri Husada sekitar 3 km, tidak masuk
akal yang dibicarakan pngacara Hendri jika jalan kaki memerlukan waktu 5
menit, normalnya 1 km dibutuhkan waktu 16 menit bagi pejalan kaki dan
tidak masuk akal kondisi pasien dengan ketuban pecah dini dan pantat sudah
kelihatan (pembukaan lengkap) pasien dirujuk dengan jalan kaki, kalaupun
dirujuk menggunakan mobil akan memerlukan waktu >8 menit, untuk itu
langkah bidan dalam keadaan darurat untuk menolong persalinan tersebut
demi menyelamatkan nyawa ibu dan bayi adalah tindakan yang harus
dilakukan sesuai dengan kode etik kebidanan. Akan tetapi pada prosesnya
tidak sesuai dengan harapan, hal itu merupakan kelalaian yang sangat fatal
yang menyebabkan kehilangan nyawa bayi, untuk itu saya setuju perlu
dilakukan AMP (Audit Maternal Perinatal) pada kasus ini.
5. Anak Pasangan Khaidir dan Nova Sudah Alami Kelainan Medis
Hendri menambahkan bahwa anak dari Khaidir dan Nova yang lahir
dengan kondisi kepala terputus sudah mengalami masalah medis sejak awal
kandungan. Karena itu, menurut dia, proses persalinan harusnya ditangani
oleh dokter spesialis. "Bayi ini sungsang atau kategori lahir tidak normal, jadi
harus dokter spesialis," terang pengacara keluarga Khaidir Hendri Irawan,
Kamis (1/9/2022).
Selain sungsang, bayi ternyata mengalami kelainan medis. Hal itu
diketahui sejak ada dalam kandungan dan hasil kontrol rutin di dokter
kandungan. "Bayi ini ada kelainan waktu diperiksa di dokter kandungan.
Alami hidrosefalus," kata Hendri.
Pembahasan :
Seharusnya jika dari awal pasien dan keluarga sudah mengetahui bahwa
hasil saat pemeriksaan kehamilan bayi, bayi mengalami kelainan medis
hidrosefalus dan letak sungsang, keluarga sudah mempersiapkan proses
persalinannya dilakukan di rumah sakit, ketika pasien mengalami ketuban
pecah dini, saharusnya pasien langsung dibawa ke rumah sakit tidak ke
Puskesmas Gajah Mada terlebih dahulu karena itu salah satu keterlambatan
penanganan pada kasus hidrosefalus dengan letak sungsang. Ini disebabkan
karena ketidaktahuan pasien dan keluarga atau kurangnya informasi dari
tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan pertama bahwa dalam keadaan darurat
pasien tidak membutuhkan rujukan untuk ke fasilitas kesehatan lanjutan atau
rumah sakit.
Dalam teori mengatakan hidrosefalus dapat membuat kepala bayi menjadi
membesar, sehingga akan sulit untuk dapat melewati jalan lahir (vagina),
sehingga umumnya dokter akan menyarankan persalinan melalui prosedur
operasi caesar demi keselamatan bayi dan ibu. Selain itu, hidrosefalus juga
dapat menimbulkan gejala-gejala distres/gawat janin (misalnya gerak janin
berkurang, denyut jantung janin meningkat, hasil pemeriksaan NST/Non-
Stress Test yang menunjukan abnormalitas, kadar cairan ketuban yang
abnormal, dsb) sehingga memajukan waktu persalinan mungkin diperlukan.
Pada kasus ini, ketika Ny Nova datang ke Puskesmas dengan ketuban
pecah dini disertai pembukaan lengkap, maka bidan tidak ada pilihan lain
untuk membantu proses persalinannya, dan ketika badan bayi sudah keluar,
kepala bayi masih tertahan didalam karena pada bayi dengan hidrosefalus
kepalanya lebih besar dari bayi normal sehingga sulit untuk melewati jalan
lahir (vagina) ibu, akibatnya pada kasus ini kepala bayi putus.
