Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN

“KASUS BIDAN DALAM KODE ETIK”

DISUSUN OLEH :

NAMA : DELSI STEPANI DAMANIK

NIM : P07524421007

DOSEN PENGAMPU : Melva Simatupang, SST, M. Kes

PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDAN MEDAN

POLTEKKES KEMENKES MEDAN

T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Mallpraktek Aborsi Bidan"
dapat diselesaikan dengan baik.

Pembuatan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Dan
Hukum Kesehatan. Pembuatan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik karena
bantuan dan dukungan dari semua pihak oleh karena itu penulis ingin
mengucapkan terima kasih terutama kepada Ibu Melva Simatupang, SST, M. Kes,
selaku dosen pengampu mata kuliah Etika Dan Hukum Kesehatan.

Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna
oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan untuk dapat
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca
dan umumnya dan penulis pada khususnya.

Medan, 17 Februari 2022


DAFTAR ISI

Halaman Judul

Daftar Isi ..............................................................................................................

Kata Pengantar .....................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .....................................................................................

B. Tujuan ..................................................................................................

C. Rumusan Masalah ...............................................................................

BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian Malpraktik .........................................................................

2. Masalah Kasus Kesehatan dalam bidang Kebidanan...........................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .........................................................................................

B. Saran ...................................................................................................

Daftar Pustaka .......................................................................................................


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai calon bidan yang ahli dan professional dalam melayani klien, sudah
menjadi suatu kewajiban kita sebagai bidan untuk mengetahui lebih dahulu apa
saja wewenang yang boleh kita lakukan dan wewenang yang seharusnya ditangani
oleh seorang dokter SpOG sehingga kita harus meninjau agar tindakan kita tidak
menyalahi PERMENKES yang berlaku.

Akhir-akhir ini sering kita menemukan dalam pemberitaan media massa adanya
peningkatan dugaan kasus malpraktek dan kelalaian medik di Indonesia, terutama
yang berkenaan dengan kesalahan diagnosis bidan yang berdampak buruk terhadap
pasiennya. Media massa marak memberitahukan tentang kasus gugatan/ tuntutan
hukum (perdata dan/ atau pidana) kepada bidan, dokter dan tenaga medis lain, dan/
atau manajemen rumah sakit yang diajukan masyarakat konsumen jasa medis yang
menjadi korban dari tindakan malpraktik (malpractice) atau kelalaian medis.

Lepas dari fenomena tersebut, ada yang mempertanyakan apakah kasus-kasus itu
terkategori malpraktik medik ataukah sekedar kelalaian (human error) dari sang
bidan/dokter. Perlu diketahui dengan sangat, sejauh ini di negara kita belum ada
ketentuan hukum tentang standar profesi kebidanan yang bisa mengatur kesalahan
profesi.

Melihat fenomena di atas, maka kami melalui makalah ini akan membahas
tentang salah satu kasus malpraktik di Indonesia.

B. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini yaitu:

1. Untuk mengetahui pengertian malpraktek.

2. Untuk memahami dan menganalisis contoh kasus malpraktek.

C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian malpraktik ?

2. Bagaimana masalah hukum kesehatan dalam bidang kebidanan ?

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Malpraktik

Malpraktek adalah suatu istilah yang mempunyai kondisi buruk, bersifat stigmatis,
menyatakan. Praktek buruk dari seseorang yang memegang suatu profesi dalam
arti umum. Tidak hanya profesi medis saja, sehingga juga ditujukan kepada profesi
lainnya. Jika ditujukan kepada profesi medis, seharusnya juga disebut sebagai
"malpraktik medis".

Ada beberapa penulis yang mengatakan bahwa sukar untuk mengadakan


perbedaan antara negligence dan malpractice. Menurut pendapat mereka
malpractice dianggap sinonim dengan professional negligence (Creighton).
Memang didalam literature penggunaan istilah itu sering dipakai secara bergantian
seolah-olah artinya sama. "Malpractice is a term which is increasingly widely used
as a synonym for "medical negligence" (Mason-McCall Smith).

Perbedaan yang sangat jelas pada motif yang dilakukan, misalnya :

(a) Pada malpraktek (dalam arti sempit) : tindakannya dilakukan secara sadar, dan
tujuan dari tindakannya memang sudah terarah kepada akibat yang hendak
ditimbulkan atau tak peduli terhadap akibatnya, walaupun ia mengetahui bahwa
tindakannya itu adalah bertentangan dengan hukum yang berlaku, sedangkan

(b) Pada kelalaian : tidak ada motif ataupun tujuan untuk menimbulkan akibat yang
terjadi. Akibat yang timbul itu disebabkan karena adanya kelalaian yang
sebenarnya terjadi diluar kehendak.

