Anda di halaman 1dari 8

REFLEKTIF PRACTICE

1. Pengertian Reflektif Practice


Reflektif adalah pemeriksaan (peninjauan) dari cara pikir dan tindakan
seseorang. Dalam hal ini berarti memusatkan pada bagaimana mereka berinteraksi
dengan teman sejawad mereka dan lingkungan untuk mendapatkan gambaran yang
lebih jelas terhadap tingkah laku mereka sendiri.
Oleh karena itu, hal ini adalah suatu proses dimana practice (orang yang
melakukan praktik) bisa memahami dengan lebih baik diri mereka untuk dapat
mengambil tindakan berikutnya dengan tepat. Tindakan tersebut juga harus
profesional yang sejalan dengan keyakinan personal dan nilai-nilai.

2. Hak dan kewajiban bidan


a. Hak bidan
Hak adalah segala sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap orang yang telah
ada sejak lahir bahkan sebelum lahir. Dalam kebidanan, bidan memiliki hak-hak
tersendiri yaitu :
o Bidan berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan profesinya.
o Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi pada setiap tingkat
jenjang pelayanan kesehatan.
o Bidan berhak menolak keinginan pasien/klien dan keluarga yang bertentangan
dengan peraturan perundangan, dan kode etik profesi.
o Bidan berhak atas privasi atau kedirian dan menuntut apabila nama baiknya
dicemarkan baik oleh pasien, keluarga, maupun profesi lain.
o Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui
pendidikan maupun pelatihan.
o Bidan berhak memperoleh kesempatan untuk meningkatkan jenjang karir dan
jabatan yang sesuai.
o Bidan berhak mendapat kompensasi dan kesejahteraan yang sesuai.

b. Kewajiban bidan
Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan penih rasa tanggung
jawab. Yang menjadi kewajiban seorang bidan adapun yaitu :
o
o Bidan wajib mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan hukum antara
bidan tersebut dengan rumah sakit bersalin dan sarana pelayanan dimana ia
bekerja.

1 | Cut Putri Balkis


o Bidan wajib memberikan pelayanan asuhan kebidanan sesuai dengan standar
profesi dengan menghormati hak-hak klien.
o Bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit kepada dokter yang mempunyai
kemampuan dan keahlian sesuai dengan kebutuhan pasien.
o Bidan wajib memberikan kesempatan kepada pasien untuk didampingi suami
atau keluarga.
o Bidan wajib memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan
ibadah sesuai dengan keyakinannya.
o Bidan wajib merahasiakan segala sesuatu yang ketahuinya tentang seorang
pasien.
o Bidan wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakan yang akan
dilakukan, serta resiko yang mungkin dapat timbul.
o Bidan wajib meminta persetujuan tertulis atau informed concent atas tindakan
yang akan dilakukan.
o Bidan wajib mendokumentasikan asuhan kebidanan yang diberikan.
o Bidan wajib mengikuti perkembangan iptek dan menambah ilmu
pengetahuannya melalui pendidikan formal maupun non formal.

Bidan wajib bekerjasama dengan profesi lain dan pihak yang terkait
secara timbal balik atau terkait dalam memberikan asuhan kebidanan.

3. Etiko legal
Etik adalah ilmu tentang apa yang bisa di lakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Faktor – faktor yang melandasi etika (sumber etika ) adalah
1. Nilai – nilai atau value
2. Norma
3. Sosial budaya
4. Relgius
Etika juga berhubungan erat dengan manusia dalam menghargai suatu tindakan
apakah benar atau salah dan apakah penyelesaiaanya baik atau salah. Seorang bidan di
katakan profesional bila ia mempunyai etika. Semua profesi kesehatan memiliki etika
profesi. Namun demikian etika kebidanan mempunyai kekhususan sesuai dengan
peran dan fungsinya seorang bidan bertanggung jawab menolong persalinan.
Untuk melakukan tanggung jawab ini seorang bidan harus mempunyai
pengetahuan yang memadai dan harus selalu memperbaharui ilmunya dan mengerti
tentang etika yang berhubungan dengan ibu dan bayi. dengan kemajuan teknologi dan
arus globalisasi, penyimpangan etik mungkin saja akan terjadi dalam praktek
kebidanan.
Misalnya, dalam praktek mandiri tidak seperti bidan yang bekerja di RS,
RB,institusi kesehatan lainnya, bidan praktek mandiri mempunyai tanggung jawab
yang lebih besar karena harus mempertanggung jawabkan apa yang di lakukan.

