Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH OBSTETRI

“Komplikasi Kehamilan dan Penatalaksanaan”

“Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Obstetri”

Dosen Pengampu :

Dr. Ratna SP.OG

Disusun Oleh:

Kelompok 3 Kelas 2A

Lintang Chessa Amorita (P17124020016)


Naura Aqilah Syahla Rahmahadi (P17124020022)
Sheva Mirza Azahra (P17124020035)

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMESKES JAKARTA 1

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga makalah “Komplikasi Kehamilan dan Penatalaksanaan” dapat
selesai pada waktunya. Sehubungan dengan itu kami ingin menyampaikan
terimakasih sebanyak banyaknya kepada:

1. Dosen pembimbing mata kuliah Obstetri yang telah membantu kami


sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya.

2. Kedua orang tua kami yang telah memberikan dukungan serta doa kepada
kami.
3. Para Anggota kelompok yang telah berpartisipasi untuk menyusun
makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para


pembaca. Namun terlepas dari itu kami memahami bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun agar terciptanya makalah yang lebih baik.

Jakarta, 14 Juli 2021

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................3
D. Manfaat Penulisan.........................................................................................3
BAB II......................................................................................................................4
PEMBAHASAN......................................................................................................4
A. Hiperemesis Gravidarum..............................................................................4
B. Preeklampsia dan Eklampsia........................................................................7
C. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan.........................................................11
D. Perdarahan Kehamilan Ektopik..................................................................17
BAB III..................................................................................................................22
PENUTUP..............................................................................................................22
A. Kesimpulan.................................................................................................22
B. Saran............................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................25

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

AKI di Indonesia masih tinggi dan salah satu penyebabnya adalah


kurangnya upaya pencegahan komplikasi kehamilan sesuai standar. Upaya
pemerintah mencanangkan program perencanaan persalinan dan
pencegahan komplikasi dinilai sangat efektif untuk mengurangi angka
kematian ibu akibat komplikasi.
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia relatif masih tinggi,
hingga kini Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Angka Kematian Ibu
(AKI) mencapai 228 orang per 100.000 kelahiran hidup dengan penyebab
langsung perdarahan 28%, eklamsia 24%, infeksi 11%, komplikasi
kehamilan lain 15% (Rohayati, 2007). Ironisnya di Indonesia hanya 30%
kasus komplikasi pada ibu hamil ditangani petugas kesehatan (Rohayati,
2007). Untuk menangani rendahnya cakupan penanganan komplikasi oleh
tenaga kesehatan pemerintah mencanangkan Program Perencanaan
Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) dalam rangka menurunkan
angka kematian ibu akibat komplikasi kehamilan.
Pelaksanaan program P4K dipengaruhi beberapa faktor diantaranya
pengetahuan, dukungan keluarga, situasi geografis dan budaya. Kurangnya
pengetahuan baik ibu hamil atau masyarakat tentang kehamilan dan
pencegahan komplikasi kehamilan mempengaruhi rendahnya cakupan
P4K. Anggapan bahwa kehamilan dan persalinan adalah sesuatu yang
alami sehingga tidak memerlukan pemeriksaan dan perawatan. Serta tanpa
ibu hamil sadari dirinya termasuk dalam kelompok risiko tinggi, juga
berpengaruh terhadap rendahnya cakupan P4K . Dengan rendahnya
pengetahuan ibu hamil dan masyarakat tentang pentingnya pencegahan

1
komplikasi kehamilan maka kesadaran akan pentingnya manfaat P4K juga
rendah (Indah, Asih. 2010).
Dukungan keluarga atau orang terdekat terutama suami kepada ibu
hamil untuk mendukung tujuan P4K sangat dibutuhkan. Dalam hal ini
suami berperan aktif untuk memotivasi ibu hamil untuk memeriksakan
kehamilannya ke tenaga kesehatan untuk mendapatkan pelayanan
Antenatal Care (ANC) yang sesuai standar 7T. Standar 7T meliputi
timbang berat badan, ukur takanan darah, ukur tinggi fundus uteri,
suntikan tetanus toxoid, pemberian tablet fe, tes penyakit menular seksual,
temu wicara dalam rangka persiapan rujukan. Dengan melakukan ANC
secara teratur maka akan dapat mengidentifikasi faktor resiko kehamilan
ibu yang disebabkan komplikasi kehamilan. Tenaga kesehatan dapat
mengidentifikasi faktor-faktor resiko secara dini dan dapat diupayakan
penanganan preventif sampai kuratif (Indah, Asih. 2010).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara menemukan dan mengatasi komplikasi dalam


kehamilan?
2. Apa itu hiperemesis gravidarum dan bagaimana penanganan yang
tepat?
3. Apa itu preeklamsi dan eklamsi dan bagaimana cara penanganan yang
tepat?
4. Apa itu kelainan lama usia kehamilan dan bagaimana cara penanganan
yang tepat?
5. Apa itu kehamilan ektopik dan bagaimana cara penanganan yang
tepat?

2
C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimana cara menemukan dan menangani


komplikasi dalam kehamilan.
2. Untuk mengetahui bagaimana penanganan pada hiperemesis
gravidarum.
3. Untuk mengetahui bagaimana penananganan pada preeklamsi dan
eklamsi.
4. Untuk mengetahui bagaimana penananganan pada kelainan lama usia
kehamilan.
5. Untuk mengetahui bagaimana penananganan pada kehamilan ektopik.

D. Manfaat Penulisan

Makalah ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan


wawasan mahasiswa, sehingga dapat mengetahui, dan memahami
pembelajan tentang komplikasi pada kehamilan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hiperemesis Gravidarum

1. Pengertian
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang hebat
dalam masa kehamilan yang dapat menyebabkan kekurangan cairan,
penurunan berat badan atau gangguan elektrolit sehingga menggangu
aktivitas sehari-hari dan membahayakan janin didalam kandungan.
Pada umumnya terjadi pada minggu ke 6-12 masa kehamilan, yang
dapat berlanjut hingga minggu ke 16-20 masa kehamilan (Sriwenda
Djudju, SST.,MPH.,dkk., 2016).

2. Penyebab
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti,
namun beberapa faktor mempunyai pengaruh antara lain yaitu faktor
predisposisi (primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda),
faktor organik (alergi, masuknya vili khorialis dalam sirkulasi,
perubahan metabolik akibat hamil dan resistensi ibu yang menurun)
serta faktor psikologi (umur dan pekerjaan) (Anasari, T., 2015).

3. Gejala
Gejala menurut berat ringannya hiperemesis gravidarum dibagi
menjadi 3
tingkatan, yaitu:
a) Derajat/Tingkat 1
Muntah terus menerus (lebih dari 3-4 x sehari yang mencegah
masuknya makanan atau minuman selama 24 jam) yang
menyebabkan ibu menjadi lemah, tidak ada nafsu makan, berat

4
badan turun (2-3 Kg dalam 1 minggu), nyeri ulu hati, nadi
meningkat sampai 100 x / menit, tekanan darah sistolik
menurun, turgor kulit menurun dan mata cekung.
b) Derajat/Tingkat 2
Penderita tampak lebih lemah dan tidak peduli/apatis pada
sekitarnya, nadi kecil dan cepat, lidah kering dan tampak kotor,
suhu kadang naik, mata cekung dan sclera sedikit kuning, berat
badan turun, tekanan darah turun, terjadi pengentalan darah, urin
berkurang, sulit BAB/konstipasi, dan pada nafas dapat tercium
bau aseton.
c) Derajat/Tingkat 3
Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran
menurun sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat
dan tekanan darah menurun. Komplikasi fatal dapat terjadi pada
susunan saraf yang dikenal dengan ensefalopati Wernicke
dengan gejala: nistagmus, penglihatan ganda, dan perubahan
mental. Keadaan ini akibat kekurangan zat makanan termasuk
vitamin B kompleks. Jika sampai ditemukan kuning berarti
sudah ada gangguan hati (Sriwenda Djudju, SST.,MPH.,dkk.,
2016).

4. Penatalaksanaan
Pencegahan agar emesis gravidarum tidak mengarah pada
hiperemesis gravidarum, perlu diberikan penjelasan bahwa
kehamilan dan persalinan adalah suatu proses fisiologis.
Memberikan keyakinan bahwa mual dan muntah yang terjadi
(morning sickness) adalah gejala yang fisiologis pada kehamilan
muda dan akan hilang setelah bulan ke 4. Menganjurkan untuk
mengubah pola makan sedikit-sedikit, tetapi sering. Berikan
makanan selingan seperti biskuit, roti kering dengan teh hangat saat
bangun pagi dan

