REFKA
Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat
10 Desember 2022
Rumah Sakit Umum Anutapura Palu
PREEKLAMSIA BERAT
Disusun oleh:
PEMBIMBING:
2022
HALAMAN PENGESAHAN
Fakultas : Kedokteran
PENDAHULUAN
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 - 15 % penyulit kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di
Indonesia morbiditas dan mortalitas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi.
Hal ini disebabkan selain oleh etiologi yang tidak jelas, juga oleh perawatan dalam
persalinan masih ditangani oleh petugas non medik dan sistem rujukan yang belum
sempurna. 1 Hipertensi dalam kehamilan didefenisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg dan/atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Hipertensi berat didefenisikan sebagai
tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg.1
Preeklampsia adalah gangguan yang terjadi selama kehamilan dan periode postpartum
yang mempengaruhi kondisi ibu dan bayi yang belum lahir. Preeklampsia ditemukan
sekitar 5-8% dari semua hipertensi dalam kehamilan. Preeklampsia merupakan kondisi
progresif yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan adanya protein dalam urin.
Pembengkakan, penambahan berat badan secara tiba-tiba, sakit kepala, dan perubahan
penglihatan adalah gejala yang paling umum dijuampai. Secara global, preeklampsia dan
gangguan hipertensi kehamilan lainnya merupakan penyebab utama kematian ibu dan bayi.
Preeklampsia menyebabkan 76.000 kematian ibu dan 500.000 bayi setiap tahun.2
Ada beberapa faktor resiko yang berperan penting dalam terjadinya preeklmpsia
antara lain seperti usia, riwayat preeklampsia sebelumnya, riwayat hipertensi kronik,
diabetes gestasional, obesitas dan overweight, penyakit ginjal kronik, penyakit autoimun,
kehamilan ganda, nulipara, dan komplikasi kehamilan sebelumnya yang berhubungan
dengan insufisiensi plasenta merupakan penyebab tersering terjadinya preeklampsia.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFENISI
B. EPIDEMIOLOGI
Hipertensi pada kehamilan terjadi pada 10% ibu hamil di seluruh dunia. Kondisi ini
bisa meliputi preeklampsia, eklampsia, hipertensi gestasional, dan hipertensi kronis.
Preeklampsia merupakan kondisi yang paling banyak terjadi, dengan angka kejadian 2–8%
dari seluruh kehamilan di dunia. Insidensi preeklampsia ditemukan lebih tinggi pada wanita
nullipara (3–7%) daripada wanita multipara (1–3%). Angka kejadian preeklampsia sangat
bervariasi pada masing-masing negara. Estimasi WHO memperkirakan preeklampsia lebih
banyak terjadi di negara-negara berkembang. Prevalensi preeklampsia di negara
berkembang berkisar antara 1,8–16,7%.2,4
Preeklampsia menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan baik dari segi
maternal maupun neonatal. Preeklampsia menyebabkan >70.000 kematian maternal dan
500.000 kematian fetus di seluruh dunia setiap tahunnya. Angka kematian tersebut
bertanggungjawab terhadap 14% sebab kematian ibu di dunia. Morbiditas dan mortalitas
yang disebabkan preeklampsia berkaitan dengan disfungsi endotel sistemik, trombosis
mikrovaskular yang menyebabkan iskemia, gangguan sistem saraf pusat seperti kejang atau
stroke, nekrosis tubular akut, koagulopati, dan abruptio plasenta.6
C. FAKTOR RESIKO2
Faktor risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan meliputi:
a. Usia
Usia ibu lanjut (usia ibu > 35 tahun sekiar 95 % atau usia ibu > 40 tahun sekitar
98% ). Wanita yang lebih tua cenderung memiliki faktor risiko tambahan seperti
obesitas , diabetes mellitus, dan hipertensi kronis, yang mempengaruhi untuk
terjadinya preeklamsia. Sampai saat ini usia remaja berisiko lebih tinggi mengalami
preeklamsia masih kontroversial. Salah satu penelitian memperkirakan bahwa
prevalensi preeklamsia/eklampsia pada kehamilan remaja hanya sekitar 6,7 % dan
penelitian yang lainnya tidak menemukan hubungan antara masa remaja dan risiko
preeklamsia.
b. Riwayat preeklampsia
Riwayat preeklampsia sebelumnya meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia
pada kehamilan berikutnya delapan kali lipat dibandingkan dengan wanita tanpa
riwayat ini. Tingkat keparahan preeklampsia sangat mempengaruhi risiko ini.
Wanita dengan gambaran preeklamsia berat pada trimester kedua memiliki risiko
terbesar terjadinya preeklamsia pada kehamilan berikutnya. Tingkat kekambuhan
sekitar 25-65 % telah dilaporkan. Sebagai perbandingan, wanita dengan preeklamsia
tanpa gejala berat pada kehamilan pertama mereka hanya memiliki resiko 5-7 %
pada kehamilan kedua.
c. Diabetes Gestasional
Preeklampsia dengan risiko diabetes gestasional dikaitkan dengan berbagai faktor,
seperti adanya penyakit ginjal atau kelainan pembuluh darah yang mendasari,
obesitas, kadar insulin plasma/resistensi insulin yang tinggi, dan metabolisme lipid
yang abnormal.
d. Hipertensi Kronik
Hipertensi kronis meningkatkan risiko preeklamsia lima kali lipat dibandingkan
dengan wanita tanpa faktor risiko ini. Hipertensi kronis jarang terjadi pada wanita
usia reproduksi dan dengan demikian hanya menyumbang sekitar 5-10 % dari kasus
preeklamsia.
e. Penyakit autoimun
Penyakit autoimun seperti Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) dan Sindrom
Antifosfolipid meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia. Mekanisme terjadinya
preeklampsia akibat penyakit autoimun belum diketahui secara pasti tetapi diduga
ada kaitannya dengan beberapa mekanisme yang melibatkan proses inflamasi,
mikroangiopati, peningkatan pergantian trombosit, dan disfungsi ginjal.
D. ETIOLOGI7
Terdapat beberapa hal yang diduga menjadi etiologi terjadinya preeklampsia antara lain :
1. Implantasi plasenta dengan invasi trofoblas abnormal pada pembuluh darah uterus
2. Toleransi maladaptif imunologis antara ibu, plasenta, dan janin
3. Maladaptasi ibu terhadap kardiovaskular atau perubahan inflamasi dalam kehamilan
normal
4. Faktor genetik termasuk gen predisposisi yang diturunkan dan pengaruh epigenetik.
E. PATOFISIOLOGI2,7
Patofisiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Preeklampsia
diperkirakan terjadi karena pengaruh multifaktorial, terdapat beberapa teori-teori yang
dianut dalam mekanisme terjadinya preeklampsia, tetapi tidak ada satupun teori tersebut
yang di anggap mutlak benar, salah satu teori yaitu kelainan vaskularisasi plasenta
Teori Kelainan Vascularisasi Plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang
anteri uterina dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium
berupa arteri arkuarta dan arteri arkuarta memberi cabang arteria radialis. Arteria rdialis
menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteria
spiralis. 1
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke lapisan
otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi
dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis,
sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis
mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis memberi
dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran
darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan
perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan
baik. Proses ini dinamakan "remodeling arteri spiralis".
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot
arteri spiralis dan jaringan matriks disekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap
kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi
dan vasodilatasi. Akibatnya, artéri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi
kegagalan "remodeling arteri spiralis", sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan
terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan
perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis selanjutnya.
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan
pada preeklampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri
spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta.
1. Elektrolit
Kadar elektrolit total menurun pada waktu hamil normal. Pada preeklamsi
kadar protein total sama seperti ibu hamil , kecuali bila mereka diberikan diuretik
yang banyak, restriksi konsumsi garam, atau pemberian cairan oksitoksin yang
bersifat antidiuretik.
Preeklamsia berat yang mengalami hipoksia dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan asam basa. Pada waktu terjadi kejang eklampsia kadar bikarbonat
akan menurun, disebabkan akibat timbulnya asidosis laktat dan akibat kompensasi
hilangnya karbon dioksida.
Kadar natrium dan kalium pada preeklamsia sama dengan kadar hamil
normal, yaitu sesuai dengan proporsi jumlah air dalam tubuh. Karena kadar natrium
dan kalium yang tidak berubah pada preeklampsia, maka tidak terjadi retensi
natrium yang berlebihan. Hal ini berarti pada preeklamsia tidak diperlukan restriksi
konsumsi garam.
2. Tekanan osmotik koloid plasma/tekanan onkotik
Osmolaritas serum dan tekanan onkotik menurun pada umur kehamilan 8
minggu. Pada preeklamsia tekanan onkotik makin menurun karena kebocoran
protein dan peningkatan permeabilitas vascular.
3. Koagulasi dan fibrinolisis
Gangguan koagulasi pada preeklampsia , misalnya trombositopenia , jarang
yang berat tetapi sering dijumpai. Pada preeklampsia terjadi peningkatan FDP,
penurunan anti-trombin III, dan peningkatan fibronektin.
4. Viskositas darah
Viskositas darah ditentukan oleh volume plasma, molekul makro; fibrinogen
dan hematokrit. Pada preeklampsia viscositas darah akan meningkat ,
mengakibatkan meningkatnya resistensi perifer dan menurunnya aliran darah ke
organ.
5. Hematokrit
Pada hamil normal hematokrit menurun karena hipovolemia, kemudian
meningkat lagi pada trimester III akibat peningkatan produksi urin. Pada
preeklampsia hematokrit meningkat akibat tejadinya hipovolemia yang
menggambarkan beratnya preeklampsia.
6. Edema
Edema dapat terjadi pada kehamilan normal. Edema yang terjadi pada
kehamilan memiliki banyak interpetasi, misalnya sekitar 40% edema dijumpai pada
kehamilan normal, 60% edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi, dan
80% edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi dan proteinuria. Edema
terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapilar. Edema yang
patologik adalah edema yang nondependen pada muka dan tangan, atau edema
generalisata, dan biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat. 1
7. Hematologik
Perubahan hematologik disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme,
hipoalbuminemia hemolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriole dan hemolisis
akibat kerusakan endotel arteriole. Perubahan tersebut dapat berupa peningkatan
hematokrit akibat hipovolemia, peningkatan viskositas darah, trombositopenia, dan
gejala hemolisis mikroangiopatik. Disebut trombositopenia bila trombosit <
100.000 sel/ml. Hemolisis dapat menimbulkan destruksi eritrosit.
8. Hepar
Dasar perubahan pada hepar adalah vasospasme iskemia, dan perdarahan.
Bila tejadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel
hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga kebawah
kapsula hepar dan disebut subkapsular hematoma. Subkapsular hematoma
menimbulkan rasa nyeri di daerah epigastrium dan dapat menimbulkan ruptur
hepar, sehingga perlu pembedahan.
9. Neurologik
Perubahan neurologik dapat berupa :
Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak sehingga menimbulkan vasogenik
edema.
Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus.
Gangguan visus yang daat terjadi berupa : pandangan kabur , skotoma,
amaurosis yaitu kebutaan tanpa jelas adanya kelainan dan ablasio retinae
(retinal detachment)
Hiperrefleksi sering dijumpai pada preeklamsia berat, tetapi bukan faktor
prediksi terjadinya eklampsia.
Dapat timbul kejang eklamptik. Penyebab kejang eklamptik belum diketahui
dengan jelas. Faktor-faktor yang menimbulkan kejang eklamptik ialah
adanya edema cerebri, vasospasme cerebri, dan iskemia cerebri.
Perdarahan intrakranial meskipun jarang dapat terjadi pada preeklampsia
berat dan eklampsia.
10. Cardiovascular
Perubahan kardiovascular disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload
akibat hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.
11. Paru
Penderita preeklamsia berat mempunyai resiko yang besar terjadinya edema
paru. Edema paru dapat disebabkan oleh adanya payah jantung kiri, kerusakan sel
endotel pembuluh darah kapiler paru, dan menurunnya diuresis. Dalam menangani
edema paru, pemasangan CVP (Central Venous Pressure) tidak menggambarkan
keadaan yang sebenarnya dari pulmonary capillary wedge pressure.
12. Janin
Preeklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin
yang disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia, vasospasme,
dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta.
F. KLASIFIKASI PREEKLAMSIA
2. Preeklampsia berat
a. Definisi: preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan
darah diastolik ≥110 mmHg disertai proteinuria lebih dari 5 gram/24 jam.
b. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria preeklampsia berat yang tercamtum
dibawah ini. Preeklampsia digolongkan berat bila terdapat satu atau lebih
gejala:
Tekanan sistole 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastole 110 mmHg
atau lebih dan tidak turun walaupun sudah menjalani perawatan di RS
dan tirah baring
Proteinuria 5 gr atau lebih per jumlah urin selama 24 jam atau +4
dipstik
Oliguria, air kencing kurang dari 500 cc dalam 24 jam.
Kenaikan kreatinin plasma
Gangguan visus dan serebral; penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma, dan pandangan kabur
Nyeri di daerah epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen
(karena teregangnya kapsula Glisson)
Terjadi oedema paru-paru dan sianosis
Hemolisis mikroangiopatik
Terjadi gangguan fungsi hepar peningkatan SGOT dan SGPT
Pertumbuhan janin terhambat
Trombositopenia berat (< 100.000 sel/mm3) atau penurunan trombosit
dengan cepat
Sindroma Hellp.
Preeklampsia berat dibagi menjadi :
1. Preeklampsia berat dengan impending eklampsia
2. Preeklampsia berat tanpa impending eklampsia
Disebut impending eklampsia bila preeklampsia berat disertai dengan gejala-
gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah,
nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.
G. DIAGNOSIS
a. Gejala subjektif2,6
Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma,
diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah.
Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan
merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul (impending eklampsia). Tekanan
darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah
meningkat. Pada umumnya serangan kejang didahului dengan memburuknya
preeklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan
penglihatan, mual keras, nyeri di regio epigastrium, dan hiperefleksia. Tanpa
memandang waktu dari onset kejang, gerakan kejang biasanya dimulai dari daerah
mulut sebagai bentuk kejang di daerah wajah. Beberapa saat kemudian seluruh
tubuh menjadi kaku karena kontraksi otot yang menyeluruh, fase ini dapat
berlangsung 10 – 15 detik. Pada saat yang bersamaan rahang akan terbuka dan
tertutup dengan keras, demikian juga hal ini akan terjadi pada kelopak mata, otot-
otot wajah yang lain dan pada akhirnya seluruh otot akan mengalami kontraksi dan
relaksasi secara bergantian dalam waktu yang cepat. Keadaan ini kadang-kadang
begitu hebatnya sehingga dapat menyebabkan penderita terlempar dari tempat
tidurnya, bila tidak di jaga. Lidah penderita dapat tergigit oleh karena kejang otot-
otot rahang. Fase ini dapat berlangsung sampai satu menit, kemudian secara
berangsur kontraksi otot menjadi semakin lemah dan jarang serta pada akhirnya
penderita tidak bergerak.
b. Pemeriksaan fisik2,4
Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan tekanan sistolik 30mmHg
dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat ≥ 140/90mmHg pada
preeklampsia dan≥ 160/110 mmHg pada preeklampsia berat. Selain itu kita juga
akan menemukan takikardia, takipneu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi
ensefalopati, hiperefleksia, sampai tanda-tanda pendarahan otak.
c. Penemuan Laboratorium6
Penemuan yang paling penting pada pemeriksaan laboratorium penderita
preeklampsia yaitu ditemukannya protein pada urine. Pada penderita preeklampsia
ringan kadarnya secara kuantitatif yaitu ≥ 300 mg perliter dalam 24 jam atau secara
kualitatif +1 sampai +2 pada urine kateter atau midstream. Sementara pada
preeklampsia berat kadanya mencapai ≥ 500 mg perliter dalam 24 jam atau secara
kualitatif ≥ +3.
Pada pemeriksaan darah, hemoglobin dan hematokrit akan meningkat akibat
hemokonsentrasi. Trombositopenia juga biasanya terjadi. Penurunan produksi
benang fibrin dan faktor koagulasi bisa terdeksi. Asam urat biasanya meningkat
diatas 6 mg/dl. Kreatinin serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada
preeklampsia berat. Alkalin fosfatase meningkat hingga 2-3 kali lipat. Laktat
dehidrogenase bisa sedikit meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan
elektrolit pada pasien preeklampsia biasanya dalam batas normal.
H. PENATALAKSANAAN
1. Preeklampsia Ringan
a. Tujuan Perawatan9
Mencegah kejang
Mencegah perdarahan intrakranial
Mencegah gangguang fungsi organ vital
Melahirkan bayi yang sehat
b. Rawat Jalan
Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan.
Dianjurkan ibu hamil banyak istirahat (berbaring/tidur miring), tetapi tidak harus
mutlak selalu tirah baring. Pada umur kehamilan di atas 20 minggu, tirah baring
dengan posisi miring menghilangkan tekanan rahim pada v. kava inferior,
sehingga meningkatkan aliran darah balik dan akan menambah curah jantung.
Hal ini berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. Penambahan
aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi glomelurus dan meningkatkan
diuresis. Diuresis dengan sendirinya akan meningkatkan ekskresi natrium,
menurunkan reaktivitas kardiovaskular, sehingga mengurangi vasospasme.
Peningkatan curah jantung akan meningkatkan pula aliran darah rahim.
Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang fungsi
ginjal masih normal. Pada preeklampsia, ibu hamil umumnya masih muda,
berarti fungsi ginjal masih bagus, sehingga tidak perlu restriksi garam. Diet yang
mengandung 2 g natrium atau 4-6 g NaCl (garam dapur) adalah cukup.
Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi
pertumbuhan janin justru membutuhkan lebih banyak konsumsi garam. Bila
konsumsi garam hendak dibatasi, hendaknya diimbangi dengan konsumsi cairan
yang banyak, berupa susu atau air buah. Diet yang diberikan cukup protein,
karbohidrat rendah, lemak, garam secukupnya, dan roboransia pranatal.
Dilakukan pemerik saan laboratorium Hb, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap,
dan fungsi ginjal.
c. Rawat inap
Pada keadaan tertentu ibu hamil dengan preeklampsia ringan perlu dirawat
di rumah sakit. Kriteria preeklampsia ringan dirawat di rumah sakit, ialah 1
Bila tidak ada perbaikan tekanan darah, kadar proteinuria selama 2
minggu
Adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat.
Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin, berupa pemeriksaan USG dan
Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan amnion.
Pemeriksaan nonstress test dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi dengan
bagian mata, jantung, dan lain-lain. 1
2. Preeklampsia Berat9
a. Sikap terhadap penyakit : Pengobatan medikamentosa
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat
inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang
penting pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena
penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai resiko tinggi untuk
terjadinya edema paru dan oligouria. Sebab terjadinya kedua keadaan
tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya
edema paru dan oligouria ialah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel
endotel, penurunan gradient tekanan onkotik koloid/pulmonary capillary
wedge pressure.
Oleh karena itu monitoring input cairan (melalui oral ataupun infuse) dan
output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus
dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang
dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda tanda edema
paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat
berupa:
- 5% ringer dextrose atau cairan garam faal jumlah tetesan:<125cc/jam
- Infuse dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse
ringer laktat (60-125 cc/jam) 500 cc.
Di pasang foley kateter untuk mengukur pengeluaran urin. Oligouria
terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24
jam. Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila
mendadak kejang, dapat menghindari resiko aspirasi asam lambung yang
sangat asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan
garam.
Pemberian Diuretik
Diuretik tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-
paru, payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretik yang dipakai ialah
furosemid. Pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat
hipovolemia, memperburuk perfusi uteroplasenta, meningkatkan
hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat
janin.
Antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas
(cut off) tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort
mengusulkan cut off yang dipakai adalah ≥ 160/110 mmhg dan MAP ≥ 126
mmHg.
Di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian
antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik ≥180 mmHg dan/atau tekanan
diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu
penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan
mencapai < 160/105 atau MAP < 125. Jenis antihipertensi yang diberikan
sangat bervariasi. Obat antihipertensi yang harus dihindari secara mutlak
yakni pemberian diazokside, ketanserin dan nimodipin.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah hidralazin
(apresoline) injeksi (di Indonesia tidak ada), suatu vasodilator langsung pada
arteriole yang menimbulkan reflex takikardia, peningkatan cardiac output,
sehingga memperbaiki perfusi uteroplasenta. Obat antihipertensi lain adalah
labetalol injeksi, suatu alfa 1 bocker, non selektif beta bloker. Obat-obat
antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah
clonidin (catapres). Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin 1 ampul
dilarutkan dalam 10 cc larutan garam faal atau larutan air untuk suntikan.
Antihipertensi lini pertama
- Nifedipin. Dosis 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120
mg dalam 24 jam
Antihipertensi lini kedua
- Sodium nitroprussida : 0,25µg iv/kg/menit, infuse ditingkatkan 0,25µg
iv/kg/5 menit.
- Diazokside : 30-60 mg iv/5 menit; atau iv infuse 10 mg/menit/dititrasi.
Antihipertensi sedang dalam penelitian
- Calcium Channel Blocker : Isradipin, Nimodipin
- Serotonin Reseptor Antagonis : Ketan serin
Kortikosteroid
Pada preeklampsia berat dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik
(payah jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non
kardiogenik (akibat kerusakan sel endotel pembuluh darah paru). Prognosis
preeclampsia berat menjadi buruk bila edema paru disertai oligouria.
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak
merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam. Obat ini
juga diberikan pada sindrom HELLP.
I. KOMPLIKASI2,6,9,10
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan
bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsia dan eklampsia. Komplikasi tersebut di
bawah ini biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia.
1. Solutio plasenta
2. Kerusakan organ vital (Ginjal, hati, jantun, dan paru-paru)
3. Kelainan hemostatik dan perdarahan berat
4. Stroke atau perdarahan cerebri
5. Eklampsia
6. Sindroma HELLP
7. Kematian
8. Resiko tinggi penyakit cardiovascular dikemudian hari
Komplikasi yang terjadi pada janin :
1. Prematuritas
2. BBLR
3. Resiko tinggi penyakit cardiovascular dikemudian hari
4. Kematian janin intra uterine (IUFD)
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Umur : 39 tahun
Alamat : Ds. Dampal
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :
Hipertensi tidak ada, diabetes mellitus tidak ada , penyakit jantung tidak ada,
asma tidak ada, alergi tidak ada.
Hipertensi tidak ada, diabetes melitus tidak ada, penyakit jantung tidak ada,
asma tidak ada, alergi tidak ada, tidak ada di keluarga pasien mengeluhkan
hal yang sama seperti pasien.
5. Riwayat menstrusasi :
Pertama kali haid saat berusia 15 tahun, siklus teratur tiap bulan, lama 5-
7 hari, ganti pembalut 2-3 kali, tidak nyeri. HPHT tanggal 3 januari 2021.
Perkiraan kelahiran tanggal 10 Oktober 2022
6. Riwayat pernikahan :
7. Riwayat Obstetri
8. Riwayat Kontraspesi :
B. PEMERIKSAAN FISIK
- Kepala : Normochepal
3. Pemeriksaan Obstetri
Pemeriksaan Leopold
Pembukaan : 1 cm
Ketuban : Utuh
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Hematokrit : 25.1 %↓
- Platelet : 358.x103/mm3
- Glukosa : 92 mg/dl
- HbsAg : Non-Reaktif
D. RESUME
Pasien perempuan G1P0A0 39 tahun rujukan dari Puskesmas Tompe, masuk
dengan keluhan nyeri perut tembus belakang yang dirasakan penderita sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Nyeri dirasakan hilang timbul.
Keluhan ini disertai dengan adanya vertigo dan headache, tidak ada penglihatan
kabur, tidak ada nausea dan vomit, serta tidak adanya keluar lendir dan darah
dari jalan lahir. BAK lancar dan BAB biasa. Pasien mengaku amenorrea sejak
tanggal 3 januari 2021. Perkiraan kelahiran tanggal 10 Oktober 2022.
Tanda vital didapatkan Tekanan Darah 191/135 mmHg, Heart rate 93
x/menit, Respiration rate 20 x/ menit, Suhu 36,5oC. Pada pemeriksaan
pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anaemis (+/+) dan edema pada kedua
tungkai. pemeriksaan genitalia didapatkan pembukaan : 1 cm, penurunan :
kepala, hodge I. Pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan Leukosit =
11,6 x 103/mm3, Hemoglobin = 7.3 gr/dl, Platelet = 458.x103/mm3.
Pemeriksaan urinalisis didapatkan protein +3.
E. DIAGNOSIS
F. PENATALAKSANAAN
LAPORAN PERSALINAN
Observasi
Laporan persalinan
01.05 Pembukaan lengkap, Hodge IV, Ibu dipimpin mengedan kepala maju
dengan baik
01.35 Lahir bayi perempuan secara spontan, tidak langsung menangis [BB;
2500 gr, PB: 47 cm, anus (+), palatum (+)]
01.40 Plasenta lahir spontan lengkap, pendarahan ± 200 cc, kontraksi uterus
(+) baik. Dilakukan inspeculo portio utuh. Injeksi Oxytosin 10 IU/IM.
Perineum ruptur derajat II, hecting jelujur.
FOLLOW UP
13 Okt 2022 S : Nyeri perut bawah (+), Pusing (-) Sakit Kepala (-),
08.00 WITA Penglihatan kabur (-), mual (-), muntah (-), keluar darah dari
jalan lahir (+) 1 kali ganti pembalut tidak full, BAK (-) lancer,
BAB (-), Flatus (+)
O: KU : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD : 139/88 mmHg
N : 88 x/menit
S : 36,6 oC
P : 20x/menit
P :
- Post pemberian MgSo4 sesuai protap
- Sulfat Ferous 2 X 1
- Nifedipin 10 mg 3 X 1
- Cefadroxil 500 mg 2 X 1
- Metilergotamin 0.125 mg 3 x 1
14 Okt 2022 S : Tidak ada keluhan.
08.00 WITA O:
Kesadaran : Compos mentis
KU : Sedang
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu : 36,5oC
R : 22x/menit
P:
- Nifedipin 10 mg 3x1
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien G1P0A0 39 tahun rujukan dari Puskesmas Tompe,
masuk dengan keluhan nyeri perut tembus belakang yang dirasakan penderita sejak
2 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Nyeri dirasakan hilang timbul. Pasien
juga mengeluhkan pusing dan sakit kepala. Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik di
dapatkan hasil pengukuran tekanan darah (TD) 191/135 mmHg, nadi 93 x/menit,
pernapasan 20 x/menit dan suhu 36,5oC. Pada pemeriksaan fisik di dapatkan pucat
pada kedua kongjungtiva dan edema pada tungkai bawah dan hasil pemeriksaan
laboratorium darah rutin didapatkan leukosit (WBC) 11.6 x103/mm3 (↑), Eritrosit
(RBC) 3.4 x106/mm3, Hemoglobin (HGB) 7.3 gr/dl (↓), Hematokrit (HCT) 25.1 %,
Platelet (PLT) 358 .x103/mm3 (↑), Glukosa 2 mg/dl, HbsAg (Non-Reaktif), Anti HIV
(Non-Reaktif) dan pemeriksaan urinalisis didapatkan hasil proteinuria +3 (Dipstik).
Berdasarkan dari hasil pemeriksaan dapat ditegakkan diagnosis G1P0A0 Gravid 40
Aterm dengan Preeklampsia Berat + Anemia.2,3
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil temuan pada pemeriksaan fisik serta
hasil temuan pada pemeriksaan laboratorium, dimana pada pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah pasien 190/135 mmHg, dan pada pemeriksaan urinalisa
secara kualitatif didapatkan hasil +3 (Dipstik). Hal ini telah memenuhi kriteria
diagnosis preeclampsia berat berdasarkan teori yang ada bahwa gambaran klinik
ditandai dengan tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau tekanan diastolic ≥110
mmHg, proteinuria 300 mg/24 jam atau lebih atau pemeriksaan kualitatif +2
(dipstick) atau lebih.2,3