6. Persalinan di Puskesmas Gajah Mada Diduga Malpraktik
Karena bayi di kandungan Nova mengalami masalah medis, Hendri
menyebut harusnya persalinan dilakukan oleh dokter spesialis. Dia pun
menuduh persalinan yang menyebabkan kepala bayi Nova dan Khaidir putus
sebagai tindakan malpraktik. Keluarga pun menduga ada tindakan yang salah
dilakukan tiga bidan di puskesmas itu. Hal itu dinilai sebagai malpraktik atau
kelalaian dalam standar profesional yang menyebabkan seseorang menderita
kerugian. "Kami menduga itu malpraktik. Ini karena seharusnya tak ditangani
bidan, harusnya ditangani dokter karena posisi sungsang," katanya.
Pembahasan :
Menurut pendapat saya dari kasus ini, di satu sisi tujuan bidan ingin
segera menyelamatkan nyawa ibu dan bayi, akan tetapi ini bentuk kelalaian
bidan yang menyebabkan seseorang mengalami kerugian atau disebut
malpraktek. Secara istilah malpraktek adalah kelalaian dari seseorang dokter
atau tenaga keperawatan (perawat dan bidan) untuk mempergunakan tingkat
kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang
lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama. Jadi kemungkinan ada tekhnik persalinan sungsang
yang tidak sesuai dengan teori atau karena memang keadaan derajat keparahan
hidrosefalus yang diderita bayi sehingga kepala bayi sulit melewati jalan lahir
(vagina ibu).
7. Khaidir Saksikan Langsung Kepala Anaknya Putus
Hendri menceritakan kliennya berada di lokasi saat peristiwa itu terjadi.
Sehingga Khaidir menyaksikan langsung momen menyedihkan itu. "Kepala
bayi putus itu di puskesmas. Kalau kata Pak Khaidir darah itu mengucurlah di
puskesmas itu, beliau menyaksikan," katanya. Khaidir, kata Hendri, langsung
syok melihat peristiwa itu, apalagi ketika itu banyak darah yang mengucur.
Karena kepala bayinya masih tertinggal di dalam perut, maka Nova dirujuk ke
rumah sakit untuk mengeluarkan kepala bayi tersebut. "Setelah itu dibawa ke
RSUD untuk ditangani dokter spesialis," katanya.
Pembahasan :
Kejadian putusnya kepala bayi langsung disaksikan oleh Khaidir, ayah
dari bayi tersebut. Ini merupakan hal terburuk sepanjang hidupnya,
menyaksikan langsung kejadian tersebut. Karena kepala bayi masih tertinggal
didalam perut, Ny Nova harus segera dirujuk ke rumah sakit untuk
mendapatkan penanganan lebih lanjut yaitu mengeluarkan kepala bayi dan
proses kelahirna plasenta dan seterusnya.
8. Kasus Kepala Bayi Putus Saat Persalinan Berakhir Damai
Kasus ini pun berakhir damai. Meski pihak keluarga menduga ada
peristiwa malpraktik saat proses persalinan. Keputusan berdamai itu diambil
setelah pemeriksaan tentang insiden itu tuntas. "Hari ini kita sudah selesai
proses mediasi sama keluarga. Intinya niat kita menolong saat itu, semua
sudah kita jelaskan sama keluarga," kata Kepala Puskesmas (Kapus) Gajah
Mada Tembilahan, Marlina kepada detik Sumut, Kamis (1/9/2022).
Marlina mengatakan semua prosedur dan penanganan sudah dilakukan
dengan baik. Marlina memastikan bidan yang ada pada waktu kejadian
berusaha menyelamatkan bayi dan sang ibu. "Kemarin itu intinya
penyelamatan, ya kita mau menolong karena sudah keluar," kata Marlina.
Marlina tak mau membahas panjang soal kronologi kejadian. Menurutnya
penyebab bayi putus saat persalinan sudah selesai dan tidak perlu
diperpanjang. "Sudah selesai semua. Tadi sudah mediasi di Puskesmas, polisi,
dinas semua hadir di Puskesmas, ini baru selesai malam," imbuh Marlina.
