Anda di halaman 1dari 12

KODE ETIK KEBIDANAN DALAM

KASUS LETAK SUNGSANG.

STIKES MUHAMMADIYAH PALEMBANG


TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akhir-akhir ini sering kita menemukan dalam pemberitaan media massa adanya
peningkatan dugaan kasus malpraktek dan kelalaian medik di Indonesia, terutama
yang berkenaan dengan kesalahan diagnosis bidan yang berdampak buruk terhadap
pasiennya. Media massa marak memberitahukan tentang kasus gugatan/ tuntutan
hukum (perdata dan/ atau pidana) kepada bidan, dokter dan tenaga medis lain,
dan/ atau manajemen rumah sakit yang diajukan masyarakat konsumen jasa medis
yang menjadi korban dari tindakan malpraktik (malpractice) atau kelalaian medis.
Kasus tindak pidana malpraktik merupakan kasus yang sangat sering terjadi di
Indonesia. Dalam beberapa decade terakhir ini istilah malpraktik cukup terkenal dan
banyak dibicarakan masyarakat umum khusunya malpraktik kebidanan antara bidan
dan pasien. Melihat fenomena di atas, maka kami melalui makalah ini akan
membahas tentang salah satu kasus malpraktik dengan kejadian letak sungsang
(presentasi bokong).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dirumuskan masalahnya
adalah Bagaimana Gambaran Malpraktik Terkait dengan Kode Etik Kebidanan dalam
Kasus Letak Sungsang.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
1.3.2 Tujuan Khusus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etika dan Kode Etik Kebidanan
Kode Etik adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap profesi di dalam
melaksanakan tugas profesinya dan di dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut
berisi petunjuk-petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka harus menjalankan
profesinya dan larang-larangan yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang boleh dan tidak
boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh anggota profesi, tidak saja dalam melaksanakan tugas
profesinya,melainkan juga menyangkut tingkah laku pada umumnya dalam pergaulan sehari-
hari di dalam masyarakat.
2.2 Standar dan Mutu Pelayanan Kebidanan
2.2.1 Standar Pelayanan Kebidanan
Standar profesi tenaga kesehatan adalah pedoman yang harus digunakan oleh tenaga
kesehatan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesinya secara baik ( UU Kesehatan RI
NO.36 tahumn 2009 ).
2.2.2 Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu pelayanan Kesehatan adalah tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan dengan berlandaskan pada dua aspek.
2.2.3 Alasan Pentingnya Mutu Dalam Pelayanan Kesehatan
Alasan pentingnya mutu dalam pelayanan kesehatan : mutu adalah hak setiap orang, dengan
mutu membantu pasien mencapai hasil yang optimal, dan dengan mutu dapat membantu
melindungi tenaga kesehatan (bidan) dari hal-hal yang tidak diinginkan.
2.3 Malpraktik
2.3.1 Pengertian Malpraktik
Difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seseorang
dokter atau bidan untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu
pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan
terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama
(Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
2.3.2 Jenis-Jenis Malpraktek
1. Criminal malpractice
2. Civil malpractice
3. Administrative malpractice
2.4 Sanksi Hukum
Pasal 35, berbunyi :
Bidan dalam melakukan praktik dilarang :
1. Menjalankan praktik apabila tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum
dalam izin praktik
2. Melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi.
3. Bagi bidan yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau
menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan
dikecualikan dari larangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 butir a.

Pasal 36, berbunyi :


Kepala dinas kesehatan kabupaten / kota dapat memberikan peringatan lisan
atau tertulis kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap keputusan ini.
Peringatan lisan atau tertulis sebagiaman dimaksud pada ayat 1 diberikan paling
banyak 3 kali dan apabila peringatan tersebut tidak diindahkan kepala dinas
kesehatan kabupaten / kota dapat mencabut SIPB bidan yang bersangkutan.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kelalaian yang
mengakibatkan celaka atau bahkan hilangnya nyawa orang lain ditur dalam
pasal 359 yang berbunyi:
Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu
tahun".
Sedangkan kelalaian yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa
seseorang dapat diancam dengan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi :
Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orag lain mendapat luka-luka
berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan
paling lama satu tahun. Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan
orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan
menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembian bulan atau kurungan
paling lama enam bulan atau denda paling tinngi tiga ratus juta rupiah .

