Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH OBSTETRI

PENYAKIT INFEKSI TORCH

DOSEN PEMBIMBING :

Sri Wahyuni, SST., S.Pd., M.Kes.

DISUSUN OLEH :

Allisya Rafaela Cantika (P27824520012)

Anisya Silvita Febryanti (P27824520001)

Dhea Nur Fadillah (P27824520002)

Jesy Agleysia (P27824520003)

PRODI D3 KEBIDANAN BOJONEGORO

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga makalah kami yang
berjudul “Penyakit Infeksi TORCH” dapat terselesaikan dengan baik. Terima kasih kepada Ibu
Sri Wahyuni, SST., S.Pd., M.Kes. yang telah memberikan tugas kepada kami sehingga dapat
menyusun dan meyelesaikan makalah ini dengan baik.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah
ini. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menjadi acuan bagi
kami untuk lebih baik lagi.

Semoga makalah ini dapat menambah wawasan para pembaca dan dapat bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………….......................................................………………........…… 2

DAFTAR ISI …………………………….......................................………...............……........… 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………………………………………....................................................... 4


B. Rumusan Masalah ……........……………………….......................................................... 5
C. Tujuan Pembahasan……………………………………................................................… 5

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi TORCH ………………………………………………………………………… 6


B. Etiologi …………………………………………………………………………………... 7
C. Tanda dan Gejala ………………………………………………………………………. 10
D. Patofisiologi ……………………………………………………………………………. 10
E. Penanganan …………………………………………………………………………….. 13
F. Komplikasi ……………………………………………………………………………... 17
G. Penatalaksanaan ………………………………………………………………………... 17

BAB III PENUTUP

A. Simpulan ………………………………………...............................................……...… 23
B. Saran …………………………………………………............................................…… 23

DAFTAR PUSTAKA …………………………………................................................……….. 24

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Torch adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis penyakit infeksi
yaitu TOxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis penyakit infeksi
ini, sama-sama berbahaya bagi janin bila infeksi diderita oleh ibu hamil. Kini, diagnosis
untuk penyakit infeksi telah berkembang antara lain ke arah pemeriksaan secara imunologis.
Prinsip dan pemeriksaan ini adalah deteksi adanya zat anti (antibodi) yang spesifik terhadap
kuman penyebab infeksi tersebut sebagai respon tubuh terhadap adanya benda asing (kuman
antibodi yang terburuk dapat berupa Imonoglobulin M (IgM) dan Imonoglobulin G (IgG).
Salah satu penyakit yang membuat wanita merasa khawatir salah satunya adalah penyakit
TORCH. Sekitar 40% wanita hamil pengidap TORCH pada awal kehamilan, janin yang
dilahirkan akan terinfeksi dan 15% mengalami keguguran atau kelahiran dini. Sebanyak
17% janin terinfeksi pada trimester pertama, 24% pada trimester kedua dan 62% pada
trimester ketiga. Hasil penelitian lain juga mengatakan bahwa 90% bayi yang terinfeksi
dapat lahir dengan normal, walaupun 80–90% bayi tersebut dapat menderita gangguan
penglihatan sampai buta setelah beberapa bulan atau beberapa tahun setelah lahir, dan 10%
dapat mengalami gangguan pendengaran (Herdiyani, 2011).
Data di Amerika Serikat pada tahun 2006 menyatakan 15%-30% wanita mempunyai
antibodi terhadap toxoplasma. Menurut Sunaryo, infeksi TORCH di Indonesia pada
kehamilan menunjukkan prevalensi cukup tinggi, berkisar antara 5,5% sampai 84%.
Beberapa penelitian di Indonesia memperoleh, dari ibu yang menderita Toxoplasmosis,
sebanyak 56% bayi dapat penderita Toxoplasmosis kongenital bila ibu tersebut tidak diberi
pengobatan selama kehamilan. Infeksi TORCH oleh Cornain dan kawan – kawan, pada 67%
wanita kasus infertilitas didapatka sebanyak 10,3 Toxoplasma, 13,8% positif Rubella, 13,8%
positif infeksi CMV. Prevalensi toxoplasmosis di Jakarta sebesar 61,6%, Bandung 74,5%,
Surabaya 55,5%, Yogyakarta 55,4%, Denpasar 23,0%, dan Semarang 2 44,0%. Insiden
kelainan bawaan di Indonesia tahun 2009 berkisar 15 per 1.000 kelahiran. Angka kejadian
ini akan menjadi 4 – 5% bila bayi diikuti terus sampai berusia 1 tahun. Menurut Maryuni

4
angka kejadian kelainan kongenital dibeberapa rumah sakit di Indonesia yaitu RSCM
Jakarta tahun 1975 (Huda, 2014).
Berdasarkan data tersebut, dapat terlihat bahwa jumlah pengidap TORCH cukup banyak.
Banyaknya wanita yang mengalami keguguran dan tidak dapat mengalami kehamilan
dikarenakan virus TORCH ini. Penyebab virus ini masuk kedalam tubuh manusia yaitu
melalui lantaran hewan yang berada di sekitar kita, seperti kucing, ayam, tikus, burung,
anjing, sapi dan lain sebagainya. Meskipun kita tidak dekat dengan hewanhewan di atas
namun virus ini dapat menular melalui sayuran, daging setengah matang, udara. Virus ini
juga sangat mudah menular seperti halnya penyakit HIV (Ramli, 2014).

B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Dari TORCH ?
2. Apa Etiologi Dari TORCH ?
3. Apa Saja Tanda dan Gejala TORCH ?
4. Bagaimana Patofisiologi TORCH ?
5. Bagaimana Penanganan TORCH ?
6. Bagaimana Komplikasi TORCH ?
7. Bagaimana Penatalaksanaan TORCH ?

C. Tujuan
1. Untuk Memahami Pengertian Dari TORCH.
2. Untuk Mengetahui Etiologi Dari TORCH.
3. Untuk Mengetahui Tanda dan Gejala TORCH.
4. Untuk Mengetahui Patofisiologi TORCH.
5. Untuk Mengetahui Penanganan TORCH.
6. Untuk Mengetahui Komplikasi TORCH.
7. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan TORCH.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi TORCH
Infeksi adalah kolonalisasi yang dilakukan oleh spesies asing terhadap organisme inang
dan bersifat membahayakan inang. Organisme penginfeksi atau patogen,menggunakan sarana
yang dimiliki inang untuk dapat memperbanyak diri,yang pada akhirnya merugikan inang.
Patogen mengganggu fungsi normal inang dan dapat berakibat pada luka kronik, gangrene,
kehilangan organ tubuh, dan bahkan kematian (Nadyah, 2011).
Infeksi TORCH adalah akronim dari beberapa penyakit yaitu toksoplasmosis, rubella,
sytomegalovirus, dan herpes simpleks yang sering menimbulkan infeksi kongenital dalam
bentuk hampir sama yaitu mikrosefali, ketulian dan kebutaan, kehamilan dapat terjadi
abortus, persalinan prematur, dan pertumbuhan janin terlambat(Yadav, 2014).
Infeksi TORCH adalah infeksi oleh kelompok organisme yangmampu menembus
plasenta dan mempengaruhi perkembangan janin. TORCH singkatan dari T=
Toksoplasmosis, O = Other yaitu penyakit lain sepertisifilis, R = Rubela, C =
Cytomegalovirus, H = Herpes Simpleks. Kini TORCH dikembangkan dengan menambah dua
infeksi karena cukup memberi risikopada kehamilan yaitu Hepatitis B dan HIV AIDS
(Manuaba, 2011).
Sebagian infeksi ini mempunyai obat khusus tetapi sebagian tidak ada obatnya dan
bergantung pada kekebalan yang didapatkan akibat infeksi pertama. Bila terjadi reinfeksi
maka terbentuk kekebalan yang cukup sehingga tidak akan menimbulkan kelainan kongenital
(Manuaba, 2011).
a) Toksoplasmosis
Toksoplasmosis adalah sejenis infeksi yang disebabkan oleh sejenis parasit toksoplasma
gondi yang biasanya ditemukan pada kucing. Infeksi ini dapat menyebabkan
pertumbuhan janin menjadi terhambat, kelainan mata, cacat otak, abortus atau malah mati
saat dilahirkan (Nirwana, 2011).
b) Rubella

6
Rubella adalah infeksi virus yang dapat menyebabkan infeksi kronik intrauterin,
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin. Rubella disebabkan oleh virus
plemorfis yang mengandung RNA. Virus ini ditularkan melalui droplet dari ibu hamil
kepada janin (Fadlun, 2014).
c) Cytomegalovirus
Cytomegalovirus atau lebih sering disebut CMV adalah infeksi oportiunistik yang
berhubungan dengan HIV. Virus ini dibawah oleh sekitar 50% populasi dan 90%
penderita dengan HIV. Cytomegalovirus juga merupakan anggota keluarga virus herpes
yang disebut herpes viridae. CMV sering disebut sebagai “virus paradoks” karena bila
menginfeksi seseorang dapat berakibat fatal, atau dapat juga hanya diam didalam tubuh
penderita seumur hidupnya (Rukiyah, 2011).
d) Herpes simplex atau herpes genitalia
Herpes simplex atau herpes genitalia adalah infeksi virus herpes simpleks pada atau
disekitar vagina, vulva (bibir vagina) dan anus (wanita), (Robson, 2011). Herpes dapat
menyebabkan luka pada daerah mulut, dan hidung, pada daerah kemaluan (laki-laki dan
wanita) dan daerah anus, atau pada mata, jari dan tangan. Terdapat dua jenis virus herpes
simpleks yaitu herpes 1 dan 2 (Nugraheny, 2011).

B. Etiologi
a) Toksoplasmosis
Infeksi Toksoplasmosis disebabkan oleh parasit yang disebut Toksoplasmosis gondii.
Toksoplasmosis gondii adalah protozoa yang dapat ditemukan pada pada hampir semua
hewan dan unggas berdarah panas. Akan tetapi kucing adalah inang primernya. Kotoran
kucing pada makanan yang berasal dari hewan yang kurang masak, yang mengandung
oocysts dari Toksoplasmosis gondii dapat menjadi jalan penyebarannya. Contoh lainnya
adalah pada saat berkebun atau saat membenahi tanaman dipekarangan, kemudian tangan
yang masih belum dibersihkan melakukan kontak dengan mulut (Nirwana, 2011).

7
b) Rubella
Virus Rubella ini pertama kali ditemukan di amerika pada tahun 1966, Rubella pernah
menjadi endemic di banyak negara di dunia, virus ini menyebar melalui droplet. Periode
inkubasinya adalah 14-21 hari (Fadlun, 2014).

c) Cytomegalovirus
Penularan CMV akan terjadi jika ada kontak langsung dengan ciran tubuh penderita
seperti air seni, air ludah, air mata, sperma dan air susu ibu. Bisa juga terjadi karena
transplatasi organ. Kebanyakan penularan terjadi karena cairan tubuh penderita
menyentuh tangan individu yang rentan. Kemudian diabsorpsi melalui hidung dan
tangan.
Teknik mencuci tangan dengan sederhana manggunakan sabun cukup efektif untuk
membuang virus dari tangan. Golongan sosial ekonomi rendah lebih rentan terkena
infeksi. Rumah sakit juga marupakan tempat penularan virus ini, terutama unit dialisis,
perawatan neonatal dan ruang anak. Penularan melalui hubungan seksual juga dapat
terjadi melalui cariran semen ataupun lendir endoserviks.

8
Virus juga dapat ditularkan pada bayi melalui sekresi vagina pada saat lahir atau pada ia
menyusu. Namun infeksi ini biasanya tidak menimbulkan tanda dan gejala klinis. Resiko
infeksi kongenital CMV paling besar terdapat pada wanita yang sebelumnya tidak pernah
terinfeksi dan mereka yang terinfeksi pertama kali ketika hamil. Meskipun jarang,
sitomegalovirus kongenital tetap dapat terulang pada ibu hamil yang pernah mempunyai
anak dengan sitomegalovirus kongenital pada kehamilan terdahulu. Penularan dapat
terjadi pada setiap saat dalam kehamilan tetapi semakin muda umur kehamilan semakin
berat gejala pada janinnya.
Infeksi CMV lebih sering terjadi di negara berkembang dan di masyarakat denga status
sosial ekonomi lebih rendah dan merupakan penyeirus paling signifikan cacat lahir di
negara-negara industri. CMV tampaknya memiliki dampak besar pada parameter pada
kekebalan tubuh di kemudian hari dan dapat menyebabkan peningkatan morbiditas dan
kematian (Rukiyah, 2011).

d) Herpes
Virus herpes simpleks tipe I dan II merupakan virus horminis DNA. Pembagian tipe I dan
II berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur, antigenic, dan lokasi klinis
(tempat predileksi), (Nugraheny, 2011).

9
C. Tanda dan Gejala
a) Toksoplasmosis
Gejala klinik yang muncul pada ibu hamil sebagian asimtomatik, limpadenopati disertai
malaise,nyeri kepala, nyeri tenggorokan, nyeri otot, dan kelelahan disertai demam.
Sedangkan pada bayi baru lahir tampak hidrosefalus, retardasi mental, chorioretinitis,
hepatitis, pneumonia, miositis, dan limpadenopati (fadlun, 2014).
Nyeri pada kelenjar limphe yang membesar, dapat disertai pneumonia, polimiositis, dan
miokarditis, serta limphafingitis (Nugraheny, 2011).
b) Rubella
Gejala klinis infeksi virus rubella berupa pembengkakan pada kelenjar getah benih,
demam diatas 38°C, mata terasa nyeri, muncul bintik-bintik diseluruh tubuh, kulit kering,
sakit pada persendian, sakit kepala, dan hilang nafsu makan (Rukiyah, 2011).
c) Cytomegalovirus
Pada umumnya infeksi CMV tidak menimbulkan gejala, bila menimbulkan gejala,
gejalanya tidak spesifik seperti flu dan sakit tenggorokan (Esty, 2011).
Gejala klinis infeksi cytomegalovirus seperti mononucleosis : demam, pharingitis,
polyarthritis dan limfadenopati (Manuaba, 2011).
d) Herpes
Gejalanya berupa luka yang terasa nyeri atau benjolan berisi cairan disekitar bulu
kemaluan,vagina,vulva atau anus. Bisa juga terasa nyeri saat pipis. Serta gejala virus
umumnya seperti demam, rasa tidak enak badan serta sangat lelah. Luka herpes genital
bisa muncul di sekitar vagina, vulva, liang vagina atau anus, begitu terinfeksi virus ini,
virus akan menetap ditubuh dan bisa aktif berkali-kali. Gejala awalnya bisa berupa rasa
geli/gatal pada daerah yang terkena (Nugraheny, 2011).

D. Patofisiologi
a) Toksoplasmosis
Toxoplasma gondii adalah parasit protozoa yang merupakan salah satu penyebab
kelainan kongenital yang cukup dominan dibandingkan penyebab lainnya yang tergolong
dalam TORCH. Hospes primernya adalah kucing. Kucing ini telah mempunyai imunitas,
tetapi pada saat reinfeksi mereka dapat menyebarkan kembali sejumlah kecil ookista.

10
Ookista ini dapat menginfeksi manusia dengan cara memakan daging, buah-buahan, atau
sayuran yang terkontaminasi atau karena kontak dengan faeces kucing.
Dalam sel-sel jaringan tubuh manusia, akan terjadi proliferasi trophozoit sehingga
sel-sel tersebut akan membesar. Trophozoit akan berkembang dan terbentuk satu kista
dalam sel, yang di dalamnya terdapat merozoit. Kista biasanya didapatkan di jaringan
otak, retina, hati, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kelainan pada organ-organ
tersebut, seperti microcephali, cerebral kalsifikasi, chorioretinitis, dan lain-lain. Kista
toksoplasma ditemukan dalam daging babi atau daging kambing. Sementara itu, sangat
jarang pada daging sapi atau daging ayam. Kista toksoplasma yang berada dalam daging
dapat dihancurkan dengan pembekuan atau dimasak sampai dagingnya berubah warna.
Buah atau sayuran yang tidak dicuci juga dapat menstranmisikan parasit yang dapat
dihancurkan dengan pembekuan atau pendidihan.
Infeksi Toksoplasmosis gondii biasanya tanpa gejala dan berlalu begitu saja.
Setelah masa inkubasi selama lebih kurang 9 hari, muncul gejala flu seperti lelah, sakit
kepala, dan demam yang dapat muncul hampir bersamaan dengan limpadenopati,
terutama di daerah serviks posterior (Nugraheny, 2011).
b) Rubella
Kematian pada post natal rubella biasanya disebabkan oleh enchepalitis. Pada
infeksi awal, virus akan masuk melalui traktus respiratorius yang kemudian akan
menyebar ke kelenjar limfe sekitar dan mengalami multiplikasi serta mengawali
terjadinya viremia dalam waktu 7 hari. Janin dapat terinfeksi selama terjadinya viremia
maternal.
Saat ini, telah diketahui bahwa infeksi plasenta terjadi pada 80% kasus dan risiko
kerusakan jantung, mata, atau telinga janin sangat tinggi pada trisemester pertama. Jika
infeksi maternal terjadi sebelum usia kehamilan 12 minggu, 60% bayi akan terinfeksi.
Kemudian, risiko akan menurun menjadi 17% pada minggu ke-14 dan selanjutnya
menjadi 6% setelah usia kehamilan 20 minggu. Akan tetapi, plasenta biasanya terinfeksi
dan virus dapat menjadi laten pada bayi yang terinfeksi kongenital selama bertahun-tahun
(Fadlun, 2014)..
c) Cytomegalovirus (CMV)