(detik.com)
Pembahasan :
Setelah tepat satu minggu dari kejadian kasus tersebut, pada tanggal 1
September 2022 keluarga memutuskan untuk berdamai, tentu saja ini
didasarkan hasil pemeriksaan tentang insiden ini oleh AMP dan hasil mediasi
antara pasien dan keluarganya, 3 bidan yang membantu proses persalinan dan
pihak-pihak terkait dalam peristiwa ini seperti kepala dinas, polisi dll. Kepala
Puskesmas Gajah Mada Ibu Marlina menegaskan bahwa niat dari bidan yang
bertugas pada saat itu di Puskesmas Gajah Mada adalah ingin menolong dan
menyelamatkan segera nyawa ibu beserta bayinya karena sudah pembukaan
lengkap dan pantat sudah terlihat didepan jalan lahir ibu (vagina), serta
menurut Ibu Marlina prosedur dan penangana pada kasus tersebut sudah
dilakukan dengan baik dan sesuai SOP, hanya saja karena adanya faktor
kelainan pada bayi, persalinan menajdi sulit dan kepala bayi putus.
Selanjutnya apabila bidan dituduh telah melakukan kealpaan sehingga
mengakibatkan pasien meninggal dunia, menderita luka, maka yang harus
dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan
sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga. Dalam
kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan
dengan dua cara yakni :

1. Cara langsung
Kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni :
a. Duty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian bidan dengan pasien, bidan haruslah bertindak
berdasarkan
a) Adanya indikasi medis
b) Bertindak secara hati-hati dan teliti
c) Bekerja sesuai standar profesi
d) Sudah ada informed consent.
b. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)
Jika seorang bidan melakukan pekerjaan menyimpang dari apa yang
seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut
standard profesinya, maka bidan tersebut dapat dipersalahkan.
c. Direct Causation (penyebab langsung)
d. Damage (kerugian)
Bidan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal
(langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage)yang diderita
oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya., dan
hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome) negatif tidak
dapat sebagai dasar menyalahkan bidan. Sebagai adagium dalam ilmu
pengetahuan hukum, maka pembuktiannya adanya kesalahan
dibebankan/harus diberikan oleh si penggugat (pasien).
2. Cara tidak langsung
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi
pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai
hasil layanan (doktrin res ipsa loquitur). Doktrin res ipsa loquitur dapat
diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:
a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila bidan tidak lalai
b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab bidan
c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain
tidak ada contributory negligence.
Tidak setiap upaya kesehatan selalu dapat memberikan kepuasan
kepada pasien baik berupa kecacatan atau bahkan kematian. Malapetaka
seperti ini tidak mungkin dapat dihindari sama sekali. Yang perlu dikaji
apakah malapetaka tersebut merupakan akibat kesalahan bidan atau
merupakan resiko tindakan, untuk selanjutnya siapa yang harus bertanggung
gugat apabila kerugian tersebut merupakan akibat kelalaian bidan. Di dalam
transaksi teraputik ada beberapa macam tanggung gugat, antara lain:
a. Contractual liability
Tanggung gugat ini timbul sebagai akibat tidak dipenuhinya
kewajiban dari hubungan kontraktual yang sudah disepakati. Di
lapangan kewajiban yang harus dilaksanakan adalah daya upaya
maksimal, bukan keberhasilan, karena health care provider baik tenaga
kesehatan maupun rumah sakit hanya bertanggung jawab atas pelayanan
kesehatan yang tidak sesuai standar profesi/standar pelayanan.
b. Vicarius liability
Vicarius liability atau respondeat superior ialah tanggung gugat yang
timbul atas kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang ada dalam
tanggung jawabnya (sub ordinate), misalnya rumah sakit akan
bertanggung gugat atas kerugian pasien yang diakibatkan kelalaian
bidan sebagai karyawannya.
c. Liability in tort
Liability in tort adalah tanggung gugat atas perbuatan melawan
hukum (onrechtmatige daad). Perbuatan melawan hukum tidak terbatas
hanya perbuatan yang melawan hukum, kewajiban hukum baik terhadap
diri sendiri maupun terhadap orang lain, akan tetapi termasuk juga yang
berlawanan dengan kesusilaan atau berlawanan dengan ketelitian yang
patut dilakukan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda
orang lain (Hogeraad 31 Januari 1919).