BAB III
TINJAUAN KASUS
MASALAH KESENJANGAN ANTARA BIDAN DAN PASIEN

3.1 Tinjauan Kasus


Di sebuah desa, ada seorang bidan yang sudah membuka praktek kurang lebih
selama satu tahun. Pada suatu hari datang seorang klien bernama Ny A usia
kehamilan 38 minggu dengan keluhan perutnya terasa kenceng kenceng sejak 5 jam
yang lalu. Setelah dilakukan VT, didapatkan hasil pembukaan 3 dan ternyata janin
dalam keadaan letak sungsang. Oleh karena itu bidan menyarankan agar di Rujuk ke
Rumah Sakit untuk melahirkan secara operasi SC. Namun keluarga klien terutama
suami menolak untuk di Rujuk dengan alasan tidak punya biaya untuk membayar
operasi. Tapi bidan tersebut berusaha untuk memberi penjelasan bahwa tujuan di
Rujuk demi keselamatan janin dan juga ibunya namun jika tetap tidak mau dirujuk
akan sangat membahayakan janin maupun ibunya. Tapi keluarga bersikeras agar
bidan mau menolong persalinan tersebut. Sebenarnya, dalam hal ini bidan tidak
yakin bisa berhasil menolong persalinan dengan keadaan letak sungsang seperti ini
karena pengalaman bidan dalam hal ini masih belum begitu mendalam. Selain itu
juga dengan di Rujuk agar persalinan berjalan dengan lancar dan bukan kewenangan
bidan untuk menolong persalinan dalam keadaan letak sungsang seperti ini. Karena
keluarga tetap memaksa, akhirnya bidan pun menuruti kemauan klien serta keluarga
untuk menolong persalinan tersebut. Persalinan berjalan sangat lama karena kepala
janin tidak bisa keluar. Setelah bayi lahir ternyata bayi sudah meninggal. Dalam hal ini
keluarga menyalahkan bidan bahwa bidan tidak bisa bekerja secara profesional dan
dalam masyarakatpun juga tersebar bahwa bidan tersebut dalam melakukan
tindakan sangat lambat dan tidak sesuai prosedur.
3.2 Pemecahan Masalah
Bagi keluarga korban yang akan melakukan tuntutan terhadap tenaga bidan sebagai
terdakwa yang telah melakukan ciminal malpractice, harusnya dapat membuktikan
apakah perbuatan tenaga bidan tersebut telah memenuhi unsur tidak pidana yakni :
Apakah perbuatan (positif act atau negatif act) merupakan perbuatan yang
tercela. Berdasarkan kasus di atas, bidan hanya berniat untuk menolong, namun
pada pertolongan kasus ini bukanlah kewenangan bidan, melainkan kewenangan
dokter obgyn.
Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin (mens rea) yang salah
(sengaja, ceroboh atau adanya kealpaan). Berdasarkan kasus di atas masih
kurang jelas apakah pada kasus tersebut ada unsur sengaja atau tidak sengaja.
Jadi bidan tersebut hendaknya menjelaskan pada proses keadilan tentang hal
sebenarnya. Selanjutnya apabila keluarga menuduh bidan tersebut telah
melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia, maka
yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang
dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang
praduga.
Dalam kasus atau gugatan adanya criminal malpractice yang bersifat negligence
(lalai) pembuktianya dapat dilakukan dengan :
Cara langsung : Membuktikan adanya kelalaian memakai tolak ukur adanya 4D
yakni :
Duty (kewajiban) : Dalam hubungan perjanjian bidan dengan pasien Ny. A,
bidan haruslah bertindak berdasarkan adanya indikasi medis, bertindak secara
hati-hati dan teliti, bekerja sesuai standar profesi, sudah ada informed consent.
Berdasarkan point point di atas penggugat harus mengkaji lebih lanjut untuk
didapatkan bukti yang jelas apakah bidan telah memenuhi tindakan yang
seharusnya dilakukan oleh seorang bidan atau tidak.
Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)
Jika seorang tenaga bidan melakukan asuhan kebidanan menyimpang dari apa yang
seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard
profesinya, maka tenaga bidan tersebut dapat dipersalahkan. Dalam kasus diatas
bidan telah memenuhi point ini, menolong persalinan sungsang bukanlah
kewenangan dari bidan sehingga melalui point ini bidan dapat
dipersalahkan/digunakan sebagai berkas tuntutan dari keluarga ke bidan.
Direct Causation (penyebab langsung)
Damage (kerugian)
Tenaga bidan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan (langsung) antara
penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita dan hal ini haruslah
dibuktikan dengan jelas. Berdasarkan teori ini yang dihubungkan dengan kasus
maka, hasil negative dari kasus ini yang berupa putusnya leher bayi dan
meninggalnya bayi tidak dapat digunakan langsung sebagai dasar menyalahkan
bidan, perlu dilakukan pengkajian oleh penggugat mengenai hubungan langsung
antara penyebab dan kerugian yang diderita oleh penggugat (keluarga ibu Nunuk)
untuk didapatkan bukti yang jelas untuk pengajuan tuntutan.
Cara tidak langsung
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni
dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan bidan
(doktrin res ipsa loquitur). Dalam kasus ini hasil layanan bidan adalah bayi