2 | Cut Putri Balkis


Dalam hal ini bidan yang praktek mandiri, menjadi pekerja yang bebas mengontrol
dirinya sendiri. Situasi ini akan besar sekali pengaruhnya terhadap kemungkinan
terjadinya penyimpangan etik.

4. Sistem penghargaan dan sanksi bidan yang berhubungan dengan hak,


kewajiban dan etiko legal dalam prkatik asuhan kebidanan.
a. Penghargaan
Penghargaan adalah perbuatan yang menghargai atau penghormatan.
Penghargaan yang diberikan berupa bidan teladan, BPS berprestasi, bidan
berprestasi dan predikat bidan bintang. Bagi bidan yang telah melaksanakan
darma bakti dan pengabdian profesinya dengan baik perlu diberi penghargaan dari
IBI.
Tujuan pemberian penghargaan adalah meningkatkan citra bidan dimasyarakat
dan memberikan penghargaan pada bidan atas darma baktinya kepada masyarakat.
Dalam PPRI No.32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan pasal 21 disebutkan :
1) Kepada tenaga keshatan dan petugas pada sarana kesehatan atas dasar
prestasi kerja, pengabdian, kesetiaan, berjasa pada negara atau meninggal
dunia dalam melaksanakan tugas diberi “penghargaan”.
2) Penghargaan sebagaimana dimaksudkna dalam ayat (1) dapat oleh
pemerintah dan/atau masyarat.
3) Bentuk penghargaan dapat berupa kenaikan pangkat, tanda jasa, uang, atau
bentuk lainnya.

b. Sanksi
Sanksi adalah bentuk hukuman yang diberikan kepada seseorang atas
kelalaian maupun kesengjaan dalam melakukan kewajibannya. Sanksi juga
merupakan bentuk nagatif dari penghargaan bagi bidan yang melakukan
pelanggaran terhadap kode etik, hak dan kewajiban yang telah ditentukan oleh
organisasi IBI. Bebrapa sanksi yang terdapat dalam undang-undang antara lain :
1) Undang-undang RI No.23 Tahun 1992 Pasal 80 ayat 1 yaitu : barang siapa
yang sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang
tidak memenuhi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda
Rp. 500.000.000.00,-.
2) Undang-undang RI No.23 tahun 1992 Pasal 81 Ayat (1) yaitu : barang
siapa yang tanpa keahliannya dan kewenagannya dengan sengaja
melakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh, melakukan implan
alat kesehatan, dan melakukan bedah plastik dan rekontruksi dipidana
dengan pidana penjara paling lambat 7 tahun dan atau pidana denda paling
banyak Rp. 140.000.000.00,-.
3) Undang undang RI No.23 Tahun 1992 Pasal 82 Ayat 2 yaitu : barang siapa
dengan sengaja melakukan upaya kehamilan diluar cara alami,
memproduksi dan atau mengedarkan sedian farmasi yang tidak memenuhi

3 | Cut Putri Balkis


standar atau persyaratan, memproduksi dan atau mengedarkan bahan yang
mengandung zat adikfit dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
tahun atau pidana denda paling banyak Rp.100.000.000.00,-.
4) Undang-undang RI No.23 Tahun 1992 Pasal 83 yaitu : ancaman pidana
sebagaimana dimaksud di dalam pasal 80, 81 dan 82 ditambah seperempat
apabila menimbulkan luka berat atau sepertiga apabila menimbulkan
kematian.

5. Contoh Kasus

Contoh Kasus 1 :

Seorang ibu dengan usia kehamilan 39 minggu, dan akan segera melahirkan.
Karena kondisi keamanan pada saat itu sedang tidak stabil ( darurat militer), ia tidak
bisa melahirkan di rumah sakit, sehingga dia harus melahirkan di tempat bidan praktik
mandiri. Namun ada kendala dengan berat badan janinnya yang berkisar sekitar 5 kg.
Saat itu dia hamil anak kedua, sedangkan anak pertamanya lahir dengan cara caesar.
Bidan menyarankan untuk melakukan caesar juga untuk anak kedua ini, akan tetapi
karena kondisi keamanan yang tidak memungkinkan, dan jarak antara rumah ibu ini
dengan rumah sakit sangat jauh, Dan bidan harus melakukan episiotomi karena
ukuran bayi yang besar, tetapi si ibu tidak ingin dilakukannya tindakan episiotomi
sehingga bidan harus melakukan vacum terhadap persalinan. Tetapi karena bidan
tersebut tidak memiliki alat vacum untuk menolong persalinan, maka bidan tersebut
menolong persalinan dengan menggunakan vacum cleaner dan peralatan seadanya
dengan persetujuan pasien sampai bayi lahir dan selamat.