11
Penyakit yang disebabkan oleh Cytomegalovirus dapat terjadi secara kongenital
saat bayi atau infeksi pada usia anak. Kadang-kadang, CMV juga dapat menyebabkan
infeksi primer pada dewasa, tetapi sebagian besar infeksi pada usia dewasa disebabkan
reaktivasi virus yang telah didapat sebelumnya. Infeksi kongenital biasanya disebabkan
oleh reaktivasi CMV selama kehamilan.
Cytomegalovirus (CMV) adalah penyebab utama infeksi virus congenital di
amerika utara.CMV agaknya ditularkan dari orang ke orang melalui kontak langsung
dengan cairan atau jaringan tubuh, termasuk urin, darah, liur, secret servikal, semen dan
ASI. Masa inkubasi tidak diketahui, berikut ini adalah perkiraan masa inkubasi :
1) Setelah lahir-3 sampai 12 minggu ;
2) etelah tranfusi-3 sampai 12 minggu ; dan
3) Setelah transplantasi-4 minggu sampai 4 bulan.
Urin sering mengandung CMV dari beberapa bulan sampai beberapa tahun setelah
infeksi.Virus tersebut dapat tetap tidak aktif dalam tubuh seseorang tetapi masih dapat
diaktifkan kembali.Hingga kini belum ada imunisasi untuk mencegah penyakit ini.
Di negara berkembang, jarang terjadi infeksi primer selama kehamilan, karena
sebagian besar orang telah terinfeksi dengan virus ini sebelumnya. Bila infeksi primer
terjadi pada ibu, maka bayi akan dapat lahir dengan kerusakan otak, ikterus dengan
pembesaran hepar dan lien, trombositopenia, serta dapat menyebabkan retardasi mental.
Bayi juga dapat terinfeksi selama proses kelahiran karena terdapatnya CMV yang banyak
dalam serviks. Penderita dengan infeksi CMV aktif dapat mengekskresikan virus dalam
urin, sekret traktus respiratorius, saliva, semen, dan serviks. Virus juga didapatkan pada
leukosit dan dapat menular melalui tranfusi (Rukiyah, 2011).
d) Herpes Simpleks (HSV)
HSV merupakan virus DNA yang dapat diklasifikasikan ke dalam HSV 1 dan 2.
HSV 1 biasanya menyebabkan lesi di wajah, bibir, dan mata, sedangkan HSV 2 dapat
menyebabkan lesi genital. Virus ditransmisikan dengan cara berhubungan seksual atau
kontak fisik lainnya. Melalui inokulasi pada kulit dan membran mukosa, HSV akan
mengadakan replikasi pada sel epitel, dengan waktu inkubasi 4 sampai 6 hari. Replikasi
akan berlangsung terus sehingga sel akan menjadi lisis serta terjadi inflamasi lokal.
Selanjutnya, akan terjadi viremia di mana virus akan menyebar ke saraf sensoris perifer.

12
Di sini virus akan mengadakan replikasi yang diikuti penyebarannya ke daerah mukosa
dan kulit yang lain.
Dalam tahun-tahun terakhir ini, herpes genital telah mengalami peningkatan.
Akan tetapi, untungnya herpes neonatal agak jarang terjadi, bervariasi dari 1 dalam 2.000
sampai 1 dalam 60.000 bayi baru lahir. Tranmisi terjadi dari kontak langsung dengan
HSV pada saat melahirkan. Risiko infeksi perinatal adalah 35-40% jika ibu yang
melahirkan terinfeksi herpes genital primer pada akhir kehamilannya (Nugraheny, 2011).

E. Penanganan
a) Toksoplasmosis
Infeksi Toksoplasmosispada ibu hamil dapat dicegah dengan cara menghindari
tertelannya kista atau ookista berbentuk spora dengan menjaga kebersihan diri. Perlu
kebiasaan mencuci tangan sebelum makan atau setelah kontak dengan kucing/ kotoran
kucing, memasak makanan sampai matang benar (>66º C) dan menggunakan sarung
tangan sewaktu berkebun. Buah-buahan dan sayur mentah harus dicuci bersih dan
makanan dilindungi supaya tidak dihinggapi lalat, kecoa, dan serangga atau binatang lain
yang mungkin dapat membawa kontaminasi dari kotoran kucing.
Pengobatan terhadap ibu hamil yang terinfeksi akut dengan tujuan mengurangi infeksi ke
janin, dosis yang dianjurkan WHO adalah :
1) Kombinasi antara sulfa, pirimethamin, dan asam folat dengan dosis :
a. Sulfonamide/ sulfadiazin 1000 mg per hari.
b. Pirimethamin (Daraprim) 25 mg per hari.
c. Asam folat 10 mg/ minggu (mencegah depresi sumsum tulang).
Dosis ini diberikan selama 4 minggu dan diulang lagi dengan interval 4 minggu
dengan maksimum 3 siklus pemberian sampai terjadinya persalinan. Karena
teratogenik maka kombinasi pirimethamin dan sulfa baru dapat digunakan setelah
kehamilan 20 minggu.
2) Pada kehamilan trimester I digunakan spiramisin, suatu antibiotika golongan
makrolid dengan dosis 3x1 gram selama 4 minggu (9 juta unit) dan diulang tiap 4
minggu (Nirwana, 2011).
b) Rubella

13
Penanggulangan infeksi rubella adalah dengan pencegahan infeksi salah satunya
dengan cara pemberian vaksinasi. Pemberian vaksinasi rubella secara subkutan dengan
virus hidup rubella yang dilemahkan dapat memberi kekebalan yang lama dan bahkan
bisa seumur hidup.
Vaksin rubella dapat diberikan bagi orang dewasa terutama wanita yang tidak
hamil. Vaksin rubella tidak boleh diberikan pada wanita yang hamil atau akan hamil
dalam 3 bulan setelah pemberian vaksin. Hal ini karena vaksin berupa virus rubella hidup
yang dilemahkan dapat beresiko menyebabkan kecacatan meskipun sangat jarang.
Tidak ada preparat kimiawi atau antibiotik yang dapat mencegah viremia pada
orang-orang yang tidak kebal dan terpapar rubella. Bila didapatkan infeksi rubella dalam
uterus, sebaiknya ibu diterangkan tentang resiko dari infeksi rubella kongenital. Dengan
adanya kemungkinan terjadi defek yang berat dari infeksi pada trimester I, pasien dapat
memilih untuk mengakhiri kehamilan, bila diagnosis dibuat secara tepat (Fadlun, 2014).
c) Cytomegalovirus (CMV)
Sampai saat ini tidak ada pengobatan yang efektif untuk mengatasi infeksi
maternal, dan karena resiko terjadinya morbiditas fetal adalah rendah pemeriksaan
penyaring serologisselama kehamilan mempunyai nilai yang terbatas. Berbeda dengan
infeksi virus rubella, antibodi sitomegalovirus tidak dapat melindungi kemungkinan
infeksi kongenital pada kehamilan yang berikutnya, sehingga kegunaan vaksinasi untuk
Cytomegalovirus diragukan.
Yang penting dan perlu diperhatikan bagi wanita hamil yang seronegatif harus
mencegah agar tidak terlalu sering kontak dengan anak-anak usia 2-4 tahun terutama
yang diketahui menderita infeksi infeksi sitomegalovirus, dan selalu menjaga kebersihan
diri dengan membiasakan selalu mencuci tangan setelah kontak dengan produk cairan
anak-anak seperti muntahan, popok, dan lain-lain (Rukiyah, 2011).
d) Herpes Simplex Virus (HSV)
Prinsip utama adalah jangan biarkan virus dan bayi bertemu. Wanita yang terkena
infeksi virus herpes genitalia dianjurkan untuk tidak hamil. Apabila ibu sudah terlanjur
hamil hati-hati dengan ancaman partus prematuria dan viremia pada ibu karena
penurunan daya tahan tubuh. Ibu yang terkena virus herpes genitalia dan bayi yang lahir
dengan herpes neonatal dapat diobati dengan acyclovir atau vidarabine yang aman

14
terhadap kehamilan maupun pada bayinya. Karena beratnya ancaman infeksi virus herpes
pada neonatus, persalinan perabdominam dianjurkan pada kasus-kasus dengan dugaan
lesi herpes pada genitalia atau dengan kultur atau Pap smear terakhir yang
memperlihatkan hasil positif untuk virus herpes. Kultur hanya dilakukan pada ibu dengan
lesi herpetik yang mencurigakan. Bila tidak terdapat lesi, persalinan dapat dilakukan
pervaginam.
Bayi yang lahir dengan ibu atau bapak yang sedang terserang herpes genital atau
oral dapat dirawat gabung dengan ibu, dan dapat diberikan ASI bila tidak ada lesi pada
puting dan dihindari kontak langsung dengan setiap lesi yang ada.
Sejak tahun 1980-an mulai digunakan pengobatan antivirus untuk infeksi herpes
dengan acyclovir. Acyclovir dapat digunakan dalam beberapa bentuk preparat antara lain
krim untuk topikal, powder untuk intravena, kapsul oral dan suspensi oral. Preparat
tiopikal digunakan dengan dioleskan pada daerah terinfeksi setiap 3 jam, 6 kali perhari,
selama 7 hari. Acyclovir intravena diberikan pada kasus yang berat dengan dosis 5 mg/kg
setiap 8 jam selama 5 hari.
Kapsul oral acyclovir diindikasikan untuk 3 keadaan yaitu : Pengobatan infeksi
primer, pengobatan infeksi ulang yang berat dan penekanan rekurensi yang serinng dan
berat. Dosis pemberian acyclovir oral adalah 200 mg, 5 kali perhari selama 10 hari.
Sampai saat ini belum ditemukan vaksinasi yang efektif untuk infeksi virus herpes
simpleks, meskipun pada model binatang didapatkan vaksin yang efektif untuk mencegah
infeksi dan untuk mengurangi pembentukan fase laten di ganglion saraf (Nugraheny,
2011).

Mengingat bahaya dari Infeksi Torch untuk ibu hamil, bagi Ibu yang sedang
merencanakan kehamilan atau yang saat ini sedang hamil, berikut adalah cara-cara
mencegah Infeksi Torch agar bayi dapat terlahir dengan baik dan sempurna, yaitu :
1) Makan makanan bergizi
Saat hamil, sebaiknya mengkonsumsi banyak makanan bergizi. Selain baik untuk
perkembangan janin, gizi yang cukup juga akan membuat tubuh tetap sehat dan kuat.
Bila tubuh sehat, maka tubuh dapat melawan berbagai penyakit termasuk TORCH
sehingga tidak akan menginfeksi tubuh.

15
2) Lakukan pemeriksaan sebelum kehamilan
Ada baiknya, memeriksakan tubuh sebelum merencanakan kehamilan. Dapat
memeriksa apakah dalam tubuh terdapat virus atau bakteri yang dapat menyebabkan
infeksi TORCH. Jika sudah terinfeksi, ikuti saran dokter untuk mengobatinya dan
tunda kehamilan hingga benar-benar sembuh.
3) Melakukan vaksinasi
Vaksinasi bertujuan untuk mencegah masuknya parasit penyebab TORCH. Seperti
vaksin rubela dapat dilakukan sebelum kehamilan. Hanya saja, tidak boleh hamil
dahulu sampai 2 bulan kemudian.
4) Makan makanan yang matang
Hindari memakan makanan tidak matang atau mentah. Virus atau parasit penyebab
TORCH bisa terdapat pada makanan dan tidak akan mati apabila makanan tidak
dimasak sampai matang. Untuk mencegah kemungkinan tersebut, selalu konsumsi
makanan matang dalam keseharian.
5) Periksa kandungan secara terartur
Selama masa kehamilan, pastikan juga agar memeriksakan kandungan secara rutin
dan teratur. Maksudnya adalah agar dapat dilakukan tindakan secepatnya apabila di
dalam tubuh ternyata terinfeksi TORCH. Penanganan yang cepat dapat membantu
agar kondisi bayi tidak menjadi buruk.
6) Jaga kebersihan tubuh
Jaga higiene tubuh. Prosedur higiene dasar, seperti mencuci tangan, sangatlah
penting.
7) Hindari kontak dengan penderita penyakit
Seorang wanita hamil harus menghindari kontak dengan siapa pun yang menderita
infeksi virus, seperti rubela, yang juga disebut campak Jerman. Dengan mencari lebih
banyak informasi tentang kehamilan serta merawat dirinya sebelum dan selama masa
kehamilan maupun dengan memikirkan masak-masak jauh di muka tentang berbagai
aspek melahirkan, seorang wanita akan melakukan sebisa-bisanya untuk memastikan
kehamilan yang lebih aman. Maka, bagi seorang wanita hamil, cobalah untuk selalu
waspada terhadap berbagai penyakit seperti TORCH agar bayi dapat terlahir sehat
(Rukiyah, 2011).

16
F. Komplikasi
a) Toksoplasmosis
Pada ibu hamil penyakit ini dapat menular kepada janin dengan akibat : abortus, partus
prematurus, dan kematian janin dalam rahim serta meninggikan kematian neonatal. Dapat
terjadi cacat bawaan : hidrochepalus, mikrochepalus, anensefalus, meningo ensefalitis,
dan kelainan pada mata serta dapat menyebabkan hidrops (Nugraheny, 2011).
b) Rubella
Rubella pada trimester pertama memberikan dampak buruk untuk kemungkinan besar
terjadinya kelainan bawaan (sindroma rubela kongenital). Kelainan bawaan yang banyak
ialah defek pada jantung, katarak, retinitis, dan ketulian (Sarwono, 2011).
Jika ibu menderita infeksi ini setelah kehamilan berusia lebih dari 20 minggu, jarang
terjadi kelainan pada bayi. Kelainan bawaan yang biasa ditemukan pada bayi baru lahir
adalah tuli, katarak, mikrosefalus, keterbelakangan mental, dan kelainan jantung bawaan
(Rukiyah, 2011).
c) Cytomegalovirus (CMV)
Pengaruhnya terhadap kehamilan adalah kelainan kongenital dalam bentuk (hidrosefalus,
mikrosefali, mikroftalmia) atau infeksi yang bersifat kronis (ensefalitis, kelainan darah)
(Manuaba, 2011).
d) Herpes Simplex Virus (HSV)
Infeksi sejak trimester 1 dapat menimbulkan kelainan kongenital seperti gangguan
neurologis, korioretinitis, terjadi mikrosefali, dan gangguan tumbuh kembang susunan
saraf pusat yang menyebabkan retardasi mental, IQ rendah kurang dari 70, dan dapat
menimbulkan kejangkejang. Terhadap tumbuh kembang janin dapat menimbulkan:
abortus, kematian intra uteri, lahir mati, persalinan prematur, dan meningkatkan kejadian
ketuban pecah dini (Manuaba, 2012).
Bayi yang tertular herpes saat dilahirkan disebut herpes neonatal. Herpes neonatal dapat
menginfeksi kulit bayi, mata atau mulut dan bisa merusak otak serta organ lain. Bayi bisa
sangat kesakitan bahkan meninggal (Nugraheny, 2011).

G. Penatalaksanaan Pada Saat Terinfeksi TORCH


a. Toxoplasmosis

17
1. Diagnosis
Diagnosis Toxoplasmosis secara klinis sukar ditentukan karena gejala-gejalanya
tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik). Oleh karena itu,
pemeriksaan laboratorium mutlak diperlukan untuk mendapatkan diagnosis yang
tepat. Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA
serta Aviditas Anti toxoplasma IgG. Nilai standar aviditas Toxoplasma :
Hasil 2 : < 15% Rendah
Hasil 15 : 30% Sedang
Hasil 30 : >30% Tinggi
Untuk membedakan infeksi baru dan lampau :
1) Aviditas rendah : infeksi baru terjadi (<4 bulan).
2) Aviditas tinggi : infeksi lampau (> 4 bulan).
Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada orang yang diduga terinfeksi
Toxoplasma, ibu-ibu sebelum atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif perlu
diulang sebulan sekali khususnya pada trimester pertama, selanjutnya tiap trimeter).
Untuk mendapatkan diagnosis pasti dapat digunakan beberapa cara sebagai berikut :
1) Pemeriksaan langsung tropozoit atau kista
2) Isolasi parasite
3) Biopsi kelenjar
4) Pemeriksaan serologis
5) Pemeriksaan radiologis
Diagnosis dibuat dengan mendeteksi zat anti-IgM dan IgG.Pascanatal IgM
spesifik dibentuk dalam serum setelah terjadi infeksi primer dan akan menghilang
dalam waktu 1-3 bulan IgG dapat dideteksi beberapa hari setelah muncul IgM. IgG
dalam darah janin didapat secara pasif dari ibunya melalui plasental, sedangkan IgM
tidak dapat melalui plasenta sehingga bila ditemukan adanya IgM pada bayi ini
menandakan adanya suatu infeksi akut (Nugraheny, 2011).
2. Terapi
1) Spiramycin

18
Dosisnya 3 x 500 mg selama 3 minggu, kemudian 2 minggu tanpa obat,
dilanjutkan 3 minggu, kemudian libur 2 minggu tanpa obat, lanjutkan lagi 3
minggu dengan obat.
Antibiotik yang paling sering digunakan untuk wanita hamil untuk
mencegah infeksi pada anak mereka, tapi tidak dianjurkn pada wanita hamil
trimester pertama dan menyusui.
2) Azitromisin 1 x 500 mg, selama 5 hari per minggu, 4 minggu per-bulan sejak
ditegakan infeksi, diteruskan hingga akhir kehamilan bila janin terbukti terinfeksi.
3) Klindamisin 3 x 300 mg , selama 5 hari per minggu, 4 minggu per-bulan sejak
ditegakan infeksi, diteruskan hingga akhir kehamilan bila janin terbukti terinfeksi.
4) Pirimetamin dapat diberikan sejak amniosintesis memberi hasil positif pada
kehamilan 16-20 minggu. Pirimetamin (50mg/kg/hari) + sulfadiasin (3g/hari) +
kalsium folinat (50mg/mgg), (Nugraheny, 2011).
3. Pencegahan
Pencegahan terutama untuk ibu hamil yaitu dengan cara :
a) Mencegah infeksi primer pada ibu-ibu hamil
1) Memasak daging sampai 60º C.
2) Jangan menyentuh mukosa mulut bila sedang memanggang daging mentah.
3) Mencuci buah/sayur sebelum dimakan.
4) Kebersihan dapur.
5) Cegah kontak dengan kotoran kucing.
6) Siram bekas piring makanan kucing dengan air panas.
b) Mencegah infeksi terhadap janin dengan jalan :
1) Seleksi wanita hamil dengan tes serologis.
2) Pengobatan adekuat bila ada infeksi selama hamil.
3) Tindakan abortus terapeutik pada trimester I/II.
4) Vaksinasi pada kucing dengan tujuan untuk mencegah sporulasi dan
pelepasan ookista ke lingkungan, dapat menurunkan secara drastis angka
infeksi toksoplasma pada binatang dan manusia (Nugraheny, 2011).
b. Rubella
1. Diagnosis

19
Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan meliputi pemeriksaan Anti-Rubella IgG
dan IgM. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dapat digunakan untuk mendeteksi adanya
kekebalan pada saat sebelum hamil. Jika ternyata belum memiliki kekebalan,
dianjurkan untuk divaksinasi (Rukiyah, 2011).
2. Terapi
1) Terapi khusus belum ada, hanya simptomatik.
2) Vaksinasi sebelum menikah dengan vaksin MMR (Rukiyah, 2011).
3. Pencegahan
1) Melakukan imunisasi pada orang dewasa, terutama wanita usia reproduksi
vaksinasi memberi imunitas yang bertahan hingga 10 tahun.
2) Vaksinasi seluruh petugas RS yang beresiko/kontak dengan pasien dan
berhubungan dengan wanita hamil.
3) Memakai masker penutup pernapasan.
4) Jika tidak memiliki antibodi, diberikan imunisasi dan baru boleh hamil 3 bulan
setelah penyuntikan.
5) Vaksinasi sebaiknya tidak diberikan ketika ibu sedang hamil atau kepada orang
yang mengalami gangguan sistem kekebalan akibat kanker (Rukiyah, 2011).
c. Cytomegalovirus (CMV)
1. Diagnosis
1) Infeksi primer didiagnosa atas dasar peningkatan 4x lipat titer IgG dalam serum
atau lebih penting IgM CMV antibodi pada serum maternal.
2) Apabila titer antibodi anti CMV : IgM < 0,5 IU/mL ; IgG > 6 IU/mL menunjukan
infeksi CMV telah berlalu.
3) Titer antibodi anti- CMV IgM Optimal dicapai pada waktu 4-7 minggu setelah
infeksi primer.
4) Differensial diagnosis penderitaan dengan antibodi heterofil mononukleosis
negatif adalah penyakit serokoversi HIV (Manuaba, 2011).
2. Terapi
Penyakit infeksi virus CMV, seperti juga penyakit virus lainnya adalah penyakit ”
self limited disease”. Pengobatan ditujukan kepada perbaikan nutrisi, respirasi dan
hemostasis.

