Oleh :
Dian Hosiana Pangaribuan
NIM 012023243011
LEMBAR PENGESAHAN
Surabaya, 2021
Mahasiswa
Mengetahui
DAFTAR ISI
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan kebidanan pada penderita
preklampsia/eklampsia
1
2
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat mengaplikasikan konsep dasar asuhan kebidanan
preklamsia/eklamsia kepada penderita sehingga dapat melakukan asuhan kebidanan
secara kompreshensif dan berkualitas.
1.3.2 Bagi pelayanan kesehatan
Laporan ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kebidanan.
1.3.3 Bagi institusi
Laporan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah referensi khususnya
tentang asuhan kebidanan pada ibu dengan preklamsia/eklamsia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
4
2) Ekskresi protein dalam urin ≥ 300mg/24 jam atau ≥+1 dipstik, rasio protein:
kreatinin: ≥0,3mg/dl
b. Preeklampsia berat
1) TD: Sistolik ≥ 160 mmHg, Diastolik ≥ 110 mmHg (penegakan diagnosis dapat
dilakukan segera)
2) Pembacaan dipstick reading of 2+ (jika metode lain tidak ada). Protein urine
dapat negatif jika ditemukan hal-hal dibawah ini:
3) Trombositopenia < 100.000
4) Gangguan fungsi hati. Peningkatan kadar transaminase 2x nilai normal, nyeri
perut kuadaran kanan atas atau nyeri epigastrium yang berat yang tidak
merespon dengan pengobatan dan hal tersebut bukan karena penyakit lain
5) Tanda insufisiensi renal, serum kreatinin > 1,1 mg/dl atau meningkat dua kali
padahal sebelumnya tidak memiliki penyakit ginjal
6) Edema paru
7) Gangguan serebral atau gangguan visual
4
5
2.1.4 Patofisiologi
Meskipun penyebab preeklampsia masih belum diketahui, ada beberapa
mekanisme preeklamsia yaitu iskemia uteroplasenta kronk, maladaptasi imun,
toksisitas lipoprotein densitas sangat rendah, genetic imprinting, peningkatan
apoptosis atau nekrosis trofoblas, dan respons inflamasi ibu yang berlebihan terhadap
trofoblas. Pengamatan yang lebih baru menunjukkan peran yang mungkin
menyebabkan ketidakseimbangan faktor angiogenik dalam patogenesis preeklamsia.
Ada kemungkinan bahwa kombinasi dari beberapa mekanisme diatas mungkin
bertanggung jawab untuk memicu spektrum klinis dari preeklamsia. Sebagai contoh,
terdapat bukti klinis dan eksperimental yang menunjukkan bahwa iskemia
6
infark arteri serebral, perdarahan intrakranial, atau penggunaan obat. Pada beberapa
kasus new onset terjadi setelah 48-72 jam post partum atau kejang dapat terjadi selama
pemberian magnesium sulfat (ACOG, 2019)
2.1.6 Diagnosis
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Ketika ibu UK ≥ 20 minggu datang, kita dapat melihat keadaan umum klien, jika
pasien telah mengalami impending eklampsia mungkin telah terjadi penurunan
kesadaran, namun pada preeklampsi biasanya ibu masih sadar. Ibu dengan preeklampsi
bisa datang tanpa keluhan, atau bengkak pada tungkai dan bagian lain. Pada gejala
berat, ibu dapat mengeluh pusing, sakit kepala, mual-muntah, nyeri epigastrium, dan
gangguan penglihatan (Fatmawati et al., 2017)
b. Pemeriksaan fisik
Kita dapat melakukan palpasi pada tungkai dan bagian lain untuk melihat oedem
(namun tanpa palpasi biasanya sudah terlihat). Dilakukan pemeriksaan tekanan darah,
jika ditemukan sistol ≥140mmHg dan diastol ≥80mmHg dapat dilakukan pemeriksaan
tensi ulang dengan jarak 4 jam, jika tetap atau bertambah dapat dikatakan preeklampsia
(jika sebelumnya ibu normotensi). Pada sistol ≥160mmHg dan diastol ≥110mmHg
dapat segera dikonfirmasi dan dilakukan intervensi (ACOG, 2019)
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan dipstick urine dapat dilakukan, dikatakan preeklampsia jika ≥ +1,
pemeriksaan urine jika ditemukan ekskresi protein ≥300mg/24 jam, protein/kreatin
rasio ≥0.3 mg/dL. Jika proteinuria tidak ditemukan dapat dilakukan pemeriksaan:
trombosit (<100.000), serum kreatinin (>1,1 mg), evaluasi konsentrasi darah pada hati
(dapat meningkat 2x dari konsentrasi normal). Dapat ditemukan edema paru dan
komplikasi sindrom HELLP (ACOG, 2019; POGI, 2016). Pemeriksaan gula darah
dapat dilakukan untuk mengkaji risiko DM/diaberes gestasional
2.1.7 Komplikasi
Preeklampsia yang tidak ditangani dapat menyebabkan eklampsia yang
menyebabkan kejang tonik-klonik, fokal, maupun multifokal (ACOG, 2019). Jika
berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan organ seperti edema paru, gagal
ginjal dan gagal hati, penyakit jantung, gangguan pembekuan darah, solusio plasenta,
stroke hemoragik dan Sindrom HELLP hingga jatuh dalam keadaan koma (Hemolysis,
8
Elevated Liver Enzymes and Low Platelet Count Syndrome). Komplikasi yang dapat
terjadi pada janin adalah pertumbuhan janin terhambat, lahir prematur, lahir dengan
berat badan rendah (IUGR), dan neonatal respiratory distress syndrome (NRDS)
(Lukas, 2016).
2.1.8 Penatalaksanaan
a. Di faskes primer
Ketika dilakukan pengkajian dan ditemukan ketidaknormalan atau salah satu tanda
preeklampsia dan ibu dan janin masih dalam keadaan baik, bidan dapat melakukan
rujukan ke faskes lanjutan atau ke poliklinik agar ibu mendapatkan segera pengobatan.
Jika ibu datang dalam keadaan PEB, impending eklampsia, atau eklampsia maka
bidan dapat melakukan pemberian magnesium sulfat melalui IV atau IM (rekomendasi
strong oleh WHO) sebagai loading dose (Sammour et al., 2011). Bidan juga sambil
melakukan stablisasi pasien seperti memasang oksigen jika diperlukan dan melakukan
persiapan rujukan. Jika perjalanan rujukan jauh dan waktu pemberian loading doses
sudah habis, maka dapat diberikan maintenance dose .
b. Di faskes lanjutan (Lukas, 2016)
1) UK < 37 minggu
a) Perawatan polikinik (manajemen ekspektatif)
Manajemen ekspestatif dilakukan apabila jika kondisi ibu dan janin baik.
Ibu dianjurkan kontrol 2 kali perminggu, melakukan evaluasi gejala
pemberatan preeklmapsia (tekanan darah, tanda impending, edemia paru,
melakukan cek laboratorium (trombosit, serum kreatinin, albumin, (AST/ALT)
setiap minggu, evaluasi kondisi janin (hitung fetal kick count/hari,
kesejahteraan janin (NST dan USG) 2 kali/minggu, evaluasi pertumbuhan
janin setaip 2 minggu), dan diberikan obat antihipertensi. Kehamilan
dipertahankan hingga usia kehamilan 37 minggu
b) Perawatan konservatif
Perawatan konservatif dilaksanakan pada ibu dengan UK < 34 minggu
yang mengalami pemberatan gejala seperti PEB. Ibu dilakukan terapi MgSO4
profilkasis (loading dose dan maintenance dose). Jika gejala tidak bertambah
parah, maka cukup dilakukan perawatan konservatif seperti evaluasi di kamar
bersalin selama 24-48 jam, rawat inap, berhentikan MgSO4 setelah 1x24 jam,
pemberian antihipertensi jika TD ≥ 160/110, pemberian pematangan paru 2x24
jam, dan evaluasi maternal-fetal secara berkala
c) Terminasi
Pada ibu UK >34 minggu yang mengalami PEB maka dilakukan terminasi
setelah stabilisasi. Namun jika UK <34 minggu dapat dilakukan terminasi jika
10
2.2.1 Pengkajian
1. Data subjektif
a. Identitas
Identitas meliputi nama, umur, alamat, pendidikan, pekerjaan, agama. Umur
perlu dikaji karena umur >35 th lebih berisiko mengalami preeklampsia, ada
beberapa litarur juga menyebutkan usia <20 th juga menjadi risiko.
