b. Kewajiban bidan
Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan penih rasa tanggung
jawab. Yang menjadi kewajiban seorang bidan adapun yaitu :
o
o Bidan wajib mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan hukum antara
bidan tersebut dengan rumah sakit bersalin dan sarana pelayanan dimana ia
bekerja.
Bidan wajib bekerjasama dengan profesi lain dan pihak yang terkait
secara timbal balik atau terkait dalam memberikan asuhan kebidanan.
3. Etiko legal
Etik adalah ilmu tentang apa yang bisa di lakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Faktor – faktor yang melandasi etika (sumber etika ) adalah
1. Nilai – nilai atau value
2. Norma
3. Sosial budaya
4. Relgius
Etika juga berhubungan erat dengan manusia dalam menghargai suatu tindakan
apakah benar atau salah dan apakah penyelesaiaanya baik atau salah. Seorang bidan di
katakan profesional bila ia mempunyai etika. Semua profesi kesehatan memiliki etika
profesi. Namun demikian etika kebidanan mempunyai kekhususan sesuai dengan
peran dan fungsinya seorang bidan bertanggung jawab menolong persalinan.
Untuk melakukan tanggung jawab ini seorang bidan harus mempunyai
pengetahuan yang memadai dan harus selalu memperbaharui ilmunya dan mengerti
tentang etika yang berhubungan dengan ibu dan bayi. dengan kemajuan teknologi dan
arus globalisasi, penyimpangan etik mungkin saja akan terjadi dalam praktek
kebidanan.
Misalnya, dalam praktek mandiri tidak seperti bidan yang bekerja di RS,
RB,institusi kesehatan lainnya, bidan praktek mandiri mempunyai tanggung jawab
yang lebih besar karena harus mempertanggung jawabkan apa yang di lakukan.
b. Sanksi
Sanksi adalah bentuk hukuman yang diberikan kepada seseorang atas
kelalaian maupun kesengjaan dalam melakukan kewajibannya. Sanksi juga
merupakan bentuk nagatif dari penghargaan bagi bidan yang melakukan
pelanggaran terhadap kode etik, hak dan kewajiban yang telah ditentukan oleh
organisasi IBI. Bebrapa sanksi yang terdapat dalam undang-undang antara lain :
1) Undang-undang RI No.23 Tahun 1992 Pasal 80 ayat 1 yaitu : barang siapa
yang sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang
tidak memenuhi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda
Rp. 500.000.000.00,-.
2) Undang-undang RI No.23 tahun 1992 Pasal 81 Ayat (1) yaitu : barang
siapa yang tanpa keahliannya dan kewenagannya dengan sengaja
melakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh, melakukan implan
alat kesehatan, dan melakukan bedah plastik dan rekontruksi dipidana
dengan pidana penjara paling lambat 7 tahun dan atau pidana denda paling
banyak Rp. 140.000.000.00,-.
3) Undang undang RI No.23 Tahun 1992 Pasal 82 Ayat 2 yaitu : barang siapa
dengan sengaja melakukan upaya kehamilan diluar cara alami,
memproduksi dan atau mengedarkan sedian farmasi yang tidak memenuhi
5. Contoh Kasus
Contoh Kasus 1 :
Seorang ibu dengan usia kehamilan 39 minggu, dan akan segera melahirkan.
Karena kondisi keamanan pada saat itu sedang tidak stabil ( darurat militer), ia tidak
bisa melahirkan di rumah sakit, sehingga dia harus melahirkan di tempat bidan praktik
mandiri. Namun ada kendala dengan berat badan janinnya yang berkisar sekitar 5 kg.
Saat itu dia hamil anak kedua, sedangkan anak pertamanya lahir dengan cara caesar.
Bidan menyarankan untuk melakukan caesar juga untuk anak kedua ini, akan tetapi
karena kondisi keamanan yang tidak memungkinkan, dan jarak antara rumah ibu ini
dengan rumah sakit sangat jauh, Dan bidan harus melakukan episiotomi karena
ukuran bayi yang besar, tetapi si ibu tidak ingin dilakukannya tindakan episiotomi
sehingga bidan harus melakukan vacum terhadap persalinan. Tetapi karena bidan
tersebut tidak memiliki alat vacum untuk menolong persalinan, maka bidan tersebut
menolong persalinan dengan menggunakan vacum cleaner dan peralatan seadanya
dengan persetujuan pasien sampai bayi lahir dan selamat.
Contoh Kasus 2 :
Seorang ibu G1P0A0 datang ke Bidan Y yang membuka BPM dirumahnya,
ibu tersebut datang bersama suami pada sore hari dengan keluhan keluarnya lendir
bercampur darah dari genetalianya, Bidan Y langsung melakukan pemeriksaan
pembukaan terhadap si ibu, ternyata si ibu masih dalam keadaan kontraksi berat tetapi
belum terjadinya pembukaan lengkap, ibu tersebut mengeluh sesak pada bagian dada.
Setelah di anamnesa ibu memiliki riwayat asma. Karena riwayat penyakit yang
dideritanya ibu diberi tindakan pemberian oksigen, ibu dianjurkan untuk tetap
menunggu di BPM agar bidan Y dapat mengawasi pembukaan sang ibu. Saat sedang
menunggu dan mengawasi ibu G1P0A0 pada malam hari, datang satu pasien lainnya,
ibu G2P1A0 bersama ibunya ke BPM Bidan Y dengan Keluhan keluar lendir
bercampur darah serta kontraksi berat berkala. Saat bidan Y memeriksa ibu G2P1A0,
ternyata ibu tersebut sudah terjadi pembukaan 5 cm. Dengan rasa dilema bidan Y
harus memutuskan tindakan yang akan dilakukan dengan keadaan dimana dua pasien
sekaligus sudah masuk masa inpartu dan harus ditangani, yang pada saat itu Bidan Y
Contoh Kasus 3 :
Seorang ibu primipara masuk ke kamar bersalin dalam keadaan inpartu.
Sewaktu dilakukan anamnese ibu mengatakan tidak mau di episiotomi. Ternyata
selama kala II kemajuan kala II berlangsung lambat, perenium masih tebal dan kaku.
Keadaan ini dijelaskan kepada ibu oleh bidan, tetapi ibu tetap pada pendiriannya
menolak di episiotomy. Sementara waktu berjalan terus dan denyut jauntung bayi
menunjukkan keadaan fetal distrees dan hal ini mengharuskan bidan untuk melakukan
tindakan episiotomy,tetapi ibu tetap tidak menyetujuinya. Bidan berharap bayinya
selamat. Sementara itu ada bidan yang memberitaukan bahwa dia pernah melakukan
hal ini tanpa persetujuan pasien, tindakan ini dilakukan karena untuk melindungi
bayinya.
Contoh Kasus 4 :
Seorang ibu berusia 25 tahun hamil anak kedua. Saat di periksa tanda-tanda
vital ibunya, ibu tersebut memiliki tekanan darah 160/90 mmHg. Saat dilakukan
pemeriksaan, tangan, kaki dan muka ibu tersebut mengalami eodema. Berdasarkan
riwayat kesehatan ibu tersebut memang memiliki riwayat hipertensi sebelum hamil.
Karena dikhawatirkan ibu tersebut mengalami preeklamsi, maka ibu tersebut dirujuk
kermah sakit terdekat untuk melakukan tes lab dan segara dirujuk jika protein urinnya
positif agar dapat segera ditangani dan persalinanya tidak menimbulkan hal-hal yang
tidak diinginkan. Akan tetapi keluarga ibu tersebut tidak ingin dirujuk dan bersikeras
agar persalinannya ditangani oleh bidan meskipun bidan telah men jelaskan tentang
kemungkinan-kemungkinan dan resiko terburuk yang dapat terjadi pada ibu dan
Salmiani, dkk. 2012, Konsep Kebidanan: Manajemen dan Standar Pelayanan. Jakarta: EGC
Yulifah, Rita, dkk. 2013, Konsep Kebidanan untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba
Medika