Anda di halaman 1dari 13

Pelanggaran

hukum
kelompok 3 :
1. Auliya abdilah
2. Amelia sagita
3. Desvia fitry aningsih
4. Hana maharani
5. Mia amelia
6. Mufida hardiyanti astuti
7. Rahayu febrianti
8. Rachamd dzakir alfian
9. Rizki amelia
10. Tamara contessa pujianti
Kasus
Mudjati, pegawai Puskesmas Peneleh Surabaya yang menjadi terdakwa kasus aborsi ilegal
terancam hukuman penjara 5,5 tahun. Mudjati yang dalam kasus ini didakwa membantu dr
Suliantoro Halim (terdakwa lain) melakukan aborsi janin dijerat Pasal 348 (1) KUHP Jo
Pasal 56 ke 1 KUHP jo Pasal 65 (1) KUHP. Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut
Umum (JPU) Mulyono SH, terungkap bahwa tindakan yang dilakukan Mudjiati telah
menyalahi praktek kesehatan Pasal 15 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Kesehatan.Menurut
Mulyono, praktek aborsi itu dilakukan terhadap tiga pasien, yakni Ade Tin Suertini,
Indriwati Winoto dan Yuni Kristanti. Aborsi terhadap Tin terjadi pada 16 Juni 2007 pukul
17.00 WIB sampai dengan 19.30 WIB di lokasi praktek dr Halim, JI Kapasari Nomor 4
Surabaya. Dalam praktek ini, dr Halim meminta pasien membayar Rp 2 juta, namun oleh
Tin baru dibayar Rp 100 ribuPeranan Mudjiati dalam kasus ini adalah membantu
memersiapkan peralatan untuk operasi aborsi dengan cara suction (dihisap) menggunakan
alat spet 50 cc. & ldquo; Adanya aborsi ini diperkuat dengan visum et repertum Nomor
171/VI/2007 atas nama Ade dari RS Bhayangkara Samsoeri Mertojoso," kata Mulyono.
St19 “
Pengertian hukum keperawatan
Tenaga kesehatan yang dominan di
Indonesia adalah profesi perawat.
Kepmenkes RI No.1239 Tahun 2001 tentang
Registrasi dan Praktik Perawat, disebutkan Hukum dalam Keperawatan
bahwa perawat adalah “Seseorang yang telah hukum keperawatan adalah Segala
lulus pendidikan tinggi keperawatan, baik di peraturan perundang-undangan yang
dalam maupun di luar
mengatur tentang asuhan keperawatan
negeri yang diakui oleh pemerintah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang - terhadap kelien dalam aspek hukum
undangan”. Tenaga keperawatan yang perdata, hukum pidana dan hukum
melakukan tindakan keperawatan harus administarasi sebagai bagian dari
sesuai hukum kesehatan.
dengan kompetensi perawat yang sudah
ditetapkan dan diperoleh selama proses
pendidikan
Fungsi hukum bagi keperawatan

01 03
Hukum memberikan kerangka untuk Membantu menentukan batas-batas
menentukan tindakan keperawatan kewenangan tindakan keperawatan
mana yang sesuai dengan hukum. mandiri.

02 04
Membantu dalam mempertahankan
Membedakan tanggung jawab perawat
standar pratik keperawatan dengan
dengan tanggung jawab profesi lain.
menyatakan posisi perawat memiliki
akuntabilitas di bawah hukum. (Kozier
& Erb, 1990).`
peran dan fungsi perawat
1) Perawat Sebagai Tenaga Kesehatan
a) Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 disebutkan bahwa
“Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan,
sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang
dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
b) Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa
“Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk
jenis tertentumemerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan
c) Kewenangan Perawat dalam menjalankan tugas dan profesinya secara prinsip diatur dalam
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1293/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik
Perawat. Keputusan Menteri ini sebagai peraturan tekhnis yang diamanatkan UU Kesehatan Tahun
1992 dan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 tersebut dijabarkan bahwa perawat
merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki kewenangan dan fungsi khusus yang
berbeda dengan tenaga kesehatan lain.
2) Perawat dalam Melaksanakan Kewajiban dan Hak Berdasarkan Peraturan
Perundang – undangan
-Dalam Undang-Undang No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
-Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
-Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. HK.02.02/Menkes/148/I/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Perawat
3) Hukum Perawat dalam Pelanggaran Etik Keperawatan.
Di dalam Buku Standar Kode Etik Keperawatan, disebutkan beberapa jenis pelanggaran etik
keperawatan, antara lain:
1. Pelanggaran ringan, meliputi :
(a) melalaikan tugas;
(b) berperilaku tidak menyenangkan penderita atau keluarga;
(c) tidak bersikap sopan saat berada dalam ruang perawatan;
(d) tidak berpenampilan rapi;
(e) menjawab telepon tanpa menyebutkan identitas; dan
(f) berbicara kasar dan mendiskreditkan teman sejawat dihadapan umum/forum.
2. Pelanggaran sedang, meliputi :
(a) meminta imbalan berupa uang atau barang kepada pasien atau keluarganya
untuk kepentingan pribadi atau kelompok;
(b) memukul pasien dengan sengaja;
(c) bagi perawat yang sudah menikah dilarang menjalin cinta dengan pasien dan
keluarganya, suami atau teman sejawat.
d) menyalahgunakan uang perawatan atau pengobatan pasien untuk kepentingan
pribadi atau kelompok;
(e) merokok dan berjudi di lingkungan rumah sakit saat memakai seragam perawat;
(f) menceritakan aib teman seprofesi atau menjelekkan profesi perawat dihadapan
profesi lain; dan
(g) melakukan pelanggaran etik ringan (minimal 3 kali).
3. Pelanggaran berat, meliputi :
(a) melakukan tindakan keperawatan tanpa mengikuti prosedur sehingga penderitaan
pasien bertambah parah bahkan meninggal;
(b) salah emmberikan obat sehingga berakibat fatal bagi pasien;
(c) membiarkan pasien dalam keadaan sakit parah atau sakratul maut tanpa memberikan
pertolongan;
(d) berjudi atau meminum minuman beralkohol sampai mabuk diruangan perawatan;
(e) menodai kehormatan pasien;
(f) memukul atau berbuat kekerasan pada pasien dengan sengaja sampai terjadi cacat
fisik;
(g) menyalahgunakan obat pasien untuk kepentingan pribadi atau kelompok
(h) menjelekkan dan/atau membuat cerita hoax mengenai profesi keperawatan pada
profesi lain dalam forum, media cetak, maupun media online yang mengakibatkan adanya
tuntutan hukum.
Sedangkan sanksi untuk pelanggaran etik keperawatan terbagi
atas :
1. Sanksi pelanggaran ringan, yaitu dengan :
(a) Berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi; dan
(b) Meminta maaf terhadap pihak yang dirugikan.
2. Sanksi pelanggaran sedang, yaitu dengan :
(a) Harus mengembalikan barang atau uang yang diminta
kepada pasien atau keluarganya; (b) Meminta maaf terhadap
pihak yang dirugikan; dan
(c) Membuat surat pernyataan diatas kertas segel bermaterai
tidak akan mengulanginya lagi.
3. Sanksi pelanggaran berat, yaitu dengan :
(a) Harus meminta maaf terhadap pihak yang dirugikan;
(b) Membuat surat pernyataan diatas kertas segel bermaterai
tidak akan mengulanginya lagi;
(c) Dilaporkan kepada pihak kepolisian; dan (d) diberhentikan
dari kedinasan dengan tidak hormat.
(Maryam, 2016)
DILEMA, ETIK, DISIPLIN DAN HUKUM

Dilema etika (benar vs benar) adalah


situasi yang terjadi ketika seseorang
harus memilih antara dua pilihan dimana
kedua pilihan secara moral benar tetapi
bertentangan. Hukum adalah peraturan-peraturan yang
Disiplin adalah ketaatan (kepatuhan) bersifat memaksa, yang menentukan
kepada peraturan (tata tertib dan tingkah laku manusia dalam lingkungan
sebagainya). masyarakat yang dibuat oleh badan-badan
Dalam pengertian disiplin tersebut, ada 2 resmi yang berwajib, pelanggaran mana
kata kunci utama yakni taat (patuh) dan terhadap peraturan-peraturan tadi
aturan berakibatkan
(tata tertib) diambilnya tindakan, yaitu dengan
hukuman tertentu.
ANALISIS KASUS

Beneficence ( BERBUAT BAIK )


Menurut Ascension Health (2011) prinsip beneficence adalah prinsip yg pertama
dalam prinsip moral yaitu melakukan kebaikan dan mencegah atau menghilangkan
kejahatan atau bahaya. Dalam kasus ini perawat yang ikut serta dalam pelaksanaan
aborsi sudah jelas bahwa perawat tersebut telah melanggar prinsip beneficence yaitu
tidak mencegah dokter maupun pasien untuk melakukan aborsi Aborsi ilegal
merupakan tindakan pidana, dan secara langsung perawat tersebut membantu
dalam kejahatan dan dapat membahayakan pasien karena Willke (2011) menyatakan
bahwa aborsi dapat menyebabkan kematian karena infeksi, perdarahan dan
perforasi uterus karena alat alat yang digunakan untuk tindakan aborsi.
Maleficence (MERUGIKAN)
Pada prinsip moral yang menjadi landasan untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat salah satunya ialah Non-Malficence. Prinsip ini di artikan bahwa tenaga
medis tidak boleh menimbulkan bahaya secara fisik maupun psikologis kepada klien.
Dalam kasus ini perawat ikut serta dalam pelaksanaan aborsi yang dapat
membahayakan klien
KONSEKUENSI TINDAKAN ABORSI

1 2
Tindakan aborsi tersebut melanggar Tindakan yang Perawat Mudjiati lakukan
hukum pasal 346 KUHP. "Seorang Wanita melanggar Kepmenkes RI
yang sengaja menggugurkan atau No.1239/Menkes/SK/XI/2001
mematikan kandungannya
ataumenyuruh orang lain

3
Pasal 16 melakukan praktik keperawatan tidak
sesuai dengan kewajiban perawat yaitu
tidak memberikan informasi kepada klien.
Pasal 17 praktik keperawatan tidak sesuai dengan kewenangan,
pendidikan, dan pengalaman.

1. Perawat yang melanggar ketentuan 2. Penetapan pelanggaran sebagaimana


praktik keperawatan dikenakan sanksi dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas motif
administratif sebagai berikut:-untuk pelanggaran serta situsi setempat.Tindakan
pelanggaran ringan, pencabutan izin yang Perawat Mudjiati lakukan juga
selama-lamanya 3 (tiga) bulan.-untuk menyalahi praktek kesehatan Pasal 15 ayat
pelanggaran sedang pencabutan izin (1) dan (2) Undang-Undang Kesehatan
selama-lamanya 6 (enam) bukan.-untuk mengenai tindakan aborsi atas indikasi
pelanggaran berat, pencabutan izin medis
selama-lamanya 1 (satu) tahun.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai