Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KASUS PELANGGARAN KODE ETIK KEBIDANAN

DI SUSUN

OLEH:

1. ASNIAR YENI ANGGRENI


2. DIAN RAMADHANI
3. ERINA ADYA FEBIANI
4. FAHMI DINATA
5. MASNINDA

PRODI D III KEBIDANAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PUANGGRIMAGALATUNG

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan limpahan
rahmatnya maka penulis telah menyelesaikan sebuah makalah ini tepat waktu. Berikut ini penulis
mempersembahkan sebuah makalah dnegan judul “Kasus Pelanggaran Kode Etik Kebidanan”

Dalam pembahasannya, makalah ini mengangkat tentang malpraktik kebidanan, dan contoh
kasus pelanggaran kode etik kebidanan

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta dan memohon maaf bila mana isi
makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan penulis buat kurang tepat. Dengan ini penulis ingin
mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa hormat dan terima kasih.

Sengkang, 26 septembe

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul

Daftar Isi ..............................................................................................................

Kata Pengantar .....................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .....................................................................................

B. Tujuan ..................................................................................................

C. Rumusan Masalah ...............................................................................

BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian Malpraktek .........................................................................

2. Masalah Hukum Dalam Kasus Malpraktek dan Pelanggaran Kode Etik Kebidanan ………

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .........................................................................................

B. Saran ...................................................................................................

Daftar Pustaka .......................................................................................................

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai calon bidan yang ahli dan professional dalam melayani klien, sudah menjadi suatu
kewajiban kita sebagai bidan untuk mengetahui lebih dahulu apa saja wewenang yang boleh kita
lakukan dan wewenang yang seharusnya ditangani oleh seorang dokter SpOG sehingga kita
harus meninjau agar tindakan kita tidak menyalahi PERMENKES yang berlaku.

Akhir-akhir ini sering kita menemukan dalam pemberitaan media massa adanya peningkatan
dugaan kasus malpraktek dan kelalaian medik di Indonesia, terutama yang berkenaan dengan
kesalahan diagnosis bidan yang berdampak buruk terhadap pasiennya. Media massa marak
memberitahukan tentang kasus gugatan/ tuntutan hukum (perdata dan/ atau pidana) kepada
bidan, dokter dan tenaga medis lain, dan/ atau manajemen rumah sakit yang diajukan masyarakat
konsumen jasa medis yang menjadi korban dari tindakan malpraktik (malpractice) atau
kelalaian medis.

Lepas dari fenomena tersebut, ada yang mempertanyakan apakah kasus-kasus itu terkategori
malpraktik medik ataukah sekedar kelalaian (human error) dari sang bidan/dokter. Perlu
diketahui dengan sangat, sejauh ini di negara kita belum ada ketentuan hukum tentang standar
profesi kebidanan yang bisa mengatur kesalahan profesi.

Melihat fenomena di atas, maka kami melalui makalah ini akan membahas tentang salah satu
kasus malpraktik di Indonesia.

B. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini yaitu:

iv
1. Untuk mengetahui pengertian malpraktek.

2. Untuk memahami dan menganalisis contoh kasus malpraktek dan pelanggaran kode etik
kebidanan

C. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian malpraktik ?

2. Bagaimana masalah hukum dalam kasus malpraktek dan pelanggaran kode etik
kebidanan ?

v
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Malpraktek

Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis.
Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktek” mempunyai arti
“pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang
salah”. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk
menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi. Sedangkan
definisi malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari seseorang dokter atau tenaga
keperawatan (perawat dan bidan) untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu
pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien
atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama” (Valentin v. La Society de
Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).

Menurut Hanafiah dan Amir (1999) kelalaian adalah sikap yang kurang hati-hati, yaitu tidak
melakukan sesuatu yang seharusnya seseorang lakukan dengan sikap hati-hati dan wajar, atau
sebaliknya melakukan sesuatu yang dengan sikap hati-hati, tetapi tidak dilakukannya dalam
situasi tersebut.

Guwandi (1994) mengatakan bahwa kelalaian adalah kegagalan untuk bersikap hati-hati yang
pada umumnya wajar dilakukan seseorang dengan hati-hati dalam keadaan tersebut.

vi
Dari pengertian di atas, dapat diartikan bahwa kelalaian lebih bersifat ketidaksengajaan, kurang
teliti, kurang hati-hati, acuh tak acuh, sembrono, tidak peduli terhadap kepentingan orang lain,
tetapi akibat, yang ditimbulkan bukanlah tujuannya.

