Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PELAYANAN KB DAN KESEHATAN REPRODUKSI

PENAPISAN KLIEN DAN PERSYARATAN MEDIS

Dosen Pembimbing:

Lilik Triyawati, Amd.Keb., S.Pd., M.Kes

Disusun Oleh :

Julian Hadi Steffany (P27824520004)

Kisatul Ulya Kasanah (P27824520005)

Meza Putriyanti (P27824520006)

Sasi Kirana Putri F (P27824520007)

POLTEKKES KEMENKES SURABAYA

PRODI DIII KEBIDANAN BOJONEGORO

TAHUN PELAJARAN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan
syafa’atnya di akhirat.

Tidak lupa, Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas mata kuliah pelayanan KB dan kesehatan
reproduksi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yaitu khususnya kepada Bu Lilik
Triyawati. Amd.Keb., S.Pd., M.Kes. sebagai Dosen mata kuliah pelayanan KB dan kesehatan
reproduksi yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini,
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah kami dapat berguna dan memberikan manfaat bagi setiap
pihak terutama bagi mereka para pembaca. Sekian dan terima kasih.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bojonegoro, 31 Agustus 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

1. Cover ........................................................................................................................1
2. Kata Pengantar .........................................................................................................2
3. Daftar Isi ..................................................................................................................3
4. BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang ............................................................................................4
B. Tujuan .........................................................................................................4
5. BAB II Pembahasan
A. Penapisan Klien...............................................................................................5-9
B. Informed Consent …….............................................................................9-13
6. BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................14
7. Daftar Pustaka

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penapisan klien merupakan upaya untuk melakukan tela’ah dan kajian tentang kondisi kesehatan
klien dengan kesesuaian penggunaan metode kontrasepsi yang diinginkan. Konseling yang baik
akan melancarkan proses penapisan klien dan penapisan klien yang baik akan memperbesar
tingkat kesuksesan program KB serta menekan terjadinya efek samping dan kejadian komplikasi.

Informed consent sendiri merupakan prosedur etik yang diatur oleh hukum dan berkaitan erat
dengan pelayanan kesehatan sehari-hari. Komponen penting yang diperlukan dalam informed
consent adalah persetujuan/penolakan pasien/keluarga yang kompeten, informasi yang jelas dan
rinci mengenai tindakan medis yang akan dilakukan, serta keterangan bahwa persetujuan
diberikan tanpa paksaan.

Dengan melihat betapa pentingnya penapisan klien dan Informent Concent dalam pelayanan
Keluarga Berencana, makalah ini akan membahas lebih jauh mengenai kedua hal tersebut.

B. TUJUAN

Penulisan ini bertujuan untuk menjelaskan konsep-konsep tentang :

1. Penapisan klien keluarga berencana


2. Infoement concent

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENAPISAN KLIEN PELAYANAN KB

Penapisan klien merupakan upaya untuk melakukan tela’ah dan kajian tentang kondisi kesehatan
klien dengan kesesuaian penggunaan metode kontrasepsi yang diinginkan.

Tujuan utama penapisan klien untuk menentukan keadaan yang membutuhkan perhatian khusus
dan masalah (misalnya diabetes atau tekanan darah tinggi) yang membutuhkan pengamatan dan
pengelolaan lebih lanjut.

Tujuan penapisan klien adalah untuk menentukan:

1. Apakah ada masalah medik, kondisi biologik sebagai penyulit teknis, tidak terpenuhinya
syarat teknis-medik yang dapat menghalangi penggunaan metode KB tertentu.
2. Apakah perlu dilakukan penilaian/pengelolaan lanjut terhadap masalah medik yang
ditemukan agar penggunaan kontrasepsi memungkinkan.
3. Perencanaan Keluarga Dan Penapisan Klien
4. Seorang perempuan telah dapat melahirkan, segera setelah ia mendapat haid yang
pertama (menarche)
5. Keseburan seoramg perempuan akan terus berlangsung sampai berhentinya haid
(menopuse)
6. Kehamilan dan kelahiran terbaik, artinya resiko rendah untuk ibu dan anak adalah antara
20-35 tahun.
7. Persalinan pertama dan kedua paling rendah resikonya
8. Jarak antara 2 kelahiran sebaiknya 2-4 tahun. 15

Tujuan utama penapisan klien sebelum pemberian suatu kontrasepsi adalah untuk menentukan
apakah ada :

1. Kehamilan
2. Keadaan yang membutuhkan perhatian khusus

5
3. Masalah (misalnya diabetes atau tekanan darah tinggi) yang membutuhkan pengamatan
dan pengelolaan lanjut.