5
sebelum tidur. Hindari makanan berminyak dan berbau, makan
dalam keadaan hangat/panas atau sangat dingin serta defekasi
teratur.
Apabila terjadi hiperemesis gravidarum, bidan perlu merujuk ke
Rumah Sakit untuk mendapatkan pengelolaan lebih lanjut,
diantaranya adalah:
a) Pemberian obat-obatan
Kolaborasi dengan dokter diperlukan untuk memberikan obat-
obatan pada ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum.
b) Isolasi
Ibu hamil disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah,
dan peredaran udara yang baik. Hanya dokter dan
bidan/perawat yang boleh masuk sampai ibu mau makan.
c) Terapi Psikologis
Perlu diyakinkan bahwa kondisi ini dapat disembuhkan,
hilangkan rasa takut karena kehamilan dan persalinan karenan
hal tersebut merupakan hal yang fisiologis. Kurangi pekerjaan
serta hilangkan masalah dan konflik yang menjadi latar
belakang permasalahan kondisi ibu.
d) Cairan Parenteral
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat
dan protein dengan glukosa 5% dalam cairan garam fisiologis
sebanyak 2-3 liter per hari. Catat input dan output cairan. Suhu
dan nadi diperiksa setiap 4 jam sekali, TD sehari 3 kali.
Pemeriksaan hematokrit dilakukan pada awal dan selanjutnya
apabila diperlukan. Air kencing perlu diperiksa untuk melihat
adanyan protein, aseton, klorida dan bilirubin. Apabila selama
24 jam tidak muntah dan kondisi bertambah baik, dapat dicoba
untuk memberikan minuman, dan lambat laun ditambah
makanan yang tidak cair. Pada umumnya, dengan penanganan

6
tersebut, gejala akan berkurang dan keadaan akan bertambah
baik (Sriwenda Djudju, SST.,MPH.,dkk., 2016).

B. Preeklampsia dan Eklampsia

1. Definisi
Preeklampsia adalah komplikasi setelah kehamilan 20
minggu yang ditandai timbulnya hipertensi (> 140/90 mmHg) yang
disertai salah satu dari edema, proteinuria atau kedua-duanya dan
jika disertai dengan kejang disebut eklampsia. Penyakit ini hanya
terjadi pada saat kehamilan. Di samping infeksi dan perdarahan,
preeklampsia merupakan salah satu penyebab kematian utama pada
wanita hamil.
Penyebab pasti dari kelainan ini masih belum diketahui,
namun beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang
dapat menunjang terjadinya preeklampsia dan eklampsia. Faktor
faktor tersebut antara lain, gizi buruk, kegemukan dan gangguan
aliran darah ke rahim.
Penyakit ini biasanya terjadi pada wanita yang baru pertama
kali hamil, gemuk, ada riwayat pre-eklampsia dalam keluarga atau
pernah menderita pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya.
Meski begitu, faktor penyebabnya belum dapat diketahui secara
pasti. Yang sudah diketahui, penyakit ini hanya terjadi pada wanita
hamil. Banyak teori telah dikemukakan oleh pakar di dunia, namun
belum memuaskan.

2. Klasifikasi
Dalam pengelolaan klinis, preeklampsia dibagi sebagai berikut:

7
a) Disebut preeklampsia ringan jika ditemukan: Tekanan darah 2
140/90 mmHg, tetapi kurang dari 160/110 mmHg dan
Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam, atau pemeriksaan dipstick 21+ C.
b) Ditegakkan diagnosa preeklampsia berat jika ditemukan tanda
dan gejala sebagai berikut: Tekanan darah pasien dalam keadaan
istirahat: sistolik 2 160 mmHg dan diastolik 2 110 mmHg,
Proteinuria 25 gr/24 jam atau dipstick 2 2 4; Oligourie < 500
ml/24 jam; Serum kreatinin meningkat, Oedema paru atau
cyanosis (Sibai B. M., 2003).
c) Dan disebut impending eklampsia apabila pada penderita
ditemukan keluhan seperti (Lipstein, 2003): Nyeri epigastrium;
Nyeri kepala frontal, scotoma, dan pandangan kabur (gangguan
susunan syaraf pusat); Gangguan fungsi hepar dengan
meningkatnya alanine atau aspartate transferase; dan
Trombositopenia Tanda-tanda micro angiopatik; 100.000/mm³;
sindroma HELLP.
d) Dan disebut eklampsia jika pada penderita eklampsia berat
dijumpai kejang kronik dan tonik dapat disertai adanya koma.