Contoh Kasus 2 :
Seorang ibu G1P0A0 datang ke Bidan Y yang membuka BPM dirumahnya,
ibu tersebut datang bersama suami pada sore hari dengan keluhan keluarnya lendir
bercampur darah dari genetalianya, Bidan Y langsung melakukan pemeriksaan
pembukaan terhadap si ibu, ternyata si ibu masih dalam keadaan kontraksi berat tetapi
belum terjadinya pembukaan lengkap, ibu tersebut mengeluh sesak pada bagian dada.
Setelah di anamnesa ibu memiliki riwayat asma. Karena riwayat penyakit yang
dideritanya ibu diberi tindakan pemberian oksigen, ibu dianjurkan untuk tetap
menunggu di BPM agar bidan Y dapat mengawasi pembukaan sang ibu. Saat sedang
menunggu dan mengawasi ibu G1P0A0 pada malam hari, datang satu pasien lainnya,
ibu G2P1A0 bersama ibunya ke BPM Bidan Y dengan Keluhan keluar lendir
bercampur darah serta kontraksi berat berkala. Saat bidan Y memeriksa ibu G2P1A0,
ternyata ibu tersebut sudah terjadi pembukaan 5 cm. Dengan rasa dilema bidan Y
harus memutuskan tindakan yang akan dilakukan dengan keadaan dimana dua pasien
sekaligus sudah masuk masa inpartu dan harus ditangani, yang pada saat itu Bidan Y

4 | Cut Putri Balkis


hanya sendiri berada di BPM tanpa bantuan tenaga kesehatan lainnya karena waktu
sudah menunjukkan pukul 00.30 WIB. Dengan rasa dilema dan galau bidan Y tetap
memutuskan untuk membantu persalina kedua pasien. Setelah pemeriksaan ulang ibu
G1P0A0 sudah pembukaan 8 cm, sedangkan ibu G2P1A0 sudah pembukaan lengkap.
Bidan Y langsung melakukan tindakan kepada ibu G2P1A0 karena kepala bayi sudah
dipintu lahir. Saat bayi ibu G2P1A0 sudah keluar setengah badan ternyata ibu
G1P0A0 sudah pembukaan lengkap dan sudah mengedan sendiri. Dengan spontan
setelah bayi ibu G2P1A0 lahir dengan plasenta masih didalam rahim, bidan Y
langsung berlari menuju ranjang ibu G1P0A0 untuk menolong persalinan ibu tersebut
dan tidak sempat untuk mengganti handscoon, karena dalam keadaan gawat darurat
bidan Y tetap melanjutkan tindakan pertolongan persalinan. Tenyata kepala bayi ibu
G1P0A0 sudah keluar dan bidan Y melanjutkan menolong persalinan hingga bayi
lahir dan ternyata plasenta ibu G2P1A0 sudah lahir dengan sendirinya tanpa bantuan
dari bidan Y. Dengan begitu bidan Y memutuskan melahirkan plasenta ibu G1P0A0
terlebih dahulu sampai memotong tali pusat, setelah itu bidan Y lari lagi untuk
membereskan ibu G2P1A0 dan memotong tali pusat bayi. Hingga kedua pasien dapat
melakukan persalinan dengan selamat begitu juga bayi yang dilahirkan dalam keadaan
selamat.

Contoh Kasus 3 :
Seorang ibu primipara masuk ke kamar bersalin dalam keadaan inpartu.
Sewaktu dilakukan anamnese ibu mengatakan tidak mau di episiotomi. Ternyata
selama kala II kemajuan kala II berlangsung lambat, perenium masih tebal dan kaku.
Keadaan ini dijelaskan kepada ibu oleh bidan, tetapi ibu tetap pada pendiriannya
menolak di episiotomy. Sementara waktu berjalan terus dan denyut jauntung bayi
menunjukkan keadaan fetal distrees dan hal ini mengharuskan bidan untuk melakukan
tindakan episiotomy,tetapi ibu tetap tidak menyetujuinya. Bidan berharap bayinya
selamat. Sementara itu ada bidan yang memberitaukan bahwa dia pernah melakukan
hal ini tanpa persetujuan pasien, tindakan ini dilakukan karena untuk melindungi
bayinya.