Malpraktek tidak sama dengan kelalaian. Malpraktek sangat spesifik dan terkait dengan status
profesional dan pemberi pelayanan dan standar pelayanan profesional. Malpraktek adalah
kegagalan seorang profesional (misalnya, dokter dan perawat) untuk melakukan praktik sesuai
dengan standar profesi yang berlaku bagi seseorang yang karena memiliki keterampilan dan
pendidikan (Vestal, K.W, 1995). Malpraktek lebih luas daripada negligence karena selain
mencakup arti kelalaian, istilah malpraktek pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan
dengan sengaja (criminal malpractice) dan melanggar undang-undang. Di dalam arti kesengajaan
tersirat adanya motif (guilty mind) sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata atau pidana.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktek adalah :

a) Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga
kesehatan;

b) Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajibannya.


(negligence); dan

c) Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.

2. Masalah Hukum Dalam Kasus Malpraktek dan Pelanggaran Kode Etik Kebidanan

- Contoh Kasus

“ Seorang Bidan menolong persalinan pada Ny. W, G3 P2 A0, cara persalinan terakhir spontan,
umur anak usia terakhir 2 tahun, HPHT (Hari Pertama Haid terakhir) lupa, tidak pernah dirujuk
selama kehamilan. Saat ditolong umur kehamilan 24 minggu, diagnosa sewaktu datang letak
kepala, lahir spontan tidak ada kelainan, komplikasi persalinan ketuban pecah dini, lama
persalinan 4 jam, dalam kala 1 lama persalinan 30 menit, tempat persalinan di rumah Bidan,

vii
keadaan ibu sampai pulang hidup. Tanggal lahir bayi 08-03-2010, berat lahir 700 gr, jenis
kelamin bayi perempuan, asfiksia berat, kematian bayi akibat dari premature.”

- Pembahasan Kasus

Bidan pada kasus di atas tidak memberikan informasi tentang keadaan pasiennya serta bidan
tidak merujuk pasien yang bukan wewenangnya atau kompetensinya. Kesimpulan sementara,
Bidan tersebut melanggar kode etik, wewenang bidan dan peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 1464/MENKES/ PER/X/2010, tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan
Indonesia.

1. Menurut Hukum

Pada pasal 18 ayat (1) dalam praktik/kerja, bidan berkewajiban untuk menghormati hak pasien,
memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan,
merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani dengan tepat waktu,
meminta persetujuan tindakan yang akan segera dilakukan, menyimpan rahasia pasien yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, melakukan pencatatan asuhan
kebidanan dan pelayanan lainnya secara sistematis, mematuhi standar; dan melakukan
pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan
kematian.

Secara spesifik pemerintah mengatur hak atas pelayanan dan perlindungan kesehatan bagi ibu
dan anak di dalam Pasal 126 dan Pasal 131 UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Adapun
dalam desain pelaksanaannya, hak tersebut diarahkan melalui kebijakan strategi dan aktivitas
untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Anak (AKA).

Berdasarkan Pasal 13 ayat (1), selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,
Pasal 11 dan Pasal 12, bidan yang menjalankan program Pemerintah berwenang melakukan
pelayanan kesehatan meliputi: butir melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan
penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom dan penyakit
lainnya.

viii
Pada kasus ini, bidan melanggar KepMenkes No. 1464/MenKes/per/X/2010. Bidan melanggar
wewenangnya dimana menolong persalinan dengan kondisi janin premature, sedangkan dalam
peraturan KepMenKes ataupun wewenang bidan diatas sudah jelas bahwasanya bidan hanya
menolong kehamilan, persalinan fisiologis dan mendeteksi dini komplikasi persalinan serta
dilanjutkan rujukan. Setelah melakukan diagnosa kebidanan bahwa usia kehamilan masih
tergolong premature bidan tersebut tidak melakukan rujukan hal ini selain diatur dalam
KepMenKes diatas dan wewenang bidan dijelaskan juga pada UU No. 44 Tahun 2009 Pasal 41
dan Pasal 42. Ketiga, bertentangan dengan kesusilaan. Keempat, bertentangan dengan keharusan
yang diindahkan dalam pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau benda milik orang lain.
Unsur ketiga dan empat ini tidak terpenuhi dalam kasus diatas. Jadi kesimpulan sementara pada
kasus di atas, bidan tersebut memenuhi unsur pertama dan kedua.