3. Manifestasi Klinik
Biasanya tanda-tanda preeklampsia timbul dalam urutan :
pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema,
hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada preeklampsia ringan
tidak ditemukan gejala-gejala subyektif. Pada preeklampsia berat
didapatkan sakit kepala di daerah prontal, diplopia, penglihatan
kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah. Gejala
gejala ini preeklampsia sering ditemukan yang meningkat pada dan
merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul.
Kondisi preeklampsia sangat kompleks dan sangat besar
pengaruhnya pada ibu maupun janin. Gejalanya dapat dikenali
melalui pemeriksaan kehamilan yang rutin. Preeklampsia biasanya

8
muncul pada trimester ketiga kehamilan. Tapi bisa juga muncul
pada trimester kedua. Bentuk nonkompulsif dari gangguan ini
terjadi pada sekitar 7 persen kehamilan. Gangguan ini bisa terjadi
sangat ringan atau parah.
Bila preeklampsia menjadi berat, akan terjadi gangguan
pertumbuhan pada janin (janin menjadi kecil dibanding umur
kehamilan), gangguan penglihatan kabur, sakit kepala disertai
muntah-muntah, atau tekanan darah (160/110 mmhg). Penulit lain
juga bisa terjadi, yaitu tubuh seperti gagal jantung, gagal ginjal,
gangguan fungsi hati, gangguan pembekuan darah, sindroma
HELLP, bahkan dapat terjadi kematian pada janin, ibu, atau
keduanya bila pre-eklampsia tidak segera diatasi dengan baik dan
benar. Penyakit ini biasa terjadi pada kehamilan 20 minggu disertai
penyakit lain, misal mola hidatidosa atau sudah disertai dengan
darah tinggi sebelum hamil.

4. Efek Pre-eklampsia pada janin


Dapat menyebabkan gangguan peredaran darah pada
plasenta. Hal ini dapat menyebabkan berat badan bayi yang
dilahirkan relatif kecil. Pre-eklampsia juga dapat menyebabkan
terjadinya kelahiran prematur dan komplikasi lanjutan dari
kelahiran prematur, yaitu keterlambatan belajar, epilepsi, dan
masalah pada indra penglihatan dan pendengaran.
Akibat dari preeklampsia sangat besar pengaruhnya pada
ibu maupun janin. Pada kondisi preeklampsia pada wanita hamil,
berkurangnya aliran darah ke plasenta dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan janin, lahir prematur, atau janin meninggal
dalam kandungan. Selain itu plasenta dapat lepas sebelum
waktunya. Yang lebih ekstrim adalah terjadi eklampsia, yaitu
preeklampsia yang disertai kejang. Keadaan ini sangat berbahaya
karena dapat menimbulkan kerusakan organ seperti hati, ginjal, dan

9
otak, yang berakhir dengan kematian. Sementara preeklampsia
pada wanita hamil akan menyebabkan janin yang dikandung hidup
dalam rahim dengan nutrisi dan oksigen di bawah normal. Keadaan
ini bisa terjadi karena pembuluh darah yang menyalurkan darah ke
plasenta menyempit. Karena buruknya nutrisi, pertumbuhan janin
akan terhambat sehingga terjadi BBLR atau prematur.

5. Pencegahan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan untuk menilai
manfaat berbagai kelompok bahan non-farmakologi dan bahan
farmakologi seperti : diet rendah garam, vitamin C, vitamin E, beta
caroten, minyak ikan, zink, magnesium, diuretik, antihipertensi,
aspirin dosis rendah, dan kalsium untuk mencegah terjadi pre-
eklampsia dan eklampsia.
Belakangan juga diteliti manfaat penggunaan anti-oxidant
seperti N. Acetyl cystein yang diberikan bersama dengan vitamin
A, B6, B12, C, E, dan berbagai mineral lainnya (Rumiris D., dkk.,
2005) yang nampaknya dapat menurunkan angka kejadian
preeklampsia pada kasus risiko tinggi.
Pada pasien dengan risiko tinggi terjadinya preeklampsia,
pemeriksaan antenatal trimester II harus dilakukan secara teratur
untuk menilai keadaan ibu dan kesejahteraan janin.
Tabel Tingkatan Hipertensi

10
C. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan

1. Preterm
Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada
umur kehamilan 20 - 37 minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir (ACOG 1995). Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan
bahwa bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37
minggu atau kurang. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di
Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan prererm adalah
persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22- 37 minggu (Anantyo
Binarso Mochtar,2010).

a) Etiologi dan Faktor Predisposisi


Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang
multifaktorial. Kombinaii keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan
faktor medik mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
persalinan prematur. Kadang hanya risiko tunggal dijumpai
seperti distensi berlebih uterus, ketuban pecah dini, atau trauma.
Banyak kasus persalinan prematur sebagai akibat proses
patogenik yang merupakan mediator biokimia yang mempunyai
dampak terjadinya kontraksi rahim dan perubahan serviks, yaitu:

1) Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik


pada ibu maupun janin, akibat stres pada ibu atau janin.

2) Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi


asenden dari traktus genitourinaria atau infeksi sistemik.

3) Perdarahan desidua.
4) Peregangan uterus patologik.
5) Kelainan pada uterus atau serviks.

11
Kondisi selama kehamilan yang berisiko terjadinya persalinan
preterm
1) Janin dan plasenta
 Perdarahan trimester awal.
 Perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio
plasenta, vasa previa).
 Ketuban pecah dini (KPD).
 Pertumbuhan janin terhambat.
 Cacat bawaan janin.
 Kehamilan gandalgemeli.
 Polihidramnion.

2) Ibu
 Penyakit berat pada ibu.
 Diabetes mellitus.
 Preeklampsia/hipertensi.
 Infeksi saluran kemih/genital/intrauterine.
 Penyakit infeksi dengan demam.
 Stres psikologik.
 Kelainan bentuk uterus/serviks.
 Riwayat persalinan preterm/abortus berulang.
 Inkompetensi serviks (panjang serviks kurang dari 1
cm).
 Pemakaian obat narkotik.
 Trauma.
 Perokok berat.

12
 Kelainan imunologi/kelainan resus
(Anantyo Binarso Mochtar,2010).

b) Diagnosis
Sering terjadi kesulitan dalam menentukan diagnosis
ancaman persalinan preterm. Tidak jarang kontraksi yang timbul
pada kehamilan tidak benar-benar merupakan ancaman proses
persalinan. Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis
ancaman persalinan preterm, yaitu:

1) Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7 - 8 menit sekali,


atav 2 - 3 kali dalam waktu 10 menit.

2) Adanya nyeri pada punggung bawah (low bacb pain).


3) Perdarahan bercak.
4) Perasaan menekan daerah serviks.
5) Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan
sedikitnya 2 cm, dan penipisan 50 - 80%.

6) Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika.


7) Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal
terjadinya persalinan preterm.

8) Terjadi pada usia kehamiian 22 - 37 minggu.


(Anantyo Binarso Mochtar,2010).
c) Manajemen Persalinan Preterm
Manajemen Persalinan Preterm bergantung pada beberapa
factor, yaitu :

1) Keadaan selaput ketuban. Pada umumnya persalinan tidak


dihambat bilamana selaput ketuban sudah pecah.

13
2) Pembukaan serviks. Persalinan akan sulit dicegah bila
pembukaan mencapai 4 cm.

3) Umur kehamilan. Makin muda usia kehamilan, upaya


mencegah persalinan makin perlu dilakukan. Persalinan
dapat dipertimbangkan berlangsung bila TBJ > 2.000 atau
kehamilan > 34 minggu.

4) Penyebab/komplikasi persalinan preterm.


5) Kemampuan neonatal intensiae care facilities.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada persalinan
preterrn, terutama mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus
preterm adalah:

1) Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian


tokolisis.

2) Pematangan surfaktan paru janin dengan kortikosteroid.


3) Bila perlu dilakukan pencegahan terhadap infeksi.
(Anantyo Binarso Mochtar,2010).

d) Penanganan Persalinan
Bila janin presentasi kepala, maka diperbolehkan partus
pervaginam. Seksio sesarea tidak memberi prognosis yang lebih
baik bagi bayi, bahkan merugikan ibu. Prematuritas janganlah
dipakai sebagai indikasi untuk melakukan seksio sesarea. OIeh
karena itu, seksio sesarea hanya dilakukan atas indikasi obstetrik.
Pada kehamilan letak sungsang 30 - 34 minggu, seksio sesarea
dapar dipertimbangkan. Setelah kehamiian lebih dari 34 minggu,
persalinan dibiarkan terjadi karena morbiditas dianggap sama
dengan kehamilan aterms (Anantyo Binarso Mochtar,2010).

14
2. Postterm
Kehamilan postterm, disebut juga kehamilan serotinus,
kehamilan lewat waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged
pregnancy, extended pregnancy, postdate/pos datisme atau
pascamaturitas, adalah:kehamilan yang berlangsung sampai 42
minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertema haid terakhir
menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari (Anantyo
Binarso Mochtar dan Herman Kristanto,2010).

a) Penyebab Postterm
1) Pengaruh progesteron.
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya
merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam
memacu proses biomolekular pada persalinan dan
meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga
beberapa penulis menduga bahwa rcrjadinya kehamilan
postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh
progesreron.
2) Teori oksitosin.
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada
kehamilan postterm memberi kesan atau dipercaya bahwa
oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam
menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari
neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan
lanjut diduga sebagai salah satu fakor penyebab kehamilan
postterm.
3) Teori Kortisol/ACTH janin.
Dalam teori ini untuk dimulainya persalinan adalah janin,
akibat dari peningkatan tiba-tiba kadar konisol plasma janin.

15
Konisol janin akan mempengamhi plasenta sehingga
produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi
estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya
produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti
anensefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya
kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol
janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat
berlangsung lewat bulan.
4) Saraf uterus.
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser
akan membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan di mana
tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan
letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi
kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan
postterm.
5) Heriditer.
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang
mengalami kehamilan postterm mempunyai kecenderungan
untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya.
Mogren (1999) seperti dikutip Cunningham, menyatakan
bahwa bilamana seorang ibu mengalami kehamilan postterm
saat melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan
anak perempuannya akan mengalami kehamilan postterm.
(Anantyo Binarso Mochtar dan Herman Kristanto,2010)

b) Diagnosis
Beberapa kasus yang dinyatakan sebagai kehamilan
postterm merupakan kesalahan dalam menentukan umur
kehamilan. Kasus kehamilan postterm yang tidak dapat
ditegakkan secara pasti diperkirakan sebesar 22%. Dalam

16
menentukan diagnosis kehamilan postterm di samping dari
riwayat haid, sebaiknya dilihat pula hasil pemeriksaan antenatal.
(Anantyo Binarso Mochtar dan Herman Kristanto,2010)

c) Penanganan Postterm
1) Pemantauan yang baik terhadap ibu (aktivitas uterus) dan
kesejahteraan janin. Pemakaian continuous elearonic fetal
monitoring sangar bermanfaat.

2) Hindari penggunaan obat penenang atau analgetika selama


persalinan.

3) Awasi jalannya persalinan.


4) Persiapan oksigen dan bedah sesar bila sewaktu-waktu
terjadi kegawatan janin.

5) Cegah terjadinya aspirasi mekonium dengan segera


mengusap wajah neonarus dan dilanjutkan resusitasi sesuai
dengan prosedur pada janin dengan cairan ketuban
bercampur mekonium.

6) Segera seteiah lahir, bayi harus segera diperiksa terhadap


kemungkinan hipoglikemi, hipovolemi, hipotermi, dan
polisitemi.

7) Pengawasan ketat rerhadap neonatus dengan tanda-tanda


postmaturitas.

8) Hati-hati kemungkinan terjadi distosia bahu.


(Anantyo Binarso Mochtar dan Herman Kristanto,2010)

D. Perdarahan Kehamilan Ektopik

17
1. Pengertian
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi hasil
pembuahan tidak menempel pada dinding endometrium cavum uteri.
Angka kejadian kehamilan ektopik di Indonesia adalah sekitar 5-6
per 1000 kehamilan (Putri, L. A., 2019).

2. Penyebab
Penyebab terjadinya kehamilan ektopik adalah terhambatnya
perjalanan embrio untuk berimplantasi di endometrium cavum uteri
sehingga embrio kemudian berimplantasi di luar endometrium (Putri,
L. A., 2019).

Berikut ini adalah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya


hambatan implantasi embrio di endometrium, yaitu :
a) Faktor Tuba Fallopii
1) Lumen Tuba menyempit atau buntu akibat dari adanya
peradangan atau infeksi pada tuba.
2) Adanya kelainan endometriosis tuba atau divertikel saluran
tuba yang bersifat kongenital.
3) Adanya tumor disekitar saluran tuba yang menyebabkan
perubahan bentuk dan patensi tuba.
4) Saluran tuba yang panjang dan berkelok-kelok dapat
menyebabkan silia tidak berfungsi dengan baik.
b) Faktor Abnormalitas Zigot
Apabila embrio atau zigot tumbuh dan berkembang terlalu cepat
atau berukuran lebih besar dari ukuran normalnya, maka hal ini
dapat menyebabkan tersendatnya embrio di saluran tuba
sehingga kemungkinan embrio berimplantasi di saluran tuba
lebih besar.
c) Faktor Hormonal

18
Kehamilan ektopik biasanya lebih sering terjadi pada mantan
akseptor KB pil yang hanya mengandung progesteron, sebab
hormon progesteron dapat memperlambat gerakan tuba fallopii.
d) Faktor Lain
Pemakaian IUD juga dapat menimbulkan peradangan pada
saluran tuba dan endometrium yang dapat menyebabkan
terjadinya kehamilan ektopik (Putri, L. A., 2019).

3. Gejala
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu, antara lain :
a) Nyeri perut
Gejala ini paling sering dijumpai dan terdapat pada hampir
semua penderita. Nyeri perut dapat bersifat unilateral atau
bilateral di bagian bawah perut, dan terkadang terasa sampai ke
bagian atas perut. Bila cavum abdomen terisi darah lebih dari
500 ml, perut akan menegang dan terasa nyeri bila ditekan, usus
terdistensi, dan terkadang timbul nyeri menjalar ke bahu dan
leher akibat rangsang darah terhadap diafragma. Nyeri akan
dapat tercetuskan oleh palpasi abdomen atau pemeriksaan
dalam (nyeri goyang ketika porsio digerakkan)
b) Amenorea
Walau sering dikemukakan dalam anamnesis, kehamilan
ektopik tidak boleh dianggap mustahil terjadi bila gejala ini
tidak ditemukan, lebih-lebih pada wanita Indonesia, yang
kurang memperhatikan haid. Perdarahan patologis akibat
kehamilan ektopik tidak jarang dianggap haid biasa
c) Perdarahan pervaginam
Kematian telur menyebabkan desidua mengalami degenerasi
dan nekrosis. Desidua kemudian dikeluarkan dalam bentuk
perdarahan. Umumnya volume perdarahan sedikit, bila

19
perdarahan pervaginam banyak, kecurigaan mengarah ke
abortus biasa.
d) Syok hipovolemik
Tanda-tanda shock lebih nyata bila pasien duduk. Selain itu,
oliguria dapat pula menyertai
e) Pembesaran uterus
Pada kehamilan ektopik uterus turut membesar akibat pengaruh
hormon hormon kehamilan, tetapi umumnya sedikit lebih kecil
dibandingkan dengan uterus pada kehamilan intrauterin yang
berusia sama
f) Tumor di dalam rongga panggul
Dapat teraba tumor lunak kenyal yang merupakan kumpulan
darah di tuba dan sekitarnya
g) Perubahan darah
Kadar hemoglobin kemungkinan menurun pada kehamilan
ektopik terganggu akibat perdarahan yang banyak ke dalam
rongga perut. Namun, kita harus sadar bahwa penurunan Hb
disebabkan oleh pengenceran darah oleh air dari jaringan untuk
mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2
hari sehingga kadar Hb pada pemeriksaan pertama-tama
mungkin saja belum seberapa menurun. Kesimpulan adanya
perdarahan harus didasarkan atas penurunan kadar Hb pada
pemeriksaan berturut-turut. Perdarahan juga meningkatkan
angka leukosit, terutama perdarahan hebat, angka leukosit tetap
normal atau hanya naik sedikit bila perdarahan terjadi sedikit
demi sedikit (Dr. Djamhoer Martaadisoebrata, dr., SpOG(K),
MSPH.,2020) .

4. Diagnosis Banding
Kehamilan ektopik terganggu harus dibedakan dari :

20
a) Radang alat-alat dalam panggul, terutama salpingitis yang
menunjukkan tanda-tanda :
1) Riwayat serangan nyeri perut
2) Nyeri bilateral
3) Demam
4) Tes kehamilan : bila positif, kemungkinan terjadi
kehamilan ektopik sementara bila negatif, tidak ada artinya
b) Abortus biasa, pada abortus biasa, volume perdarahan lebih
banyak, sering terjadi pembukaan serviks dan uterus biasanya
besar dan lunak
c) Perdarahan akibat kista folikel atau korpus luteum, dapat
dibedakan dengan kehamilan ektopik terganggu, tetapi ingat
tidak menjadi persoalan penting karena tetap harus dioperasi
d) Kista torsi atau apendisitis, pada krista torsi, ditemukan massa
yang lebih jelas, sedangkan pada kehamilan tuba batasnya tidak
jelas. Nyeri akibat apendisitis sering terletak lebih tinggi,
tepatnya di titik McBurney
e) Gastroenteritis
f) Komplikasi AKDR

5. Penatalaksanaan
a) Tatalaksana Umum
1) Berikan infus RL atau NaCl 0,9% 500 ml dalam 15 menit
pertama atau 2 liter dalam 2 jam pertama.
2) Segera rujuk ibu ke rumah sakit.
b) Tatalaksana Khusus (dilakukan oleh dokter spesialis obgyn)
1) Segera lakukan uji silang darah
2) Lakukan prosedur laparotomy :
 Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, maka
salpingektomi dilakukan yaitu dengan cara mengeksisi
bagian tuba yang mengandung hasil konsepsi.

21
 Jika terjadi kerusakan ringan pada tuba, maka
salpingostomi dilakukan yaitu dengan cara
mengeluarkan hasil konsepsi dan mempertahankan tuba
fallopii.
3) Berikan konseling penggunaan kontrasepsi sebelum pasien
pulang.
4) Jika terjadi anemia, berikan tablet fe 60 mg per hari selama
6 bulan.
5) Jadwalkan kunjungan ulang setelah 4 Minggu pasca
tindakan (Putri, L. A., 2019).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang hebat


dalam masa kehamilan yang dapat menyebabkan kekurangan cairan,
penurunan berat badan atau gangguan elektrolit sehingga menggangu
aktivitas sehari-hari dan membahayakan janin didalam kandungan. Pada
umumnya terjadi pada minggu ke 6-12 masa kehamilan, yang dapat
berlanjut hingga minggu ke 16-20 masa kehamilan (Sriwenda Djudju,
SST.,MPH.,dkk., 2016).Preeklampsia adalah komplikasi setelah

22
kehamilan 20 minggu yang ditandai timbulnya hipertensi (> 140/90
mmHg) yang disertai salah satu dari edema, proteinuria atau kedua-duanya
dan jika disertai dengan kejang disebut eklampsia. Penyebab pasti dari
kelainan ini masih belum diketahui.
Kelainan dalam lamanya kehamilan terdiri atas Preterm dan
Postterm, persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada
umur kehamilan 20 - 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir
(ACOG 1995). Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi
prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37 minggu atau
kurang sedangkan kehamilan postterm, disebut juga kehamilan serotinus,
kehamilan lewat waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy,
extended pregnancy, postdate/pos datisme atau pascamaturitas,
adalah:kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau
lebih, dihitung dari hari pertema haid terakhir menurut rumus Naegele.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi hasil
pembuahan tidak menempel pada dinding endometrium cavum uteri.
Angka kejadian kehamilan ektopik di Indonesia adalah sekitar 5-6 per
1000 kehamilan.

B. Saran

Selepasnya makalah ini tidak terlepas dari banyaknya kekurangan-


kekurangan pembahasan yang dikarenakan oleh berbagai macam
keterbatasan waktu, oleh karena itu kepada pembaca agar mengerti
maksud dari makalah ini.

23
DAFTAR PUSTAKA

Anasari, T.(2015).Beberapa Determinan Penyebab Kejadian Hiperemesis


Gravidarum Di RSU Ananda Purwokerto Tahun 2009-2011.INVOLUSI
Jurnal Ilmu Kebidanan, 2(4).

Anasiru, M. A.(2015).Pengaturan Gizi Pada Penanganan Preeklamsia.Litbang


Kemkes.

Dr. Djamhoer Martaadisoebrata, dr., SpOG(K), MSPH.(2020). Obstetri Patologi


Edisi 3. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Indah Retnowati, Asih Dwi Astuti.(2010).Hubungan Penerapan Program


Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Kompliksi (P4K) oleh Ibu
Hamil dengan Upaya Pencegahan Komplikasi Kehamilan di Puskesmas
Sidorejo Kidul Salatiga.Jawa Tengah:Akbid Estu Utomo.

24
Prawirohardjo Sarwono, SpoG, Anantyo Binarso Mochtar, dkk.(2010).Ilmu
Kebidanan Edisi Keempat Cetakan Ketiga.Jakarta:PT BINA PUSTAKA
SARWONO PRAWIROHARDJO.

Putri, L. A.(2019).BUKU AJAR OBSTETRI DAN GINEKOLOGI. GUEPEDIA.

Sriwenda Djudju, SST.,MPH.,dkk.(2016). Praktik Klinik Kebidanan III.


Jakarta:Pusdik SDM Kesehatan.

LEMBAR PERSETUJUAN

Makalah perkuliahan dengan pokok pembahasan “Komplikasi Kehamilan


dan Penatalaksanaan”. Telah dikoreksi oleh dosen penanggung jawab dan
telah dilakukan revisi oleh tim.

Jakarta, 14 Juli 2021

25
Dosen Pengampu
Dr. Ratna SP.OG

26

Anda mungkin juga menyukai