Untuk sebagian besar klien bisa diselesaikan dengan cara anamnesis terarah, sehingga masalah
utama dikenali atau memungkinkan hamil dapat dicegah. Sebagian besar cara kontrasepsi,
kecuali AKDR dan kontrasepsi mantap tidak membutuhkan pemeriksaan fisik maupun panggul.

Pemeriksaan laboratorium untuk klien Keluarga Berencana dan klien baru tidak diperlukan
karena :

1. Sebagian besar klien KB berusia muda (umur 16 – 35 tahun) dan umumnya sehat.
2. Pada wanita, masalah kesehatan reproduksi (misalnya kanker genital dan kanker
payudara, fibroma uterus) jarang di dapat pada umur sebelum 35 tahun atau 40 tahun.
3. Pil kombinasi yang sekarang tersedia berisi estrogen dan progestin lebih baik karena efek
sampingnya jarang menimbulkan masalah medis.
4. Pil progestin, suntikan, dan susuk bebas dari efek yang berhubungan dengan estrogen dan
dosis progestin yang dikeluarkan perhari bahkan lebih rendah dari pil kombinasi.

Tabel Daftar Tilik Penapisan Klien.

Metode reversibel Metode hormonal (pil kombinasi; pil progestin, Ya Tidak


suntikan dan Ya susuk)
Hari pertama haid terakhir 7 hari yang lalu atau lebih
Menyusui dan kurang dari 6 minggu pasca persalinan

Perdarahan/ perdarahan bercak antara haid setelah senggama


Ikterus pada kulit atau mata.
Nyeri kepala hebat atau gangguan visual.
Nyeri hebat pada betis, paha atau dada, atau tungkai bengkak (oedema).
Tekanan darah di atas 160/ 90 mmHg.
Massa atau benjolan pada payudara
Sedang minum obat – obatan anti kejang atau tidak
AKDR (semua jenis pelepas tembaga dan progestin)

6
Hari pertama haid terakhir 7 hari yang lalu.
Klien (pasangan) mempunyai pasangan seks lain
Infeksi menular seksual (IMS)
Penyakit radang panggul atau kehamilan ektopik
Haid banyak (lebih 1 – 2 pembalut tiap 4 jam).
Haid lama (lebih dari 8 hari).
Dismenorea berat yang membutuhkan analgetika dan/atau istirahat baring
Perdarahan/ perdarahan bercak antara haid atau setelah senggama/gejala
penyakit jantung valvular atau kongenital.

1. Apabila klien menyusui dan kurang dari 6 minggu postpartum maka pil kombinasi adalah
metode panggilan terakhir.
2. Tidak cocok untuk pil progestin (minipil), suntikan (DMPA atau NET - EN), atau susuk
3. Tidak cocok untuk suntikan progestin (DMPA atau NET - EN)
4. Tidak cocok untuk AKDR pelepas – progestin

Selain itu, dahulu tenaga kesehatan cenderung menggunakan syarat pemakaian metode
kontrasepsi secara berlebihan sehingga mempengaruhi pemilihan metode dari klien. Akibatnya,
banyak permintaan pemeriksaan lab yang sebenarnya tidak di perlukan (misalnya pemeriksaan
kolesterol, fungsi hati, glukosa atau pap smear). Walaupun permintaan menjadi klien KB
menjadi meningkat, kemampuan pelayanan terbatas karena tidak tersedianya laboratorium untuk
pemeriksaan sehingga menghambat terhadap pemilihan kontrasepsi dan pelaksananan pelayanan.
Karena itu klien dapat memperoleh cara konrasepsi yang terbaik sesuai pilihannya, penilaian
cara klien harus di batasi pada prosedur yang di perlukan untuk semua klien pada setiap tatanan.
Jika semua keadaan di atas ”tidak” (negatif) dan tidak dicurigai adanya kehamilan, maka dapat di
teruskan dengan konseling metode khusus. Bila respon banyak yang dalam “iya” (positif), berarti
klien perlu di evaluasi sebelum keputusan akhir dibuat. Catatan : klien tidak selalu memberikan
informasi yang benar tentang kondisi di atas. Namun, petugas kesehatan harus mengetahui

7
bagaimana keadaan klien sebenarnya bila di perlukan petugas dapat mengulangi pertanyaan yang
berbeda. Perlu juga di perhitungkan masalah sosial ,budaya atau agama yang mungkin
berpengaruh terhadap respon klien tersebut (pasangannya). Tabel Daftar Tilik Penapisa Klien
Metode Irreversibel (Tubektomi) Dapt dilakukan pada fasilitas rawat jalan Keadaan umum
(anamnesis Kedaan umum baik, tidak pemeriksaan fisik). ada tanda-tanda apenyakit jantung,
paru, atau ginjal.