meninggal. Dalam hal ini dadapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada
memenuhi kriteria: fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga bidan tidak lalai,
fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga bidan, fakta itu
terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada
contributory negligence.
Bagi bidan yang harus dilakukan menangani kasus ini terkait atas tuduhan kepada
bidan yang merupakan criminal malpractice adalah :
1. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis / menyangkal
bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-
doktrin yang ada
2. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau
menunjuk pada doktrin-doktrin hukum
3. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena
perjanjian berbentuk daya upaya bukan perjanjian akan berhasil.
4. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent
5. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis
6. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter
7. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala
kebutuhannya
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang bidan atau tenaga kesehatan lainnya harus senantiasa melakukan profesinya menurut
ukuran tertinggi, memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh, yaitu
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif serta menggunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk keperluan pasien.
Dengan demikian, seorang bidan yang memberikan pelayanan di bawah standar merupakan
suatu tindakan malpraktik dan dapat dikenakan pasal 350 KUHP. Malpraktik adalah merupakan
suatu tindakan tenaga professional (profesi) yang bertentangan dengan standard, kode etik
profesi, undang-undang yang berlaku (baik disengaja maupun akibat kelalaian) yang
mengakibatkan kerugian dan kematian terhadap orang lain.
Masalah yang terjadi pada pasien dengan bayi meninggal pada saat proses persalinan
merupakan kasus malpraktik karena kelalaian dari tenaga kesehatan (bidan) sehingga
menyebabkan orang tua korban sangat terpuruk dengan yang dialami oleh sang buah hatinya
yang sangat diidamkan selama 9 bulan.
Keluarga korban merasa tidak bisa menerima dan mengajukan kasus ini untuk ditindak lanjuti.
Keluarga korban meminta agar bidan tersebut kalau perlu di cabut surat ijin prakteknya. Pada
dasarnya kelalaian dapat terjadi apabila bidan melakukan sesuatu yang seharusnya tidak
dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh ahlinya atau dokter
yang memiliki kewenangan khusus menangani yang sudah menjadi bagian dari tugas dan
tanggung jawabnya. Sedangkan kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian diatur dalam Pasal
136 yang berbunyi:
Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya,
tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Bidan tersebut yang menjadi tersangka boleh dikatakaan sudah berpengalaman dalam
memberikan pelayanan apalagi bila sudah bekerja begitu lama di lahan. Akan tetapi, walaupun
demikian tidak memberikan jaminan bahwa bidan tersebut sudah kompeten. Namun bila sudah
sangat berpengalaman namun tidak hati-hati dalam menangani pasien tentunya akan akrab
dengan sebutan malpraktik atau tidak bekerja sesuai standar kebidanan.
Seharusnya bidan tersebut dalam melakukan anamnesa sudah harus mengetahui komplikasi yang
akan terjadi pada saat persalinan pada ibu dan bayi, misalnya pada kasus ini mungkin saja ibunya
mengalami kehamilan letak sungsang sehingga bayinya tidak bisa lahir normal, oleh karena itu
harus segera dirujuk atau ditangani lebih dini. Dalam kasus ini, bayi mengalami letak sungsang
yang merupakan bukan wewenang seorang bidan.
Kasus patologi dan dianggap malpraktik apabila bidan melakukan tindakan yang bukan
wewenangnya. Sehingga, dalam kasus ini karena kecerobohan bidan menyebabkan keluarga
pasien menuntut sehingga terjadi ketidakpuasan dalam mutu pelayanan kebidanan dan tentunya
melanggar kode etik kebidanan.
5.2 Saran
Sebagai tenaga kesehatan harus membekali diri kita dengan pengetahuan dan keterampilan. Dan
selalu memperbarui informasi terbaru tentang kebidanan. Dan terus mengembangkan ilmu
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dalam memberikan pelayanan kita harus bekerja sesuai
dengan kode etik kebidanan dan standar asuhan kebidanan sehingga akan tercipta mutu dalam
pelayanan.
Tenaga kesehatan harus berhati-hati dalam melakukan tindakan. Bidan adalah tenaga kesehatan
yang paling dekat dengan perempuan. Oleh karena itu, kita harus bekerja dengan hati nurani
penuh kasih sayang. Dan memberikan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pasien.
Mengunakan informed consent sebelum melakukan tindakan juga sangat perlu dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai