Dosen Pembimbing :
Kelompok 1 :
1.3 Manfaat
a. Mahasiswa mampu memahami konsep kehamilan premature
b. Mahasiwa dapat memberikan asuhan kebidanan pada kelahiran premature sebagai
bekal dalam persiapan praktik di lapangan dan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
Persalinan preterm merupakan persalinan yang terjadi pada usia 20-37 minggu dari
hari pertama haid terakhir. Menurut kejadiannya, persalinan preterm digolongkan menjadi
idiopatik atau spontan dan iatrogenik atau elektif. Setengah dari persalinan preterm tidak
diketahui penyebabnya. Dalam persalinan preterm spontan, sebagian diawali dengan
ketuban pecah dini (KPD) sebagian lagi disebabkan faktor infeksi pada ketuban seperti
korioamnionitis (Oxorn, 2010).
Menurut WHO Prematur didefinisikan sebagai bayi yang lahir hidup sebelum 37
minggu kehamilan selesai. Ada sub kategori kelahiran prematur berdasarkan usia
kehamilan (WHO, 2018):
Kehamilan Ganda
Uterus over distension dengan kehamilan ganda. Kehamilan multipel (kembar,
kembar tiga, dll.) Membawa risiko hampir 10 kali lipat dari kelahiran prematur
dibandingkan dengan kelahiran tunggal. Kelebihan tekanan rahim yang
mengakibatkan kontraksi aktivitas uterus prematur (Guidelines for
Commissioners UK Preterm Clinical Network, 2019).
Riwayat Kelahiran Prematur Sebelumnya
Riwayat kelahiran prematur sebelumnya adalah satu-satunya faktor risiko
terpenting kelahiran prematur berikutnya, dengan risiko meningkat lebih awal
dari kelahiran sebelumnyaterjadi, atau dengan beberapa insiden lahir prematur.
Riwayat ibu dari kelahiran prematur merupakan faktor risiko yang kuat dan
kemungkinan besar didorong oleh interaksi faktor risiko genetik, epigenetik, dan
lingkungan (Hannah Blencowe, 2013).
Riwayat operasi eksisi serviks
Dapat dilakukan dengan biopsi kerucut atau loop besar eksisi zona
transformasi (LLETZ) setelah ditemukannya displasia serviks. Beberapa studi
kohort berbasis populasi telah menemukan kejadian prematur kelahiran
meningkat secara signifikan setelah prosedur eksisi serviks dalam bentuk apapun.
Ini terutama karena jumlah yang meningkat dari jaringan yang dipotong, yang
berkorelasi dengan peningkatan risiko prematur (Hannah Blencowe, 2013).
Riwayat operasi caesarea
Bukti terbaru juga menunjukkan bahwa operasi caesar darurat (dan terutama
dilatasi penuh) juga merupakan faktor risiko yang signifikan pada kelahiran
prematur berikutnya. Ini mungkin karena sayatan rendah secara tidak sengaja
pada saat persalinan melalui jaringan cervicoisthmic yang dapat menyebabkan
serviks melemah (Hannah Blencowe, 2013). Wanita yang pernah menjalani
operasi untuk kelainan rahim seperti reseksi septum mungkin masih menghadapi
peningkatan risiko kelahiran prematur.
Pengakhiran kehamilan karena keadaan khusus seperti diabetes, hipertensi,
IUGR dan eritroblastosis juga dapat menyebabkan prematur
Pemeriksaan kehamilan
Wanita yang tidak memiliki program perawatan pra-kelahiran yang dirancang
dengan baik, berisiko mengalami persalinan prematur (Halimi, 2017).
Abnormalitas pada perut seperti hipoplasia uteri dan uterus bikornu
Perdarahan trimester 3 seperti plasenta previa, abruptio placenta, vasa Previa
4) Riwayat penyakit yang diderita
Infeksi
Infeksi, baik lokal (saluran kemih dan flora vagina abnormal) maupun
sistemik (pielonefritis, apendisitis, fibrosis kistik) secara konsisten dikaitkan
dengan peningkatan insiden. Bakteriuria asimtomatik pada wanita tidak hamil
biasanya jinak, obstruksi yang menyertai aliran pada kehamilan dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya pielonefritis, yang selanjutnya dikaitkan
dengan 20-50% kejadian kelahiran prematur.
Infeksi berperan penting dalam kelahiran prematur. Infeksi saluran kemih,
malaria, vaginosis bakterial, HIV dan sifilis semuanya terkait dengan
peningkatan risiko kelahiran prematur. Selain itu, kondisi lain baru-baru ini telah
terbukti terkait dengan infeksi, misalnya, "insufisiensi serviks" akibat infeksi
intrauterin ascending dan peradangan dengan pemendekan serviks prematur
sekunder (Hannah Blencowe ,2013).
Infeksi dan vaginosis merupakan faktor risiko yang terkenal untuk kelahiran
prematur. Dalam sebuah penelitian, adanya vaginosis bakterial pada usia
kehamilan 28 minggu dikaitkan dengan peningkatan risiko kelahiran prematur
spontan (Halimi, 2017). Penyakit lainnya adalah toksemia, anemia, penyakit
ginjal yang kronis dan penyakit demam yang akut (Harry Oxorn, 2003)
Menurut beberapa penelitian, infeksi COVID-19 selama kehamilan dapat
menyebabkan komplikasi bagi ibu dan janin; termasuk persalinan prematur,
gangguan pernafasan, gawat janin, koaglopati yang disertai disfungsi hati dan
kematian ibu. menurut Chen et al., Gejala klinis COVID-19 pada wanita hamil
tidak jauh berbeda dengan wanita tidak hamil, dengan gejala umum termasuk
nyeri dada, sesak napas, demam dan lesu. Tinjauan terhadap 13 artikel terakhir
yang diterbitkan mengungkapkan bahwa COVID-19 dapat menyebabkan gawat
janin, keguguran, gangguan pernapasan, dan persalinan prematur pada wanita
hamil tetapi tidak menginfeksi bayi baru lahir. (Latif Panah et al,2020)
Preeklamsia, kelainan janin, ketuban pecah, hipertensi, dan kebocoran cairan
ketuban, adalah faktor risiko persalinan prematur. Kondisi ibu yang mendasari
(misalnya, penyakit ginjal, hipertensi, obesitas dan diabetes) meningkatkan risiko
komplikasi ibu (misalnya, preeklamsia) dan kelahiran prematur yang
diindikasikan secara medis. Ini dianggap sebagai sindrom yang dipicu oleh
berbagai mekanisme, yang terdiri dari infeksi atau peradangan, iskemia atau
perdarahan uteroplasenta, overdistensi uterus, stres, dan proses lain yang
dimediasi secara imunologis (Hannah Blencowe, 2013).
5) Pola Fungsional
Gaya Hidup
Beberapa faktor gaya hidup yang berkontribusi pada kelahiran prematur spontan
termasuk stres dan pekerjaan fisik yang berlebihan atau waktu yang lama untuk
berdiri dengan jam kerja yang lama. Merokok dan konsumsi alkohol yang
berlebihan serta penyakit periodontal juga telah dikaitkan dengan peningkatan
risiko kelahiran prematur. Tingkat konsumsi alkohol yang tinggi selama
kehamilan memiliki efek buruk yang jelas pada perkembangan janin, tetapi
dalam proyek ini tidak ada konsistensi antara penggunaan alkohol dan
kemungkinan kelahiran prematur. Merokok telah dikaitkan dengan persalinan
prematur, dan dalam penelitian ini faktor ini memiliki hubungan dengannya. (Ali
asghar Halimi,2017). Wanita yang kelebihan berat badan dan obesitas yang
berpartisipasi dalam latihan aerobik selama 30-60 menit tiga sampai tujuh kali
per minggu memiliki risiko lebih rendah untuk kelahiran prematur <37 minggu
(Hannah Blencowe, 2013).
Status nutrisi, asupan protein dan kalori yang tidak memadai, tidak
mengkonsumsi asam folat dan sat besi. Berbagai penelitian menunjukkan tingkat
kelahiran prematur yang lebih rendah pada wanita yang mengonsumsi suplemen
makanan. Suplemen makanan yang dikonsumsi sebelum, tetapi tidak setelah
konsepsi, dikaitkan dengan penurunan angka kelahiran prematur; Hasilnya
menunjukkan bahwa konsumsi asam folat dan zat besi secara signifikan
menurunkan angka kelahiran prematur (Halimi, 2017).
Aktivitas seksual
Meskipun aktivitas seksual, terutama hubungan seksual, selama kehamilan telah
dikaitkan dengan persalinan prematur, karena efek langsung dari air mani pada
awal persalinan prematur atau perubahan pH vagina, terdapat bukti yang
menunjukkan bahwa aktivitas seksual selama kehamilan tidak terkait dengan
kelahiran prematur. Dalam studi ini, hubungan seksual selama minggu
sebelumnya mempengaruhi kelahiran prematur (Halimi, 2017).
Kekerasan dalam rumah tangga, termasuk pelecehan fisik, seksual, atau
emosional, wanita yang mengalami kekerasan fisik lebih mungkin mengalami
persalinan prematur, solusio plasenta, dan infeksi ginjal. Mereka juga lebih
mungkin mengalami gawat janin dan melahirkan secara caesar (Rachana et al.,
2002).
Dukungan sosial
Peningkatan risiko dikaitkan dengan dukungan sosial yang rendah dibandingkan
dengan dukungan sosial yang tinggi (Pregnancy Care Guidelines).
Trauma
Jatuh, terpukul pada perut, tindakan pembedahan (Harry Oxorn, 2003)
Lain-lain
Status ekonomi sosial rendah dan merokok (Harry Oxorn, 2003)
6) Kejadian Spontan
Idiopatik, dimana penyebab persalinan preterm tidak diketahui pada 50% kasus.
KPD
Inkompetensia serviks
Insuficiensi Placenta
Overdistensi uterus karena : gemelli, polihidtramnion, janin makrosomia
B. Data Objektif
1) Dari anamnese didapat umur kehamilan belum aterm (22-37 minggu)
2) Muka ibu meringis kesakitan
3) Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam
waktu 10 menit, (Ionio et al., 2017)
4) Adanya nyeri penggung bawah
5) Perdarahan bercak, (Pakrashi and Defranco, 2013)
6) Perasaan menekan daerah serviks, (Ionio et al., 2017)
7) Pemeriksaan serviks menunjukan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2cm dan
penipisan 50-80 %
8) Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika
9) Pada pemeriksaan USG jika didapat penurunan indeks cairan amnion (ICA)tanpa
adanya kecurigaan kelainan ginjal dan tidak adanya IUGR mengarah pada
kemungkinan KPD, selaput ketuban pecah dapat merupkan tanda awal terjadinya
persalinan preterm
Beberapa indikator dapat dipakai untuk meramalkan terjadinya persalinan preterm,
sebagai berikut :
1) Indikator klinik yang dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi dan pemendekan
serviks (secara manual maupun USG). Terjadinya ketuban pecah dini juga
meramalkan akan terjadinya persalinan preterm, (Ionio et al., 2017)
2) Indikator laboratorik. Indikator laboratorik yang bermakna antara lain : jumlah
leukocit dalam air ketuban (20/ml atau lebih), pemeriksaan CRP (>0,7 mg/dl),
pemeriksaan leukocit dalam serum ibu (>13.000/ml)
3) Indikator biokimia:
a) Fibronektin janin; peningkatan kadar fibronektin janin pad vagina, serviks dan
air ketuban memberikan indikasi adanya gangguan pada hubungan antara
korion dan desidua. Pada kehamilan 24 minggu atau lebih, kadar fibronektin
janin 50 ng/ml atau lebih mengindikasikan persalinan preterm.
b) Corticotropin releasing hormon (CRH); peningkatan CRH dini atau pada
trimester 2 merupakan indikator kuat untuk terjadinya persalinan preterm.
c) Sitokin inflamasi ; seperti IL-Iβ, IL-6. IL-8, dan TNF-α telah diteliti sebagai
mediator yang mungkin berperan dalam sintesis prostaglandin, (Pakrashi and
Defranco, 2013)
d) Isoferitin placenta; pada keadaan normal (tidak hamil) kadar isoferitin sebesar
10U/ml. Kadaranya meningkat secara bermakna selama kehamilan dan
mencapai puncak pad trimester akhir yaitu 54,8+53U/ml. Penurunan kadar
dalam serum akan beresiko terjadinya persalinan preterm.
e) Feritin; Rendahnya kadar feritin merupakan indikator yang sensitif untuk
keadaan kurang zat besi. Peningkatan ekspresi feritin berkaitan dengan berbagai
keadaan reaksi fase akut termasuk kondisi inflamasi. Beberapa peneliti
menyatakan ada hubungan antara peningkatan kadar feritin dan kejadian
penyulit kehamilan, termasuk persalinan preterm, (Goutaudier et al., 2011).
C. Diagnosis
1. Manifestasi Klinik
Menurut Owen (2003), gejala persalinan prematur sangat mirip dengan kasus
normal, sehingga lolos dari kewaspadaan medis. Tanda dan gejala tersebut yaitu :
a. Konstraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit
b. Rasa berat di panggul
c. Kejang uterus yang mirip dengan dismenorrhea
d. Keluarnya cairan pervaginam
e. Nyeri punggung.
2. Penegakan diagnosa
a. Terjadinya konstraksi
b. Pemeriksaan Laboratorium : Kultur urine , Gas dan pH darah janin , Darah tepi
ibu untuk membantu mengetahui jumlah leukosit , C – Reaktive Protein, ada
pada penderita infeksi akut dan dideteksi berdasarkan kemampuannya untuk
mempresipitasi fraksipolisakarida somatik nonspesifik kuman pneumococcus
yang disebut fraksi Crp dibentuk di hepatosit sebagai reaksi terhadap 1L-1 dan
1L-6 THF.
c. Amniosintesis : Menghitung Leukosit , Pewarnaan gram bakteri (+) positif ,
Kultur, Kadar 1L-1 dan 1L-6 ,Kadar Glukosa
d. Pemeriksaan Ultrasonografi : Oligohidramnion Goulk meneliti adanya hubungan
antara Oligohidramnion dengan korioamnionitis klini anterpartum. Vintzileous
mendapati hubungan antara oligohidramnion dengan koloni bakteri pada
amnion. Penipisan Serviks Lanis mendapati ketebalan serviks >3 cm pada
pemeriksaan USG 96 % dapat dipastikan akan terjadi persalinan prematur.
(Joseph HK, 2010)
D. Perencanaan
1. Perencanaan di faskes primer
a) Jelaskan keadaan ibu dan janin
b) Diskusikan masalah ibu saat ini
c) Berikan dukungan emosional
d) Sarankan ibu untuk bedrest untuk mengurangi kontraksi karena kemungkinan
terjadi persalinan prematur
e) Informed consent dan informed choice
f) Lakukan persiapan rujukan dengan BAKSOKU
g) Apabila rujukan tidak memungkinkan karena pembukaan sudah lengkap,
lakukan pertolongan persalinan normal dan persiapkan penanganan dan rujukan
bayi preterm dan berat badan rendah
E. Penatalakasanaan
1. Faskes Primer
a. Menjelaskan kondisi ibu saat ini bahwa ibu mengalami prematurus iminens atau
persalinan prematur, menjelaskan kondisi umum ibu. Menjelaskan bagaimana
kondisi bayi seperti DJJnya
b. Diskusikan masalah pada ibu bahwa prematurus iminens atau persalinan
prematur ini harus dilakukan tatalaksana lebih lanjut difasilitas kesehatan lanjut
untuk penatalaksanaan lebih lanjut
c. Memberikan informed consent dan informed choice dalan tatalaksana rujukan
d. Memberikan dukungan emosional agar ibu mampu menghadapi hal ini
e. Melakukan persiapan rujukan dengan BAKSOKU karena sebisa mungkin ibu
dirujuk dengan kondisi bayi in vitro dimana tempat rujukan terdapat NICU yang
harus siap dengan tenaga dan alat untuk bayi premature.
f. Apabila rujukan tidak memungkinkan karena pembukaan sudah lengkap,
dilakukan pertolongan persalinan normal dan persiapkan penanganan dan
rujukan bayi preterm dan berat badan rendah serta antisipasi kebutuhan resusitasi
(A.B Syaifuddin, 2002). Mempersiapkan pula kemungkinan komplikasi pada ibu
seperti retensio plasenta dan perdarahan pasca salin.
1. Faskes Lanjut
a. Menjelaskan kondisi saat ini saat ini bahwa ibu mengalami prematurus iminens
atau persalinan prematur, menjelaskan kondisi umum ibu. Menjelaskan
bagaimana kondisi bayi seperti DJJnya
b. Mendiskusikan masalah dengan ibu bahwa pada persalinan prematur ibu
memiliki risiko mengalami infeksi sehingga perlu diberikan antibiotik untuk
pencegahan (Manuaba, 2013). Pada janin memiliki risiko perdarahan
intrakranial, gangguan pernafasan akibat aspirasi air ketuban, asfiksia neonatus,
dan infeksi neonatus, sehingga kita perlu memberikan tokolitik untuk
pematangan paru janin, dan merencanakan persalinan yang aman untuk janin.
Jelaskan kepada ibu agar tetap semangat dan berpikir postif agar risiko-risiko
diatas akan kecil angka kejadiannya (Manuaba, 2013).
c. Melakukan informed consent dan informed choice untuk tindakan-tindakan
yang akan diberikan
d. Melakukan advis dokter dalam pemberian obat-obatan (Fadlun dan Feryanto,
2013)
1) Jika ditemukan tanda-tanda infeksi, segera berikan antibiotik. Semakin
berkembang penelitian yang mengatakan bahwa salah satu penyebab utama
persalinan prematur adalah infeksi/inflamasi (Samuel et al., 2019)
2) Memberikan tokolitik untuk pematangan paru janin
e. Jika ketuban masih intact: (Fadlun dan Feryanto, 2013)
1) Ibu dilakukan tirah baring dan pemantuan janin dan kontraksi dengan CTG
2) Melakukan advis dokter dalam pemberian obat-obatan seperti yang tertulis
diatas
3) Merencanakan bersama ibu persalinan prematur yang aman jika nantinya
persalinan prematur tidak bisa dihindari
4) Mempersiapkan perawatan neonatal dini yang intensif untuk bayi-bayi
premature
F. Evaluasi
1. Faskes Primer
a) Ibu mengerti dengan keadaan dirinya dan janinnya
b) Ibu mengerti bahwa dirinya perlu dilakukan rujukan
c) Ibu bersedian dirujuk informed consent dan informed choice
d) Ibu telah terlihat lebih tenang dan menerima keadaanya
e) Rujukan dengan BAKSOKU telah dilakukan
f) Persiapan persalinan normal dan penanganan dan rujukan bayi preterm dan berat
badan rendah, antisipasi kebutuhan resusitasi, dan antisipasi komplikasi telah
dilakukan
2. Faskes Lanjut
a) Ibu mengerti dengan keadaannya saat ini
b) Ibu mengerti risiko-risiko yang akan terjadi
c) Ibu bersedia dilakukan tindakan-tindakan yang dijelaskan diatas dan telah
menandatangani informed consent dan informed choice
d) Pemberian antibiotik dan tokolitik telah diberikan
e) Ibu telah dilakukan tirah baring dan kondisi janin dan kontraksi terpantau di
CTG, ibu telah menentukan persalinan yang ia inginkan sesuai anjuran kita,
persiapan perawatan neonatal telah disiapkan
f) Pemberian oksitosin dan persiapan SC telah dilakukan
g) Ibu telah diberikan makanan yang sesuai dengan nutrisi yang tertulis diatas
h) Ibu telah terlihat tenang dan menerima keadaannya sekarang.
DAFTAR PUSTAKA
Beck, S. et al. (2010) ‘The worldwide incidence of preterm birth: A systematic review of
maternal mortality and morbidity’, Bulletin of the World Health Organization,
88(1), pp. 31–38. doi: 10.2471/BLT.08.062554.
Born Too Soon: Epidemiologi global dari 15 juta kelahiran prematur, Hannah
Blencowe ,Simon Cousens ,2013 http://www.reproductive-health-
journal.com/content/10/S1/S2
CNN Indonesia. 2019. Mengenal Ragam Faktor Risiko Kelahiran Prematur. Available at:
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20191116011534-255-
448866/mengenal-ragam-faktor-risiko-kelahiran-prematur (Accessed: 18
September 2020).
Effect of maternal age on the risk of preterm birth: A large cohort study, Florent Fuchs,
Barbara Monet,Thierry Ducruet,Nils Chaillet,Francois Audibert,2018. PLOS
ONE. https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0191002
Epidemiology and Related Risk Factors of Preterm Labor as an obstetrics emergency, Ali
asghar Halimi asl,1,*Saeed Safari,2 and
Mohsen,Parvareshi,Hamrah,Emergency,https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/article
s/PMC5325899/
Fadlun dan Feryanto, 2013, Buku Asuhan Kebidanan Patologis, Jakarta: ECG
High preterm birth at Cipto Mangunkusumo Hospital as a national referral hospital in
Indonesia, Ali Sungkar, Adly NA Fattah, Raymond Surya, Medical Journal of
Indonesia https://mji.ui.ac.id/journal/index.php/mji/article/view/1454
Manuaba, 2013, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan, Jakarta: ECG
Oxorn, H., Forte, WR. 2010. Ilmu Kebidanan : Patologi & Fisiologi Persalinan.
Yogyakarta. Hal 581-602. Prawirohardjo, S. 2014. Ilmu Kebidanan. PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Hal: 667-675.