Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

PERSALINAN PATOLOGIS DENGAN KPD

Diajukan untuk memenuhi salah satu penilaian Praktik Kolaborasi Pada Kasus
Patologi dan Komplikasi yang Berpusat pada Perempuan Stase 9

Disusun Oleh:

Rati Andriani

NIM. P20624822068

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA

JURUSAN KEBIDANAN TASIKMALAYA

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah

memberikan rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat membuat dan

menyelesaikan Laporan Kolaborasi Pada Persalinan dengan Ketuban Pecah Dini.

Penyusunan laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas Praktik Kebidanan

Kolaborasi Kasus Patologi dan Komplikasi Berpusat Pada Perempuan. Laporan

Kasus ini bisa diselesaikan tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah

memberikan masukan-masukan kepada kami. Untuk itu kami mengucapkan

banyak terimakasih kepada:

1. Hj. Ani Radiati R, S.Pd., M.Kes, selaku direktur Poltekkes Kemenkes

Tasikmalaya

2. Nunung Mulyani, APP., M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan

3. Dr. Meti Widiya Lestari, SST., M.Keb selaku ketua Program Studi Profesi

Bidan.

4. Tim Penanganggung Jawab Praktek Kolaborasi Pada Kasus Patologi dan

komplikasi yang berpusat pada perempuan.

5. Qanita Wulandari,S.ST.,M.Keb selaku dosen pembimbing.

6. Hj. Kosiyanah, S.ST,.Bdn selaku pembimbing lapangan.

7. Titin Murtiningsih. S.ST,.Bdn. selaku pembimbing lapangan.

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dari laporan ini, baik dari materi

maupun teknik penyajiannya, mengingat masih kurangnya pengetahuan dan

pengalaman. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun. Terimakasih.
Majenang, Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 3

C. Tujuan 3

D. Manfaat 5

BAB II TINJAUAN TEORI6

A. Pengertian 6

B. Etiologi 7

C. Tanda dan Gejala 8

D. Patofisiologis 9

E. Faktor yang Mempengaruhi 14

F. Penatalaksanaan 15

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya
(KPSW) sering disebut dengan premature repture of the membrane
(PROM) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum
waktunya melahirkan. Pecahnya ketuban sebelum persalinan atau
pembukaan pada primipara kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang
dari 5 cm. Hal ini dapat terjadi pada kehamilan aterm maupun pada
kehamilan preterm. Pada keadaan ini dimana risiko infeksi ibu dan anak
meningkat. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam
masalah obstetri yang juga dapat menyebabkan infeksi pada ibu dan bayi
serta dapat meningkatkan kesakitan dan kematian pada ibu dan bayi
(Purwaningtyas, 2017).
Menurut data World Health Organization (WHO) Tahun 2017
sekitar 810 wanita meninggal, pada akhir tahun mencapai 295.000, 94%
diantaranya terdapat negara berkembang Sedangkan data AKI indonesia
secara umum pada tahun 2019 terjadi penurunan dari 395 menjadi
305/100.000 kelahiran hidup. Bedasarkan data DinKes Provinsi Jawa
Barat mencatat di tahun 2020 besar kematian ibu yang melahirkan
terlaporkan sebanyak 479 jiwa (579.037 kelahiran hidup) (Kementerian
Kesehatan RI, 2019). Penyebab kematian ibu masih didominasiidengan
kejadian oleh hipertensi 28%, perdarahan 29% dan KPD 10,7% dari
seluruh persalinan.
Menurut World Health Organization (WHO) angka kejadian KPD
di dunia pada tahun 2017 sebanyak 50- 60% (Wulandari et al., 2019
dalam Dhinda,dkk,2021), Bedasarkan data di Indonesia sebanyak 65%,
terjadinya ketuban pecah dini terjadi pada tahun 2020 angka kejadian
ketuban pecah dini di jawa barat sebanyak 230 kasus dari 4834 (4,75%)
kebanyakan kasus kematian ibu itu disebabkan pada saat persalinan juga
masa nifas (Dhinda,dkk,2021). Sedangkan data dinas kesehatan jawa
barat angka kejadian ketuban pecah dini pada tahun 2017 di laporkan
yakni sebanyak 230 kasus dari angka persalinan 4834 (4,75%)
(Dhinda,dkk,2021).
Dampak yang paling sering terjadi pada KPD sebelum usia
kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress pernapasan (RDS atau
Respiratory Disterss Syndrome), yang terjadi pada 10-40% bayi baru
lahir. Risiko infeksi akan meningkat prematuritas, asfiksia, dan hipoksia,
prolapse (keluarnya tali pusat), resiko kecacatan, dan hypoplasia paru
janin pada aterm. Hampir semua KPD pada kehamilan preterm akan lahir
sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah
selaput ketuban pecah. Sekitar 85% morbiditas dan mortalitas perinatal
ini disebabkan oleh prematuritas akibat dari ketuban pecah dini.
Dalam 3 bulan ini tahun 2022 dengan kasus KPD yang ada di
ruangan VK sebanyak 86 kasus. Jumlah kasus yang masih cukup banyak
di temukan di RSUD Majenang.
Peran bidan dalam penanganan Ketuban Pecah Dini yaitu dengan
memberikan asuhan kebidanan pada ibu bersalin secara cepat dan tepat,
dan komprehensif. Dengan harapan setelah diberikan asuhan kebidanan
yang cepat dan tepat maka kasus ibu bersalin dengan KPD dapat di
tangani dengan baik, sehingga angka kematian ibu di Indonesia dapat di
kurangi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka penulis dapat membuat rumusan
masalah “Bagaimana asuhan patologis persalinan dengan KPD di RSUD
Majenang?”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk melakukan asuhan kebidanan patologis persalinan dengan
KPD yang berpusat pada perempuan.

2. Tujuan Khusus
a. Melaukan pengkajian data subjektif dan objektif secara terfokus
b. Melakukan analisis dari hasil pengkajian data subjektif dan
objektif dengan tepat
c. Melakukan penatalaksanaan sesuai dengan yang dibutuhkan dari
hasil analisis kasus

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Seacara teoritis laporan ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi bagi ilmu pengetahuan dalam mengembangkan ilmu
kebidanan. Selain itu diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi
penulis selanjutnya yang ingin mengambil kasus yang sama serta
menambah informasi bagi pembaca.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil laporan ini diharapkan dapat memberikan
masukan dalam hal mengembangkan asuhan kebidanan persalinan
patologi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ketuban Pecah Dini


1. Pengertian Ketuban Pecah Dini (KPD)
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah keluarnya cairan dari jalan
lahir/vagina sebelum proses persalinan atau disebut juga Premature
Rupture of Membrane = Prelabour Rupture Of Membrane = PROM
(Kemenkes RI,2016).
Menurut WHO, kejadian ketuban pecah dini (KPD) atau insiden
PROM (prelobour rupture of membrane) berkisar antara 5-10% dari semua
kelahiran. KPD preterm terjadi 1% dari semua kehamilan dan 70% kasus
KPD terjadi pada kehamilan aterm. Pada 30% kasus KPD merupakan
penyebab kelahiran prematur (WHO, 2014).
Ketuban pecah dini ditandai dengan keluar cairan berupa air-air dari
vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu dan dapat dinyatakan pecah
dini terjadi sebelum proses persalinan berlangsung (Aryunita,2020).
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan/sebelum inpartu, pada pembukaan < 4 cm (fase
laten). Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum
waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan
37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12
jam sebelum waktunya melahirkan. (Zamilah,dkk,2020).
2. Etiologi Ketuban Pecah Dini (KPD)
Adapun beberapa etiologi dari penyebab Ketuban Pecah Dini ialah :
a. Servik yang tidak mengalami kontraksi ( Inkompetensia )
Inkompetensi serviks adalah suatu kondisi dimana mulut Rahim
(serviks) mengalami pembukaan dan penipisan sebelum waktunya,
sehingga tidak bisa menahan janin, dan mengakibatkan terjadinya
keguguran atau kelahiran prematur. Kasus ini biasa terjadi tanpa disertai
rasa nyeri, dan umumnya terjadinya pada trimester 2 dan 3 kehamilan.
Kelainan ini berhubungan dengan kelainan uterus yang lain seperti
septum uterus dan bikornis. Bisa juga karena kasus bedah servik pada
konisasi, produksi eksisi elektrosurgical, dilatasi berlebihan servik pada
terminasi kehamilan atau bekas laserasi.
Diagnosa inkompetensi serviks ditegakkan ketika serviks menipis
dan membuka tanpa disertai nyeri pada trimester kedua atau awal
trimester ketiga kehamilan. Umumnya, wanita datang ke pelayanan
kesehatan dengan keluhan perdarahan pervaginam, tekanan pada
panggul, atau ketuban pecah dan ketika diperiksa serviksnya sudah
mengalami pembukaan. Bagi wanita dengan inkompetensi serviks,
rangkaian peristiwa ini akan berulang pada kehamilan berikutnya,
berapa pun jarak kehamilannya. Secara tradisi, diagnosis inkompetensia
serviks ditegakkan berdasarkan peristiwa yang sebelumnya terjadi,
yakni minimal dua kali keguguran pada pertengahan trimester tanpa
disertai awalan persalinan dan pelahiran (Morgan, 2009 dalam
Amani,Dyna, 2018).
Faktor resiko inkompetensi serviks meliputi riwayat keguguran
pada usia kehamilan 14 minggu atau lebih, adanya riwayat laserasi
serviks menyusul pelahiran pervaginam atau melalui operasi sesar,
adanya pembukaan serviks berlebihan disertai kala dua yang
memanjang pada kehamilan sebelumnya, ibu berulang kali mengalami
abortus elektif pada trimester pertama atau kedua, atau sebelumnya ibu
mengalami eksisi sejumlah besar jaringan serviks (Morgan, 2009 dalam
Amani, Dyna,2018).
b. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
1) Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini,
misalnya : Trauma; berupa hubungan seksual, pemeriksaan dalam,
amniosintesis.
2) Gemelli
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau
lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang
berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara
berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang
lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan
dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan
selaput ketuban tipis dan mudah pecah.
3) Polihidramnion
Polihidramnion adalah keadaan di mana banyak air ketuban
melebihi 2000 cc. Penambahan air ketuban ini biasanya mendadak
dalam beberapa hari yang disebut dengan polihidramnion akut atau
secara perlahan disebut polihidramnion kronis. Insidensinya berkisar
antara 1 : 62 dan 1 : 754 persalinan. Polihidramnion dapat
memungkinkan ketegangan rahim meningkat, sehingga membuat
selaput ketuban pecah sebelum waktunya.
4) Malpresentasi Janin
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi
janin terhadap ruangan dalam uterus. Pada kehamilan < 32 minggu,
jumlah air ketuban relative lebih banyak sehingga memungkinkan
janin bergerak dengan leluasa, dan kemudian janin akan
menempatkan diri dalam letak lintang atau letak sungsang. Pada
kehamilan trimester akhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air
relative berkurang. Karena bokong dan kedua tungkai yang terlipat
lebih besar daripada kepala maka bokong dipaksa untuk menempati
ruang yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada
dalam ruangan yang lebih kecil di segmen bawah uterus. Letak
sungsang dapat memungkinkan ketegangan rahim meningkat,
sehingga membuat selaput ketuban pecah sebelum waktunya.
c. Umur
Menurut hasil penelitian Zamilah,dkk (2020) sebagian besar
kelompok umur ibu bersalin sebanyak 68,9% sedangkan kelompok
umur ibu bersalin yang tidak berisiko yaitu sebanyak 31,1%. Ibu yang
berumur berisiko mempunyai persentase mengalami kejadian KPD
lebih tinggi yaitu 81,1% dibandingkan ibu yang berumur tidak berisiko
hanya sebesar 18,9%. Hasil uji statistik diperoleh p value = 0,003
artinya secara statistik ada pengaruh yang signifikan antara umur ibu
dengan kejadian KPD. Hasil analisis diperoleh OR= 3,3 artinya ibu
yang berumur berisiko mempunyai resiko mengalami KPD sebesar 3,3
kali lebih tinggi dibandingkan ibu yang berumur tidak berisiko.
d. Infeksi
Ada 2 penyebeb dari infeksi yaitu :
1) Infeksi genetalia
Dari berbagai macam infeksi yang terjadi selama kehamilan
disebabkan oleh candida candidiasis vaginalis, bakterial vaginosis
dan trikomonas yang bisa menyebabkan kekurangannya kekuatan
membran selaput ketuban sehigga akan terjadi ketuban pecah dini.
Di Amerika Serikat 0,5% –7% wanita hamil didapatkan
menderita gonorea. Meningkatnya kasus gonore dalam kehamilan
setara dengan peningkatan kejadian ketuban pecah dini dalam
kehamilan, korioamnionitis, dan terjadinya sepsis pada neonatus.
Infeksi Clamidydia trachomatis merupakan penyebab akibat
hubungan seksual yang kejadiannya semakin tinggi, kejadian infeksi
ini pada serviks wanita hamil yaitu 2-37%. Beberapa penelitian
menunjukkan berbagai masalah meningkatnya risiko kehamilan dan
persalinan pada ibu dengan infeksi ini. Misalnya dapat
menimbulkan abortus, kematian janin, persalinan preterm,
pertumbuhan janin terhambat, ketuban pecah sebelum waktunya
serta endometritis postabortus maupun postpartum. Penyakit
bacterial vagionosis (BV) dahulu dikenal dengan sebagai vaginitis
nonspesifik atau vaginitis yang disebabkan oleh
Haemophilus/Gardnerella vaginalis. Dalam kehamilan, penelitian
membuktikan bahwa BV merupakan salah satu faktor pecahnya
selaput ketuban pada kehamilan dan persalinan prematur.
2) Infeksi (amnionitis / Korioamnionitis)
Korioamnionitis adalah keadaan dimana korion amnion dan
cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Amnionitis sering disebabkan
group bakteri streptococus microorganisme, selain itu bakteroide
fragilis, laktobacilli dan stapilococus epidermis adalah bakteri-
bakteri yang sering ditemukan pada cairan ketuban. Bakteri tersebut
melepaskan mediator inflamasi yang menyebabkan kontraksi uterus.
Hal ini akan menyebabkan pembukaan servik dan pecahnya selaput
ketuban.
e. Faktor Paritas
Paritas adalah keadaan wanita berkaitan dengan jumlah anak
yang dilahirkan. Klasifikasi paritas dapat dibagi menjadi:
1) Primipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi untuk
pertama kali.
2) Multipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi lebih
dari dua kali.
3) Grandemultipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan
bayi lebih dari empat kali.
Faktor Paritas seperti primipara dan multipara. Primipara yaitu
wanita yang pernah hamil sekali dengan janin mencapai titik mampu
bertahan hidup. Pada primipara berkaitan dengan kondisi psikologis,
mencakup sakit saat hamil, gangguan fisiologis seperti emosi dan
termasuk kecemasan pada kehamilan.

Berdasarkan hasil penelitian Meiriza.W dan Athica (2017)


menyatakan bahwa diantara 62 ibu bersalin dengan paritas beresiko,
terdapat 50 ibu bersalin (80,6 %) terjadi KPD resiko tinggi. Sedangkan
diantara 25 ibu bersalin dengan paritas tidak beresiko, hanya terdapat 9
ibu bersalin (36,0 %) terjadi KPD resiko tinggi. Hasil uji statistik
ChiSquare didapatkan nilai p = 0,000 (p < 0,05) artinya hubungan
paritas ibu dengan terjadinya ketuban pecah dini.

f. Trauma
Trauma yang disebabkan misalnya hubungan seksual saat hamil
dengan frekuensi koitus pada trimester ketiga kehamilan yang lebih dari
3 kali seminggu diyakini berperan dalam terjadinya KPD. Hal ini
berkaitan dengan kondisi orgasme yang memicu kontraksi rahim oleh
karena adanya paparan terhadap hormon prostaglandin didalam semen
atau cairan sperma. Hasil penelitian oleh Lisda, dkk 2017 didapatkan
bahwa ibu bersalin di RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin
lebih banyak melakukan pola seksual yang tidak tepat sebanyak 41
orang (68,3%). Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar salah
dalam melakukan aktifitas hubungan intim antara responden dengan
suami. Ketidaktepatan pola seksual ini ditunjukkan dengan adanya
kesalahan dalam frekuensi, posisi dan melakukan penetrasi penis.
g. Riwayat KPD
Berdasarkan hasil penelitian Meiriza.W dan Athica (2017)
menyatakan bahwa diantara 14 responden dengan riwayat KPD
beresiko, terdapat 13 orang (92,9 %) terjadi KPD resiko tinggi.
Sedangkan diantara 73 responden dengan riwayat KPD tidak beresiko,
hanya terdapat 46 orang (63,0 %) terjadi KPD resiko tinggi. Hasil uji
statistik Chi-Square didapatkan nilai p = 0,031 (p < 0,05) artinya
hubungan riwayat KPD ibu sebelum inpartu dengan terjadinya ketuban
pecah dini.
Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya beresiko 2-4 kali
mengalami ketuban pecah dini kembali. Hal ini karena akibat adanya
penurunan kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu
terjadinya ketuban pecah dini, terutama pada pasien yang beresiko
tinggi karena membran yang menjadi mudah rapuh dan kandungan
kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya.
3. Tanda dan Gejala Ketuban Pecah Dini (KPD)
Menurut Kemenkes RI (2016) tanda dan gejala Ketuban Pecah Dini (KPD)
a. Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran janin), verniks kaseosa
(lemak putih) rambut lanugo atau (bulu-bulu halus) bila telah terinfeksi
bau.
b. Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah memang air
ketuban keluar dari kanalis servikalis pada bagian yang sudah pecah,
atau terdapat cairan ketuban pada forniks posterior.
c. USG : volume cairan amnion berkurang/oligohidramnion
d. Terdapat infeksi genital (sistemik)
e. Gejala chorioamnionitis
4. Patofisiologi Ketuban Pecah Dini (KPD)
Salah satu patofisiologi dari ketuban pecah dini adalah infeksi.
Pathogen saluran genitalia yang dikaitkan dengan ketuban pecah dini adalah
Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, Trichomonas vaginalis, dan
gropu B beta hemolytic streptococcus. Pathogen tersebut paling sering
ditemukan di cairan ketuban, pathogen tersebut melepaskan mediator
inflamsi yang mnyebabkan kontraksi uterus. Hal ini menyebabkan adanya
perubahan dan pembukaan serviks, dan pecahnya selaput ketuban. Selain
itu akibat peningkatan tekanan secara mendadak membuat peningkatan
tekanan intraamniotik dan reflek mengedan sering terjadi pada kontraksi
uterus aterm atau preterm dapat menyebabkan pecahnya selaput ketuban.
Peningkatan sitokin lokal atau ketidakseimbangan antara MMP dan TMP
sebagai respon dari kolnisasi mikroba juga dapat menyebabkan ketuban
pecah dini (Mohd.Andalas,dkk,2019).
Pada kasus hamil aterm atau cukup bulan, bila ketuban pecah
sudah melebihi 6 jam maka dilakukan terminasi kehamilan melalui induksi
persalinan dengan oksitosin dengan monitoring ketat terkait kesejahteranan
janin meliputi denyut jantung dan kontraksi rahim seta tanda-tanda infeksi
pada ibu. Ketuban pecah dini dapat terjadi dikarenakan berbagai sebab,
pada umunya KPD dapat terjadi akibat melemahnya membran secara
fisiologis yang ditambah dengan gesekan yang terjadi akibat adanya
kontraksi uterus.(12,13) Infeksi intrauterin telah terbukti secara umum
berhubungan dengan KPD, terutama pada usia kehamilan awal. Riwayat
KPD merupakan faktor risiko utama terjadinya KPD atau persalinan
prematur pada kehamilan berikutnya (Mohd.Andalas,dkk,2019).
5. Diagnosa Kebidanan Ketuban Pecah Dini (KPD)
Menurut hasil penelitian Mohd.Andalas,dkk (2019) Penegakan diagnosis
pasien ketuban pecah dini (KPD) berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan obstetric dan pemeriksaan penunjang.
a. Dari hasil anamnesis diperoleh adanya keluar air-air dari jalan lahir,
mules (-). Riwayat keluar darah tidak ada, pasien mengeluhkan adanya
keputihan yang gatal tetapi tidak berbau. Pasien masih merasakan
pergerakan pada janin.
b. Tanyakan riwayat demam, trauma, minum jamuan dan riwayat
keputihan. Hal ini sangat berguna untuk menentukan faktor predisposisi
PROM. Keputihan salah satu tanda terdapatnya infeksi pada jalan rahim
dan merupakan penyebab tersering ketuban pecah dini, dimana
prevalensi mencapai 73%.
c. Pemeriksaan obstetrik
Ketuban pecah dini didiagnosis ketika cairan amnion dilihat
dengan adanya pooling di fornix posterior atau cairan bening mengalir
dari saluran serviks dan juga tampak keluar cairan dari serviks pada saat
valsalva maneuver dan salah satu pemeriksaan untuk mendiagnosis
ketuban pecah dini adalah Nitrazin test (Lakmus Test). Normalnya, pH
cairan vagina normal berkisar 4,5-5,5 sedangkan cairan amnion berkisar
antara 7,0-7,5.
Kertas Nitrazin akan dengan cepat berubah warna menjadi
warna biru jika cairan vagina memiliki pH basa. Jika selaput ketuban
masih utuh kertas Nitrazin akan tetap bewarna merah. Larutan
antiseptik, urin, darah dan infeksi vagina dapat mengubah pH vagina
dan menyebabkan hasil positif palsu. Tes ini adalah metode yang
sederhana, cepat, murah dan cukup untuk mendiagnosis ketuban pecah
dini. Tes Nitrazin menghasilkan 12,7% false negatif dan 16,2% false
positif.
6. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini (KPD)
Menurut Kemenkes RI (2016) Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini (KPD)
a. Asuhan kebidanan pada ibu dengan kelaianan KPD
1) Konseling pada ibu dan/suami dan keluarga
2) Melakukan rujukan pasien ke rumah sakit
b. Penatalaksanaan selanjutnya tergantung dari usia kehamilan
1) Konservatif
a) Rawat di Rumah Sakit
b) Berikan antibiotik (ampicillin 4 x 500 mg selama 7 hari)
c) Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air
ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak lagi keluar.
d) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak infeksi,
tes busa negatif: beri dexamethason, observasi tanda-tanda
infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37
minggu.
e) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada
infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), dexamethason, dan
induksi sesudah 24 jam.
f) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik
dan lakukan induksi.
g) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leokosit, tanda-tanda infeksi
intrauterin).
h) Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk
memacu kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan
periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis
betametason 12 mg dosis tunggal selama 2 hari, dexamethason
IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
2) Aktif
a) Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal
seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostrol 50 mg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
b) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi, dan
persalinan diakhiri:
- Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio
sesarea.
- Bila skor pelvik >5, induksi persalinan, partus pervaginam.
DAFTAR PUSTAKA

Amani.Dyna. 2018. Penatalaksanaan Asuhan Kebidanan Pada Ny. S G2P0A1 Usia Kehamilan
38 Minggu 3 Hari Inpartu Kala 1 Fase Laten Dengan Ketuban Pecah Dini Di Rsud
Indramayu Tahun 2018, Skripsi, PoltekkesBandung

Aryunita. 2020. Faktor -Faktor Yang Mempengaruhi Ketuban Pecah Dini Pada Ibu Bersalin
Di Rumah Bersalin Novida Efrianti Str, Keb, Jurnal Education and development
IPTS,Vol.8, No.4

Dhinda,Kiki dan Annisa. 2021. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ketuban
Pecah Dini Pada Ibu Bersalin Di Bpm Sri Puspa Kencana, Amd.Keb. Di Kabupaten
Bogor, Journal Of Midwifery CARE : VOL. 02 NO. 01

Kemenkes RI. 2016. Modul Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Meiriza.M dan Athica. 2017. Hubungan Paritas Dan Riwayat Kpd Dengan Kejadian Ketuban
Pecah Dini Di Ruang Rawat Inap Kebidanan Rsud Solok, Jurnal Kesehatan Perintis
(Perintis’s Health Journal) Volume 4 Nomor 2 tahun 2017

Mohd.Andalas, Cut Rika, Evans dan M.Reva. 2019. Ketuban Pecah Dini dan
Penatalaksanaanya, Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, Volume 19, Number 3, Desember
2019

Purwaningtyas, D. K. dan Galuh, N. P. 2017. Faktor Kejadian Anemia pada Ibu Hamil.
HIGEIA, 1(3):46

WHO. 2014. Levels and Trend Maternal Mortality Rate. Geneva, 7(13):125-126

Anda mungkin juga menyukai