Anda di halaman 1dari 31

Makalah ginekologi

Lingkup komplikasi kebidanan { komplikasi persalinan }


Dosen pengampu : Asirotul Ma’rifah, SST.,M.Kes

Di susun oleh:
1. Dewi Indrasari { 202005005 }
2. Claudia Widia P.S { 202005007 }
3. Syilla Imania { 202005012 }
4. Musyarifah Nurul U { 202005015 }
5. Devi Fatimatuz Z { 202005041 }

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan
anugrah sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang membahas tentang “lingkup
komplikasi kebidanan” ini
Penyusunan Makalah ini tidak lain untuk memenuhi tugas yang dibarikan oleh bu
Asirotul Ma’rifah, SST.,M.Kes selaku dosen dari mata kuliah Psikologi
Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ibu Asirotul Ma’rifah, SST.,M.Kes
karena telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penyusunan Makalah ini juga tudak terlepas dari kesalahan-kesalahan yang murni dari
penulis, oleh sebab itu penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini agar maklah ini menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi penulis
dan pembaca.

Mojokerto, 12 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
1.2 rumusan masalah
1.3 tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 lingkup komplikasi kehamilan
2.2 lingkup komplikasi persalinan
2.3 lingkup komplikasi nifas
2.4 gangguan psikologis dalam kebidanan
BAB III PENUTUP
3.1 kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang

Kehamilan merupakan proses alamiah yang akan dialami oleh setiap wanita. Lama
kehamilan sampai aterm adalah 280 sampai 300 hari atau 39 sampai 40 minggu, sehingga
masa tersebut ibu hamil memerlukan pengawasan yang tepat.Perubahan fisiologis pada masa
kehamilan, persalinan, nifas, dan neonatus sewaktu-waktu dapat berubah menjadi patologis,
ini timbul karena banyak faktor yang mempengaruhinya, baik faktor kesehatan ibu/bayi
sendiri maupun faktor dari luar termasuk faktor dukungan bagi ibu. Dari setiap kondisi
patologis pada masa kehamilan, persalinan, nifas, dan neonatus, sebelum terjadi kegawatan
akan memperlihatkan tanda bahaya dari masalah tersebut, yang apabila diketahui secara dini
dapat menyelamatkan jiwa ibu dan bayinya.

Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di
negara berkembang. Sekitar 25-50% kematian wanita usia subur di negara miskin disebabkan
hal berkaitan dengan kehamilan. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama
mortalitas wanita usia muda pada masa puncak produktifitasnya. Survey Demografi
Kesehatan Indonesia tahun 2012 AKI tercatat mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup.
Angka ini jumlahnya jauh melonjak dibanding hasil SDKI tahun 2007 yang mencapai 228
per 100.000 kelahiran hidup.Secara tidak langsung kematian ibu dapat dipengaruhi oleh
keterlambatan mengenali tanda bahaya dan membuat keputusan untuk segera mencari
pertolongan, keterlambatan mencapai fasilitas kesehatan dan terlambat mendapat pertolongan
pelayanan kesehatan. Oleh karenanya deteksi dini oleh tenaga kesehatan dan masyarakat
tentang adanya faktor risiko dan komplikasi, serta penanganan yang adekuat sedini mungkin,
merupakan kunci keberhasilan dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi yang
dilahirkannya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja lingkup komplikasi kebidanan?
2. Bagaimana komplikasi kehamilan?
3. Bagaimana komplikasi persalinan?
4. Bagaimana komplikasi nifas?
5. Bagaimana komplikasi kegawatdaruratan obstetric?
6. Bagaimana komplikasi gangguan psikologis dalam kebidanan?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui lingkup komplikasi kebidanan?


2. Untuk mengetahui komplikasi kehamilan?
3. Untuk mengetahui komplikasi persalinan?
4. Untuk mengetahui komplikasi nifas?
5. Untuk mengetahui komplikasi kegawatdaruratan obstetric?
6. Untuk mengetahui komplikasi gangguan psikologis dalam kebidanan?
BAB II
PEMBAHASAN
LINGKUP KOMPLIKASI KEBIDANAN
2.1 Lingkup Komplikasi Kehamilan
A. definisi
Pengertian dari Komplikasi Kebidanan, yaitu kesakitan pada ibu hamil, ibu bersalin,
ibu nifas yang dapat mengancam jiwa ibu dan atau bayi.
Komplikasi kehamilan adalah kegawat daruratan obstetrik yang dapat menyebabkan
kematian pada ibu dan bayi (Prawirohardjo, 1999).
Komplikasi kehamilan adalah masalah-masalah yang hanya terjadi pada saat
kehamilan. Keadaan ini dapat menyebabkan gangguan pada si ibu, janin dan juga keduanya.
Komplikasi kehamilan dapat terjadi pada awal ataupun akhir kehamilan, namun sebagian
komplikasi dapat ditangani dengan baik jika diketahui sejak dini.
Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya komplikasi kehamilan. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi dan memicu terjadinya komplikasi kehamilan pada seorang ibu,
yaitu:
1. Riwayat medis dan pembedahan
Riwayat medis atau kesehatan yang dimiliki ibu sangat berpengaruh pada janin
selama hamil. Beberapa penyakit yang dialami ibu selama hamil seperti penyakit jantung,
tekanan darah tinggi, asma, kejang, sampai diabetes, akan sangat memengaruhi
perkembangan janin selama kehamilan dan proses persalinan.
Penyakit-penyakit tersebut akan berpotensi menyebabkan pertumbuhan janin
abnormal, prematur, BBLR (berat bayi lahir rendah), sampai kematian. Penyakit yang paling
banyak menyebabkan komplikasi medis kehamilan adalah tekanan darah tinggi. Beberapa
obat penurun tekanan darah ternyata bisa menyebabkan kontraindikasi pada kehamilan.
Sedangkan riwayat pembedahan yang berisiko meningkatkan komplikasi kehamilan
adalah jika ibu pernah mengalami bedah caesar. Proses pembedahan yang pernah dialami
akan berpengaruh pada proses persalinan selanjutnya. Secara umum caesar dibagi menjadi
dua jenis, yaitu seksio sesarea klasik, dan seksio sesarea transperitonealis profunda (SCTP).
Pada caesar jenis klasik, peluang untuk VABC (vaginal birth after caesarian, atau melahirkan
normal setelah pernah caesar) akan sulit dilakukan. Karena, pada operasi jenis ini dokter
membuat sayatan memanjang di badan rahim (korpus uretri) sepanjang 10 cm. Jika VABC
dilakukan pada perempuan yang pernah mengalami caesar klasik, ia akan berisiko mengalami
ruptura uretri (robek pada dinding rahim).

1.Riwayat obstetric
Riwayat obstetri bisa disebut riwayat komplikasi kelahiran. Beberapa masalah yang
pernah dialami saat melahirkan, dan berpotensi menimbulkan komplikasi antara lain adanya
perbedaan Rh (rhesus) ibu dan janin, Rh sensitif, pernah mengalami perdarahan hebat, dan
melahirkan prematur.
Selain itu, masalah yang berhubungan dengan plasenta seperti plasenta previa (jalan
lahir tertutup plasenta), atau solustio plasentae (seluruh atau sebagian plasenta lepas) yang
pernah dialami juga akan memengaruhi proses persalinan dan kehamilan selanjutnya.
2. Riwayat Ginekologi
Riwayat ginekologi bisa menyebabkan komplikasi dalam kehamilan dan persalinan
ibu hamil. Bumil yang pernah memiliki riwayat kasus kehamilan ektopik (kehamilan yang
terjadi di luar rongga rahim), kemungkinan besar akan kembali mengalaminya pada
kehamilan selanjutnya. Cedera tuba (cedera pada tuba falopi, atau saluran telur) akan
meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik.
Selain itu, riwayat ginekologi yang memengaruhi terjadinya komplikasi adalah
adanya kejadian inkompetensia serviks (ketidakmampuan serviks untuk mempertahankan
kehamilan), dan uterine anomalies (dinding rahim rusak), sehingga meningkatkan risiko
keguguran.
1. Umur
Usia 35 tahun ke atas merupakan usia rawan untuk hamil. Hamil pada usia ini akan
memengaruhi tingginya morbiditas (terjadi penyakit atau komplikasi) dan juga mortalitas
(kematian janin). Risiko komplikasi pada ibu hamil akan meningkat drastis karena
dipengaruhi faktor kesehatan, obesitas, dan perdarahan sang ibu.
2. Paritas
Paritas juga merupakan salah satu indikasi yang menyebabkan komplikasi kehamilan.
Hal ini disebabkan pada paritas tinggi, sistem reproduksi ibu sudah mengalami kemunduran,
dan semakin menurunnya kemampuan uterus sebagai media pertumbuhan janin seiring
bertambahnya jumlah paritas. Sedangkan pada kehamilan pertama, sistem-sistem
reproduksinya masih muda dan belum teruji.
B. Deteksi dini kehamilan
Bagaimana kita bisa tahu seseorang berpotensi mengalami komplikasi pada
kehamilan,persalinan, ataupun nifasnya? tentunya dengan mencari tanda tanda dan
mengenali segala resiko tersebut dengan mendeteksi secara dini segala kejadian yang
mungkin dan bisa terjadi dan akan memiliki efek terjadinya komplikasi pada kehamilan,
persalinan dan nifas yang akan dilaluinya. Saat ini berbagai sarana untuk menurunkan
Angka Kematian dan Kesakitan pada Ibu dan Bayi bisa diminimalisir dengan baik, yaitu
dengan cara mendeteksi dini suatu kehamilan, dengan langkah langkah sebagai berikut:
1. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, sosial ibu dan bayi
2. Mengenali secara dini ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi
selama hamil termasuk riwayat penyakit secara umum kebidanan dan pembedahan.
3. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu maupun
bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
4. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif.
5. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat
bertumbuh kembang secara normal.
Pemeriksaan yang wajib di lakukan oleh seorang ibu hamil sesuai dengan kebijakan program
pemerintah saat ini adalah sebagai berikut, untuk kunjungan antenatal minimal 4 kali selama
kehamilan, yang terdiri dari :
1. 1 kali pada trimester pertama (0-12 minggu).
2. 1 kali pada trimester kedua (13-24 minggu).
3. 2 kali pada trimester ketiga (25-40 minggu).
Beberapa pelayanan standar di dalam Ante Natal Care (Pemeriksaan Kehamilan) yang
dilakukan seorang bidan adalah 7 T :
1. Timbang berat badan
2. Ukur Tekanan darah
3. Ukur Tinggi Fundus Uteri
4. Pemberian imunisasi Tetanus Toxoid (TT) lengkap
5. Pemberian Tablet zat besi, minimal 90 tablet selama kehamilan (Fe 60 mg,asam folat
500 ug).
6. Tes terhadap penyakit menular seksual
7. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan.
Yang kemudian di kembangkan menjadi 10 T :
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
2. Ukur tekanan darah.
3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas).
4. Ukur tinggi fundus uteri.
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).
6. Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila
diperlukan
7. Pemberian tablet besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
8. Test laboratorium (rutin dan khusus).
9. Tatalaksana kasus.
10. Temu wicara (konseling) termasuk perencanaan persalinan dan pencegahan
komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.
Dan saat ini di kembangkan lagi menjadi 14 T :
1. Ukur tinggi badan/berat badan.
2. Ukur tekanan darah.
3. Ukur tinggi fundus uteri.
4. Pemberian imunisasi TT.
5. Pemberian tablet zat besi (minimal 90 tablet selama kehamilan).
6. Test terhadap penyakit menular seksual/VDRL.
7. Temu wicara/konseling.
8. Test/pemeriksaan Hb.
9. Test/pemeriksaan urin protein.
10. Test reduksi urin.
11. Perawatan payudara (tekan pijat payudara).
12. Pemeliharaan tingkat kebugaran (senam hamil).
13. Terapi yodium kapsul (khusus daerah endemic gondok).
14. Terapi obat malaria.
Dengan adanya kontak dini khususnya pada trimester I, maka akan memudahkan kita dalam
mendeteksi adanya kelainan atau komplikasi yang mungkin dialami oleh ibu hamil dalam
kehamilannya. Hal ini sangat menguntungkan karena akan membantu kita sebagai bidan di
dalam melakukan tindakan yang cepat dan tepat.
C. kontak dini pada kehamilan
Jika jaman dahulu kontak dini pada kehamilan menunggu perut besar dan terasa
pergerakan janin hingga teraba bagian bagian janin karena sarana pemeriksaan belum ada,
namun kontak dini pada kehamilan di lakukan pada saat ini adalah dimulai saat ibu
merasakan adanya kehamilan. pada saat kontak dini seorang bidan wajib melakukan skrining
untuk deteksi dini. pengertian skrining adalah (screening) adalah deteksi dini dari suatu
penyakit atau usaha untuk mengidentifikasi penyakit atau kelainan secara klinis belum jelas
dengan menggunakan test, pemeriksaan atau prosedur tertentu yang dapat digunakan secara
cepat untuk membedakan orang-orang yang kelihatannya sehat tetapi sesunguhnya menderita
suatu kelainan. Test skrining dapat dilakukan dengan: Pertanyaan (anamnesa), Pemeriksaan
fisik, Pemeriksaan laboratorium.
Skrining pada deteksi dini:
Kunjungan I (0-12 minggu) dilakukan untuk :
a. Penapisan dan pengobatan anemia
b. Perencanaan persalinan
c. Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya.
Kunjungan II (13–24 minggu), dilakukan untuk :
a. Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya.
b. Penapisan preeklampsi, gemeli, infeksi alat reproduksi dan saluran perkemihan
c. Mengulang perencanaan persalinan
Kunjungan III (25-36 minggu), dilakukan untuk :
a. Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya.
b. Penapisan preeklampsi, gemeli, infeksi alat reproduksi dan saluran perkemihan
c. Mengulang perencanaan persalinan
Kunjungan IV (37- 40 minggu), dilakukan untuk :
a. Sama seperti kegiatan kunjungan II dan III
b. Mengenali adanya kelainan letak dan presentasi
c. Memantapkan rencana persalinan
d. Mengenali tanda-tanda persalinan.
Macam-Macam Komplikasi Obstetri
1. Komplikasi Kehamilan
a. Abortus
Abortus merupakan ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup diluar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, (Prawirohardjo, 2009). Komplikasi
yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi uterus, infeksi, syok
hemoragik dan syok septik, hal ini dikemukakan oleh Budiono W. dan Hanifa W.
dalam Hanifa W, dkk. (2005). Komplikasi fatal juga dapat terjadi akibat bendungan
sistem pembuluh darah oleh bekuan darah, gelembung udara atau cairan, gangguan
mekanisme pembekuan darah yang berat (koagulasi intravaskuler diseminata) dan
keracunan obat-obat abortif yang menimbulkan gagal ginjal. Frekuensi abortus yang
dikenali secara klinis bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari 20
tahun, menjadi 26% pada wanita berumur di atas 40 tahun. Untuk usia maternal yang
sama, kenaikannya adalah dari 12% menjadi 20%.
b. Hiperemesis
Hiperemesis gravidarum adalah mual danmuntah yang hebat dalam masa
kehamilan yang dapat menyebabkan kekurangan cairan, penurunanberat badan atau
gangguan elektrolit sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari yang membahayakan
janin didalam kandungan. Pada umumnya terjadi pada minggu ke 6 - 12 kehamilan
yang dapat berlanjut hingga minggu ke 16- 20 masa kehamilan (Prawirohardjo, 2002).
c. Perdarahan
Menurut Suwardjono S. dan Abdul Bari S. dalam Hanifa W, dkk. (2005) salah
satu penyebab kematian maternal adalah perdarahan, baik perdarahan yang terjadi
pada umur kehamilan muda trisemester pertama; yaitu abortus dan perdarahan karena
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), maupun perdarahan pada kehamilan lanjut,
yaitu diantaranya plasenta previa dan solusio plasenta.

d. Serotinus
Serotinus atau posterm adalah kehamilan lebih dari 42 minggu dengan
berdasarkan perhitungan kehamilan dengan HPHT dan belum terjadi persalinan.
Beberapa faktor penyebab anatara lain :
1. Kesalahan dalam penanggalan
2. Primigravida dan riwayat kehamilan lewat bulan
3. Defisiensi sulfatase plasenta atau anencefalus
4. Jenis kelamin janin laki-laki
5. Faktor genetik
e. Ketuban pecah dini
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput berisi caian ketuban yang terjadi
satu jam atau lebih senelum terjadinya kontraksi. Bisa disebabkan karena infeksi
vagina dan serviks, fisiologis selaput ketuban yang tidak normal, inkompetensi
serviks dan defisiensi gizi dari tembaga dan asam askorbat (Vitamin C).
f. Hipertensi dalam kehamilan
Adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan berlangsung dan biasanya pada
bulan terakhir kehamilan atau lebih setelah 20 minggu usia kehamilan pada wanita
yang sebelumnya normotensi, tekanan darah mencapai nilai 140/90 mmhg, atau
kenaikan tekanan sistolik 30 mmhg dan diatolik 15 mmhg diatas nilai normal (Junaidi,
2010). Hipertensi dalam masa kehamilan dapat menyebabkan terjadinya pre-eklampsi
ataupun eklampsi.
1) Pre-eklampsi
Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, walaupun jelas bagaimana hal itu terjadi. Istilah
kesatuan penyakit diartikan bahwa kedua peristiwa dasarnya sama dan bahwa
eklampsia merupakan peningkatan yang lebih berat dan berbahaya dari pre-
eklampsia, dengan tambahan gejala tertentu. Pre-eklampsia adalah penyakit yang
umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya,
misalnya pada mola hidatidosa, hal ini dikemukakan oleh Budiono W. dan
Trijatmo R. dalam Hanifa W, dkk. (2005).
Tanda khas pre-eklampsia adalah tekanan darah tinggi, ditemukannya
protein dalam urin dan pembengkakan jaringan (edema) selama trimester ke-2
kehamilan. Dengan meningkatnya tekanan darah dan jumlah protein urin keadaan
dapat menjadi berat. Terjadi nyeri kepala, muntah, gangguan penglihatan, dan
nyeri pada perut bagian atas dan kemudian anuria (berhentinya produksi air
kemih). Pada stadium akhir dan paling berat yang disebut eklampsia, pasien akan
mengalami kejang. Jika eklampsia tidak ditangani secara cepat akan terjadi
kehilangan kesadaran dan kematian karenakegagalan jantung, kegagalan ginjal,
kegagalan hati atau perdarahan otak.
Menurut Budiono W. dan Trijatmo R. dalam Hanifa W, dkk. (2005),
frekuensi pre-eklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor
yang mempengaruhinya antara lain jumlah primigravida, keadaan sosial, ekonomi,
perbedaan kriterium dalam penentuan diagnosis, dan lain-lain.
2) Eklamsi
Istilah eklampsia berasal dari Yunani dan berarti ”halilintar”. Kata tersebut
dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa
didahului oleh tanda-tanda lain. Sekarang diketahui bahwa eklampsia pada
umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam nifas dengan tanda-tanda pre-
eklampsia. Pada wanita yang menderita eklampsia timbul serangan kejang yang
diikuti oleh koma. Tergantung dari saat timbulnya eklampsia dibedakan eklampsia
gravidarum, eklampsia parturientum, dan eklampsia puerperale. Perlu
dikemukakan bahwa pada eklampsia gravidarum sering kali persalinan mulai tidak
lama kemudian. Dengan pengetahuan bahwa biasanya eklampsia didahului oleh
pre-eklampsia, tampak pentingnya pengawasan antenatal yang teliti dan teratur,
sebagai usaha untuk mencegahtimbulnya penyakit itu.
Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negaradan yang lain. Frekuensi
rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal
yang baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup, dan penanganan pre-
eklampsia yang sempurna. Di negara sedang berkembang frekuensi dilaporkan
berkisar antara 0,3%-0,7%, sedang di negara maju angka tersebut lebih kecil, yaitu
0,05%-0,1%, hal ini dikemukakan oleh Budiono W. dan Trijatmo R dalam Hanifa
W, dkk, (2005).
2.2 Komplikasi Persalinan
A. Pengertian
Komplikasi persalinan adalah kondisi dimana nyawa ibu dan atau janin yang ia
kandung terancam yang disebabkan oleh gangguan langsung saat persalinan. Komplikasi
persalinan sering terjadi akibat dari keterlambatan penanganan persalinan, dan dianggap
sebagai salah satu penyebab terjadinya kematian ibu bersalin. Faktor-faktor yang diduga ikut
berhubungan dengan kejadian komplikasi tersebut antara lain usia, pendidikan, status gizi dan
status ekonomi ibu bersalin.
Faktor usia ibu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya
komplikasi persalinan dikarenakan semakin muda usia ibu saat terjadi persalinan maka
semakin besar kemungkinan terjadi komplikasi akibat panggul ibu yang masih sempit serta
alat-alat reproduksi yang belum matur, usia kehamilan yang terlalu muda saat persalinan
mengakibatkan bayi yang dilahirkan menjadi premature. Status perkawinan ibu
mempengaruhi psikologis ibu selama proses kehamilan dan persalinan serta keteraturan
dalam memeriksakan kehamilan juga mempengaruhi terjadinya komplikasi saat persalinan
sebab apabila terjadi kelainan tidak dapat terdeteksi secara dini.
B. Etiologi Dan Faktor Resiko Komplikasi Persalinan
Pada penelitian yang dilakukan tahun 1990 yang diadakan oleh Assesment Safe
Motherhood, ditemukan beberapa hal yang dianggap sebagai penyebab terjadinya komplikasi
pada persalinan. Hal tersebut antara lain:
a. Derajat kesehatan ibu rendah dan kurangnya kesiapan untuk hamil
b. Pemeriksaan antenatal yang diperoleh kurang
c. Pertolongan persalinan dan perawatan pada masa setelah persalinan dini masih kurang
d. Kualitas pelayanan antenatal masih rendah dan dukun bayi belum sepenuhnya mampu
melaksanakan deteksi resiko tinggi sedini mungkin
Semua rumah sakit kabupaten sebagai tempat rujukan dari puskesmas belum mempunyai
peralatan yang cukup untuk melaksanakan fungsi obstetrik esensial
1. Macam-macamKomplikasi Persalinan
a. Kelainan letak
Kelainan letak pada janin terbagi menjadi dua yaitu, letak sungsang dan letak
melintang.
1) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala di fundus uteri dan bokong dibagian bawah cavum uteri. Ada beberapa
jenis letak sungsang, yakni:
a) Letak bokong, letak ini terjadi apabila kedua tungkai kaki terangkat ke atas
dimuka perut anak, jadi tidak terdapat kaki disamping bokong.
b) Letak bokong kaki, apabila letak kaki disamping bokong. Terbagi dalam 2
macam:
 Kedua kaki terdapat di samping bokong; letak bokong kaki sempurna
(letak sungsang lipat kajang)
 Satu kaki yang terdapat disamping bokong; kaki yang lain ke atas (letak
bokong naik tak sempurna atau setengah sungsang)
c) Letak kaki, kondisi letak ini terjadi jika posisi letak tungkai tidak seperti biasa
terlipat dimuka perut, akan tetapi jauh dari badan anak hingga melewati
bokong dan terletak paling rendah. Hal in juga ada 2 macam :
 Kedua kaki terletak dibawah: letak kaki sempurna
 Hanya satu kaki yang terletak di bawah: letak kaki tidak sempurna
d) Letak lutut, jika tungkai bertekuk di lutut dan lutut tersebut terletak paling
rendah; ini juga ada 2 macam:
 Kedua lutut terletak paling rendah (letak lutut sempurna)
 Hanya satu lutut yang terletak paling rendah (letak lutut tak sempurna).
2) Letak lintang
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang didalam perut ibu
dengan kepala pada sisi yang satu dan bokong pada sisi yang lain. Pada letak
lintang bahu menjadi bagian terendah, maka juga disebut presentasi bahu atau
presentasi acromion. Punggung janin berada didepan (darso anterior) dibelakang
(darso posterior), diatas (darso superior) , atau dibawah (darso inferior). Jenis
letak lintang :
a) Anak bisa terletak disebelah kiri (letak lintang I )
b) Kepala anak bisa terletak disebelah kanan (letak lintang II )
b. Hipertensi dalam persalinan
Hipertensi dalam persalinan adalah peningkatan tekanan darah dalam 24 jam
pertama dari nifas pada wanita yang awalnya normotensi dan hipertensi akan
berangsur-angsur hilang dalam 10 hari.
c. Perdarahan dalam persalinan
Perdarahan dalam persalinan adalah keluarnya darah dari jalan lahir dalam
jumlah banyak (lebih dari 500 ml) dalam 1 – 2 jam pertama setelah kelahiran bayi.
Komplikasi ini paling cepat menimbulkan kematian yaitu dalam 2 jam setelah
mengalami perdarahan bila pertolongan tepat tidak segera diberikan (Depkes, 2001).
d. Infeksi berat
Infeksi berat merupakan infeksi akut pada cairan ketuban, janin dan selaput
korioamnion yang disebabkan oleh bakteri.Tanda dan gejalanya adalah sebagai
berikut :
1) Ibu demam, suhu > 37,9oC sebelum atau selama persalinan
2) Ketuban pecah > 18 jam sebelum persalinan
3) Cairan amnion berbau busuk
e. Persalinan premature
Persalinan prematur adalah persalianan yang terjadi sebelum usia kehamilan
mencapai 37 minggu. Persalian prematur bisa merupakan suatu proses normal yang
dimulai terlalu dini atau dipicu oleh keadaan tertentu, seperti infeksi rahim atau
infeksi cairan ketuban.
Faktor resiko terjadinya persalinan prematur :
1) Pernah mengalami persalinan prematur pada kehamilan terdahulu
2) Kehamilan ganda (kembar dua atau tiga)
3) Memiliki serviks yang abnormal
4) Memiliki rahim yang abnormal
5) Menjalani pembedahan perut pada saat hamil
6) Pernah mengalami perdarahan pada trimester kedua atau ketiga
7) Berat badan ibu kurang dari 50 kg
8) Pernah memekai dietilstilbestrol (DES)
9) Merokok
10) Tidak memeriksakan kehamilan
f. Distosia
Distosia di definisikan sebagai persalinan yang panjang, sulit, atau abnormal,
yang timbul sebagai akibat kondisi yang berhubungan dengan berbagai macam
keadaan.  
1) Distosia kelainan his
a) Inersia uteri
Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk
melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Inersia uteri
dibagi menjadi 2 :
 Inersia uteri primer : terjadi pada awal fase laten
 Inersia uteri sekunder : terjadi pada fase aktif
b) Incordinate uterina action
Incoordinate uterina action yaitu kelainan his pada persalinan berupa
perubahan sifat his, yaitu meningkatnya tonus otot uterus, di dalam dan di luar
his, serta tidak ada kordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah, dan bawah,
sehingga his tidak efisien mengadakan pembukaan serviks
2) Distosia kelainan letak
a) Posisi oksipitalis posterior persisten
Pada persalinan presentasi belakang kepala, kepala janin turun melalui PAP
dengan sutura sagitalis melintang atau miring, sehingga ubun-ubun kecil dapat
berada di kiri melintang, kanan melintang, kiri depan, kanan depan, kiri
belakang atau kanan depan. Dalam keadaan fleksi bagian kepala yang pertama
mencapai dasar panggul ialah oksiput. Pada kurang dari 10% keadaan, kadang-
kadang ubun-ubun kecil tidak berputar kedepan, sehingga tetap di belakang.
b) Presentasi puncak kepala
Presentasi puncak kepala adalah kelainan akibat defleksi ringan kepala janin
ketika memasuki ruang panggul sehingga ubun-ubun besar merupakan bagian
terendah
c) Presentasi Muka
Keadaan dimana kepala dalam kedudukan defleksi maksimal, sehingga
oksiput tertekan pada punggung dan muka yang merupakan terendah
menghadap ke bawah.

d) Presentasi dahi
Keadaan di mana kedudukan kepala berada di antara fleksi maksimal dan
defleksi maksimal, sehingga dahi merupakan bagian terendah, namun pada
umumnya keadaan ini hanya bersifat sementara dan sebagian besar akan
berubah menjadi presentasi muka
g. Persalinan ganda
Kehamilan ganda merupakan terdapat dua atau lebih embrio atau janin
sekaligus dalam satu kehamilan (Taufan, 2012). Faktor penyebabnya antara lain:
1) Faktor ras
2) Faktor keturunan
3) Faktor umur dan paritas
4) Faktor nutrisi
5) Faktor terapi infertilitas
Faktor asisten reproduktif teknol
2.3 Komplikasi Nifas
1. Pengertian
Komplikasi nifas adalah kondisi dimana nyawa ibu terancam keselamatannya setelah
proses persalinan. Deteksi Dini Masa Nifas adalah Memantau kondisi Ibu dan Bayi pasca
persalinan dalam rangka menghindari komplikasi yang mungkin terjadi,dan untuk mencapai
tingkat kesehatan yang sebaik mungkin bagi ibu-ibu yang baru melahirkan (post partum),
bayi dan keluarga khususnya serta masyarakat pada umumnya.
2. Tujuan Deteksi Dini Pada Masa Nifas
a. Deteksi Dini Komplikasi Masa Nifas 2 Jam Pertama
b. Asuhan yang diberikan pada 2 jam pertama masa nifas yaitu :
1) Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus uteri, kandung kemih dan darah
yang keluar setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit
selama satu jam kedua kala empat. Jika ada temuan yang tidak normal,
tingkatkan frekusensi observasi dan penilaian kondisi ibu.
2) Masase uterus untuk membuat kontaraksi uterus menjadi baik setiap 15
menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua kala
empat. Jika ada temuan yang tidak normal, tingkatkan frekusensi
observasi dan penilaian kondisi ibu.
3) Pantau temperatur tubuh setiap jam dalam dua jam pertama
pascapersalinan. Jika meningkat, pantau dan tatalaksana sesuai dengan apa
yang diperlukan.
4) Nilai perdarahan. Periksa perineum dan vagina setiap 15 menit selama
satu jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua pada kala empat.
5) Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai kontraksi uterus dan
jumlah darah yang keluar dan bagaimana melakukan masase jika uterus
menjadi lembek.
6) Minta anggota keluarga untuk memeluk bayi. Bersihkan dan bantu ibu
mengenakan baju atau sarung yang bersih dan kering, atur posisi ibu agar
nyaman, duduk bersandarkan bantal atau berbaring miring. Jaga agar bayi
diselimuti dengan baik. Bagian kepala tertutup baik, kemudian berikan
bayi ke ibu dan anjurkan untuk dipeluk dan diberi ASI.
7) Lakukan asuhan esensial bagi bayi baru lahir.
a. Deteksi Dini Komplikasi Masa Nifas 6 Jam Masa Nifas
Asuhan yang diberikan pada 6 jam masa nifas yaitu :
1) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
2) Mendeteksi dan perawatan penyebab lain perdarahan serta melakukan
rujukan bila perdarahan berlanjut.
3) Memberikan konseling pada ibu dan keluarga tentang cara mencegah
perdarahan yang disebabkan atonia uteri.
4) Pemberian ASI awal
5) Mengajarkan cara mempererat hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
6) Menjaga bayi tetap sehat melalui pencegahan hipotermi.
7) Setelah bidan melakukan pertolongan persalinan, maka bidan harus
menjaga ibu dan bayi untuk 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai
keadaan ibu dan bayi baru lahir dalam keadaan baik.
b. Deteksi Dini Komplikasi Masa Nifas 6 Hari Masa Nifas
Asuhan yang diberikan pada 6 hari masa nifas yaitu :
1) Memastikan involusi uterus barjalan dengan normal, uterus berkontraksi
dengan baik, tinggi fundus uteri di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan
abnormal.
2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan.
3) Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup.
4) Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi dan cukup cairan.
5) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar serta tidak ada tanda-
tanda kesulitan menyusui.
6) Memberikan konseling tentang perawatan bayi baru lahir.
c. Deteksi Dini Komplikasi Masa Nifas 6 Minggu Masa Nifas
Asuhan yang diberikan pada 6 minggu masa nifas
1) Menanyakan penyulit-penyulit yang dialami ibu selama masa nifas.
2) Memberikan konseling KB secara dini.
3. Macam-macam Komplikasi Nifas
a. Hipertensi dalam masa nifas
Kenaikan tekanan darah lebih dari 160/90 mmhg setelah bayi lahir,
yang biasanya terjadi pada minggu pertama setelah bayi lahir (Arif Mansjoer,
2001).
b. Infeksi nifas
Infeksi nifas adalah bakteri pada traktus genitalia yang terjadi setelah
melahirkan, ditandai denga kenaikan suhu tubuh sampai dengan 38ºC atau
lebih selama 2 – 10 hari pertama paska persalinan, dengan mengecualikan 24
jam pertama (Sulistyawati, 2009).
c. Perdarahan nifas
Perdarahan posrt partum adalah hilangnya 500ml atau lebih darah pada kala III
persalinan. Penyebabnya adalah atonia uteri, retensio plasenta, laserasi traktus
genitalis, koagulopati (Prawirohardjo, 2008).
c. kedaruratan kebidanan
Yaitu suatu keadaan dimana jika tidak segera mendapat pertolongan akan menjadi
lebih buruk bahkan menimbulkan kematian dengan Klasifikasi Kedaruatan Obstetri
sebagai berikut;
1. Kedaruratan Pada Kehamilan
2. Kedaruratan Pada Persalinan
3. Kedaruratan Pada Saat Nifas
tindakan kebidanan koperatif
1. Prinsip :
a. Tiap tindakan pembedahan harus didasarkan atas indikasi yang tepat
b. Perlu dipilih tindakan yang paling aman bagi ibu dan janin, mengingat kondisi
mereka dan lingkungannya
c. Tindakan harus diselenggarakan sedemikian rupa sehingga sedapat mungkin tidak
timbul komplikasi pada ibu dan bayi.
2. Syarat yang perlu diperhatikan dalam tindakan pembedahan :
a. Persiapan preoperatif yang baik
b. Asepsis dan antisepsis yang baik
c. Anestesi / analgesia yang baik
d. Tindakan / prosedur yang baik
e. Evaluasi / penatalaksanaan postoperatif yang baik
3. Indikasi fetus dan ibu
Prinsip untuk mencegah trauma persalinan pervaginam yang terlalu berat, bagi janin
maupun bagi ibu.
Indikasi janin
a. janin premature
b. janin letak sungsang
c. janin yang akan dilahirkan dengan ekstraksi cunam / vakum
d. janin besar. Dapat juga dilakukan pada janin aterm normal yang direncanakan
lahir pervaginam spontan (berarti pertimbangan berdasarkan indikasi ibu).
Indikasi ibu
Mencegah robekan perineum yang berat akibat peregangan perineum yang
berlebihan pada saat persalinan pervaginam spontan maupun dengan tindakan
ekstraksi. Umumnya pada primipara, karena elastisitas jaringan dasar panggul masih
kurang, tindakan episiotomi hampir selalu diperlukan.
2.4 gangguan psikologis dalam kebidanan
Beban Psikis yang paling berat pada ibu hamil terjadi pada trimester pertama, yaitu
ketika terjadi perubahan aktivitas hormonal. Beban mental dan fisik yang dialami ibu hamil
biasanya disebabkan oleh perubahan fisik dan hormonya, seperti bentuk tubuh yang melebar
dan kondisi ibu yang naik turun dan juga diperparah dengan munculnya trauma-trauma
kehamilan sehingga masalah yang dihadapi ibu pun semakain kompleks dan dapat
menimbulkan ganguan mental.
1. PENGERTIAN / DEFINISI DEPRESI
Depresi atau biasa disebut sebagai gangguan afektif merupakan salah satu bentuk psikosis.
Ada beberapa pendapat mengenai definisi dari depresi, diantaranya yaitu :
Menurut National Institut of Mental Health, gangguan depresi dimengerti sebagai suatu
penyakit “ tubuh yang menyeluruh “ ( whole-body ), yang meliputi tubuh, suasana perasaan
( mood ), dan pikiran
GEJALA-GEJALA DEPRESI
Menurut Diagnostic and Statistical Manual IV - Text Revision (DSM IV-TR) (American
Psychiatric Association, 2000), seseorang menderita gangguan depresi jika:
lima (atau lebih) gejala di bawah telah ada selama periode dua minggu dan merupakan
perubahan dari keadaan biasa seseorang serta sekurangnya salah satu gejala harus emosi
depresi atau kehilangan minat atau kemampuan menikmati sesuatu.
a. Keadaan emosi depresi / tertekan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap
hari, yang ditandai oleh laporan subjektif (misal: rasa sedih atau hampa) atau
pengamatan orang lain (misal: terlihat seperti ingin menangis).
b. Kehilangan minat atau rasa nikmat terhadap semua, atau hampir semua kegiatan
sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari (ditandai oleh laporan
subjektif atau pengamatan orang lain)
c. Hilangnya berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau bertambahnya
berat badan secara signifikan (misal: perubahan berat badan lebih dari 5% berat badan
sebelumnya dalam satu bulan)
d. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
e. Kegelisahan atau kelambatan psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang
lain, bukan hanya perasaan subjektif akan kegelisahan atau merasa lambat)
f. Perasaan lelah atau kehilangan kekuatan hampir setiap hari
g. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak wajar (bisa
merupakan delusi) hampir setiap hari
h. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau sulit membuat
keputusan, hampir setiap hari (ditandai oleh laporan subjektif atau pengamatan orang
lain)
i. Berulang-kali muncul pikiran akan kematian (bukan hanya takut mati), berulang-kali
muncul pikiran untuk bunuh diri tanpa rencana yang jelas, atau usaha bunuh diri atau
rencana yang spesifik untuk mengakhiri nyawa sendiri.
Adapun bagi ibu hamil, tanda-tanda atau gejala yang menunjukkan mengalami depresi tidak
jauh atau sama halnya dengan gejala-gejala di atas dan waktunya pun kurang lebih 2 minggu,
yakni diantaranya sebagai berikut :
ditandai dengan perasaan muram, murung, kesedihan tidak bisa atau sulit berkonsentrasi,
mengingat, atau mengambil keputusan pekerjaan dan aktivitas sehari-hari terganggu
hubungan calon ibu dengan orang-orang sekitarnya terganggu kondisi ibu mengancam
keselamatan janin Putus asa, terkadang beberapa ada yang merasa cemas kadang-kadang
dapat sarkastik, nihilistic, tegang, kaku dan menolak intervensi terapeutik Selain itu, gejala di
atas biasanya disertai perubahan nafsu makan dan pola tidur, harga diri yang rendah,
hilangnya energi dan penurunan dorongan seksual.
Namun, secara umum dapat digolongkan menjadi dua yakni :
Depresi unipolar Merupakan gangguan depresi yang dicirikan oleh suasana perasaan depresif
saja. Depresi unipolar terdiri atas :
1). Depresi Mayor dalam kehamilan
Apabila seseorang atau ibu hamil mengalami tanda-tanda atau gejala seperti di
atas, maka segera harus ditangani karena bisa saja berubah menjadi lebih serius yang dapat
berdampak pada ibu maupun janinnya, yakni menjadi depresi berat atau depresi mayor.
Sindrom depresi mayor ditandai dengan suatu kombinasi simptom yang berpengaruh dengan
kemampuan untuk bekerja, tidur, makan dan menikmati salah satu kegiatan yang
menyenangkan serta sulit untuk melakukan komunikasi karena mereka cenderung menarik
diri, tidak mampu berkonsentrasi, kurang perhatian, merasa tidak dihargai dan sulit untuk
mengingat sesuatu dan yang terutama adalah tidak jarang dari penderita yang ingin bunuh
diri. Episode ketidakmampuan depresi ini dapat terjadi hampir setiap hari dan pasti ada yang
mendominasi di sepanjang hari. Selain itu, bila tidak teratasai dengan baik dapat muncul
sekali, dua kali atau beberapa kali selama hidup.
2). Penyebab terjadinya depresi pada kehamilan
Para ahli belum bisa memastikan mengapa depresi terjadi pada wanita hamil, namun diduga
perubahan tingkat hormon yang drastis selama kehamilan dan setelah melahirkan menjadi
biang keladinya. Selain peningkatan kadar hormon dalam tubuh, menurut penelitian bahwa
depresi terjadi karena klien atau penderita depresi memiliki ketidakseimbangan dalam
pelepasan neurotransmitter serotonin mayor, norepinefrin, dopamin, asetilkolin, dan asam
gamaaminobutrik Selain itu,ada pula hasil penelitian yang menyatakan bahwa terjadinya
depresi karena adanya masalah dengan beberapa enzim yang mengatur dan memproduksi
bahan-bahan kimia tersebut
Dengan demikian, berdampak pula pada metabolisme glukosa dimana penderita
depresi tidak memetabolisme glukosa dengan baik dalam area otak tersebut. Jka depresi
teratasi, aktivitas metabolisme kembali normal.Selain dari faktor organobiologis di atas,
pencetus terjadinya depresi adalah karena factor psikologis dan sosio-lingkungan, misalnya
karena akan berubah peran menjadi seorang ibu, karena kehilangan pasangan hidup,
kehilangan pekerjaan, pasca bencana dan dampak situasi kehidupan sehari-harinya.
Dampak atau pengaruh depresi terhadap kehamilan, Permasalahan yang
berkaitan dengan kondisi kejiwaan termasuk depresi, selain berdampak pada diri sendiri bisa
berimplikasi atau berpengaruh tidak baik terhadap kondisi kesehatan janin yang ada di dalam
kandungan. Kita semua pasti mengetahui bahwa perubahan fisik dan hormonal yang terjadi
selama masa kehamilan sangat berpengaruh terhadap kondisi wanita yang sedang hamil.
Depresi yang tidak ditangani akan memiliki dampak yang buruk bagi ibu dan bayi yang
dikandungnya. Ada 2 hal penting yang mungkin berdampak pada bayi yang dikandungnya,
yaitu :
1. Pertama adalah timbulnya gangguan pada janin yang masih didalam kandungan
2. Kedua munculnya gangguan kesehatan pada mental si anak nantinya
Depresi yang dialami, jika tidak disadari dan ditangani dengan sebaik – baiknya
akan mengalihkan perilaku ibu kepada hal – hal yang negatif seperti minum-minuman keras,
merokok dan tidak jarang sampai mencoba untuk bunuh diri. Hal inilah yang akan memicu
terjadinya kelahiran prematur, bayi lahir dengan berat badan yang rendah, abortus dan
gangguan perkembangan janin. Kelahiran bayi prematur juga akan menjauhkan dekapan
seorang ibu terhadap bayi yang dilahirkan , karena si bayi akan ditempatkan di inkubator
tersendiri. Apalagi jika sudah mengalami depresi mayor yang identik dengan keinginan
bunuh diri, bisa saja membuat langsung janinnya meninggal.Ibu yang mengalami depresi ini
tidak akan mempunyai keinginan untuk memikirkan perkembangan kandungannya dan
bahkan kesehatannya sendiri.
1.CARA PENANGANAN
Strategi kesehatan yang bisa diterapkan pada saat masa kehamilan untuk
mengantisipasi depresi yaitu menjadikan masa hamil sebagai pengalaman yang
menyenangkan, selalu konsultasi dengan para ahli kandungan, makan makanan yang sehat,
cukup minum air, mengupayakan selalu dapat tidur dengan baik dan melakukan senam bagi
ibu hamil. Disamping itu juga melakukan terapi kejiwaan supaya terhindar dari depresi, lebih
meningkatkan keimanan dan tentunya mendapat dukungan dari suami dan keluarga.
Sedangkan bagi yang telah terdiagnosis, perencanaan kehamilan sangat penting
pada wanita hamil yang didiagnosis depresi, sebaiknya kehamilannya perlu direncanakan
atau dikonsultasikan dengan ahli kebidanan dan kandungan, dan psikiater tentang masalah
resiko serta keuntungan setiap pemakaian obat-obat psikofarmakologi. Rawat inap sebaiknya
dipikirkan sebagai pilihan pengobatan psikofarmakologis pada trimester I untuk kasus
kehamilan yang tidak direncanakan, dimana pengobatan harus dihentikan segera dan apabila
terdapat riwayat gangguan afektif ( depresi ) rekuren.
Ada 2 fase penatalaksanaan farmakologis yang digambarkan dalam Panel
Pedoman Depresi ( Depression Guideline Panel ) :
1. .Fase akut
Gejalanya ditangani, dosis obat disesuaikan untuk mencegah efek yang merugikan
dan klien diberi penyuluhan.
2. Fase lanjut
Klien dimonitor pada dosis efektif untuk mencegah terjadinya kambuh. Pada fase
pemeliharaan, seorang klienyang beresiko kambuh sering kali tetap diberi obat
bahkan selama remisi.
Untuk klien yang dianggap tidak beresiko tinggi mengalami kambuh, pengobatan
dihentikan.
Penggunaan antidepresan trisiklik sebaiknya hanya pada pasien hamil yang
mengalami depresi berat yang mengeluhkan gejala vegetatif dari depresi, seperti menangis,
insomnia, gangguan nafsu makan dan ada ide-ide bunuh diri. Selective serotonin reuptake
inhibitors ( SSRIs ) terbukti sudah sangat berguna untuk menangani depresi sehingga menjadi
pilihan untuk ibu hamil, mencakup fluoksetin dan sertralint. Obat ini menjadi pilihan karena
obat tersebut lebih sedikit memiliki efek antikolinergik yang merugikan, toksisitas jantung,
dan bereaksi lebih cepat daripada antidepresan trisiklik dan inhibitor oksidase monoamin
( MOA ) serta tidak menyebabkan hipotensi ortostatik, konstipasi dan sedasi.
Disamping itu, psikoterapi atau metode support group secara ruti harus dilakukan
bila ada konflik intrapsikis yang berpengaruh pada kehamilan. Terapi perilaku kognitif sangat
menolong pasien depresi dan disertai antidepresan. Terapi elektrokompulsif (ECT) digunakan
pada pasien depresi psikotik untuk mendapatkan respon yang lebih cepat, bila kehidupan ibu
dan anak terancam, misalnya pada depresi hebat dan klien sampaiingin bunuh diri atau jika
tidak berespon terhadap pengobatan antidepresan. Dalam menghadapi klien penderita
depresi, harus dilakukan dengan sikap serius dan mengerti keadaan penderita.
Kita harus memberi pengertian kepada mereka dan mensupport atau memberikan
motivasi yang dapat menenagkan jiwanya. Hendaknya jangan menghibur, memberi harapan
palsu, bersikap optimis dan bergurau karena akan memperbesar rasa tidak mampu dan rendah
diri.
1. DEPRESI PASCA SALIN
Gangguan depresif mayor relatif sering terjadi selama masa nifas. Baik studi
retrospektif dan prospektif yang berbasis komunitas telah menghasilkan angka prevalensi
depresi pasca salin mayor dan minor antara 10-15%. Angka depresi yang dilaporkan dari
studi kohort masa nifas ini relatif sama dengan yang diobservasi dari populasi wanita
nonpuerperal.Bila beberapa wanita dilaporkan menderita gejala-gejala singkat setelah
kelahiran anak, depresi berkembang lebih perlahan lebih dari 6 bulan pertama pasca salin.
2. GEJALA DAN TANDA DEPRESI MASA NIFAS
Biasanya tidak dapat dibedakan dengan gangguan depresif mayor nonpsikotik
yang terjadi pada wanita selain pasca salin. Afek disforik, iritabilitas, anhedonia, insomnia,
dan fatigue adalah gejala-gejala yang sering dilaporkan. Kadang-kadang juga didapatkan
keluhan somatik. Perasaan ambivalen atau negatif terhadap bayi sering dilaporkan. Wanita
dengan depresi pasca salin sering mengemukakan keraguannya terhadap kemampuannya
merawat bayinya. Dalam bentuk yang paling parah, depresi pasca salin bisa menghasilkan
disfungsi yang sangat berat. Ide bunuh diri sering ditemukan, namun angka bunuh diri relatif
rendah pada wanita yang mengalami depresi selama masa nifas.
Walaupun beberapa studi telah mengevaluasi prevalensi penyakit psikiatrik
komorbid pada populasi ini, ansietas yang berat dan pikiran obsesi menonjol pada wanita
dengan gangguan jiwa masa nifas. Gejala-gejala ansietas umum, gangguan panik dan
gangguan obsesif kompulsif sering didapatkan pada wanita dengan depresi pasca salin.
1. PSIKOSIS PUERPERALIS
Psikosis puerperalis adalah bentuk yang paling berat dari gangguan jiwa masa nifas. Berbeda
dengan postpartum blues atau depresi, psikosis puerperalis lebih jarang terjadi dan angka
kejadiannya berkisar 1-2 per 1000 wanita pasca salin. Penampilannya dramatik dan
munculnya gejala psikosis dalam 48 - 72 jam pasca salin. Sebagian besar wanita yang
menderita psikosis puerperalis gejalanya berkembang dalam 2-4 minggu pertama pasca salin.
Wanita dengan kelainan ini gejala psikotik dan tingkah laku yang kacau sangat
menonjol sehingga menimbulkan disfungsi yang bermakna. Psikosis puerperalis menyerupai
psikosis afektif yang berkembang cepat dengan gambaran manik, depresif atau tipe
campuran. Tanda paling awal adalah kegelisahan yang tipikal, iritabilitas dan insomnia.
Wanita dengan gangguan ini secara khas memperlihatkan pergantian yang cepat antara mood
yang depresi dan elasi, disorientasi atau depersonalisasi serta tingkah laku aneh. Waham
biasanya berkisar pada bayinya termasuk waham bahwa anaknya telah meninggal, anaknya
mempunyai kekuatan khusus, atau menganggap anaknya sebagai jelmaan setan atau Tuhan.
Halusinasi dengar yang menyuruh ibu tersebut untuk menyakiti atau membunuh dirinya
sendiri atau anaknya kadang-kadang dilaporkan. Walaupun banyak pihak berpendapat bahwa
penyakit ini berbeda dengan gangguan afektif, namun beberapa peneliti berpendapat bahwa
psikosis puerperalis lebih mirip dengan kebingungan atau delirium daripada gangguan mood
psikotik nonpuerperalis.
1. PENAPISAN
Depresi pasca salin berat dan psikosis mudah untuk dikenali, namun bentuk
yang lebih ringan atau lebih perlahan munculnya seringkali terlewatkan. Bahkan gejala
depresi berat yang muncul selama masa nifas sering terlewatkan oleh pasien dan perawatnya
karena dianggap normal dan sebagai bagian dari proses kehaliran bayi. Karena sulitnya
memprediksikan wanita yang berada pada populasi umum yang akan berkembang menjadi
psikosis puerperalis, dianjurkan untuk menapis seluruh wanita untuk gejala depresi pada
masa nifas. Hambatan terbesar dalam mendiagnosis depresi pasca salin adalah pada tingkat
klinisi gagal menanyakan adanya gejala-gejala fektif pada wanita masa nifas.
Kunjungan klinisi yang standar pada 6 minggu pertama masa nifas dan kunjungan berikutnya
untuk pemeriksaan bayi adalah waktu yang tepat untuk menapis adanya gangguan depresi
pasca salin. Bagaimana pun juga penapisan untuk gangguan afektif selama masa nifas lebih
sulit dibandingkan waktu lainnya. Banyak tanda-tanda neurovegetatif dan gejala karakteristik
depresi mayor (seperti gangguan tidur dan nafsu makan, berkurangnya libido, kelelahan) juga
terdapat pada wanita non-depresi pada masa puerperium akut. Banyak skala penilaian yang
dipakai untuk wanita bukan masa nifas (contohnya Beck Depression Inventory) belum
divalidasi pada populasi puerperal. Sebaliknya Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS)
yang terdiri dari 10 pertanyaan, yang harus dijawab sendiri telah digunakan secara luas untuk
deteksi depresi pasca salin dan telah dibuktikan mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang
memuaskan pada wanita masa nifas. Walaupun belum begitu sering digunakan EPDS dapat
mudah digunakan secara bersamaan pada evaluasi rutin wanita pasca salin. Skala penilaian
ini dapat menapis wanita yang butuh evaluasi psikiatrik lebih lanjut. Skala EPDS saat ini
tengah dipakai pada penelitian kohort multietnik dan multisenter pada depresi pasca salin di
Jakarta.
tanda yang ada pada ibu memenuhi keretreia diagnostic untuk gangguan depresi .
depresi dapat di sebabkan oleh berbagai factor antara lain :
a. factor biologis bahwa adanya konsistensi dari hipotesis gangguan mood berhubungan erat
dengan diregulasi dan biogeni camin, serotonin, norepinefrin dan dopamine pada ibu hamil
1. factor genetic
2. factor psikososial
b. factor keperibadian
orang mempunyai keperibadian histronik, obsesif-kompulsif dan borderline lebih banyak
menderita gangguan depresi disbanding ibu yang mempunyai keperibadian antisocial dan
paranoid
c. factor ketidak berdayaan
ketidak berdayaan yang di pelajari dari depresi menghubungkan fenomena depersi pada ibu
tentang pengalaman peristigwa yang tidak terkenadali
kreteria diagnostic untuk gangguan depresi pada ibu hamil pada usia lanjut :
adapun gejala yang sudah berlangsung sekurang-kurang dua minggu dan menunjukan adanya
perubahan dari fungsi sebelumnya
contoh depresi pada ibu saat keamilan lanjut :
1). mood depresi yang berlangsung spanjang hari hamper sepanjang hari yang di tunjukan
oleh adanya rasa sedih, pada ibu
2.) berkurangnya minat pada kehamilannya terhadap kesenangan keseluruhan, terhadap
aktifitas sehari-hari
 berkurangnya berat badan sehingga berdampak pada janin ibu.
 Tidur terganggu sehinga waktu istirahat kurang, berlangsung tiap hari
 Mengamuk mara-marah atau malas
 Kesulitan untuk berkonsentrasi fositif terhadap kehamilannya
 Fikiran yang berulang tenang kematian janin dan hal-hal yang tidak di inginkan pada
kehamilannya

Cara penanggulangan depresi :


a) usahakan agar ibu terhindari dari hal-halyang membahayakan keselamatanya
b) kirimkan kedokter / psikiater untuk dapat piñata laksaanan selanjutnya.
c) Lakukan usaha untuk mengulangi atau menghilangkan penyebab terjadinya depresi
d) Mencoba berkomunikasi yang baik memberikan hal-hal yang fosihtif pada ibu tentang
kehamilannya sekarang
Untuk mendiagnosakan retardasi mental pada ibu dengan tepat, perlu di ambil anamnesa dari
orang terdekat, denga sangat teliti tentang kehamilannya, perkembangan janin dan persalinan.
Stres dapat mengakibatkan kecemasan yang berlebihan pada kehamilan ibu memasuki
trimester ketiga sebagian besar wanita hamil dalam keadaan cemas nyata, alas an yang
mungkin menyebabkan peningkatan kecemasan aadalah kecemasan mengenai ketakutan
untuk melahirkan dan kekwatiran terhadap anaknya.
1. Penanggulangan kecemasan dalam kehamilan
seorang ibu yang tabah akan berusaha menguasai keadaan menganggap saat melahirkan
sebagai suatu puncak yang telah dapat di lalui akan mendatangkan kebahgiaan.
a) Mempercayai anjuran dan pengobatan yang di berikan oleh tenaga kesehatan
b) Menyelenggarakan hubungan batin yang baik sehingga usaha pertolongan dapat
mudah di lakukan
c) Memberikan penerangan, penjelasan dan pengertian mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan rumah tangga peristiwa kehamilan dan persalinan
2. Sumber stres dapat di golongkan dalam bentuk :
a) Krisis
Perubahan yang timbul mendadak dan mengoncangkan keseimbangan ibu di luar
jangkauan daya penyesuaian sehari-hari
b) Frutrasi
Kegagalan dalam usaha pemuasan diri / dorongan naluri sehingga timbul kekecewaan
pada ibu atas kandungannya
c) Konflik
Pertentangan antara dua keinginan antara dorongan naluri dan kekuatan yang
menngendalikan dorongan – dorongan naluri tersebut
d) Tekanan
Berhubungan dengan tanggung jawab yang besar yang harus di tanggungnya
Akibat dari stress
1. perasaan cemas
2. rasa takut
3. tertekan
4. kehilangan rasa nyaman
5. gelisah
6. Pusing
7. kurang istirahat
BAB III
3.1 Kesimpulan
Kehamilan merupakan proses alamiah yang akan dialami oleh setiap wanita.
Lama kehamilan sampai aterm adalah 280 sampai 300 hari atau 39 sampai 40 minggu,
sehingga masa tersebut ibu hamil memerlukan pengawasan yang tepat.Perubahan
fisiologis pada masa kehamilan, persalinan, nifas, dan neonatus sewaktu-waktu dapat
berubah menjadi patologis, ini timbul karena banyak faktor yang mempengaruhinya,
baik faktor kesehatan ibu/bayi sendiri maupun faktor dari luar termasuk faktor
dukungan bagi ibu. Dari setiap kondisi patologis pada masa kehamilan, persalinan,
nifas, dan neonatus, sebelum terjadi kegawatan akan memperlihatkan tanda bahaya
dari masalah tersebut, yang apabila diketahui secara dini dapat menyelamatkan jiwa
ibu dan bayinya.
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah
besar di negara berkembang. Sekitar 25-50% kematian wanita usia subur di negara
miskin disebabkan hal berkaitan dengan kehamilan. Kematian saat melahirkan
biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita usia muda pada masa puncak
produktifitasnya. Survey Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2012 AKI tercatat
mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup.
Lingkup Komplikasi Kehamilan
A. Definisi
Pengertian dari Komplikasi Kebidanan, yaitu kesakitan pada ibu hamil,
ibu bersalin, ibu nifas yang dapat mengancam jiwa ibu dan atau bayi.
Komplikasi kehamilan adalah kegawat daruratan obstetrik yang dapat
menyebabkan kematian pada ibu dan bayi (Prawirohardjo, 1999).
Komplikasi kehamilan adalah masalah-masalah yang hanya terjadi pada
saat kehamilan. Keadaan ini dapat menyebabkan gangguan pada si ibu,
janin dan juga keduanya.
Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya komplikasi kehamilan. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi dan memicu terjadinya komplikasi kehamilan
pada seorang ibu, yaitu:
1. Riwayat medis dan pembedahan
DAFTAR PUSTAKA
Sari LA. Komplikasi Persalinan dan Penatalaksanaannya. Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Tenaga Kesehatan Badan Pengembangan dan Pemberdayaan sumber daya
manusia. Jakarta ; 2015. h. 3-18.

Anda mungkin juga menyukai