20
Pengobatan anti virus masih belum jelas hasilnya. Dicoba cara pemberian zat
immunoglobulin in utero. Bagi ibu yang mengalami gangguan imunitas
dikembangkan obat : ganciclovir, cidofovir, formivirsen, foscarnet (virustatic).
Pemberian vaksin merupakan harapan dimasa datang.
Pemberian Ganciclovir pada dewasa : dosis induksi 5 mg/kg dua kali sehari, intra
vena selama 2 minggu, dipertahankan dengan dosis 5 mg/kg/hari. Pemberian oral
untuk mempertahankan dosis dalam sirkulasi darah adalah 1 gram 3 kali sehari, perlu
diperhatikan efek samping yaitu gangguaan fungsi ginjal.
Pemberian Ganciclovir 12mg/kg/hr pada bayi dapat mengurangi progresivitas
ketulian dalam 2 tahun pertama kehidupannya (Manuaba, 2011).
3. Pencegahan
Belum didapatkan obat yang baik untuk mencegah terjadinya infeksi CMV pada ibu
dan janin yang dikandungnya. Dapat diusahakan :
1) Memberikan penerangan cara hidup yang higienis, menjauhi kontak dengan
cairan yang dikeluarkan oleh penderita CMV : urine, saliva, semen dan lain
sebagainya.
2) Bagi ibu, terutama yang melahirkan bayi prematur untuk berhati-hati dalam
memberikan ASI. Bayi prematur imunitasnya masih rendah. ASI yang
mengandung virus CMV, didinginkan sampai - 20°C selama beberapa hari dapat
menghilangkan virus. Cara lain pasteurisasi cepat.
3) Hati-hati pada transfusi, darah harus dari donor sero-negatif.
4) Vaksinasi mempunyai harapan dimasa datang (Manuaba, 2011).
d. Herpes Simplex Virus (HSV)
1. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya yang timbul di bagian tubuh
tertentu dan khas untuk herpes simpleks, dan hasil serologi : yaitu Anti-HSV II IgG
dan Igm sangat penting untuk mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan
terjadinya infeksi oleh HSV II dan mencegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila
infeksi terjadi pada saat kehamilan. Pada stadium yang sangat dini, diagnosis
ditegakkan dengan menggunakan teknik terbaru yaitu reaksi rantai polimerase, yang

21
bisa digunakan untuk mengenali DNA dari virus herpes simpleks di dalam jaringan
atau cairan tubuh (Nugraheny, 2011).
2. Pengobatan
Untuk sebagian besar penderita, satu-satunya pengobatan herpes labialis adalah
menjaga kebersihan daerah yang terinfeksi dengan mencucinya dengan sabun dan air.
Lalu daerah tersebut dikeringkan; jika dibiarkan lembab maka akan memperburuk
peradangan, memperlambat penyembuhan dan mempermudah terjadinya infeksi
bakteri.
Untuk mencegah atau mengobati suatu infeksi bakteri, bisa diberikan salep
antibiotik (misalnya neomisin-basitrasin). Jika infeksi bakteri semakin hebat atau
menyebabkan gejala tambahan, bisa diberikan antibiotik per-oral atau suntikan.
Krim anti-virus (misalnya idoksuridin, trifluridin dan asiklovir ) kadang dioleskan
langsung pada lepuhan. Asiklovir atau vidarabin per-oral bisa digunakan untuk
infeksi herpes yang berat dan meluas. Kadang asiklovir perlu dikonsumsi setiap hari
untuk menekan timbulnya kembali erupsi kulit terutama jika mengenai daerah
kelamin. Untuk keratitis herpes simpleks atau herpes genitalis diperlukan pengobatan
khusus (Nugraheny, 2011).
3. Pencegahan
1) Memakai kondom dari awal sampai akhir setiap kali melakukan hubungan seks.
2) Hindari kontak langsung dengan air liur yang terinfeksi
3) Hindari kontak langsung dengan penderita (Nugraheny, 2011).

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Infeksi adalah kolonalisasi yang dilakukan oleh spesies asing terhadap organisme inang
dan bersifat membahayakan inang. Organisme penginfeksi atau patogen,menggunakan sarana
yang dimiliki inang untuk dapat memperbanyak diri,yang pada akhirnya merugikan inang.
Patogen mengganggu fungsi normal inang dan dapat berakibat pada luka kronik, gangrene,
kehilangan organ tubuh, dan bahkan kematian (Nadyah, 2011).
Infeksi TORCH adalah akronim dari beberapa penyakit yaitu toksoplasmosis, rubella,
sytomegalovirus, dan herpes simpleks yang sering menimbulkan infeksi kongenital dalam
bentuk hampir sama yaitu mikrosefali, ketulian dan kebutaan, kehamilan dapat terjadi abortus,
persalinan prematur, dan pertumbuhan janin terlambat(Yadav, 2014).
Infeksi TORCH adalah infeksi oleh kelompok organisme yangmampu menembus
plasenta dan mempengaruhi perkembangan janin. TORCH singkatan dari T = Toksoplasmosis,
O = Other yaitu penyakit lain sepertisifilis, R = Rubela, C = Cytomegalovirus, H = Herpes
Simpleks. Kini TORCH dikembangkan dengan menambah dua infeksi karena cukup memberi
risikopada kehamilan yaitu Hepatitis B dan HIV AIDS (Manuaba, 2011).

B. Saran
Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, begitu juga dengan penulis. Bila
dalam pembuatan Makalah ini ada kekurangan, penulis mengharapkan kritikan dan saran dari
pembaca guna penyempurnaan Makalah ini.

23
DAFTAR PUSTAKA

Ratna Dewi Puspita S. 2019. Kehamilan dengan Infeksi TORCH. Lampung : Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.

Dr. Angela Nusatia A. 2014. Menghindari dan mengatasi TORCH. Kepustakaan Populer
Gramedia.

Hasdina. 2017. Infeksi TORCH. Makassar : UIN Allaudin Makassar.

Fianita Listiyani, dkk. 2012. Sistem Reproduksi II. Pontianak : Sekolah Tinggi Ilmu
Keperawatan Muhammadiyah Pontianak.

Juniati. 2012. Infeksi Toksoplasmosis, Other (Sifilis), Rubella, Cytomegalovirus, Herpes


Simpleks, Hepatitis B, HIV AIDS (TORCH). Makassar : UIN Allaudin Makassar.

24

Anda mungkin juga menyukai