Dilakukan difasilitas rujukan Diabetes tidak terkontrol, riwayat gangguan pembekuan darah, ada
tanda - tanda penyakit jantung, paru atau ginjal. Keadaan emosional Tenang Cemas,takut
Tekanan darah Kurang dari 160/100mmHg ≥ 160/100mmHg Berat badan 35-85 kg >85kg ; <
35kg Riwayat operasi Bekas secsio sesaria (tanpa Operasi abdomen abdomen/panggul.
perlekatan). lainya,perlekatan atau terdapat kelaianan pada pemerikaan panggul. Riwayat radang
panggul, Pemeriksaan dalam normal Pemeriksaan dalam ada hamil ektopik, apendisitis. kelainan.
Anemia HB ≥ 8g% HB < 8g% Keadaan klien

Tabel Daftar Tilik Penapisan Klien. Metode Irreversibel (vasektomi) Dapat dilakukan pada
fasilitas berjalan Keadaan umum (anamnesis, Keadaan umum baik, tidak pemeiksaan fisik). ada
tanda penyakit jantung, paru atau ginjal. Keadan klien

Keadaan emosional Tenang Tekanan darah < 160/100mmHg Infeksi atau kelainan Normal
skrotum/inguinal. Anemia HB ≥ 8g% Meyakini bahwa klien tidak hamil Klien tidak hamil
apabila :

1. Tidak senggama sejak haid terakhir.


Dilakukan pada fasilitas rujukan Diabetes tidak terkontrol, riwayat gangguan pembekuan
darah, ada tanda penyakit jantung, paru atau ginjal. Cemas takut ≥160/100mmHg Tanda-
tanda infeksi atau ada kelainan. HB < 8g%
2. Sedang memakai metode efektif secara baik dan benar
3. Sekarang didalam 7 hari pertama haid terakhir
4. Didalam 4 minggu pasca persalinan
5. Dalam 7 hari pasca keguguran

8
6. Menyusui dan tidak haid Pemeriksaan fisik jarang dibutuhkan kecuali untuk
menyingkirkan kehamilan yang lebih dari 68 minggu. Uji kehamilan yang biasa tidak
selalu menolong, kecuali tersedia uji kehamilan yang lebih sensitif. Jika tidak tersedia
kehamilan yang sensitif, klien di anjurkan memakai kontrasepsi barier sampai haid
berikutnya.

Prosedur penapisan klien

Keterangan :

1. Metode hormonal
2. Oklusi tba dan vasektomi
3. Bila ceklis penapisan benar semua “tidak” pemeriksaan tidak diperlukan

B. INFORMED CONSENT (PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS)

Informed consent atau persetujuan untuk tindakan medis bukanlah formalitas lembar persetujuan
medis saja. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia nomor
290/Menkes/PER/III/2008, persetujuan tindakan kedokteran (informed consent) adalah
persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga yang telah mendapatkan penjelasan secara
lengkap dan rinci mengenai tindakan medis yang akan dilakukan.

Informed consent sendiri merupakan prosedur etik yang diatur oleh hukum dan berkaitan erat
dengan pelayanan kesehatan sehari-hari. Komponen penting yang diperlukan dalam informed
consent adalah persetujuan/penolakan pasien/keluarga yang kompeten, informasi yang jelas dan
rinci mengenai tindakan medis yang akan dilakukan, serta keterangan bahwa persetujuan
diberikan tanpa paksaan.

Tujuan Informed Consent

Informed consent merupakan suatu prosedur persetujuan tindakan medis yang diberikan pasien
kepada dokter. Selain itu, informed consent sendiri merupakan bentuk komunikasi antara pasien
dan dokter, dengan tujuan memberikan informasi mengenai prosedur dan/atau pengobatan yang
direncanakan, risiko tindakan, manfaat tindakan, prognosis penyakit, dan alternatif terapi lain.

9
Dengan begitu, bisa dikatakan informed consent bertujuan memberikan kenyamanan dan
dukungan bagi pasien untuk mengambil pilihan bagi dirinya, serta meningkatkan komunikasi
dalam hubungan dokter dan pasien.[3]

Selain itu, informed consent juga bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi pasien dan
dokter. Dengan adanya informed consent, pasien dapat terlindungi dari kemungkinan tindakan
medis yang dilakukan tanpa sepengetahuannya atau tindakan medis yang tidak diperlukan.
Sedangkan bagi dokter, informed consent bertujuan memberikan perlindungan hukum terhadap
risiko tuntutan yang sering berkaitan dengan kegagalan tindakan medis walaupun pelayanan
maksimal sudah diberikan.[4,5]

Informed Consent dari Aspek Hukum dan Etika

Dalam aspek etika, informed consent berkaitan erat dengan prinsip etika biomedis dalam bidang
kedokteran. Terdapat 4 prinsip etika biomedis, yaitu berbuat baik (beneficence), tidak merugikan
(non maleficence), menghargai otonomi pasien (autonomy), dan adil (justice).

Informed consent merupakan salah satu prosedur yang sesuai dengan prinsip autonomy, yaitu
seseorang memiliki hak dan kebebasan untuk bertindak dan mengambil keputusan medis untuk
dirinya sendiri. Akan tetapi, seseorang harus berkompeten dalam memilih tindakan dan
mengambil keputusan terhadap dirinya agar dapat dikatakan sebagai otonomi individu.[6-8]

Kode Etik Kedokteran memuat aspek yang berkaitan dengan prinsip otonomi dan informed
consent. Pada pasal 5 Kode Etik Indonesia, tercantum bahwa “tiap perbuatan atau nasihat dokter
yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik, wajib memperoleh persetujuan
pasien/keluarganya dan hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien tersebut”.

Oleh karena itu, dokter wajib memberikan informasi yang lengkap dan benar mengenai rencana
tindakan dan pengobatan yang akan dilakukan pada pasien, dengan segala risiko dan efek
samping yang mungkin terjadi. Selain itu, dokter juga wajib menghormati keputusan pasien yang
menolak pengobatan atau tindakan setelah informasi diberikan.[8]

10
Dalam aspek hukum, informed consent diatur dalam Undang-Undang no. 29 tahun 2004 tentang
praktik kedokteran, yang menyatakan bahwa ”setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
yang akan dilakukan dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan”.

Dijelaskan juga dalam Undang-Undang bahwa sebelum pasien memberikan persetujuan,


penjelasan lengkap perlu diberikan kepada pasien mengenai diagnosis, prosedur, tujuan tindakan,
risiko dan komplikasi tindakan, serta prognosis penyakit dengan/tanpa tindakan. UU no. 29
tahun 2004 dan Permenkes no.290 tahun 2008 juga menjelaskan mengenai tata cara dan
pengaturan informed consent.[2,9]

Bentuk dan Jenis Informed Consent

Berdasarkan bentuknya, informed consent terdiri dari 2 jenis, yaitu

1. Implied Consent

Implied consent atau persetujuan secara tersirat umumnya diberikan saat kondisi gawat
darurat, di mana perlu dilakukan tindakan medis tetapi pasien atau keluarga tidak dapat
memberikan persetujuan lisan atau tertulis pada saat itu.

2. Expressed Consent

Expressed consent merupakan bentuk persetujuan yang dinyatakan baik dalam bentuk
lisan maupun tulisan. Infomed consent lisan umumnya dilakukan pada prosedur atau
pengobatan tanpa risiko, seperti phlebotomy, pemeriksaan fisik abdomen, atau rontgen
toraks. Persetujuan secara lisan dapat berupa bentuk ucapan setuju atau gerakan
mengangguk kepala.

Sedangkan informed consent tertulis, umumnya diperlukan untuk prosedur atau pengobatan yang
lebih rumit dan risiko yang lebih tinggi, seperti sectio caesarea dan intubasi.[1,2,5,10]

Berdasarkan tujuannya, informed consent terdiri dari 3 jenis, yaitu:

1. Informed Consent untuk Penelitian

11
Pada penelitian yang melibatkan partisipasi individu dan intervensi, informed consent
harus diperoleh sebagai bentuk persetujuan partisipan terlibat secara volunter dalam
penelitian.

2. Informed Consent untuk Menegakkan Diagnosis

Informed consent juga diperlukan saat dokter akan melakukan prosedur yang bertujuan
untuk menegakkan diagnosis, seperti tindakan fine needle aspiration biopsy dan coronary
computed tomography angiography (CCTA).

3. Informed Consent untuk Terapi

Sebelum pemberian terapi khusus, seperti sedasi dan analgesik jenis narkotika, informed consent
perlu diperoleh dari pasien/keluarga setelah penjelasan mengenai efek samping, komplikasi, dan
alternatif terapi lainnya.[5,11]

Informed Consent pada Kondisi Tertentu

Secara umum, informed consent dapat diberikan secara langsung oleh pasien yang kompeten,
yang berarti pasien memiliki kapasitas untuk mengerti akan penjelasan yang diberikan dan
menggunakan informasi tersebut untuk berpikir secara rasional dalam mencapai suatu
kesimpulan.

Berdasarkan Permenkes nomor 290 tahun 2008, pasien yang kompeten berarti pasien dewasa di
atas usia 21 tahun atau telah/pernah menikah, atau pasien berusia 18 tahun yang tidak
dikategorikan sebagai anak berdasarkan perundang-undangan. Pasien juga dikatakan kompeten
apabila kesadarannya tidak terganggu dan tidak mengalami gangguan atau kemunduran
kesehatan mental.

Pada kondisi pasien tertentu, seperti kategori usia anak-anak, gangguan kesadaran, gangguan
mental, atau sedang dalam kondisi gawat darurat, maka informed consent dapat diberikan oleh
orang tua, suami/istri, anak kandung, saudara kandung, keluarga terdekat, atau orang yang
mengantarkan pasien.

12
Persetujuan yang diberikan oleh wali yang menggantikan pasien ini harus memenuhi tujuan
utama untuk kepentingan terbaik pasien dan memaksimalkan manfaat yang baik untuk pasien.

Pada kondisi gawat darurat, informed consent secara tersirat dari pasien umumnya dapat diterima
sebagai persetujuan tindakan. Selain itu, pada pasien yang tidak sadar dan tidak didampingi
keluarga/wali, tindakan tetap boleh dilakukan walaupun informed consent belum ada. Informed
consent dapat dibuat setelah pasien sadar atau keluarga/wali hadir.

13
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Penapisan keluarga berencana merupakan upaya untuk melakukan telaah dan kajian tentang
kondisi kesehatan kliendengan kesesuaian penggunaan metode kontrasepsi yang diinginkan.
Konsep konseling dan penapisan keluarga berencana adalah suatu hal yang memiliki arti penting
pada setiap pelayanan keluarga berencana, karena hal ini bertujuan agar setiap klien yang
dilayani mendapatkan metode kontrasepsi yang sesuai. Jika setelah mendapatkan penapisan yang
cukup, dalam perjalanan pemakaian metode kontrasepsi klien mendapatkan efek samping, maka
akan membantu klien tersebut untuk mendapatkan bantuan yang sesuai.

Informed consent adalah persetujuan tindakan medis yang diberikan oleh pasien atau keluarga,
setelah informasi yang jelas dan rinci mengenai prosedur atau pengobatan diberikan.

Tujuan informed consent adalah meningkatkan komunikasi antara dokter dan pasien dalam
shared decision making untuk mendukung pasien mengambil keputusan terhadap dirinya sendiri.
Selain itu, informed consent juga memberikan perlindungan hukum untuk dokter dan pasien.

Informed consent dapat diberikan secara tersirat, tertulis, atau lisan tergantung pada situasi yang
ada. Pada kondisi pasien tidak kompeten, persetujuan dapat diberikan oleh keluarga, wali, atau
saudara terdekat dengan tetap memenuhi prinsip tujuan tindakan/terapi, yaitu memberikan
manfaat terbaik untuk pasien.

Dalam situasi gawat darurat, tindakan untuk mencegah kecacatan dan menyelamatkan nyawa
boleh dilakukan sebelum informed consent dibuat.

14
DAFTAR PUSTAKA

BKKBN & Depkes. 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka

Meilani, N. dkk., 2010. Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Fitramaya.

Pinem, S., 2009. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Jakarta: Trans Info Media.

Saifuddin, A., 2006. Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

Sulistyawati, A., 2012. Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Salemba Medika.

Suratun, dkk., 2008. Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Trans
Info Media

15

Anda mungkin juga menyukai