2. Menurut Kode Etik Bidan

Bidan memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan. Bidan
sebagai tenaga kesehatan memilki tiga hal tanggung jawab di dalam upaya pelayanan kesehatan
meliputi: tanggung jawab etis yang landasannya adalah kode etik, yang pada dasarnya memuat
bahwa kewajiban umum, kewajiban terhadap penderita, kewajiban terhadap sejawat dan terhadap
diri sendiri. Tanggung jawab profesi yang didasarkan pendidikan, pengalaman, derajat resiko
perawatan, peralatan perawatan dan fasilitas perawatan. Tanggung jawab hukum, yang
didasarkan pada hukum perdata, hukum administrasi, dan hukum pidana.

Pada kasus diatas, Bidan telah melanggar Kode Etik bidan yang ke 2 yaitu Kewajiban bidan
terhadap tugasnya (3 butir), pada butir 1 dan butir 2, dimana:

a. Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga dan
masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien,
keluarga dan masyarakat.

b. Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam


mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan konsultasi dan atau
rujukan.

ix
Bidan tidak melaksanakan tugasnya sesuai Kode Etik Bidan. Bidan dalam memberikan
pelayanan bukan sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya, yakni Bidan hanya
melakukan pertolongan persalinan yang normal. Kasus diatas juga, Bidan tidak cermat dalam
mengambil keputusan. Yaitu, keputusan mengadakan konsultasi atau melakukan rujukan.

Kemudian, kasus diatas juga melanggar Kode Etik Bidan yang ke 7 yaitu Kewajiban Bidan
terhadap Pemerintah, Bangsa dan Tanah Air (2 butir). Pada butir 1, dimana : Setiap bidan dalam
menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang
kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga dan masyarakat.

Berdasarkan Kode Etik Bidan diatas, Bidan dalam melaksanakan tugasnya wajib mengikuti
ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB.
Pada kasus diatas Bidan mengesampingkan ketentuan-ketentuan pemerintah, sehingga Bidan
tersebut nekat melakukan pertolongan persalinan yang bukan wewenangnya, yang
mengakibatkan bayi tersebut meninggal dunia.

Dalam menjalankan kewenangan yang diberikan bidan harus; melaksanakan tugas


kewenangannya sesuai dengan standar profesi, memiliki ketrampilan dan kemampuan untuk
tindakan yang dilakukannya, mematuhi dan melaksanakan protap yang berlaku diwilayahnya,
bertanggung jawab atas pelayanan yang diberikan dan berupaya secara optimal dalam
mengutamakan keselamatan ibu calon bayi atau janin.

Tenaga kesehatan yang melakukan kelalaian sama dengan melakukan malpraktek. Malpraktek
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, dapat berupa malpraktek medik yaitu yang dilaksanakan
ketika ia menjalankan profesinya dibidang medik dalam hal ini dapat berupa perbuatan yang
dapat disengaja seperti pada mis condact tertentu, tindakan kelalaian atau ketidak kompetenan
diluar kompetennya yang tidak beralasan yang berupa luka atau menderita kerugian pada pihak
yang ditangani.

Telah ditentukan secara jelas bahwasanya tugas atau wewenang bidan sudah diatur oleh
pemerintah sebagai berikut: pemberian kewenangan lebih luas kepada bidan dimaksudkan untuk
mendekatkan pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal kepada setiap ibu hamil/bersalin,

x
nifas dan bayi baru lahir (0 – 28 hari) agar penanganan dini atau pertolongan pertama sebelum
rujukan dapat dilakukan secara cepat dan tepat waktu.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa bidan dalam memberikan pelayanan
kepada pasien tetapi dalam hal ini dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum karena
pelayanan bidan tersebut memenuhi dua unsur yaitu unsur bertentangan dengan hak subjektif
orang lain dan bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, tidak memberikan informasi
secara lengkap dan memberikan pelayanan yang melebihi wewenangnya yaitu menolong
persalinan dengan keadaan janin premature. Dalam hal ini bidan bertentangan dengan
PERMENKES No 1464 tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, Undang-
undang Rumah Sakit No. 44 Tahun 2009 dan Kode Etik serta wewenang bidan.

B. Saran

xi
Seorang bidan harus selalu memperhatikan apa yang dibutuhkan pasien sehingga kita
mampu memberikan pelayanan yang komprehensif dan berkualitas. Bidan harus mempunyai
pengetahuan dan pemahaman yang cukup mendalam agar setiap tindakannya sesuai dengan
standar profesi dan kewenangannya.

DAFTAR PUSTAKA

Soedirman; Yanti dan W.E. Nurul, 2010. Etika Profesi DanHukum Kebidanan. Yogyakarta:
Pustaka Riham

Kansil, CST, 1991. Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia; Rineka Cipta; Jakarta

Puji Heni ,Wahyuni, 2009. Etika profesi Kebidanan; Fitramaya; Yogyakarta

xii

Anda mungkin juga menyukai