Untuk itu kita sebagai bidan, dalam melakukan tindakan medis kita
seharusnya lebih berhati-hati karena yang kita hadapi adalah Manusia.
Apabila kita tidak mampu atau tidak sanggup untuk melakukan tindakan
tersebut, maka kita harus meminta bantuan/atau merujuk ke rumah sakit
terdekat. Dengan kejadian kasus di atas, kita sudah melakukan
malpraktek karena sudah mencederai pasien dan mau tidak mau kita
harus berurusan dengan Hukum. Kita Sebagai seorang bidan sudah
selayaknya bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip legal dan etis
kebidanan serta sesuai dengan kode etik dan kewenangan bidan dalam
memberikan pelayanan untuk menciptakan keamanan serta terwujudnya
pelayanan kesehatan yang baik dan benar. Dan juga bertindak harus
sesuai dengan hukum dan norma yang berlaku di masyarakat.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Atas dasar beberapa uraian yang telah disebutkan di atas dapat diambil
suatu kesimpulan sehubungan dengan masalah malapraktek bidan, adalah sebagai
berikut kasus malapraktek merupakan suatu kasus yang menarik, yang sering
dialami oleh masyarakat, dan yang sekaligus merupakan manifestasi dari
kemajuan teknologi kesehatan dengan berbagai peralatannya yang canggih.
Sementara itu dengan semakin banyaknya kasus malapraktek yang disidangkan
di pengadilan dan bermunculannya berita-berita tentang malapraktek bidan di
media massa karena kegagalannya dalam berpraktek sehingga mengakibatkan
cidera-nya atau meninggalkan pasien, menunjukkan bahwa tingkat kesadaran
hukum masyarakat mulai meningkat, sehingga perpaduan antara kedua hal
tersebut di atas akan menimbulkan suatu perbenturan atau sengketa.
Sedangkan altematif untuk menyelesaikan sengketa itu sendiri, untuk
sementara waktu ini belum memadai, sehingga kasus-kasus malapraktek
dijuimpai kandas di pemeriksaan sidang pengadilan. Oleh sebab sangat
diperlukan adanya suatu pemikiran-pemikiran yang jernih dari para arsitek
hukum untuk mene-mukan altematif apa yang dapat dipakai dalam menghadapi
kasus-kasus malapraktek tersebut, sebab kasus ini sangat banyak berkaitan
dengan kepentingan masyarakat, khususnya bagi yang merasa dirugikannya.

B. Saran
Dalam melakukan tindakan medis kita seharusnya lebih berhati-hati karena
yang kita hadapi adalah manusia. Apabila kita tidak mampu atau tidak sanggup untuk
melakukan tindakan tersebut, maka kita harus meminta bantuan/atau merujuk ke
rumah sakit terdekat. Kalau sudah begini jadinya, kita sudah melakukan malpraktek
karena sudah mencederai pasien dan mau tidak mau kita harus berurusan dengan
hukum.
Kita Sebagai seorang bidan sudah selayaknya bertindak sesuai dengan prinsip-
prinsip legal dan etis kebidanan untuk menciptakan keamanan serta terwujudnya
pelayanan kesehatan yang baik dan benar. Dan juga harus sesuai dengan hukum dan
norma yang berlaku di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Ameln,F., 1991, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya, Jakarta.


Dahlan, S., 2002, Hukum Kesehatan, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang.
Detik Sumut. 2022. 8 Fakta Kepala Bayi Putus Saat Persalinan di Puskesmas Inhil
Riau. https://www.detik.com/sumut/berita/d-6268553/8-fakta-kepala-bayi-putus-
saat-persalinan-di-puskesmas-inhil-riau.
Guwandi, J., 1993, Malpraktek Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta.
Humas. 2018. BPJS Kesehatan Dorong Mutu Layanan Persalinan Peserta JKN-KIS.
https://bpjs-kesehatan.go.id/BPJS/index.php/post/read/2018/772/BPJS-
Kesehatan-Dorong-Mutu-Layanan-Persalinan-Peserta-JKN-KIS
Mariyanti, Ninik, 1988, Malpraktek Kedokteran, Bina Aksara, Jakarta.
http://bidankita.com/?p=210

Anda mungkin juga menyukai