b. Alasan kunjungan
Alasan kunjungan bervariasi tergantung kondisi ibu seperti kunjungan ulang
ANC, keluhan tungkai bengkak, sakit kepala, pandangan kabur, nyeri epigastrium,
mual-muntah. Di rumah sakit dapat berupa rujukan dari faskes primer, kunjungan
ulang poliklinik (pasien pada manajemen ekspektatif), atau kasus gawat darurat
eklampsia (kejang)
c. Keluhan utama
Pasien preeklampsi dapat tidak mempunyai keluhan atau sekedar oedema, jika
parah baru biasanya mengalami keluhan sakit kepala, pandangan kabur, nyeri
epigastrium, mual-muntah, hingga kejang.
d. Riwayat kehamilan saat ini
Riwayat kehamilan saat ini yang perlu dikaji adalah janin tunggal/multiple,
perkembangan janin (TBJ, DJJ, gerak janin), dan hasil ukuran TD yang lalu.
Kehamilan kembar dan IUGR merupakan faktor risiko preeklampsia. Gawat janin
merupakan salah satu alasan untuk dilakukan terminasi. Jika perhitungan TD yang
lalu nilai MAP >90 maka ada kemungkinan preeklampsi sudah lama terjadi.
e. Riwayat menstruasi
Riwayat menstruasi perlu dikaji untuk menghitung usia kehamilan dan tafsiran
persalinan. Preeklampsia dan eklampsia terjadi pada UK > 20 minggu. Usia
kehamilan juga dipakai sebagai pertimbangan untuk melakukan tindakan.
12
f. Riwayat obstetrik
Riwayat kejadian preeklampsi pada kehamilan selanjutnya merupakan salah
satu faktor risiko kuat preeklampsia. Kenaikan berat badan perlu dikaji. Kejadian
preeklampsia pada nulipara lebih banyak dibanding yang lain.
g. Riwayat penyakit
Ibu dengan kelainan kardiovaskuler, pregestational diabetes, gestational
diabetes thrombophilia, systemic lupus erythematosus, kelainan ginjal, sindrom
polikistik ovarium, dan infeksi maternal dapat meningkatkan kejadian
preekalmpsia
h. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga yang memiliki riwayat diabetes dan hipertensi dapat meningkatkan
kemungkinan diabetes dan hipertensi pada ibu, dimana ini saling berkaitan dengan
preeklampsia. Keluarga riwayat preeklampsia juga merupakan faktor risko.
i. Data psikososial
Perkembangan psikologis ibu hamil dapat dikaji seperti bagaimana perasaannya
saat kehamilan saat ini, karena pengobatan preeklampsi cukup panjang sehingga
diperlukan semangat yang kuat dari ibu. Pengkajian psikologis ibu hamil dapat
dilihat juga sesuai perubahan psikologis sesuai trimester.
j. Gaya hidup
Pasien perokok pasien/pasif (misal suami merokok) merupakan faktor risiko
k. Pola fungsional
1) Nutrisi. Pasien dengan pola makan tidak sehat dapat menyebabkan obseitas
yang mana merupakan faktor risiko preeklampsi.
2) Personal hygiene. Sebagai pengkajian umum
3) Seksual. Ibu hamil TM 3 (<37 minggu) dianjurkan tidak melakukan
hubungan seksual karena dapat menyebabkan persalinan preterm
2. Data objektif
a. Pemeriksaan umum
Keadaan umum: bervariasi tergantung klasifikasinya dari baik hingga buruk
Kesadaran: bervariasi tergantung klasifikasinya. Compos mentis umumnya
pada pasien preklampsia, namum pada eklampsia yang lama hingga berat
dapat hingga
Berat badan: obsesitas berisiko
13
2.2.5 Perencanaan
1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga
R/ Pasien dan keluarga harus diberikan informasi secara singkat namun jelas, cara
penyampaian juga harus caring, agar asuhan dapat berjalan dengan baik dan
komprehensif.
Faskes primer
2. Melakukan rujukan ke fasilitas lebih tinggi
R/ Preeklampsia bukan wewenang bidan. Jika keadaan ibu dan janin masih baik
(preeklampsia) maka dapat dilakukan rujukan ke poliklinik, namun jika keadaan sudah
berat (PEB), gawat janin, impending eklampsi, atau lakukan penanganan segera dan
stabilisasi pasien. Jika tempat rujukan jauh dapat melanjutkan maintenance dose.
Faskes sekunder
2. Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis obstetri dan ginekologi dalam
manajemen ekspestatif
R/ Dilakukan pada ibu UK < 37 minggu pada keadaan ibu dan janin masih baik.
Bertujuan memperbaiki luaran perinatal dengan mengurangi morbiditas neonatal serta
memperpanjang usia kehamilan tanpa membahayakan ibu. Hal-hal yang dilakukan
adalah:
a. Menganjurkan ibu kontrol 2x/minggu untuk evaluasi pemberatan preeklampsi
dan menghitung gerakan janin tiap hari
b. Kolaborasi dengan pihak laboratorium untuk pengecekan trombosit, serum
kreatinin, albumin, (AST/ALT) setiap minggu
15
2.2.6 Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan dilaksanakan berdasarkan rencana asuhan kebidanan yang
telah ditetapkan sebelumnya untuk mencapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan.
2.2.7 Evaluasi
Evaluasi bertujuan untuk menilai apakah tindakan yang di berikan sudah sesuai dengan
perencanaan serta menilai apakah rencana asuhan yang di berikan cukup efektif. Hasil
evaluasi yang diharapkan pada preeklampsia adalah adalah:
1. Pasien memahami dan menerima kondisi dirinya
2. Pasien dapat dirujuk tepat waktu
3. Pada manajemen ekspestatif, ibu dapat dipertahankan kehamilannya hingga UK 37
minggu
4. Pada perawatan konservatif, ibu dapat diperahankan kehamilanya hingga UK >34
minggu
5. Pada terminasi, ibu dapat menerima keadaan dirinya dan terminasi berjalan lancar
(ibu dan janin sehat)
6. Ibu terlihat lebih tenang
2.2.8 Pendokumentasian
Asuhan kebidanan yang diberikan kepada klien membutuhkan pencatatan dan
pelaporan yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menuntut tanggung jawab dan
tanggung gugat dari berbagai permasalahan yang mungkin dialami oleh klien dan
bidan berkaitan dengan pelayanan yang diberikan. Dokumentasi kebidanan juga
dipakai sebagai informasi tentang status kesehatan pasien pada semua kegiatan asuhan
kebidanan yang dilakukan oleh bidan (Handayani & Mulyati, 2017)
DAFTAR PUSTAKA
ACOG. (2019). ACOG Practice Bulletin No. 202: Gestational Hypertension and
Preeclampsia. Obstetrics and Gynecology, 133(1), e1–e25.
https://doi.org/10.1097/AOG.0000000000003018
Apriyana, N. (2021). Peran Magnesium Sulfat Dalam Penatalaksanaan Preeklampsia.
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 3(1), 9–20. Retrieved from
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/download/83
/65
Fatmawati, L., Sulistyono, A., Basuki Notobroto, H., Magister Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya, P.,
Soetomo Surabaya Bagian Obstetri dan Ginekologi KFM, R., & Biostatistika
dan Kependudukan FKM Unair Surabaya, D. (2017). Pengaruh Status
Kesehatan Ibu Terhadap Derajat Preeklampsia/Eklampsia di Kabupaten Gresik.
Sistem Kesehatan, 20(2), 52–58. Retrieved from
https://media.neliti.com/media/publications/63735-ID-pengaruh-status-
kesehatan-ibu-terhadap-d.pdf
Gustri, Y., Januar Sitorus, R., & Utama, F. (2016). Determinants Preeclampsia in
Pregnancy At Rsup Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat, 7(3), 209–217. https://doi.org/10.26553/jikm.2016.7.3.209-217
Handayani, S. R., & Mulyati, T. S. (2017). Bahan Ajar Dokumentasi Kebidanan (1st
ed.). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Indah, S. N., & Apriliana, E. (2016). Hubungan antara Preeklamsia dalam Kehamilan
dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir. Majority, 5(5), 55–60.
https://doi.org/10.31539/jks.v2i2.651
Irawati, I., Ahmad, M., & Syarif, S. (2018). Optimasi sistem pakar deteksi dini
preeklampsia berbasis mobile di puskesamas Jumpandang baru Makassar.
Jurnal Ners Dan Kebidanan (Journal of Ners and Midwifery), 5(2), 159–162.
https://doi.org/10.26699/jnk.v5i2.art.p159-162
Lukas, E. (2016). PENANGANAN TERKINI PREEKLAMSIA. Divisi
Fetomaternal, Departemen Obgyn FK Unhas / RS Dr.Wahidin Sudirohusodo
Makassar. Retrieved from https://med.unhas.ac.id/obgin/wp-
content/uploads/2016/08/PENANGANAN-TERKINI-PEB-EL-final.pdf
17
18
Mayrink, J., Souza, R. T., Feitosa, F. E., Rocha Filho, E. A., Leite, D. F., Vettorazzi,
J., … Silva, M. A. (2019). Incidence and risk factors for Preeclampsia in a
cohort of healthy nulliparous pregnant women: a nested case-control study.
Scientific Reports, 9(1), 1–9. https://doi.org/10.1038/s41598-019-46011-3
Meazaw, M. W., Chojenta, C., Muluneh, M. D., & Loxton, D. (2020). Systematic
and meta-analysis of factors associated with preeclampsia and eclampsia in sub-
Saharan Africa. PLoS ONE, Vol. 15.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0237600
https://doi.org/10.26699/jnk.v6i1.ART.p027
Peres, G., Mariana, M., & Cairrão, E. (2018). Pre-Eclampsia and Eclampsia: An
Update on the Pharmacological Treatment Applied in Portugal. Journal of
Cardiovascular Development and Disease, 5(1), 3.
https://doi.org/10.3390/jcdd5010003
POGI. (2016). Preeklamsi PNPK POGI/Kemenkes 2016. 1–57.
Quan, L. M., Xu, Q. L., Zhang, G. Q., Wu, L. L., & Xu, H. (2018). An analysis of
the risk factors of preeclampsia and prediction based on combined biochemical
indexes. Kaohsiung Journal of Medical Sciences, 34(2), 109–112.
https://doi.org/10.1016/j.kjms.2017.10.001
Sammour, M. B., El-Kabarity, H., Fawzy, M. M., & Schindler, A. E. (2011). WHO
recommendations for Prevention and treatment of pre-eclampsia and eclampsia.
In Journal of Steroid Biochemistry & Molecular Biology (Vol. 97). WHO.