Anda di halaman 1dari 38

TUGAS

Kedaruratan Dalam Kebidanan


dan Neonatal

RIRIN

DOSEN PENGAMPU :
Dr. dr.Yusrawati,SpOG(K)

PROGRAM PASCA SARJANA KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
T.A 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya, beserta shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW,

sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah kegawatdaruratan dalam

kebidanan dan neonatal dengan judul “Plasenta Previa”. Makalah ini disusun

untuk memenuhi tugas mata kuliah Kegawatdaruratan dalam Kebidanan dan

Neonatal yang diampu oleh ibu Dr.dr Yusrawati, SpOG(K). program pascasarjana

ilmu kebidanan Universitas Andalas Padang.

Penulis berharap makalah ini dapat dijadikan sumber informasi lebih lanjut

oleh tenaga kesehatan khususnya Bidan. Penulis menyadari bahwa penyusunan

makalah ini masih belum sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan

saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat berguna

bagi kita semua.

Padang, Maret 2017

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka Kematian Ibu merupakan salah satu indikator penting dalam

menentukan derajat kesehatan masyarakat. Angka Kematian ibu

menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab

kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak

termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan

dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama

kehamilan (Kemenkes RI, 2013).

Angka kematian ibu merupakan indikator utama derajat kesehatan

masyarakat yang juga ditetapkan dalam Millenium Development

Goals(MDG’s). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan di

seluruh dunia lebih dari 585.000 ibu meninggal tiap tahun saat hamil atau

bersalin, artinya setiap menit ada satu perempuan yang meninggal. Menurut

Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian

Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 359 per 100.000 kelahiran

hidup (Rachmaningtyas, 2013) dan menurut Survei Kedokteran tahun 2012,

Angka Kematian Ibu (AKI) di Provinsi Sumatera Barat adalah 212 per

100.000 kelahiran hidup (KH) (Antar Sumbar, 2013)

Penyebab utama kematian ibu adalah pendarahan, eklamsia, partus

lama, komplikasi abortus, dan infeksi. Konstribusi dari penyebab kematian


ibu tersebut masing-masing adalah pendarahan sebanyak 24%, infeksi

sebanyak 11%, abortus sebanyak 5%, emboli obstetric sebanyak 3%,

komplikasi masa purpureum sebanyak 8%, dan masalah lain sebanyak 11%

(Kemenkes RI, 2012)

Pada sebuah laporan oleh Chikaki, dkk disebutkan perdarahan

obstetrik yang sampai menyebabkan kematian maternal terdiri atas solusio

plasenta 19%, koagulopati 14%, robekan jalan lahir termasuk ruptur uteri

16%, plasenta previa 7% dan plasenta akreta atau inkreta dan perkreta 6% dan

atonia uteri (Prawirohardjo, 2009)

Upaya –upaya yang dilakukan untuk mengurangi angka kematian ibu

dengan melakukan pengawasan antenatal sedini mungkin, serta persalinan

yang aman dan perawatan masa nifas yang baik. Di dalam kehamilan

diperlukan pengawasan atau pemeriksaan secara teratur diharapkan dapat

mendeteksi lebih dini keadaan yang mengandung resiko persalinan dan

kelahiran, baik bagi ibu maupun janin. Pemeriksaan kehamilan mempunyai

dampak positif penurunan angka kematian ibu dan bayi. Pemeriksaan

kehamilan mencakup jumlah pemeriksaan dan mutu pemeriksaan dengan

adanya pemeriksaan kehamilannya diharapkan wanita hamil mengungkapkan

keluhan yang di alaminya sehingga petugas kesehatan memberikan informasi

yang akurat (Prawirohardjo, 2009).

Asuhan Antenatal menurut MNH (Maternal Neonatal Health)

merupakan prosedur rutin yang dilakukan oleh petugas (dokter,bidan,

perawat) dalam membina suatu hubungan dalam proses pelayanan pada ibu

hamil untuk persiapan persalinannya. Yang harus dilakukan ibu hamil secara
teratur adalah pemeriksaan ANC, sementara keteraturan ANC sendiri adalah

kedispilinan / kepatuhan ibu hamil untuk melakukan pengawasan sebelum

anak lahir terutama ditujukan pada anak ( Prawirohardjo, 2009).

Kasus perdarahan sebagai penyebab utama kematian ibu dapat terjadi

pada masa kehamilan, persalinan dan masa nifas. Salah satu penyebab

perdarahan tersebut adalah plasenta previa yaitu plasenta yang

berimplementasi pada segmen bawah rahim (SBR) sedemikian rupa menutupi

seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum (OUI). Pada beberapa rumah

sakit umum pemerintah angka kejadian plasenta previa berkisar 1,7% sampai

2,9%, sedangkan di negara maju kejadiannya lebih rendah yaitu <1%.

(Prawirohardjo, 2009)

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada

segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh

pembukaan jalan lahir. Gejala utama plasenta previa yaitu perdarahan pada

kehamilan setelah 28 minggu atau pada kehamilan lanjut (trimester III). Sifat

perdarahannya tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri (painless) dan berulang

(recurrent) (Sofian, 2012).

Ada beberapa faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya plasenta

previa. Menurut Sofian (2012), faktor risiko yang berhubungan dengan

plasenta previa yaitu usia , paritas, riwayat secsio cesarea, jarak persalinan

yang dekat < 2 tahun, hipoplasia endometrium, korpus luteum bereaksi

lambat.

Sedangkan menurut Sheiner faktor resiko lainnya yang berhubungan

dengan plasenta previa yaitu terdapat jaringan parut, riwayat plasenta previa
sebelumnya, tumor-tumor rahim seperti mioma uteri, kehamilan ganda,

merokok (Norma, dkk, 2013).

Selain itu, plasenta previa kadang-kadang terjadi pada ibu dengan

malnutrisi. Strassmarun mengatakan bahwa faktor terpenting adalah

vaskularisasi yang kurang pada desidua yang menyebabkan atrofi dan

peradangan sedangkan Brown menekankan bahwa faktor terpenting adalah

vili korialis persisten pada desisua kapsularis (Sofian, 2012).

Pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Hartono, dkk

(2009-2011) didapatkan hasil faktor risiko dari plasenta previa yaitu usia ≥ 35

tahun memiliki risiko 1,87 kali lebih besar dibandingkan usia < 35 tahun,

paritas ≥ 3 yaitu 2,07 kali lebih besar, riwayat secsio cesarea 1,35 kali lebih

besar, riwayat abortus 2,34 kali lebih besar. Pada penelitian yang telah

dilakukan oleh Davood, dkk (2008) didapatkan hasil ibu dengan riwayat

plasenta previa sebelumnya berisiko untuk terjadi plasenta previa pada

kehamilan selanjutnya sebesar 5, 17 kali.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan masalah yaitu

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui

1.3.2 Tujuan Khusus

a Untuk mengetahui tentang

b Untuk mengetahui
c Untuk mengetahui

d Untuk mengetahui

e Untuk mengetahui

f Untuk mengetahui

g untuk mengetahui

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Bagi Masyarakat

Masyarakat menjadi tahu dan mengerti tentang perdarahan pada

kehamilan khususnya tentang plasenta previa.

Agar masyarakat dapat Meningkatkan kesadaran terhadap perlunya

pengetahuan mengenai tanda-tanda bahaya dan usaha penanggulangan

sehingga diharapkan dapat dicegah secara dini.

1.4.2 Bagi Tenaga Kesehatan

Sebagai informasi tenaga kesehatan khususnya bidan mengenai perdarahan

pada kehamilan yaitu plasenta previa

1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan

Menambah pengetahuan referensi yang menunjang ilmu pengetahuan

tentang plasenta previa


BAB II

LANDASAN TEORI

1.1 Tinjauan Teori

2. Plasenta Previa

Plasenta merupakan suatu organ yang terbentuk pada dinding

sebelum dalam uterus dan segera setelah terjadi pembuahan. Zat-zat

makanan dan oksigen akan didistribusikan dari ibu kejaninnya melalui

plasenta serta membawa sisa-sisa metabolisme keluar dari tubuh

(Maryunani, dkk, 2009).

Bentuk normal dari plasenta adalah berbentuk bundar atau hampir

bundar/ceper dengan diameter 15-20 cm dan tebal 1,5-3 cm dan beratnya

kurang dari 500 gram atau 20% dari berat janin. Tali pusat yang

berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insersio sentralis), agak

pinggir plasenta (insersio lateralis), pinggir plasenta (insersio

marginalis), atau terkadang berada di luar plasenta (insersio velamentosa)

(Maryunani, dkk, 2009).

Pada umumnya implementasi plasenta terjadi ketika dinding sel

pada blastokist (trofoblast) menanamkan diri di dalam endometrium regio

fundus anterior atau posterior 7 hingga 9 hari pasca fertilisasi sesudah

terjadi degenerasi zona pelusida (Zaman, 2014). Di tempat-tempat tertentu

pada implementasi plasenta terdapat vena-vena yang lebar (sinus) untuk

menampung darah kembali pada pinggir plasenta dibeberapa tempat suatu


ruang vena untuk menampung darah yang berasal dari ruang interviler di

atas (marginalis).

Plasenta berfungsi sebagai suatu sarana transportasi antara ibu dan

janinnya mulai dari usia kehamilan 3 bulan hingga kelahiran bayi.

Plasenta sebagai pemasok makanan dari ibu ke janin berupa karbohidrat,

air, lemak, protein, mineral dan garam anorganik dan plasenta akan

membawa hasil akhir metabolisme janin ke dalam sirkulasi maternal

untuk diekskresikan keluar. Lama hidup dan fungsi plasenta tergantung

pada konsumsi oksigen melalui ibu lewat difusi serta sirkulasi

maternal,sirkulasi darah ke dalam janin dan plasenta akan membaik ketika

ibu berbaring pada sisi kiri tubuhnya. Plasenta memproduksi sejumlah

hormon termasuk Human Chorionic Gonadotropin (HCG), Human

Placenta Lactogen. GnRH, TRH, Kortikotropin atau ACTH, estrogen dan

progesteron (Zaman, 2014).

Menurut Oxorn (1990) lokasi plasenta dalam keadaan normal

berada pada segmen atas uterus atau bagian fundus uteri (melekat pada

dinding atas uterus). Sedangkan jika plasenta berimplantasi atau terbentuk

pada segmen bawah uterus dan menutupi jalan lahir, dapat mengakibatkan

perdarahan plasenta (Maryunani, 2009).

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi rendah

sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum (OUI).

Implantasi plasenta normalnya terjadi di dinding depan, dinding belakang

rahim atau di fundus uteri (Mose, dkk, 2012). Sedangkan menurut Sofian

(2012), Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi


pada tempat abnormal yaitu pada segmen bawah rahim (SBR) sehingga

menutupi sebagian atau seluruh permukaan jalan lahir (Ostium Uteri

Internum).

3. Klasifikasi

Menurut Mose, dkk (2013), plasenta previa dibagi menjadi beberapa jenis

yaitu sebagai berikut :

1. Plasenta previa totalis

Plasenta previa totalis yaitu ostium uteri internum tertutup seluruhnya

oleh plasenta.

2. Plasenta previa parsialis/lateralis

Plasenta previa parsialis yaitu ostium uteru internum tertutup sebagian

oleh plasenta.

3. Plasenta previa marginalis

Plasenta previa marginalis yaitu pinggir bawah plasenta sampai pada

pinggir ostium uteri internum

4. Plasenta previa letak rendah

Plasenta previa letak rendah yaitu Implantasi plasenta rendah tapi

tidak sampai ke ostium

Menurut De Snoo (1998) dikutip dalam buku norma 2013, plasenta

previa dibagi berdasarkan pada pembukaan 4-5 cm :

1. Plasenta previa sentralis (totalis)

Bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi seluruh ostium

uteri internum
2. Plasenta previa lateralis

Bila pada pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh

plasenta.

Plasenta previa lateralis dibagi menjadi 2, yaitu :

1) Plasenta lateralis posterior bila sebagian menutupi ostium bagian

belakang

2) Plasenta previa lateralis anterior bila menutupi ostium bagian

depan

3) Plasenta previa marginalis bila sebagian kecil atau hanya pinggir

ostium yang ditutupi plasenta (Norma, dkk, 2013)

Menurut Brown, klasifikasi plasenta previa dibagi menjadi :

1. Tingkat I : Lateral Plasenta Previa

pinggir bawah plasenta berinserasi sampai ke segmen bawah rahim,

namun tidak sampai ke pinggir pembukaan.

2. Tingkat II : Marginal Plasenta Previa

plasenta mencapai pinggir pembukaan (ostium)

3. Tingkat III : Complete plasenta previa

plasenta menutupi ostium waktu tertutup, dan tidak menutupi bila

pembukaan hampir lengkap.

4. Tingkat IV : Central plasenta previa

plasenta menutupi seluruhnya pada pembukaan hampir lengkap

(Sofian, 2012)
Etiologi

Etiologi plasenta previa belum diketahui secara pasti. Frekuensi

plasenta previa meningkat pada grandemultipara, primigravida tua, bekas

secsio sesarea, bekas aborsi, dan kelainan janin. Penyebab secara pasti

belum diketahui dengan jelas. Menurut beberapa ahli penyebab plasenta

previa yaitu :

Menurut Norma dkk, 2013 Plasenta previa merupakan

implementasi di segmen bawah rahim dapat disebabkan oleh endometrium

di fundus uteri belum siap menerima implantasi, endometrium yang tipis

sehingga dilakukan perluasan plasenta untuk mampu memberikan nutrisi

pada janin dan vili korealis pada chorion leave yang persisten.

Menurut Sofian (2012), penyebab plasenta previa yaitu :

1. Endometrium yang inferior

2. Chorion leave yang persesiten

3. Korpus luteum yang bereaksi lambat

Strassman mengatakan bahwa faktor terpenting adalah

vaskularisasi yang kurang pada desidua yang menyebabkan atrofi dan

peradangan, sedangkan Brown menekankan bahwa faktor terpenting ialah

vili korealis persisten pada desidua kapsularis (Sofian, 2012).

4. Faktor Risiko

Menurut Mochtar yang dikutip pada buku Norma, dkk (2013), ada

beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan plasenta previa,

diantaranya :

1. Usia
Hasil penelitian Wardana (2007) di dalam Abdat (2010)

menyatakan usia wanita produktif yang aman untuk kehamilan dan

persalinan adalah 20-35 tahun.

a. Usia ≤ 20 tahun

Wanita yang berusia <20 tahun yang mengalami plasenta previa

sebanyak 1 dari 1500 wanita hamil (Maryunani, dkk. 2009).

Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta

harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin.

Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau menutupi

ostium uteri internum. Endometrium yang kurang baik juga dapat

menyebabkan zigot mencari tempat implantasi yang lebih baik

yaitu di tempat yang rendah dekat ostium uteri internum ( Mose,

dkk, 2013).

b. Usia ≥35 tahun

Pada multipara ≥35 tahun atau multipara ≥40 tahun terjadi

peningkatan risiko untuk terjadinya plasenta previa (Hanum,

2014). Prevalensi plasenta previa terjadi 1 dari 100 wanita hamil

pada usia >35 tahun (Maryunani, 2009). Hasil penelitian Wardana

(2007) didalam Aryanti (2009), menyatakan peningkatan umur

ibu merupakan faktor risiko plasenta previa, karena sklerosis

pembuluh darah arteli kecil dan arteriole miometrium

menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata sehingga

plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang lebih

besar, untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat.


2. Paritas

Menurut Manuaba (2008), paritas adalah wanita yang telah

melahirkan bayi aterm. Multipara adalah wanita yang telah melahirkan

bayi variabel (hidup) beberapa kali. Grandemultipara adalah wanita yang

telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan biasanya mengalami

penyulit dalam kehamilan dan persalinan.

Paritas 2-3 merupakan paritas yang paling aman ditinjau dari

kematian maternal. Paritas ≥3 mempunyai angka kematian yang lebih

tinggi, makin tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal

(Prawirohardjo, 2008).

Paritas memiliki beberapa kategori, yaitu :

a) Paritas <3, dikategorikan aman untuk menjalankan proses

kehamilan atau persalinan

b) Paritas ≥3, dikategorikan memiliki factor resiko buruk dalam

kehamilan maupun persalinan. (Prawirohardjo, 2008)

Kejadian plasenta previa 3 kali lebih sering pada wanita

multipara. Pada multipara plasenta previa disebabkan oleh vaskularisasi

yang kurang dan atrofi desidua akibat persalinan masa lampau. Aliran

darah ke plasenta tidak cukup sehingga menutupi pembukaan jalan lahir.

Pada paritas tinggi, kejadian plasenta previa semakin besar karena

keadaan endometrium yang kurang subur (Winkjosastro, 2011)

3. Riwayat Secsio Caesarea

Secsio cesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat

sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut. Secsio cesarea
juga dapat didefinisikan sebagai suatu histeretomia untuk melahirkan

janin dari dalam rahim (Sofian, 2012)

Operasi sesarea yang berulang memungkinkan terjadinya

komplikasi. Salah satu komplikasi yang potensial adalah plasenta

abnormal, salah satunya yaitu plasenta previa. Risiko melahirkan dengan

operasi caesar berkali-kali membuat letak plasenta terlalu dekat dengan

leher rahim. Jika leher rahim terbuka, hal itu bisa menyebabkan

keguguran dan perdarahan hebat. Perdarahan sangat banyak dapat

mengakibatkan anemia atau ibu memerlukan transfusi darah (kompas,

2011)

Pada ibu yang pernah mengalami operasi caesar sebelumnya, maka

sekitar 4 dari 100 wanita tersebut mengalami plasenta previa. Resiko

akan meningkat setelah mengalami 4 kali atau lebih operasi caesar

(Maryunani, dkk, 2009)

4. Jarak persalinan yang dekat < 2 tahun

Jarak kehamilan pendek akan meningkatkan resiko pada ibu dan

anak. Jarak yang optimal adalah antara 2 sampai 3 tahun. Jarak

kehamilan <2 tahun tergolong resiko tinggi karena menimbulkan

komplikasi pada persalinan (Winkjosastro, 2011).

5. Hipoplasia endometrium (bila kawin dan hamil pada usia muda)

Wanita yang berusia <20 tahun yang mengalami plasenta previa

sebanyak 1 dari 1500 wanita hamil (Maryunani, dkk. 2009). Keadaan

endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh

menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh


meluas akan mendekati atau menutupi ostium uteri internum.

Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari

tempat implantasi yang lebih baik yaitu di tempat yang rendah dekat

ostium uteri internum ( Mose, dkk, 2013).

6. Korpus luteum bereaksi lambat

Korpus luteum yang bereaksi lambat merupakan salah satu resiko

yang dapat menyebabkan terjadinya plasenta previa yang dikarenakan

oleh endometrium belum siap menerima hasil konsepsi (Norma, dkk,

2013).

Menurut Sheiner yang dikutip pada buku Norma, dkk (2013),

faktor resiko lainnya yang berhubungan dengan plasenta previa yaitu:

1. Riwayat Abortus

Menurut Holmer, abortus adalah terputusnya kehamilan sebelum

minggu ke 16 dimana proses implantasi belum selesai

(Maryunani,2009). Menurut Nugroho (2011), abortus adalah ancaman

atau pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma)

pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau beratjanin kurang

dari 500 gram, sebelum janin dapat hudup di luar kandungan. Apabila

janin lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20

minggu, maka istilahnya adalah kelahiran prematur.

Abortus spontan pada kehamilan minggu ke 14 dapat disebabkan

oleh faktor plasenta yang biasanya mengambil alih produksi hormon

yang diperlukan untuk mempertahankan plasenta, salah satu

penyebabnya yaitu implantasi plasenta yang abnormal (Zaman, 2014).


Menurut Jhonsor, dkk (2003) dalam Manuaba (2012), dampak abortus

kuret tajam berulang dapat meningkatkan risiko plasenta previa..

2. Riwayat plasenta previa sebelumnya

Kehamilan yang lalu dengan plasenta previa dapat

meningkatkan risiko untuk berulang terjadinya plasenta previa pada

kehamilan selanjutnya (Norma, dkk, 2013)

Menurut davood, dkk (2008), peran plasenta previa pada

kehamilan dan persalinan sebelumnya yang merupakan dasar genetik

dan beberapa indikasi dari penelitian yang telah dilakukan, bahwa

riwayat kehamilan dan persalinan dengan plasenta prrevia dapat

menjadi faktor risiko untuk terjadi kembali plasenta previa di

kehamilan berikutnya. Sekitar 0,5% ibu hamil mengalami plasenta

previa. Peluang kembali mengalami plasenta previa dikehamilan

selanjutnya 4-8%..

3. Tumor-tumor rahim seperti mioma uteri

Polip atau tumor jinak atau fibroid atau mioma dalam rahim,

umumnya terjadi pada wanita usia 30an. Tumor pada rahim tersebut

dapat merusak fertilitas dengan menyumbat tuba fallopi atau dengan

mengganggu implantasi. Tapi banyak wanita yang memiliki fibroid

tapi bisa hamil (Progestin, 2012). Menurut pertumbuhannya, lokalisasi

mioma uteri dapat mempengaruhi fertilitas wanita salah satunya yaitu

gangguan implantasi hasil konsepsi sehingga plasenta tumbuh melebar

atau plasenta membrana sea yang menyebabkan plasenta previa

(Manuaba, 2007)
4. Kehamilan ganda

Kehamilan kembar atau gameli adalah bila proses fertilisasi

menghasilkan janin lebih dari satu (Winkjosastro, 2011). Sedangkan

menurut Nugroho (2011), kehamilan kembar adalah dimana terdapat 2

atau lebih embrio atau janin sekaligus. Kehamilan ganda terjadi

apabila 2 atau lebih ovum dilepaskan dan dibuahi atau bila satu ovum

dibuahi membelah secara dini sehingga membentuk 2 embrio yang

sama pada stadium massa sel dalam atau lebih awal.

Menurut Hanum (2014), pada riwayat keluarga sebagian

keadaan dan gangguan seperti riwayat kelahiran kembar dianggap

bersifat familial. Pada kehamilan kembar, ada beberapa faktor resiko

yang dihadapi ibu. Resiko tersebut salah satunya yaitu plasenta previa

(Norma, dkk, 2013). Menurut Mose, dkk (2013) hal ini dapat

menimbulkan perdarahan baik saat hamil maupun setelah melahirkan.

Plasenta yang terlalu besar pada kehamilan ganda dapat menyebabkan

pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim sehingga

menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum (Winkjosastro,

2011).

5. Merokok

Pada perempuan perokok dijumpai insiden plasenta previa

lebih tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia akibat karbon mono-oksida hasil

pembakaran rokok yang menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi

sebagai upaya kompensasi (Winkjosastro, 2011). Menurut Norma, dkk


(2013) hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20

batang sehari.

Menurut Sofian (2012), faktor resiko lainnya yang dapat

mempengaruhi terjadinya plasenta previa yaitu : Malnutrisi,

Malnutrisi dimana keadaan malnutrisi pada ibu akan meningkatkan

resiko untuk terjadinya plasenta previa. gizi yang tidak memadai akan

menyebabkan defisiensi besi, defisiensi asam folat, atau defisiensi

protein (Hanum, 2014).

5. Patofisiologi

Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terutama terjadi

pada multigravida pada usia kehamilan setelah 22 minggu. Tanda khas

dari plasenta previa yaitu perdarahan bewarna merah segar, tanpa rasa

nyeri, tanpa sebab (Maryunani, dkk, 2009). Akan tetapi, perdarahan ini

umumnya terjadi pada trimester III karena segmen bawah uterus lebih

banyak mengalami perubahan. Pelebaran segmen bawah uterus dan

pembukaan serviks menyebabkan sinus robek karena terlepasnya

plasenta dari dinding uterus. Perdarahan tidak dapat dihindarkan karena

ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi

seperti plasenta letak normal (Norma, dkk, 2013).

Menurut Sofian (2012), implementasi plasenta di segmen bawah

rahim dapat disebabkan :

1. Endometrium yang inferior

2. Chorion leave yang persisten

3. Korpus luteum yang bereaksi lambat


Setelah bulan ke-4, terjadi regangan dinding rahim karena isi

rahim lebih cepat tumbuh dari pada rahim sendiri, akibatnya istmus

uteri tertarik dan menjadi bagian dinding dari korpus uteri yang disebut

segmen bawah rahim (Norma, 2013).

Pada plasenta previa, regangan tidak mungkin terjadi tanpa ada

pergeseran antara plasenta dan dinding rahim. Waktu perdarahan

tergantung pada kekuatan insersi plasenta dan kekuatan tarikan pada

istmus uteri. Jadi dalam kehamilan tidak perlu ada ada his untuk

menimbulkan perdarahan tapi sudah jelas dalam persalinan. His

pembukaan menyebabkan perdarahan karena bagian plasenta di atas atau

dekat ostium akan terlepas dari dasarnya (Norma, dkk, 2013)

6. Gambaran Klinis

Tanda dan gejala pada kasus plasenta previa yaitu :

a. sifat perdarahan yang tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri (painless),

dan berulang (recurrent) (Sofian, 2012). Menurut Mose, dkk (2013),

klien mungkin berdarah waktu tidur dan sama sekali tidak terbangun,

baru setelah bangun tidur terasa kainnya telah basah. Biasanya

perdarahan akibat plasenta previa timbul setelah bulan ke 7.

b. perdarahan cenderung berulang dengan volume yang lebih banyak

dari sebelumnya (Sofian, 2012).

c. janin biasanya masih baik namun dapat juga disertai gawat janin

sampai kematian janin

d. bagian terdepan janin masih tinggi/belum memasuki PAP

e. sering dijumpai kelainan letak (sungsang atau lintang)


f. pada pemeriksaan jalan lahir, teraba jaringan plasenta (Maryunani,

2009)

g. janin belum cukup bulan

h. adanya anemi dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah

i. his biasanya tidak ada

j. rasa tidak tegang saat palpasi (Aprillia, 2013)

Sebab dari perdarahan yaitu karena adanya plasenta dan

pembuluh darah yang robek dikarenakan oleh terbentuknya segmen

bawah rahim, terbukanya ostium (Sofian, 2012)

Menurut Mose, dkk, (2013) pada plasenta previa mungkin

sekali terjadi perdarahan pasca persalinan, karena :

1. plasenta lebih erat melekat ke dinding rahim (plasenta akreta)

2. daerah perlekatan plasenta luas

3. kontraksi segmen bawah rahim kurang sehingga mekanisme

4. penutupan pembuluh darah pada insersi plasenta tidak baik.

Plasenta previa selain berisiko untuk terjadi perdarahan

pada antepartum dan postpartum, kemungkinan terjadi infeksi pada

postpartum juga besar karena luka plasenta lebih dekat pada ostium

dan merupakan Porte d`entree yang mudah tercapai. Lagi pula, klien

pada plasenta previa biasanya anemis karena perdarahan sehingga

daya tahannya lemah (Mose, dkk, 2013).

7. Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosa pasti kejadian plasenta previa. Hal-

hal yang harus dilakukan :


1. Anamnesa

Gejala pertama yaitu perdarahan terjadi perdarahan bewarna

merah segar, tanpa rasa nyeri (painless), tanpa sebab (causeless)

terutama pada multigravida kehamilan setelah 22 minggu

(Maryunani, dkk. 2009). Perdarahan timbul sekonyong-konyong

tanpa sebab apapun. Kadang-kadang perdarahan terjadi sewaktu

bangun tidur. Pagi hari tanpa disadari tempat tidur sudah penuh

dengan darah. Perdarahan cenderung berulang dengan volume yang

lebih banyak dari sebelumnya. penyebab dari perdarahan yaitu

karena ada plasenta dan pembuluh darah yang robek yang

dipengaruhi oleh terbentuknya segmen bawah rahim serta

terbukanya ostiun. Sedikit atau banyaknya perdarahan tergantung

pada besar dan banyaknya pembuluh darah yang robek dan plasenta

yang lepas. Biasanya wanita mengatakan banyaknya perdarahan

dalam beberapa kain sarung, beberapa gelas dan adanya darah-darah

beku (Sofian, 2012).

1. Inspeksi

Dapat dilihat pada perdarahan yang keluar pervaginam,

banyak, sedikit atau darah beku (stolsel). Bila terjadi perdarahan

banyak maka ibu terlihat pucar atau anemis (Rukiyah, dkk, 2010).

2. Pemeriksaan Fisik

Keadaan yang dijumpai bervariasi dari keadaan normal

sampai syok, kesadaran penderita bervariasi dari keadaan baik

sampai koma. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tekanan darah,


nadi dan pernapasan dalam batas normal. Selain itu dapat

dijumpai keadaan tekanan darah turun, nadi dan pernapasan

meningkat, dan daerah ujung menjadi dingin serta tampak anemis

(Norma, dkk, 2013).

3. Pemeriksaan khusus Kebidanan

1) Palpasi abdomen

Janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan

usia kehamilan, bagian terendah janin masih tinggi karena

plasenta berada pada segmen bawah rahim. Bila cukup

pengalaman bisa dirasakan suatu bantalan pada segmen

bawah rahim (SBR) terutama pada ibu yang kurus (Rukiyah,

dkk, 2010)

2) Denyut Jantung janin

Denyut jantung janin bervariasi dari normal menjadi asfiksia

dan kemudian kematian dalam rahim (Rukiyah, dkk, 2010).

3) Pemeriksaan Inspekulo

Dengan memakai spekulum secara hati-hati dan dilihat asal

perdarahan apakah dari segmen bawah rahim atau kelainan

serviks, vagina da varises pecah (Rukiyah, dkk, 2010).

4) Pemeriksaan Dalam

Pemeriksaan dalam adalah cara paling ampuh di bidang

obstetri untuk diagnosa plasenta previa. Walaupun ampuh

namun harus berhati-hati karena bahaya juga sangat besar.

1. Bahaya pemeriksaan dalam:


a. Dapat menyebabkan perdarahan yang hebat. Hal ini

sangat berbahaya bila sebelumnya tidak siap dengan

pertolongan segera

b. Terjadi infeksi

c. Menimbulkan his dan terjadi partus prematurus

2. Teknik dan persiapan pemeriksaan dalam

a. Pasang infus dan siapkan donor darah

b. Kalau dapat pemeriksaan dilakukan dikamar bedah,

dimana fasilitas operasi segera tersedia

c. Pemeriksaan dilakukan hati-hati dan dengan tangan

dan jari lembut

d. Jangan langsung masuk ke canalis servikalis tapi raba

dulu bantalan antara jari dan kepala janin pada forniks

yang disebut uji forniks

e. Bila ada darah beku dalam vagina keluarkan sedikit-

sedikit, perlahan-lahan

3. Kegunaan pemeriksaan dalam pada perdarahan

antepartum :

a. Menegakkan diagnosa apakah perdarahan oleh

plasenta previa atau sebab lain

b. Menentukan klasifikasi plasenta previa, supaya dapat

diambil tindakan yang tepat

c. Indikasi pemeriksaan dalam pada perdarahan

antepartum :
d. Perdarahan banyak >500 cc

e. Perdarahan yang sudah berulang

f. Perdarahan sekali, banyak, Hb dibawah 8 gr%,

kecuali bila persediaan darah ada dan keadaan sosio

ekonomi penderita baik

g. His telah mulai dan janin dapat hidup di luar rahim

(Sofian, 2012)

4. Pemeriksaan radio-isotop

1. Plasentografi jaringan lunak

Yaitu membuat foto dengan sinar rontgen lemah untuk

mencoba melokalisir plasenta. Hasil foto dibaca oleh

ahli radiologi yang berpengalaman.

2. Sitografi

Yaitu mula-mula kandung kemih dikosongkan, lalu

masukkan 40 cc larutan NaCl 12,5%, kepala janin

ditekan ke arah pintu atas panggul, lalu dibuat foto.

Bila jarak kepala dan kandung kemih berselisih 1 cm,

maka terdapat kemungkinan plasenta previa.

3. Plasentografi Indirek

Yaitu membuat foto seri lateral dan anteroposterior

yaitu ibu dalam posisi berdiri atau duduk setengah

berdiri. Lalu foto dibaca oleh ahli radiologi

berpengalaman dengan cara menghitung jarak antara

kepala-simpisis dan kepala-promontorium


4. Arteriografi

Yaitu dengan memasukkan zat kontras ke dalam arteri

femoralis. Karena plasenta sangat kaya akan pembuluh

darah, maka ia akan banyak menyerap zat kontras, ini

akan jelas terlihat pada foto dan juga lokasinya.

5. Amniografi

Dengan memasukkan zat kontras ke dalam rongga

amnion, lalu dibuat foto dan dilihat dimana terdapat

daerah kososng (diluar janin) dalam rongga rahim

6. Radioisotop

Yaitu dengan menyuntikkan zat radio aktif, biasanya

RISA (radioiodinated serum albumin) secara

intravena, lalu diikuti dengan detektor GMC (Sofian,

2012).

7. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien

dengan plasenta previa yaitu :

1. Ultrasonografi (USG) : pemeriksaan dilakukan

untuk penentuan lokasi plasenta dan tidak

menimbulkan bahaya radiasi pada janin (Sofian,

2012).

2. Kardiokotografi (KTG): dilakukan pada kehamilan

>28 minggu
3. Labolatorium: darah perifer lengkap. Bila akan

dilakukan operasi, perlu diperiksa faktor

pembekuan darah, waktu perdarahan dan gula

darah sewaktu. Pemeriksaan hanya dilakukan atas

indikasi medis (Norma, dkk. 2013). Pada hasil

pemeriksaan laboratorium dapat memperlihatkan

penurunan kadar Hb ibu akibat kehilangan darah

(Zaman, 2014)

4. Magnetic Resonance Imaging (MRI) : lebih praktis

jika dibandingkan dengan USG, terlebih dalam

suasana mendesak (Winkjosastro, 2011)

8. Penanganan

Penanganan pada plasenta previa harus dilakukan dirumah sakit

dengan fasilitas operasi. Sebelum dirujuk, anjurkan pasien untuk tirah

baring total dengan menghadap ke kiri, tidak melakukan senggama,

menghindari peningkatan tekanan rongga perut (misalnya batuk dan

mengadan karena sulit BAB). Pasang infus NaCl/RL, bila tidak

memungkinkan beri cairan peroral. Pantau tekanan darah dan nadi

pasien secara teratur setiap 15 menit untuk mendeteksi adanya hipotensi

atau syok akibat perdarahan.bila terjadi renjatan, segera lakukan

resusitasi cairan dan transfusi darah. Penanganan di rumah sakit

dilakukan sesuai dengan kehamilan pengelolaan plasenta previa

tergantung dari banyaknya perdarahan, umur kehamilan dan derajat

plasenta previa. Setiap ibu yang dicurigai plasenta previa harus dikirim
ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan operasi.

Sebelum penderita syok, pasang infuse NaCl/RL sebanyak 2-3 kali

jumlah darah yang hilang. Jangan melakukan pemeriksaan dalam atau

tampon vagina karena akan memperbanyak perdarahan dan

menyebabkan infeksi (Norma, dkk, 2013)

Penatalaksanaan klien plasenta previa dibagi menjadi 2 bagian :

1. Penanganan konservatif yaitu penanganan kehamilan sampai waktu

tertentu yang bertujuan supaya janin terlahir tidak prematur, klien

dirawat tanpa dilakukan pemeriksaan dalam dan dengan pemantauan

ketat dan baik (Maryunani, 2009)

Penanganan bila usia kehamilan kurang 37 minggu/TBF <2500 gram

Kriteria :

Perdarahan sedikit, kehamilan masih dapat dipertahankan,

belum ada tanda-tanda persalinan, keadaan janin sejahtera, keadaan

umum ibu baik (kadar Hb 8-9 gr% atau lebih).

Penanganan :

Berupa tirah baring, pemberian infus dan elektrolit

(Maryunani, dkk. 2009), pantau tekanan darah setiap 15 menit,

hematinik, antibiotika, tokolitik bila ada his. Bila selama 3 hari tidak

ada perdarahan, pasien mobilisasi bertahap. Menurut Sofian (2012),

perlu dilakukan persiapan donor untuk transfusi darah. Bila setelah

pasien berjalan tidak ada perdarahan, maka pasien diperbolehkan

untuk pulang. Pasien dianjurkan agar tidak coitus, tidak bekerja

keras dan segera ke rumah sakit bila terjadi perdarahan. Nasihat ini
juga dianjurkan bagi pasien yang didiagnosis plasenta previa dengan

USG namun tidak mengalami perdarahan (Norma, dkk, 2013).

2. Penanganan akrif yang berarti kehamilan tersebut harus segera

diakhiri. Jika perdarahan banyak dan diperkirakan membahayakan

ibu dan janin maka dilakukan resusitasi cairan dan penangan secara

aktif (Norma, dkk, 2013)

Penanganan bila usia kehamilan 37 minggu atau lebih TBF ≥ 2500

gram

Kriteria :

Perdarahan banyak (>500 cc), ada tanda-tanda persalinan,

ada tanda-tanda gawat janin, keadaan umum ibu tidak baik dan ibu

anemis dengan Hb 8 gr% (Maryunani, 2009)

Pada kondisi ini maka dilakukan penanganan secara aktif

yaitu segera mengakhiri kehamilan, baik secara pervagina maupun

perabdominal. Persalinan pervaginam diindikasikan pada pasien

dengan plasenta previa marginal, plasenta previa letak rendah dan

plasenta previa lateralis dengan pembukaan 4 cm atau lebih. Pada

kasus tersebut bila tidak banyak perdarahan maka dapat dilakukan

pemecahan kulit ketuban agar bagian bawah janin dapat masuk pintu

atas panggul menekan plasenta yang berdarah. Bila his tidak adekuat

dapat diberikan pitosin drip. Namun bila tetap terjadi perdarahan,

dapat dilakukan secsio sesarea (Norma, dkk, 2013)


Persalinan dengan seksio sesarea diindikasikan untuk

plasenta previa totalis baik janin hidup maupun mati, plasenta previa

lateralis dimana pembukaan penentuan jenis plasenta previa dapat

dilakukan dengan USG dan pemeriksaan dalam atau spekutum di

kamar operasi (Norma, dkk, 2013)

Faktor-faktor yang menentukan sikap atau tindakan

persalinan mana yang akan dipilih menurut Sofian (2012) adalah :

1. jenis plasenta previa

2. perdarahan (banyak atau sedikit tapi berulang-ulang)

3. keadaan umum ibu

4. keadaan janin, hidup, gawat atau meninggal

5. pembukaan jalan lahir

6. paritas atau jumlah anak hidup

7. fasilitas penolong dan rumah sakit

Setelah memperlihatkan faktor-faktor diatas, ada 2 pemilihan

persalinan yaitu :

1. Persalinan pervaginam :

a. Amniotomi

Amniotomi adalah cara yang terpilih untuk melancarkan

persalinan pervaginam dengan cara pemecahan selaput

ketuban. indikasi amniotomi pada plasenta previa yaitu :

1) plasenta previa lateralis atau letak rendah atau

marginalis, bila telah ada pembukaan


2) pada primigravida dengan plasenta previa lateralis atau

marginalis dengan pembukaan 4 cm atau lebih

3) plasenta previa lateralis atau marginalis dengan janin

yang sudah meninggal.

Keuntungan amniotomi adalah bagian terbawah janin

yang berfungsi sebagai tampon akan menekan plasenta

yang berdarah dan perdarahan berkurang atau berhenti,

partus akan berlangsung lebih cepat dan bagian

plasenta yang berdarah akan bebas mengikuti cincin

gerakan dan regangan segmen bawah rahim, sehingga

tidak ada lagi plasenta yang lepas.

Bila upaya diatas belum berhasil, 2 cara lagi dapat

dikerjakan terutama di daerah perifer dimana fasilitas

operasi tidak ada dan penderita tidak mau dirujuk ke

rumh sakit yang ada fasilitas operasinya.

b. Memasang cunam Willet Gausz

Cara :

1) Kulit kepala janin di klem dengan cunam Willet Gausz.

2) Cunam diikat dengan kain kassa atautali dan diberi

kira-kira 50-100 gr atau satu batu bata seperti katrol.

3) Dengan cara ini diharapkan perdarahan berhenti dan

persalinan diawasi dengan teliti.


c. Versi Braxton-Hicks

Versi dilakukan pada janin letak kepala, untuk mencari kaki

supaya dapat ditarik keluar. Bila janin letak sungsang atau

letak kaki, menarik kaki keluar akan lebih mudah. Kaki

diikat sengan kain kassa, dikatrol, diberi beban 50-100 gr.

d. Menembus plasenta diikuti dengan versi Braxton Hicks atau

Willet Gausz. Hal ini tidak lagi dilakukan karena bahaya

perdarahan banyak Menembus plasenta dilakukan pada

plasenta previa totalis atau sentralis.

e. Metreurynter

Metreurynter yaitu memasukkan kantong karet yang diisi

udara atau air sebagai tampon, cara ini sekarang tidak

dipakai lagi.

2. Persalinan perabdominal, dengan seksio sesarea

Indikasi seksio sesarea pada plasenta previa yaitu :

a. Semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau meninggal

b. semua plasenta lateralis, posterior karena perdarahan yang

sulit dikontrol dengan cara-cara yang ada

c. semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan

tidak berhenti dengan tindakan-tindakan yang ada

d. plasenta previa dengan panggul sempit, letak lintang.

Perdarahan pada bekas inersi plasenta kadang-kadang

berlebihan dan tidak dapat diatasi dengan cara yang ada. Jika

hal ini dijumpai tindakannya adalah :


1) bila anak belum ada, untuk menyelamatkan alat

reproduktif dilakukan ligasi arteris hipogastrika

2) bila anak sudah ada dan cukup, yang paling baik adalah

histerektomi (Sofian, 2012).

Penanganan plasenta previa berdasarkan klasifikasi :

1. Penanganan plasenta previa leteralis dan marginalis

a. Lakukan amniotomi

b. Berikan oksitosin (pituitrin, pitosin, sintosinon)

tiap setengah jam 2,5 satuan atau perinfuse drip

c. Bila dengan amniotomi perdarahan belum

berhenti, dilakukan cunam Willet Gausz atau

versi Braxton Hicks

d. Bila semua ini belum berhasil nuntuk

menghentikan perdarahan, bila janin masih

hidup lakukan secsio sesarea

e. Pada plasenta previa leteralis posterior dan

plasenta previa lateralis yang bagian besarnya

menutupi ostium, sering langsung dilakukan

secsio sesarea, karena secara anatomis dengan

cara diatas perdarahan agak sukar dikontro.

2. Penanganan plasenta previa totalis

a. Untuk menghindari perdarahan banyak, maka

pada plasenta previa sentralis/ totalis dengan


janin hidup atau meninggal, tindakan yang

paling baik adalah secsio sesarea

b. Walaupun tidak pernah dikerjakan lagi, namun

untuk diketahui, pada janin mati, daerah

pedesaan dapat dilakukan penebusan plasenta,

kemudian dilakukan cunam Willet Gausz atau

versi Braxton Hiks untuk melahirkan janin

(Sofian, 2012)

9. Komplikasi

Ada beberapa komplikasi yang bila terjadi pada ibu hamil dengan

plasenta previa, yaitu :

1. Komplikasi pada ibu

1) Dapat terjadi anemi bahkan syok

Pembentukan segmen rahim yang terjadi secara ritmik,

maka pelepasan plasenta dari tempat melekatnya di dinding uterus

dapat berulang dan semakin banyak, dan perdarahan yang terjadi

itu tidak dapat dicegah sehingga penderita menjadi anemia

bahkan syok (Winkjosastro, 2011)

2) Plasenta akreta atau inkreta atau perkreta

Plasenta yang berimplementasi di segmen bawah rahim

dan sifat segmen yang tipis sehingga dengan mudah jaringan

trofoblas dengan invasinya menerobos ke dalam miometrium

bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi sebab dari kejadian

plasenta inkreta bahkan perkreta. Paling ringan adalah plasenta


akreta yang perlekatannya lebih kuat tapi vilinya masih belum

masuk ke dalam miometrium. Walaupun biasanya tidak seluruh

permukaan maternal plasenta mengalami akreta atau inkreta akan

tetapi dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian

plasenta yang sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala III

(Winkjosastro, 2011)

3) Dapat terjadi robekan pada serviks dan segmen bawah rahim yang

rapuh.

Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya

akan pembuluh darah sangat potensial untuk robek disertai

perdarahan yang banyak. Oleh karena itu harus hati-hati pada

semua tindakan manual melalui tempat ini, misalnya mengeluarkan

anak melalui insisi pada segmen bawah rahim atau mengeluarkan

plasenta dengan tangan pada retensio plasenta. Apabila oleh salah

satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan

cara-cara lebih sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim,

pemasangan tampon, dan sebagainya. Maka dalam keadaan ini

jalan keluarnya adalah melakukan histerektomi total. Morbiditas

dari semua tindakan ini merupakan komplikasi tidak langsung

plasenta previa (Winkjosastro, 2011).


1. Komplikasi pada janin

1) Kelainan letak janin

Kelainan letak janin pada plasenta previa lebih sering

terjadi. Hal ini memaksa lebih sering diambil tindakan operasi

dengan segala konsekuensinya.

2) Prematuritas dan gawat janin

Kelahiran prematuritas dan gawat janin sering tidak

terhindarkan sebagian oleh karena tindakan terminasi kehamilan

yang terpaksa dilakukan pada kehamilan belum aterm. Pada

kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan amniosentesis untuk

mengetahui kematangan paru janin dan pemberian kortikosteroid

untuk mempercepat pematangan paru janin sebagai upaya

antisipasi (Winkjosastro, 2011)

Komplikasi lain dari plasenta previa yang dilaporkan dalam

kepustakaan selain masa rawatan yang lebih lama adalah berisiko

tinggi utuk solusio plasenta (Risiko Relatif 13,8%), seksio sesarea

(Resiko Relatif 3,9%), kelainan letak janin (Resiko Relatif 2,8%),

perdarahan pasca persalinan (Resiko relatif 1,7%), kematian

maternal akibat perdarahan (50%) dan disseminated intravascular

coagulation (DIC) 15,9% (Winkjosastro, 2011).


10. Prognosis

Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif, maka

mortalitas dan morbiditas ibu dan bayi sangat tinggi, mortalitas ibu

mencapai 8-10% dan mortalitas janin 50-80% (Sofian, 2012).

Sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, maka angka

kematian, kesakitan dan perinatal jauh menurun. Kematian maternal

menjadi 0,1-5% terutama disebabkan perdarahan, infeksi, emboli udara,

dan trauma karena tindakan. Kematian perinatal juga turun menjadi 7-

25% terutama disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli

dan persalinan buatan (tindakan) (Sofian, 2012)


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

Anda mungkin juga menyukai