Malpraktik lebih luas daripada negligence karena selain mencakup arti kelalaian,
istilah malpraktik pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja
(criminal malpractice) dan melanggar undang-undang. Di dalam arti kesengajaan
tersirat adanya motif (guilty mind) sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata atau
pidana.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah :

a). Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang
tenaga kesehatan;

b). Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan


kewajibannya. (negligence); dan

c). Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-


undangan.

Contoh Kasus Kesehatan dalam bidang Kebidanan

Seorang Bidan menolong persalinan pada Ny. W, G3 P2 A0, cara persalinan


terakhir spontan, umur anak usia terakhir 2 tahun, HPHT (Hari Pertama Haid
terakhir) lupa, tidak pernah dirujuk selama kehamilan. Saat ditolong umur
kehamilan 24 minggu, diagnosa sewaktu datang letak kepala, lahir spontan tidak
ada kelainan, komplikasi persalinan ketuban pecah dini,lama persalinan 4 jam,
dalam kala 1 lama persalinan 30 menit, tempat persalinan di rumah Bidan, keadaan
ibu sampai pulang hidup. Tanggal lahir bayi 08-03-2015, berat lahir 700 gr, jenis
kelamin bayi perempuan, asfiksia berat, kematian bayi akibat dari premature.

Pembahasan Kasus

Bidan pada kasus di atas tidak memberikan informasi tentang keadaan pasiennya
serta bidan tidak merujuk pasien yang bukan wewenangnya atau kompetensinya.
Kesimpulan sementara, Bidan tersebut melanggar kode etik, wewenang bidan dan
peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1464/MENKES/
PER/X/2010, tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan Indonesia.

1. Menurut Hukum

Pada pasal 18 ayat (1) dalam praktik/kerja, bidan berkewajiban untuk


menghormati hak pasien, memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien
dan pelayanan yang dibutuhkan, merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau
tidak dapat ditangani dengan tepat waktu, meminta persetujuan tindakan yang akan
segera dilakukan, menyimpan rahasia pasien yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan
pelayanan lainya secara sistematis, mematuhi standar; dan melakukan pencatatan
dan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahiran
dan kematian.

Secara spesifik pemerintah mengatur hak atas pelayanan dan perlindungan


kesehatan bagi ibu dan anak di dalam Pasal 126 dan Pasal 131 UU No.36 tahun
2009 tentang Kesehatan. Adapun dalam desain pelaksanaannya, hak tersebut
diarahkan melalui kebijakan strategi dan aktivitas untuk menurunkan Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Anak (AKA).

Berdasarkan Pasal 13 ayat (1), selain kewenangan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12, bidan yang menjalankan program
Pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi: butir
melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi
Menular Sek-sual (IMS) termasuk pemberian kondom dan penyakit lainnya.

Pada kasus ini, bidan melanggar KepMenkes No. 1464/MenKes/per/X/2010.


Bidan melanggar wewenangnya dimana menolong persalinan dengan kondisi janin
premature, sedangkan dalam peraturan KepMenKes ataupun wewenang bidan
diatas su-dah jelas bahwasannya bidan hanya menolong kehamilan, persalinan
fisiologis dan mendeteksi dini komplikasi persalinan serta dilanjutkan rujukan.
Setelah melakukan diagnosa kebidanan bahwa usia kehamilan masih tergolong
premature bidan tersebut tidak melakukan rujukan hal ini selain diatur dalam
KepMenKes diatas dan wewenang bidan dijelaskan juga pada UU No. 44 Tahun
2009 Pasal 41 dan Pasal 42. Ketiga, bertentangan dengan kesusilaan. Keem-pat,
bertentangan dengan keharusan yang diin-dahkan dalam pergaulan masyarakat
mengenai orang lain atau benda milik orang lain. Unsur ketiga dan empat ini tidak
terpenuhi dalam kasus diatas. Jadi kesimpulan sementara pada kasus di atas,
bidan tersebut memenuhi unsur pertama dan kedua.

Menurut Kode Etik Bidan

Bidan memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang


kesehatan. Bidan sebagai tenaga kesehatan memilki tiga hal tanggung jawab di
dalam upaya pelayanan kesehatan meliputi : tanggung jawab etis yang
landasannya adalah kode etik, yang pada dasarnya memuat bahwa kewajiban
umum, kewajiban terhadap penderita, kewajiban terhadap sejawat dan terhadap diri
sendiri. Tanggung jawab profesi yang didasarkan pendidikan, pengalaman, derajat
resiko perawatan, peralatan perawatan dan fasilitas perawatan. Tanggung jawab
hukum, yang didasarkan pada hu-kum perdata, hukum administrasi, dan hukum
pidana.

Pada kasus diatas, Bidan telah melanggar Kode Etik bidan yang ke 2 yaitu
Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir), pada butir 1 dan butir 2, dimana:

- Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap klien,


keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya
berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.

- Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam


mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan konsultasi
dan atau rujukan.

Bidan tidak melaksanakan tugasnya sesuai Kode Etik Bidan. Bidan dalam
memberikan pelayanan bukan sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya,
yakni Bidan hanya melakukan pertolongan persalinan yang normal. Kasus diatas
juga, Bidan tidak cermat dalam mengambil keputusan. Yaitu, keputusan
mengadakan konsultasi atau melakukan rujukan.

Kemudian, kasus diatas juga melanggar Kode Etik Bidan yang ke 7 yaitu
Kewajiban Bidan terhadap Pemerintah, Bangsa dan Tanah Air (2 butir). Pada butir
1, dimana : Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan
ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam
pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga dan masyarakat.

Berdasarkan Kode Etik Bidan diatas, Bidan dalam melaksanakan tugasnya


wajib mengikuti ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan,
khususnya dalam pelayanan KIA/KB. Pada kasus diatas Bidan mengesampingkan
ketentuan-ketentuan pemerintah, sehingga Bidan tersebut nekat melakukan
pertolongan persalinan yang bukan wewenangnya, yang mengakibatkan bayi
tersebut meninggal dunia.
Dalam menjalankan kewenangan yang diberikan bidan harus; melaksanakan
tugas kewenangannya sesuai dengan standar profesi, memiliki ketrampilan dan
kemampuan untuk tindakan yang dilakukannya, mematuhi dan melaksanakan
protap yang berlaku diwilayahnya, bertanggung jawab atas pelayanan yang
diberikan dan berupaya secara optimal dalam mengutamakan keselamatan ibu
calon bayi atau janin.

Tenaga kesehatan yang melakukan kelalaian sama dengan melakukan malpraktik.


Malpraktik yang dilakuakan oleh tenaga kesehatan, dapat berupa malpraktik medik
yaitu yang dilaksanakan ketika ia menjalankan profesinya dibidang medik dalam
hal ini dapat berupa perbuatan yang dapat disengaja seperti pada mis condact
tertentu, tindakan kelalaian atau ketidak kompetenan diluar kompetennya yang
tidak beralasan yang berupa luka atau menderita kerugian pada pihak yang
ditangani.

Telah ditentukan secara jelas bahwasannya tugas atau wewenang bidan sudah
diatur oleh pemerintah sebagai berikut: pemberian kewenangan lebih luas kepada
bidan dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan
neonatal kepada setiap ibu hamil/bersalin, nifas dan bayi baru lahir (0 – 28 hari)
agar penanganan dini atau pertolongan pertama sebelum rujukan dapat dilakukan
secara cepat dan tepat waktu.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa bidan dalam


memberikan pelayanan kepada pasien tetapi dalam hal ini dapat dikategorikan
sebagai perbuatan melawan hukum karena pelayanan bidan tersebut memenuhi dua
unsur yaitu unsur bertentangan dengan hak subjektif orang lain dan bertentangan
dengan kewajiban hukumnya sendiri, tidak memberikan informasi secara lengkap
dan memberikan pelayanan yang melebihi wewenangnya yaitu menolong
persalinan dengan keadaan janin premature. Dalam hal ini bidan bertentangan
dengan PERMENKES No 1464 tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Bidan, Undang-undang Rumah Sakit No. 44 Tahun 2009 dan Kode Etik
serta wewenang bidan.

Saran

Seorang bidan harus selalu memperhatikan apa yang dibutuhkan pasien


sehingga kita mampu memberikan pelayanan yang komprehesif dan berkualitas.
Bidan harus mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup mendalam agar
setiap tindakannya sesuai dengan standar profesi dan kewenangannya.

DAFTAR PUSTAKA

Guwandi, 2007, Hukum Medik (Medical Law), Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Soedirman; Yanti dan W.E. Nurul, 2010. Etika Profesi DanHukum Kebidanan.
Yogyakarta: Pustaka Riham.

Anda mungkin juga menyukai