Contoh Kasus 4 :

Seorang ibu berusia 25 tahun hamil anak kedua. Saat di periksa tanda-tanda
vital ibunya, ibu tersebut memiliki tekanan darah 160/90 mmHg. Saat dilakukan
pemeriksaan, tangan, kaki dan muka ibu tersebut mengalami eodema. Berdasarkan
riwayat kesehatan ibu tersebut memang memiliki riwayat hipertensi sebelum hamil.
Karena dikhawatirkan ibu tersebut mengalami preeklamsi, maka ibu tersebut dirujuk
kermah sakit terdekat untuk melakukan tes lab dan segara dirujuk jika protein urinnya
positif agar dapat segera ditangani dan persalinanya tidak menimbulkan hal-hal yang
tidak diinginkan. Akan tetapi keluarga ibu tersebut tidak ingin dirujuk dan bersikeras
agar persalinannya ditangani oleh bidan meskipun bidan telah men jelaskan tentang
kemungkinan-kemungkinan dan resiko terburuk yang dapat terjadi pada ibu dan

5 | Cut Putri Balkis


janin.akhirnya bidanpun dilema dan mereka menandatangani persetujuan antar ibu
dan bidan maka bidanlah yang menangani persalinan tersebut. Bidan memberikan anti
hipertensi, yaitu magnesium sulfat sesuai dangan ketentuannya dan terus memantau
dan melakukan penanganan lainnya yang dapat dilakukan bidan untuk menangani
preeklamsi hingga ibu bersalin.
Contoh Kasus 5 :
Seorang Ibu G1P0A0 berusia 45 tahun dengan riwayat adanya gangguan jiwa karena
pengalaman yang dimikinya,adiknya meninggal saat melahirkan anak kembar, dan anak dari
adiknya yang satu juga meninggal, si ibu tersebut sebelumnya tidak diizinkan menikah
dengan kekasihnya tetapi dijodohkan dengan suami adiknya yang sudah meninggal, dan
kejadian yang terjadi bertubi-tubi itu membuat ibu G1P0A0 tersebut mengalami stres dan
gangguan jiwa, si ibu juga hipertensi dan hamil 45 tahun dengan resiko tinggi. Dengan
keadaan seperti itu ketika si ibu akan melakukan persalinan dan melihat alat yang disiapkan
dan tempat tidur genokologi, gangguan jiwa si ibu mulai kumat dan tidak mau untuk
melahirkan, dengan dilema bidan harus memutuskan tindakan yang akan dilakukan dengan
kondisi si ibu. Sehinggi bidan dan pihak puskesmas memutuskan untuk dilakukan rujuk ke
rumah sakit ibu dan anak, ternyata dokter tidak ada, dan harus dirujuk lagi ke rumah sakit
zainal abidin, ketika si ibu G1P0A0 mendengar nama rumah sakit zainal abidini si ibu
semakin menggila tidak mau ke RUDZA karena sebelumnya adiknya meninggal dirumah
sakit zainal abidin saat melahirkan, tetapi pihak rumah sakit tetap memaksa karena keadaan si
ibu semakin menjadi jadi dan bayi harus dilahirkan segera karena pembukaan sudah terjadi
dan ketuban si ibu pun sudah pecah sebelumnya, karena keadaan si ibu dengan gangguan
jiwa tidak bisa dilakukan persalinan normal sehingga harus dilakukan tindakan SC oleh pihak
rumah sakit, akhirnya tindakan selesai sampai bayi sudah lahir dengan selamat, ibu juga
selamat. Yang seharusnya si ibu G1P0A0 tersebut harus menggukan kb tidak bisa dilakukan
oleh bidan, pil KB tidak boleh diminum bersamaa dengan pengkonsumsian obat untuk
gangguan jiwa si ibu,sehingga si ibu hanya minum obat untuk gangguan jiwanya saja, bidan
sampai usia bayi sudah sekitar 5 bulanan tetap memantau tetap dalam pengawasan agar si ibu
tidak melakukan hal- hal diluar logika, karena setelah melahirkan si ibu sering membawa
anaknya keluar malam-malam ke hutan, suami yang bekerja sebagai tukang sering tidak
dirumah sehingga si ibupun memang benar-benar masih dalam pengawasan bidan puskesmas
Y.

6 | Cut Putri Balkis


KESIMPULAN

Refleksi praktik dalam kebidanan dimaksudkan sebagai bentuk pedoman/acuan yang


merupakan kerangka seorang bidan dalam memberikan asuhan kebidanan, dipengaruhi oleh
filosofi yang dianut bidan, meliputi unsur-unsur yang terdapat dalam paradigma kesehatan
(meliputi, lingkungan dan pelayanan kesehatan).

7 | Cut Putri Balkis


DAFTAR PUSTAKA

Salmiani, dkk. 2012, Konsep Kebidanan: Manajemen dan Standar Pelayanan. Jakarta: EGC
Yulifah, Rita, dkk. 2013, Konsep Kebidanan untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba
Medika

8 | Cut Putri Balkis

Anda mungkin juga menyukai