Anda di halaman 1dari 44

Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi

REFKA
Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat
10 Desember 2022
Rumah Sakit Umum Anutapura Palu

PREEKLAMSIA BERAT

Disusun oleh:

Suharfina Nur Arifani, S.Ked

(16 20 777 14 413)

PEMBIMBING:

dr. H. Abdul Faris, Sp.OG(K)

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AL-KHAIRAAT

RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA PALU

2022
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Suharfina Nur Arifani, S. Ked

No. Stambuk : 16 20 777 14 413

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Pendidikan Dokter

Universitas : Alkhairaat Palu

Judul Refka : Preeklamsia Berat

Bagian : Bagian Obstetri dan Ginekologi

Bagian Obstetri Ginekologi

RSU ANUTAPURA PALU

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Palu, 10 Desember 2022

Pembimbing Dokter Muda

dr. H. Abdul Faris Sp.OG (K) Suharfina Nur Arifani, S.Ked


BAB I

PENDAHULUAN
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 - 15 % penyulit kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di
Indonesia morbiditas dan mortalitas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi.
Hal ini disebabkan selain oleh etiologi yang tidak jelas, juga oleh perawatan dalam
persalinan masih ditangani oleh petugas non medik dan sistem rujukan yang belum
sempurna. 1 Hipertensi dalam kehamilan didefenisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg dan/atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Hipertensi berat didefenisikan sebagai
tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg.1

Preeklampsia adalah gangguan yang terjadi selama kehamilan dan periode postpartum
yang mempengaruhi kondisi ibu dan bayi yang belum lahir. Preeklampsia ditemukan
sekitar 5-8% dari semua hipertensi dalam kehamilan. Preeklampsia merupakan kondisi
progresif yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan adanya protein dalam urin.
Pembengkakan, penambahan berat badan secara tiba-tiba, sakit kepala, dan perubahan
penglihatan adalah gejala yang paling umum dijuampai. Secara global, preeklampsia dan
gangguan hipertensi kehamilan lainnya merupakan penyebab utama kematian ibu dan bayi.
Preeklampsia menyebabkan 76.000 kematian ibu dan 500.000 bayi setiap tahun.2

Ada beberapa faktor resiko yang berperan penting dalam terjadinya preeklmpsia
antara lain seperti usia, riwayat preeklampsia sebelumnya, riwayat hipertensi kronik,
diabetes gestasional, obesitas dan overweight, penyakit ginjal kronik, penyakit autoimun,
kehamilan ganda, nulipara, dan komplikasi kehamilan sebelumnya yang berhubungan
dengan insufisiensi plasenta merupakan penyebab tersering terjadinya preeklampsia.3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFENISI

Hipertensi dalam kehamilan didefenisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥ 140


mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Hipertensi berat didefenisikan sebagai
tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg.
Preeklamsia didefinisikan sebagai hipertensi onset baru setelah usia kehamilan 20 minggu
dengan bukti disfungsi organ ibu atau uteroplasenta atau proteinuria.1,2
Preeklamsia paling tepat digambarkan sebagai sindrom khusus-kehamilan yang
dapat mengenai setiap sistem organ. Seperti yang telah diuraikan, meskipun preeklamsia
lebih dari sekadar hipertensi gestasional sederhana ditambah proteinuria, timbulnya
proteinuria tetap merupakan kriteria diagnostik objektif yang penting.4

B. EPIDEMIOLOGI

Hipertensi pada kehamilan terjadi pada 10% ibu hamil di seluruh dunia. Kondisi ini
bisa meliputi preeklampsia, eklampsia, hipertensi gestasional, dan hipertensi kronis.
Preeklampsia merupakan kondisi yang paling banyak terjadi, dengan angka kejadian 2–8%
dari seluruh kehamilan di dunia. Insidensi preeklampsia ditemukan lebih tinggi pada wanita
nullipara (3–7%) daripada wanita multipara (1–3%). Angka kejadian preeklampsia sangat
bervariasi pada masing-masing negara. Estimasi WHO memperkirakan preeklampsia lebih
banyak terjadi di negara-negara berkembang. Prevalensi preeklampsia di negara
berkembang berkisar antara 1,8–16,7%.2,4

Preeklampsia adalah salah satu penyebab mortalitas maternal tertinggi di Indonesia.


Insidensi preeklampsia di Indonesia adalah 128.273 kasus per tahun atau sekitar 5,3% dari
seluruh ibu hamil. Dalam 2 dekade terakhir, tidak ada penurunan yang signifikan pada
insidensi preeklampsia di Indonesia. Data epidemiologi preeklampsia di Indonesia juga
banyak diketahui melalui penelitian di rumah sakit besar di seluruh Indonesia. Suatu studi
kohort retrospektif pada tahun 2016 di tujuh rumah sakit rujukan di Medan, Bandung,
Semarang, Solo, Surabaya, Bali, dan Manado mendapatkan 1.232 kasus preeklampsia
dalam 1 tahun. Dari seluruh kasus tersebut, ditemukan beberapa faktor risiko seperti anemia
(26%), obesitas (10%), dan hipertensi kronis (8%). Kematian maternal dilaporkan terjadi
pada 2,2% kasus, sementara angka kematian perinatal mencapai 12%.5

Preeklampsia menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan baik dari segi
maternal maupun neonatal. Preeklampsia menyebabkan >70.000 kematian maternal dan
500.000 kematian fetus di seluruh dunia setiap tahunnya. Angka kematian tersebut
bertanggungjawab terhadap 14% sebab kematian ibu di dunia. Morbiditas dan mortalitas
yang disebabkan preeklampsia berkaitan dengan disfungsi endotel sistemik, trombosis
mikrovaskular yang menyebabkan iskemia, gangguan sistem saraf pusat seperti kejang atau
stroke, nekrosis tubular akut, koagulopati, dan abruptio plasenta.6

C. FAKTOR RESIKO2
Faktor risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan meliputi:
a. Usia
Usia ibu lanjut (usia ibu > 35 tahun sekiar 95 % atau usia ibu > 40 tahun sekitar
98% ). Wanita yang lebih tua cenderung memiliki faktor risiko tambahan seperti
obesitas , diabetes mellitus, dan hipertensi kronis, yang mempengaruhi untuk
terjadinya preeklamsia. Sampai saat ini usia remaja berisiko lebih tinggi mengalami
preeklamsia masih kontroversial. Salah satu penelitian memperkirakan bahwa
prevalensi preeklamsia/eklampsia pada kehamilan remaja hanya sekitar 6,7 % dan
penelitian yang lainnya tidak menemukan hubungan antara masa remaja dan risiko
preeklamsia.
b. Riwayat preeklampsia
Riwayat preeklampsia sebelumnya meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia
pada kehamilan berikutnya delapan kali lipat dibandingkan dengan wanita tanpa
riwayat ini. Tingkat keparahan preeklampsia sangat mempengaruhi risiko ini.
Wanita dengan gambaran preeklamsia berat pada trimester kedua memiliki risiko
terbesar terjadinya preeklamsia pada kehamilan berikutnya. Tingkat kekambuhan
sekitar 25-65 % telah dilaporkan. Sebagai perbandingan, wanita dengan preeklamsia
tanpa gejala berat pada kehamilan pertama mereka hanya memiliki resiko 5-7 %
pada kehamilan kedua.
c. Diabetes Gestasional
Preeklampsia dengan risiko diabetes gestasional dikaitkan dengan berbagai faktor,
seperti adanya penyakit ginjal atau kelainan pembuluh darah yang mendasari,
obesitas, kadar insulin plasma/resistensi insulin yang tinggi, dan metabolisme lipid
yang abnormal.
d. Hipertensi Kronik
Hipertensi kronis meningkatkan risiko preeklamsia lima kali lipat dibandingkan
dengan wanita tanpa faktor risiko ini. Hipertensi kronis jarang terjadi pada wanita
usia reproduksi dan dengan demikian hanya menyumbang sekitar 5-10 % dari kasus
preeklamsia.
e. Penyakit autoimun
Penyakit autoimun seperti Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) dan Sindrom
Antifosfolipid meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia. Mekanisme terjadinya
preeklampsia akibat penyakit autoimun belum diketahui secara pasti tetapi diduga
ada kaitannya dengan beberapa mekanisme yang melibatkan proses inflamasi,
mikroangiopati, peningkatan pergantian trombosit, dan disfungsi ginjal.

f. Obesitas dan Overweight


Kelebihan berat badan atau obesitas sebelum hamil (IMT >25 kg/m2 dan >30
kg/m2) memiliki risiko preeklamsia dua kali lipat dengan masing-masing 5 sampai
7 kg/m2 peningkatan indeks massa tubuh sebelum hamil. Meskipun kelebihan berat
badan dan obesitas meningkatkan risiko preeklamsia hanya dua sampai tiga kali
lipat, kelebihan berat badan dan obesitas merupakan hal yang sangat umum di
jumpai di seluruh dunia sehingga dengan demikian secara kumulatif hal ini
menyumbang > 40 % kasus preeklamsia.
g. Penyakit Ginjal Kronik
Penyakit ginjal kronis memiliki risiko yang bervariasi tergantung pada tingkat
penurunan laju filtrasi glomerulus dan ada tidaknya hipertensi. Dalam beberapa
penelitian, sebanyak 40 sampai 60 % wanita dengan penyakit ginjal kronis lanjut
(stadium 3, 4, 5) didiagnosis dengan preeklamsia pada akhir kehamilan.
h. Kehamilan Ganda
Preeklamsia terjadi pada 5 % kehamilan tunggal dan sekitar 8 sampai 13 % pada
kehamilan kembar, dan 11 % pada kehamilan kembar tiga.
i. Nulipara
Belum diketahui secara pasti mengapa keadaan nulipara secara konsisten ditemukan
sebagai faktor predisposisi yang paling umum untuk preeklamsia. Salah satu teori
menyatakan bahwa sistem kekebalan wanita nulipara memiliki paparan terbatas
terhadap antigen patenal, dan kurangnya desensitisasi ini mungkin berperan dalam
patogenesis penyakit. Data epidemiologis mendukung teori ini. Perlindungan dari
preeklamsia pada kehamilan berikutnya berkurang atau dihilangkan jika ada
perubahan paternitas, wanita yang menggunakan metode kontrasepsi penghalang
memiliki risiko yang meningkat, dan risiko berkurang dengan meningkatnya durasi
aktivitas seksual sebelum kehamilan. Namun, anggapan risiko preeklamsia
meningkat pada kehamilan berikutnya dengan pasangan baru telah ditentang oleh
data yang menunjukkan bahwa interval yang lebih lama antara kehamilan mungkin
menjadi alasan peningkatan risiko dengan pasangan baru.
j. Riwayat Keluarga Preeklamsia
Riwayat keluarga preeklamsia pada kerabat tingkat pertama menunjukkan
mekanisme yang diturunkan (genetik) dalam beberapa kasus. Risiko ini tampaknya
dipengaruhi terutama oleh faktor ibu, tetapi kontribusi ayah untuk gen janin
mungkin memainkan peran dalam kelainan plasenta dan preeklamsia berikutnya.
Seorang pasien yang lahir prematur, berat badan lahir rendah, atau kecil untuk usia
kehamilan juga tampaknya memiliki peningkatan risiko hipertensi gestasional atau
preeklamsia ketika mereka hamil. Preeklamsia, kelahiran prematur, berat badan
lahir rendah, dan kecil untuk usia kehamilan dapat menjadi manifestasi yang
berbeda dari kecenderungan herediter untuk perkembangan plasenta yang abnormal.
k. Komplikasi kehamilan sebelumnya yang berhubungan dengan insufisiensi
plasenta
Pertumbuhan janin terhambat, solusio, dan intra uterina fetal death dapat menjadi
manifestasi yang berbeda dari insufisiensi plasenta. Hal ini merupakan faktor risiko
untuk preeklamsia.

D. ETIOLOGI7

Terdapat beberapa hal yang diduga menjadi etiologi terjadinya preeklampsia antara lain :

1. Implantasi plasenta dengan invasi trofoblas abnormal pada pembuluh darah uterus
2. Toleransi maladaptif imunologis antara ibu, plasenta, dan janin
3. Maladaptasi ibu terhadap kardiovaskular atau perubahan inflamasi dalam kehamilan
normal
4. Faktor genetik termasuk gen predisposisi yang diturunkan dan pengaruh epigenetik.
E. PATOFISIOLOGI2,7

Patofisiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Preeklampsia
diperkirakan terjadi karena pengaruh multifaktorial, terdapat beberapa teori-teori yang
dianut dalam mekanisme terjadinya preeklampsia, tetapi tidak ada satupun teori tersebut
yang di anggap mutlak benar, salah satu teori yaitu kelainan vaskularisasi plasenta
Teori Kelainan Vascularisasi Plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang
anteri uterina dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium
berupa arteri arkuarta dan arteri arkuarta memberi cabang arteria radialis. Arteria rdialis
menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteria
spiralis. 1
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke lapisan
otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi
dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis,
sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis
mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis memberi
dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran
darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan
perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan
baik. Proses ini dinamakan "remodeling arteri spiralis".
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot
arteri spiralis dan jaringan matriks disekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap
kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi
dan vasodilatasi. Akibatnya, artéri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi
kegagalan "remodeling arteri spiralis", sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan
terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan
perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis selanjutnya.
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan
pada preeklampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri
spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta.

Gambar 1. Invasi plasenta pada kehamilan normal dan preeklampsia7

Perubahan yang terjadi akibat preeklampsia:

1. Elektrolit
Kadar elektrolit total menurun pada waktu hamil normal. Pada preeklamsi
kadar protein total sama seperti ibu hamil , kecuali bila mereka diberikan diuretik
yang banyak, restriksi konsumsi garam, atau pemberian cairan oksitoksin yang
bersifat antidiuretik.
Preeklamsia berat yang mengalami hipoksia dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan asam basa. Pada waktu terjadi kejang eklampsia kadar bikarbonat
akan menurun, disebabkan akibat timbulnya asidosis laktat dan akibat kompensasi
hilangnya karbon dioksida.
Kadar natrium dan kalium pada preeklamsia sama dengan kadar hamil
normal, yaitu sesuai dengan proporsi jumlah air dalam tubuh. Karena kadar natrium
dan kalium yang tidak berubah pada preeklampsia, maka tidak terjadi retensi
natrium yang berlebihan. Hal ini berarti pada preeklamsia tidak diperlukan restriksi
konsumsi garam.
2. Tekanan osmotik koloid plasma/tekanan onkotik
Osmolaritas serum dan tekanan onkotik menurun pada umur kehamilan 8
minggu. Pada preeklamsia tekanan onkotik makin menurun karena kebocoran
protein dan peningkatan permeabilitas vascular.
3. Koagulasi dan fibrinolisis
Gangguan koagulasi pada preeklampsia , misalnya trombositopenia , jarang
yang berat tetapi sering dijumpai. Pada preeklampsia terjadi peningkatan FDP,
penurunan anti-trombin III, dan peningkatan fibronektin.
4. Viskositas darah
Viskositas darah ditentukan oleh volume plasma, molekul makro; fibrinogen
dan hematokrit. Pada preeklampsia viscositas darah akan meningkat ,
mengakibatkan meningkatnya resistensi perifer dan menurunnya aliran darah ke
organ.
5. Hematokrit
Pada hamil normal hematokrit menurun karena hipovolemia, kemudian
meningkat lagi pada trimester III akibat peningkatan produksi urin. Pada
preeklampsia hematokrit meningkat akibat tejadinya hipovolemia yang
menggambarkan beratnya preeklampsia.
6. Edema
Edema dapat terjadi pada kehamilan normal. Edema yang terjadi pada
kehamilan memiliki banyak interpetasi, misalnya sekitar 40% edema dijumpai pada
kehamilan normal, 60% edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi, dan
80% edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi dan proteinuria. Edema
terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapilar. Edema yang
patologik adalah edema yang nondependen pada muka dan tangan, atau edema
generalisata, dan biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat. 1
7. Hematologik
Perubahan hematologik disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme,
hipoalbuminemia hemolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriole dan hemolisis
akibat kerusakan endotel arteriole. Perubahan tersebut dapat berupa peningkatan
hematokrit akibat hipovolemia, peningkatan viskositas darah, trombositopenia, dan
gejala hemolisis mikroangiopatik. Disebut trombositopenia bila trombosit <
100.000 sel/ml. Hemolisis dapat menimbulkan destruksi eritrosit.
8. Hepar
Dasar perubahan pada hepar adalah vasospasme iskemia, dan perdarahan.
Bila tejadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel
hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga kebawah
kapsula hepar dan disebut subkapsular hematoma. Subkapsular hematoma
menimbulkan rasa nyeri di daerah epigastrium dan dapat menimbulkan ruptur
hepar, sehingga perlu pembedahan.
9. Neurologik
Perubahan neurologik dapat berupa :
 Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak sehingga menimbulkan vasogenik
edema.
 Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus.
Gangguan visus yang daat terjadi berupa : pandangan kabur , skotoma,
amaurosis yaitu kebutaan tanpa jelas adanya kelainan dan ablasio retinae
(retinal detachment)
 Hiperrefleksi sering dijumpai pada preeklamsia berat, tetapi bukan faktor
prediksi terjadinya eklampsia.
 Dapat timbul kejang eklamptik. Penyebab kejang eklamptik belum diketahui
dengan jelas. Faktor-faktor yang menimbulkan kejang eklamptik ialah
adanya edema cerebri, vasospasme cerebri, dan iskemia cerebri.
 Perdarahan intrakranial meskipun jarang dapat terjadi pada preeklampsia
berat dan eklampsia.
10. Cardiovascular
Perubahan kardiovascular disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload
akibat hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.
11. Paru
Penderita preeklamsia berat mempunyai resiko yang besar terjadinya edema
paru. Edema paru dapat disebabkan oleh adanya payah jantung kiri, kerusakan sel
endotel pembuluh darah kapiler paru, dan menurunnya diuresis. Dalam menangani
edema paru, pemasangan CVP (Central Venous Pressure) tidak menggambarkan
keadaan yang sebenarnya dari pulmonary capillary wedge pressure.

12. Janin
Preeklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin
yang disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia, vasospasme,
dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta.

F. KLASIFIKASI PREEKLAMSIA

Preeklampsia terbagi atas dua yaitu Preeklampsia dan Preeklampsia Berat


berdasarkan Klasifikasi menurut American College of Obstetricians and Gynecologists,
yaitu:
1. Preeklampsia
a. Defenisi
Preeklampsia adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya
perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan
aktivasi endotel.
b. Diagnosis
Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasarkan timbulnya hipertensi
disertai dengan proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu.
 Hipertensi : Tekanan darah sistolik/diastolik ≥ 140/90 mmHg, atau
kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30
mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat
tekanan darah normal.
 Proteinuria : kuantitatif ≥ 300 mg dalam 24 jam atau kualitatif 1+
(dipstik)
 Edema : edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia,
kecuali edema pada lengan, muka, dan perut, edema generalisata.

2. Preeklampsia berat
a. Definisi: preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan
darah diastolik ≥110 mmHg disertai proteinuria lebih dari 5 gram/24 jam.
b. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria preeklampsia berat yang tercamtum
dibawah ini. Preeklampsia digolongkan berat bila terdapat satu atau lebih
gejala:
 Tekanan sistole 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastole 110 mmHg
atau lebih dan tidak turun walaupun sudah menjalani perawatan di RS
dan tirah baring
 Proteinuria 5 gr atau lebih per jumlah urin selama 24 jam atau +4
dipstik
 Oliguria, air kencing kurang dari 500 cc dalam 24 jam.
 Kenaikan kreatinin plasma
 Gangguan visus dan serebral; penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma, dan pandangan kabur
 Nyeri di daerah epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen
(karena teregangnya kapsula Glisson)
 Terjadi oedema paru-paru dan sianosis
 Hemolisis mikroangiopatik
 Terjadi gangguan fungsi hepar peningkatan SGOT dan SGPT
 Pertumbuhan janin terhambat
 Trombositopenia berat (< 100.000 sel/mm3) atau penurunan trombosit
dengan cepat
 Sindroma Hellp.
Preeklampsia berat dibagi menjadi :
1. Preeklampsia berat dengan impending eklampsia
2. Preeklampsia berat tanpa impending eklampsia
Disebut impending eklampsia bila preeklampsia berat disertai dengan gejala-
gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah,
nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.

G. DIAGNOSIS

a. Gejala subjektif2,6
Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma,
diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah.
Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan
merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul (impending eklampsia). Tekanan
darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah
meningkat. Pada umumnya serangan kejang didahului dengan memburuknya
preeklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan
penglihatan, mual keras, nyeri di regio epigastrium, dan hiperefleksia. Tanpa
memandang waktu dari onset kejang, gerakan kejang biasanya dimulai dari daerah
mulut sebagai bentuk kejang di daerah wajah. Beberapa saat kemudian seluruh
tubuh menjadi kaku karena kontraksi otot yang menyeluruh, fase ini dapat
berlangsung 10 – 15 detik. Pada saat yang bersamaan rahang akan terbuka dan
tertutup dengan keras, demikian juga hal ini akan terjadi pada kelopak mata, otot-
otot wajah yang lain dan pada akhirnya seluruh otot akan mengalami kontraksi dan
relaksasi secara bergantian dalam waktu yang cepat. Keadaan ini kadang-kadang
begitu hebatnya sehingga dapat menyebabkan penderita terlempar dari tempat
tidurnya, bila tidak di jaga. Lidah penderita dapat tergigit oleh karena kejang otot-
otot rahang. Fase ini dapat berlangsung sampai satu menit, kemudian secara
berangsur kontraksi otot menjadi semakin lemah dan jarang serta pada akhirnya
penderita tidak bergerak.

b. Pemeriksaan fisik2,4
Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan tekanan sistolik 30mmHg
dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat ≥ 140/90mmHg pada
preeklampsia dan≥ 160/110 mmHg pada preeklampsia berat. Selain itu kita juga
akan menemukan takikardia, takipneu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi
ensefalopati, hiperefleksia, sampai tanda-tanda pendarahan otak.

c. Penemuan Laboratorium6
Penemuan yang paling penting pada pemeriksaan laboratorium penderita
preeklampsia yaitu ditemukannya protein pada urine. Pada penderita preeklampsia
ringan kadarnya secara kuantitatif yaitu ≥ 300 mg perliter dalam 24 jam atau secara
kualitatif +1 sampai +2 pada urine kateter atau midstream. Sementara pada
preeklampsia berat kadanya mencapai ≥ 500 mg perliter dalam 24 jam atau secara
kualitatif ≥ +3.
Pada pemeriksaan darah, hemoglobin dan hematokrit akan meningkat akibat
hemokonsentrasi. Trombositopenia juga biasanya terjadi. Penurunan produksi
benang fibrin dan faktor koagulasi bisa terdeksi. Asam urat biasanya meningkat
diatas 6 mg/dl. Kreatinin serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada
preeklampsia berat. Alkalin fosfatase meningkat hingga 2-3 kali lipat. Laktat
dehidrogenase bisa sedikit meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan
elektrolit pada pasien preeklampsia biasanya dalam batas normal.
H. PENATALAKSANAAN

1. Preeklampsia Ringan
a. Tujuan Perawatan9
 Mencegah kejang
 Mencegah perdarahan intrakranial
 Mencegah gangguang fungsi organ vital
 Melahirkan bayi yang sehat

b. Rawat Jalan
Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan.
Dianjurkan ibu hamil banyak istirahat (berbaring/tidur miring), tetapi tidak harus
mutlak selalu tirah baring. Pada umur kehamilan di atas 20 minggu, tirah baring
dengan posisi miring menghilangkan tekanan rahim pada v. kava inferior,
sehingga meningkatkan aliran darah balik dan akan menambah curah jantung.
Hal ini berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. Penambahan
aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi glomelurus dan meningkatkan
diuresis. Diuresis dengan sendirinya akan meningkatkan ekskresi natrium,
menurunkan reaktivitas kardiovaskular, sehingga mengurangi vasospasme.
Peningkatan curah jantung akan meningkatkan pula aliran darah rahim.
Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang fungsi
ginjal masih normal. Pada preeklampsia, ibu hamil umumnya masih muda,
berarti fungsi ginjal masih bagus, sehingga tidak perlu restriksi garam. Diet yang
mengandung 2 g natrium atau 4-6 g NaCl (garam dapur) adalah cukup.
Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi
pertumbuhan janin justru membutuhkan lebih banyak konsumsi garam. Bila
konsumsi garam hendak dibatasi, hendaknya diimbangi dengan konsumsi cairan
yang banyak, berupa susu atau air buah. Diet yang diberikan cukup protein,
karbohidrat rendah, lemak, garam secukupnya, dan roboransia pranatal.
Dilakukan pemerik saan laboratorium Hb, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap,
dan fungsi ginjal.

c. Rawat inap
Pada keadaan tertentu ibu hamil dengan preeklampsia ringan perlu dirawat
di rumah sakit. Kriteria preeklampsia ringan dirawat di rumah sakit, ialah 1
 Bila tidak ada perbaikan tekanan darah, kadar proteinuria selama 2
minggu
 Adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat.
Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin, berupa pemeriksaan USG dan
Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan amnion.
Pemeriksaan nonstress test dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi dengan
bagian mata, jantung, dan lain-lain. 1

d. Perawatan obstetrik yaitu sikap terhadap kehamilannya7


Menurut Williams, kehamilan preterm ialah kehamilan antara 22 minggu
sampai ≤ 37 minggu. Pada kehamilan preterm (< 37 minggu), bila tekanan darah
mencapai normotensif selama perawatan, maka persalinannya ditunggu sampai
aterm.
Sementara itu, pada kehamilan aterm (> 37 minggu), persalinan ditunggu
sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi
persalinan pada taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara
spontan dan bila perlu memperpendek kala II.

2. Preeklampsia Berat9
a. Sikap terhadap penyakit : Pengobatan medikamentosa
 Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat
inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang
penting pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena
penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai resiko tinggi untuk
terjadinya edema paru dan oligouria. Sebab terjadinya kedua keadaan
tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya
edema paru dan oligouria ialah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel
endotel, penurunan gradient tekanan onkotik koloid/pulmonary capillary
wedge pressure.
Oleh karena itu monitoring input cairan (melalui oral ataupun infuse) dan
output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus
dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang
dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda tanda edema
paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat
berupa:
- 5% ringer dextrose atau cairan garam faal jumlah tetesan:<125cc/jam
- Infuse dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse
ringer laktat (60-125 cc/jam) 500 cc.
Di pasang foley kateter untuk mengukur pengeluaran urin. Oligouria
terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24
jam. Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila
mendadak kejang, dapat menghindari resiko aspirasi asam lambung yang
sangat asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan
garam.

 Pemberian obat antikejang


a. MgSO4
b. Diazepam
c. Fenitoin
Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif
dibanding fenitoin, berdasar Cochrane review terhadap enam uji klinik
yang melibatkan 897 penderita eklampsia.
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar
asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi
neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada
sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser
kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif
inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang
tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat.
Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk
antikejang pada preeklampsia atau eklampsia.
Cara pemberian MgSO4
- Loading dose : initial dose 4 gram MgSO 4: intravena, (40 %
dalam 10 cc) selama 15 menit
- Maintenance dose :Diberikan infuse 6 gram dalam larutan
ringer/6 jam; atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya
maintenance dose diberikan 4 gram im tiap 4-6 jam
Syarat-syarat pemberian MgSO4
- Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu
kalsium glukonas 10% = 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan iv
3 menit
- Refleks patella (+) kuat
- Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda tanda distress
nafas
Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
- Dosis terapeutik : 4-7 mEq/liter atau 4,8-8,4 mg/dl
- Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter atau 12 mg/dl
- Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter atau 18 mg/dl
- Terhentinya jantung >30 mEq/liter atau > 36 mg/dl

Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi atau


setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir.
Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan resiko kematian ibu dan
didapatkan 50 % dari pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas)

 Pemberian Diuretik
Diuretik tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-
paru, payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretik yang dipakai ialah
furosemid. Pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat
hipovolemia, memperburuk perfusi uteroplasenta, meningkatkan
hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat
janin.
 Antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas
(cut off) tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort
mengusulkan cut off yang dipakai adalah ≥ 160/110 mmhg dan MAP ≥ 126
mmHg.
Di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian
antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik ≥180 mmHg dan/atau tekanan
diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu
penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan
mencapai < 160/105 atau MAP < 125. Jenis antihipertensi yang diberikan
sangat bervariasi. Obat antihipertensi yang harus dihindari secara mutlak
yakni pemberian diazokside, ketanserin dan nimodipin.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah hidralazin
(apresoline) injeksi (di Indonesia tidak ada), suatu vasodilator langsung pada
arteriole yang menimbulkan reflex takikardia, peningkatan cardiac output,
sehingga memperbaiki perfusi uteroplasenta. Obat antihipertensi lain adalah
labetalol injeksi, suatu alfa 1 bocker, non selektif beta bloker. Obat-obat
antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah
clonidin (catapres). Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin 1 ampul
dilarutkan dalam 10 cc larutan garam faal atau larutan air untuk suntikan.
Antihipertensi lini pertama
- Nifedipin. Dosis 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120
mg dalam 24 jam
Antihipertensi lini kedua
- Sodium nitroprussida : 0,25µg iv/kg/menit, infuse ditingkatkan 0,25µg
iv/kg/5 menit.
- Diazokside : 30-60 mg iv/5 menit; atau iv infuse 10 mg/menit/dititrasi.
Antihipertensi sedang dalam penelitian
- Calcium Channel Blocker : Isradipin, Nimodipin
- Serotonin Reseptor Antagonis : Ketan serin
 Kortikosteroid
Pada preeklampsia berat dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik
(payah jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non
kardiogenik (akibat kerusakan sel endotel pembuluh darah paru). Prognosis
preeclampsia berat menjadi buruk bila edema paru disertai oligouria.
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak
merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam. Obat ini
juga diberikan pada sindrom HELLP.

b. Sikap terhadap kehamilannya6


Berdasar William obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan
gejala-gejala preeclampsia berat selama perawatan, maka sikap terhadap
kehamilannya dibagi menjadi:
1. Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan
pemberian medikamentosa.
2. Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian medikamentosa.
 Perawatan aktif
Indikasi perawatan aktif bila didapatkan satu atau lebih keadaan di bawah ini,
yaitu:
Ibu
1. Umur kehamilan ≥ 37 minggu
2. Adanya tanda-tanda/gejala-gejala impending eklampsia
3. Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan klinik dan
laboratorik memburuk
4. Diduga terjadi solusio plasenta
5. Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan
Janin
1. Adanya tanda-tanda fetal distress
2. Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction
3. NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
4. Terjadinya oligohidramnion
Laboratorik
1. Adanya tanda-tanda “sindroma HELLP” khususnya menurunnya
trombosit dengan cepat
 Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm ≤ 37
minggu tanpa disertai tanda –tanda impending eklampsia dengan keadaan
janin baik. Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa
pada pengelolaan secara aktif. Selama perawatan konservatif, sikap terhadap
kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti perawatan
aktif, kehamilan tidak diakhiri. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah
mencapai tanda-tanda preeclampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu
24 jam. Bila setelaah 24 jam tidak ada perbaikan keadaan ini dianggap
sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi.
Penderita boleh dipulangkan bila penderita kembali ke gejala-gejala atau
tanda tanda preeklampsia ringan.

I. KOMPLIKASI2,6,9,10

Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan
bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsia dan eklampsia. Komplikasi tersebut di
bawah ini biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia.

Komplikasi yang terjadi pada ibu :

1. Solutio plasenta
2. Kerusakan organ vital (Ginjal, hati, jantun, dan paru-paru)
3. Kelainan hemostatik dan perdarahan berat
4. Stroke atau perdarahan cerebri
5. Eklampsia
6. Sindroma HELLP
7. Kematian
8. Resiko tinggi penyakit cardiovascular dikemudian hari
Komplikasi yang terjadi pada janin :
1. Prematuritas
2. BBLR
3. Resiko tinggi penyakit cardiovascular dikemudian hari
4. Kematian janin intra uterine (IUFD)

BAB III

LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. A

Umur : 39 tahun
Alamat : Ds. Dampal
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Pendidikan : SMA

Tanggal pemeriksaan : 29 Oktober 2022


Tempat : RS.Anutapura

B. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama :

Nyeri Perut tembus belakang

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien perempuan G1P0A0 39 tahun rujukan dari Puskesmas Tompe,


masuk dengan keluhan nyeri perut tembus belakang yang dirasakan
penderita sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Nyeri dirasakan
hilang timbul. Keluhan ini disertai dengan adanya pusing, sakit kepala,
tidak ada mual dan muntah, serta tidak adanya keluar lendir dan darah dari
jalan lahir. BAK lancar dan BAB biasa.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Hipertensi tidak ada, diabetes mellitus tidak ada , penyakit jantung tidak ada,
asma tidak ada, alergi tidak ada.

4. Riwayat Penyakit Keluarga :

Hipertensi tidak ada, diabetes melitus tidak ada, penyakit jantung tidak ada,
asma tidak ada, alergi tidak ada, tidak ada di keluarga pasien mengeluhkan
hal yang sama seperti pasien.

5. Riwayat menstrusasi :

Pertama kali haid saat berusia 15 tahun, siklus teratur tiap bulan, lama 5-
7 hari, ganti pembalut 2-3 kali, tidak nyeri. HPHT tanggal 3 januari 2021.
Perkiraan kelahiran tanggal 10 Oktober 2022
6. Riwayat pernikahan :

Pasien menikah 1 kali, dengan suami sekarang sudah 3 tahun.

7. Riwayat Obstetri

Gravid : 1 Partus : 0 Abortus : 0

NO Tahun Tempat Umur Jenis Penelong Penyulit Jenis


Partus partus Kehamilan Persalinan Persalinan Kelamin/
Berat
1. Hamil Sekarang

8. Riwayat Kontraspesi :

Belum ada penggunaan KB

B. PEMERIKSAAN FISIK

1. Pemeriksaan tanda vital

Keadaan Umum : Sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis, GCS = 15 (E4, M6, V5)
Tekanan darah : 191/135 mmHg
Pernapasan : 20 kali/menit
Nadi : 93 kali/menit, kuat angkat, irama reguler
Suhu : 36,5°C
2. Pemeriksaan fisik umum
Kepala dan leher

- Kepala : Normochepal

- Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterus (-/-), pupil


bulat, isokor diameter 2mm/2mm, refleks cahaya
(+/+)
- Mulut : Mukosa bibir kering (-), tonsil T1/T1, faring hiperemis
- Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax
- Inspeksi : Bentuk dada normal,pergerakan simetris kanan kiri
- Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-), vokal fremitus kanan

dan kiri sama

- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru


- Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronchi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
- Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus kordis teraba di ICS V midline claviculasinistra
- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, bisingjantung (-/-)
Abdomen
- Inspeksi : Tampak cembung disertai striae gravidarum
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
- Perkusi : Timpani
- Palpasi : Tinggi fundus uteri pada 1 jari dibawah processus
Xyphoideus
Ekstremitas
- Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-)
- Bawah : Akral hangat (+/+), edema (+/+)

3. Pemeriksaan Obstetri

Pemeriksaan Leopold

- Leopold I : 1 jari dibawah processus xyphoideus (31 cm)


- Leopold II : Punggung kiri

- Leopold III : Presentasi kepala

- Leopold IV : Sudah masuk pintu atas panggul (PAP)

- TBJ : 2945 gram

- BJF : 136 x/menit

- HIS : 1 kali dalam 10 menit dengan lama


kontraksi 10-15 detik
Pemeriksaan Dalam (VT)

Vulva : Tidak ada kelainan

Vagina : Tidak ada kelainan

Portio : Teraba lunak, dan tebal

Inspekulo : Tidak dilakukan pemeriksaan

Pembukaan : 1 cm

Ketuban : Utuh

Penurunan : Kepala Hodge I

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

➢ Darah Rutin (12 Oktober 2022)

- Leukosit : 11,6 x103/mm3↑

- Eritrosit : 3.4 x106/mm3↓

- Hemoglobin : 7.3 gr/dl↓

- Hematokrit : 25.1 %↓
- Platelet : 358.x103/mm3

- Glukosa : 92 mg/dl

- HbsAg : Non-Reaktif

- Anti HIV : Non-Reaktif

- Antigen SARS Cov-2 : Negatif

Urinalisis (12 Oktober 2022)


- PH : 7.0
- BJ : 1.015
- Protein : +3
- Reduksi : Negati
- Urobolinogen : Negatif
- Bilirubin : negatif
- Keton : negatif
- Nitrit : negatif
- Blood : Negatif
- Leukosit : Negatif
Sedimen :
- leukosit :  2-3
- Eritrosit : Tidak terhitung
- Kristal : negatif
- Granula : negatif
- Epitel sel : +

D. RESUME
Pasien perempuan G1P0A0 39 tahun rujukan dari Puskesmas Tompe, masuk
dengan keluhan nyeri perut tembus belakang yang dirasakan penderita sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Nyeri dirasakan hilang timbul.
Keluhan ini disertai dengan adanya vertigo dan headache, tidak ada penglihatan
kabur, tidak ada nausea dan vomit, serta tidak adanya keluar lendir dan darah
dari jalan lahir. BAK lancar dan BAB biasa. Pasien mengaku amenorrea sejak
tanggal 3 januari 2021. Perkiraan kelahiran tanggal 10 Oktober 2022.
Tanda vital didapatkan Tekanan Darah 191/135 mmHg, Heart rate 93
x/menit, Respiration rate 20 x/ menit, Suhu 36,5oC. Pada pemeriksaan
pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anaemis (+/+) dan edema pada kedua
tungkai. pemeriksaan genitalia didapatkan pembukaan : 1 cm, penurunan :
kepala, hodge I. Pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan Leukosit =
11,6 x 103/mm3, Hemoglobin = 7.3 gr/dl, Platelet = 458.x103/mm3.
Pemeriksaan urinalisis didapatkan protein +3.

E. DIAGNOSIS

G1P0A0 gravid 39-40 minggu + Preeklamsia Berat + Anemia

F. PENATALAKSANAAN

- Pasang IVFD RL 20 tpm

- Inj. Ranitidin Amp/12 jam/IV

- Inj. Ondansentron Amp/8 jam/IV

-(Loading Dose) : 4 gr MgSO4 40% dalam 100 cc NaCl dihabiskan dalam 30


menit

-(Maintenance Dose) : 6 gr MgSO4 dalam 500 cc Ringer Lactat selama 6 jam


28 tetes/menit, diberikan 4 kali pemberian selama 24 jam (4 kolf Ringer
Laktat dan MgSO4)
- Nifedipin 10 mg 3 x 1
- Siapkan darah 2 kantong

- Observasi TTV dan BJF

LAPORAN PERSALINAN

Observasi

Tanggal Pemeriksaan Pemeriksaan fisik HIS DJJ Keadaan


& Jam Dalam umum

12/10/2022 Kateter Urin terpasang, Urin Output sebanyak 60 cc


20.00

Pembukaan 1 TD :191/135 mmHg 1 kali/ 146 Sedang


cm, ketuban Nadi: 6 x/menit 10
x/menit
utuh, portio Suhu: 36,6 °C menit
lunak, tebal Durasi:
RR : 20 x/menit
10-15
detik

Pembukaan TD : 110/90 mmHg 2 x/ 10 14 Sedang


Nadi : 90 x/menit menit
2 cm, x/menit
12/10/2022 Suhu : 36,6°C Durasi:
Ketuban
22.10 RR : 20 x/menit 10-15
utuh, portio
Urin : 200 cc Detik
lunak.
12/10/2022 Ketuban Pecah spontan warna hijau, VT pembukaan 2 cm, ketuban
22.15 sisa selaput, portio tebal lunak. His 2 x/ 10 menit Durasi: 10-15
Detik
Pembukaan TD : 130/80 4-5 x/ 10 130 Sedang
x/menit
10 cm, mmHg menit
13/10/2022
Ketuban Dura
Nadi : 88 x/menit
01.05
(-), si:
Suhu : 36,6°C
Penurunan 50-60
RR : 24 x/menit
kepala Hodge detik
IV

Laporan persalinan

Jam Tanggal 13 Oktober 2022

01.05 Pembukaan lengkap, Hodge IV, Ibu dipimpin mengedan kepala maju
dengan baik

01.35 Lahir bayi perempuan secara spontan, tidak langsung menangis [BB;
2500 gr, PB: 47 cm, anus (+), palatum (+)]

01.40 Plasenta lahir spontan lengkap, pendarahan ± 200 cc, kontraksi uterus
(+) baik. Dilakukan inspeculo portio utuh. Injeksi Oxytosin 10 IU/IM.
Perineum ruptur derajat II, hecting jelujur.

FOLLOW UP
13 Okt 2022 S : Nyeri perut bawah (+), Pusing (-) Sakit Kepala (-),
08.00 WITA Penglihatan kabur (-), mual (-), muntah (-), keluar darah dari
jalan lahir (+) 1 kali ganti pembalut tidak full, BAK (-) lancer,
BAB (-), Flatus (+)
O: KU : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD : 139/88 mmHg

N : 88 x/menit

S : 36,6 oC

P : 20x/menit

A : P1A0 post partum aterm H0 + Ruptur Perineum Gr II


Preeklampsia Berat + Anemia

P :
- Post pemberian MgSo4 sesuai protap

- Asam mefenamat 500 mg 3 X 1

- Sulfat Ferous 2 X 1

- Nifedipin 10 mg 3 X 1

- Cefadroxil 500 mg 2 X 1

- Metilergotamin 0.125 mg 3 x 1
14 Okt 2022 S : Tidak ada keluhan.
08.00 WITA O:
Kesadaran : Compos mentis
KU : Sedang
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 80x/menit

Suhu : 36,5oC

R : 22x/menit

A : P1A0 Post partum H1 + Preeklampsia Berat + Anemia.

P:

- Asam mefenamat 500 mg 3 x 1 tab

- Cefadroxil 500 mg 2 x 1 caps

- Ferrous Sulfate 1x1 tab

- Nifedipin 10 mg 3x1

Boleh pulang, Kontrol poli tanggal 17 Okt 022


BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien G1P0A0 39 tahun rujukan dari Puskesmas Tompe,
masuk dengan keluhan nyeri perut tembus belakang yang dirasakan penderita sejak
2 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Nyeri dirasakan hilang timbul. Pasien
juga mengeluhkan pusing dan sakit kepala. Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik di
dapatkan hasil pengukuran tekanan darah (TD) 191/135 mmHg, nadi 93 x/menit,
pernapasan 20 x/menit dan suhu 36,5oC. Pada pemeriksaan fisik di dapatkan pucat
pada kedua kongjungtiva dan edema pada tungkai bawah dan hasil pemeriksaan
laboratorium darah rutin didapatkan leukosit (WBC) 11.6 x103/mm3 (↑), Eritrosit
(RBC) 3.4 x106/mm3, Hemoglobin (HGB) 7.3 gr/dl (↓), Hematokrit (HCT) 25.1 %,
Platelet (PLT) 358 .x103/mm3 (↑), Glukosa 2 mg/dl, HbsAg (Non-Reaktif), Anti HIV
(Non-Reaktif) dan pemeriksaan urinalisis didapatkan hasil proteinuria +3 (Dipstik).
Berdasarkan dari hasil pemeriksaan dapat ditegakkan diagnosis G1P0A0 Gravid 40
Aterm dengan Preeklampsia Berat + Anemia.2,3
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil temuan pada pemeriksaan fisik serta
hasil temuan pada pemeriksaan laboratorium, dimana pada pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah pasien 190/135 mmHg, dan pada pemeriksaan urinalisa
secara kualitatif didapatkan hasil +3 (Dipstik). Hal ini telah memenuhi kriteria
diagnosis preeclampsia berat berdasarkan teori yang ada bahwa gambaran klinik
ditandai dengan tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau tekanan diastolic ≥110
mmHg, proteinuria 300 mg/24 jam atau lebih atau pemeriksaan kualitatif +2
(dipstick) atau lebih.2,3

Selain dengan preeclampsia berat, pasien juga dirawat dengan diagnosis


anemia. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik didapatkan pucat pada kedua
konjungtiva dan pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan nilai hemoglobin
(HGB) 7,3 gr/dl, dimana hasil ini berada dibawah nilai rujukan normal (14 - 19
g/dL). Penanganan anemia pada ibu dilakukan dengan cara pemberian transfusi
packed red blood cells yang bertujuan untuk mengganti sel darah merah pada pasien
yang mengalami anemia. Packed red blood cells akan meningkatkan nilai Hb
sebesar 20gr/100 mL dan Hct 55-75%.11
Pasien mendapatkan terapi berupa IVFD Ringer Laktat 20 tpm, MgSO 4 4 gr
40% dalam 100 cc NaCl dihabiskan dalam 30 menit (Loading Dose) dilanjutkan
pemberian 6 gr MgSO4 dalam 500 cc Ringer Laktat selama 6 jam 28 tetes/menit
(Maintenance Dose), Nifedipin 10 mg 3 x 1, Metildopa 500 mg 3 x 1, Transfusi 1
Labu PRC. Pasien juga dipasangi Foley Catheter serta dilakukan observasi pada
tanda-tanda vital dan denyut jantung janin. Pasien direncakan untuk dilakukan
terminasi kehamilan.2,3
Terapi cairan pasien sesuai dengan teori bahwa terapi yang diberikan adalah
infuse ringer laktat (60-125 cc/jam). Selain pemberian terapi cairan, MgSO 4 40%
juga diberikan secara intravena dalam 10 cc selama 15 menit sebagai Loading dose.
Maintenance dose diberikan MgSO4 40% 6 gram secara intravena dalam 500 cc
Ringer laktat selama 6 jam dengan laju 28 Tpm. Pemasangan Foley Catheter
bertujuan untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria dapat terjadi pada pasien
preeclampsia bila produksi urin <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam.1
Terapi cairan bertujuan untuk mengatasi gangguan cairan pada pasien
preeclampsia. Pada pasien preeclampsia biasanya terjadi vasokonstriksi dan
kemungkinan dapat terjadi reduksi volume cairan intravaskuler yang relative dan
kedua hal tersebut dapat mengurangi keluaran urin. Akan tetapi terapi cairan tidak
boleh berlebihan, karena sering kali terjadi kebocoran plasma, elektrolit, dan air dari
ruang intravascular. Hal ini terjadi akibat dari kerusaka sel endotel. Kebocoran ini
dapat menghasilkan perpindahan cairan yang signifikan ke dalam ruang interstisial
yang mengakibatkan edema perifer dan/atau sentral (paru dan sistem saraf pusat).
Saat cairan keluar dari ruang intravaskular, ada juga potensi hipovolemia. Oleh
karena itu, pemberian cairan harus dinilai dalam konteks untuk menjaga perfusi
organ, sekaligus membatasi atau mencegah terjadinya edema paru. Kerusakan
endotel ginjal tampaknya sangat sensitif terhadap perubahan cairan yang
mengakibatkan proteinuria dan oliguria. Penilaian fungsi ginjal (kreatinin serum)
harus dinilai untuk menentukan derajat disfungsi ginjal. Salah satu ciri deplesi
intravaskular adalah hemokonsentrasi, karena edema paru lebih sering terjadi dan
kerusakan ginjal permanen akibat preeklamsia jarang terjadi, cairan biasanya
dibatasi.9
Edema paru disebabkan oleh akumulasi cairan interstisial di paru-paru.
Perkembangan edema interstisial tergantung pada tekanan hidrostatik di kapiler
paru, tekanan onkotik yang menahan cairan di ruang intravaskular, integritas endotel
kapiler semipermeabel dan drainase paru-paru melalui pembuluh limfatik. Pada
preeklamsia, tekanan onkotik turun karena protein hilang melalui ekskresi urin dan
permeabilitas kapiler dapat berubah pada beberapa pasien. Tekanan hidrostatik di
kapiler paru juga berubah dan sebanding dengan tekanan atrium kiri. Hal ini dapat
disimpulkan terjadi akibat perubahan dari tekanan baji kapiler paru (pulmonary
capillary wedge pressure/PCWP).9
Pemberian magnesium sulfat bertujuan untuk mencegah terjadinya kejang
pada pasien preeclampsia. Magnesium penting untuk aktivitas sebagai enzim dan
berperan penting neurokimia dan eksitabilitas muscular. Magnesium sulfat
mengurangi kontraksi otot lurik dan menghambat adanya transmisi neuromuscular
perifer dengan mengurangi jumlah asetilkolin yang dilepaskan di neuromuscular
junction. Magnesium sulfat juga berperan sebagai relaksan terhadap otot halus di
pembuluh darah serta memberikan efek penekana saraf pusat karena berperan
sebagai antagonis reseptor N-Methyl D-Aspartat (NMDA), glutamate dan
penghambatan kanal kalsium. Penggunaan MgSO4 bersifat perifer sehingga kejang
dapat dihentikan. 9
Pasien menerima obat antihipertensi yaitu, nifedipin sebagai obat
antihipertensi lini pertama pada ibu hamil. Golongan Calcium Channel Blocker lebih
banyak digunakan karena dapat memiliki aksi yang cepat. Golongan Calcium
Channel Blocker yang paling banyak digunakan yaitu nifedipin untuk mencapai
penurunan tekanan darah secara bertahap dan berkelanjutan sehingga mencegah
terjadinya komplikasi seperti perdarahan otak dan eklampsia, serta sebgai obat yang
aman pada ibu hamil.7,9
Observasi persalinan mulai dilakukan saat pasien berada diruangan dengan
melakukan observasi tanda-tanda vital, pemeriksaan dalam, mengukur denyut
jantung janin dan kontraksi uterus. Persalinan mulai dilakukan pukul 01.05 WITA
Tanggal 13 Oktober 2022 dikarenakan pada pemeriksaan dalam didapatkan
pembukaan 10 cm dan penurunan kepala Hodge IV, ketuban (-). Bayi lahir berjenis
kelamin perempuan secara spontan [BB; 2500 gr, PB: 47 cm, anus (+), palatum (+)].
Plasenta lahir spontan lengkap, jumlah pendarahan ± 250 cc, kontraksi uterus (+)
baik. Dilakukan inspeculo portio utuh. Dilakukan pemberian Inj. Oxytosin 10
IU/IM. Perineum ruptur derajat II
Penyuntikan oxytosin 10 IU secara IM pada 1/3 bagian paha atas bagian luar
sebagai bentuk manajemen kala III. Manajemen aktif persalinan kala tiga terdiri atas
intervensi yang direncanakan untuk mempercepat untuk mempercepat pelepasan
plasenta dengan meningkatkan kontraksi rahim dan mencegah PPP dengan
menghindari atonia uteri.
Setelah persalinan pasien dirawat di Kamar Bersalin RS Anutapura untuk
dilakukan observasi post partum. Pasien boleh pulang tanggal 14 oktober 2022
DAFTAR PUSTAKA
1. Lunger RK and Kight B. Hypertension In Pregnancy. StatPearls;2021.
Available from https://www-ncbi-nlm-
nih .gov.translate.goog/books/NBK570611/?
_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=sc
2. World Health Organization. WHO recommendations for Prevention and
treatment of pre-eclampsia and eclampsia. 2021.
3. August Phyllis, Sibai Baha. Literature review Preecampsia : Clinical
features and diagnosis. Januari 2022 available from
https://www.uptodate.com/contents/preeclampsia-clinical-features-and-
diagnosis#H1931551821
4. Karrar SA, Hong PL. Preeclampsia. StatPearls;2021. Available from
https://www-ncbi-nlm-nih-gov.translate.goog/books/NBK570611/?
_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=sc
5. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto
Maternal. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran: Diagnosis dan
Tatalaksana Preeklampsia. 2022. https://pogi.or.id/publish/download/pnpk-
dan-ppk/
6. Lim KH. Preeclampsia. Medscape. 2022. available from
https://emedicine.medscape.com/article/1476919-overview
7. Cunningham FG, Gant N, et al. Williams Obstetrics 25nd ed. Hypertensive
Disorder. McGraw-Hill,; 710-734
8. American College of Obstetricians and Gy necologists. Gestational
Hypertension and Preeclampsia: ACOG Practice Bulletin, Number 222.
Obstet Gynecol. 2020;135(6):e237-e260.
doi:10.1097/AOG.0000000000003891
9. Angsar D. Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam Prawirohardjo, S editor.
Ilmu Kandungan. Edisi Ke-5. Jakarta. Yayasan Bina Pustaa Sarwono
Prawirohardjo. 2016
10. Khalid F, Tonismae T. HELLP Syndrome. StatPearls Publishing. 2022.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560615/

Anda mungkin juga menyukai