Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS

PREEKLAMPSIA DENGAN GAMBARAN BERAT

Oleh:
I Komang Sutama Arta (2002612124)
Nicole Anne Teng Ai Ming (2002612128)
Sarasukma Maharani (2002612130)

Penguji:
dr. I Made Sudarmayasa, Sp.OG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DEPARTEMEN/KSM OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUD WANGAYA
2022
LAPORAN KASUS

PREEKLAMPSIA DENGAN GAMBARAN BERAT

Oleh:
I Komang Sutama Arta (2002612124)
Nicole Anne Teng Ai Ming (2002612128)
Sarasukma Maharani (2002612130)

Penguji:
dr. I Made Sudarmayasa, Sp.OG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DEPARTEMEN/KSM OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUD WANGAYA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Preeklampsia
dengan Gambaran Berat” tepat pada waktunya. Laporan kasus ini dibuat dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya (KKM) di Departemen/KSM Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Dalam penyusunan laporan
kasus ini, penulis memperoleh banyak bimbingan, petunjuk dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. dr. Tjok Gde Agung Suwardewa, Sp.OG(K), selaku Ketua
Departemen/KSM Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RSUP Sanglah
Denpasar.
2. Dr. dr. I Gede Ngurah Harry Wijaya Surya, Sp.OG(K) selaku koordinator
pendidikan profesi Departemen/KSM Obstetri dan Ginekologi FK
Unud/RSUP Sanglah Denpasar.
3. dr. I Made Sudarmayasa, Sp.OG selaku penguji dalam laporan kasus ini.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna
karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca.

Denpasar, Mei 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
2.3 Faktor Risiko
2.4 Patofisiologi
2.5 Diagnosis
2.6 Diagnosis Banding
2.7 Tatalaksana
2.8 Komplikasi
2.9 Prognosis
BAB III LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
3.2 Anamnesis
3.3 Pemeriksaan Fisik
3.4 Pemeriksaan Penunjang
3.5 Diagnosis Kerja
3.6 Penatalaksanaan
3.7 Perjalanan Persalinan
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

Hipertensi pada kehamilan didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 140


mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih. Tekanan darah
harus meningkat pada selang waktu 4 jam sebelum diagnosis hipertensi dilakukan.
Hipertensi dalam kehamilan dapat diklasifikasikan menjadi lima yaitu, pertama
preeklampsia merupakan hipertensi onset baru (tekanan darah> 140 mmHg sistolik dan
/ atau> 90 mmHg diastolik) setelah 20 minggu dan proteinuria atau dengan tidak
adanya proteinuria, disertai edem. Kedua, eklampsia merupakan kejang pada wanita
dengan preeklampsia. Ketiga, hipertensi kronik Hipertensi yang mendahului kehamilan
atau didiagnosis sebelum 20 minggu kehamilan. keempat, hipertensi kronik dengan
superimposed preeclampsia merupakan penderita hipertensi kronis yang mengalami
preeklampsia. Kelima, hipertensi gestasional merupakan Hipertensi setelah 20 minggu
tanpa proteinuria atau tanda/gejala preeklampsia.1

Di Indonesia, hipertensi dalam kehamilan menduduki peringkat kedua tertinggi


penyebab kematian ibu setelah perdarahan. Dalam hal ini preeklampsia berat
merupakan penyebab terbesar dalam kelompok hipertensi dalam kehamilan yang
menimbulkan komplikasi hingga menyebabkan kematian ibu.2

Sampai saat ini terjadinya preeklampsia belum diketahui penyebabnya, tetapi


ada yang menyatakan bahwa preeklampsia dapat terjadi pada kelompok tertentu
diantaranya yaitu ibu yang mempunyai faktor penyabab dari dalam diri seperti umur
karena bertambahnya usia juga lebih rentan untuk terjadinya peningkatan hipertensi
kronis dan menghadapi risiko lebih besar untuk menderita hipertensi karena kehamilan,
riwayat melahirkan, keturunan, riwayat kehamilan, riwayat preeklampsia.1

Preeklampsia biasanya terjadi pada kehamilan trimester ketiga, walaupun pada


beberapa kasus dapat termanifestasi lebih awal. Jika tidak segera diterapi, preeklampsia
dapat menyebabkan morbiditas yang tinggi hingga kematian. Oleh karena itu antenatal
care yang baik untuk mencari tanda-tanda preeklampsia sangat penting dilakukan
untuk mencegah preeklampsia berat dan eklampsia, selain itu pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan sangat dianjurkan untuk penanganan komplikasi obstetrik yang
mungkin timbul pada ibu dan janin. Pelayanan antenatal care yang kurang baik dapat
menyebabkan masalah kesehatan pada masa kehamilan yang tidak dapat ditangani.
Deteksi dini adanya preeklampsia sangat diperlukan untuk dapat mendiagnosis dan
memberikan penanganan yang segera untuk mencegah terjadinya mortalitas dan
morbiditas yang tinggi pada ibu dan janin.1
BAB II
TINAJUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Menurut The American College of Obstetrics and Gynecology
(ACOG), preeklampsia adalah hipertensi dengan tekanan sistolik >140 mmHg
dan tekanan diastolik >90 mmHg yang dideteksi setelah 20 minggu usia gestasi
yang muncul pada ibu hamil yang sebelumnya normotensi. Gejala hipertensi
disertai dengan proteinuria >300 mg/24 jam urin atau rasio protein/kreatinin 0.3
atau dipstick +1.1
Menurut Nugroho, Preeklampsia adalah hipertensi pada kehamilan
yang ditandai dengan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah umur kehamilan
20 minggu, disertai dengan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam. 3
Preeklampsia berat adalah hipertensi dimana tekanan darah sistolik di
atas >160 mmHg atau tekanan diastolik >110 mmHg disertai dengan
proteinuria 5gr/24 jam urin, trombositopenia <100,000 mL, seringkali disertai
dengan edema paru, oliguria, dan gangguan fungsi hati gangguan visus dan
serebral disertai sakit kepala yang menetap, nyeri epigastrium yang menetap,
peningkatan enzim hepar (alanine aminotransferase [ALT] atau aspartate
aminotransferase [AST]) dan Sindrom HELLP.1
2.2 Epidemiologi
Menurut World Health Organization (WHO), hipertensi dalam
kehamilan masih merupakan salah satu dari lima penyebab utama kematian ibu
di dunia, yaitu berkisar 12%. Prevalensi hipertensi dalam kehamilan bervariasi
di berbagai tempat, yakni berkisar 2,6-7,3% dari seluruh kehamilan.3

Di negara-negara berkembang insidensi preeklampsia sekitar 3-10%


dan eklampsia 0,3-0,7% kehamilan. Di Indonesia, preeklampsia menempati
urutan kedua sebagai penyebab kematian ibu setelah perdarahan. Angka
kejadian preeklampsia di RSUP Dr. Kariadi Semarang pada tahun 2010 adalah
11,86% dari 1973 persalinan dengan angka kematian maternal 2,1%.2

Data epidemiologi preeklampsia di Indonesia juga banyak diketahui


melalui penelitian di rumah sakit besar di seluruh Indonesia. Suatu studi kohort
retrospektif pada tahun 2016 di tujuh rumah sakit rujukan di Medan, Bandung,
Semarang, Solo, Surabaya, Bali, dan Manado mendapatkan 1.232 kasus
preeklampsia dalam 1 tahun.2

Preeklampsia menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan


baik dari segi maternal maupun neonatal. Preeklampsia menyebabkan >70.000
kematian maternal dan 500.000 kematian fetus di seluruh dunia setiap
tahunnya. Angka kematian tersebut bertanggungjawab terhadap 14% sebab
kematian ibu di dunia.3

2.3 Faktor Risiko


Sampai saat ini, belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab
terjadinya preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah
faktor yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut
meliputi:4,5
a. Usia

Duckitt melaporkan peningkatan risiko preeklampsia hampir dua kali


lipat pada wanita hamil berusia <20 tahun dan >40 tahun, baik pada primipara
maupun multipara. Ibu hamil < 20 tahun mudah mengalami kenaikan tekanan
darah dan lebih cepat menimbulkan kejang, sedangkan umur lebih 35 tahun
juga merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia. Karena
bertambahnya usia juga lebih rentan untuk terjadinya peningkatan insiden
hipertensi kronis dan menghadapi risiko lebih besar untuk menderita hipertensi
karena kehamilan.
b. Gravida

Kehamilan dengan preeklampsia lebih umum terjadi pada primigravida,


keadaan ini disebabkan secara imunologik pada kehamilan pertama
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna
sehingga timbul respon imun yang tidak menguntungkan terhadap
histocompatibility placenta. Preeklampsia mengenai 3 sampai 8 persen ibu
hamil, terutama primigravida pada kehamilan trimester kedua. Pada
primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan
multigravida, terutama primigravida muda

c. Jarak antara kehamilan


Jarak kehamilan juga merupakan faktor risiko. Wanita multipara dengan
jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih memiliki risiko preeklampsia
hampir sama dengan nulipara. Robillard, dkk melaporkan bahwa risiko
preeklampsia semakin meningkat sesuai dengan lamanya interval dengan
kehamilan pertama.

d. Riwayat Preeklampsia sebelumnya


Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya merupakan faktor
risiko utama dimana risiko ini meningkat hingga 7 kali lipat. Kehamilan pada
wanita dengan riwayat preeklampsia sebelumnya berkaitan dengan tingginya
kejadian preeklampsia berat, preeklampsia onset dini, dan dampak perinatal
yang buruk. Riwayat preeklampsia pada keluarga juga meningkatkan risiko
hampir 3 kali lipat.

e. Kehamilan multiple
Sibai dkk menyatakan bahwa kehamilan ganda memiliki tingkat risiko yang
lebih tinggi untuk menjadi preeklampsia dibandingkan kehamilan normal.
Kehamilan kembar meningkatkan risiko preeklampsia hampir 3 kali lipat,
sedangkan kehamilan triplet memiliki risiko hampir 3 kali lipat dibandingkan
kehamilan duplet.

d. Obesitas
Hubungan antara berat badan ibu dan resiko preeklampsia sangat progresif.
Obesitas merupakan faktor risiko preeklampsia dan risiko semakin besar seiring
semakin besarnya IMT.Risiko meningkat 4,3% pada wanita dengan BMI <20
kg/m2 dan risiko meningkat 13,3% pada ibu dengan BMI > 25 kg/m2.

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya hipertensi dalam kehamilan masih belum dapat
dipastikan hingga saat ini. Namun, terdapat beberapa teori yang berkembang
mengenai proses terjadinya preeklampsia. Teori-teori tersebut adalah teori
kelainan vaskularisasi plasenta, teori iskemik, radikal bebas dan disfungsi
endotel, teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin, teori adaptasi
kardiovaskuler, teori defisiensi genetik, teori defisiensi gizi dan teori
inflamasi.6,7,8
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim, dan plasenta mendapatkan aliran darah
dari cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah
tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata
memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi
arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteri spinalis. Pada hamil
normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam
lapisan otot arteri spinalis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut
sehingga terjadi dilatasi arteri spinalis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan
sekitar arteri spinalis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan
memudahkan lumen arteri spinalis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi
dan vasodilatasi lumen arteri spinalis ini memberi dampak penurunan tekanan
darah, penurunan resisten vaskuler, dan peningkatan aliran darah pada daerah
uteroplasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi
jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan
baik. Proses ini dinamakan “remodeling arteri spinalis”.
Pada hipertensi kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot
arteri spinalis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spinalis
menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spinalis tidak
memungkingkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri
spinalis relatif mengalami vasokontriksi dan terjadi kegagalan “remodeling
arteri spinalis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan perubahan-
perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis hipertensi dalam kehamilan
selanjutnya. Diameter rata-rata arteri spinalis pada kehamilan normal adalah
500 mikron, sedangkan pada preeklampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil
normal vasodilatasi lumen arteri spinalis dapat meningkatkan 10 kali aliran
darah ke uteroplasenta.
2. Teori iskemik, radikal bebas, dan disfungsi endotel
a. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi
dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spinalis”, dengan akibat
plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia
menghasilkan oksidan atau radikal bebas. Radikal bebas adalah senyawa
penerima elektron atau atom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak
berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia
adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel
endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah
suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan
tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin dahulu mungkin
dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu
hipertensi dalam kehamilan disebut ”toksemia”. Radikal hidroksil merusak
membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi
peroksida lemak. Peroksida lemak selain merusak dan protein sel endotel.
Produksi oksidan atau radikal bebas dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu
diimbangi produksi antioksidan.
b. Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel
endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan
membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan
rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut “disfungsi endotel”.
3. Teori imunologik antara ibu dan janin
Konsep dari maternal fetal (paternal) maladaptasi imunologik menjadi
implikasi umum sebagai penyebab preeklampsia. Implantasi fetoplasenta ke
permukaan miometrium membutuhkan beberapa elemen yaitu toleransi
imunologik antara fetoplasenta dan maternal, pertumbuhan trofoblas yang
melakukan invasi ke dalam lumen arteri spiralis dan pembentukan sistem
pertahanan imun. Komponen fetoplasenta yang melakukan invasi ke
miometrium melalui arteri spiralis secara imunologik menimbulkan dampak
adaptasi dan maladaptasi yang sangat penting dalam proses kehamilan.
Dampak adaptasi menyebabkan tidak terjadi penolakan hasil konsepsi yang
bersifat asing, hal ini disebabkan karena adanya Human Leukocyte Antigen
Protein G (HLA-G) berperan penting dalam modulasi sistem imun. HLA-G
pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer
(NK) ibu dan mempermudah invasi sel trofoblas ke jaringan desidua ibu.
Sebaliknya pada plasenta hipertensi dalam kehamilan terjadi penurunan HLA-
G yang kemungkinan menyebabkan terjadinya maladaptasi.
Maladaptasi diikuti dengan peningkatan rasio sel T yaitu T-helper 1/T-
helper 2 menyebabkan peningkatan produksi sitokin proinflamasi. Pada sel
Thelper1 menyebabkan peningkatan TNFα dan peningkatan INFy sedangkan
pada T-helper 2 menyebabkan peningkatan IL-6 dan penurunan TGFB1.
Peningkatan inflamasi sitokin menyebabkan hipoksia plasenta sehingga hal ini
membebaskan zat-zat toksis beredar dalam sirkulasi darah ibu yang
menyebabkan terjadinya stress oksidatif. Stress oksidatif bersamaan dengan zat
toksik yang beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel pembuluh
darah yang disebut disfungsi endotel.
4. Teori adaptasi kardiovaskuler
Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-
bahan vasopressor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap
rangsangan bahan vasopressor atau dibutuhkan kadar vasopressor lebih tinggi
untuk menimbulkan respons vasokontriksi. Pada kehamilan normal terjadi
refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopressor adalah akibat dilindungi
oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini
dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopressor hilang bila diberi
prostaglandin sintesis inhibitor (bahan yang menghambat produksi
prostaglandin). Prostaglandin ini dikemudian hari ternyata adalah prostasiklin.
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokontriksi dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan
vasopressor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan
vasopressor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap
bahan vasopressor.
5. Teori genetik
Preeklampsia merupakan penyakit poligenik multifaktorial. Risiko anak
perempuan mengalami preeklampsia dari ibu dengan riwayat preeklampsia
adalah 20-40%, 11-37% preeklampsia diderita oleh saudara kandung ibu
penderita preeclampsia, dan 22-47% pada wanita kembar mengalami
preeklampsia. Predisposisi herediter preeklampsia merupakan hasil interaksi
dari ratusan gen yang diturunkan dari maternal maupun paternal yang
mengontrol fungsi metabolik dan enzimatik di setiap sistem organ. Ekspresi gen
ini akan berbeda pada setiap orang tergantung pula dengan interaksi terhadap
faktor lingkungan.
2.5 Diagnosis
Menegakkan diagnosis dari preeklampsia dan preeklampsia berat dapat
dilakukan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan berdasarkan adanya
hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem
organ lainnya pada usia kehamilan di atas 20 minggu, adapun definisi lain dari
preeklampsia adalah hipertensi onset baru yang disertai dengan proteinuria.
Pada penegakkan diagnosis hipertensi, hipertensi adalah tekanan darah dengan
minimal 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik. Sedangkan hipertensi
berat adalah tekanan darah minimal 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolik. Dalam menentukan seseorang memiliki proteinuria, proteinuria dapat
ditetapkan bila ekskresi protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes
urin dipstick lebih dari +1. Namun, karena kemungkinan positif palsu yang
tinggi, pemeriksaan tes urin dipstick hanya dapat digunakan sebagai tes skrining
dan harus dikonfirmasi kembali dengan pemeriksaan protein urin 24 jam atau
rasio protein banding kreatinin. Preeklampsia sendiri masih sulit untuk
dilakukan diagnosis secara definitif, sehingga kelompok kerja the American
College of Obstetricians and Gynecologists merekomendasikan untuk ibu hamil
melakukan kunjungan prenatal secara berkala apabila Ia sudah dicurigai
memiliki preeklampsia. Hal ini dikarenakan meningkatnya tekanan darah
sistolik dan diastolik dapat terjadi karena adanya perubahan fisiologis normal
atau memang adanya tanda perkembangan patologis.4
Kriteria diagnosis dari preeklampsia oleh ACOG 2020 adalah adanya
tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih atau diastolik 90 mmHg atau lebih
dalam 2 pengukuran dengan minimum jeda 4 jam pada 20 minggu usia
kehamilan atau lebih dan sebelumnya memiliki tekanan darah normal dengan
adanya proteinuria 300 mg atau lebih per 24 jam urin, atau rasio urine protein
banding kreatinin 0.3 mg/mmol, atau pembacaan dipstick proteinuria 2+ (hanya
bila metode kuantitatif tidak). Namun, apabila proteinuria ditemukan negatif,
preeklampsia dapat ditegakan dengan onset baru hipertensi dengan onset baru
salah satu dari berikut:5

● Trombositopenia (platelet <100x109/L)

● Insufisiensi renal (serum kreatinin >1,1mg/dL atau meningkatnya serum


kreatinin 2 kali lipat tanpa adanya penyakit ginjal sebelumnya)

● Gangguan fungsi hati (peningkatan konsentrasi liver transaminase 2 kali dari


batas normal)

● Edema paru

● Nyeri kepala onset baru yang tidak berpengaruh dengan obat, dan tidak
berhubungan dengan diagnosis lain, atau gangguan visual.

Sedangkan dalam penegakkan diagnosis preeklampsia berat, perlu


ditemukan adanya salah satu dari beberapa kriteria yakni:9

● Hipertensi dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan
darah diastolik 110 mmHg atau lebih dalam 2 kali pengukuran dengan jeda
waktu 4 jam (kecuali pada waktu ini obat antihipertensi sudah diberikan)

● Trombositopenia (platelet <100x109/L)

● Insufisiensi renal (serum kreatinin >1,1mg/dL atau meningkatnya serum


kreatinin 2 kali lipat tanpa adanya penyakit ginjal sebelumnya, atau ratio
protein banding kreatinin 0.3 atau lebih)

● Gangguan fungsi liver dengan tanpa diagnosis lain (peningkatan liver


transaminase 2 kali lipat dari batas atas normal, atau nyeri persisten perut
kanan atas, atau nyeri epigastrik, yang tidak membaik dengan pengobatan

● Edema paru
● Nyeri kepala onset baru yang tidak berpengaruh dengan obat, dan tidak
berhubungan dengan diagnosis lain, atau gangguan visual.

● Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi


uteroplasenta (oligohidramnion, fetal growth restriction, atau didapatkan
absent atau reversed end diastolic velocity)

Menurut Panduan Praktis Klinis RSUP Sanglah tahun 2015 adapun


kriteria diagnosis dari Preeklampsia ringan dan berat adalah.10

Preeklampsia Ringan: Tekanan darah sistolik ≥ 140 sampai < 160 mmHg,
tekanan darah diastolik ≥ 90 sampai <110 mmHg dan proteinuria >0,3 g/L atau
+2.

Preeklampsia Berat: Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg, tekanan darah


diastolik ≥110 mmHg dan proteinuria >5gr/24 jam atau +4, oliguria, edema
paru atau sianosis, sindrom HELLP dan tanda- tanda impending eklampsia

● HELLP sindrom: Platelet <100 x 109/L, SGOT/SGPT >70, dan LDH >600
● Impending eklampsia: nyeri kepala frontal, penglihatan kabur dan nyeri
perut kuadran kanan atas
Oliguria: produksi urin <500 cc/24 jam

2.6 Diagnosis Banding


Beberapa penyakit pada kehamilan yang memiliki gejala serupa dengan
preeklampsia berat antara lain:9
1. Gestasional hipertensi
Tekanan darah ≥140/90 mmHg pertama kalinya dalam kehamilan >20 minggu
tanpa disertai proteinuria dan tekanan darah kembali normal setelah 12 minggu
postpartum.
2. Superimposed preeklampsia
Merupakan preeklampsia pada pasien hipertensi kronis, dimana pasien
sebelumnya telah memiliki riwayat hipertensi sebelum kehamilan disertai
proteinuria.
3. Eklampsia
Kejang-kejang pada ibu hamil, bersalin dan nifas dengan atau tanpa penurunan
kesadaran, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala pre-eklampsia dan
tidak dapat dibuktikan adanya penyebab yang lain.
4. Hipertensi Kronis
Tekanan darah ≥140/90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20
minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu postpartum.
5. Kehamilan dengan Sindrom Nefrotik
Pasien hamil dengan penyulit penyakit sindroma nefrotik juga dapat memiliki
gambaran klinis dan laboratorium menyerupai preeklampsia berat seperti
hipertensi, edema dan proteinuria.

2.7 Tatalaksana
Penatalaksanaan preeklampsia bergantung dari usia gestasi dan tingkat
keparahan penyakit. Tujuan dari penatalaksanaan preeklampsia adalah untuk
mengontrol tekanan darah, meminimalisir trauma pada saat terminasi
kehamilan bagi ibu dan bayi, melahirkan bayi yang mampu hidup di lingkungan
luar kandungan, dan juga untuk melakukan asuhan yang baik terhadap ibu.
Tujuan ini dapat dicapai dengan merumuskan rencana manajemen yang
mempertimbangkan faktor-faktor berikut: kehamilan janin, status ibu dan janin
pada saat penilaian awal, adanya persalinan, atau pecahnya membran janin.11
Preeklampsia berat pada ibu hamil harus segera dirawat inap. Tirah
baring total sudah tidak direkomendasikan lagi pada pasien dengan
preeklampsia. Selain karena efektivitasnya yang rendah, tirah baring justru
menjadi faktor risiko terjadinya tromboemboli. Sebaiknya lebih dianjurkan
untuk melakukan tirah baring dengan posisi miring ke kiri ketika pasien sedang
tidur guna menghilangkan tekanan pada vena kava inferior sehingga
meningkatkan aliran darah balik ke jantung. Selain pemantauan tekanan darah
dan protein urin secara berkala, pemeriksaan non stress test (NST dengan
menggunakan CTG cardiotocography) direkomendasikan untuk dilakukan dua
kali seminggu sampai waktu persalinan. Pada saat rawat inap, diberikan infus
ringer laktat atau ringer dekstrose 5%.11,12

Gambar 2.1 Kriteria Terminasi Kehamilan13

Pemberian magnesium sulfat tidak direkomendasikan pada pasien


preeklampsia tanpa gejala berat dengan tekanan darah sistolik ≤ 160 mmHg
atau diastolik ≤ 110 mmHg. Pemberian MgSO4 hanya direkomendasikan pada
preeklampsia berat atau dengan keluhan sakit kepala, penurunan visus, nyeri
pada kuadran atas kanan perut dan tanda kejang. Hal ini dikarenakan tekanan
darah pada pasien preeklampsia akan mudah berubah selama kehamilan,
sehingga butuh pengawasan terhadap tekanan darah pasien. Jika tekanan darah
meningkat dan mengarah ke perburukan keadaan pasien maka pemberian
magnesium sulfat direkomendasikan pada saat tersebut.11,12
2.7.1 Cara Pemberian Magnesium Sulfat (MgSO4):
1. Dosis Inisial
4g MgSO4 40% dibuat dengan cara mengencerkan 10 ml larutan
MgSO4 dalam 10 ml aquades, diberikan bolus (IV) selama 10-15 menit. Segera
dilanjutkan dengan 6 g MgSO4 40% dibuat dengan cara melarutkan 15 ml
larutan MgSO4 ke dalam 500 ml RL, habis dalam 6 jam. Jika kejang berulang
setelah 15 menit, berikan 2 g MgSO4 40% dibuat dengan cara mengencerkan 5
ml larutan MgSO4 dalam 5 ml aquades, diberikan bolus (IV) selama 5
menit.11,12
2. Dosis Rumatan
Larutan MgSO4 40% 1 g/jam dimasukkan melalui cairan infus Ringer
Laktat (RL)/Ringer Asetat (RA) yang diberikan sampai 24 jam pasca
persalinan. Pemberian MgSO4 memiliki syarat-syarat pemberian yang harus
terpenuhi, yaitu:9,10
● Harus tersedia antidotum MgSO4 yakni Ca Gluconas 10%
● Refleks patella pasien normal
● Frekuensi pernapasan ≥16 kali/menit dan tidak ada tanda-tanda distress
pernapasan
Pemberian magnesium sulfat harus dihentikan jika ada tanda-tanda
keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, reflek fisiologis menurun, fungsi
jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan. Magnesium sulfat dihentikan 24
jam pasca persalinan atau 24 jam pasca kejang terakhir. Bila timbul gejala dan
tanda intoksikasi MgSO4, maka diberikan injeksi Kalsium Glukonat 10%
dalam 10 cc I.V. pelan dalam 3 menit. Bila kejang lagi setelah pemberian dosis
awal maupun lanjutan , dapat diberikan lagi MgSO4 20% 2 gram IV. Dan
apabila tetap kejang (refrakter terhadap MgSO4 ) dapat diberikan salah satu
regimen dibawah ini :11
a. 100 mg IV sodium thiopental
b. 10 mg IV diazepam
c. 250 mg IV sodium amobarbital
2.7.2 Manajemen Ekspektatif atau Aktif
Tujuan dari manajemen ekspektatif adalah memperbaiki luaran
perinatal dengan mengurangi morbiditas neonatus serta memperpanjang usia
kehamilan tanpa membahayakan ibu. Menurut POGI (2016) Manajemen
ekspektatif tidak meningkatkan kejadian morbiditas maternal seperti gagal
ginjal, sindrom HELLP, angka seksio sesar, atau solusio plasenta. Sebaliknya
dapat memperpanjang usia kehamilan, serta mengurangi morbiditas perinatal
seperti penyakit membran hialin, necrotizing enterocolitis, kebutuhan
perawatan intensif dan ventilator serta lama perawatan. Berat lahir bayi rata –
rata lebih besar pada manajemen ekspektatif. Manajemen ekspektatif ini
direkomendasikan pada kasus preeklampsia tanpa gejala berat dengan usia
kehamilan kurang dari 37 minggu dengan evaluasi maternal dan janin yang
lebih ketat. Evaluasi ketat yang dilakukan antara lain adalah:11
a. Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh pasien
b. Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinik
c. Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu
d. Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan 2 kali
dalam seminggu)
e. Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi
menggunakan doppler velocimetry terhadap arteri umbilikal
direkomendasikan.
Kehamilan harus segera diakhiri tanpa memandang umur kehamilan
bila dijumpai: kejang-kejang, gagal ginjal akut, edema paru, solutio plasenta
dan fetal distress. Pada HELLP syndrome, persalinan bisa ditunda dalam 48
jam bila umur kehamilan < 34 minggu, untuk memberikan kesempatan
pematangan paru. Apabila terdapat indikasi untuk dilakukan terminasi
kehamilan, maka dapat diberikan steroid untuk membantu pematangan paru
sebelum dilakukan terminasi. Pemberian kortikosteroid direkomendasikan
pada perempuan hamil dengan usia gestasi antara 24 sampai 33 minggu dengan
risiko kelahiran prematur. Sediaan yang direkomendasikan adalah
betamethasone (1x12 mg IM selama 2 hari) dan dexamethasone (2x6 mg IM
selama 2 hari).13

2.7.3 Manajemen Antihipertensi


Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi
berat, atau tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg. Dari
hasil meta analisis menunjukkan pemberian anti hipertensi meningkatkan
kemungkinan terjadinya pertumbuhan janin terhambat sebanding dengan
penurunan tekanan arteri rata-rata. Hal ini menunjukkan pemberian
antihipertensi untuk menurunkan tekanan darah memberikan efek negatif pada
perfusi uteroplasenta. Oleh karena itu, indikasi utama pemberian obat
antihipertensi pada kehamilan adalah untuk keselamatan ibu dalam mencegah
penyakit serebrovaskular. Meskipun demikian, penurunan tekanan darah
dilakukan secara bertahap tidak lebih dari 25% penurunan dalam waktu 1 jam.
Hal ini untuk mencegah terjadinya penurunan aliran darah uteroplasenta. Target
penurunan tekanan darah adalah sistolik < 160 mmHg dan diastolik < 110
mmHg. Obat antihipertensi lini pertama pada preeklampsia adalah nifedipine
oral, hydralazine dan labetalol parenteral. Alternatif pilihan antihipertensi
lainnya adalah nitrogliserin, metildopa dan labetalol oral.11
a. Nifedipine : 10-20 mg per oral, dapat diulangi setelah 30 menit.
Maksimum 120 mg dalam 24 jam
b. Hydralazine : 5-10 mg IV/IM setiap 30 menit
c. Labetalol parenteral : 5-20 mg IV setiap 30 menit
d. Metildopa : 500-3000mg dibagi dalam 2-4 dosis per hari
e. Labetalol oral: dosis awal 2x100mg dapat dinaikkan setiap minggu
hingga maksimal 2400 mg sehari

2.8 Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat preeklampsia
1. Komplikasi Ibu
a) Eklamsia
Ibu yang menderita preeklampsia tidak mendapat pengobatan
akan meningkatkan terjadinya eklampsia. Eklampsia ditandai
dengan kejadian kejang pada ibu yang dapat berakibat fatal bagi
janin yang dikandungnya.13,14
b) Sindrom HELLP ( Hemolysis- Elevated Liver enzyme- Low
Platelet count)
Terdapatnya sindrom HELLP dapat meningkatkan kejadian
kematian bagi ibu saat bersalin yang diakibatkan oleh
perdarahan, kegagalan organ multiple, dan gangguan
pembekuan darah. Jika ditemukan sindrom ini maka sikap yang
harus diambil adalah mengakhiri kehamilan tanpa memandang
usia gestasi.13,14
c) Ablasio Plasenta
Lepasnya plasenta dari dinding rahim yang diakibatkan oleh
penurunan perfusi darah ke uteroplasenta sehingga
menyebabkan plasenta iskemia. Lepasnya plasenta dapat
menyebabkan perdarahan dan kerusakan plasenta yang
memperburuk kondisi ibu dan janin.13,14
2. Komplikasi Janin
Komplikasi janin salah satunya ialah pertumbuhan janin
terhambat (PJT). Hal ini dapat terjadi oleh karena berkurangnya
masukan nutrisi dan oksigen selama masa kehamilan yang dapat
disebabkan oleh preeklampsia. Janin akan menjadi hipoksia dan
kekurangan nutrisi pada trimester akhir yang memicu PJT jenis
asimetris. PJT asimetris lebih sering terjadi pada preeklampsia yang
ditandai dengan lingkar perut yang jauh lebih kecil dari lingkar kepala.
Secara klinik awal pertumbuhan janin yang terhambat dikenal setelah
28 minggu. Namun, secara USG mungkin sudah dapat diduga lebih
awal dengan adanya taksiran berat janin yang tidak sesuai dengan usia
gestasi yaitu dengan hasil kurang dari 10 persentil. Secara klinik
pemeriksaan tinggi fundus biasanya menunjukan 3 cm lebih rendah atau
lebih dari usia gestasi walaupun pemeriksaan ini memiliki nilai
sensitivitas hanya 40%.15,16,17
Hal lain yang dapat diperhatikan adalah adanya pada
pemeriksaan USG, yaitu perbandingan lingkar kepala yang lebih besar
dibandingkan dengan lingkar perut. Ada teori yang mengatakan bahwa
organ-organ di daerah kepala lebih diprioritaskan untuk mendapatkan
aliran darah, sehingga organ-organ yang terdapat di dalam perut tidak
mendapat suplai darah yang maksimal.15
Penanganan kasus PJT adalah bergantung pada usia
kehamilannya. Dapat dilakukan terminasi jika usia kehamilan ≥ 37
minggu, terdapat kelainan kongenital, infeksi intra uterin, dan kondisi
maternal tidak memungkinkan diteruskan. Jika usia masih kurang dari
37 minggu dapat dilakukan monitoring sampai bayi dapat dikatakan
viabel. Jika usia kehamilan ≤ 34 minggu maka dapat diberikan
kortikosteroid selama 2 hari untuk membantu proses pematangan
paru.15,16

2.9 Prognosis
Kematian ibu akibat preeklampsia berat antara 9.8% hingga 25.5% dan
kematian bayi sebesar 42.2% hingga 48.9%. Morbiditas dan mortalitas
perinatal kehamilan dengan PJT lebih tinggi dari pada kehamilan normal.
Kehamilan preeklampsia dengan PJT dapat semakin memperburuk prognosis,
dikatakan bahwa semakin rendah berat badan bayi akan semakin meningkatkan
angka kematian perinatal.17
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : RNH
No. RM : 340465
Tgl lahir/Umur : 27-08-1995
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Muslim
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl Subur gg Mirah Hati, Denpasar
Tgl masuk : 31-05-2022
Tgl pemeriksaan : 02-06-2022

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Tekanan darah tinggi
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien perempuan berusia 27 tahun merupakan pasien rujukan dari
dokter spesialis dan datang ke Ponek RSUD Wangaya tanggal 31 Mei 2022
diantar oleh suami dengan keluhan tekanan darah tinggi terukur 170/100 mmHg
saat melakukan pemeriksaan rutin. Pasien tidak mengetahui pencetus atau
penyebab tekanan darahnya yang tiba-tiba tinggi. Pada saat pemeriksaan
kehamilan rutin sebelumnya, tekanan darah pasien dikatakan memang tinggi
sejak usia kehamilan 20 minggu. Selain tekanan darah yang tinggi pasien
mengeluh sering nyeri kepala. Nyeri kepala dikatakan hilang timbul dan
dirasakan seperti kepalanya diikat. Tidak ada faktor yang memberat dan
meringankan keluhannya. Keluhan keluar cairan peravginam, perdarahan, nyeri
uluhati, pandangan kabur disangkal oleh pasien. Riwayat bepergian dan kontak
dengan pasien COVID-19 disangkal. Pasien mengatakan sudah vaksin COVID-
19 sebanyak 2 kali.
Riwayat Menstruasi
Pasien pertama kali mengalami menstruasi saat berusia 13 tahun.
Menstruasi sebelum kehamilan dikatakan teratur, berlangsung setiap 28 hari.
Durasi menstruasi dalam 1 siklus dikatakan sekitar 6-7 hari dengan frekuensi
penggantian pembalut 2-3 kali perhari (±40-60cc). Pasien mengatakan setiap
menstruasi pada hari pertama mengalami nyeri perut ringan. Pasien masih dapat
melakukan aktivitas sehari-hari selama menstruasi. Hari pertama haid terakhir
(HPHT) dikatakan 8 September 2021 dengan taksiran tanggal persalinan yaitu
15 Juni 2022.
Riwayat Pernikahan
Pasien menikah sebanyak 1 kali pada tahun 2020 saat pasien berusia 25
tahun. Usia pernikahan pasien hingga saat ini adalah 1,5 tahun.
Riwayat Obstetri
Pasien mengatakan bahwa ini merupakan kehamilan pertamanya.
Pasien mengetahui dirinya hamil saat usia kehamilan 2 minggu dengan
terlambat menstruasi. Kemudian pasien melakukan pemeriksaan test pack dan
didapatkan hasil positif. Setelah mendapatkan hasil test pack positif, pasien
melakukan pemeriksaan ANC di dokter spesialis.
Riwayat Antenatal Care
Pasien rutin melakukan pemeriksaan kehamilan setiap bulan. Pasien
mengatakan USG dilakukan setiap bulan dengan hasil normal dan pasien ke
puskesmas dua kali untuk pemeriksaan HIV, sifilis, dan Hepatitis B dan
didapatkan hasil non reaktif. Pasien mengeluhkan mual dan muntah pada
trimester pertama namun tidak sampai mengganggu aktivitas pasien. Tekanan
darah pasien dikatakan tinggi sejak kunjungan ANC di trimester pertama
sampai sekarang. Pada pemeriksaan trimester ketiga atau usia kehamilan 37
minggu didapatkan tekanan darah pasien tinggi yaitu terukur 170/100 mmHg
dan dirujuk ke Ponek RSUD Wangaya. Pada saat kunjungan ANC, pasien
diberikan suplemen dan vitamin seperti tablet zat besi dan asam folat. Berat
badan pasien sebelum hamil dikatakan 58 kg dan berat badan pasien saat hamil
terukur terakhir yaitu 70 kg dengan tinggi badan 158 cm.
Riwayat Pemakaian Kontrasepsi
Pasien tidak memiliki riwayat pemakaian kontrasepsi
Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien tidak pernah mengalami tekanan darah tinggi sebelum hamil.
Riwayat penyakit kronis, seperti penyakit jantung, ginjal, diabetes melitus,
autoimun, infeksi saluran kemih disangkal oleh pasien. Riwayat perdarahan dan
kejang disangkal oleh pasien. Riwayat alergi makanan maupun obat-obatan
juga disangkal.
Riwayat Sosial dan Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang memiliki riwayat atau
keluhan serupa dengan pasien. Riwayat penyakit lainnya seperti penyakit
jantung, ginjal, diabetes melitus, asma pada keluarga disangkal oleh pasien.
Pasien tinggal di rumah bersama suami dan mertuanya di Jl Subur gg
Mirah Hati, Denpasar. Sebelum hamil pasien bekerja swasta dan berhenti waktu
hamil saat ini. Riwayat merokok, konsumsi alkohol maupun penggunaan obat
terlarang atau obat di luar resep dokter disangkal oleh pasien.
Suami pasien juga merupakan seorang pegawai swasta. Suami pasien
dikatakan tidak merokok dan minum alkohol.
3.3 Pemeriksaan Fisik
3.3.1 Status Present
Kondisi Umum : Sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6
Tekanan Darah : 170/100 mmHg
Nadi : 86x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu Aksila : 36.3°C
SpO2 : 98%
VAS : 3/10
Berat Badan sebelum hamil : 58 kg
Berat Badan saat hamil : 70 kg
Tinggi Badan : 158 cm
IMT : 23.2 kg/m2

3.3.2 Status General


Kepala : Normocephali warna rambut hitam

Mata : Anemis (-/-), ikterus (-/-), cowong (-/-),


isokor

THT : Dalam batas normal

Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-/-)

Toraks : Simetris

Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)

Pulmo : Suara napas vesikuler (+/+), ronki (-/-),


wheezing (-/-)

Mammae : Pada status obstetri

Abdomen : Pada status obstetri

Ekstremitas : Akral hangat (+/+, +/+), edema (-/-, -/-), CRT


<2 detik

3.3.3 Status Obstetri (31 Mei 2022, 20.27 WITA)


Mamae :

Inspeksi : bentuk simetris, tampak hiperpigmentasi pada


areola mammae, puting susu menonjol, pengeluaran cairan (+),
kebersihan cukup
Abdomen :

Inspeksi : tampak perut membesar, tampak striae


gravidarum

Auskultasi : bising usus (+) normal, DJJ terdengar paling


keras di sebelah kanan bawah umbilikus dengan frekuensi 150
kali/menit

Palpasi : nyeri tekan (-), his (-)

- Tinggi Fundus Uteri : teraba 3 jari dibawah prosesus xyphoideus


(29cm)

- Pemeriksaan Leopold :

· Leopold I : pada sisi atas teraba bagian bulat lunak kesan


bokong

· Leopold II : pada sisi kanan ibu teraba bagian keras


memanjang kesan punggung, dan pada sisi kiri ibu teraba
bagian kecil berliku kesan ekstremitas

· Leopold III : pada sisi bawah teraba bagian bulat keras


melenting kesan kepala

· Leopold IV : konvergen

- Kontraksi uterus (+) baik

Anogenital : tidak ada kelainan vulva vagina, perdarahan (-)

Vaginal toucher (VT) : V/V normal, pembukaan serviks 1 cm, eff 25%,
ketuban (-), teraba kepala, penurunan kepala H I, tidak teraba bagian kecil/tali pusat

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium: Darah Lengkap
Parameter Hasil Hasil Satuan Nilai Rujukan
31/05/2022 01/06/2022
(20.45 WITA) (07.20 WITA)

WBC 11.83 23.17 103/µL 4.1-11.0

NE% 73.4 90.2 % 47-80

LY% 19.3 5.8 % 13-40

MO% 6.8 3.8 % 2.0-11.0

EO% 0.4 0.1 % 0.0-5.0

BA% 0.1 0.1 % 0.0-2.0

NE# 8.68 20.91 103/µL 2.50-7.50

LY# 2.28 1.34 103/µL 1.00-4.00

MO# 0.81 0.87 103/µL 0.10-1.20

EO# 0.05 0.02 103/µL 0.00-0.50

BA# 0.01 0.03 103/µL 0.0-0.1

RBC 4.27 4.22 103/µL 4.0-5.2

HGB 11.8 11.6 g/dL 12.0-16.0

HCT 36.2 35.9 % 36.0-46.0

MCV 84.8 85.1 fL 80.0-100.0

MCH 27.6 27.5 pg 26.0-34.0


MCHC 32.6 32.3 g/dL 31-36

RDW 14.7 14.7 % 11.6-14.8

PLT 157 162 103/µL 140-440

MPV 11.3 11.6 fL 6.80-10.0

Pemeriksaan Urine Lengkap


Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan
31/05/2022
(20.45
WITA)

Warna Kuning Kuning

Kejernihan Agak Keruh Jernih

Berat Jenis 1.020 1.000 - 1.030

pH 7.5 4.5 - 8.0

Nitrit Negatif Negatif

Protein Negatif Negatif

Glukosa Normal Negatif

Keton Negatif Negatif

Urobilinogen Normal Negatif

Bilirubin Negatif Negatif


Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan
31/05/2022
(20.45
WITA)

Albumin 3.9 g/dL 3.8 - 5.1

SGPT 15 U/L 0 - 42

SGOT 129 U/L 0 - 37

LDH 345 U/L 207 - 414

Glukosa 146 mg/dL 80 - 200


sewaktu

Urea 18 mg/dL 10 - 50

Kreatinin 0.7 mg/dL 0.3 - 1.2

3.5 Diagnosis Kerja


G1P0000 37 minggu 6 hari, T/H, preeklamsia dengan gambaran berat, NST non
reaktif, infeksi hepatitis B
3.6 Penatalaksanaan
a. Terapi
- IVFD Ringer laktat 500ml ~ 20tpm
- MgSO4 40 % 10 cc dilarutkan dalam NaCl 0.9% IV bolus lambat IV (10 -
15 menit)
- MgSO4 40 % 15 cc dilarutkan dalam NaCl 0.9% IV ~ 28 tpm
- Nifedipine 10mg x 1 kali tiap 8 jam PO
b. Monitoring
- Keluhan
- Tanda vital (tekanan darah, nadi, laju napas, suhu)
- Kontraksi uterus
- Tanda impending eklampsia
- Intoksikasi MgSO4
c. KIE
- Menjelaskan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
serta diagnosis kepada pasien
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai kondisi pasien dan
kondisi janin saat ini serta rencana tindakan dan risiko yang dapat terjadi
pada pasien dan janin
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa setelah maksimal sampai 6
minggu pasca persalinan tekanan darah akan kembali normal
- Mengingatkan pasien untuk menjelaskan kepada dokter saat kehamilan
selanjutnya bahwa pasien memiliki riwayat hipertensi saat kehamilan
sebelumnya

3.7 Perjalanan Persalinan


Selasa, 23 Mei 2022
Pukul 20.27 WITA

S Pasien merupakan pasien rujukan dari dokter spesialis dan datang ke Ponek
RSUD Wangaya tanggal 31 Mei 2022 dengan keluhan tekanan darah tinggi
terukur 170/100 mmHg. Pasien tidak mengetahui pencetus atau penyebab
tekanan darahnya yang tiba-tiba tinggi. Pada saat pemeriksaan kehamilan
rutin sebelumnya, tekanan darah pasien dikatakan memang tinggi sejak
usia kehamilan 20 minggu. Saat pasien tiba di Ponek RSUD Wangaya
pukul 20. 27 WITA, didapatkan tekanan darah pasien 160/110 mmHg.
Gerak janin (+) dikatakan baik dan dirasakan sejak usia kehamilan 24
minggu. Keluhan keluar cairan peravginam, perdarahan, nyeri uluhati,
nyeri kepala, pandangan kabur disangkal oleh pasien.
O Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis
Status Present
Tekanan darah : 160/110 mmHg
Nadi : 86x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu aksila : 36,3ºC
Status General
Kepala : Anemis -/-, ikterus -/-, cowong -/-, pupil isokor
Thoraks :
Cor : S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Ekstremitas : Hangat (+), edema (-), refleks patella (+)
Status Obstetri
Abdomen :
Tinggi fundus uteri 3 jari diatas pusat (29 cm)
His (-), DJJ 150x/menit
Pemeriksaan Leopold :
I. Teraba bagian bulat lunak, kesan bokong
II. Teraba bagian datar, memanjang di perut bagian kanan ibu kesan
punggung, teraba bagian kecil di perut bagian kiri ibu kesan
ekstremitas
III. Teraba bagian bulat, keras, kesan kepala
IV. Konvergen
Anogenital
Vaginal Toucher :
PØ 1 Jari, eff 25%, selaput ketuban (-), teraba kepala, denominator belum
jelas, tidak terbaga bagian lunak/ tali pusat
A G1P0000 37 minggu 6 hari, T/H, Preeklampsia dengan Gambaran Berat,
NST Non Reaktif
P 1. SC Cito
2. MgSO4 40% 4 gram bolus IV reload (loading dose)
3. IVFD RL 500 ml + MgSO4 40% 6 jam (maintenance dose) ~ 28
tpm
4. Nifedipine 10 mg tiap 8 jam bila MAP ≥ 125 mmHg
Pukul 02.30 WITA (Evaluasi 2 Jam Post SC)

S Bayi kahir pukul 00.17 WITA berjenis kelamin perempuan, berat bayi 2600
gram dengan panjang badan … cm, kelainan (-), APGAR skor 8-9. Pasien
mengeluhkan nyeri luka operasi. Nyeri kepala (-), pandangan kabur (-),
nyeri ulu hati (-)
O Keadaan umum tampak sakit ringa, dengan kesadaran compos mentus
Status Present
Tekanan darah : 160/110 mmHg
Nadi : 86x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu aksila : 36,3ºC
Status General
Kepala : Anemis -/-, ikterus -/-, cowong -/-, pupil isokor
Thoraks :
Cor : S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Ekstremitas : Hangat (+), edema (-), refleks patella (+)
Status Obstetri
Abdomen :
Tinggi fundus uteri 2 jari dibawah pusat, kontraksi uterus (+) baik
His (-), DJJ 150x/menit
Vagina :
Lochia (+), perdarahan (-)
A P1001 Post SC hari ke 0 + Follow Up Preeklampsia dengan Gambaran
Berat
P 1. IVFD RL 500cc + 20 IU oksitosin ~ 28 tpm s/d 24 jam post SC
2. IVFD RL 500cc + MgSO4 40% 6 gram ~ 28 tpm s/d 24 jam post
SC
3. Analgetik ~ TS Anestesi
4. Nifedipine 10 mg tiap 8 jam PO bila MAP ≥ 125 mmHg
5. Puasa s/d 6 jam post SC
6. Pasang dower cateter s/d 6 jam post MgSO4
7. Mobilisasi bertahap

Pemantauan 2 Jam Post SC


Waktu TD N Tax Kontraksi Perdarahan
Uterus Aktif

Rabu, 1 Juni 2022


Pukul 13.15 WITA

S Nyeri luka operasi (+), flatus (-), mobilisasi (+) duduk, makan dan minum
baik, mual muntah (-), BAK (+), BAB (-). Nyeri kepala (-), pandangan
kabur (-), nyeri ulu hati (-).
O Keadaan umum tampak sakit ringa, dengan kesadaran compos mentus
Status Present
Tekanan darah : 160/110 mmHg
Nadi : 86x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu aksila : 36,3ºC
Status General
Kepala : Anemis -/-, ikterus -/-, cowong -/-, pupil isokor
Thoraks :
Cor : S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Ekstremitas : Hangat (+), edema (-), refleks patella (+)
Status Obstetri
Abdomen :
Tinggi fundus uteri 2 jari dibawah pusat, kontraksi uterus (+) baik
His (-), DJJ 150x/menit
Vagina :
Lochia (+), perdarahan (-)
A P1001 Post SC hari ke 0 + Follow Up reeklampsia dengan Gambaran Berat
P Perawatan post operatif :
1. IVFD RL – 20 tpm s/d 24 jam post operasi
2. IVFD RL 500cc + MgSO4 40% 6 gram 28 tpm s/d 24 jam post SC
3. Ceftriaxone 1 gr tiap 12 jam IV
4. Nifedipine 10mg tiap 8 jam po bila MAP ≥ 125 mmHg
5. Morfin 20 mg dalam 20 mg NaCL 0,9% dengan kecepatan 0,6
ml/jam
6. Paracetamol 500 mg tiap 6 jam PO
7. Puasa s/d 6 jam post SC lanjut MSS
8. Pasang dower kateter s/d 6 jam post MgSO4, evaluasi produksi
urine
9. Mobilisasi bertahap
10. Rawat Luka
BAB IV
PEMBAHASAN

Preeklampsia merupakan penyakit sistemik yang sering terjadi pada ibu hamil
yang ditandai dengan adanya hipertensi, edema dan proteinuria. Preeklamsia pada
umumnya terjadi pada umur kehamilan 20 minggu keatas atau dalam trimester ketiga
dari kehamilan dan seringnya terjadi pada usia kehamilan 37 minggu.
Preeklampsia berat adalah hipertensi dimana tekanan darah sistolik di atas >160
mmHg atau tekanan diastolik >110 mmHg disertai dengan proteinuria 5gr/24 jam urin,
trombositopenia <100,000 mL, seringkali disertai dengan edema paru, oliguria, dan
gangguan fungsi hati gangguan visus dan serebral disertai sakit kepala yang menetap,
nyeri epigastrium yang menetap, peningkatan enzim hepar (alanine aminotransferase
[ALT] atau aspartate aminotransferase [AST]) dan Sindrom HELLP.
Faktor risiko terjadinya preeklampsia yaitu usia, status gravida, riwayat
preeklampsia sebelumnya, kehamilan multiple dan obesitas.
Secara teori, ibu hamil dengan usia 35 tahun (usia berisiko) lebih banyak
mengalami preeklampsia daripada yang tidak preeklampsia, dan terdapat hubungan
yang bermakna antara usia dengan kejadian preeklampsia. Pada usia kurang dari 20
tahun atau lebih dari 35 tahun pada kehamilan muda rentan terjadi komplikasi pada
kehamilan tua seperti preeklampsia. Kemampuan fungsi organ reproduksi ibu
dipengaruhi usia. Ibu hamil dengan usia berisiko menunjukkan fungsi organ tidak dapat
bekerja maksimal atau tidak siap dalam menghadapi kehamilan, hal ini akan
berpengaruh terhadap kehamilan dimana terjadi ketidakmampuan sistem tubuh
sehingga dapat meningkatkan tekanan darah ibu dan menyebabkan retensi cairan.
Dari laporan kasus ini, menunjukkan tidak ada hubungan usia dengan terjadinya
preeklampsia. Pasien ini berumur 27 tahun dan mengalami preeklampsia berat,
walaupun tidak tergolong dalam usia berisiko tinggi preeklampsia.
Gravida berdasarkan jumlahnya, dibedakan menjadi primigravida dan
multigravida Pada umumnya preeklampsia diperkirakan sebagai penyakit pada
kehamilan pertama. Primigravida lebih berisiko mengalami preeklampsia daripada
multigravida karena preeklampsia biasanya timbul pada wanita yang pertama kali
terpapar virus korion. Pada kasus ini pasien merupakan seorang primigravida dengan
preeklampsia berat.
Faktor riwayat preeklampsia mempunyai risiko 3.26 kali terjadi preeklampsia
dibandingkan ibu hamil tanpa riwayat preeklampsia. Dari laporan kasus ini
menunjukkan tidak ada hubungan antara riwayat preeklampsia dengan kejadian
preeklampsia karena menurut laporan kasus ini pasien berumur 27 tahun tidak pernah
hamil sebelumnya.
Obesitas merupakan faktor risiko preeklampsia dan risiko semakin besar
dengan semakin besarnya IMT (Indeks Massa Tubuh). Obesitas sangat berhubungan
dengan resistensi insulin, yang juga merupakan faktor risiko preeklampsia. Pada kasus
ini, tidak ditemukan korelasi antara obesitas dan preeklampsia dimana pasien ini
mempunyai BMI 23.3 kg/m2 dalam batas normal.
BAB V
SIMPULAN

Preeklampsia adalah suatu sindrom spesifik pada kehamilan yang terjadi


setelah usia kehamilan 20 minggu, pada wanita yang sebelumnya normotensi. Keadaan
ini ditandai oleh peningkatan tekanan darah (140/90 mmHg) yang disertai oleh
proteinuria.

Disebut dengan preeklampsia berat pada penderita preeklampsia bila


didapatkan salah satu gejala berikut yaitu tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan
tekanan darah diastolik > 110 mmHg disertai dengan proteinuria > 5 gr/jumlah urin
selama 24 jam, oliguria, peningkatan kadar kreatinin serum (> 1,2 mg/dL), edema paru,
gangguan visus dan serebral disertai sakit kepala yang menetap, nyeri epigastrium yang
menetap, peningkatan enzim hepar (alanine aminotransferase [ALT] atau aspartate
aminotransferase [AST]) dan Sindrom HELLP.

Telah dilaporkan suatu kasus pada wanita berusia 27 tahun dengan diagnosis
preeklampsia dengan gambaran berat. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada pasien ditemukan tekanan darah
170/100 mmHg pada saat MRS. Pasien juga memiliki riwayat hipertensi pada usia
kehamilan 37 minggu. Telah dilakukan perbandingan diagnosis dan penatalaksanaan
pada kasus terhadap teori dan didapatkan bahwa sebagian besar telah sesuai dengan
teori yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

1. Yang Y, Le Ray I, Zhu J, Zhang J, Hua J, Reilly M. Preeclampsia


Prevalence, Risk Factors, and Pregnancy Outcomes in Sweden and China.
JAMA Network Open. 2021
2. Sutiati Bardja. Faktor Risiko Kejadian Preeklampsia Berat/Eklampsia pada
Ibu Hamil. EMBRIO 2020;12(1):18-30.
3. Karrar S, Hong P. Preeclampsia. JAMA Network Open. 2022
4. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, 2014. Obstetrical Complication.
Williams Obstetrics.Mc Grawl Hill Education. hal 728-779.
5. American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG). Gestational
Hypertension and Preeclampsia. Obstetrics & Gynecology. 2020;135(6):e237-
e260.
6. SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah. Preeklampsia. In: SMF
Obstetri dan Ginekologi (ed.) Panduan Praktik Klinis.; 2015
7. Fox R, Kitt J, Leeson P, Aye C, Lewandowski A. Preeclampsia: Risk Factors,
Diagnosis, Management, and the Cardiovascular Impact on the Offspring.
Journal of Clinical Medicine [Internet]. 2019 [cited 3 May 2020];8(10):1625.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6832549/
8. Wibowo, B; Rachimhadi, T. Preeklamsia dan eklamsia. Dalam: Wiknjosastro
H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2007. Hal: 281- 301.
9. Rana S., Lemoine E., Granger, J.P., Karumanchi, S.A. Pathophysiology,
Challenges and Perspectives. 2009. 124(7): 1094-1112.
10. Gathiram P., Moodley J. 2016. Pre-eclampsia: its Pathophysiology.
Cardiovasc J Afr. 27(2): 71-78.
11. Brown CM, Garovic VD. Drug treatment of hypertension in pregnancy.
Drugs, 2014, 74.3: 283-296.
12. Prawirohardjo,S., 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
13. Luger R, Kight B. Hypertension In Pregnancy, 2022
14.Wibowo N, dkk. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran.
Diagnosis dan Tata Laksana Pre-Eklampsia. POGI Himpunan Kedokteran
Fetomaternal. Hal: 35- 41.
15. Angsar MD, 2009 Hipertensi dalam Kehamilan. Edisi4. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal 530-559
16. Wibowo, B; Rachimhadi, T. Pre-eklamsia dan eklamsia. 2007. Dalam:
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi
3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: hal. 281-301
17. Anonim. 2004. Prosedur tetap obstetri dan ginekologi. Denpasar:
Bagian/SMF Obsterti dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah. Hal: 72-80

Anda mungkin juga menyukai