Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persalinan merupakan suatu proses fisiologis yang dialami oleh wanita. Pada
proses ini terjadi serangkaian perubahan besar yang terjadi pada ibu untuk dapat
melahirkan janinnya melalui jalan lahir (Decherney et al, 2007). Tujuan dari pengelolaan
proses persalinan adalah mendorong kelahiran yang aman bagi ibu dan bayi sehingga
dibutuhkan peran dari petugas kesehatan untuk mengantisipasi dan menangani
komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan bayi, sebab kematian ibu dan bayi sering
terjadi terutama saat proses persalinan (Koblinsky, 2006).
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya tanda –
tanda persalinan, yang ditandai dengan pembukaan serviks 3 cm pada primipara atau 5
cm pada multipara (Maryunani, 2013). Hal ini dapat terjadi pada kehamilan aterm yaitu,
pada usia kehamilan lebih dari 37 minggu maupun pada kehamilan preterm yaitu
sebelum usia kehamilan 37 minggu (Sujiyantini, 2009). Ketuban pecah dini merupakan
salah satu kelainan dalam kehamilan. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting
dalam ilmu obstetri, karena berkaitan dengan penyulit yang berdampak buruk terhadap
kesehatan dan kesejahteraan maternal maupun terhadap pertumbuhan dan perkembangan
janin intrauterin, sehingga hal ini dapat meningkatkan masalah kesehatan di Indonesia
(Soewarto, 2010).
Insidensi ketuban pecah dini berkisar antara 8 % sampai 10 % dari semua
kehamilan.Pada kehamilan aterm insidensinya bervariasi antara 6% sampai 19 %,
sedangkan pada kehamilan preterm insidensinya 2 % dari semua kehamilan (Sualman,
2009). Kejadian ketuban pecah dini di Amerika Serikat terjadi pada 120.000 kehamilan
per tahun dan berkaitan dengan resiko tinggi terhadap kesehatan dan keselamatan ibu,
janin dan neonatal (Mercer, 2003). Sebagian besar ketuban pecah dini pada kehamilan
preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah
selaput ketuban pecah. Sekitar 85% morbiditas dan mortalitas perinatal disebabkan oleh
prematusitas. Ketuban pecah dini merupakan salah satu penyebab prematuritas dengan
insidensi 30 % sampai dengan 40 % (Sualman,2009).
Ketuban pecah dini belum diketahui penyebab pastinya, namun terdapat beberapa
kondisi internal ataupun eksternal yang diduga terkait dengan ketuban pecah dini. Yang
termasuk dalam faktor internal diantaranya usia ibu, paritas, polihidramnion,
inkompetensi serviks dan presentasi janin. Sedangkan yang termasuk dalam faktor
eksternal adalah infeksi dan status gizi. Beberapa penelitian yang menunjukkan adanya
keterkaitan dengan infeksi pada ibu. Infeksi dapat mengakibatkan ketuban pecah dini
karena agen penyebab infeksi tersebut akan melepaskan mediator inflamasi yang
menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini dapat menyebabkan perubahan dan pembukaan
serviks, serta pecahnya selaput ketuban (Sualman, 2009).
Selain infeksi yang terjadi terutama pada genitalia wanita, status gizi juga diduga
mempengaruhi selaput ketuban, karena penurunan asupan zat gizi terutama protein akan
menganggu proses metabolisme yang membutuhkan asam amino, salah satunya
pembentukan selaput amnion yang tersusun dari kolagen tipe IV. Hal ini akan
mengakibatkan rendahnya kekuatan selaput amnion dan meningkatkan resiko ruptur
(Funai, 2008).
Selanjutnya, faktor internal yang mungkin berpern pada kejadian ketuban pecah
dini, diantaranya usia ibu, paritas, dan polihidramnion, inkompetensi serviks dan
presentasi janin (Funai, 2008). Dalam penelitian terdahulu, diketahui bahwa terdapat
peningkatan resiko terjadinya ketuban pecah dini pada ibu dengan usia lebih dari 30
tahun (Newburn-cook, 2005). Pada sumber lain dijelaskan bahwa, usia ibu saat hamil
yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan usia beresiko (Rochjati,
2010).
Paritas diartikan sebagai jumlah kehamilan yang melahirkan bayi hidup dan tidak
terkait dengan jumlah bayi yang dilahirkan dalam sekali persalinan (Taber, 2012).
Semakin tinggi paritas ibu, kualitas endometrium akan semakin menurun. Hal ini akan
meningkatkan resiko komplikasi pada kehamilan (Prawirohardjo, 2010).
Faktor obstetri berupa distensi uterus seperti polihadramnion dan inkompetensi
serviks (Susilowati, 2010). Polihidramnion merupakan cairan amnion yang berlebihan,
yaitu lebih dari 2000 ml (Gant, 2011). Komplikasi yang dapat timbul oleh
polihidramnion salah satunya adalah ketuban pecah dini. Hal ini terjadi karena terjadinya
peregangan berlebihan pada selaput ketuban (Taber, 2012).
Ketuban pecah dini juga mungkin terjadi akibat kondisi serviks yang inkompeten.
Serviks tidak mampu mempertahankan kehamilan sehingga selaput ketuban menonjol
keluar dari serviks dan dapat ruptur. Selanjutnya, faktor presentasi dan letak janin juga
diduga berperan dalam terjadinya ketuban pecah dini, hal ini terjadi karena tekanan
terhadap selaput ketuban menjadi tidak merata jika janin tidak dalam presentasi kepala
(Maryunani,2013).
Ketuban pecah dini pada Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) berada
pada level kompetensi 3A, yaitu lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik,
memberi terapi pendahuluan pada keadaan bukan gawat darurat, menentukan rujukan
yang tepat bagi penanganan pasien selanjutnya dan mampu menindaklanjuti setelah
kembali dari rujukan.
Pada ibu dapat terjadi komplikasi berupa infeksi masa nifas, partus lama,
perdarahan post partum, bahkan kematian. Sedangkan pada janin, dapat timbul
komplikasi berupa kelahiran prematur, infeksi perinatal, kompresi tali pusat, solusio
plasenta, sindrom distres pada bayi baru lahir, perdarahan intraventrikular, serta sepsis
neonatorum (Caughey, 2008). Lebih lanjut Mitayani (2009) menyatakan bahwa resiko
infeksi pada ketuban pecah dini sangat tinggi, disebabkan oleh organisme yang ada di
vagina, seperti E. Colli, Streptococcus B hemolitikus, Proteus sp, Klebsiella,
Pseudomonas sp, dan Stafilococcus sp.
Sehubungan dengan hal diatas, maka diharapkan pengetahuan tentang kondisi-
kondisi yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kehamilan dapat dipahami oleh
masyarakat, terutama ibu hamil. Dengan demikian diharapkan dapat menjadi pegangan
dalam usaha pencegahan atau preventif dalam rangka menurunkan angka ketuban pecah
dini, sehingga komplikasi yang tidak diinginkan pada ibu dan janin dapat dihindari. Hal
ini dalam rangka meningkatkan keselamatan dan kesehatan, khususnya maternal dan
perinatal, serta kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah melaksanakan praktek lapangan dirumah sakit diharapkan mahasiswa dapat
memberikan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan Ketuban Pecah Dini.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian data Pada ibu Besalin Dengan KPD.
b. Mampu memberikan analisa data untuk menentukan diagnosa Pada Ibu Besalin
Dengan KPD.
c. Mampu mengidentifikasi diagnosa atau masalah pada Pada Ibu Besalin Dengan
KPD.
d. Mampu mengidentifikasi kebutuhan segera pada kasus Pada Ibu Besalin Dengan
KPD.
e. Mampu menyusun rencana asuhan kebidanan pada kasus Pada Ibu Besalin
Dengan KPD.
f. Mampu melaksanakan asuhan secara menyeluruh sesuai dengan diagnosa dan
masalah pada Pada Ibu Besalin Dengan KPD.
g. Mampu mengevaluasi hasil asuhan kebidanan yang telah dilaksanakan.
2.2 Metode Pengumpulan Data
Manajemen kebidanan komprehensif ini menggunakan metode penulisan dengan
pengumpulan data sebagai berikut:
a. Wawancara: tanya jawab secara langsung (anamnesa) kepada suami atau keluarga
pasien.
b. Observasi: melakukan pemeriksaan, baik dengan inspeksi, palpasi, perkusi maupun
auskultasi.
c. Studi dokumentasi: dengan melihat data dan riwayat ibu di rekam medik.
d. Studi kepustakaan: menggunakan buku untuk sumber teori dan browsing.
e. Pemeriksaan: pemeriksaan umum (tanda- tanda vital), pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang.
3.2 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.2.1 Umum
1.2.2 Khusus
1.3 Metode Pengumpulan Data
1.4 Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Kosep Dasar Persalinan
2.1.1 Definisi Persalinan
2.1.2 Etiologi persalinan
2.1.3 Patofisiologi
2.1.4 Klasifikasi
2.1.5 Penatalaksaan
2.1.6
2.2 Tinjauan Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas
2.2.1 Konsep Manajemen Asuhan Varney
2.2.2 Pendokumentasian Secara SOAP
2.2.3 Bagan Alur Berfikir Varney dan Pendokumentasian SOAP
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1 Subyektif
3.2 Obyekrtif
3.1 Analisis
3.3 Penatalaksanaa
BAB IV PEMBAHASAN
Berisi analisis tentang kesenjangan antara teori dan praktik
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Daftar Pustaka
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.2 Konsep Ketuban Pecah Dini (KPD)


2.2.1 Pengertian KPD
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya/rupturnya selaput amnion
sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput amnion
sebelum usia kehamilannya mencapai 37 minggu dengan atau tanpa kontraksi
(mitayani, 2011).
Ketuban pecah dini didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan,hal ini dapat terjadi pada akhirnya kehamilan maupun jauh
sebelum waktunya melahirkan (sujiyati, 2009).
Ketuban pecah dini (KPD)  merupakan pecahnya selaput janin sebelum proses
persalinan dimulai,pada usia kurang dari 37 minggu (john, 2007).
Jadi kesimpulan dari ketiga pengertian diatas adalah Ketuban pecah dini
adalah pecah/rupturnya selaput amnion sebelum dimulainya persalinan,dan
sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu,dengan kontraksi atau tanpa
kontraksi.
2.2.2 Etiologi KPD
a. Persalinan premature
b. Korioamnionitis terjadi dua kali
c. Malposisi atau malpresentasi janin
d. Faktor yang mengabitkan kerusakan serviks
1. Pemakaian alat-alat pada serviks sebelumnya (misalnya aborsi terapeutik,
LEEP, dan sebagainya
2. Peningkatan paritas yang memnungkinkan kerusakan serviks selama
pelahiran sebelumnya
3. Inkompeteni serviks
e. Riwayat KPD sebelumnya sebanyak dua kali atau lebih
f. Faktor-faktor yang berhubungan dengan berat ibu
1. Kelebihan berat badan sebelum kehamilan
2. Penambahan berat badan sebelum kehamilan
g. Merokok selama kehamilan
h. Usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat daripada
ibu muda
i. Riwayat hubungan seksual baru-baru ini.
(Morgan, 2009)
2.2.3 Patofisiologi KPD
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan
menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban . Banyak
mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid C yang dapat
meningkatkan konsentrasi secara local asam arakidonat, dan lebih lanjut
menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya menyebabkan
kontraksi miometrium . Pada infeksi juga dihasilkan produk sekresi akibat aktivitas
monosit/makrofag , yaitu sitokrin, interleukin 1 , factor nekrosis tumor dan
interleukin 6. Platelet activating factor yang diproduksi oleh paru-paru janin dan
ginjal janinyang ditemukan dalam cairan amnion , secara sinergis juga
mengaktifasi pembentukan sitokin. Endotoksin yang masuk kedalam cairan amnion
juga akan merangsang sel-sel disidua untuk memproduksi sitokin dan kemudian
prostaglandin yang menyebabkan dimulainya persalinan.
Adanya kelemahan local atau perubahan kulit ketuban adalah mekanisme lain
terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi . Enzim bacterial dan
atau produk host yang disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat
menyebabkan kelemahan dan rupture kulit ketuban .Banyak flora servikoginal
komensal dan patogenik mempunyai kemampuan memproduksi protease dan
kolagenase yang menurunkan kekuatan tenaga kulit ketuban.Elastase leukosit
polimorfonuklear secara spesifik dapat memecah kolagen tipe III papa manusia,
membuktikan bahwa infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena
kolonisasi bakteri atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III
dan menyebabkan ketuban pecah dini.
Enzim hidrolitik lain , termasuk katepsin B , katepsin N, kolagenase yang
dihasilkan netrofil dan makrofag , nampaknya melemahkan kulit ketuban . Sel
inflamasi manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah
plasminogen menjadi plasmin , potensial , potensial menjasi penyebab ketuban
pecah dini.(http://www.scribd.com/doc/83328609/Ketuban-Pecah-Dini)
2.2.4 KLASIFIKASI KPD
Klasifikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia 37 minggu adalah
sindrom distress pernapasan,yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir.Risiko
infeksi meningkat pada kejadian KPD.Semua ibu hamil dengan KPD premature
sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada
korion dan amnion).Seklain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat
terjadi pada KPD.
Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD
Praterm.Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal terjadi pada KPD
praterm.Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila KPD prater mini terjadi pada
usia kehamilan kurang dari 23 minggu.
a. Infeksi intrauterine
b. Tali pusat menumbung
c. Prematuritas
d. Distosia (sujiyatini, 2009).

2.2.5 Penatalaksanaan KPD


a. Pencegahan
1. Obati infeksi gonokokus, klamidi, dan vaginosis bacterial
2. Diskusikan pengaruh merokok selama kehamilan dan dukung untuk
mngurangi atau berhenti.
3. Motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil
4. Anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trisemester akhir bila ada
faktor predisposisi.
b. Panduan mengantisipasi : jelaskan pasien yang memiliki riwayat berikut ini saat
prenatal bahwa mereka harus segera melapor bila ketuban peccah.
1. Kondisi yang menyebabkan ketuban pecah dapat mengakibatkan prolaps tali
pusat.
a) Letak kepala selain vertex
b) Polihdramnion
2. Herpes aktif
3. Riwayat infeksi streptokus beta hemolitiukus sebelumnya
c. Bila ketuban telah pecah
1. Anjurkan pengkajian secara saksama. Upayakan mengetahui waktu
terjadinya pecahnya ketuban
2. Bila robekan ketuban tampak kasar :
a) Saat pasien berbaring terlentang , tekan fundus untuk melihat adanya
semburan cairan dari vagina.
b) Basahai kapas asupan dengan cairan dan lakukan pulasan pada slide
untuk mengkaji ferning dibawah mikroskop.
c) Sebagian cairan diusapkan kekertas Nitrazene. Bila positif,
pertimbangkan uji diagnostik bila pasien sebelumnya tidak melakukan
hubungan seksual tidak ada perdarahan dan tidak dilakukan pemeriksaan
pervagina menggunakan jeli K-Y.
3. Bila pecah ketuban dan atau tanda kemungkinan infeksi tidak jelas, lakukan
pemeriksaan pekulum steril.
a) Kaji nilai bishop serviks (lihat Nilai Bishop, tabel 5-2).
b) Lakukan kultur serviks hanya bila ada tanda infeksi.
c) Dapatkan spesimen cairan lain dengan lidi kapas steril yang dipulaskan
pada slide untuk mengkaji ferning dubawah mikroskop.
4. Bila usia gestasi kurang dari 37 minggu atau pasien terjangkit herpes Tipe 2,
rujuk ke dokter.
d. Penatalaksanaan konservatif
1. Kebanyakan persalinan dimulai dalam  24-72 jam setelah ketuban pecah
2. Kemungkinan infeksi berkurang bila tidak ada alat yang dimasukan
kevagina , kecuali spekulum steril ; jangan melakukan pemeriksaan vagina.
3. Saat menunggu , tetap pantau pasien  dengan ketat.
a) Ukur suhu tubuh empat kali sehari ; bila suhu meningkatkan secara
signifikan, dan / atau mencapai 380 C , berikan macam antibiotik dan
pelahiran harus diselesaikankan.
b) Observasi rabas vagina : bau menyengat menyengat, purulen atau
tampak kekuningan menunjukan adanya infeksi.
c) Catat bila ada nyeri tekan dan iritabilitas uterus serta laporkan perubahan
apa pun
e. Penatalaksaan agresif
1. Jel prostaglandin atau misoprostol (meskipun tidak disetujui
penggunaannya) dapat diberikan setelah konsultasi dengan dokter
2. Mungkin dibutuhkan rangkaian induksi pitocin bila serviks tidak berespons
3. Beberapa ahli menunggu 12 jam untuk terjadinya persalinan. Bila tidak ada
tanda, mulai pemberian pitocin
4. Berikan cairan per IV , pantau janin
5. Peningkatan resiko seksio sesaria bila induksi tidak efektif.
6. Bila pengambilan keputusan bergantung pada kelayakan serviks untuk di
indikasi, kaji nilai bishop (lihat label 5-2) setelah pemeriksaan spekulum.
Bila diputuskan untuk menunggu persalinan, tidak ada lagi pemeriksaan
yang dilakukan, baik manipulasi dengan tangan maupun spekulum, sampai
persalinan dimulai atau induksi dimulai
7. Periksa hitung darah lengka bila ketuban pecah. Ulangi pemeriksaan pada
hari berikutnya sampai pelahiran atau lebih sering bila ada tanda infeksi
8. Lakukan NST setelah ketuban pecah ; waspada adanya takikardia janin yang
merupakan salah satu tanda infeksi
9. Mulai induksi setelah konsultasi dengan dokter bila :
a) Suhu tubuh ibu meningkat signifikan
b) Terjadi takikardia janin
c) Lokia tampak keruh
d) Iritabilitas atau nyeri tekan uterus yang signifikan
e) Kultur vagina menunjukan strepkus beta hemolitikus
f) Hitung darah lengkap menunjukan kenaikan sel darah putih
f. Penatalaksanaan persalinan lebih dari 24 jam setelah ketuban pecah
1. Pesalinan spontas
a) Ukur ssuhu tubuh pasien setiap 2 jam, berikan antibiotik bila ada demam
b) Anjurkan pemantauan janin internal
c) Beritahu dokter  spesialis obstetri dan spesialis anak atau praktisi
perawat neonates
d) Lakukan kultur sesuai panduan
2. Indikasi persalinan
a)  Lakukan secara rutin setelah konsultasi dengan dokter
b) Ukur suhu tubuh setiap 2 jam
c) Antibiotik : pemberian antibiotik memiliki beragam panduan , banyak
yang memberikan 1-2 g ampisilin per IV atau 1-2 g Mefoxin per IV
ssetiap 6 jam sebagai profilakis . Beberapa panduan lainnya
menyarankan untuk mengukur suhu tubuh ibu dan DJJ  untuk menentuan
kapan aantibiotik mungkin diperlukan.
( morgan,2009)
2.3 Tinjauan Asuhan Kebidanan
2.3.1 Konsep Manajemen Asuhan Varney

Manajemen kebidan menurut varney manajemen kebidanan adalah proses


pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan
pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah. Penemuan-penemuan, keterampilan
dalam rangkaian tahapan logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada
klien. Manajemen kebidanan menyangkut pemberian pelayanan yang utuh dan
menyeluruh dan kepada kliennya, yang merupakan suatu proses manajemen
kebidanan yang diselengarakan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas
melalui tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang disusun secara sistematis untuk
mendapatkan data,  memberikan pelayanan yang benar sesuai dengan keputusan
tindakan klinik yang dilakukan dengan tepat, efektif dan efisien.
Asuhan Kebidanan pada ibu bersalin dengan Ketuban Pecah Dini pada dasarnya tidak jauh
beda dengan Asuhan Kebidanan pada ibu bersalinnormal atau fisiologis.Perbedaan manajemenini
terletak pada pemfokusandata untuk mendukung interpretasi data dalam menentukan diagnosa
danmasalah serta rencana tindakan Asuhan Kebidanan.
Standar 7 langkah Varney, yaitu :
A. Langkah 1 : Pengkajian(pengumpulan Data Dasar)
Melakukan pengkajian dengan mengumpulkan data yang diperlukan
secara sistematis untuk mengevaluasi keadaan pasien secara lengkap.
Pengkajian diutamakan untuk mencari data-data yang benar untuk
menunjukkan keadaan persalinan dengan KPD. Untuk memperoleh data
dilakukan dengan cara:
1. Anamnesa
Anamnesa dilakukan untuk mendapatkan data anamnesa terdiri dari
beberapa kelompok penting sebagai berikut:
a. Identitas pasien
1) Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama pangilan sehari-hari agar
tidak keliru dalam memberikan penanganan.
2) Umur yang ideal (usia reproduksi sehat) adalah umur 20-35 tahun,
dengan resiko yang makin meningkat bila usia dibawah 20 tahun alat
alat reproduksi belum matang, mental dan psikisnya belum siap,
sedangkan usia diatas 35 tahun rentan sekali untuk terjadinya
komplikasi dalam persalinan (Oxorn, 2003).
3) Agama pasien untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk
membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdoa.
4) Suku pasien berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-
hari.
5) Pendidikan
Untuk mengetahui tingkat intelektual karena dapat mempengaruhi
rencana pemberian KIE (Mochtar, 2005)
6) Pekerjaan
Untuk mengetahui kemungkinan pengaruh pekerjaan terhadap
pecahnya selaput ketuban. Pekerjaan dengan berdiri terlalu lama
menyebabkan tekanan pada selaput ketuban sehingga selaput mudah
pecah (Mochtar, 2005).
7) Alamat pasien dikaji untuk menpermudah kunjungan rumah
biladiperlukan.
(Ambarwati dkk, 2009)
b. Keluhan utama
Keluhan utama kasus ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan yang
berwarna jernih dan berbau khas sedikit-dikit atay banyak yang keluar
dari jalan lahir saat tidur, duduk atau sedang beraktivitas.
c. Riwayat obstetri
1) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Berapakali ibu hamil, apakah pernah abortus, riwayat KPD, jumlah
anak, cara persalinan yang lalu, penolong persalinan, keadaan nifas
yang lalu.
d. Riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang
Ibu datang dengan pecahnya ketuban sebelum usia kehamilan
mencapai 37 minggu dengan atau tanpa komplikasi
2) Riwayat kesehatan dahulu
a) Adanya trauma sebelumnya akibat efek pemeriksaan amnion
b) Sintesi , pemeriksaan pelvis dan hubungan seksual
c) Infeksi vagiana serviks oleh kuman sterptokokus
d) Selaput amnion yang lemah/tipis
e) Posisi fetus tidak normal
f) Kelainan pada otot serviks atau genital seperti panjang serviks yang
pendek
g) Multiparitas dan peningkatan usia ibu serta defisiensi nutrisi.
2. Data Obyektif
Pada pemeriksaan data obyektif ini terdiri dari beberapa pemeriksaan yaitu:
a) Pemeriksaan Umum
 Keadaan umum
 Kesadaran
 Tanda vital (tensi, nadi, suhu, berat badan, tinggi badan, respirasi)
b) Pemeriksaan Umum
Inspeksi:
 Kepala rambut apakah berketombe atau tidak, apakah mudah rontok
atau tidak, apakah rambut bersih atau kotor
 Muka apakah ada odem atau tidak
 Mata konjungtiva anamis atau tidak, seklera ikterik atau tidak
 Hidung apakah ada polip atau tidak sinusitis atau tidak
 Telingga ada serumen atau tidak
 Mulut apakah ada caries, stomatitis atau tidak
 Leher apakah ada pembesaran kelenjar teroid dan pembesaran vena
jugularis atau tidak
 Dada apakah ada retraksi dinding dada atau tidak
 Mamae ada benjolan atau tidak, apakah simetris atau tidak, bersih
atau kotor
 Perut apakah ada bekas luka operasi atau tidak
 Genetalia apakah bersih atau tidak, apakah ada odema dan varises
atau tidak
 Ekstermitas apakah sianosis, odema,varises atau tidak
 Anus apakah ada hemoroid atau tidak
Palpasi:
 Leopold I yang digunakan untuk mengetahui latak janin yang ada
difundus apakah bokong atau kepala
 Leopold II yang digunakan untuk mengetahui bagaian punggung
janin apakah puka atau puki
 Leopold III yang digunakan untuk mengetahui bagian terendah janin
 Leopold IV yang digunakan untuk mengetahui apakah kepala  sudah
masuk panggul atau belum
Auskultasi:
 Denyut jantung janin meliputi frekuensi, irama puntum maximum
Perkusi:
 Reflek patella positif atau tidak
c) Pemeriksaan dalam
Meliputi : pembukaan, effecment, Denominator, penurunan, presentasi,
Molase, Hodge
d) Pemeriksaan penunjang
HB..................... gr %
Leukosit............. dl/ul
Trombosit........... dl/ul
GDS.................. dl/ul
Gol darah........... ?
Pemeriksaan dengan kertas lakmus
B. Interprestasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosa atau masalah
berdasarkan interprestasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.
1) Diagnosa Pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini akan muncul
diagnosa yang berkaitan dengan gravida, para, abortus, umur ibu, umur
kehamilan, keadaan janin, keadaan persalinan dengan ketuban pecah dini.
Diagnosa  tersebut muncul didasarkan oleh :
a) Pernyataan pasien tentang jumlah kehamilan dan persalinan
b) Pernyataan pesien mengenai pernah dan tidaknya abortus.
c) Pernyataan mengenai umur ibu.
d) Pernyataan yang berkaitan dengan HPHT.
e) Hasil pemeriksaan palpasi secara Leopold.
f) Auskultasi DJJ normal atau tidak.
g) Keluhan pasien yang berkaitan dengan ketuban pecah dini
2) Masalah
Permasalahan yang muncul berkaitan dengan psikologis atau permasalahan
social, permasalahan psikologis yang muncul berkaitan dengan :
a) Kecemasan masalah terhadap keadaan yang dialami yang berupa
ketuban sudah pecah atau merembes.
b) Permasalahan tersebut muncul didasari oleh ketidaktahuan pasien
tentang ketuban pecah dini yang didukung oleh pernyataan tentang
kecemasan.
c) Permasalahan sosial muncul berkaitan dengan kekhawatiran,
ketidakmamapuan pasien membiayai perawatan di rumah sakit
d) Sedangkan ketidak munculan masalah, didukung oleh pemahaman
pasien terhadap keadaannya yang berupa pengetahuan terhadap ketuban
pecah dini, dukungan suami dan keluarga dalam menyelesaikan masalah
3) Kebutuhan
Informasi mengenai persalinan dengan ketuban pecah dini.
Dasar:  kurangnya pengetahuan ibu mengenai proses persalinan
dengan  ketuban pecah dini
C. Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi
langkah ini membutuhkan antisipasi sambil mengamati pasien. Bidan
diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa atau masalah potensial ini benar-
benar terjadi. Diagnosa potensial pada pasien dengan indikasi ketuban pecah
dini adalah tali pusat menumbung, gawat janin dan infeksi maternal (Vicky
Chapman 2006).
D. Identifikasi Kebutuhan yang Memerlukan Tindakan Segera
Pada langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen
kebidanan. Beberapa data mengidentifikasikan situasi yang gawat dimana
bidan harus segera bertindak atau untuk dikonsultasikan dengan dokter dan
dengan tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi pasien. Antisipasi
pertama yang dilakukan pada pasien dengan indikasi ketuban pecah dini
adalah :
1) Kolaborasi Dokter Spog dan DSA
2) Pemberian antibiotika profilaksis.
3) Hindari pemeriksaan dalam.
4) Observasi KU dan tanda vital
E. Merencanakan Asuhan Yang Menyeluruh
Pada langkah ini merencanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh
langkah-langkah sebelumnya merupakan kelanjutan dari masalah atau
diagnosa yang telah diidentifikasi dan diantisipasi. Semua yang dikembangkan
harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori
yang up to date serta sesuai dengan kebutuhan berdasarkan keadaan pasien.
Rencana asuhan pada pasien dengan ketuban pecah dini antara lain:
1) Jelaskan tentang hasil pemeriksaan.
2) Jelaskan tentang proses persalinan
3) Jelaskan tentang nyeri saat persalinan itu fisiologis.
4) Anjurkan ibu agar miring kekiri
5) Lakukan masase bila ada kontraksi uterus.
6) Anjurkan ibu untuk tarik nafas panjang bila ada kontraksi uterus.
7) Beri antibiotika sesuai terapi dokter
8) Observasi DJJ tiap 30 menit
9) Observasi keadaaan umum dan tanda-tanda vital
10) Observasi kemajuan persalinan.
11) Evaluasi pengeluaran bau dan warna.
12) Hubungi bagian gizi agar memberikan nutrisi yang adekuat
13) Siapkan set partus dan set resusitasi bayi.
F. Melaksanakan Rencana
Pada langkah keenam ini adalah pelaksanaan rencana asuhan menyeluruh
seperti yang telah diuraikan pada langkah kelima perencanaan. Meskipun
dalam perencanaan bidan tidak sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab
terlaksananya asuhan bersama yang menyeluruh.
G. Evaluasi
Pada langkah ini pelaksanaan rencana asuhan menyeluruh meliputi penemuan
akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan,
diagnosa masalah sebagaimana telah diidentifikasi di dalam diagnosa
kebidanan.
2.3.2 Pendokumentasian Secara SOAP
Dalam setiap tindakan dilakukan dicantumkan catatan perkembangan
sehingga tenaga kesehatan mampu menilai apakah tujuan asuhan tercapai atau
tidak (Varney, 2007).
Evaluasi diikuti dengan tujuan catatan perkembangan yang meliputi
SOAP, yaitu :

S : Subyektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien
melalui anamnesa.
O : Obyektif
Menggambarkan pendokumentaisan hasil pemeriksaan fisik klien, hasil
laboratorium dan tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam data focus
untuk mendukung assessment.
A : Assesment
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data
subyektif dan obyektif dalam suatu identifikasi diagnosa atau masalah
potensial, perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi
atau kolaborasi atau rujukan.
P : Planning
Menggambarkan pendokumentasian dan perencanaan pelaksanaan dan
evaluasi berdasarkan Assesment.
2.3.3 Bagan Alur Berfikir Varney dan Pendokumentasian Secara SOAP

 
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Eny Ratna dkk. 2009. Asuhan Kebidanan dan Komunitas. Yogyakarta: Nuha
Medika
APN. 2008. Asuhan Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta: JNPK-KR.
Geri morgan. 2009. obsteri dan ginekologi panduan praktik. Jakarta: EGC.
Lailiyana, et al.  2011. Buku ajar asuhan kebidanan persalinan. EGC: Jakarta
Mitayani ,2009, Asuhan Keperawatan Maternitas,Jakarta : Salemba Medika
Prawirohardjo, Sarwono. 2009 . Ilmu Kebidanan .Jakarta . PT.Bina Pustaka.
Stright, Barbara R. 2005. Panduan belajar: Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Sujiyatini, dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta: Nuha Medika
Sumarah. 2008. Perawatan Ibu Bersalin. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Yogyakarta :
Penerbit Fitramaya.
Wiknjosastro H. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayaan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai