GYNEKOLOGI
Pembimbing:
dr. Moch. Ma’roef, Sp. OG
Oleh:
Kelompok Q32
Muhammad Zulfan R. 201910401011032
Mafida Wida R. 201910401011003
Farah Ibnu Khan 201910401011014
Fadhillah Ainurrohmah H. 201910401011099
Intan Aliyatul Ummah 201910401011090
A. Definisi
pada kehamilan dan nifas. Pada keadaan khusus, preeklampsia juga didapati pada
total atau parsial dari fase kedua invasi trofoblas saat kehamilan 16-20 minggu
kehamilan, hal ini pada kehamilan normal bertanggung jawab dalam invasi trofoblas
yang luas dari plasenta, arteri spiralis tidak dapat berdilatasi untuk mengakomodasi
kebutuhan yang makin meningkat tersebut, hasil dari disfungsi plasenta inilah yang
tampak secara klinis sebagai preeklampsia. Meskipun menarik, hipotesis ini tetap
kriteria diagnosis.
B. Epidemiologi
18%. Penyakit preeklampsia ringan terjadi 75% dan preeklampsia beratterjadi 25%.
preeklampsia, kehamilan ganda, hipertensi kronis dan penyakit ginjal. Pada ibu hamil
dibandingkan dengan multigravida. Faktor predisposisi lainnya adalah usia ibu hamil
diabetes.Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya
a Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada
wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada wanita hamil
b. Paritas
Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua risiko
meningkat sampai 25%. Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang
ditentukan genotip ibu dan janin. Terdapat bukti bahwa preeklampsia merupakan
penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari
keluarga.
d. Diet/gizi
yang tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang
obese/overweight.
e. Tingkah laku/sosioekonomi
Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok
terhambat yang jauh lebih tinggi. Aktifitas fisik selama hamil atau istirahat
dalam kehamilan.
f. Hiperplasentosis
g. Mola hidatidosa
Degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan preeklampsia. Pada
kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini/pada usia kehamilan
muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan pada
preeklampsia.
h. Obesitas
preeklampsia jelas ada, dimana terjadi peningkatan insiden dari 4,3% pada
wanita dengan Body Mass Index (BMI) < 20 kg/m2 manjadi 13,3% pada
i. Kehamilan multiple
Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda
dari 105 kasus kembar dua didapat 28,6% preeklampsia dan satu kematian ibu
karena eklampsia. Dari hasil pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor
mempunyai jumlah janin lebih dari satu, sedangkan pada kelompok kontrol, 2
C. Etiologi
Apa yang menjadi penyebab terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum
diketahui. Terdapat banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab dari
penyakit ini tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang
Selain itu teori tersebut harus dapat menjelaskan penyebab bertambahnya frekuensi
keadaan penderita setelah janin mati dalam kandungan, dan penyebab timbulnya
gejala-gejala seperti hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma. Banyak teori-
teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya,
oleh karena itu disebut “penyakit teori”. Namun belum ada yang memberikan
preeklampsia adalah teori “iskemia plasenta”. Teori ini pun belum dapat
dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan
proteinuria.
diturunkan melalui gen resesif tunggal. Beberapa bukti yang menunjukkan peran
kadar 1 α-25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL), akibatnya terjadi
darah.
faktor yang menentukan hasil akhir kehamilan. Perubahan aliran darah uterus dan
darah sirkulasi yang berkurang. Selain itu hipoperfusi uterus menjadi rangsangan
darah yang lebih tinggi. Oleh karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi
yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah wanita
trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai dengan
kemajuan kehamilan.
Jika endotel mengalami gangguan oleh berbagai hal seperti shear stress
Jika terjadi disfungsi endotel maka pada permukaan endotel akan diekspresikan
VCAM-1 ditemukan dalam supernatant kultur sel endotel yang diinkubasi dengan
lain seperti ICAM-1 dan E-selektin. Oleh karena itu diduga VCAM-1 mempunyai
sehingga bisa terjadi aktivasi koagulasi. Sebagai petanda aktivasi koagulasi dapat
D. Patofisiologi
(vasopresor), sehingga pemberian vasoaktif dalam jumlah sedikit saja sudah dapat
2. Hipovolemia Intravaskuler
Pada kehamilan normal tekanan darah dapat diatur tetap meskipun cardiac
sistem pembuluh darah arteriole dan pra kapiler pada hakekatnya merupakan suatu
vasokonstriksi, ibu hamil dengan hipertensi akan berada dalam syok kronik.
preeklampsi disebabkan oleh sirkulasi suatu zat beracun dalam darah yang
merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan otot polos
pembuluh darah, reaksi imunologi, maupun radikal bebas. Semua ini akan
prostasiklin, dan lain-lain). Selain itu, jejas endotel juga menyebabkan gangguan
pada sistem pembekuan darah akibat kebocoran endotelial berupa konstituen darah
fungsi normal berbagai macam organ dan sistem. Gangguan ini dibedakan atas
efek terhadap ibu dan janin, namun pada dasarnya keduanya berlangsung secara
simultan. Gangguan ibu secara garis besar didasarkan pada analisis terhadap
perubahan pada sistem kardiovaskular, hematologi, endokrin dan metabolisme,
serta aliran darah regional. Sedangkan gangguan pada janin terjadi karena
E. Manifestasi Klinis
Otak
endotel akan terbuka dan dapat menyebabkan plasma dan sel-sel darah merah keluar
perdarahan intrakranial yang sangat banyak. Pada penyakit yang belum berlanjut
Diaporkan bahwa resistensi pembuluh darah dalam otak pada pasien hipertensi
dalam kehamilan lebih meninggi pada eklampsia. Pada pasien preeklampsia, aliran
darah ke otak dan penggunaan oksigen otak masih dalam batas normal. Pemakaian
peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata
secara iatrogenic ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan
pada satu atau beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri
retina yang nyata dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang berat, tetapi bukan
berarti spasmus yang ringan adalah preeklampsia yang ringan. Pada preeklampsia
dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan edema intraokuler dan merupakan
indikasi untuk dilakukannya terminasi kehamilan. Ablasio retina ini biasanya disertai
preeklampsia berat dan eklampsia yang mengalami kebutaan yang dikemukakan oleh
Cunningham.
gejala yang menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh
perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.
Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat dan eklampsia dan
merupakan penyebab utama kematian. Edema paru bisa diakibatkan oleh kardiogenik
ataupun non-kardiogenik dan biasa terjadi setelah melahirkan. Pada beberapa kasus
terjadinya edema paru berhubungan dengan adanya peningkatan cairan yang sangat
banyak. Hal ini juga dapat berhubungan dengan penurunan tekanan onkotik koloid
disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal dari plasenta.
besar penyebab terjadinya peningkatan enzim hati dalam serum. Perdarahan pada lesi
ini dapat menyebabkan ruptur hepatika, atau dapat meluas di bawah kapsul hepar dan
Ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah dan laju filtrasi glomerulus meningkat
cukup besar. Dengan timbulnya preeklampsia, perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus
dan laju filtrasi ginjal. Konsentrasi asam urat plasma biasanya meningkat, terutama
sampai sedang laju filtrasi glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya volume
plasma sehingga kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat dibandingkan dengan
kadar normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada beberapa kasus
preeklampsia berat, keterlibatan ginjal menonjol dan kreatinin plasma dapat
meningkat beberapa kali lipat dari nilai normal ibu tidak hamil atau berkisar hingga
2-3 mg/dl. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh perubahan intrinsik ginjal
yang ditimbulkan oleh vasospasme hebat yang dikemukakan oleh Pritchard (1984)
Kelainan pada ginjal yang penting adalah dalam hubungan proteinuria dan
retensi garam dan air. Taufield (1987) dalam Cunningham (2005) melaporkan bahwa
glomerulus menurun, yang menyebabkan retensi garam dan juga retensi air.
melahirkan sebelum gejala ini dijumpai. Meyer (1994) menekankan bahwa yang
diukur adalah ekskresi urin 24 jam. Mereka mendapatkan bahwa proteinuria +1 atau
lebih dengan dipstick memperkirakan minimal terdapat 300 mg protein per 24 jam
pada 92% kasus. Sebaliknya, proteinuria yang samar (trace) atau negatif memiliki
nilai prediktif negatif hanya 34% pada wanita hipertensif. Kadar dipstick urin +3 atau
+4 hanya bersifat prediktif positif untuk preeklampsia berat pada 36% kasus.
sebagian besar protein dengan berat molekul tinggi. Maka ekskresi Filtrasi yang
menurun hingga 50% dari normal dapat menyebabkan diuresis turun, bahkan pada
keadaan yang berat dapat menyebabkan oligouria ataupun anuria. Lee (1987) dalam
globulin dan transferin. Biasanya molekul-molekul besar ini tidak difiltrasi oleh
glomerulus dan kemunculan zat-zat ini dalam urin mengisyaratkan terjadinya proses
glomerulopati. Sebagian protein yang lebih kecil yang biasa difiltrasi kemudian
Darah
eritrosit (lebih jarang) sering dijumpai pada preeklampsia menurut Baker (1999)
biasanya jumlahnya kurang dari 150.000/μl yang ditemukan pada 15-20% pasien.
dengan ibu hamil dengan tekanan darah normal. Level fibrinogen yang rendah pada
peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah. Sindrom biasanya terjadi tidak
jauh dengan waktu kelahiran (sekitar 31 minggu kehamilan) dan tanpa terjadi
normal dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran tetapi trombositopenia bisa
kisaran normal pada ibu tidak hamil. Pada retensi natrium dan atau hipertensi, sekresi
Pada ibu hamil dengan preeklampsia juga meningkat kadar peptida natriuretik
atrium. Hal ini terjadi akibat ekspansi volume dan dapat menyebabkan meningkatnya
curah jantung dan menurunnya resistensi vaskular perifer baik pada normotensif
viskositas darah meningkat dan waktu peredaran darah tepi meningkat. Hal tersebut
mengeluarkan air dan garam dengan sempurna. Hal ini disebabkan terjadinya
penurunan filtrasi glomerulus namun penyerapan kembali oleh tubulus ginjal tidak
mengalami perubahan.
Pada hipertensi yang agak lama, pertumbuhan janin terganggu dan pada hipertensi
yang singkat dapat terjadi gawat janin hingga kematian janin akibat kurangnya
Kenaikan tonus dari otot uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering
terjadi pada preeklampsia. Hal ini menyebabkan sering terjadinya partus prematurus
pada pasien preeklampsia. Pada pasien preeklampsia terjadi dua masalah, yaitu arteri
arteri spiralis. Atheroma akut adalah nekrosis arteriopati pada ujung-ujung plasenta
yang mirip dengan lesi pada hipertensi malignan. Atheroma akut juga dapat
menyebabkan penyempitan kaliber dari lumen vaskular. Lesi ini dapat menjadi
Gynecologists, yaitu:
• Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih,
midstream.
• Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.
• Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam/kurang dari 0,5
cc/kgBB/jam.
epigastrium.
• Hemolisis mikroangiopatik
• Sindrom HELLP.
G. Diagnosis
Gejala subjektif
gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan
petunjuk bahwa eklampsia akan timbul (impending eklampsia). Tekanan darah pun
Pemeriksaan fisik
Penemuan Laboratorium
kualitatif ≥ +3.
fibrin dan faktor koagulasi bisa terdeksi. Asam urat biasanya meningkat diatas 6
mg/dl. Kreatinin serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada preeklampsia
berat. Alkalin fosfatase meningkat hingga 2-3 kali lipat. Laktat dehidrogenase bisa
sedikit meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan elektrolit pada pasien
H. Penatalaksanaan
preeklampsia berat atau eklampsia, melahirkan janin hidup dan melahirkan janin
1.Preeklampsia Ringan
ekstrimitas bawah juga menurun dan reabsorpsi cairan di daerah tersebut juga
volume darah yang beredar dan juga dapat menurunkan tekanan darah dan
rahim.
ginjal masih normal. Pada preeklampsia ibu hamil umumnya masih muda, berarti
fungsi ginjal masih bagus, sehingga tidak perlu restriksi garam. Diet yang
mengandung 2 gram natrium atau 4-6 gram NaCl (garam dapur) adalah cukup.
yang banyak, berupa susu atau air buah. Diet diberikan cukup protein, rendah
laboratorium HB, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap dan fungsi ginjal.Apabila
rumah sakit ialah a) Bila tidak ada perbaikan : tekanan darah, kadar proteinuria
selama 2 minggu b) adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia
Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan amnion.
Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi sedativa yang kuat untuk
mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12-24 jam bahaya akut sudah
baik akut maupun kronis. Pada kasus berat dapat ditemui fetal distress baik pada
organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan. Pemeriksaan sangat teliti
diikuti dengan observasi harian tentang tanda tanda klinik berupa : nyeri kepala,
gangguan visus, nyeri epigastrium dan kenaikan cepat berat badan. Selain itu perlu
ringan, dibagi menjadi dua unsur yakni sikap terhadap penyakitnya, yaitu
pemberian obat-obat atau terapi medisinalis dan sikap terhadap kehamilannya ialah
Medikamentosa
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat
inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting
dan eklampsia mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan
oligouria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor yang
cairan (melalui oral ataupun infuse) dan output cairan (melalui urin) menjadi
sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah
cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda tanda
edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat
atau b) infuse dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse ringer
bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24 jam. Diberikan
antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat
menghindari resiko aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup
fenitoin, berdasar Cochrane review terhadap enam uji klinik yang melibatkan 897
penderita eklampsia.
terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar
kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat.
Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang
- Loading dose : initial dose 4 gram MgSO4: intravena, (40 % dalam 10 cc)
selama 15 menit
- Maintenance dose : Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6 jam; atau
Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi atau setelah 24
Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk antikejang yaitu diazepam atau
otak dan efek antikejang terjadi 3 menit setelah injeksi intravena. Fenitoin sodium
Diuretikum
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paruparu,
payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah furosemida.
Antihipertensi
(apresoline) injeksi (di Indonesia tidak ada), suatu vasodilator langsung pada
labetalol injeksi, suatu alfa 1 bocker, non selektif beta bloker. Obat-obat
dalam 24 jam
menit.
Kortikosteroid
Pada preeklampsia berat dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik (payah
jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non kardiogenik (akibat
Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada
sindrom HELLP.
pemberian medikamentosa.
Perawatan konservatif
Perawatan aktif
Indikasi perawatan aktif bila didapatkan satu atau lebih keadaan di bawah
ini, yaitu:
Ibu
laboratorik memburuk
Janin
4. Terjadinya oligohidramnion
Laboratorium
dengan cepat
Referensi
Sudirman. 2011
EKLAMPSIA
1. Definisi
yang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau masa nifas yang
menunjukan gejala preeklampsia sebelumnya. Kejang disini bersifat grand mal dan
2. Etiologi
mellitus.
- Penyakit-penyakit ginjal.
besar,diabetes mellitus.
menjdai ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila ada satu atau lebih tanda
dibawah ini :
1. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg
atau lebih.
kualitatif
1) Genetik
3) Prostasiklin-tromboksan
4) Imunologis
Managemen umum
✔ Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan
✔ Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih
✔ Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1 jam
Anti konvulsan
1.
2. Komplikasi:
1) Edema paru
5) sindroma HELLP.
DAFTAR PUSTAKA
Obgyn Unhas.
2014
1. Definisi
pada janin dan bayi baru lahir yang meliputi semua parameter (lingkar kepala,
berat badan, panjang badan). Bayi yang beratnya dibawah 10 persentil untuk usia
2. Faktor Resiko
Ada beberapa penyebab dari terjadinya IUGR. Beberapa bayi lahir kecil
karena adanya faktor genetik, tetapi kebanyakan bayi dengan IUGR desebabkan
● Infeksi
● Anemia
● Rokok,obat,alkohol
● Multiple gestation
● Malformasi janin.
3. Klasifikasi.
tipe simetris dan tipe II atau tipe asimetris. Kedua tipe ini kemungkinan terjadi
akibat perbedaan saat mula timbul dan lama kejadian yang menyebabkan
fase pertumbuhan seluler dalam plasenta dan janin. Fase pertama terdiri dari
peningkatan jumlah sel (hiperplasi), fase kedua adalah peningkatan jumlah dan
ukuran sel (hiperplasia dan hipertrofi) dan fase ketiga hipertofi lebih lanjut.
Tipe I (simetris)
toksik yang sangat dini, yaitu pada saat pertumbuhan janin terutama berasal dari
hipoplasia. Karakteristik dari tipe simetris ini adanya pertumbuhan kepala, badan
dan ekstremitas yang tidak adekuat, dan biasanya terjadi pada 25% kasus IUGR.
Paling sering disebabkan kelainan struktur dan kromosom atau infeksi kongenital
Tipe II (Asimetris)
akibat efek yang merugikan pada fase hipertrofi seluler yaitu fase yang terdapat
yang asimetris akan mempunyai jumlah sel yang sesuai tetapi berukuran lebih
kecil dari normalnya. Cedera janin pada saat ini diperkirakan akan menimbulkan
kerusakan yang sama beratnya seperti gangguan yang terjadi dini pada kehamilan,
hanya dengan penguragan ukuran sel; keadaan ini kemungkinan pula merupakan
penyebab dari penyelamatan sel-sel tertentu, misalnya sel-sel pada sistem saraf
penyakit ini dapat mengubah ukuran janin dengan mengurangi airan darah
sel sabit, atau dengan berkurangnya ukuran plasenta pada keadaan infark.
Kombinasi semua kejadian tersebu dapat terlihat pada janin kembar ketika suplai
darah dan ukuran plasenta kedua-duanya berkurang setelah kehamilan mencapai
oksigen serta nutrien berlangsung dalam suatu periode yang panjang, yang
pertumbuhan kepala yang normal atau penyelamatan otak; tetapi, hati dan organ-
tedapat hati dan lingkaran abdomen yang lebih kecil akibat bekurangnya
kombinasi efek maternal dan fetal di samping saat mula timbul dan lama cedera.
a. Obat-obatan teratogenik
b. Malnutrisi berat
4. Gejala klinik
Gejala klinik yang spesifik tidak ada. Biasanya IUGR diketahui setelah
tubuh yang tidak cukup, rasio lingkar kepala dan lingkar perut mungkin normal
terhindar, sehingga ukuran kepala lebih besar daripada ukuran perut. Baik IUGR
a. tinggi fundus uteri berkurang lebih dari 2 cm dibanding umur gestasi yang
b. lingkar kepala
c. lingkar perut
e. panjang femur
Pemeriksaan Klinis
2. Tekanan darah
3. Denyut nadi
4. Pemeriksaan sistemik
5. IPPA
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Penunjang
- Perbandingan biparietal
6. Diagnosis banding
Janin kecil pada ibu yang ukuran tubuhnya kecil pula. Wanita yang
tubuhnya kecil secara khas akan memiliki bayi yang berukuran kecil pula. Jika wanita
itu memulai kehamilannya dengan berat badan kurang dari 100 pound. Resiko
melahirkan bayi yang kecil menurut usia gestasionalnya akan meningkat paling tidak
Pada wanita yang kecil dengan ukuran panggul yang kecil, kelahiran bayi yang kecil
dengan berat lahir yang secara genetic dibawah berat lahir rata-rata untuk masyarakat
Penatalaksanaan
pertumbuhan dalam rahim(IUGR) dan seberapa cepat masalah ini dimulai pada
kehamilan. Pada umumnya, semakin cepat dan semakin berat dari keterbelakangan
pertumbuhan dalam rahim (IUGR) itu terjadi, maka resiko yang dihadapi akan
semakin besar pada janinnya. Monitoring yang teliti terhadap janin dengan IUGR dan
Di bawah ini ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya
o Melihat detik jantung dari fetus yang meningkat saat fetus melakukan
dari fetus.
fetus.
⮚ Ultrasound
melihat organ dalam sesuai fungsinya, dan untuk menilai aliran darah
- Pada IUGR yang sedang, pengujian dua kali setiap minggu diindikasikan.
✔ Kalau NST reaktif atau OCT negative dan volume cairan amnion memadai,
kehamilan harus dibiarkan berlanjut, karena tidak ada data untuk menyokong
kelahiran dini dari bayi ini dengan tidak adanya bukti gawat janin. Rangkaian
seminggu.
✔ Kalau NST menjadi nonreaktif disertai dengan OCT yang positif dan terdapat
7. Pengobatan
⮚ Sebelum Kehamilan :
Yang paling penting adalah memperkirakan resiko yang dapat terjadi sebelum
Perbaikan nutrisi dan berhenti merokok adalah dua pendekatan yang pasti
memperbaiki pertumbuhan janin pada wanita yang terlalu kurus atau yang
Aspirin dosis rendah (81 mg/hr) pada kehamilan dini dapat mengurangi
⮚ Antepartum :
meminimalkan efeknya.
4. Perjalanan penyakit
1. Nutrisi
2. Merokok
3. Bed rest
Istirahat di rumah sakit atau di rumah pada posisi lateral kiri dapat
4. Persalinan
8. Prevensi
membantu menurunkan resiko dari IUGR. Deteksi dini juga dapat membantu
9. Prognosis
sesudah kelahiran
✔ Untuk perkembangan kognitif dan neurology akan berjalan lebih baik daripada
perkembangan somatik
DAFTAR PUSTAKA
2. Wikojosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan Edisi ke2 Cetakan ke4. Jakarta:
YBB-SP
Anonymous,2007.http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?
id=&iddtl=398&idktg=19&idobat=&UID=20080222191500125.164.203.26
TORSI DAN RUPTUR KISTA
1. Definisi
Kista ovarium adalah sebuah kantung yang berisi cairan atau material semiliquid
2. Epidemiologi
Kista ovarium dapat terjadi pada semua usia, tetapi lebih sering ditemukan pada
pada pemeriksaan transvaginal sonogram hampir pada semua wanita usia produktif
dan hanya 18% ditemukan pada wanita postmenopause. Menurut penelitian, angka
kejadian pada usia 30-54 tahun sangat tinggi pada wanita berkulit putih. 1
a. Tipe Kista
1.1 Definisi
Torsi kista ovarium juga disebut sebagai rotasi aksial. Torsi adnexa
%. 2
1.2 Patofisiologi
Faktor pencetus terjadinya torsi kista adalah gerakan berpilin mendadak dari
batang kista. Sekalinya terjadi, proses torsi akan menyebabkan tertekannya pembuluh
darah. Ketika vena tertekan, akan terjadi hambatan. Obstruksi limfatik akan
menyebabkan edema. Hal ini diikuti dengan perdarahan intersisial. Hal ini akan
1.3 Diagnosis
Anamnesis
mengeluhkan nyeri perut hebat. Sebelumnya terdapat riwayat nyeri perut yang
intermitten. Gejala busa diikuti dengan mual, muntah dan tanda bladder & bowel
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan takikardi, tetapi tanda-tanda vital lain
biasanya dalam batas normal. Pada saat pemeriksaan abdomen didapatkan distensi
pada palpasi. Dapat terasa massa pada pelvis. Pada pemeriksaan pelvis, didapatkan
massa adnexa yang teraba lunak. Untuk memastikan kista ovarium, harus dilakukan
Pemeriksaan Penunjang 2
kista
- USG: terlihat adanya nassa kistik pada adnexa dan terdapat torsi pada bagian
batangnya.
ovarium
- Kehamilan ektopik
1.5 Penatalaksanaan
Ruptur kista akan terjadi jika dinding kista rusak oleh degenerasi iskemik
2.2 Patofisiologi
rongga peritoneal. Pada kebanyakan kasus, tidak didapatkan efek samping yang
peritonei. Faktor eksternal seperti trauma, pemeriksaan pelvis, koitus atau persalinan
2.3 Diagnosis
Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh nyeri perut akut, disertai dengan keluhan seperti
Pemeriksaan Fisik
vital lain biasanya dalam batas normal. Iritasi peritoneum karena bocornya cairan
kista dapat menyebabkan tanda-tanda seperti nyeri tekan perut, distensi abdomen, dan
hipoperistaltik. 2,3
Pemeriksaan Penunjang 3
- Laboratorium: leukositosis
- Kehamilan ektopik
2.5 Penatalaksanaan
kista diikuti dengan pengangkatan kista. Pada pasien yang terdiagnosis dini,
dianjurkan untuk laparoskopi. Pada kasus yang terlambat datang, dimana terdapat
resiko adhesi pada usus, disarankan laparotomi. Setelah pengangkatan isi kista,
2.6 Prognosis
http://emedicine.medscape.com/article/255865-overview#showall
http://www.nepjol.info/index.php/JUCMS/article/download/8412/6822.
http://emedicine.medscape.com/article/253620-overview#showall
MASTITIS
1. Definisi Mastitis
Mastitis adalah peradangan payudara, yang dapat disertai atau tidak disertai
infeksi. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis
laktasional atau mastitis puerperalis. Mastitis laktasi dapat terjadi ketika bakteri
memasuki payudara sementara menyusui. Puting susu dapat menjadi retak atau sakit
akibat menyusui. Hal ini dapat terjadi bila posisi bayi pada saat menyusui tidak
Mastitis nonlaktasi disebabkan oleh infeksi pada kulit sekitar areola dan
puting. Penanganan mastitis karena infeksi yang tidak adekuat atau lambat
menyebabkan kerusakan jaringan payudara yang lebih luas atau terjadinya abses.
Abses yang luas dapat mempengaruhi laktasi selanjutnya pada 10% perempuan,
bahkan dapat menghasilkan bentuk payudara yang tidak baik atau kehilangan
2. Epidemiologi Mastitis
1. Insiden
Mastitis dan abses payudara terjadi pada semua populasi, dengan atau tanpa
kebiasaan menyusui. Insiden yang dilaporkan bervariasi dari sedikit sampai 33%
2. Mula Timbul
Mastitis paling sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga pasca kelahiran,
dengan sebagian besar laporan menunjukkan bahwa 74% sampai 95% kasus terjadi
dalam 12 minggu pertama. Namun, mastitis dapat terjadi pada setiap tahap laktasi,
termasuk pada tahun kedua. Abses payudara juga paling sering terjadi pada 6 minggu
Mastitis memiliki dua etiologi utama, yaitu stasis ASI dan infeksi. Stasis ASI
biasanya merupakan penyebab primer, yang dapat disertai atau berkembang menuju
infeksi. Gunther pada tahun 1958 menyimpulkan dari pengamatan klinis bahwa
mastitis diakibatkan oleh stagnansi ASI di dalam payudara, dan bahwa pengeluaran
ASI yang efisien dapat mencegah keadaan tersebut. Ia menyatakan bahwa infeksi,
bila terjadi, bukan primer, tetapi diakibatkan oleh stagnansi ASI sebagai media
a. Stasis ASI
Stasis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari
payudara. Hal ini dapat terjadi bila payudara terbendung segera setelah
melahirkan atau saat bayi tidak mengisap ASI, yang dihasilkan oleh sebagian
durasi menyusui dan sumbatan pada saluran ASI. Situasi lain yang
sangat berlebihan, atau menyusui untuk kembar dua atau lebih. Berikut ini
1. Bendungan payudara
Kondisi ini tidak terjadi bila bayi disusui segera setelah lahir,
2. Frekuensi menyusui
dalam uji coba dengan kontro1, bahwa insiden stasis ASI dapat dikurangi
oleh beberapa penulis. Banyak wanita menderita mastitis bila mereka tidak
menyusui atau bila bayi mereka, tidak seperti biasanya, tertidur semalaman
efisien, saat ini dianggap sebagai faktor predisposisi utama mastitis. Nyeri
Penyebab nyeri dan trauma puting yang tersering adalah pengisapan yang
buruk pada payudara, kedua kondisi ini dapat terjadi bersama-sama. Selain
itu, nyeri puting akan menyebabkan ibu menghindar untuk menyusui pada
payudara yang sakit dan karena itu mencetuskan stasis ASI dan bendungan.
ASI dan mastitis, lebih mungkin terjadi pada sisi payudara yang lebih sulit
untuk menyusui.
Hal ini juga mengurangi efisiensi pengeluaran ASI dan predisposisi untuk
mastitis.
b. Infeksi
hitungan koloni "normal" dari 0-2.500 koloni per ml. Oleh karena itu,
2. Rute infeksi
4. Klasifikasi Mastitis
tentang pentingnya stasis ASI. Mereka menghitung leukosit dan bakteri dalam ASI
dari payudara dengan tanda klinis mastitis dan mengajukan klasifikasi berikut ini :8
1. Stasis ASI, didapatkan <106 leukosit dan bakteri <103 membaik hanya dengan
2. Inflamasi non infeksiosa (atau mastitis non infeksiosa), didapatkan leukosit >10 6
dan bakteri <103 yang diterapi dengan sesering mungkin pengeluaran ASI atau
3. Mastitis infeksiosa, didapatkan leukosit >106 dan bakteri >103, yang hanya dapat
dengan sebutan mammary duct ectasia, yang berarti peleburan saluran karena
Staphylococcus, jamur, kuman TBC dan juga sifilis. Infeksi kuman TBC
kembali laktasi normal pada 97% dengan resolusi gejala dalam 21 hari. Tanpa
pengeluaran ASI yang efektif, mastitis non infeksiosa sering berkembang menjadi
1. Anamnesis
a. Mastitis akut
setempat pada salah satu lobus payudara yang diperberat jika bayi
menyusu.8
b. Mastitis lanjut
Hampir selalu orang datang sudah dalam tingkat abses. Dari tingkat
duktulus menjadi edematous, air susu terbendung, dan air susu yang
terbendung itu segera bercampur dengan nanah. Gejala nyeri dapat diikuti
gejala lain seperti flu, demam, nyeri otot, sakit kepala, keputihan.8
2. Pemeriksaan fisik
nyeri tekan, lecet pada putting susu, dan terdapat nanah jika terjadi abses.7
mengkilat dan bayi dengan sendirinya tidak mau minum pada payudara yang
sakit, seolah-olah dia tahu bahwa susu di bagian tersebut bercampur dengan
nanah.8
c. Menggigil
3. Pemeriksaan Penunjang
yaitu bila :7
dalam 2 hari
Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan
yang dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur. Beberapa penelitian
tingginya jumlah bakteri atau patogenitas bakteri. Pada ibu dengan abses
6. Penatalaksanaan Mastitis
1. Non medikamentosa
Jika diduga mastitis, intervensi dini berupa tindakan suportif dapat mencegah
f. Edukasi
2. Medikamentosa
a. Antibiotik
Pada setiap kasus, penting untuk dilakukan tindak lanjut dalam 72 jam
untuk mengevaluasi kemajuan. Jika infeksi tidak hilang kultur air susu
harus dilakukan.10
b. Analgesik
parasetamol atau asetaminofen. Ibuprofen sampai dosis 1,6 gram per hari
3. Penanganan abses
Dalam keadaan abses mammae perlu dilakukan insisi agar nanahnya dapat
tengah abses, agar nanah bisa keluar terus. Untuk mencegah kerusakan pada
menjadi kebocoran air susu yang tidak sedikit melalui luka insisi. Dianjurkan
memakai perban elastic yang ketat pada payudara, untuk menghentikan laktasi.8
Pada persiapan insisi, kulit di atas abses akan dibersihkan oleh swabbing
lembut dengan larutan antiseptik. Pada tahap rehabilitasi, sebagian besar sakit di
cepat. Setelah tabung diambil keluar, antibiotik dapat dilanjutkan untuk beberapa
hari. Menerapkan panas dan menjaga wilayah yang terkena dampak ditinggikan
4. Pemantauan
cepat dan respon klinik dramatis. Jika gejalanya tidak berkurang dalam beberapa
hari dengan terapi yang adekuat termasuk antibiotik, harus dipertimbangkan
yang mendasari terjadinya mastitis seperti karsinoma duktal atau limfoma non
Hodgkin. Berulangnya kejadian mastitis lebih dari dua kali pada tempat yang
7. Komplikasi Mastitis
1. Abses
pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba
keras, merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus pikirkan
terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi jarum secara serial. Pada abses
yang sangat besar terkadang diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan ini
dilakukan ibu harus mendapat antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga
perlu dikul tur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis
kumannya.1
Gambar : Abses Payudara
2. Mastitis berulang/kronis
dengan gizi berimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang
3. Infeksi jamur
seperti Candida albicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat
kelainan. Ibu dan bayi perlu diobati. Pengobatan terbaik adalah mengoles
Nystatin krim yang juga mengandung kortison ke puting dan areola setiap
selesai bayi menyusu dan bayi juga harus diberi Nystatin oral pada saat yang
sama.11
DAFTAR PUSTAKA
5. Netter, Frank H. Atlas Of Human Anatomy 25th Edition. Jakarta: EGC, 2014.
6. Guyton, AC. Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.Jakarta. EGC.
2007.
7. Inch S, Xylander S. 2000. Mastitis : causes and management. New York : World
Health Organization
8. Lisa, H. A., Suzane, T., & Kvist, L.J., 2014. Diagnosis and Treatment of Mastitis
Mastitis di RSUD Prof. Margono Soekarjo. Jurnal Involusi Kebidanan 4(7) 50-52.
10. Arroyo, R., Martin, V., & Maldonando, A. 2014. Treatment of Infectious Mastitis
11. Liu, L., Zhou, F., Wang, P., & Yu, L. 2017. Periductal Mastitis: An Inflammatory
1. Definisi
Trauma kulit pada papilla mamae, nama lain fissura papilla mamae. Sebagian
besar karena breastfeeding atau menyusui, dan terasa nyeri saat menyusui.Fisura
terjadi pada hari pertama sampai beberapa pekan setelah melahirkan (postpartum).
Fisura tersebut dapat menjadi tempat masuknya bakteri piogenik patogen dan
beberapa jenis jamur, fisura papilla mamae juga berhubungan dengan keadian
mastitis setelahnya.1
2. Etiopatogenesis
susu menurun, tekanan intraoral dari bayi baru lahir akan meningkat karena daya
pengisapan bayi berlebihan, sehingga menyebabkan daerah papila mamae edema dan
melalui fisura puting dan paparan konstan kulit puting dengan flora oral bayi.
Penyebab aliran susu menurun sangat banyak, salah satunya adalah posisi menyusui
dan kelekatan yang tidak benar.Selain itu, adanya fisura berkaitan dengan adanya
pengaruh dari gaya gesek dan arah gaya gesek terhadap kulit (papilla mamae).1
2. Penatalaksanaan
menyusui lebih diutamakan kepada papilla yang sehat (papila yang lain), sedangkan
papila yang trauma air susunya harus tetap dikeluarkan secara berkala dengan
menggunakan pompa atau pijatan sampai luka benar-benar sembuh untuk mencegah
statis air susu. Tatalaksana dibagi menjadi 3, yaitu saat menyusui, setelah menyusui,
a. Saat menyusui
● Pakai papilla yang sehat dahulu, lalu pakai papilla yang sakit. Karena
isapan bayi pada papilla yang sakit tidak sekuat pada isapan yang pertama
benar
dengan pijatan pada papilla mamae. Hal ini dilakukan untuk mencegah
sendiri.1
b. Setelah menyusui2
● Setelah menyusui, cuci papilla mamae dengan normal salin (air saja
Lanolin adalah salep berasal dari lemak domba yang berfungsi sebagai
● Selain lanolin, dapat pula dipakai All Purpose Nipple Ointment, yang
berisi antibiotik, anti fungal, dan anti inflamasi. Karena pada beberapa
kulit.
digunakan untuk pengobatan mati rasa kulit, luka bakar, bekas luka, gatal
mencegah fisura.
● Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Shanazi dkk dengan uji coba
kesehatan dan rumah sakit anak-anak di Kota Sanandaj. Para peserta yang
dipilih secara acak dibagi menjadi tiga kelompok; lanolin, peppermint, dan
menunjukkan bahwa skor rata-rata nyeri puting dan trauma puting pada
tahap intervensi sebelum, ketiga, tujuh, dan empat belas hari intervensi
c. Diantara menyusui1
3. Edukasi1
Edukasi mengenai prinsip dasar menyusui yaitu teknik benar, susui sesuai
● B= Body Position : Rileks, nyaman, ibu memegang seluruh tubuh bayi, kepala
tegak lurus, dagu bayi menyentuh payudara, seluruh tubuh bayi menghadap ibu,
● R= Response : Bayi mencari puting, menghisap tenang, dan asi keluar. Isapan
bayi lambat dan tenang, ada jeda diantra isapan, ada gerakan menelan dari bayi.
● E= Emotion : Ibu merangkul dengan yakin, atensi ibu baik (menatap bayi).
● S= Suckling : Isapan bayi, kekuatan normal. Kelekatan mulut bayi yang baik:
- Areola mama sedikit terlihat, biasanya bagian bawah tidak terlihat, bagian
● T= Time : 15-20 menit bayi akan melepas sendiri apabila teknik dan posisi
menyusui benar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kamila Juliana, 2018, Prevalence and factors associated with cracked nipples
2. Buck, Miranda L. et al. 2014. Nipple pain, Damage, And Vasospasm in the
INVERTED NIPPLE
1. Definisi
kasus, puting dapat muncul keluar bila di stimulasi, namun pada kasus-kasus lain,
Pada kasus inversi puting secara kongenital, kelainan ini terjadi pada tahap
manusia dimulai dengan penebalan dan penonjolan bagian ektoderm di regio dimana
kelenjar akan berada nantinya pada minggu keempat kehamilan. Penebalan ektoderm
menjadi terdepresi ke mesoderm di bawahnya, sehingga permukaan bagian mammae
kemudian menjadi datar dan akhirnya masuk lebih dalam dari epidermis di
ektoderm menjadi terkompresi, dan bagian dari mesoderm ini menjadi tersusun
menjadi lapisan konsentris dan nantinya akan menjadi stroma dari kelenjar. Dengan
pembelahan dan percabangan, massa yang tumbuh ke dalam dari sel ektodermal akan
membentuk lobus dan lobulus dan nantinya juga membentuk alveoli. Saat usia gestasi
fetus yang nantinya akan menjadi alveoli sekretorik. Pada saat gestasi 28 minggu,
hormon seksual plasental memasuki sirkulasi fetal dan menyebabkan kanalisasi pada
perkembangan di lumen. Duktus ini membuka ke arah depresi dangkal dari epidermal
yang dikenal sebagai mammary pit. Cekungan ini menjadi terelevasi sebagai hasil
dari proliferasi mesenkimal yang membentuk puting dan areola. Inversi puting adalah
2. Etiologi
3. Diagnosis
proyeksinya dengan baik tanpa traksi. Puting keluar dengan palpasi ringan
di sekitar areola. Jaringan lunak intak pada bentuk ini dan duktus
laktiferus normal.
● Grade II : juga dapat keluar dengan palpasi namun tidak semudah pada
● Grade III merupakan bentuk yang parah dimana inversi dan retraksi
mekanis pada saat menyusui bayi, meski demikian banyak ibu yang masih dapat
menyusui tanpa kesulitan, kemungkinan hal ini disebabkan oleh perubahan yang
menggunakan pinch test dengan menekan bagian terluar dari areola; biasanya,
inversi puting. Bentuk yang paling berat ini terjadi kurang dari 1% dari wanita.
Gambar: Pinch test untuk mendiagnosa perlekatan
Meski keberhasilan menyusui dapat tercapai pada keadaan yang berat ini,
konsultasi prenatal dan tindak lanjut ketat sangat penting untuk mengidentifikasi
dan menangani transfer air susu yang buruk. Puting datar atau terinversi
terlekat ini, yaitu: menarik puting, latihan Hoffman, dan cup (shell) payudara.
Pada awal periode neonatal, pompa payudara mungkin membantu pada wanita
dengan puting datar atau terinversi. Payudara secara lembut dipompa pelan
hingga puting tertarik keluar. Bayi kemudian segera didekatkan pada puting.
Prosedur yang sama dilakukan pada sisi lainnya. Biasanya hal ini diperlukan
Metode menarik puting atau dikenal juga dengan nipple rolling (tug and
roll) merupakan intervensi pertama dari inversi puting. Latihan ini dilakukan tiga
hingga empat kali setiap hari. Ibu secara lembut menarik dan menggulirkan
puting keluar dengan jari-jari dan ibujarinya hingga ia merasa terenggang.
Rotasikan jari-jari dan ibu jari di sekitar puting dan kemudian diulang kembali
Teknik Hoffman dapat dilakukan dengan meletakkan kedua ibu jari pada
dasar puting dan dengan lembut dilakukan gerakan menjauhkan kedua ibu jari
satu sama lain. Latihan menggunakan teknik Hoffman ini dilakukan tiga hingga
empat kali sehari untuk memisahkan adhesi yang mungkin menyebabkan retraksi
atau inversi dari puting. Latihan ini dilakukan dengan arah gerakan kedua ibu jari
penggunaannya semakin lama hingga satu hari penuh. Cup (shell) payudara harus
dilepas saat tidur untuk mencegah terjadinya blokade saluran air susu. Dengan
penekanan lembut dari cup (shell) payudara, puting dan areola akan menonjol ke
bagian tengah dari shell. Pada cup (shell) payudara terdapat lubang udara yang
Jika diperlukan lebih dari beberapa hari, bisa digunakan niplette atau
dapat alternatif yang relatif murah dapat dibuat dari spuit plastik 10 atau 20 ml,
ukuran bergantung pada ukuran puting. Ujung dari spuit dimana jarum terpasang
dipotong dan pendorong dipasang terbalik. Puting diletakkan pada ujung halus
lubang pendorong dari spuit dan traksi lembut diaplikasikan hingga puting
tereversikan. Meski memompa dan suction spuit merupakan solusi praktis, tidak
pembedahan ini. Kebanyakan prosedur melibatkan insisi kecil areolar atau insisi
pada dasar puting. Jaringan ikat yang menempel akan terenggangkan namun
5. Tatalaksana
a. Tatalaksana Umum
● Jka retraksi tidak dalam, susu dapat diperoleh dengan menggunakan pompa
payudara.
● Jika puting masuk sangat dalam, suatu usaha harus dilakukan untuk
Lawrence, Robert M; Lawrence, Ruth A. 2017. The Breast and the Physiology of
Practice. Elsevier.
Priebe, Jan; Howell, Fiona; Bue, Maria Carmela Lo. 2014. Examining the Role of
TNP2K: Jakarta
KARSINOMA PAYUDARA
1. Definisi
breast cancer merupakan kanker pada jaringan payudara. Kanker payudara merupakan
suatu keganasan akibat pertumbuhan sel yang tidak terkendali pada kelenjar penghasil susu
(lobular), saluran kelenjar dari lobular ke puting payudara (duktus), dan jaringan penunjang
payudara yang mengelilingi lobular, duktus, pembuluh darah dan pembuluh limfe, tetapi
tidak termasuk kulit payudara. Penyakit ini oleh World Health Organization (WHO)
nomor 17.(Mukhlis,2015)
2. Epidemiologi
laki-laki juga bisa terkena penyakit ini, tetapi kemungkinan pada wanita 100 kali lipat
dibandingkan pada laki-laki. Sebagian besar kanker payudara berasal dari sel-sel
duktus (86%), kemudian lobular (12%), dan sisanya berasal dari jaringan lain
(Globocan. 2018).
dan negara maju. Menurut Data Globocan 2018, Untuk kedua jenis kelamin, kanker
paru-paru adalah kanker yang paling umum didiagnosis (11,6% dari total kasus) dan
penyebab utama kematian akibat kanker (18,4% dari total kematian akibat kanker),
diikuti oleh kanker payudara wanita (11,6%), kolorektal kanker (10,2%), dan kanker
prostat (7,1%) . Berdasarkan jenis kelamin, kanker paru-paru adalah kanker yang
paling sering didiagnosis dan penyebab utama kematian akibat kanker pada laki-laki,
diikuti oleh kanker prostat dan kolorektal. Di antara wanita, kanker payudara adalah
kanker yang paling umum didiagnosis dan penyebab utama kematian akibat kanker,
diikuti oleh kanker kolorektal dan paru-paru, kanker serviks menempati urutan
setiap 100.000 penduduk per tahunnya. Menurut Data Riset Kesehatan Dasar
3. Etiologi
Etiologi pasti dari kanker payudara masih belum jelas. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa wanita dengan faktor risiko tertentu lebih sering untuk
● Umur :
pada wanita usia 45 tahun ke atas. Kanker jarang timbul sebelum menopause.
Kanker dapat didiagnosis pada wanita premenopause atau sebelum usia 35 tahun,
tetapi kankernya cenderung lebih agresif, derajat tumor yang lebih tinggi, dan
stadiumnya lebih lanjut, sehingga survival rates-nya lebih rendah. (Shah, 2014)
lainnya. (Kamińska,2015)
● Riwayat Keluarga :
Riwayat keluarga yang mengidap kanker payudara telah lama dikenal sebagai
salah satu faktor resiko kanker payudara, namun hana 5-10% wanita yang
Wanita dengan riwayat keluarga positif lebih berisiko terkena kanker payudara
payudara meningkat 1,5-3 kali lipat pada wanita yang mempunyai ibu atau
memiliki tipe-tipe sel abnormal tertentu, seperti atypical hyperplasia dan lobular
● Perubahan Genetik :
Suatu studi analisa tentang hubungan faktor genetik menyatakan bahwa
ketidak normalan sering ada pada cabang pendek kromosom 17 pada wanita-
wanita dengan riwayat famili kanker payudara dini. Dua tumor suppresorgen
yang paling berperan pada kanker payudara yaitu BRCA1 dan BRCA2. Secara
berhubungan dengan invasive ductal carcinoma yang lebih well differentiated dan
BRCA2 akan mempunyai risiko kanker payudara 40-85%. Wanita dengan gen
pada usia yang lebih dini (probabilitas untuk terjadi kanker payudara sebesar 60%
pada umur 50 tahun dan sebesar 85% pada umur 70 tahun). (Robbins, et al, 2007)
Diferensiasi akhir dari epitel payudara yang terjadi pada akhir kehamilan akan
memberi efek protektif, sehingga semakin tua umur seorang wanita melahirkan
(Kamińska,2015)
● Ras :
dibandingkan wanita Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih tinggi pada
meningkat pada wanita dengan paparan di usia muda. Wanita yang saat anak-anak
atau orang dewasa muda diobati dengan terapi radiasi di dada karena kanker lain
payudara yang jauh lebih tinggi. Risiko ini bervariasi sesuai dengan usia pasien
saat mereka mendapat radiasi. Risiko terkena kanker payudara dari radiasi dada
paling tinggi jika wanita terpapar radiasi selama masa remaja, saat payudara
Wanita yang aktivitas fisik sepanjang hidupnya kurang, risiko untuk menjadi
● Diet :
mempunyai risiko kanker payudara yang lebih besar. Karena alkohol akan
4. Klasifikasi
Klasifikasi histopatologi kanker payudara berdasarkan WHO tahun 2012
pada sel kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum menyebar.
gejala kanker.
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu sel
Sel ini disebut solid, papillary atau cribiform. Tipe kedua, disebut
terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan bentuk tak beraturan.
Gambar : Ductal Carcinoma in situ (A) dan Sel-sel
kanker menyebar keluar dari ductus, menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B)
● Invasive carcinoma
tahun 1974. Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla
yang luas dan mungkin berhubungan dengan kanker invasif. Biopsi papilla
terdapatnya sel besar pucat dan bervakuola (Paget's cells) dalam deretan
epitel.
b. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST)
(80%)
Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan pada 60%
yang cepat dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis dan perdarahan. 20%
carcinoma berupa (1) infiltrat limforetikular yang padat terutama terdiri dari
sel limfosit dan plasma; (2) inti pleomorfik besar yang berdiferensiasi buruk
dan mitosis aktif; (3) pola pertumbuhan seperti rantai, dengan minimal atau
tidak ada diferensiasi duktus atau alveolar. Sekitar 50% kanker ini
dan kurang dari 10% menunjukkan reseptor hormon. Wanita dengan kanker
ini mempunyai 5-year survival rate yang lebih baik dibandingkan NST atau
dari kanker payudara, sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif,
biasanya muncul sebagai massa tumor yang besar dan ditemukan pada wanita
yang lebih tua. Karena komponen musinnya, sel-sel kanker ini dapat tidak
wanita dekade ketujuh dan sering menyerang wanita non kulit putih.
Ukurannya kecil dan jarang mencapai diameter 3 cm. McDivitt dan kawan-
histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat, nucleoli tidak jelas,
dan sedikit sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi adanya
(Morrow,2015)
Cancer) tahun 2010 dan UICC (Union Internationale Contre Cancere) tahun 2014
sebagai berikut:
Ukuran dibuat berdasarkan ukuran klinis diameter tumor terpanjang dalam “cm”,
ataupun radiologis (MRI) yang lebih akurat dalam menilai volume tumor.
Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai
Tis (Paget) : Penyakit Paget pada puting tanpa ada massa tumor
cmsampai 5 cm
serratus anterior, tetapi tidak termasuk otot pektoralis (eksterna ataupun interna).
yang terkena
N2b : Klinis metastasis hanya pada KGB mamaria interna ipsilateral dan
3. M : Metastasis jauh
stadium yang sama cenderung memiliki prognosis sama dan sering diterapi sama.
Stadium ditulis dengan angka romawi dari I sampai IV. Kanker non invasif ditulis
stadium 0.
Gambar : Klasifikasi Stadium TNM
5. Patogenesis
alterasi molekuler (DNA) pada tingkat sel yang menyebabkan sel epitel payudara
yang paling berpengaruh adalah estrogen receptor (ER), progesterone receptor (PR),
and human epidermal growth factor receptor 2 (HER2). Bukti dari The Cancer
Genome Atlas Network (TCGA) menunjukkan bahwa kanker payudara basal like
dapat menunjukkan respon positif terhadap terapi kanker ovarium serous dikarenakan
mempunyai karakteristik molekuler yang sama seperti tipe dan frekuensi mutasi gen.
(Pierce A,2016)
Onkogen yang teraktivasi (HER2, protein Ki-67) dan tumor suppresor gen
yang termutasi (BRCA1 atau BRCA2, serta PTEN atauTP53) dianggap sebagai “high
kanker. Low penetrance mutasi gen dapat mempengaruhi level hormon dan
faktor keluarga. Mutasi onkogen dan tumor suppresor gen dapat disebabkan karena
Sel-sel ini akan berlanjut menjadi karsinoma in situ dan menginvasi stroma. Kanker
tumbuh dari sebuah sel tunggal sampai menjadi massa yang cukup besar untuk dapat
diraba (kira-kira berdiameter 1 cm). Pada ukuran itu, kira- kira seperempat dari
kanker payudara telah bermetastase. Kebanyakan dari kanker ditemukan jika sudah
teraba, biasanya oleh wanita itu sendiri. Gejala kedua yang paling sering terjadi
adalah cairan yang keluar dari muara duktus satu payudara, dan mungkin berdarah.
Jika penyakit telah berkembang lanjut, benjolan-benjolan pada kulit dapat pecah dan
Karsinoma inflamasi, adalah tumor yang tumbuh dengan cepat terjadi kira-
kira 1-2% wanita dengan kanker payudara gejala-gejalanya mirip dengan infeksi
payudara akut. Kulit menjadi merah, panas, edematoda, dan nyeri. Karsinoma ini
menginvasi kulit dan jaringan limfe. Tempat yang paling sering untuk metastase
penyebaran langsung kejaringan sekitarnya, dan juga melalui saluran limfe dan aliran
darah. Kanker payudara tersebut menimbulkan metastase dapat ke organ yang dekat
maupun yang jauh antara lain limfogen yang menjalar ke kelenjar limfe aksilaris dan
terjadi benjolan, dari sel epidermis penting menjadi invasi timbul krusta pada organ
6. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
perjalanan penyakit, tanda dan gejala kanker payudara, riwayat pengobatan dan
riwayat penyakit yang pernah diderita. Keluhan utama yang sering umumnya
Nyeri payudara dan nipple discharge adalah keluhan yang jarang pada kanker
payudara dan keadaan ini sering ditemukan pada kelainan jinak seperti penyakit
fibrokistik dan papiloma intraduktal. Malaise, nyeri tulang, sesak napas dan
kehilangan berat badan adalah keluhan yang jarang, tapi merupakan inidkasi
o Retraksi puting
- Perubahan kulit
o Borok (ulkus)
o Eritema, edema
o Nodul satelit
- Benjolan di aksila
- Tangan bengkak
- Sesak napas bila sudah timbul pleural efusi atau metastasis di paenkim paru
yang luas
b. Pemeriksaan Fisik
Karena organ payudara dipengaruhi oleh faktor hormonal antara lain estrogen
hormonal ini seminimal mungkin, yaitu setelah menstruasi lebih kurang satu minggu
1. Inspeksi
Inspeksi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, ada benjolan
nodul satelit, dll), apakah terdapat edema (peau d’orange), retraksi kulit atau puting
susu, dan eritema, perhatikan kedua papila mammae apakah simetri, ada retraksi,
Palpasi umumnya dalam posisi berbaring, juga dapat kombinasi duduk dan
baring. Waktu periksa rapatkan keempat jari, gunakan ujung dan perut jari
berlawanan arah jarum jam atau searah jarum jam. Kemudian dengan lembut pijat
areola mammae, lihat apakah keluar sekret maupun massa, termasuk palpasi kelenjar
limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang teraba atau suatu
mobilitas atau fiksasinya, kondisi batas, permukaan mobilitas, nyeri tekan. Ketika
memeriksa apakah tumor melekat ke dasarnya, harus meminta lengan pasien sisi lesi
bertolak pinggang, agar m. Pektoralis mayor berkerut. Jika tumor dan kulit atau dasar
melekat, mobilitas terkekang, kemungkinan kanker sangat besar. Jika terdapat sekret
memeriksa aksila kanan, dengan tangan kiri topang siku kanan pasien, dengan ujung
jari kiri palpasi seluruh fosa aksila secara berurutan. Waktu memeriksa fosa aksila
▪ Posisi tegak
dalam posisi yang lebih kurang sama tinggi. Pada inspeksi dilihat simetri payudara
kiri dan kanan, kelainan papila, letak dan bentuknya, adakah retraksi puting susu,
kelainan kulit ,tanda-tanda radang, peau d’orange, dimpling, u lserasi dan lain-lain.
▪ Posisi duduk
Lakukan inspeksi pada pasien dengan posisi tangan jatuh bebas ke samping
dan pemeriksa berdiri di depan dalam posisi lebih kurang sama tinggi. Perhatikan
keadaan payudara kiri dan kanan, simetris / tidak; adakah kelainan papilla, letak dan
bentuknya, retraksi putting susu, kelainan kulit berupa peau d’orange, dimpling,
ulserasi, atau tanda-tanda radang. Lakukan juga dalam keadan kedua lengan di angkat
ke atas untuk melihat apakah ada bayangan tumor di bawah kulit yang ikut bergerak
Penderita berbaring dan di usahakan agar payudara jatuh tersebar rata di atas
lapangan dada, jika perlu bahu atau punggung diganjal dengan bantal terutama pada
distal dan falang medialjari II,III dan IV, yang dikerjakan secara sistematis mulai dari
kranial setinggi iga ke 6 sampai daerah sentral subareolar dan papil atau dari tepi ke
ada cairan keluar dengan menekan daerah sekitar papil. Pada pemeriksaan ini
konsistensi, batas tumor dan mobilitasnya terhadap kulit dan dinding dada.
diposterior aksila, sentral dibagian pusat aksila dan apikal diujung atas fossa
▪ Organ lain yang diperiksa untuk melihat adanya metastasis yaitu hepar, lien,
tulang belakang, dan paru. Metastasis jauh dapat bergejala sebagai berikut:
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Mammografi
ini disamping sitologi. Pemeriksaan ini dapat menemukan massa tumor yang
sangat kecil yang sulit teraba saat pemeriksaan fisik (Kabel,, 2015)
Gambar : Mammografi Payudara Normal
Diagnosis imaging mamografi, mempunyai kriteria2 tersendiri untuk
kecurigaan kanker payudara, yang dibagi dalam tanda-tanda mayor dan tanda
minor.
Tanda mayor:
● Kepadatan lesi atau tumor dengan batas permukaan yang irreguler dan
payudara.
● Kategori 1 : Negatif
● Kategori 2 : Jinak
Jika ditemukan adanya kelainan seperti fibroadenoma, kalsifikasi kulit, lesi yang
Jika ditemukan adanya massa solid yang tidak terkalsifikasi, focal asymmetry,
● Kategori 4 : Mencurigakan
Tidak ditemukan tanda tanda keganasan tapi tidak menutup kemungkinan adanya
pada payudara, kista padat yang dapat dipalpasi, massa dengan batas yang
● Kategori 6 : Keganasan
EA,2013)
b. USG
Salah satu kelebihan USG dalam mendeteksi massa kistik. Seerupa dengan
1. Bentuk massa
2. Margin
3. Orientasi
6. Pola echo
3. Tepi hiperekoik
c. MRI
kurang jelas ada payudara wanita muda. Selain itu MRI digunakan untuk
mendeteksi adanya rekurensi pasca BCT dan pada wanita yang menggunakan
FNAB)
FNA atau Fine Neddle Aspiration merupakan metode yang cepat untuk
negara maju akurasi FNAB sangat baik sehingga dapat dijadikan standar
(Ramli,2015)
e. Pemeriksaan Histopatologis
● Stereotactic biopsy dengan bantuan USG atau mammogram pada lesi
nonpalpable
– Inoperabel
● Biopsi eksisional
(optional research)
f. Pemeriksaan Laboratorium
CEA”).
adanya metastasis pada liver, sedangkan alkali fosfatase dan kalsium untuk
seperti CA-15-3 dan CEA (dalam kombinasi) lebih penting gunanya untuk
menentukan rekurensi dari kanker payudara, dan belum merupakan penanda
8. Penatalaksanaan
1. Operasi (pembedahan)
2. Radiasi
3. Khemoterapi
4. Hormonal terapi
5. Imunoterapi
Pada “early breast cancer” terapi pilihan adalah pembedahan, dengan atau
tanpa terapi adjuvant atau kombinasi dengan yang lain. Pilihan terapi adjuvant atau
imunohistokimia.
nipple areola komplek, kulit diatas tumor, otot pektoralis mayor dan minor serta
diseksi aksila level I-III. Operasi ini dilakukan bila ada infiltrasi tumor ke fasia atau
minor)
BCS adalah terapi dengan melakukan eksisi tumor primer dengan atau tanpa
diseksi aksila dan radioterapi. Terapi ini memberikan survival yang sama dengan
MRM namun
Radioterapi
eksternal dengan Co60 ataupun terapi dengan sinar X. Radioterapi dapat dilakukan
sebagai berikut:
Kemoterapi
sebagai terapi adjuvan atau paliatif. Kemoterapi adjuvan dapat diberikan pada pasien
pascamastektomi yang pada pemeriksaan histopatologik ditemukan metastasis di
pembedahan pada Ca mamma yang besar namun masih operabel pada stadium lokal
berikut:
penyakit), Atau
pada hari 1 setiap 3 minggu selama empat siklus (sebanding dengan CMF
Terapi Hormonal
● Tamoxifen
Bedah : Terapi bedah yang dpat dilakukan adalah lumpectomy bila sel kanker
masih berada dalam area payudara, namun apabila sel kanker sudah meluas
mencegah penyebaran, terapi ini dapat dimulai ketika luka operasi sembuh
dilakukan
payudara stadium 1
Hormonal : Apabila ER+ atau PR+ maka dapat dilakukan terapi hormonal
tidak mempan atau tidak sensitive terhadap terapi hormonal, yaitu ER-, PR-
atau mastektomi
sensititf) dianjurkan
sensitif).
Bedah : Pembedahan bukan merupakan opsi utama pada stadium ini (Azu
M,2018)
9. Prognosis
Survival rate (%) pada pasien dengan Ca mamma berdasarkan stadium TNM
0 95 90
I 85 70
IIA 70 50
IIB 60 40
IIIA 55 30
IIIB 30 20
IV 5-10 2
DAFTAR PUSTAKA
https://old.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/00309pdf.pdf
American Cancer Society. Breast Cancer Survival Rate, by Stage [internet]. 2015
http://www.cancer.org/cancer/breastcancer/detailedguide/breast-cancer-
survival-by-stage
Azu M, Cadman B. 2018. What Happens at Each Stage of Breast Cancer. Medical
Desen, Wan. 2011. Buku Ajar Onkologi Klinis. Ed ke-2. Willie Japaries. Beijing :
Devita, V.T, Hellman, and Rosenberg, S.A. 2015. Cancer Principles & Practice of
Farida Sobri Briani… [et al.]. Manajemen Terkini Kaker Payudara. 2017. Jakarta,
adjusted life years (DALYs) Worldwide in 2008. IARC Cancer Base No. 11
Hoskins, et al, 2015. Breast Cancer. In: Principles and Practice of Gynecologic and
(2) : 28-33
Kamińska, M., Ciszewski, T., Łopacka-Szatan, K., Miotła, P., & Starosławska, E.
https://doi.org/10.5114/pm.2015.54346
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
kanker.pdf
Kiluk JV, Sparano JA. 2018. Breast Cancer Treatment Protocols. Medscape
https://emedicine.medscape.com/article/ 2006464-overview#a1
Moore, K.L., Dalley, A.F., Agur, A.M.R. 2013. Anatomi Berorientasi Klinis; edisi 5
Morrow, M., Burstein HJ., dan Harris JR. 2015. Malignant Tumors of the Breast.
Principles & Practice of Oncology, 10th Edition. Wolters Kluwer, hal 1117-
Medika; Jakarta.
Muchlis Ramli. 2015. Update Breast Cancer Management Diagnostic And Treatment.
Lippmain, Morrow M, Osborne KC, editor. Diseases of the Breast 5th Ed.
Pierce A. Grace n Neil R. Borley, At a Glance, ilmu bedah. 2006. Edisi III. Jakarta:
Penerbit Erlangga
Shah, Rupen., Rosso, Kelly., dan Nathanson, SD. 2014. Pathogenesis, prevention,
5(3): 283-298
Sickles, EA, D’Orsi CJ, Bassett LW, E. Al. (2013). ACR BI-RADS®
umum pada wanita usia subur. hal ini terjadi ketika keseimbangan normal bakteri di
vagina terganggu dan digantikan oleh pertumbuhan berlebih dari bakteri tertentu..
tinggi sebagai flora normal vagina oleh konsentrasi bakteri anaerob yang tinggi,
hominis. Jadi vaginosis bakterial bukan suatu infeksi yang disebabkan oleh satu
organisme, tetapi timbul akibat perubahan kimiawi dan pertumbuhan berlebih dari
Etiologi
spesies bakteri yang dominan (flora normal) pada vagina wanita usia subur, tetapi ada
juga bakteri lainnya yaitu bakteri aerob dan anaerob. Pada saat bakterial vaginosis
Penyebab bakterial vaginosis bukan organisme tunggal. Pada suatu analisis dari
data flora vagina memperlihatkan bahwa ada 4 kategori dari bakteri vagina yang
●Gardnerella vaginalis
Berbagai kepustakaan selama 30 tahun terakhir membenarkan observasi Gardner dan
vaginosis.
genus Gardnerella atas dasar penyelidikan mengenai fenetopik dan asam dioksi-
ribonukleat. Tidak mempunyai kapsul, tidak bergerak dan berbentuk batang gram
negatif atau variabel gram. Tes katalase, oksidase, reduksi nitrat, indole, dan urease
semuanya negatif.
Kuman ini bersifat fakultatif, dengan produksi akhir utama pada fermentasi
berupa asam asetat, banyak galur yang juga menghasilkan asam laktat dan asam
dibutuhkan tiamin, riboflavin, niasin, asam folat, biotin, purin, dan pirimidin.
Berbagai literatura dalam 30 tahun terakhir membuktikan bahwa G. vaginalis
lebih sensitive G. Vaginalis dapat diisolasi dalam konsentrasi yang tinggi pada wanita
tanpa tanda-tanda infeksi vagina. Saat ini dipercaya bahwa G. vaginalis berinteraksi
• Mycoplasma hominis
bakteri dalam vagina biasanya 105 organisme/ml cairan vagina dan meningkat
anaerob lengkung yang juga ditemukan pada vagina bersama-sama dengan organisme
lain yang dihubungkan dengan bakterial vaginosis. Mobilincus Spp hampir tidak
Faktor Resiko
2. Merokok
berlebihan dari bakteri lain khususnya yang berasal dari bakteri anerobik.
5. Vagina yang terlalu sering dalam keadaan lembab dan jarang mengganti
celana dalam.
Patogenesis
Ekosistem vagina adalah biokomuniti yang dinamik dan kompleks yang terdiri
dari unsur-unsur yang berbeda yang saling mempengaruhi. Salah satu komponen
lengkap dari ekosistem vagina adalah mikroflora vagina endogen, yang terdiri dari
gram positif dan gram negatif aerobik, bakteri fakultatif dan obligat anaerobik. Aksi
sinergetik dan antagonistik antara mikroflora vagina endogen bersama dengan
komponen lain, mengakibatkan tetap stabilnya sistem ekologi yang mengarah pada
bakteri Lactobacillus yang menghasilkan asam organik seperti asam laktat, hidrogen
peroksida (H2O2), dan bakteriosin.Asam laktat seperti organic acid lanilla yang
pH tetap di bawah 4,5 (antara 3,8 - 4,2), dimana merupakan tempat yang tidak sesuai
enzim katalase. Hidrogen peroksida dominan terdapat pada ekosistem vagina normal
tetapi tidak pada bakterial vaginosis. Mekanisme ketiga pertahanan yang diproduksi
oleh Lactobacillus adalah bakteriosin yang merupakan suatu protein dengan berat
Gardnerella vaginalis.
G. vaginalis sendiri juga merupakan bakteri anaerob batang variabel gram yang
tadinya bersifat asam menjadi bersifat basa. Perubahan ini terjadi akibat
tumbuh di vagina.
Sekret vagina adalah suatu yang umum dan normal pada wanita usia produktif.
Dalam kondisi normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan jernih yang
keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan sekresi dari
kelenjar Bartolini. Pada wanita, sekret vagina ini merupakan suatu hal yang alami
dari tubuh untuk membersihkan diri, sebagai pelicin, dan pertahanan dari berbagai
infeksi.
Dalam kondisi normal, sekret vagina tersebut tampak jernih, putih keruh, atau
terdiri dari sel-sel epitel yang matur, sejumlah normal leukosit, tanpa jamur,
pembentuk asam amino dan kuman anaerob beserta bakteri fakultatif dalam vagina
yang mengubah asam amino menjadi amin sehingga menaikkan pH sekret vagina
sampai suasana yang sesuai bagi pertumbuhan G. vaginalis. Beberapa amin diketahui
menyebabkan iritasi kulit dan menambah pelepasan sel epitel dan menyebabkan duh
tubuh berbau tidak sedap yang keluar dari vagina. Basil-basil anaerob yang menyertai
deskuamasi sel epitel vagina sehingga terjadi perlekatan duh tubuh pada dinding
vagina. Organisme ini tidak invasive dan respon inflamasi lokal yang terbatas dapat
dibuktikan dengan sedikitnya jumlah leukosit dalam sekret vagina dan dengan
1. Infeksi berulang dari pasangan yang telah ada mikroorganisme penyebab bakterial
mengandung G. vaginalis dengan biotipe yang sama dalam uretra tetapi tidak
ETIOLOGI
Bakteriosin : H2O :
menghambat mempertahankan
pertumbuhan Lactobasilus
mikroorganisme ke amanan Vagina
Lactobasilus
G vaginalis Vaginitis
G Vaginitis + Human an aerob + bakteri fakultatif
SIMBIOSIS
Radang Supuratif
Amin
MK : Resiko
Kerusakan
MK : Gangguan rasa Kulit Gatal
nyaman
Gambaran Klinis
Wanita dengan bakterial vaginosis dapat tanpa gejala. Gejala yang paling sering
pada bakterial vaginosis adalah adanya cairan vagina yang abnormal (terutama
setelah melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau
Bau tersebut disebabkan oleh adanya amin yang menguap bila cairan vagina
menjadi basa. Cairan seminal yang basa (pH 7,2) menimbulkan terlepasnya amin dari
perlekatannya pada protein dan amin yang menguap menimbulkan bau yang khas.
Walaupun beberapa wanita mempunyai gejala yang khas, namun pada sebagian besar
wanita dapat asimptomatik. Iritasi daerah vagina atau sekitar vagina (gatal, rasa
terbakar), kalau ditemukan lebih ringan daripada yang disebabkan oleh Trichomonas
vaginalis atau C.albicans. Sepertiga penderita mengeluh gatal dan rasa terbakar, dan
seperlima timbul kemerahan dan edema pada vulva. Nyeri abdomen, disuria, atau
nyeri waktu kencing jarang terjadi, dan kalau ada karena penyakit lain.
Pada pemeriksaan biasanya menunjukkan sekret vagina yang tipis dan sering
berwarna putih atau abu-abu, viskositas rendah atau normal, homogen, dan jarang
berbusa.Sekret tersebut melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis
atau kelainan yang difus. Gejala peradangan umum tidak ada. Sebaliknya sekret
vagina normal, lebih tebal dan terdiri atas kumpulan sel epitel vagina yang
Pada penderita dengan bakterial vaginosis tidak ditemukan inflamasi pada vagina
dan vulva. Bakterial vaginosis dapat timbul bersama infeksi traktus genital bawah
seperti trikomoniasis dan servisitis sehingga menimbulkan gejala genital yang tidak
spesifik.
Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan NaCl 0,9% pada sekret
vagina diatas objek glass kemudian ditutupi dengan coverslip. Dan dilakukan
clue cells, yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri
sensitifitas 60% dan spesifitas 98% untuk mendeteksi bakterial vaginosis. Clue
Cara pemeriksaannya :
cairan NaCl 0,9% pada sekret vagina diatas objek glass kemudian ditutupi dengan
(400 kali) untuk melihat clue cells, yang merupakan sel epitel vagina yang
basah mempunyai sensitifitas 60% dan spesifitas 98% untuk mendeteksi bakterial
vaginosis. Clue cells adalah penanda bakterial vaginosis, > 20% pada preparat
Skoring jumlah bakteri yang normal pada vagina atau vaginosis bakterial dengan
pewarnaan Gram :
Bacteroides
(2+) : 2 (3+) : 3
(1+) : 3 (4+) : 3
(0) : 4
Skor 0-3 dinyatakan normal; 4-6 dinyatakan sebagai intermediate; 7-10
1. Whiff test
Whiff test dinyatakan positif bila bau amis atau bau amin terdeteksi dengan
penambahan satu tetes KOH 10-20% pada sekret vagina. Bau muncul sebagai
akibat pelepasan amin dan asam organik hasil alkalisasi bakteri anaerob. Whiff
dibandingkan dengan warna standar. pH vagina normal 3,8 - 4,2. Pada 80-90%
4. Kultur vagina
vaginosis. Kultur vagina positif untuk G. vaginalis pada bakterial vaginosis tanpa
5. Uji H2O2 :
Pemberian setetes H2O2 (hidrogen peroksida) pada sekret vagina diatas gelas
adanya sel darah putih yang karakteristik untuk trikomoniasis atau pada vaginitis
tidak bereaksi.
Diagnosis
disertai disuria/dispareunia, atau nyeri abdomen. Pada pemeriksaan fisis relatif tidak
banyak ditemukan apa-apa, kecuali hanya sedikit inflamasi dapat juga ditemukan
sekret vagina yang berwarna putih atau abu-abu yang melekat pada dinding vagina.
Gardner dan Dukes (1980) menyatakan bahwa setiap wanita dengan aktivitas
bakterial vaginosis. WHO (1980) menjelaskan bahwa diagnosis dibuat atas dasar
ditemukannya clue cells, pH vagina lebih besar dari 4,5, tes amin positif dan adanya
(1982) menegakkan diagnosis berdasarkan adanya cairan vagina yang berbau amis
dan ditemukannya clue cells tanpa T. vaginalis. Tes amin yang positif serta pH vagina
Dengan hanya mendapat satu gejala, tidak dapat menegakkan suatu diagnosis,
oleh sebab itu didapatkan kriteria klinis untuk bakterial vaginosis yang sering disebut
sebagai kriteria Amsel (1983) yang berpendapat bahwa terdapat tiga dari empat gejala,
yaitu :
1. Adanya sekret vagina yang homogen, tipis, putih, melekat pada dinding vagina dan
abnormal.
3. Tes amin yang positif, yangmana sekret vagina yang berbau amis sebelum atau
4. Adanya clue cells pada sediaan basah (sedikitnya 20 dari seluruh epitel)
Gejala diatas sudah cukup untuk menegakkan diagnosis.
Diagnosis Banding
Ada beberapa penyakit yang menggambarkan keadaan klinik yang mirip dengan
1. Trikomoniasis
Trichomonas vaginalis. Biasanya penyakit ini tidak bergejala tapi pada beberapa
berwarna kuning kehijauan, berbusa dan berbau. Eritem dan edem pada vulva, juga
vagina dan serviks pada beberapa perempuan. Serta pruritos, disuria, dan dispareunia.
penampakan pemeriksaan apusan bakterial vaginosis. Tapi Mobilincus dan clue cell
protozoa untuk diagnosis. Whiff test dapat positif pada trikomoniasis dan pH vagina
5 pada trikomoniasis.
2. Kandidiasis
Kandidiasis merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh Candida albicans atau
kadang Candida yang lain. Gejala yang awalnya muncul pada kandidiasis adalah
pruritus akut dan keputihan. Keputihan seringkali tidak ada dan hanya sedikit.
Kadang dijumpai gambaran khas berupa vaginal thrush yaitu bercak putih yang terdiri
dari gumpalan jamur, jaringan nekrosis epitel yang menempel pada vagina. Dapat
juga disertai rasa sakit pada vagina iritasi, rasa panas dan sakit saat berkemih.
untuk mendeteksi hifa dan spora Candida. Keluhan yang paling sering pada
kandidiasis adalah gatal dan iritasi vagina. Sekret vagina biasanya putih dan tebal,
Pencegahan
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam menjaga kondisi tubuh adalah sbb :
pH di sekitar vagina. Salah satunya produk pembersih yang terbuat dari bahan
yang tak bersahabat. Sabun antiseptik biasa umumnya bersifat keras dan dapat
flora normal di vagina. Ini tidak menguntungkan bagi kesehatan vagina dalam
jangka panjang.
2. Hindari pemakaian bedak pada organ kewanitaan dengan tujuan agar vagina
harum dan kering sepanjang hari. Bedak memiliki partikel-partikel halus yang
4. Gunakan celana dalam yang kering. Seandainya basah atau lembab, usahakan
cepat mengganti dengan yang bersih dan belum dipakai. Tak ada salahnya
Anda membawa cadangan celana dalam tas kecil untuk berjaga-jaga manakala
perlu menggantinya.
6. Celana dari bahan satin atau bahan sintetik lain membuat suasana disekitar
7. Pakaian luar juga perlu diperhatikan. Celana jeans tidak dianjurkan karena
pori-porinya sangat rapat. Pilihlah seperti rok atau celana bahan non-jeans agar
9. Gunakan panty liner disaat perlu saja. Jangan terlalu lama. Misalkan saat
Penatalaksanaan
dengan gambaran klinis ringan tanpa komplikasi. Sekitar 1 dari 4 wanita akan sembuh
dengan sendirinya, hal ini diakibatkan karena organisme Lactobacillus vagina kembali
meningkat ke level normal, dan bakteri lain mengalami penurunan jumlah. Namun
pada beberapa wanita, bila bakterial vaginosis tidak diberi pengobatan, akan
menimbulkan keadaan yang lebih parah. Oleh karena itu perlu mendapatkan
pengobatan, dimana jenis obat yang digunakan hendaknya tidak membahayakan dan
pasca partus, maka penting untuk mencari obat-obat yang efektif yang bisa
a. Terapi sistemik
400 mg atau 500 mg setiap hari selama 7 hari. Jika pengobatan ini gagal,
gelap.
selama 7 hari. Cukup efektif untuk wanita hamil dan intoleransi terhadap
metronidazol
b. Terapi Topikal
kehamilan karena mempunyai efek samping terhadap fetus. Dosis yang lebih
yang rendah.
dan III dapat digunakan metronidazol oral walaupun mungkin lebih disukai
Komplikasi
setelah pengobatan. Namun pada keadaan tertentu, dapat terjadi komplikasi yang
berat. Bakterial vaginosis sering dikaitkan dengan penyakit radang panggul (Pelvic
penderita PID.
Pada penderita bakterial vaginosis yang sedang hamil, dapat menimbulkan
komplikasi antara lain : kelahiran prematur, ketuban pecah dini, bayi berat lahir
rendah, dan endometritis post partum. Oleh karena itu, beberapa ahli menyarankan
agar semua wanita hamil yang sebelumnya melahirkan bayi prematur agar
gejala sama sekali. Bakterial vaginosis disertai peningkatan resiko infeksi traktus
urinarius.
frekuensi di tempat yang berdekatan. Terjadi peningkatan infeksi traktus genitalis atas
berhubungan dengan bakterial vaginosis. Lebih mudah terjadi infeksi Gonorrhoea dan
seksual lainnya.
Prognosis
Bakterial vaginosis dapat timbul kembali pada 20-30% wanita walaupun tidak
menunjukkan gejala. Pengobatan ulang dengan antibiotik yang sama dapat dipakai.
Dilaporkan terjadi perbaikan spontan pada lebih dari 1/3 kasus. Dengan pengobatan
Daftar Pustaka
Jakarta :EGC
Hacker, & Moore. 2001. Esensial Obsterti dan Ginekologi. Jakarta : EGC
Kumar N, Behera B, Sagiri SS, Pal K, Ray SS, Roy S. Bacterial vaginosis: Etiology
SALPINGITIS
1. Definisi
oleh infeksi. Salpingitis akut sering disebut penyakit radang panggul atau
2. Etio-Patofisiologi
genitalium dan bakteri anaerob juga memegang peranan dalam infeksi ini.
tindakan biopsi, sondase, kuretase, pascasalin dan pasca operasi yang tidak
radang panggul karena penularan dari infeksi traktus intestinalis, paling sering
karena apendisitis.
PID biasanya dimulai oleh servisitis (A). Hal ini diikuti oleh
traktus genital atas. Bagian yang berwarna abu-abu adalah bagian yang
terkena.
3. Epidemiologi
ini dan kurang lebih satu juta kasus baru terjadi setiap tahun • Penyakit radang
panggul sebagian besar (90%) terjadi karena infeksi asenden, selebihnya dapat
4. Diagnosis
besar pasien datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah yang pada
nyeri tekan pada abdomen bagian bawah, nyeri servikal pada pemeriksaan
pedoman untuk diagnosis PID akut dan kriteria klinis minimum untuk
memulai pengobatan.
Pengobatan empiris harus dimulai pada wanita muda yang aktif secara
seksual dan lainnya yang berisiko terkena PMS jika semua kriteria
minimal berikut terpenuhi dan tidak ada penyebab lain dari penyakit ini
● Terperinci
endometrium
pencitraan lainnya.
⮚ Temuan laparoskopi
5. Manajemen
Pasien dapat diobati sebagai pasien rawat jalan. Namun, sesuai dengan
pedoman CDC 2006, rawat inap pasien harus digunakan sesuai kebijaksanaan
● Kehamilan
● Presence of TOA
tinggi
Tidak ada bukti bahwa IUD harus dikeluarkan pada pasien yang
yang sama dengan mereka yang IUD-nya dikeluarkan. Menutup tindak lanjut
gonokokus dan kondisi terkait seperti PID. Akibatnya, hanya 1 kelas obat,
6. Komplikasi
sedemikian rupa bahwa telur dan sperma tidak dapat bertemu. Setelah
https://www.cdc.gov/std/training/picturecards/acute-salpingitis-pid.pdf
https://www.iusti.org/regions/europe/pdf/2017/IUSTIPIDGuideline2017.pdf
3. http://edunakes.bppsdmk.kemkes.go.id/images/pdf/Obsgin_4_Juni_2014/Bl
September 2018.
VULVITIS
A. Definisi
disebut vulva. Hal ini dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur atau
pc, 2013).
B. Epidemiologi
terjadi pada vagina wanita. Bakterial vaginosis terjadi pada sepertiga wanita di
Amerika Serikat, yaitu sekitar 21 juta wanita. Setiap tahun, 10 juta wanita
hampir 100% wanita dengan keluhan bakterial vaginosis dan hampir 70%
yang belum melakukan hubungan seks vaginal, oral, atau anal masih bisa
terinfeksi BV (18,8%), demikian pula pada wanita hamil (25%), dan wanita
C. Etiologi
c. Deodoran
e. Pembilas vagina
keringat
g. Tinja
4. Terapi penyinaran
5. Obat-obatan
6. Perubahan hormonal.
D. Patogenesis
glikogen menjadi asam laktat di dalam vagina dan menjaga Ph normal vagina.
perlekatan secret pada dinding vagina. Organisme ini tidak invasive dan
E. Patofisiologi
Bila keseimbangan mikroorganisme berubah maka organisme yang
Albicans pada kasus infeksi monolia serta G. Vaginalis dan bakteri anaerob
pada kasus vaginitis non spesifik berproliferasi sampai suatu konsentrasi yang
melalui hubungan seksual dan bukan merupakan bagian flora normal seperti
oleh efek vasodilatasi local. Produk lainya dapat merusak sel – sel epitel
baunya menyengat atau disertai gatal-gatal dan nyeri. Cairan yang abnormal
sering tampak lebih kental dibandingkan cairan yang normal dan warnanya
berwarna putih, abu-abu atau keruh kekuningan dan berbau amis. Setelah
sehingga bakteri semakin banyak yang tumbuh. Vulva terasa agak gatal dan
terbakar pada vulva dan vagina. Kulit tampak merah dan terasa kasar. Dari
vagina keluar cairan kental seperti keju. Infeksi ini cenderung berulang pada
2010).
yang berwarna putih, hijau keabuan atau kekuningan dengan bau yang tidak
disebakan oleh kanker vagina, serviks (leher rahim) atau endometrium. Polip
hubungan seksual. Rasa gatal atau rasa tidak enak pada vulva bisa disebabkan
infeksi herpes atau abses. Luka terbuka tanpa rasa nyeri bisa disebabkan ole
G. Penegakan Diagnosis
3. Anamnesa
a. Keputihan
5. Pemeriksaan Penunjang
(Wijayanti, 2014):
a. Pengukuran pH
vaginalis
cepat.
- Candida albicans akan terlihat jelas dengan KOH 10% tampak sel
ragi (blastospora) atau hifa semu.
c. Perwarnaan Gram
dan banyak sel epitel dengan koko basil, tanpa ditemukan lakto
basil.
d. Kultur
dalam penafsiran.
e. Pemeriksaan serologis
H. Penatalaksanaan
a. Terapi lama
1. Jika cairan yang keluar dari vagina normal, kadang pembilasan dengan
dengan penyebabnya.
dengan campuran cuka dan air. Tetapi pembilasan ini tidak boleh
menjadi menempel satu sama lain, bisa dioleskan krim estrogen selama
7-10 hari.
pertumbuhan bakteri.
b. Terapi baru
I. PENCEGAHAN
1. Hindari bathtub dan pusaran air panas spa. Bilas sabun dari luar daerah
genital Anda setelah mandi, dan keringkan area itu dengan baik untuk
mencegah iritasi. Jangan gunakan sabun wangi atau kasar, seperti yang
Jika Anda merasa nyaman tanpa itu, langsung mengenakan pakaian tidur.
J. Komplikasi
a. Endometrititis
endometritis.
b. Salpingitis
Radang pada saluran telur dapat terjadi bila infeksi serviks menyebar
ke tuba uterine.
c. Servisitis
K. Prognosis
Secara umum baik dengan penatalaksanaan yang tepat dan pencegahan yang benar
(Sunarso, 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, dkk.2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta: Fakultas
Lin, M.-T., Rohwedder, A., Mysliborski, J., Leopold, K., Wilson, V. L. and Carlson,
Pardede, Sudung O. Vulvovaginitis Pada Anak. Sari Pediatri. Vol. 8, No. 1, Juni :
2010 : 75-83.
Bina Pustaka.
UNAIR Press
1. Definisi
pelayanan primer. Pada sekitar 90% dari perempuan yang terkena, kondisi ini
Vaginitis merupakan infeksi vagina yang dapat terjadi secara langsung pada luka
terjadi ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada umumnya infeksi tinggal terbatas.
(Wiknjosastro, 2015).
bakterial, kandidiasis/ trikomoniasis vulvo vaginal, dan zat yang bersifat iritatif
(Mochtar, 2014)
2. Etiologi
1. Infeksi
vagina, pakaian dalam yang terlalu ketat yang tidak berpori dan tidak menyerap
keringat.
3. Patofisiologi
Flora vagina terdiri atas banyak jenis kuman, antar lain basil doderlein,
simbiosis diantara mereka. Jika simbiosis ini terganggu, dan jika kuman-kuman
seperti streptokokkus, stafilokokkus, basil koli dan lain-lain dapat berkembang biak,
timbullah vaginitis non spesifik. Antibiotik, kontrasepsi, hubungan seksual, stress dan
pathogen tumbuh. Pada vaginosis bacterial dipercayai bahwa beberapa kejadian yang
yang akan meningkatkan pH vagina dan menyebabkan ekspoliasi sel epitel vagina.
Amine inilah yang menyebabkan adanya bau yang tidak enak pada infeksi vaginosis
peningkatan produksi glikogen pada saat kehamilan dan tingkat progesterone karena
kontrasepsi oral memperkuat penempelan C.albikans ke sel epitel vagina dan
Gejala yang paling sering ditemukan adalah keluarnya cairan abnormal dari
vagina. Dikatakan abnormal jika jumlahnya sangat banyak, baunya menyengat atau
disertai gatal-gatal dan nyeri. Cairan yang abnormal sering tampak lebih kental
putih, abu-abu atau keruh kekuningan dan berbau amis. Setelah melakukan hubungan
seksual atau mencuci vagina dengan sabun, bau cairannya semakin menyengat karena
terjadi penurunan keasaman vagina sehingga bakteri semakin banyak yang tumbuh.
terbakar pada vulva dan vagina. Kulit tampak merah dan terasa kasar. Dari vagina
keluar cairan kental seperti keju. Infeksi ini cenderung berulang pada wanita
hebat.
Cairan yang encer dan terutama jika mengandung darah, bisa disebakan oleh
kanker vagina, serviks (leher rahim) atau endometrium. Polip pada serviks bisa
atau rasa tidak enak pada vulva bisa disebabkan oleh infeksi virus papiloma manusia
maupun karsinoma in situ (kanker stadium awal yang belum menyebar ke daerah
lain). Luka terbuka yang menimbulkan nyeri di vulva bisa disebabkan oleh infeksi
herpes atau abses. Luka terbuka tanpa rasa nyeri bisa disebabkan ole kanker atau
vulva.
5. Jenis-Jenis Vaginitis
Infeksi ini disebabkan oleh trichomonas vaginalis yang mempunyai bentuk kecil,
berambut getar dan lincah bergerak. Gejala utamanya : terdapat keputihan encer
sampai kental, warna kekuning-kuningan, terasa gatal dan terasa membakar, berbau,
2. Vaginitis kandidiasis
Infeksi ini disebabkan oleh jamur candida albikans. Vaginitis kandidiasis sering
dijumpai pada wanita hamil, karena terdapat perubahan asam basa. Gejala vaginitis
kandidiasis antara lain : terdapat keputihan kental bergumpal, terasa sangat gatal dan
mengganggu, pada dinding vagina sering dijumpai membran putih yang bila
6. Diagnosis
3. Apabila kecurigaan kemungkinan adalah jamur periksa cairan vagina dengan
jenis bakteri
5. pada pemeriksaan di bawah mikroskop, > 20% sel epitel vagina adalah sel
7. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Kebersihan yang baik dapat mencegah beberapa jenis vaginitis dari berulang
a. Hindari bathtub dan pusaran air panas spa. Bilas sabun dari luar daerah
genital Anda setelah mandi, dan keringkan area itu dengan baik untuk mencegah
iritasi. Jangan gunakan sabun wangi atau kasar, seperti yang dengan deodoran
atau antibakteri.
b. Hindari iritasi. Ini termasuk tampon dan bantalan berparfum.
a. Jangan gunakan douche. Vagina anda tidak memerlukan pembersihan lain dari
yang berada di vagina dan dapat benar-benar meningkatkan risiko infeksi vagina.
Anda merasa nyaman tanpa itu, langsung mengenakan pakaian tidur. Ragi
2. Pengobatan
Jika cairan yang keluar dari vagina normal, kadang pembilasan dengan air
bisa membantu mengurangi jumlah cairan. Cairan vagina akibat vaginitis perlu
diobati secara khusus sesuai dengan penyebabnya. Jika penyebabnya adalah infeksi,
dengan campuran cuka dan air. Tetapi pembilasan ini tidak boleh dilakukan terlalu
lama dan terlalu sering karena bisa meningkatkan resiko terjadinya peradangan
panggul.
Jika akibat infeksi labia (lipatan kulit di sekitar vagina dan uretra) menjadi
menempel satu sama lain, bisa dioleskan krim estrogen selama 7-10 hari.Selain
antibiotik, untuk infeksi bakteri juga diberikan jeli asam propionat agar cairan vagina
seksual, untuk mencegah berulangnya infeksi, kedua pasangan seksual diobati pada
saat.yang.sama.
estrogen. Estrogen bisa diberikan dalam bentuk tablet, plester kulit maupun krim
tidak terlalu ketat dan menyerap keringat sehingga sirkulasi udara tetap terjaga
(misalnya terbuat dari katun) serta menjaga kebersihan vulva (sebaiknya gunakan
sabun gliserin).
dingin pada vulva atau berendam dalam air dingin. Untuk mengurangi gatal-gatal
yang bukan disebabkan oleh infeksi bisa dioleskan krim atau salep corticosteroid dan
Krim atau tablet acyclovir diberikan untuk mengurangi gejala dan memperpendek
lamanya infeksi herpes. Untuk mengurangi nyeri bisa diberikan obat pereda
nyeri.
8. Komplikasi
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdullah, Rozi. 2015.“Vaginitis dan Vulvitis”
Mei 2017.
3. Djuanda, dkk.2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta: Fakultas
4. Lin, M.-T., Rohwedder, A., Mysliborski, J., Leopold, K., Wilson, V. L. and
5. Pardede, Sudung O. Vulvovaginitis Pada Anak. Sari Pediatri. Vol. 8, No. 1, Juni
: 2010 : 75-83.
Bina Pustaka.
UNAIR Press
8. The Women’s Health Group. 2013. “Vulvitis”. [online] [Diakses tanggal 16 Mei
pc.com/webdocuments/Menopause/Vulva-Vulvitis.pdf
1. Definisi
Abses atau furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan jaringan yang
lebih dari satu maka disebut furunkolosis. Suatu furunkel, biasanya dikenal sebagai
suatu bisul atau boil, ditandai suatu massa material bernanah timbul dari folikel
2. Etiologi
dapat disebabkan oleh berbagai faktor antaralain akibat iritasi, kebersihan yang
kurang, dan daya tahan tubuh yang kurang. Infeksi dimulai dengan adanya
sekitarnya. Penularannya dapat melalui kontak atau auto inokulasi dari lesi penderita.
hidung. Kejadian terbesar penyakit ini pada wajah, leher, ketiak, pantatatau paha.
Bakteri tersebut masuk melalui luka, goresan, robekan dan iritasipada kulit.
tersebut untuk melawan infeksi yang terjadi. Sel PMN ini ditarikke tempat infeksi
TNF (tumor necrosis factor) dan interleukin (IL) 1 dan6 yang dikeluarkan oleh sel
endotel dan makrofag yang teraktivasi. Hal tersebutmenimbulkan inflamasi dan pada
akhirnya membentuk pus yang terdiri dari seldarah putih, bakteri dan sel kulit yang
mati.2
matabisul. Nodus tadi akan melunak (supurasi) menjadi abses yang akan memecah
melalui lokus minoris resistensi yaitu di muara folikel, sehingga rambut menjadi
rontok atau terlepas. Jaringan nekrotik keluar sebagai pus dan terbentuk fistel.Karena
adanya mikrolesi baik karena garukan atau gesekan baju, maka kumanmasuk ke
musim panas (karena produksi keringat berlebih), kebersihan dan hygiene yang
kurang, lingkungan yang kurang bersih. Sedangkan faktor endogen yang
4. Manifestasi klinis
noduskemerahan dan sangat nyeri. Pada bagian tengah lesi terdapat bintikkekuningan
yang merupakan jaringan nekrotik, dan disebut mata bisul (core).Apabila higinis
Predileksi penyakit ini biasanya pada daerah yang berambut misalnya pada leher,
wajah, punggung, kepala, ketiak, bokong dan ekstrimitas, dan terutama pada daerah
yang banyak terkena gesekan atau yang tertutup. Mula-mula nodul kecil
yang akut, besar, dan lokasinya dihidung dan lubang telinga luar. Bisa timbul gejala
5. Diagnosis
pemeriksaan penunjang.3
a. Anamnesis
Penderita datang dengan keluhan terdapat nodul yang nyeri. Ukuran nodul
tersebut meningkat dalam beberapa hari. Beberapa pasien mengeluh demam dan
malaise.3
b. Pemeriksaan Fisik
Terdapat nodul berwarna merah, hangat dan berisi pus. Supurasiterjadi setelah
kira-kira 5-7 hari dan pus dikeluarkan melalui salurankeluar tunggal (single follicular
orifices). Furunkel yang pecah dan keringkemudian membentuk lubang yang kuning
c. Pemeriksaan Penunjang
furunkel menunjukkan proses inflamasi dengan PMN yang banyak didermis dan
seperti anggur, dan tidak bergerak. Kulturpada medium agar MSA (Manitot Salt
terjadi perubahan medium agar dariwarna merah menjadi kuning. Kultur S. aureus
pada agar darah menghasilkankoloni bakteri yang lebar (6-8 mm), permukaan halus,
6. Diagnosis Banding
a. Kista Epidermal
Diagnosa banding yang paling utama dari furunkeladalah kista epidermal
tiba-tiba menjadi merah, nyeri tekan danukurannya bertambah dalam satu atau
yang sama,terdapatnya orificium kista yang terlihat jelas dan penekanan lesi tersebut
b. Hidradenitis Suppurativa
furunkel. Berbeda dengan furunkel, penyakit iniditandai oleh abses steril dan sering
berulang. Selain itu, daerah predileksinyaberbeda dengan furunkel yaitu pada aksila,
lipat paha, pantat atau dibawahpayudara. Adanya jaringan parut yang lama, adanya
saluran sinus serta kulturbakteri yang negatif memastikan diagnosis penyakit ini dan
jugamembedakannya dengan furunkel.4
d. Blastomikosis
melunak.2
e. Skrofuloderma
(skin bridges).1
7. Penatalaksanaan
Pengobatan topikal, bila lesi masih basah atau kotor dikompres dengan
solusio sodium chloride 0,9% atau kompres hangat. Antibiotik sistemik mempercepat
resolusi penyembuhan dan wajib diberikan pada seseorang yang beresiko mengalami
bakteremia dan gejala sistemik. Infeksi yang luas, berat, atau di tempat yang rawan
dapat diberikan antibiotik dengan rute parenteral seperti Vancomycin 1-2 gram IV
dosis terbagi. Antibiotik diberikan selama minimal tujuh hari sampai sepuluh hari.
sensitivitas antibiotik. Jika lesi sangat besar, nyeri, berfluktuasi, maka insisi dan
a. Topikal2
b. Sistemik2
2–5
Penicillinase-resistant
Penicillins
Aminopenicillins
Cephalosporins
- Cephradine 250–500 mg (adults) qid for 10 days; 40–50 mg/kg per day
Erythromycin group
Clindamycin
150-300 mg (adults) qid for 10 days; 15mg/kg per day (children) qid for 10 days
Tetracylines
Miscellaneous agents
dapat diberikan vankomisin sebesar 1 gram tiap 12 jam. Pilihan lainadalah tetrasiklin,
terhadap penisilin dapat dipilih golongan eritromisin. Padaorang yang alergi terhadap
kompres salep iktiol 5% atau salep antibotik. Adanya penyakit yang mendasari
seperti diabetes mellitus, harus dilakukan pengobatan yang tepat dan adekuat untuk
https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMicm1606811
3. James, Elston, Berger. 2011. Andrew’s Disease of the Skin Clinical Dermatology Ed.
5. Sri L, Kusmarinah B, Wresti I. 2017. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
30-32
POLIP SERVIKS
Definisi
Polip serviks adalah tumor jinak yang tumbuh menonjo dan bertangkai dari
selaput lendir dibagian tubuh manusia, seperti hidung, telinga, usus dan selaput lendir
lainnya yang terdapat di dalam leher rahim, dalam kata lain adalah tumor jinak yang
Epidemiologi
hormone.
● Wanita hamil memiliki resiko yang lebih tinggi karena perubahan peningkatan
hormon.
Patofisiologi
Penyebab timbulnya polip serviks belum diketahui dengan pasti. Namun sering
dihubungkan dengan radang yang kronis, respon terhadap hormon estrogen dan
tersering dijumpai. Polip servik yang terjadi sebagai akibat stroma local yang
menutupi daerah antara kedua celah pada kanalis servik. Epitellium silinder yang
menutupi polip dapat mengalami ulserasi. Polip serviks pada dasarnya adalah suatu
sendirinya
3. Polip membesar.
Gambaran Klinis
2. Polip serviks bisa meradang tetapi jarang menjadi terinfeksi periode normal berat
atau menoragia keluarnya lendir putih atau kuning, sering disebut keputihan.
3. Terjadinya perdarahan diluar haid yang warnanya lebih terang dari darah haid.
Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang
-Makroskopis
kemerah – merahan dan rapuh. Kadang – kadang tangkainya jadi panjang sampai
Kalau asalnya dari portio konsistensinya lebih keras dan pucat dengan tangkai yang
tebal.
- Histologi
Berasal dari mukosa yang dilapisi oleh 1 lapis epitel yang terdiri dari sel – sel
silindris yang tinggi, yang khas berasal dari endocervix, dengan kelenjar cervix dan
stroma dari jaringan ikat yang halus disertai oedem dan infiltrasi sel bulat. Sering pula
- Radiologi
mengangkat polip
3. Kuretase. Tujuan dari kuret adalah mengangkat polip rahim dengan cara mengikis
dinding bagian dalam rahim. Hal ini bertujuan juga untuk mengumpulkan
dokter untuk melihat bagian dalam rahim sebelum dan setelah prosedur.
Penatalaksanaan
Dapat dihapus menggunakan cincin forsep Mereka juga dapat dihapus
dengan mengikatkan tali bedah sekitar polip dan pemotongan itu off. Dasar sisa
Komplikasi
karsinoma endometrium.
Prognosis
Polip serviks akan tetap jinak 99% dan 1% akan di beberapa titik
1. Ota, K., Sato, Y., and Shiraishi, S. 2017. Giant Polyp of Uterine Cervix: A
Case Report and Brief Literature Review. Gynaecology and Obstetri Case
3. Manuaba, Ida Bagus Gde. 2003. Penuntun Kepanitraan Klinik Obstetric dan
Prawirohadjo.
1.1 DEFINISI
yang ditandai dengan radang bernanah, baik di salah satu tuba-ovarium, maupun
panjang dari salfingitis akut tetapi biasanya akan muncul dengan infeksi berulang
(35%), diare (24%), mual dan muntah (18%), haid tidak teratur (12%).
Pada pemeriksaan touching : nyeri goyang portio, nyeri kiri dan kanan uterus
atau salah satunya, kadang-kadang terdapat penebalan tuba (tuba yang normal, tidak
abdomen sampai syok septik.Karateristik pasien biasanya yang muda serta paritasnya
rendah dengan riwayat infeksi pelvis.Durasi dari gejala pada wanita biasanya kurang
lebih 1 minggu dan onsetnya biasanya terjadi 2 minggu atau lebih setelah siklus
menstruasi.
1.3 ETIOLOGI
TOA biasanya disebabkan oleh bakteri aerob dan anaerob, seperti Escherichia
1.4 PATOFISIOLOGI
Adanya penyebaran bakteri dari vagina ke uterus lalu ke tuba dan atau
terjadi pada pasca abortus, pasca persalinan atau setelah tindakan genekologi
ovarium sebagaimana struktur lain dalam pelvis mengalami inflamasi, tempat ovulasi
dapat sebagai tempat masuk infeksi. Abses masih bisa terbatas mengenai tempat
masuk infeksi. Abses masih bisa terbatas mengenai tuba dan ovarium saja, dapat pula
melibatkan struktur pelvis yang lain seperti usus besar,buli-buli atau adneksa yang
lain. Proses peradangan dapat mereda spontan atau sebagai respon pengobatan,
keadaan ini biasanya memberi perubahan anatomi disertai perlekatan fibrin terhadap
1.5 PEMERIKSAAN
laboratorium kurang bermakna. Hitung jenis sel darah putih bervariasi dari
tanpa bakteriuria. Nilai laju endap darah minimal 64 mm/h serta nilai akut C-
regresi, ruptur atau pembentukan pus. Ultrasound adalah modalitas pencitraan pilihan
pertama untuk diagnosis dan evaluasi TOA. USG menawarkan akurasi, siap
ketersediaan, biaya rendah dan kurangnya radiasi pengion. Namun, tetap memerlukan
keahlian teknis untuk mencapai potensi diagnostik yang akurat. Ini dapat dilakukan
gambaran lebih detail, dimana transduser berada di dalam dekat dengan daerah
keuntungan imaging dalam satu tampilan organ besar seperti rahim. Habitus tubuh
besar dan adanya loop dari usus di pelvis dapat menimbulkan kesulitan dalam
c. CT (computed tomography)
dan MRI, peran terbatas dalam evaluasi radiologi dari PID.Kinerja CT dengan
kecil cairan dalam cul de sac bisa dideteksi oleh CT. Suatu abses Tubo-
padat dan kistik, dengan peningkatan semua atau bagian dari komponen padat.
d. Kuldosentesis
Cairan kuldosentesis pada wanita denagn TOA yang tidak ruptur memperlihatkan
gambaran reaction fluid yang sama seperti di salpingitis akut. Apabila terjadi ruptur
1.6 DIAGNOSIS
Diagnosa banding :
- KET
- Mioma uteri
- Hidrosalping
- Perforasi apendik
a. TOA yang utuh: pecah sampai sepsis reinfeksi di kemudian hari, infertilitas
b. TOA yang pecah: syok sepsis, abses intraabdominal, abses subkronik, abses
paru/otak.
1.8 PENATALAKSANAAN
- Masuk rumah sakit, tirah baring posisi “semi fowler”, observasi ketat
tanda vital dan produksi urine, perksa lingkar abdmen, jika perlu
minimal 48-72 jam Gol ampisilin 4 x 1-2 gram selama / hari, IV 5-7
TOA yang pecah merupakan kasus darurat: dilakukan laparotomi pasang drain kultur
1.9 PROGNOSIS
Pada umumnya prognosa baik, apabila dengan pengobatan medidinaslis tidak ada
perbaikan keluhan dan gejalanya maupun pengecilan tumornya lebih baik dikerjakan
laparatomi jangan ditunggu abses menjadi pecah yang mungkin perlu tindakan lebih
Definisi
dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab umum perdarahan pascapartum.
involusi. Ini diikuti oleh memanjangnya pengeluaran lokia dan perdarahn uterus yang
ireguler atau berlebihan, yang terkadang sangat banyak jumlahnya. Pada pemeriksaan
bimanual, uterus menjadi lebih besar dan lebih lunak daripada seharusnya. Baik
terapi antibiotic oral. Wager dkk (1980) melaporkan bahwa hamper sepertiga kasus
Faktor predisposisi
v. Parietas
vii. Terdapat sisa plasenta dan selaputnya dalam uterus sehingga proses involusi
ix. Inflamasi
x. Mioma uteri
kontraksi dan retraksi yang cukup lama, tetapi disebabkan oleh pengurangan aliran
darah yang pergi ke uterus di dalam perut ibu hamil, karena uterus harus membesar
banyak dialirkan ke uterus dapat mengadakan hipertropi dan hiperplasi setelah bayi
dilahirkan tidak diperlukan lagi, maka pengaliran darah berkurang , kembali seperti
biasa. Demikian dengan adanya hal-hal tersebut uterus akan mengalami kekurangan
darah sehingga jaringan otot –otot uterus mengalami atrofi kembali ke ukuran
semula.
pembuluh darah yang lebar tidak menutup sempurna, sehingga perdarahan terjadi
terus menerus, menyebabkan permasalahan lainnya baik itu infeksi maupun inflamasi
pada bagian rahim terkhususnya endromatrium. Sehingga proses involusi yang
mestinya terjadi setelah nifas terganggu karena akibat dari permasalahan di atas.
Manifestasi klinis
Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4-6 minggu
pasca nifas.
1. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen atau pelvis dari yang
diperkirakan atau penurunan fundus uteri lambat dan tonus uterus lembek.
2. Keluaran kochia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bentuk serosa,
3. Lochia bisa tetap dalam bentuk rubra dalam waktu beberapa hari postpartum atau
5. Leukore dan lochia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi
7. Bisa terjadi perdarahan postpartum dalam jumlah yang banyak (>500 ml)
Diagnosis
a. Anamnesa
1. Identitas pasien
Data diri klien meliputi nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record, dll.
2. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan ibu saat ini : pengeluaran lochia yang tetap
berwarna merah ( dalam bentuk rubra dalam beberapa hari postpartum atau lebih
menular.
4) Riwayat obstetric
waktu haid.
Riwayat perkawinan meliputi : usia kawin, kawin yang keberapa, usia mulai hamil.
● Riwayat hamil meliputi: waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus
tempat bersalin, adakah kesulitan dalam persalinan, anak lahir hidup / mati, BB
o Hamil tua: keluhan selama hamil tua, peningkatan BB, suhu nadi, pernafasan,
peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual atau keluhan lain.
o Riwayat ANC meliuti: dimana tempat pelayanan. berapa kali perawatan serta
penolong tempat bersalin, apakah ada penyulit dalam persalinan (missal: retensio
b. Pemeriksaan umum
● Keadaan ibu
c. Pemeriksaaan khusus
● Perineum diobservasi untuk melihat apakah ada tanda infeksi dan luka jahitan
d. Pemeriksaan penunjang
● USG
● Radiologi
Blooding time)
Penatalaksanaan
● Pemberian antibiotik
● Pemberian uterotonika
a. Oksitosin
b. Metilergonovin maleat
● Pemberian tansfusi
Komplikasi
pembuluh darah yang lebar tidak menutup sempurna, sehingga perdarahan terjadi
lebih dari 24 jam setelah melahirkan. Penyebab utama adalah subinvolusi uterus.
Yakni kondisi dimana uterus tidak dapat berkontraksi dan kembali kebentuk awal.
mungkin berdarah secara luas dan menyajikan situasi yang mengancam jiwa
mengharuskan histerektomi.
Prognosis
DAFTAR PUSTAKA
EGC
2. Manuaba, Ida bagus gede. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC
Aesculapius
4. Mescher, L. Anthony. 2011. Histologi Dasar Junqueira Teks dan Atlas edisi
EGC
Sarwono Pillitteri.
KISTA BARTOLINI
Definisi
vestibulum vagina. Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid
yang terbentuk di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar
peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami
infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan menyebabkan
timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi,
menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi
Kista adalah tumor iinak di organ reproduksi perempuan yang paling sering
ditemui. Bentuknya kistik, berisi cairan kental, dan ada pula yang berbentuk anggur.
Kista juga ada yang berisi udara, cairan, nanah, ataupun bahan-bahan lainnya. Kista
termasuk tumor jinak yang terbungkus selaput semacam jaringan. Kumpulan sel-sel
tumor itu terpisah dengan jaringan normal di sekitarnya dan tidak dapat menyebar ke
bagian tubuh lain. Itulah sebabnya tumor jinak relatif mudah diangkat dengan jalan
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk
di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar Bartholin terjadi
ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartolini bisa tersumbat karena
berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila
saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu
sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh
membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi
Epidemiologi
Dua persen wanita mengalami kista Bartolini atau abses kelenjar pada suatu
saat dalam kehidupannya. Abses umumnya hampir terjadi tiga kali lebih banyak
daripada kista. Salah satu penelitian kasus kontrol menemukan bahwa wanita berkulit
putih dan hitam yang lebih cenderung untuk mengalami kista bartolini atau abses
bartolini daripada wanita hispanik, dan bahwa perempuan dengan paritas yang tinggi
memiliki risiko terendah. Kista Bartolini, yang paling umum terjadi pada labia
majora. Involusi bertahap dari kelenjar Bartolini dapat terjadi pada saat seorang
wanita mencapai usia 30 tahun. Hal ini mungkin menjelaskan lebih seringnya terjadi
kista Bartolini dan abses selama usia reproduksi. Biopsi eksisional mungkin
diperlukan lebih dini karena massa pada wanita pascamenopause dapat berkembang
menjadi kanker.
diperlukan karena rendahnya risiko kanker kelenjar Bartholin (0,114 kanker per
menjadi lebih buruk. Sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista Bartolini atau
abses di dalam hidup mereka. Jadi, hal ini adalah masalah yang perlu
lebih muda.
Etiologi
menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi
bila kista menjadi terinfeksi. Abses Bartolini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri.
Klamidia dan Gonore serta bakteri yang biasanya ditemukan di saluran pencernaan,
seperti Escherichia coli. Umumnya abses ini melibatkan lebih dari satu jenis
dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan kista. Kista dapat
terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista Bartolini tidak selalu
harus terjadi sebelum abses kelenjar. Kelenjar Bartolini adalah abses polimikrobial.
Bartolini dan abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif dari infeksi
menular seksual. Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab umum kista dan
abses tersebut.
Gejala
ketika seorang wanita datang ke dokter untuk pemeriksaan umum tanpa keluhan
apapun, tanpa rasa sakit vagina. Namun, jika kista tumbuh lebih besar dari diameter 1
seksual. Jika kista menjadi terinfeksi, berisi nanah, dan menjadi bengkak, hal ini
sangat menyakitkan, sehingga sulit bagi seorang wanita untuk duduk, berjalan atau
satu sisi, dekat pintu masuk ke vagina. Sebuah kista biasanya tidak sangat
menyakitkan, dan rasa sakit yang signifikan menunjukkan bahwa abses telah
berkembang. Namun, kista yang besar mungkin akan menyakitkan sesuai dengan
duduk dan berdiri menimbulkan rasa nyeri yang terkadang disertai dengan demam.
kadang-kadang dirasakan sebagai benda berat dan atau menimbulkan kesulitan saat
coitus.
Kista ductus bartholin harus dibedakan dengan massa di valvular lainnya.
Kelenjar bartholin biasanya akan mengecil pada masa menopause, oleh karena itu
Penatalaksanaan
Kecuali kalau terjadi rupture spontan, abses jarang sembuh dengan sendirinya.
Cara:
• Dilakukan penjahitan
Insisi abses
bartholin dan abses bartholin. Panjang tangkai catheter 1 inch dan mempunyai
diameter seperti foley catheter no 10. Balon Catheter hanya bias menampung 3 ml
normal saline.
Cara:
• Disinfeksi dinding abses sampai labia dengan menggunakan betadine.
insisi.
• Insisi dilakukan vertikal di dalam introitus eksternal terletak bagian luar ring
himen. Jika insisi terlalu lebar, word catheter akan kembali keluar.
• Pompa balon word kateter dengan injeksi normal salin sebanyak 2-3 cc
Proses epithelisasi pada tindakan bedah terjadi setelah 4-6 minggu, word
catheter akan dilepas setelah 4-6 mgg,meskipun epithelisasa bias terbentuk pada 3-4
pada kista bartholin.Namun sekarang digunakan juga untuk abses kelenjar bartholin
karena memberi hasil yang sama efektifnya. Marsupialisasi adalah suatu tehnik
membuat muara saluran kelenjar bartholin yang baru sebagai alternatif lain dari
Cara:
• Dibuat insisi vertikal pada kulit labium sedalam 0,5cm (insisi sampai diantara
jaringan kulit dan kista/ abses) pada sebelah lateral dan sejajar dengan dasar
selaput himen.
• Dilakukan insisi pada kista dan dinding kista dijepit dengan klem pada 4 sisi,
sehingga rongga kista terbuka dan kemudian dinding kista diirigasi dengan
cairan salin.
• Dinding kista dijahit dengan kulit labium dengan atraumatik catgut. Jika
dalam waktu 1 minggu muara baru akan mengecil separuhnya, dan dalam
waktu 4 minggu muara baru akan mempunyai ukuran sama dengan muara
• Antibiotik sesuai dengan bakteri penyebab yang diketahui secara pasti dari
hasil pengecatan gram maupun kultur pus dari abses kelenjar bartholin
Definisi
Absess Bartolini
Patologi
menyerang saluran kelenjar bartholin sehingga terjadi keradangan dan edem saluran
kelenjar bartholin. Obstruksi pada distal ductus bartholin dapat menyebebkan retensi
dari sekresi kelenjar bartholin, dengan adanya obstruksi terjadi dilatasi dari ductus
bartholin dan berkembang menjadi kista ductus bartholin. Kista ductus bartholin
menyebabkan terjadinya infeksi primer bakteri patogen (urethra,servik, fecal)
bartholin, sehingga terbentuk kista bartholin infeksi primer bakteri patogen menjadi
abses kelenjar bartholin. Kista ductus bartholin tidak harus terjadi sebagai awal
gonorrhoeae. Tetapi bisa juga disebabkan oleh infeksi bakteri lain (table 1).
Pseudomonas aeruginos
Chlamydia trachomatis
kadang-kadang dirasakan sebagai benda berat dan atau menimbulkan kesulitan saat
coitus.
Kista ductus bartholin dan abses kelenjar harus dibedakan dengan massa
menopause, oleh karena itu jika terjadi pembesaran di daerah valvular pada wanita
Symptom
• Nyeri vulva terutama waktu berjalan, duduk.
• Bengkak (unilateral)
• Dyspareunia
• Demam
Sign
• Bila abses pecah tampak pus keluar melalui vestibula atau permukaan labia
mayus.
Diagnosa
Anamnesa (symptoms)
• Demam
Pemeriksaan penunjang
• Histopatologi/biopsi (menopause).
Penatalaksanaan
DAFTAR PUSTAKA
• Lee Min Y., Dalpiaz, A., Schwamb, R., et al. 2014. Clinical Pathology of
25.
• Lilungulu, A., Mpondo, B.C.T., Mlwati, A., et al. 2017. Recurrent Huge Left
• Speck, N., Boechat, K., Santos, G., et al. 2016. Treatment of Bartholin gland
Sarwono Prawirohardjo.
• Woman and Children’s Health. 2016. Bartholin’s Cyst and Abscess. North
I. PENGERTIAN
2009).
2011).
II. ETIOLOGI
3 organisme. Dalam banyak kasus, muncul dari infeksi ascending dari organisme
adalah:
1. Aerob:
✔ Enterokokus
✔ Staphylococcus aureus
✔ Gardnerella vaginalis
2. Anaerob:
✔ Spesies peptokokus
✔ Spesies peptostreptokokus
✔ Spesies klostridium
✔ Spesies fusobakterium
✔ Spesies Mobiluncus
3. Lain-lain:
✔ Spesies Mycoplasma
✔ Chlamydia tracomatis
III. KLASIFIKASI
1. Endometritis Akut
Pada endometritis akut, endometrium mengalami edema dan hiperemi
interstisial. Sebab yang paling penting adalah infeksi gonorea dan infeksi pada
Infeksi gonorea mulai sebagai servisitis akut, dan radang menjalar ke atas
pada serviks uteri, luka pada dinding uterus bekas implantasi plasenta, yang
yang digunakan pada abortus dan partus yang tidak steril dapat membawa
gejala endometritis akut dalam hal ini diselubungi oleh gejala-gejala penyakit
leukorea yang bernanah dan uterus serta daerah di sekitarnya nyeri pada
perabaan.
patogen umumnya dapat diatasi atas kekuatan jaringan sendiri, dibantu dengan
(Prawirohardjo, 2012).
2. Endometritis Kronik
diri, karena pelepasan lapisan fungsional endometrium pada waktu haid. Pada
Penemuan limfosit saja tidak besar artinya karena sel itu juga ditemukan
- Tuberkulosis
patogenik jika terdapat jaringan yang mengalami devitalisasi dan hematom yang
dua hingga tiga spesies) dan terjadi di tempat insisi atau implantasi plasenta
(Leveno, 2009).
sebagai akut dan kronis. Endometritis akut ditandai oleh adanya neutrofil dalam
kelenjar endometrium. Pada kasus non obstetric, penyakit radang panggul dan
yang umum.
Endometritis kronis ditandai oleh adanya sel plasma dan limfosit dalam
dikaitkan dengan produk konsepsi tertahan setelah melahirkan atau aborsi elektif.
infeksi naik dari saluran bawah kelamin. Dari perspektif patologis, endometritis
dapat diklasifikasikan sebagai akut dan kronis. Endometritis akut dicirikan dengan
Pada populasi non obstetric, PID dan prosedur ginekologi invasif adalah
prekursor paling umum untuk endometritis akut. Pada populasi obstetri, infeksi
kebidanan biasanya terkait dengan hasil konsepsi tertahan setelah melahirkan atau
aborsi elektif. Pada populasi non obstetric, endometritis kronis dapat dilihat dari
infeksi, seperti klamidia, tuberkulosis, dan vaginosis bakteri, dan adanya suatu alat
infeksi dapat menyebar melalui jaringan limfa dan dinding uterus (Stright, 2009)
Pada partus dengan sisa plasenta yang masih tertinggal dalam uterus,
karena adanya benda asing atau polip/tumor di dalam cavum uteri (Prawirohardjo,
2012).
Infeksi gonorhoe mulai sebagai servicitis akuta, dan radang menjalar keatas
Infeksi post abortus dan post partum sering terdapat oleh karena luka-luka
pada cervik uteri, luka pada dinding uterus bekas tempat plasenta, yang merupakan
pusat masuknya bagi kuman-kuman patogen. Selain itu, alat-alat yang digunakan
pada abortus dan partus tidak steril dapat membawa kuman-kuman kedalam
uterus.
melalui pembuluh darah dan limfe menjalar ke parametrium, ke tuba dan ovarium,
dan peritonium di sekitarnya. Gejala-gejala endometritis akut dalam hal ini mirip
oleh gejala-gejala penyakit dalam. Penderita panas tinggi, nyeri, keluar leukorea
yang bernanah, dan uterus serta daerah disekitarnya nyeri pada perabaan. Sebab
lain endometritis akuta adalah tindakan yang dilakukan dalam utterus diluar partus
Gambaran klinik tergantung jenis dan virulensi kuman, daya tahan penderita
dan derajat trauma pada jalan lahir. Infeksi uterus harus menjadi perhatian utama
pada wanita pascapartum dengan demam. Biasanya timbul rabas vagina (lokia)
1. Penderita pada hari-hari pertama tampak kurang sehat dan perut nyeri.
2. Mulai hari ke 3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam
beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam waktu kurang lebih
ketuban
7. Trauma jaringan yang luas atau luka terbuka, seperti laserasi yang tidak
diperbaiki
8. Hematoma
12. Infeksi vagina/serviks atau penyakit menular seksual yang tidak ditangani
(Varney, 2008)
o Anemia
o Obesitas
o Diabetes
o Malnutrisi
o Status imun
o General anastesi
(Walsh, 2008)
VII. KOMPLIKASI
�Luka infeksi
Infeksi luka biasanya terjadi pada hari kelima pasca operasi sebagai demam
�Karena peritonitis
�Parametrial phlegmon
Pada sebagian wanita yang mengalami metritis setelah sesar, terjadi selulitis
atau dibawah lipatan kandung kemih yang berada di atas insisi uterus. Selulitis
panggul. Infeksi ini harus dipertimbangkan jika demam menetap setelah 72 jam
�Panggul abses
ligamentum latum yang fluktuatif. Jika abses ini pecah, dapat timbul peritonitis
subfasia di sekitar dan akhirnya pemisahan insisi fasia. Hal ini bermanifestasi
Di dahului oleh infeksi bakteri di tempat implantasi plasenta atau insisi uterus.
Infeksi dapat meluas di sepanjang rute vena dan munkin mengenai vena-vena di
ovarium
Penyebaran infeksi dari endometrium tabung saluran indung telur, indung telur
(Cunningham, 2009)
VIII. DIAGNOSA
- Biopsi endometrium
- Laparoskopi
(Zieve, 2011)
IX. PENCEGAHAN
1. Selama kehamilan
2. Selama persalinan
● Batasi masukknya kuman kedalam jalan lahir degan cara sterilisasi alat
partus.
● Jaga persalinan agar tidak berlarut.
3. Selama nifas
X. PENATALAKSANAAN
dan sudah memadai bagi 95 persen wanita. Beberapa kasus yang gagal berespon
tidak ada respon klinis setelah 72 jam pemberian klindamisin plus gentamisin. Jika
diberi antibiotik intravena sampai afebris selama 24 jam, pada saat tersebut pasien
dipulangkan tanpa terapi oral. Hal ini biasanya memerlukan waktu 2 sampai 3 hari
dan jarang menyebabkan pasien perlu dirawat ulang atas indikasi infeksi uterus
(Leveno, 2009).
Pasien sebisa mungkin diidolasi, tapi bayi boleh menyusu pada ibunya.
Untuk kelancaran lochea, pasien boleh diletakkan dalam posisi fowler dan diberi
Geri, Morgan. 2009. Obstetri & Ginekologi: Panduan Praktik. Jakarta: EGC.
Manuaba. 2008. Gawat Darurat Obstetry dan Ginekologi dan Obtetry Ginekologi
Queenan, John T et al. 2008. Protocols for High-Risk Pregnancies. India. Black
<http://emedicine.medscape.com/article/254169overview#aw2aab6b2b3aa>.
Well Publishing.
medlineplus/ency/article/001484.htm>
SISTOKEL DAN REKTOKEL
Definisi
Sistokel adalah melemahnya fascia penunjang antara vagina dan kandung
kemih yang dapat menyebabkan prolaps kandung kemih ke dalam vagina.
Rektokel adalah melemahnya fascia penunjang antara vagina dan rektum
(fascia rektovagina) yang dapat menyebabkan prolaps rektum ke dalam vagina.
(Obstetri William, Ed. 23)
Diagnosis
- Gambaran Gejala Klinis:
o Perasaan mengganjal di vagina atau menjonjol di genitalia eksterna
o Rasa sakit di panggul atau di pinggang dan bila berbaring akan
berkurang
o Sistokel:
▪ menyerupai gejala polimiksi mula-mula pada siang hari. Bila
prolaps semakin berat akan timbul polimiksi pada malam hari.
▪ Perasaan kandung kemih tidak dapat dikosongkan secara
tuntas
▪ Tidak dapat menahan kencing apabila batuk (stress
incontinence)
▪ Retensi urin
o Rektokel: gangguan defekasi
o Kesulitan bersenggama
- Identifikasi faktor resiko:
o Umur: biasanya pada post menopause, melemahnya fascia karena
menurunnya kadar estrogen
o Riwayat persalinan per vaginam sulit (gemeli, penggunaan forsep,
laserasi perineal, episiotomi)
o Riwayat konstipasi (terutama untuk rektokel)
o Riwayat batuk kronis (penyebab meningkatnya tekanan intraabdomen)
o Riwayat mengangkat benda berat
o Obesitas
o Merokok
- Cara pemeriksaan:
o Penderita dalam posisi jongkok dan disuruh mengejan, kemudian
dengan telunjuk jari, mengidentifikasi, apakah porsio uteri dalam
keadaan normal atau sudah masuk ke dalam introitus vagina
o Melakukan pemeriksaan dalam (vaginal toucher). Dengan
menyesuaikan gejala klinis pasien, pada rektokel terdapat benjolan di
dinding belakang vagina (merupakan prolaps rektum pada vagina),
dapat berisi feses yang dapat dikeluarkan secara manual. Pada sistokel
terdapat benjolan di dinding depan vagina (merupakan prolaps vesica
urinaria pada vagina), dapat berisis stasis urine yang merupakan faktor
predisposisi infeksi (urinary tractus infection)
(Sumber: Ilmu Kandungan Sarwono; Obstetri William Ed.23; NYU Langone Medical
Center)
Terapi
Pengobatan medis:
- Latihan otot-otot dasar panggul (senam Kegel) untuk menguatkan otot-otot
dasar panggul
- Stimulasi otot-otot dengan alat listrik utnuk memacu kontraksi otot-otot dasar
panggul
- Terapi hormon estroge pada pasien menopause. Pada menopause kelemahan
otot dasar panggul akibat menurunnya kandungan estrogen sehingga
pemberian estrogen akan bermanfaat.
Pengobatan operatif:
- Sistokel: kolporafi anterior
- Rektokel: kolpoperineoplastik
Pencegahan
Melatih otot-otot dasar panggul dan dengan menghindari beberapa faktor resiko
obstetri seperti penggunaan foreseps (tanpa indikasi jelas) dan episiotomi.
(Sumber: Ilmu Kandungan Sarwono)
Fistula Urogenital
2.1. Definisi
Fistula urogenital diartikan sebagai suatu hubungan abnormal antara dua atau
bahkan lebih organ internal urogenital atau terbentuknya hubungan antara saluran
kemih (uretra,kandung kemih, ureter) dan saluran genital (vagina, uterus, perineum)
(Clement, 2001).
2.2. Etiologi
Fistula pada rektum dan vagina atau uretra dapat disebabkan oleh etiologi yang
berbeda. Hal ini dapat disebabka oleh kelainan kongenital maupun yang didapat
seperti inflamasi, infeksi, neoplasma atau trauma. Fistula iatrogenik dapat disebabkan
oleh pembedahan pevik (Zmora, 2006 ).
Patofisiologi
Trauma pada kandung kemih saan melakukan tindakan hiaterektomi yang
sulit atau persalinan operatif section cesarean (SC) dapat menimbulakan fistula
vesikovagina. Kebanyakan terbentuk fistula vesikovagina saat melakukan diseksi
tumpul yang luas pada daerah kandung kemih saat melakukan pemisahan lapisan
kandung kemih. Hal ini menyebabkan devaskularisasi atau robekan yang tidak
teridentivikasi pada dinding posterior kandung kemih. Hal lain dalam tindakan
pembedahan yang menyebabkan terjadinya fistula adalah jahitan pada puncak vagina
yang secara kebetulan melibatkan kandung kemih, keadaan ini menjadikan jaringan
sekitarnya iskemia, nekrosis dan selanjutnya menjadi fistula (Elkin, 1994).
Fistula sebagai hasil dari suatu proses persalinan terjadi saat persalinan lama
atau dengan kesulitan. Bagian kepala janin akan menekan bagian trigonal dan leher
kandung kemih dengan menekan ke bagian tulang pubis pada simpisis. Keadaan
demikian juga menyebabkan iskemia dan nekrosis (Vasavada. 2006).
Fistula yang timbul sebagai komplikasi radiasi tidak tampak dalam kurun
waktu tahun setelah radiasi. Manifestasi lambat tersebut disebabkan oleh perubahan
lanjutan efek radiasi. Timbul fibrosis pada jaringan subepiteleal, hialinisasi jaringan
ikat akan tampak dengan pemeriksaan histology. Perubahan pada pembuluh darah
tersebut akan mengkasilkan atropi atau nekrosis pada epitel kandung kemih,
kemudian terjadi ulserasi atau terbentuk fistula(Vasavada, 2006).
Klasifikasi
Belum dijumpai kesepakatan yang menjadi standar untuk menentukan satu
pembagian ataupun tingkat keparahan fistula urogenital. Berbeda penulis nampaknya
menentukan klasifikasi yang berbeda pula. Hamlins menentukan klasifikasi
berdasarkan penilaian subjektif dari hasil penilaian kerusakan yang dijumpai.
Arrowsmith menyarankan pemakaian system scoring untuk dapat memprediksi
luaran penderita fistula (Wall, 2006)
Klasifikasi terdahulu oleh Sims (1852) yang melakukan pembagian fistula
berdasarkan lokasinya pada vagina, klasifikasi tersebut adalah (Wall, 2006) :
1. Uretro-vaginal, yaitu kerusakan terjadi melibatkan uretra
2. Fistula yang melibatkan leher kandung kemih atau pangkal uretra
3. Fistula yang melibatkan dasar kandung kemih
4. Fistula utero-vesikal, dengan bagian terbuka pada uterus dan kanalis serviks
Klasifikasi umum dari fistula urogenital dapat dikelompokkan dalam 4 jenis, yaitu
:
1. Vesikouterina
2. Urethrovaginal
3. Vesikovaginal
4. Ureterovaginal
Fistula vesikovaginal dapat dibagi lagi berdasarkan lokasi anatomi fistula
tersebut. Klasifikasi tersebut adalah (Tafesse, 2006) :
1. Juxtauretral, melibatkan leher kandung kemih dan proksimal uretra dengan
kerusakan mekanisme spingter dan terkadang disertai hilangnya uretra.
2. Midvaginal, tanpa melibatkan leher kandung kemih dan trigonum
3. Juxtaservikal, terbuka sampai forniks anterior dengan kemungkinan
melibatkan ureter bagian distal
4. Vesikoservikal atau vesikouterina
5. Masife, kombinasi 1 sampai 3 dengan bekas parut dan melibatkan tulang
simfisis, sering melibatkan ureter pada pinggir fistula dan prolapsus kandung
kemih melalui lubang fistula yang besar.
6. Compound, melibatkan rektovaginal atau ureterovaginal
2.7. Penatalaksanaan
2.7.1. Penatalaksaan konservatif
Jika fistula yang dijumpai beberapa hari setelah pembedahan ginekologi,
kateter suprapubis atau transurethral terpasang dan dipertahankan sampai 30 hari.
Fistula vesiko-vagina yang kecil < 1 cm akan hilang atau berkurang selama periode
waktu tersebut.Fistula vagina yang kecil dapat sembuh dengan pemasanngan kateter
foley. Fistula yang terjadi dapat menutup spontan kembali setelah 3 minggu
pemasangan kateter untuk drainase urin. Jika dalam kurun waktu 30 hari setelah
pemasangan kateter tidak terdapat perubahan,menandakan fistula tidak akan menutup
secara spontan (Kohli.2007).
Pemberian kortikosteroid diharapkan dapat mempercepat penyembuhan dengan
mengurangi edema dan fibrosis pada fistula (Junizaf, 2002).
2.8. Penanganan pembedahan
Prinsip dasar pembedahan untuk menutup fistula adalah sama yaitu mobilisasi
jaringan, vaskularisasi yang baik dan penyatuan jaringan yang baik. Keutamaan
dalam pelaksanaan tindakan bedah fistula adalah tampilan fistula yang adekuat,
hemostasis yang baik, mobilisasi yang luas dari vagina dan kandung kemih dan
menghilangkan jaringan yang mengalami devaskularisasi dan benda asing., jaringan
bebas regangan, permukaan jaringan sesuai jalur dan konfirmasi penutupan fistula
dan drainase kandung kemih selama 10-14 hari (Sims, 1995).
Pendekatan operasi untuk fistula urogenital pada prinsipnya ada 3 pilihan
yaitu:
a. Transvaginal
b. Transabdominal
c. Kombinasi transvaginal dan transabdominal
DAFTAR PUSTAKA
1.1 Definisi
Pelvic inflammatory disease (PID) adalah penyakit infeksi dan inflamasi pada
traktur reproduksi bagian atas, termasuk uterus, tuba fallopi, dan struktur penunjang
pelvis.
1.2 Epidemiologi
PID adalah masalah kesehatan yang cukup sering. Sekitar 1 juta kasus PID
terjadi di Amerika Serikat dalam setahun da total biaya yang dikeluarkan melebihi 7
juta dollar per tahun. Lebih dari seperempat kasus PID membutuhkan rawatan inap.
PID menyebabkan 0,29 kematian per 1000 wanita usia 15-44 tahun.4 Diperkirakan
Terdapat beberapa faktor resiko terjadinya PID, namun yang utama adalah
aktivitas seksual. PID yang timbul setelah periode menstruasi pada wanita dengan
aktivitas seksual berjumlah sekitar 85%, sedangkan 15% disebabkan karena luka pada
1.4 Etiologi
ditemukan di vagina juga sering ditemukan pada traktus genitalia wanita dengan PID.
menyebar secara asenden dan secara enzimatis merusak barier mukosa serviks.
1.5 Patofisiologi
genital atas dari vagina dan serviks.Mekanisme pasti yang bertanggung jawab atas
penyebaran tersebut tidak diketahui, namun aktivitas seksual mekanis dan pembukaan
fungsional melawan penyebaran ke atas, namun efek dari barier ini mungkin
berkurang akibat pengaruh perubahan hormonal yang timbul selama ovulasi dan
mestruasi.
dapat menyebabkan infeksi asenden akibat dari kontraksi uterus mekanis yang
1.6 Jenis-jenis
Salpingitis
multiple dan tidak menggunakan kontrasepsi.Gejala meliputi nyeri perut bawah dan
Abses ini dapat muncul setelah onset salpingitis, namun lebih sering akibat
infeksi adnexa yang berulang.Pasien dapat asimptomatik atau dalam keadaan septic
1.7 Diagnosis
mengeluhkan gejala yang bervariasi.Gejala muncul pada saat awal siklus menstruasi
atau pada saat akhir menstruasi.Nyeri abdomen bagian bawah dijumpai pada 90%
Pemeriksaan Fisik
pergerakan serviks, nyeri tekan uteri, nyeri tekan adnexa yang bilateral
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai jumlah leukosit lebih dari 100.000
mengkonfirmasi PID.
Pemeriksaan Radiologi
ketebalan dinding tuba lebih dari 5 mm, adanya septa inkomplit dalam tuba,
cairan mengisi tuba fallopi, dan tanda cogwheel.Tuba fallopi normal biasanya
penebalan, tuba yang berisi cairan dengan atau tanpa cairan pelvis bebas atau
kompleks tubaovarian.
1. tumor adnexa
2. appendicitis
3. servisitis
4. kista ovarium
5. torsio ovarium
6. aborsi spontan
8. kehamilan ektopik
9. endometriosis
1.9 Penatalaksanaan
doxisiklin 100 mg per oral atau iv per 12 jam. Lanjutkan regimen ini selama 24 jam
setelah pasien pasien membaik secara klinis, lalu mulai doxisiklin 100 mg per oral 2
BB dosis awal iv diikuti dengan dosis lanjutan 1,5 mg/kg BB per 8 jam. Terapi iv
dihentikan 24 jam setelah pasien membaik secara klinis, dan terapi per oral 100 mg
oral 2 kali sehari selama 14 hari, dengan atau tanpa metronidazole 500 mg 2 kali
dosis tunggal atau dosis tunggal cephalosporin generasi ketiga tambah dozisiklin 100
mg oral 2 kali sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazole 500 mg oral 2
Terapi Pembedahan
Pasien yang tidak mengalami perbaikan klinis setelah 72 jam terapi harus
Laparotomi digunakan untuk kegawatdaruratan sepeti rupture abses, abses yang tidak
Februari 2010]
10 September 2010]
McGrawhill Companies.
Blackwell Publishing.
Definisi
adalah infeksi jaringan membarana fetalis beserta cairan amnion yang terjadi sebelum
partus sampai 24 jam post partum. Insidensi dari chorioamnionitis adalah 1 – 5% dari
dengan pecahnya selabut ketuban yang lama dan persalinan yang lama.Hal ini dapat
dilihat dengan menjadi keruhnya (seperti awan) selaput membrane.Selain itu bau
busuk dapat tercium, tergantung jenis dan konsentrasi bakteri.Ketika mono dan
ibu.Sebaliknya, jika leukosit ditemukan pada cairan amnion (amnionitis) atau selaput
Epidemologi
dilahirkan oleh wanita dengan korioamnionitis, dan hasil akhir dibandingkan dengan
bayi baru lahir tanpa infeksi secara klinis.Para bayi yang baru lahir dengan grup
terinfeksi mempunyai insidensi yang lebih tinggi menderita sepsis, respiratory
leukomalasia periventrikular.
penelitian lain (Yoon dan kolega, 2000) menemukan bahwa infeksi intra amnion pada
bayi preterm berhubungan dengan meningkatnya resiko cerebral palsy pada usia 3
tahun. Petroya dan kolega (2001) mempelajari lebih dari 11 juta kelahiran hidup dari
1995 hingga 1997 yang terdaftar pada National Center for Health Statistics linked
birth-infant death cohort. Selama persalinan, 1,6 % wanita yang mengalami demam
berhubungan secara erat denga infeksi yang menyebabkan kematian baik bayi term
maupu preterm.
Patofisiologi
Jalur bakteri memasuki cairan amnion yang intak masih belum jelas diketahui.
Gyr dan kolega (1994) telah menunjukkan bahwa Escherichia coli dapat
mempenetrasi membrane tang hidup; sehingga, membran bukan barier yang absolut
untuk infeksi ascending. Jalur lain inisiasi bakteri pada persalinan preterm mungkin
tidak membutuhkan cairan amnion. Cox dan rekan kerja (1993) menemukan bahwa
sitokin dan sel-sel mediasi imunitas dapat teraktivasi di dalam jaringan desidual yang
Etiologi
manifestasi klinis infeksi dan dengan membrane fetalis yang intak (Cox dan rekan
kerja, 1996; Watts dan kolega, 1992).Produk viral juga ditemukan (Reddy and
colleagues, 2001).Infeksi tidak terbatas pada cairan amnion. Pada penelitian yang
dilakukan pada 609 wanita dengan sectio caesarea dengan membrane yang intak,
Hauth dan rekan kerja (1998) mengkonfirmasi bahwa organism dari korioamnion
dari bakter patogen juga berhubungan secara terbalik dengan usia kehamilan.
Faktor predisposisi
1. Persalinan prematur
2. Persalinan lama
7. Rokok
Gambaran Klinis
● Demam, suhu di atas 38°C (100.4°F) atau lebih tinggi disertai ruptur
● Uterine tenderness
Diagnosis
1. Anamnesis
spesifik dan tidak selalu terbukti terjadi infeksi pada ibu.Sebagai contoh, Yamada
dan kolega (2000) menemukan bahwa cairan yang terwarna mekonium merupaka
penarik kimiawi bagi leukosit.Sebaliknya, Benirschke dan Kaufmann (2000)
preterm, ataupun keduanya. Sering kali sulit dibedakan apakah infeksi terlebih
dahulu atau ruptur membran terlebih dahulu yang terjadi. Gambaran khasnya
adalah selaput ketuban yang terlihat seperti susu dan berkabut (akibat adanya
tali pusat clan pembuluh darah janin (omfalitis). Peradangan vilus fokal
2. Pemeriksaan Fisis
3. Pemeriksaan Penunjang
tidak dilakukan.
tidak) dan pada pasien yang PROM (apakah induksi perlu dilakukan).
Penatalaksanaan
jam.
Referensi
1. Duff P. Maternal and perinatal infection. In: Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL,
eds. Obstetrics: normal and problem pregnancies, 4th ed. Philadelphia, PA:
http://www.edukia.org/web/kbibu/6-4-11-korioamnionitis/
HEPATITIS B PADA KEHAMILAN
Definisi
virus hepatitis B. Infeksi akut dapat terjadi pada saat tubuh terinfeksi untuk pertama
kalinya. Infeksi akut ini dapat berubah menjadi kronis setelah beberapa bulan sejak
di dunia, Penyakit ini disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB), suatu anggota famili
atau kanker hati yang menyerang hati dan menyebabkan peradangan hati akut atau
menahun. Seperti halnya Hepatitis C, kedua penyakit ini dapat menjadi kronis dan
arsen, fosfor, dan zat-zat lain yang digunakan sebagai obat dalam industri modern,
bisa menyebabkan Hepatitis.
pekerjaan hati. Jika banyak sekali zat kimia beracun yang masuk ke dalam tubuh, hati
bisa saja rusak sehingga tidak dapat lagi menetralkan racun-racun lain.
Di daerah Timur dan Afrika, beberapa kasus hepatitis B berkembang menjadi
Faktor Predisposisi
•Transfusi darah
Mekanisme penularan
kontak dengan darah dari orang yang terinfeksi Hepatitis B. Penularannya tidak
darah. Hepatitis B dapat menyerang siapa saja, tetapi umumnya bagi mereka yang
setelah persalinan.
● Secara horizontal, terjadi akibat penggunaan alat suntik yang tercemar, tindik
telinga, tusuk jarum, transfusi darah, penggunaan pisau cukur dan sikat gigi
berdarah) atau luka yang mengeluarkan darah) serta hubungan seksual dengan
Secara khusus tanda dan gejala terserangnya hepatitis B yang akut adalah demam,
sakit perut dan kuning (terutama pada area mata yang putih / sklera). Penderita hepatitis B
kronik cenderung tidak tampak tanda-tanda tersebut, sehingga penularan kepada orang lain
Pada umumnya, gejala penyakit Hepatitis B ringan. Gejala tersebut berupa selera
makan hilang, rasa tidak enak di perut, mual sampai muntah, demam ringan, kadang-kadang
disertai nyeri sendi dan bengkak pada perut kanan atas. Setelah satu minggu akan timbul
gejala utama seperti bagian putih pada mata tampak kuning, kulit seluruh tubuh tampak
Diagnosis:
Penatalaksanaan
a. Tatalaksana Umum
● Setiap ibu hamil perlu dilakukan pemeriksaan HbsAg pada trimester pertama
kehamilannya.
b. Tatalaksana Khusus
● Bila ibu dengan HbsAg positif maka bayi diberikan suntikan HBIG 0,5 ml IM
pada lengan atas segera setelah lahir (dalam 12 jam kelahiran) dan vaksin
hepatitis B dengan dosis 0,5 ml (5 µg) IM pada lengan atas sisi lain pada saat
● Bila ibu dengan HbsAg negatif maka bayi hanya diberikan vaksin hepatitis B
● Tidak ada larangan pemberian ASI eksklusif pada bayi dengan ibu
HbsAg positif terutama bila bayi telah divaksinasi dan diberi HBIG setelah
lahir.
Pencegahan
setelah lahir.
4. Ibu hamil dengan HBs Ag (+)/(-), HBe Ag (-), lakukan imunisasi aktif.
setiap bulan 0,16 cc/kg sampai 6 bulan, vaksin diberikan selambatnya 7 hari pasca
persalinan (dianjurkan diberikan segera setelah lahir pada sisi berlawanan untuk
Pengertian
Prinsip dari pemeriksaan ini adalah deteksi adanya zat anti (antibodi) yang
spesifik taerhadap kuman penyebab infeksi tersebut sebagai respon tubuh terhadap
keluhan yang bisa menyerang siapa saja, mulai anak-anak sampai orang dewasa, baik
pria maupun wanita.Bagi ibu yang terinfeksi saat hamil dapat menyebabkan kelainan
pertumbuhan pada bayinya, yaitu cacat fisik dan mental yang beraneka ragam.
a. Toxoplasma
b. Rubella
Togaviridae dan genus Rubivirus, infeksi virus ini terjadi karena adanya
kontak dengan sekret orang yang terinfeksi; pada wanita hamil penularan ke
lemah,demam ringan, nyeri kepala, dan iritasi konjungtiva. Penyakit ini agak
kecacatan pada janin. Sindroma rubella congenital terjadi pada 90% bayi yang
minggu ke 16 dan lebih jarang terjadi bila ibu terkena infeksi pada usia
kehamilan 20 minggu.
pada janin terjadi secara intrauterin. Pada bayi, infeksi yang didapat saat
belas; jika didapat pada masa perinatal akan mengakibatkan gejala yang berat.
besar wanita telah terinfeksi virus ini selama masa anak-anak dan tidak
mengakibatkan gejala yang berarti. Tetapi bila seorang wanita baru terinfeksi
pada masa kehamilan maka infeksi primer ini akan menyebabkan manifestasi
pendengaran..
d. Herpes Simplek
tipe HSV yaitu tipe 1 dan 2.Tipe 1 biasanya mempunyai gejala ringan dan
hanya terjadi pada bayi karena adanya kontak dengan lesi genital yang
laten dan adanya kecenderungan untuk kambuh kembali. Ada 2 jenis virus
yaitu virus herpes simpleks (HSV) tipe 1 dan 2 pada umumnya menimbulkan
gejala klinis yang berbeda, tergantung pada jalan masuknya. Dapat menyerang
Cara Penularan
Penularan TORCH pada manusia dapat melalui 2 (dua) cara. Pertama, secara
aktif (didapat) dan yang kedua, secara pasif (bawaan). Penularan secara aktif
a. Makan daging setengah matang yang berasal dari hewan yang terinfeksi
(mengandung sista), misalnya daging sapi, kambing, domba, kerbau, babi, ayam,
melalui jalur ini, yaitu melalui masakan sati yang setengah matang atau masakan
lain yang dagingnya dimasak tidak semnpurna, termasuk otak, hati dan lainnya.
b. Makan makanan yang tercemar oosista dari feses (kotoran) kucing yang
tanah (lingkungan) dan dapat menjadi sumber penularan baik pada manusia
maupun hewan. Tingginya resiko infeksi TORCH melalui tanah yang tercemar,
d. Hubungan seksual antara pria dan wanita juga bisa menyebabkan menularnya
TORCH. Misalnya seorang pria terkena salah satu penyakit TORCH kemudian
akan terkena penyakit TORCH sebagaimana yang pernah diderita oleh lawan
jenisnya.
e. Ibu hamil yang kebetulan terkena salah satu penyakit TORCH ketika
f. Air Susu Ibu (ASI) juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit TORCH.
Hal ini bisa terjadi seandainya sang ibu yang menyusui kebetulan terjangkit salah
satu penyakit TORCH maka ketika menyusui penyakit tersebut bisa menular
g. Keringat yang menempel pada baju atau pun yang masih menempel di kulit juga
bisa menjadi penyebab menularnya penyakit TORCH. Hal ini bisa terjadi apabila
seorang yang kebetulan kulitnya menmpel atau pun lewat baju yang baru saja
lain adalah kebiasaan makan sayuran mentah dan buah - buahan segar yang dicuci
i. Air liur juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit TORCH. Cara
karena itu dalam satu keluarga biasanya kalau salah satu anggota keluarga terkena
penyakit tersebut maka yang lainnya pun juga bisa terkena. Malah ada beberapa kasus
dalam satu keluarga seluruh anggota keluarganya mulai dari kakek - nenek, kakak -
Gejala klinis
a. Toxoplasma
timbul rasa lelah, malaise, demam disertai hepatomegali, dan umumnya tidak
menimbulkan masalah,
b. Herpes Simpleks
- Demam,
- Letih
- Lesu
diserang
- Umumnya janin yang terinfeksi cmv lahir prematur dan berat badan
lahir rendah
d. Rubella
Tanda dan gejala yang muncul biasanya bertahan dalam dua hingga
yang sama.
Diagnosis
bahkan bisa jadi sama sekali tidak merasakan sakit. Secara umum keluhan yang
lengkap, cacat fisik maupun mental, autis, keterlambatan tumbuh kembang anak, dan
ketidaksempurnaan lainnya.
Penatalaksanaan
ada 2 petanda yang diperiksa untuk tiap infeksi yaitu Imunoglobulin G (IgG) dan
Jika IgG positif dan IgMnya negatif,artinya infeksi terjadi dimasa lampau dan
tubuh sudah membentuk antibodi. Pada keadaan ini tidak perlu diobati.Namun, jika
IgG negatif dan Ig M positif, artinya infeksi baru terjadi dan harus diobati.Selama
pengobatan tidak dianjurkan untuk hamil karena ada kemungkinan infeksi ditularkan
pengobatan memerlukan waktu 1 bulan). Jika IgG positif dan IgM juga positif,maka
perlu pemeriksaan lanjutan yaitu IgG Aviditas. Jika hasilnya tinggi,maka tidak perlu
pengobatan, namun jika hasilnya rendah maka perlu pengobatan seperti di atas dan
teruskan kehamilan dan lanjutkan terapi sampai melahirkan.Untuk Rubella dan CMV,
membutuhkan biaya yang sangat mahal dan waktu yang cukup lama. Selain itu,
Pengobatan TORCH secara medis pada wanita hamil dengan obat spiramisin
tersebut seringkali menimbulkan efek mual, muntah dan nyeri perut.Sehingga perlu
disiasati dengan meminum obat-obatan tersebut sesudah atau pada waktu makan.
untuk menunjang kehamilan), menurut medis apabila IgG nya saja yang positif
sementara IgM negative, maka tidak perlu diobati.Sebaliknya apabila IgM nya positif
(IgG bisa positif atau negative), maka pasien baru perlu mendapatkan pengobatan.
INFEKSI MALARIA
Definisi
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan oleh
Faktor Predisposisi
● Demam
● Menggigil/kedinginan/kaku
● Sakit kepala
● Nyeri otot/persendian
● Diare
● Pembesaran limpa
● Pembesaran hati
● Pucat di bagian dalam kelopak mata, bagian dalam mulut, lidah dan telapak
tangan
● Ikterik
● Oliguria
Diagnosis
tepi dengan mikroskop atau hasil positif pada pemeriksaan rapid diagnostic
test (RDT).
o Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT,
o Urinalisis
Tatalaksana
Terapi malaria tanpa komplikasi
Malaria falsiparum
● Untuk usia kehamilan <3 bulan, berikan kina 3×2 tablet selama 7 hari atau
Malaria vivaks
● Untuk usia kehamilan <3 bulan, berikan kina 3 x 2 tablet selama 7 hari atau 3
(BB 41-59 kg) / 1×4 tablet (BB ≥60 kg) selama 3 hariATAU
● Minum obat sesudah makan atau perut tidak dalam keadaan kosong.
minum obat.
● Anjurkan pasien untuk meneruskan minum tablet zat besi dan asam folat serta
kebun.
menyelesaikan pengobatan.
Pustu, atau Polindes segara bila ada 1 atau lebih tanda-tanda bahaya selama
pengobatan, yaitu:
o Tidak sadar
o Kejang
o Muntah berulang
malaria berat.
ibu sendirian.
● Jika ibu tidak sadarkan diri, periksa jalan napasnya dan posisikan ibu dalam
● Jika ibu kejang, baringkan ibu dalam posisi miring untuk mengurangi risiko
aspirasi apabila ibu muntah dan untuk memastikan bahwa jalan napas terbuka.
I).
ampul.
primakuin, ATAU
o Artemeter diberikan dengan dosis 3,2 mg/kgBB IM, dilanjutkan pada
dextrose 5% atau NaCl 0,9%. Setelah itu, diberikan kina dengan dosis
atas sampai penderita dapat minum kina per oral. Bila sudah dapat
Referensi
Medika
2. Holmes, Debbie,dkk.2011.Buku Ajar Ilmu Kebidanan.Jakarta:EGC
http://www.edukia.org/web/kbibu/7-5-5-hepatitis-b/
http://www.edukia.org/web/kbibu/7-5-4-malaria/
Kehamilan Normal
1. Definisi
dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat
fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan brlangsung dalam waktu
(konsepsi), dan nidasi (implantasi) hasil konsepsi. Setiap Spermatozoa terdiri atas
tiga bagian yaitu kaput atau kepala yang berbentuk lonjong agak gepeng dan
bergerak cepat.
Dalam pertumbuhan embrional spermatogonium berasal dari sel-sel primitif
tidak mengalami perubahan sampai masa pubertas tiba. Pada masa pubertas sel-
sel sperma togonium tersebut dalam pengaruh sel-sel leydig mulai aktif
sekunder, kemudian spermatosit sekunder membelah dua lagi dengan hasil dua
yang khas untuk jenis itu. Dari spermatid ini kemudian tumbuh spermatozoa.
apung dalam sitoplasma yang kekuning-kuningan disebut vitelus. Vitelus ini yang
mengandung karbohidrat dan asam amino. Ovum dilingkari oleh zona pelusida.
Diluar zona pelusida ini ditemukan sel-sel korona radiata, dan didalamnya
pelusida. Jumlah sel-sel korona radiata didalam perjalanan ovum diampula tuba
makin berkurang, sehingga ovum hanya dilingkari oleh zona pelusida pada waktu
umumnya terjadi.
a) Pembuahan
Jutaan spermatozoa ditumpahkan di forniks vagina dan disekitar porsio pada
waktu koitus. Hanya beberapa ratus ribu spermatozoa dapat terus ke kavum uteri
dan tuba, dan hanya beberapa ratus dapat sampai kebaian ampula tuba dimana
spermatozoa dapat memasuki ovum yang telah siap untuk dibuahi. Hanya satu
kedalam ovum, fusi spermatozoa dan ovum, diakhiri dengan fusi materi genetik.
harus melewati korona radiata (lapisan sel diluar ovum) dan zona pelusida suatu
bentuk glikoprotein ekstra seluler), yaitu dua lapisan yang menutupi dan
Pada saat spermatozoa menembus zona pelusida terjadi reaksi korteks ovum.
Granula korteks didalam ovum berfusi dengan membran plasma sel, sehinga
Hal ini menyebabkan glikoprotein di zona pelusida berkaitan satu sama lain
membentuk suatu materi yang keras dan tidak dapat ditembus oleh spermatozoa.
berdegenerasi. Itulah sebabnya seluruh mitokondria pada manusia barasal dari ibu
anafase kemudian timbul telofase, dan benda utub kedua menuju ruang
Kedua pronukleus dekat mendekati dan bersatu membentuk zigot yang terdiri
atas bahan genetik dari perempuan dan laki-laki. Pada manusia terdapat 46
Hal ini dapat berlangsung oleh karena sitoplasma ovum mengandung banyak zat
asam amino dan enzim. Segera setelah pembelahan ini terjadi, pembelahan-
pembelahan selanjutnya berjalan dengan lancar, dan dalam 3 hari terbentuk suatu
kelompok sel yang sama besarnya. Hasil konsepsi berada dalam stadium morula.
Energi untuk pembelahan ini diperoleh dari vitelus, hingga volume vitelus makin
berkurang dan terisi seluruhnya oleh morula. Dengan demkian, zona pelusida
tetap utuh, atau dengan perkataan lain, besarnya hasil konsepsi tetap sama. Dalam
ukuran yag sama ini hasil konsepsi disalurkan terus sampai ke pars ismika dan
pars interstisialis tuba (bagian-bagian tuba yang sempit) dan terus disalurkan ke
arah kavum uteri oleh arus serta getaran silia pada permukaan sel-sel tuba dan
kontraksi tuba.
b) Nidasi
dalamnya disebut massa inner cell. Massa inner cell ini berkembang menjadi
blastokista diselubungi oleh suatu simpai yang disebut trofoblas. Tropoblas ini
darah maternal kedalam plasenta, dan kelahiran bayi. Sejak trofoblas terbentuk,
implantasi embrio.
Sel-sel desidua ini besar-besar dan mengandung lebih banyak glikogen serta
mudah dihancurkan oleh trofoblas. Nidasi diatur oleh suatu proses yang kompleks
invasif yang kuat, disisi lain endometrium mengontrol invasi trofoblas dengan
menyekresikan faktor-faktor yan aktif setempat (lokal) yaitu inhibitor cytokines
dan protease. Keberhasilan nidasi dan plasentasi yang normal adalah hasil
sampai kurang lebih hari ke-60 kehamilan untuk kemudia turun lagi. Diduga
bahwa fungsinya ialah mempengaruhi korpus luteum untuk tumbuh terus, dan
masuk dalam lapisan desidua, dan luka pada desidua kemudian menutup kembali.
inner-cell berlokasi. Dikemukkan bahwa hal inilah yang menyebabkan tali pusat
berpangkal sentral atau parasentral. Bila sebaliknya dengan bagian lain blastokista
Umumnya nidasi terjadi di dinding depan atau belakang uterus, dekat pada fundus
uteri. Jika nidasi ini terjadi, barulah dapat disebut adanya kehamilan.
berkembang didalam endometrium. Embrio ini selalu terpisahkan dari darah dan
jaringa ibu oleh suatu lapisan sitotrofoblas disisi bagian dalam dan sinsiotrofoblas
disisi bagian luar. Kondisi ini kritis ridak hanya untuk pertukaran nutrisi , tetapi
juga untuk melndungi janin yag bertumbuh dan berkembang dari serangan
imunologik maternal. Bila nidasi telah berhasil terjadi, mulailah diferensiasi sel-
ssel blastokista. Sel-sel yang lebih kecil, yang dekat pada ruang eksoselom,
membentuk entoderm dan yolk sacsedangkan sel-sel yang lebih besar menjadi
Pertumbuhan embrio terjadi dari embryonal plate yang selanjutnya terdiri atas
tiga unsur lapisan, yakni sel-sel ektoderm, mesoderm, dan entoderm. Sementara
itu, ruang amnion tumbuh dengan cepat dan mendesak eksoselom akhirnya
dinding ruang amnion dan embrio menjadi padat, dinamakan bodystalk, dan
merupakan hubungan antara embrio dan dinding trofoblas. Body stalk menjadi
tali pusat. Dalam tali pusat sendiri yang berasal dari body stalk, terdapat pembulu-
perkembangan ruang amnion dapat dilihat bahwa bagian luar tali pusat berasal
dari lapisan amnion . didalamnya terdapat jaringa lembek, selei wharton, yang
c) Plasentasi.
Tiga minggu pascafertilisasi sirkulasi darah janin dini dapat diidentifikasi dan
dimulai pembentukan vili korialis. Sirkulasi darah jain ini berakhir dilengkung
kapilar (capilarry loops) didalam vili korialis yang ruang intervilinya dipenuhi
dengan darah meternal yang dipasok oleh arteri spiralis dan dikeluarkan melalui
vena uterina. Vili korialis ini akan bertumbuh menjadi suatu massa jaringan yaitu
plasenta.
Lapisan desidua yang meliputi hasil konsepsi kearah kavum uteri disebut
desidua kapsularis yang terletak antara hasil konsepsi dan dinding uterus disebut
desidua basalis disitu plasenta akan dibentuk. Desidua yang meliputi dinding
uterus yang lain adalah desidua pariealis. Hasil konsepsi sendiri diselubungi oleh
jonjot-jonjot yang dinamakan vili korialis dan berpangkal pada korion. Sel-sel
fibrolas mesodermal tumbuh disekitar embrio dan melapisi pula sebelah dalam
korion. Selain itu, vili korialis yang behubungan dengan desidua basalis tumbuh
dan bercabang-cabang dengan baik, disinni orion disebut korion frondosum. Yang
Darah ibu dan janin dipisahkan oleh dinding pembuluh darah janin dan
Disini jelas tidak ada pencampuran darah antara janin dan darah ibu. Ada juga sel-
sel desidua yang tidak dapat dihancurkan oleh tropoblas dan sel-sel ini akhirnya
3. Fisiologi Janin
terjadi sangat cepat yaitu zigot mengalami pembelahan menjadi morula (terdiri
konseptus ialah semua jaringa konsepsi yang membagi diri menjadi menjadi
b) Embrio dan Janin : Dalam beberapa jam setelah ovulasi akan terjadi
fertilisasi di ampula tuba. Oleh karena itu, sperma harus sudah ada disana
Embrio akan berkembang sejak usia 3 minggu hasil konsepsi. Secara klinik
pada usia gestasi 4 minggu dengan USG akan tampak sebagai kantong gestasi
berdiameter 1 cm, tetapi embrio belum tampak. Pada minggu ke-6 dari haid
berukuran 2 – 3 cm. Pada saat itu akan tampak denyut jantung secara USG. Pada
akhir minggu ke-8 usia gestasi – 6 minggu usia embrio – embrio berukuran 22 –
24 mm, dimana akan tampak kepala yang relatif besar dan tonjolan jari.
Gangguan atau teratogen akan mempunyai dampak berat apabila terjadi pada
palatum, dan tonjolan paru. Jari-jari telah brbentuk, namun masih tergenggam.
Usia gestasi 7 minggu tampak pembentukan organ : Mata tampak pada muka.
besar janin, terbentuk muka janin; kelopak mata terbentuk namun tak akan
cm. Ini merupakan awal dari trimester ke-2. Kulit janin masih transparan, telah
mulai tumbuh lanugo (rambut janin). Janin bergerak aktif, yaitu menghisap dan
menelan air ketuban. Telah terbentuk mekonium (feses) dalam usus. Jantung
terbentuk penuh, juga sidik jari. Seluruh tubuh diliputi oleh verniks kaseosa
Sistem saraf mengendalikan gerakan dan fungsi tubuh, mata sudah membuka.
2500 gram. Bulu kulit jannin (lanugo) mulai berkurang, pada saat 35 minggu
kehamilan disebut aterm, dimana bayi akan meliputi seluruh uterus. Air ketuban
c) Sistem Kardiovaskular
sirkulasi menjadi khusus. Tali pusat berisi satu vena dan 2 arteri. Vena ini
arteri menjadi pembuluh balik yang menyalurkan darah kearah plasenta utuk
Perjalanan darah dari plasenta melalui vena umbilikal adalah sebgai berikut.
menuju hati, membagi menjadi 2, yaitu sinus porta ke kanan – memasok darah ke
hati – dan duktus venosus yang berdiameter lebih besar, akan bergabung dengan
vena kava inferior masuk ke atrium kanan. Darah yang masuk ke jantung kanan
ini mempunyai kadar oksigen seperti arteri – meski bercampur sedikit dengan
Darah ini akan langsung menyemprot melalui foramen ovale pada septum,
masuk ke atrium kiri dan selanjutnya melalui ventrikel kiri akan menuju aorta
dan seluruh tubuh. Darah yang bersi banyak oksigen itu terutama kan
sebagian besar darah bersih dari duktus venosus langsung akan mengalir kearah
foramen ovale. Sebaliknya, sebagian kecil akan mengalir ke arah ventrikel kanan.
Darah dari ventrikel kanan akan mengalir ke arah paru. Karena paru belum
berkembang, sebagian besar darah dari jantung kanan melalui arteri pulmonalis
akan dialirkan ke aorta melalui suatu pembuluh duktus arteriosus. Darah itu akan
Setelah bayi lahir, semua pembuluh umbilikal, duktus venosus, dan duktus
arteriosus akan mengerut. Pada saat lahir akan terjadi perubahan sirkulasi,
peningkatan kadar oksigen pada sirkulasi paru dan vena pulmonlis, duktus
arteriosus akan menutup dalam 3 hari dan total pada minggu ke-2.
d) Sistem Respirasi
Gerakan napas janin telah dapat dilihat sejak kehamilan 12 minggu dan pada
34 minggu secara regular gerak napas ialah 40 – 60 X/menit dan diantara jeda
adalah periode apnea. Cairan ketuban akan masuk sampai bronkioli, sementara
tipe II membuat sekresi fosfolipid suatu surfaktan yang penting untuk fungsi
pengembangan napas. Surfaktan yang utama ialah sfingomielin dan lesitin serta
tertentu, misalnya diabetes, produksi surfaktan ini kurang; juga pada preterm
pada ibunya. Pemeriksaan kadar L/S rasio pada air ketuban merupakan cara
untuk mengukur tingkat kematangan paru, dimana rasio L/S > 2 menandakan
e) Sistem Gastrointestinal
baru nyata pada periode neonatal. Janin meminum air ketuban dan akan tampak
gerakan peristaltik usus. Protein dan cairan amnion yang ditelan akan
sampai partus, kecuali pada kondisi hipoksia dan stres, akan tampak cairan
minggu ke-36. Pada janin hanya 2 % dari curah jantung mengalir ke ginjal,
berlanjut sampai usia bayi 1 tahun. Fungsi saraf sudah tampak pada usia 10
minggu yaitu janin bergerak, fleksi kaki; sedangkan genggaman tangan lengkap
dapat dilihat pada 4 bulan. Janin janin sudah dapat menelan pada sepuluh
Janin sudah mampu mendengar sejak 16 minggu atau 120 hari. Ia akan
mendengar suara ibunya karena rambat suara internal lebih baik dari pada suara
eksternal. Kemampua melihat cahaya agaknya baru jelas pada akhir kehamilan,
sementara gerak bola mata sudah lebih awal. Gerakan ini dikaitkan dengan
perilaku janin.
h) Kelenjar Endokrin : Sistem endokrin janin telah bekerja sebelum sistem saraf
dan (5) gonadotrof, yang menghasilkan Lh, FSH. Pada kehamilan 7 minggu
sudah dapat diketahui produksi ACTH, dan menjelang 17 minggu semua hormon
sudah dihasilkan.
terdapat kromosm Y, akan terbentuk testis. Sel benih primordial yang berasal
dari yolk sac bermigrasi kelekukan bakal gonad. Perkembangan testis diatur oleh
gen testis determining factor (TDF) atau disebut sex determining region (SRY).
Sel sertoli pada testis mengeluarkan zat mullerian-inhibiting substance yang
Sebaliknya, apabila tidak terdapat testis, akan terbentuk gonad dan fenotip
DAFTAR PUSTAKA
perempuan mampu mempertahankan kebutuhan cairan dan nutrisi dengan diet, dan
merupakan bentuk yang paling berat dari mual dan muntah dalam kehamilan 2.
1.1 Definisi
sebagau mual dan muntah yang persisten dan berhubungan dengan penurunan berat
badan dan ketosis 2. Kondisi ini dapat menyebabkan kekurangan cairan, elektrolit dan
1.2 Epidemiologi
50-90% kehamilan. Mual muntah pada kehamilan biasanya dimulai dari usia
kehamilan 9-10 minggu, memuncak pada minggu ke 11-13, dan pada sebagian kasus
menurun pada minggu ke 12-14 kehamilan. Pada 1-10% kehamilan, gejala dapat
Penyebab penyakit ini masih belum diketahui pasti, tetapi diperkirakan erat
1.4 Patofisiologi
yaitu: 2
a. Perubahan hormonal
hipertiroidisme klinis. TSH secara transien ditekan dan indeks tiroksin bebas
Korelasi positif antara peningkatan kadar hCG dan kadar T4 telah ditemukan,
b. Disfungsi gastrointestinal
Gastrointestinal memiliki kontraksi peristaltik yang ritmis, aktivitas
myoelektrik abnormal dapat menyebabkan variasi disritmia gaster, dan hal ini
c. Gangguan metabolik
kekurangan dalam native thiol dan total thiol, berkorelasi dengan keparahan
d. Perubahan lipid
dibanding dengan yang tidak. Hal ini berhubungan dengan fungsi hepar yang
e. Sistem penciuman
Hiperakuitas pada sistem penciuman dapat menjadi faktor yang berkontribusi
terhadap mual dan muntah selama kehamilan. Banyak dilaporkan bahwa bau
f. Genetik
dipengaruhi oleh genetik. Sebuah studi dilakukan pada 544.087 wanita hamil
kehamilan dan wanita yang lahir tanpa adanya hiperemesis saat kehamilan
g. Psikologis
Dalam kasus yang sangat tidak biasa, kasus hiperemesis gravidarum dapat
depresi berat
1.5 Klasifikasi
● Tingkat I
Mual terus-menerus, timbul intoleransi terhadap makanan dan minuman, berat
sedikit cairan empedu. Nadi meningkat sampai 100x/menit dan tekanan darah
sistolik menurun. Mata cekung, lidah kering, dan turgor kulit berkurang, serta
● Tingkat II
Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, haus hebat,
subfebril, nadi cepat > 100-140 x/menit, tekanan darah sistolik < 80 mmHg,
apatis, kulit pucat, aseton, bilirubin dalam urin, dan berat badan cepat menurun
● Tingkat III
muntah berkurang atau berhenti, tetapi dapat terjadi sianosis, gangguan jantung,
1.6 Diagnosis
1.6.1 Anamnesis 1
Mulai terjadi pada trimester pertama, keluhan yang sering adalah mual,
muntah, dan penurunan berat badan, kadang disertai dengan pekerjaan sehari-
hari terganggu.
- Fisik: dehidrasi, kulit pucat, ikterus, sianosis, berat badan menurun, pada
molahidatidosa
1.7 Penatalaksanaan 1
● Obat
hanya berupa roti kering dna buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama
makanan tetapi 1-2 jam sesudahnya. Maknana ini hanya diberikan selama
tidak diberikan bersama makanan. Makanna ini rendah dalam semua zat
bersama makanan. Makanan ini cukup dalam semua gizi, kecuali kalsium.
1.8 Komplikasi 1
Maternal
Akibat defisiensi tiamin (B1) akan menyebabkan terjadinya diplopia, palsi nervus ke-
6, nistagmus, ataksia, dna kejang. Jika tidak segera ditangani, akan terjadi psikosis
Oleh karena itu, untuk hiperemesis tingkat III perlu dipertimbangkan terminasi
kehamilan
Fetal
DAFTAR PUSTAKA
814-818
http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview#showall
PARTUS LAMA
1. Definisi
Partus tak maju (persalinan macet) berarti meskipun kontraksi uterus kuat, janin tidak
dapat turun karena faktor mekanis.Kemacetan persalinan biasanya terjadi pada pintu atas
panggul, tetapi dapat juga terjadi pada ronga panggul atau pintu bawah panggul.Partus
kasep adalah fase terakhir dari suatu persalinan yang mengalami kemacetan dan
berlangsung lebih lama dari 18 jam, sehingga timbul komplikasi pada ibu maupun anak.
2. Etiologi
Durasi persalinan dipengaruhi oleh berbagai faktor ibu dan janin termasuk usia ibu,
paritas ambang nyeri ibu, jumlahy janin, berat janin, dan posisi janin. Juga dipengaruhi
olehy intervensi yang dilakukan termasuk induksi persalinan, akselerasi, dan persalinan
manajemen aktif persalinan dengyan mengygunakan partograf sebagai alat monitor. Tujuan
manajemen aktif ini adalah untuk mencegah persalinan ang memanjang berkaitan dengan
meningkatnya morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi.Morbiditas ibu termasuk diantarana
kelelahan pada ibu, gangguan elektrolit, hipoglikemia, resiko persalinan macet, sekuele ang
Penyebab terbanyak dari persalinan macet adalah disproporsi kepala dan panggul
ibu, malpresentasi, abbormalitas janin seperti hidrosefalus, asites janin, dan yang jarang
1. Pemeriksaan Abdomen
Tanda-tanda partus tak maju dapat diketahui melalui pemeriksaan abdomen sebagai
berikut :
1. Kepala janin dapat diraba diatas rongga pelviss karena kepala tidak dapat turun
2. Kontraksi uterus sering dan kuat (tetapi jika seorang ibu mengalami kontraksi
yang lama dalam persalinanya maka kontraksi dapat berhenti karena kelelahan
uterus)
4. Cincin Band/Bandles ring ; cincin ini ialah nama yang diberikan pada daerah
diantara segmen atas dan segmen bawah uterus yang dapat dilihat dan diraba
selama persalinan. Dalam persalinan normal, daerah ini disebut cincin retraksi.
Secara normal daerah ini seharusnya tidak terlihat atau teraba pada pemeriksaan
abdomen, cincin bandl adalah tanda akhir dari persalinan tidak maju. Bentuk
uterus seperti kulit kacang dan palpasi akan memastikan tanda-tanda yang
2. Pemeriksaan Vagina
atau darah
4. Pemeriksaan vagina : edema vulva (terutama jika ibu telah lama mengedan),
vagina panas dan mengering karena dehidrasi, pembukaan serviks tidak komplit.
Kaput suksedaneum yang besar dapat diraba dan penyebab persalinan macet
antara lain kepala sulit bermolase akibat terhambat di pelvis, presentasi bahu
3. Pencatatan Partograf
Persalinan macet dapat juga diketahui jika pencatatan pada partograf menunjukan :
3. Gawat janin (frekuensi jantung janin < dari 120 permenit, bau busuk dari
permenit)
komplikasi, partus tak maju berisiko mengalami infeksi sampai ruptur uterus dan
biasanya ditangani dengan tindakan bedah, seksio caesarea, ekstraksi cunam atau
4. Penatalaksanaan
Protokol manajemen persalinan macet :
a. Penilaian awal keadaan umum ibu, presentasi dan posisi janin, dan ukuran
pelvis
kateterisasi, dan transfusi darah bila diperlukan. Swab vagina dilakukan bila
kondisi infeksi
d. Seksio sesaria dilakukan pada kasus dengan keadaan umum baik dan janin
masih hidup, atau pada panggul sempit yang berat dan atau ruptura uteri
e. Tindakan operatif destruktif dilakukan pada janin yang mati (bahykan pada
vera < 7,5 cm dan pembukaan serviks sudah lengkap (kecuali pada
merupakan kontraindikasi
DAFTAR PUSTAKA
2. Oxorn, Harry. 2015. Ilmu Kebidanan: Patologis & Fisiologi Persalinan.. Yogyakarta
3. Sarwono. 2012. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal.
KORIOAMNIONITIS
1. Definisi
ketuban lama dan persalinan lama. Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil
2. Etiologi
Penyebab korioamnionitis adalah infeksi bakteri yang terutama berasal dari traktus
urogenitalis ibu. Secara spesifik permulaan infeksi berasal dari vagina, anus, atau rektum
dan menjalar ke uterus. Angka kejadian korioamnionitis 1-2 % Faktor resiko terjadinya
korioamnion dan atau tali pusat lalu menjalar ke plasenta. Mulainya infeksi biasanya
disebabkan oleh infeksi secara retrograde atau ascending dari traktus genitalia bawah
(cervix dan vagina). Penyebaran secara hematogen atau tranplacental dan infeksi iatrogenic
karena komplikasi dari amniosintesis atau sampling korionik villous jarang menimbulkan
infeksi. Infeksi anterograde bermula dari peritoneum via tuba falopi. Adanya infeksi dari
mikroorganisme memicu respon inflamasi dari maternal dan fetal sehingga melepaskan
kombinasi proinflamasi dan inhibisi sitokin dan chemokines dari ibu dan janinnya. Respon
atau preterm pada umur kehamilan dini. Selain dapat menimbulkan infeksi dan sepsis pada
fetus, respon inflamasi fetus dapat menimbulkan kerusakan pada serebral pada white
matter, yang akhirnya dapat menyebabkan cerebral palsy dan kelainan neurological jangka
Koriomnionitis tidak selalu menimbulkan gejala. Bila timbul gejala antara lain
demam, nadi cepat, berkeringat, uterus pada perabaan lembek, dan cairan berbau keluar
tersebut di atas, kultur darah, dan cairan amnion. Kesejahteraan janin dapat diperiksa
5. Pemeriksaan Penunjang
Uji laboratorium untuk diagnosis seperti pemeriksaan hapusan Gram atau kultur
dilakukan pada persalinan preterm yang refrakter (supaya dapat diputuskan apabila
tokolisis tetap dilanjutkan atau tidak) dan pada pasien yang PROM (apakah induksi perlu
dilakukan). Indikasi lain dari amniosentesis adalah untuk mencari differential diagnosis
dari Infeksi intramnion, prenatal genetic studies, dan memperediksi kematangan paru. (3)
● Parameter Cairan Amniotik
6. Penatalaksanaan
pelahiran janin, sebaiknya melalui vagina. Terapi antibiotik harus dapat memberi
perlindungan terhadap lingkungan polimikroba yang terdapat di vagina dan serviks. Salah
satu regimen korioamnionitis adalah ampicilin 2 g IV setiap 6 jam atau 3 x 1000 mg, dan
gentamisin, 2 mg/kg dosis awal serta selanjutnya 1,5 mg/kg intravena setiap 8 jam atau
direncanankan untuk operasi sectio caesar. Untuk pasien dengan alergi terhadap penisilin
perabdominam (seksio sesarea) cenderung terjadi sepsis. Lakukan induksi atau akselerasi
persalinan.(2) Berikan uterotonika supaya kontraksi uterus baik pasca persalinan. Hal ini
7. Komplikasi
dan 2-4 kali lipat terjadinya endomyometritis, infeksi perlukaan, abses pelvik, bakteremia,
dan post partum hemorragic. Peningkatan terjadinya post partum hemorrage kelihatannya
disebabkan oleh kontraksi uterus yang disfungsional karena adanya inflamasi. 10% ibu
dengan korioamnionitis memiliki hasil kultur darah yang positif (bakteremia) sebagian
besar oleh bakteri GBS dan E.coli. Namun komplikasi lainnya seperti DIC, ARDS, septic
Paparan infeksi pada fetus dapat menimbulkan kematian fetus, sepsis neonatus, dan
beberapa komplikasi postnatal lainnya. Respon fetus terhadap infeksi yang disebut Fetal
Inflammatory Response Syndrome (FIRS) dapat menyebabkan komplikasi berikut ini.
(SIRS). Karena parameternya hampir sama dengan SIRS, maka agak sulit membedakannya
dengan yang terjadi pada fetus, FIRS sebenarnya dapat dideteksi bila terjadi peningkatan
IL-6 pada darah umbilical (tali pusat) yang biasanya didapatkan pada persalinan preterm
dan PPROM namun kadang dapat muncul pada umur kehamilan aterm..(3)
Neonatus yang terpapar oleh infeksi intrauterin dan inflamasi dapat menampakkan
efek advers saat atau segera setelah lahir. Efek advers yang muncul termasuk kematian
hemorrhagic (IVH), kerusakan serebral di white matter, dan kelumpuhan jangka panjang
DAFTAR PUSTAKA
Membranes”. 2007; chapter 36. New York : The McGraw-Hill Companies. Inc
Sarwono Prawirohardjo
internet) http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3008318/
4. JM, Alexander. Chorioamnionitis and the prognosis for term infants. (home page on
1. Definisi
dibawah 11% pada trimester 1 dan 3 atau kadar <10,5% pada trimester 2. Nilai
batas tersebut perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil terjadi karena
Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah,
yang ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi
transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang
menurun.
Pada kehamilan anemia kekurangan besi akan timbul jika keperluan besi
(kira-kira 1000mg pada kehamilan tunggal) tidak dapat dipenuhi dari cadangan besi
bertambahnya volume darah tidak begitu banyak pada trimester 3, tetapi keperluan
akan besi tetap banyak karena penambahan HB ibu terus berlangsung dan lebih
Pada kehamilan, kehilangan zat besi akibat pengalihan besi maternal ke janin
untuk eritropoeisis, kehilangan zat darah saat persalinan, dan laktasi yang jumlah
keseluruhannya mencapai 900mg atau setara 2 liter darah. Oleh karena sebagian
besar perempuan mengawali kehamilan dengan cadangan besi yang rendah, maka
2. Epidemiologi
1. Frekuensi ibu hamil dengan anemia cukup tinggi di Indonesia yaitu 63,5%,
sedangkan di amerika hanya 6%. Kekurangan gizi dan perhatian yang kurang
terhadap ibu hamil merupakan predisposisi anemia defesiensi pada ibu hamil di
Indonesia.
4. Defeisiensi besi merupakan defisiensi nutrisi yang paling sering ditemukan baik
kehamilan dan berkaitan dengan asupan besi yang tidak adekuat dibandingkan
3. Etiologi
c. Malabsorpsi
d. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain
e. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-
lain
4. Patofisiologi
Zat besi merupakan zat penting untuk organisme hidup karena berfungsi pada
transport elektron.
dan maksimum terjadi pada bulan ke-9 dan meningkat sekitar 1000 ml, menurun
sedikit menjelang atern serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang
meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasma, yang menyebabkan
Selama kehamilan kebutuhan tubuh akan zat besi meningkat sekitar 800-1000
membutuhkan 300-400 mg zat besi dan mencapai puncak pada usia kehamilan 32
minggu, janin membutuhkan zat besi sekitar 100-200 mg dan sekitar 190 mg
terbuang selama melahirkan. Dengan demikian jika cadangan zat besi sebelum
kehamilan berkurang maka pada saat hamil pasien dengan mudah mengalami
mengalami anemia defisiensi besi. Walaupun cadangan zat besi didalam tubuh
mencukupi dan asupan nutrisi dan zat besi yang adikuat tetapi bila pasien
mengalami gangguan pencernaan maka zat besi tersebut tidak bisa diabsorbsi dan
besi yang negatif, jumlah zat besi yang diabsorbsi tidak mencukupi kebutuhan
Pada saat cadangan besi itu habis barulah terlihat tanda dan gejala anemia defisiensi
besi.
besi didalam sel darah merah dari jaringan tetap masih normal.
2. Tingkatan kedua disebut anemia kurang besi dini yaitu penurunan besi
cadangan terus berlangsung sampai atau hampir habis tetapi besi didalam
3. Tingkatan ketiga disebut dengan anemia kurang besi lanjut yaitu besi
didalam sel darah merah sudah mengalami penurunan namun besi dan
4. Tingkatan keempat disebut dengan kurang besi dalam jaringan yaitu besi
5. Gejala klinis
Gejala berupa :
- Intoleransi dingin
- telinga berdenging
Gejala khas :
6. Penatalaksanaan
- Bila pemeriksaan hapusan darah tepi tidak tersedia, maka berikan suplementasi
tablet besi dan asam folat (60 mg besi elemental dan 250 µg asam folat)
tablet sampai 42 hari pasca salin. Apabila setelah 90 hari pemberian tablet besi
- Bila hasil hapusan darah tepi menunjukkan mikrositik hipokrom : cek kadar
ferritin. Kadar ferritin < 15ng/ml berikan terapi dosis setara 180 mg besi
elemental per hari. Apabila kadar ferritin normal lakukan pemeriksaan SI dan
TIBC.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kemenkes RI. 2013. Buku Saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar
2. Fatimah, Hadju et al. 2011. Pola konsumsi dan kadar hemoglobin pada ibu hamildi
Medscape.com.
ABORTUS SPONTAN KOMPLIT
Kata abortus (aborsi, abortion) berasal dari bahasa Latin aboriri-keguguran (to
miscarry). Menurut New Shorter Oxford Dictionary, abortus adalah persalinan kurang
bulan sebelum usia janin yang memungkinkan untuk hidup, dan dalam hal ini kata ini
bersinonim dengan keguguran. Menurut National Center for Health Statistics, Centers for
Diseases Control and Prevention dan World Health Organization mendefinisikan abortus
sebagai penghentian kehamilan sebelum gestasi 20 minggu atau dengan janin memiliki
1. DEFINISI
Abortus komplit merupakan abortus spontan yang tidak dapat dihindari. Abotus
komplit (keguguran lengkap) adalah abortus yang hasil konsepsi (desidua dan fetus) keluar
seluruhnya sebelum usia 20 minggu dan berat badan di bawah 500 gram. Ciri terjadinya
abortus komplit adalah perdarahan pervaginam, kontraksi uterus, ostium sudah menutup,
ada keluar jaringan, tidak ada sisa dalam uterus, uterus telah mengecil. Diagnosis abortus
2. EPIDEMIOLOGI
Insiden abortus spontan komplit belum diketahui secara pasti, namun demikian
disebutkan sekitar 60% dari wanita hamil dirawat di rumah sakit dengan perdarahan akibat
mengalami abortus. Insiden abortus spontan secara umum disebutkan sebesar 10% dari
kurangnya ada dua hal yang selalu berubah, kegagalan untuk menyertakan abortus dini
yang tidak diketahui dan pengikutsertaan abortus yang ditimbulkan secara ilegal serta
Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan dan angka
tersebut kemudian menurun secara cepat pada umur kehamilan selanjutnya. Anomali
kemudian menurun menjadi 20-30% pada trimester kedua dan 5-15% pada trimester ketiga.
semakin lanjutnya usia ibu serta ayah. Frekuensi abortus yang dikenali secara klinis
bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari 20 tahun, menjadi 26% pada
wanita yang berumur di atas 40 tahun. Untuk usia paternal yang sama, kenaikannya adalah
dari 12% menjadi 20%. Insiden abortus bertambah pada kehamilan yang belum melebihi
umur 3 bulan.
3. ETIOLOGI
Mekanisme pasti yang bertanggung jawab pada peristiwa abortus tidak selalu tampak
jelas. Pada beberapa bulan pertama kehamilan, ekspulsi hasil konsepsi terjadi secara
spontan hampir selalu didahului kematian embrio atau janin, namun pada kehamilan
beberapa bulan berikutnya sering janin sebelum ekspulsi masih hidup dalam uterus.
Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum, zigot, atau oleh
penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga disebabkan oleh penyakit
pada ayahnya.
A. Faktor Maternal
abortus tersebut mencapai puncaknya pada kehamilan 13 minggu, ank arena saat
terjadinya abortus lebih belakangan, pada sebagian kasus dapat ditentukan etiologi
abortus yang dapat dikoreksi. Sejumlah penyakit, kondisi kejiwaan, dan kelainan
perkembangan pernah terlibat dalam peristiwa abortus euploidi, dan beberapa hal
lainnya adalah :
a. Infeksi
Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada kehamilan sebelum 20 minggu, tetapi
c. Pengaruh Endokrin
mellitus, dan defisiensi progesterone. Diabetes tidak menyebabkan abortus jika kadar
gula dapat dikendalikan dengan baik. Diabetes maternal pernah ditemukan oleh
sebagian peneliti sebagai faktor predisposisi abortus spontan, tetapi kejadian ini tidak
hormone tersebut dari korpus luteum atau plasenta mempunya hubungan dengan
hormone tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan
d. Nutrisi
Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar
serta vomitus yang lebih sering ditemukan selama awal kehamilan dan setiap deplesi
nutrient yang ditemukan jarang diikuti dengan abortus spontan. Sebagian besar
mikronutrien pernah dilaporkan sebagai unsur yang penting untuk mengurangi
abortus spontan.
fetus dan keguguran. Selain itu bahan kimia lain seperti arsenik, formaldehid, timah,
f. Faktor-faktor Imunologis
spontan yang berulang, antara lain : antikoagulan lupus (LAC) dan antibody anti
destruksi plasenta.
Baik umur sperma dapat mempengaruhi angka insiden abortus spontan. Insiden
abortus meningkat terhadap kehamilan yang berhasil bila inseminasi terjadi empat
hari sebelum atau tiga hari sesudah peralihan temperature basal tubuh, karena itu
disimpulkan bahwa gamet yang bertambah tua di dalam traktus genitalia wanita
Kebanyakan abortus spontan terjadi beberapa saat setelah kematian embrio atau
kecelakaan tersebut bukan peristiwa yang baru terjadi, tetapi lebih merupakan
kejadian yang terjadi beberapa minggu sebelum abortus. Abortus yang disebabkan
oleh trauma emosional bersifat spekulatif, tidak ada dasar yang mendukung konsep
i. Kelainan Uterus
Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan acquired (didapat) dan kelainan
yang timbul dalam proses perkembangan janin, defek duktus Mulleri yang dapat
dapat menyebabkan uterus unikornus, bikornus atau uterus ganda. Defek pada uterus
besar dan majemuk sekalipun tidak selalu disertai dengan abotus, bahkan lokasi
kausatif hanya bila hasil pemeriksaan klinis lainnya ternyata negatif dan histerogram
sering mengakibatkan jaringan parut uterus yang dapat mengalami rupture pada
abortus. Pada umumnya, semakin dekat tempat pembedahan tersebut dengan organ
panggul, semakin besar kemungkinan terjadinya abortus. Meskipun demikian, sering
kali kista ovarium dan mioma bertangkai dapat diangkat pada waktu kehamilan
Perlekatan intrauteri (sinekia atau sindroma Ashennen) paling sering terjadi akibat
tindakan kuretasu pada abortus yang terinfeksi atau pada missed abortion atau
endometrium yang sangat luas. Selanjutnya keadaan ini mengakibatkan amenore dan
abortus habitualis yang diyakini terjadi akibat endometrium yang kurang memadai
b. Uterus Septata
j. Inkompetensi Serviks
Kejadian abortus pada uterus dengan serviks yang inkompeten biasanya terjadi
pada trimester kedua. Ekspulsi jaringan konsepsi terjadi setelah membran plasenta
mengalami ruptur pada prolaps yang disertai dengan ballooning membran plasenta ke
dalam vagina.
B. Faktor Paternal
Hanya sedikit yang diketahui tentang peranan factor paternal dalam proses
menimbulkan zigot yang mengandung bahan kromosom yang terlalu sedikit atau
dekompensasi kordis, malnutrisi, nefritis, sifilis, keracunan (alcohol, nikotin, Pb, dan
C. Faktor Fetal
cacat. Kelainan berat biasanya menyebabkan kematian janin pada hamil muda.
kelainan kromosom, lingkungan kurang sempurna, dan pengaruh dari luar. Kelainan
kromosom merupakan kelainan yang sering ditemukan pada abortus spontan seperti
oleh poliploidi (21%), dan monosomi X (13%). Lingkungan yang kurang sempurna
Pengaruh dari luar, seperti radiasi, virus, obat-obat yang sifatnya teratogenik.
D. Faktor Plasenta
Pada plasenta, seperti endarteritis dapat terjadi dalam vili koriales dan
pertumbuhan dan kematian janin, keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda,
4. PATOFISIOLOGI
Proses abortus komplit dapat berlangsung secara spontan maupun sebagai komplikasi
dari abortus provokatus kriminalis maupun medisinalis. Proses terjadinya berawal dari
Selanjutnya, sebagian atau seluruh hasil konsepsi terlepas dari dinding uterus. Hasil
konsepsi yang terlepas menjadi benda asing terhadap uterus sehingga akan dikeluarkan
langsung atau bertahan beberapa waktu. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil
konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya karena vili koriales belum menembus desidua
secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 minggu sampai 14 minggu, vili koriales
menembus desidua lebih dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna
yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu
umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah adalan janin, disusul
kemudian oleh plasenta yang telah lengkap terbentuk. Perdarahan tidak banyak jika
5. GAMBARAN KLINIS
c. Umumnya pasien datang dengan rasa nyeri abdomen yang sudah hilang.
Umunya terjadi pervaginam derajat sedang sampai berat disertai dengan kram pada
perut bagian bawah, bahkan sampai ke punggung. Janin kemudian sudah keluar bersama-
sama plasenta pada abortus yang terjadi sebelum minggu ke-10, tetapi sesudah usia
kehamilan 10 minggu, pengeluaran janin dan plasenta akan terpisah. Bila plasenta
seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal dalam uterus, maka akan terjadi perdarahan.
Cepat atau lambat akan terjadi dan memberikan gejala utama abortus komplit.
Sedangkan, pada usia abortus dalam usia kehamilan yang lebih lanjut, sering perdarahan
berlangsung amat banyak dan kadang-kadang masif sehingga terjadi syok hipovolemik.
6. DIAGNOSIS
inspekulo, dan vaginal toucher. Palpasi tinggi fundus uteri pada abortus spontan komplit
dapat sesuai dengan umur kehamilan atau lebih rendah. Pemeriksaan penunjang berupa
USG akan menunjukkan adanya sisa jaringan. Tidak ada nyeri tekan ataupun tanda cairan
bebas seperti terlihat pada kehamilan ektopik yang terganggu. Pemeriksaan dengan
evakuasi sisa hasil konsepsi yang masih tertinggal. Menentukan ukuran sondase uterus juga
7. DIAGNOSIS BANDING
A. Molahidatidosa
Mola Hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana
tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa
ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm. Secara histopatologi
yang khas dari mola hidatidosa adalah edema stroma vili, tidak ada pembuluh darah
Pada awalnya gejala mola hidatidosa sama pada gejala awal kehamilan namun
kemudian perkembangannya lebih pesat, sehingga didapatkan besar uterus lebih besar
Perdarahan merupakan gejala utama mola hidatidosa yang biasa terjadi pada
bulan pertama sampai ke tujuh dengan rata-rata 12-14 minggu. Sifat perdarahan bisa
preeklampsia pada mola terjadi pada kehamilan lebih muda dari pada kehamilan
biasa. Pada USG didapatkan gambaran yang khas yaitu berupa badai salju (snow
flake pattern) atau gambaran seperti sarang lebah (honey comb).Pada kehamilan
mioma uteri.
B. Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang
telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Pada
dan mungkin merasa sedikit nyeri di perut bagian bawah yang tidak terlalu
walaupun mungkin tidak sebesar tuanya kehamilan. selain itu dapat dilakukan usaha
menggerakkan serviks uteri yang menimbulkan nyeri yang disebut nyeri goyang
serviks (+) atau slinger pain. Demikian pula kavum douglasi menonjol dan nyeri
Apabila kehamilan ektopik mengalami penyulit atau terjadi ruptur pada tuba
tempat lokasi nidasi kehamilan ini akan memberikan gejala dan tanda yang khas yaitu
timbulnya sakit perut mendadak yang kemudian diikuti dengan syok atau pingsan. Ini
Pada kehamilan ektopik terganggu nyeri adalah keluhan utama. Rasa nyeri
mula-mula terdapat pada satu sisi tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut,
rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut bawah. Darah dalam
rongga perut dapat merangsang diafragma sehingga menyebabkan nyeri bahu dan bila
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada KET. Hal ini
menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua.
dan gambaran kantong gestasi yang berisi mudigah berada diluar uterus. Apabila
sudah terganggu (ruptur) maka kantong gestasi sudah tidak jelas tetapi akan
didapatkan massa hiperekoik yang tidak beraturan , tidak berbatas tegas, dan
Bila tidak tersedia fasilitas USG dapat dilakukan pemeriksaan pungsi kavum
Douglasi (kuldosentesis).
8. PENANGANAN
a. Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 tablet selama 3-5 hari.
b. Bila pasien anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus atau transfuse darah.
9. PROGNOSIS
mengalami tiga kali abortus spontan akan berkisar antara 70-85% tanpa tergantung pada
pengobatan yang dilakukan. Abortus spontan komplit yang dievakuasi lebih dini tanpa
1. Wiknjosastro, Hanifa. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwno
Prawirohardjo, 302-312.
2. Cunningham, Gary, F. dkk. 2009. Obstetri Williams Vol. 1. Jakarta: EGC, 226-250.
5. Oakley, C. Warnes, CA. 2007. Heart Disease in Pregnancy 2nd Ed. USA: Blackwell
Publishing, 136.
Healthcare, 79-85.
7. Jung et al. 2015. Body Mass Index at Age 18-20 and Later Risk of Spontaneous
Abortion in The Health Examinees Study (HEXA). BMC Pregnancy and Childbirth,
8. Julia et al. 2009. Exposure To Maternal and Paternal Tobacco Consumption and Risk
CMAJ, 185(5).
11. Torchinsky, A. Toder, V. 2007. Does The Maternal Immune System Regulate The
12. Andersen, AN. Wohlfahrt, J. Christens, P. Olsen, J. Melbye, M. 2000. Maternal Age
and Fetal Loss: Population Based Register Linkage Study. BMJ Vol 320: 1708-12.
13. Seidman, DS. Goldenberg, M. 2007. Uterine Anomalies And Recurrent Pregnancy
14. Mason, VC. de Chabert, RA. 1963. Incompetent Cervix. New York: Journal of The
http://dx.doi.org/10.12669/pjms.293.3388
17. Kim et al. 2010. Chromosomal Abnormalities in Spontaneous Abortion After Assisted
http://www.biomedcentral.com/1471-2350/11/153
18. Bickhaus et al. 2013. Re-examining Sonographic Cut-off Values for Diagnosing Early
19. Griebel, C. Halvorsen, J. Golemon, TB. Day, AA. 2005. Management of Spontaneous
Abortion. University of Illinois College of Medicine at Peoria, Illionis. Vol. 72, No. 7.
Available on http://www.aafp.org/afp
BAYI POST MATUR
1. Definisi
poacamaturitas, adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau
2. Epidemiologi
Martin et all, 2007 menyebutkan bahwa insiden kehamilan postterm adalah sekitar 7%
genetik.
3. Etiologi
Sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan postterm belum jelas. Beberapa
● Pengaruh progesteron
● Teori Oksitosin
persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada
usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan
postterm.
● Teori Kostisol/ ACTH janin
hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan
menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat
● Herediter
kehamilan postterm.
4. Patofisiologi
Patogenesis kehamilan postterm masih belum diketahui pasti. McLean et all, 1995
(CRH) yang diproduksi plasenta dengan usia kehamilan. Sintesis CRH oleh plasenta
meningkat secara eksponensial selama kehamilan dan puncaknya pada saat persalinan. Ellis
kenaikan eksponensial lebih cepat daripada yang melahirkan cukup bulan, sedangkan pada
wanita yang melahirkan postterm laju kenaikan lebih lambat. Data ini menunjukkan bahwa
persalinan postterm terjadi karena perubahan dalam mekanisme biologis yang mengatur
usia kehamilan.
CRH dapat langsung merangsang produksi adrenal janin dari DHEAS, prekursor
untuk sintesis estriol plasenta. Konsentrasi CRH plasma maternal berhubungan dengan
konsentrasi estriol. Peningkatan estriol akibat meningkatnya CRH pada akhir gestasi lebih
cepat dibandingkan tingkat estradiol yang mengarah ke peningkatan estriol rasio estradiol
kehamilan. Bersamaan dengan peningkatan konsentrasi progesteron plasma ibu yang terjadi
di masa gestasi, akan menurun saat akhir kehamilan. Hal ini karena inhibisi CRH pada
menurun sebagai tindakan estriol (menyebabkan kontraksi) yang meningkat saat terjadinya
persalinan. Akan tetapi hal ini masih belum diketahu di kehamilan postterm. 2
5. Diagnosis
Riwayat Haid 1
Diagnosis kehamilan postterm tidak sulit untuk ditegakkan bilamana HPHT diketahui
Berdasarkan riwayat haid, seorang penderita yang ditetapkan sebagai kehamilan postterm
abnormal
- tisak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang berlangsung
lewat bulan.
6 minggu.
kehamilan 18-20 minggu. Pada primi gravida dirasakan sekitar usia kehamilan 18
● Denyut Jantung Janin (DJJ). Dengan stetoskop Laennec, DJJ mulai bisa
didengarkan pada usia kehamilan 18-20 minggu, sedangkan dengan Doppler dapat
- Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop
Laennec.
lebih 4 hari dari taksiran persalinan. Pada usia kehamilan 16-26 minggu, ukuran biparietal
dan panjang femur memberikan ketepatan sekitar 7 hari dari taksiran persalinan.
Pemeriksaan sesaat setelah trimester III dapat digunakan untuk menentukan berat janin,
keadaan air ketuban, ataupun keadaan plasenta yang sering berkaitan dengan kehamilan
Pemeriksaan Radiologi
femur bagian diatal paling dini dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu, epifisis tibia
proksimal terlihat setelah usia kehamilan 36 minggu, dan epifisis kuboid pada kehamilan
40 minggu. Cara ini sekarang jarang dipakai karena pengaruh radiologik yang kurang baik
terhadap janin.
Pemeriksaan Laboratorium
● Kadar lesitin/ spingomielin
Bila kadar lesitin/ spingomielin dalam cairan amnion kadarnya sama, maka usia
kehamilan sekitar 22-28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar spingomielin: 28-32 minggu,
pada kehamilan denap bulan rasio menjadi 2:1. Pemeriksaan ini digunakan untuk
Pada usia kehamilan 41-42 minggu ATCA berkisar antara 45-65 detik, pada umur
kehamilan > 42 minggu didapatkan ATCA < 45 detik. Bila didapatkan antara 42-46
Pengecatan nile lue sulphate dapat melihat sel lemak pada amnion. Bila jumlah sel
melebihi 10% maka kehamilan diperkirakan 36 minggu, dan apabila 50% atau lebih
pada plasenra, dan hal ini dapat menyebabkan gawat janin bahkan kematian
janin intrauterin.
o Berat janin
Bila terjadi peruahan anatomi yang besar pada plasenta, maka terjadi
penurunan berat janin. Zwerdling menyatakan bahwa rata-rata berat janin >
kehamilan genap bulan sebesar 30,6%. Resiko persalinan bayi dengan berat >
4000 gram pada kehamilan postterm meningkat 2-4 kali lebih besar dari
kehamilan biasa.
o Sindroma postmaturitas
lebih keras, hilangnya verniks kaseosa dan lanugo, maserasi kulit terutama
daerah lipat paha dan genital luar, warna cokelat kehijauan atau kekuningan
pada kulit dan tali pusat, dan rambut kepala banyak atau tebal. Tanda
janin
o Aspek emosi ibu dan keluarga menjadi cemas bilamana kehamilan terus
7. Penatalaksanaan
Pengelolaan aktif yaitu dengan melakukan persalinan anjuran pada usia kehamilan
diperhatikan:
Pengelolaan kehamilan:
o Jika serviks telah matang (dengan nilai Bishop >5) dilakukan induksi
▪ Fetal Non Stress test (NST) dan penilaian volume kantong amnion.
▪ Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes pada
kemudian
janin.
janin
dan dilanjutkan dengan resusitasi sesuai dengan prosedur pada janin dengan
8. Komplikasi
Komplikasi pada bayi baru lahir meliputi suhu yang tidak stabil, hipoglikemi,
polisitemi, dan kelanian neurologik. Komplikasi pada ibu adalah distosia persalinan, partus
9. Prognosis
Persalinan adalah saat paling berbahaya bagi janin postterm sehingga setiap
dilaksanakan di rumah sakit dengan pelayanan operatif dan perawatan neonatal yang
memadai. Kematian janin akibat kehamilan postterm terjadi pada 30% sebelum persalinan,
Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. h 685-695
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3991404/
KETUBAN PECAH DINI (KPD)
A. Definisi
waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum
waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD
yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
setelah ditunggu satu jam belum memulainya tanda persalinan. Dalam keadaan normal 8 –
10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini. Ketuban pecah dini
B. Etiologi
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau
adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher
atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka
semakin besar.
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
a. Trauma
b. Gemelli
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada kehamilan
ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi
rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan
dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban
c. Makrosomia
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan
d. Hidramnion
dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis
Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami
disproporsi).
5. Korioamnionitis
6. Penyakit Infeksi
10. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu.
C. Manifestasi Klinis
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma
air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih
merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan
berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila Anda duduk atau
berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau
Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat
D. Diagnosis
● Cairan ketuban yang khas jika keluar cairan ketuban sedikit-sedikit, tampung cairan
● Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakan sedikit bagian terbawah janin atau
merah berubah menjadi biru menunjukan adanya cairan ketuban (alkalis). pH normal
dari vagina adalah 4-4,7 sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1-7,3. Tes tersebut
dapat memiliki hasil positif yang salah apabila terdapat keterlibatan trikomonas, darah,
● Tes Pakis, dengan meneteskan cairan ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering.
Pemeriksaan mikroskopik menunjukan kristal cairan amniom dan gambaran daun pakis.
● Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38 C serta cairan ketuban keruh dan
berbau.
● Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif ( terminasi kehamilan )
E. Pemeriksaan Penunjang
a. Ultrasonografi
Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kematangan paru janin.
c. Pemantauanjanin
d. Protein C-reaktif
F. Terapi
1. Konservatif
● Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut, pikirkan solusio plasenta
● Jika ada tanda-tanda infeksi (demam dan cairan vagina berbau), berikanantibiotika
● Jika usia kehamilan 32 - 37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, beri
2. Aktif
● Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
● Indikasi melakukan induksi pada ketuban pecah dini adalah sebagai berikut :
1. Pertimbangan waktu dan berat janin dalam rahim. Pertimbangan waktu apakah
6, 12, atau 24 jam. Berat janin sebaiknya lebih dari 2000 gram.
2. Terdapat tanda infeksi intra uteri. Suhu meningkat lebih dari 38°c, dengan
Terapi lanjutan
1. Evaluasi suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali didahului
2. Lakukan pemantauan DJJ. Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum persalinan adalah
tindakan yang adekuat sepanjang DJJ dalam batas normal. Pemantauan DJJ ketat
dengan alat pemantau janin elektronik secara kontinu dilakukan selama induksi
oksitosin untuk melihat tanda gawat janin akibat kompresi tali pusat atau induksi.
hal-hal berikut:
G. Komplikasi
● Persalinan premature
● Deformitas janin
H. Prognosis
Prognosis umumnya bonam pada ibu, namun dubia ad bonam pada janin
Referensi
1. Prawirohardjo, S. Saifuddin, A.B Rachimhadhi, T. Wiknjosastro Gulardi H. Ilmu
2. Kementrian RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
3. Kementrian RI dan IDI. Buku Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Pelayan Primer,
DISTOSIA
Distosia adalah partus yang tidak normal yang disebabkan kekuatan daya
pendorong (power), kelainan jalan lahir (passage) dan/atau kelainan pada janin
(Passenger). Bila dari ketiganya ditemukan satu/ lebih dalam persalinan dapat
mengakibatkan :
· Kemacetan Partus
· Partus lama
· Partus kasep
· Ruptur uteri
v DIAGNOSIS
§ HIS normal
1. Fundal dominant
2. Relaksasinya cukup.
3. Frekwensi 2-4 menit sekali( 10 menit/3 kali).
4. Intensitas cukup ( 50-60 mmHg ).
5. Lama kontraksi 40-60 detik.
1. His Hipotonik :
n Ibu tidak begitu nyeri, umumnya terjadi pada fase aktif.
n Pendataranm / pembukaan tidak sesuai kurve friedman.
n Terapi: Suportif, amniotomi, dan uterotonika
2. His Hipertonik :
n Terasa lebih nyeri, sering terjadi pada fase laten.
n Terapi: Sedatif.
2. Tempat penyempitan.
n Pintu atas panggul.
n Pintu tengah panggul.
n Pintu bawah panggul.
3. Kemampuan panggul.
n Berdasar kemampuan panggul dilewati kepala atau badan.
n Cara pemeriksaan: Penurunan kepala, Osborn test, muller test, kemajuan
persalinan ( pantogram ).
Kriteria diagnosa :
v Tatalaksana
1. Sectio sesaria.
2. Keadaan border line dapat dilakukan :
a. Trial of labour. yaitu evaluasi terus menerus kemajuan persalinan ( kurve
friedman ).
b. Test of labour, pembukaan lengkap ketuban pecah/dipecah, selama 1 jam setelah
his adekuat : kepala dapat melewati PAP.
- Infeksi intrapartum
- Ruptura uteri
- Pembentukan fistula
- Kaput suksedaneum
DAFTAR PUSTAKA
4. Kementrian RI dan IDI. Buku Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Pelayan Primer,
Standar Pelayanan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama, Edisi 1. Jakarta: 2013.
PROLAPS TALI PUSAT
Prolaps tali pusat adalah tali pusat berada di samping atau melewati bagian terendah
janin dalam jalan lahir sebelum ketuban pecah.Talipusat dapat berada dalam vagina ( occult
prolapse ) atau berada diluar vagina (di perineum). Prolapsus talipusat melalui dilatasi
servik yang masih belum lengkap Prolaps umbilical cord dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
● Tali pusat terkemuka, bila tali pusat berada dibawah bagian terendah janin dan
● Occult prolapsed ( tali pusat tersembunyi ) adalah keadaan dimana tali pusat terletak
di samping kepala atau di dekat pelvis tapi tidak dalam jangkauan jari pada
pemeriksaan vagina Tali pusat lebih mungkin mengalami prolapsus jika ada sesuatu
yang mencegah bagian presentasi janin di segmen bawah uterus atau penurunannya
ke dalam panggul ibu. Presentasi tali pusat dan tali pusat tersembunyi jarang
dilakukan pada semua kasus persalinan, seperti pada persalinan preterm atau jika
EPIDEMOLOGI
Insiden teerjadinya prolapse tali pusat adalah 1 : 3000 kelahiran, tali pusat
menumbung kira-kira 1 : 2000 kelahiran, tetapi insiden dari tali pusat tersembunyi 50%
tidak diketahui. Myles melaporkan hasil penelitiannya dalam kepustakaan dunia bahwa
angka kejadian prolapse tali pusat berkisar antara 0,3% - 0,6% persalinan. Keadaan
prolapse tali pusat lebih mungkin terjadi pada malpresentasi atau malposisi janin, antara
lain : presentasi kepala (0,5%), letak sungsang (5%),presentasi kaki (15%), dan letak
lintang (20%). Prolapse ttali pusat juga sering terjadi jika tali pusat panjang dan jika
plasenta letak rendah. Mortalitas terjadinya tali pusat menumbung pada janin sekitar 11-
17%. Penjepitan dan tekanan tali pusat oleh bagian terendah janin terutama kepala
menyebabkan gangguan fungsi sirkulasi uteroplasenta yang membuat janin kekurangan
Etiologi
1. Presentasi atau letak janin yang tidak normal seperti letak lintang terutama pada
b) letak sungsang
2. Keadaan dimana presentasi janin masih tinggi atau belum masuk PAP, seperti pada
3. Polihidramnion, dimana air ketuban lebih banyak dari normal sehingga sewaktu
ketuban pecah, air ketuban keluar sering disertai prolapse tali pusat.
4. Kehamilan ganda, prolaps tali pusat sering terjadi saat melahirkan bayi yang kedua
5. Ada kelainan pada tali pusat seperti tali pusat yang panjang atau insersi tali pusat di
6. Kondisi obstetri dimana pintu atas panggul tidak sepenuhnya ditempati dengan
DIAGNOSIS
Manifestasi Klinis
● Tali pusat kelihatan menonjol keluar dari vagina.
● Tali pusat dapat dirasakan/ diraba dengan tangan didalam bagian yang lebih sempit
dari vagina.
● Keadaan jalan lahir yang berbahaya mungkin terjadi sebagai mana tali pusat ditekan
● Hipoksia Janin
Pemeriksaan Penunjang
Jika tali pusat dapat diraba pada pemeriksaan vagina, harus dicari pulsasinya dan
bunyi jantung janin diperiksa untuk menentukan apakah masih rentang normal atau
menunjukkan takikardia atau bradikardia. Bunyi jantung normalnya 120-140x per menit.
Diagnosis prolapsus tali pusat ditegakkan jika pada pemeriksaan dalam teraba tali
pusat yang berdenyut pada pemeriksaan vagina atau jika tali pusat tampak keluar dari
vagina, namun adakalanya hal ini tidak teraba pada pemeriksaan dalam yang disebut occult
prolapse / tali pusat tersembunyi. Selain itu prolapsus tali pusat harus dicurigai bila bunyi
jantung janin menjadi tidak teratur disertai dengan periodik bradikardi atau takikardi
dengan durasi bervariasi. Diagnosis pasti juga dapat ditegakkan melalui pemeriksaan
Dua masalah utama yang terjadi pada tali pusat dan keduanya akan menyebabkan
deselerasi lambat yang sangat dalam atau deselerasi berkepanjangan tunggal. Gambaran
CTG seperti ini merupakan indikasi untuk melakukan vaginal touche untuk melihat
kemungkinan adanya prolapsus talipusat. Pada beberapa keadaan diagnosa sangat mudah
ditegakkan yaitu dengan terlihatnya tali pusat di luar vagina, namun dugaan diagnosa yang
mendorong perlunya dilakukan pemeriksaan VT adalah adanya gambaran CTG yang sangat
mencurigakan diatas.
Sangat dianjurkan untuk memeriksa kemungkinan adanya prolapsus tali pusat pasca
Tatalaksana
Prolapsus tali pusat merupakan suatu keadaan darurat yang membutuhkan intervensi
Bila tali pusat masih berdenyut namun pembukaan belum lengkap, dapat
dilakukan reposisi tali pusat. Masukkan gumpalan kain kasa tebal ke dalam jalan
Jaga agar tali pusat tidak mengalami tekanan dan terjepit oleh bagian terendah
panggul.
Jika reposisi berhasil,tekan fundus uteri agar bagian terdepan / terbawah janin
turun.Kalau perlu berikan oksitoksin drips dan tunggu partus spontan. Jika
reposisi tidak berhasil dorong bagian terdepan ke atas agar tali pusat tidak
tertekan dan letakkan ibu dalam posisi terndelenberg atau posisi sims dengan
bantal diletakkan dibawah perut atau pinggul ibu dan segera untuk dilakukan
seksio cesarea dengan tangan tetap dipertahankan dalam vagina sampai bayi
lahir.
Komplikasi
1. Pada Ibu
pembuluh korion sehingga terjadi bakterimia dan sepsis pada ibu dan janin.
2. Pada janin
a. Gawat janin
oksigen
1) Frekuensi bunyi jantung janin kurang dari 120 x / menit atau lebih dari
160 x / menit.
dan terarah) akibat dari rusaknya otak karena trauma lahir atau patologi intrauterin
Daftar Pustaka
2. Wikajosastro, H., 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Definisi
Menurut AAP asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh kurangnya O2
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian.
Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.Pada bayi yang mengalami
kekurangan oksigen akan terjadi pernapasan yang cepat dalam periode yang
singkat.Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga
mulai menurun, sedangkan tonus neuromuscular berkurang secara berangsur – angsur dan
bayi memasuki periode apnea yang dikenal sebagai apne primer. Perlu diketahui bahwa
kondisi pernafasan megap-megap dan tonus otot yang turun juga dapat terjadi akibat obat-
obat yang diberikan kepada ibunya. Biasanya pemberian perangsangan dan oksigen
selama periode apnea primer dapat merangsang terjadinya pernafasan spontan. Apabila
asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan megap – megap yang dalam, denyut
jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat
lemas (flaccid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode
Etiologi
a. Faktor ibu
3) Simpul talipusat
4) Prolapsus talipusat.
c. Faktor bayi
2)Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep)
3)Kelainan bawaan(kongenital)
Manifestasi klinik
c. Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ lain
f. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan
darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama
proses persalinan
g. Takipneu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau nafas
tidak teratur/megap-megap
j. Pucat
Sk 0 1 2
or
ada
ada lambat
menangis
tungkai tungkai
flek flek
si si
ada s
ru
sesudah bayi lahir. Akan tetapi, penilaian bayi harus dimulai segera sesudah
denyut jantung atau warna bayi, maka penilaian ini harus dilakukan segera.
Intervensi yang harus dilakukan jangan sampai terlambat karena menunggu hasil
Diagnosis
Untuk dapat menegakkan gawat janin dapat ditetapkan dengan melakukan pemeriksaan
sebagai berikut :
Frekeunsi denyut jantung janin normal antara 120–160 kali per menit. Peningkatan
kecepatan denyut jantung umum nya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekeunsi
turun sampai dibawah 100 per menit diluar his, dan lebih – lebih jika tidak teratur, hal
Mekonium pada presentasi - sunsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi –
merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bil ahal itu dapat dilakukan dengan
mudah.
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukan lewat servik dibuat sayatan kecil
pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya.
Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apa bila pH itu turun sampai di bawah 7,2
Penatalaksanaan
Bayi baru lahir dalam apnu primer dapat memulai pola pernapasan biasa, walaupun
mungkin tidak teratur dan mungkin tidak efektif, tanpa intervensi khusus. Bayi baru
lahir dalam apnu sekunder tidak akan bernapas sendiri. Pernapasan buatan atau
tindakan ventilasi dengan tekanan positif (VTP) dan oksigen diperlukan untuk membantu
bayi memulai pernapasan pada bayi baru lahir dengan apnu sekunder.
Langkah-langkah resusitasi neonatus
Bila semua jawaban ”ya” maka bayi dapat langsung dimasukkan dalam prosedur
perawatan rutin dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi dikeringkan, diletakkan di dada
ibunya dan diselimuti dengan kain linen kering untuk menjaga suhu. Bila terdapat jawaban
”tidak” dari salah satu pertanyaan diatas maka bayi memerlukan satu atau beberapa
Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut. Nafas pertama setelah lahir,
dengan kondisi atau penyakit paru – paru yang berakibat turunnya compliance,
Observasi gerak dada bayi : adanya gerakan dada bayi turun naik merupakan bukti
bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik
nafas dangkal.
Observasi gerak perut bayi: gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi
yang efektif. Gerak paru mungkin disebabkan masuk nya udara kedalam lambung.
Penilaian suara nafas bilateral: suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop.
Adanya suara nafas di kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat
ventilasiyang benar.
tekanan dengan mengurangi meremas balon. Apabila dengan tahapan diatas dada bayi
masih tetap kurang berkembang sebaiknya dilakukan intubasi endotrakea dan ventilasi
pipa-balon.
3. Kompresi dada
a. Epinefrin
b. Bikarbonat Natrium4,2%
c. Dekstron 10%
d.Nalokson
DAFTAR PUSTAKA
edisi 2008
Saifuddin A. Perdarahan pada kehamilan muda dalam Buku Panduan Praktis Pelayanan
ms 33-35
RETENSIO PLASENTA
DEFINISI
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau
1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena uterus kurang kuat untuk
melepaskan plasenta atau plasenta melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut
tingkat perlekatannya:
dalam.
b. Plasenta inkreta: vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
dinding rahim.
Gambar Kelainan perlekatan plasenta pada dinding uterus
2. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum disebabkan adanya
lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala
III) yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata). Plasenta mungkin
pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu
keduanya harus dikosongkan. Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan
terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas sebagian maka akan
PENATALAKSANAAN
plasenta belum lahir dalam 1/2-1 jam setelah bayi lahir terlebih lagi apabila disertai
perdarahan. Dapat dicoba dulu perasat menurut Crede.Tindakan ini sekarang tidak banyak
dianjurkan karena kemungkinan terjadinya inversio uteri dan tekanan yang keras pada
uterus dapat pula menyebabkan perlukaan pada otot uterus dan rasa nyeri keras dengan
kemungkinan syok.
Perasat crede dimaksudkan untuk melahirkan plasenta yang belum terlepas dengan
ekspresi. Perasat ini dapat dilakukan jika kontraksi uterus baik dan vesika urinaria kosong.
Pelaksanaannya dengan cara memegang fundus uteri dengan tangan kanan sehingga ibu
jarit erletak pada permukaan depan uterus sedangkan jari lainnya pada fundus dan
permukaan belakang, bila ibu gemuk hal ini tidak dapat dilaksanakan dan sebaiknya
langsung dikeluarkan secara manual. Setelah uterus berkontraksi baik, maka uterus di tekan
ke arah jalan lahir. Gerakan jari seperti memeras jeruk. Perasat crede tidak dilakukan jika
Salah satu cara lain untuk membantu pengeluaran plasenta adalah cara Brandt.
Dengan salah satu tangan, penolong memegang tali pusat dekat vulva. Tangan yang lain
diletakkan pada dinding perut di atas simfisis sehingga permukaan palmar jari-jari tangan
terletak di permukaan depan rahim, kira-kira pada perbatasan segmen bawah rahim.
Dengan melakukan tekanan ke arah dorsokranial, maka badan rahim akan terangkat.
Apabila plasenta telah lepas, maka tali pusat tidak akan tertarik ke atas. Kemudian tekanan
di atas simfisis di arahkan ke arah dorsokranial, ke arah vulva. Pada saat ini dilakukan
tarikan ringan pada tali pusat untuk membantu mengeluarkan plasenta. Yang selalu tidak
dapat dicegah ialah bahwa plasenta tidak dapat dilahirkan seluruhnya, melainkan sebagian
Pengeluaran plasenta dengan tangan atau pelepasan plasenta secara manual (manual
plasenta) kini dianggap cara yang paling baik. Dengan tangan kiri menahan fundus uteri
supaya uterus jangan naik ke atas, tangan kanan dimasukkan ke dalam kavum uteri. Dengan
mengikuti tali pusat, tangan itu sampai di plasenta dan mencari pinggir plasenta. Kemudian
jari-jari tangan itu dimasukkan antara pinggir plasenta dan dinding uterus. Biasanya tanpa
kesulitan plasenta sedikit demi sedikit dapat dilepaskan dari dinding uterus untuk kemudian
secara manual meningkatkan insidensi infeksi, namun tidak boleh dilupakan bahwa perasat
ini justru bermaksud untuk menghemat darah dan dengan demikian menurunkan kejadian
infeksi.
Banyak kesulitan dialami dalam pelepasan plasenta pada plasenta akreta. Plasenta
hanya dapat dikeluarkan sepotong demi sepotong dan bahaya perdarahan serta perforasi
Pada plasenta yang sudah lepas, akan tetapi terhalang untuk dilahirkan karena
vagina dibantu oleh anestesia umum melonggarkan konstriksi. Dengan tangan tersebut
sebagai petunjuk dimasukkan cunam ovum melalui lingkaran konstriksi untuk memegang
plasenta, dan perlahan-lahan plasenta sedikit demi sedikit ditarik ke bawah melalui tempat
sempit itu.
sehingga diyakinkan tidak ada jaringan plasenta yang tertinggal. Sebagian dokter
cenderung mengusap kavum uteri dengan spons/kassa, apabila hal ini dilakukan, perlu
Setelah plasenta lahir fundus uteri harus selalu dipalpasi untuk memastikan bahwa
uterus berkontraksi dengan baik. Apabila uterus tidak keras, maka masase fundus
diindikasikan. Biasanya oksitosin diberikan 20 IU dalam 1000 ml ringer laktat atau normal
salin dengan kecepatan tetesan sekitar 10 tetes/ menit ditambah dengan masase uterus akan
menimbulkan kontraksi yang efektif. Apabila oksitosin yang diberikan secara infus cepat
tidak efektif, beberapa dokter memberikan turunan ergot (metilergonvin) 0,2mg intravena
atau intramuskuler. Obat ini dapat merangsang uterus berkontraksi cukup kuat untuk
menghentikan perdarahan. Obat ini dikontraindikasikan pada wanita dengan preeklamsia
Dosis dan cara IV: 20 unit dalam 1 IM atau IV (lambat): 0,2 Oral atau rektal
pemberian awal L NS dengan mg 400 mg
tetesan cepat
IM : 10 unit
Dosis lanjutan IV: 20 unit dalam 1 Ulangi 0,2 mg IM 400 mg 2-4 jam
L NS dengan 40 setelah 15 menit. setelah dosis awal
tetes/ menit
Bila masih diperlukan
beri IM/IV setiap 2-4
jam
DAFTAR PUSTAKA
1. Saifuddin, A.B, ed. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
3. Cunningham, F.Gary et all. Obstetri Williams Vol. 1 Edisi 21. Jakarta. EGC. 2006
klinikobgin-kelainan-persalinan-perdarahan-postpartum_jpg.mht
RUPTUR PERINEUM
Ruptur perineum adalah suatu kondisi robeknya perineum yang terjadi pada persalinan
pervaginam. Diperkirakan lebih dari 85% wanita yang melahirkan pervaginam mengalami
ruptur perineum spontan, yang 60% - 70% di antaranya membutuhkan penjahitan. Angka
Gejala Klinis
● Perdarahan pervaginam
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Penunjang: -
Robekan terjadi hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit
perineum.
b. Derajat II
Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinea transversalis, tetapi tidak
c. Derajat III
Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dengan pembagian
sebagai berikut:
d. Derajat IV
Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dan mukosa rektum
Gambar Pemeriksaan Vagina.
Penatalaksanaan
melakukan penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan sampai
terjadi ruang kosong terbuka kearah vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-
bekuan darah yang akan menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka. Selain itu
dapat dilakukan dengan cara memberikan antibiotik yang cukup (Moctar, 2005).
a. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera
memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta lahir
tidak lengkap.
b. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan
bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan lahir, selanjutnya
arah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi lapis, dari lapis dalam kemudian
lapis luar.
2) Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan
dan aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan segera dijahit dengan
menggunakan benang catgut secara jelujur atau dengan cara angka delapan.
robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih dahulu sebelum
4) Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada dinding depan
rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal
karena robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian dijahit antara 2-3
jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit
• Penatalaksanaan farmakologis:
a. Derajat I
• Bila hanya ada luka lecet, tidak diperlukan penjahitan. Tidak usah menjahit ruptur
catgut yang dijahitkan secara jelujur (continuous suture) atau dengan cara angka
b. Derajat II
• Ratakan terlebih dahulu pinggiran robekan yang bergerigi, dengan cara mengklem
meratakannya.
Teknik penjahitan
Bagi bidan tentunya harus menyesuaikan dengan wewenang bidan yang diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464 Tahun 2010
tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, pada pasal 10 ayat 3 butir (b) yaitu
robekan secara keseluruhan. Jika robekan terjadi pada derajat III dan IV, segera
pada robekan tingkat jika terjadi. Untuk mendiagnosa berapa derajat robekan dan
dilihat juga apakah meluas dan terus berdarah. Penggunaan anestesi diperlukan
agar dapat mengurangi nyeri agar ibu bisa tenang sehingga operator dapat
2) Jika daerah apex luka sangat jauh dan tidak terlihat, maka jahitan pertama
ditempatkan pada daerah yang paling distal sejauh yang bisa dilihat kemudian
diikat dan ditarik agar dapat membawa luka tersebut hingga terlihat dan dapat
sampai ke cincin hymen, dan berakhir pada mukos vagina dan fascia
4) Otot pada badan perineum diidentifikasi, dapat dilihat pada gambar berikut
ini.
Gambar Penjahitan Laserasi Perineum derajat II (Leeman et al, 2003).
bulbokavernosus dijahit dengan cara yang sama. Gunakan jarum yang besar
untuk mendapatkan hasil jahitan yan baik. Ujung otot bulbokavernosus ditarik
kearah posterior kemudian kearah superior, dapat dilihat pada gambar berikut
ini.
Gambar Penjahitan otot bulbokavernosus dengan cara terputus (Leeman et al, 2003).
6) Jika robekan memisahkan fascia retrovaginal dari badan perineum,
sambungkan fascia dengan dua jahitan vertikal secara terputus dengan benang
Gambar Penjahitan septum rektovaginal pada badan perineum (Leeman et al, 2003).
untuk menutupi luka kutaneus. Jahitan kulit yang rapih ditentukan oleh aposisi
8) Gunakan benang vicryl 4-0 untuk menjahit kulit. Mulailah penjahitan pada
bagian posterior dari apex kulit dengan jarak 3 mm dari tepi kulit.
c. Cuci perineumnya dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3 sampai 4 kali
perhari.
kembali lebih awal jika ia mengalami demam atau mengeluarkan cairan yang
berbau busuk dari daerah lukanya atau jika daerah tersebut menjadi lebih nyeri.
Sarana-Prasarana
1. Lampu
2. Kassa steril
4. Hecting set
2. Kementrian RI dan IDI. Buku Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Pelayan Primer,
Definisi
Perdarahan post partum (PPP) adalah perdarahan yang masif yang berasal dari
tempat implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir, dan jaringan sekitarnya dan
merupakan salah satu penyebab kematian ibu disamping perdarahan karena hamil
melebihi 500 ml setelah bayi lahir atau yang berpotensi mengganggu hemodinamik ibu.
Berdasarkan saat terjadinya, PPP dapat dibagi menjadi PPP primer dan PPP
sekunder. PPP primer adalah perdarahan post partum yang terjadi dalam 24 jam pertama
setelah persalinan dan biasanya disebabkan oleh atonia uteri, robekan jalan lahir, dan
sisa sebagian plasenta. Sementara PPP sekunder adalah perdarahan pervaginam yang
lebih banyak dari normal antara 24 jam hingga 12 minggu setelah persalinan, biasanya
Epidemologi
Kematian ibu 45% terjadi pada 24 jam pertama setelah bayi lahir, 68-73% dalam
satu minggu setelah bayi lahir, dan 82-88% dalam dua minggu setelah bayi lahir.
Klasifikasi
menjadi 2, yaitu :
a. Usia ibu
Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari
yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia
b. Jumlah gravida
Ibu- ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali atau yang termasuk
Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian
d. Antenatal Care
fisik dan mental ibu serta anak selama dalam kehamilan, persalinan dan nifas
bagi kasus risiko tinggi terutama perdarahan yang selalu mungkin terjadi
Hal ini disebabkan karena dengan adanya antenatal care tanda- tanda dini
e. kadar Haemoglobin
darah sebanyak 500 ml atau lebih, dan jika hal ini terus dibiarkan tanpa
adanya penanganan yang tepat dan akurat akan mengakibatkan turunnya
Faktor Risiko
− Solusio plasenta,
− Plasenta previa,
− Kehamilan ganda,
− Preeklampsia,
− Khorioamnionitis,
− Hidramnion,
− IUFD,
− Multiparitas,
− Episiotomi,
− Distosia,
− Amnionitis,
− Preeklampsia,
− Persalinan abnormal,
− Anestesia umum,
− Akibat anestesi
− Multiparitas
b. Sisa plasenta
− Plasenta susenturiata
− Ruptura uteri
• Gangguan koagulasi
− Trombofilia
− Sindrom HELLP
− Preeklampsi
− Solutio plasenta
Diagnosis
Perdarahan yang langsung terjadi setelah anak lahir tetapi plasenta belum lahir
biasanya disebabkan oleh robekan jalan lahir. Perdarahan setelah plasenta lahir, biasanya
disebabkan oleh atonia uteri. Atonia uteri dapat diketahui dengan palpasi uterus. Fundus
uteri tinggi di atas pusat, uterus lembek, kontraksi uterus tidak baik.Sisa plasenta yang
tertinggal dalam kavum uteri dapat diketahui dengan memeriksa plasenta yang lahir
apakah lengkap atau tidak kemudian eksplorasi kavum uteri terhadap sisa plasenta, sisa
selaput ketuban, atau plasenta suksenturiata (anak plasenta). Eksplorasi kavum uteri
dapat juga berguna untuk mengetahui apakan ada robekan rahim.Laserasi (robekan)
dan mencatat jumlah, tipe dan sisi perdarahan dengan menimbang dan menghitung
a. Nilai tanda-tanda syok: pucat, akral dingin, nadi cepat, tekanan darah rendah.
c. Pemeriksaan obstetrik:
Pemeriksaan Penunjang
Perdarahan post partum bukanlah suatu diagnosis akan tetapi suatu kejadian yang
dipikirkan
1. - Perdarahan segera setelah anak lahir Atonia Uteri
bayi lahir
abdomen
Penatalaksanaan
Tatalaksana Awal
− Pasang infus intravena dengan kanul berukuran besar (16 atau 18) dan mulai
pemberian cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat atau Ringer Asetat)
total Kehilangan
darah) Darah)
120 80x/menit Hanga <10% <600 ml (asumsi -
t berat
badan 60 kg)
100 100x/menit Pucat ± 15% 900 ml 2000-3000 ml
<90 >120x/menit Dingi ± 30% 1800 ml 3500-5500 ml
n
<60-70 >140x/ menit Basah ± 50% 3000 ml 6000-9000 ml
sampai tak
teraba
− Periksa kondisi abdomen: kontraksi uterus, nyeri tekan, parut luka, dan tinggi
fundus uteri.
− Periksa jalan lahir dan area perineum untuk melihat perdarahan dan laserasi (jika
− Pasang kateter Folley untuk memantau volume urin dibandingkan dengan jumlah
cairan yang masuk. (CATATAN: produksi urin normal 0.5-1 ml/kgBB/jam atau
sekitar 30 ml/jam)
− Jika kadar Hb< 8 g/dl rujuk ke layanan sekunder (dokter spesialis obsgin)
− Jika fasilitas tersedia, ambil sampel darah dan lakukan pemeriksaan: kadar
− Tentukan penyebab dari perdarahannya (lihat tabel penyebab di atas) dan lakukan
Atonia Uteri
uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi lasenta setelah
1. Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang bersalin
karena hal ini dapat menurunkan insidens perdarahan pascapersalinan akibat atonia
uteri.
2. Pemberian misoprostol peroral 2-3 tablet (400-600 ug) segera setelah bayi lahir
− Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit
menahun.
Penatalaksanaan
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan pasien. Pasien bisa
masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, sampai syok berat hipovolemik. Tindakan
− Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/ Ringer Laktat
Catatan :
Jangan berikan lebih dari 3 liter larutan intravena yang mengandung oksitosin.
Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi berat/tidak terkontrol, penderita
− Lakukan pasang kondom kateter atau kompresi bimanual internal selama 5 menit.
memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan
pada saat pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya karena
episiotomy, robekan spontan perineum, trauma forceps atau vakum ekstraksi, atau
Robekan yang terjadi bisa ringan (lecet, laserasi), luka episiotomy, robekan
perineum spontan derajat ringan samai rupture perinei totalis (sfingter ani terputus),
robekan pada dinding vagina, forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra
dan bahkan, yang terberat rupture uteri. Oleh karena itu, pada setiap persalinan
robekan ini. Perdarahan yang terjadi saat kontraksi uterus baik, biasanya karena ada
robekan atau sisa plasenta. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara melakukan
inspeksi pada vulva, vagina, dan serviks dengan menggunakan speculum untuk
mencari sumber perdarahan dengan ciri warna darah yang merah segar dan pulsasif
sesuai dengan denyut nadi. Perdarahan karena rupture uteri dapat diduga pada
persalinan macet atau kasep, atau uterus dangan lokus minoris resistensia dan
adanya atonia uteri dan tanda cairan bebas intraabdominal. Semua sumber
perdarahan yang terbuka harus di klem, diikat dan luka ditutup dengan jahitan cat-
yang cukup serta speculum dan memperhatikan kedalam luka. Bila penderita
Penatalaksanaan
Ruptura Perineum dan Robekan Dinding Vagina
− Lakukan penjahitan
Robekan Serviks
− Paling sering terjadi pada bagian lateral bawah kiri dan kanan dari Porsio
Definisi
Diagnosis PPI dibuat jika pasien dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu
mengalami kontraksi yang teratur, setidaknya sekali setiap 10 menit, yang dapat
berhubungan dengan dilatasi dan/atau penipisan dari serviks. Pendapat lain mengatakan PPI
adalah persalinan yang berlangsung pada usia kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir (ACOG 1995). Namun, batas bawah usia kehamilan yang digunakan
untuk membedakan PPI dengan abortus spontan bervariasi menurut lokasi. Himpunan
Kedokteran Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa PPI adalah
adalah kontraksi uterus yang teratur setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum 37 minggu ,
dengan interval kontraksi 5 hingga 8 menit atau kurang dan disertai dengan satu atau lebih
tanda berikut:
Firmansyah (2006) mengatakan partus prematur adalah kelahiran bayi pada saat masa
kehamilan kurang dari 259 hari dihitung dari hari terakhir haid ibu. Menurut Mochtar
(1998) partus prematurus yaitu persalinan pada kehamilan 28 sampai 37 minggu, berat
atau berat badan lahir antara 500 sampai 2499 gram (Sastrawinata, 2003).Menurut
Manuaba (1998) partus prematurus adalah persalinan yang terjadi di bawah umur
kehamilan 37 minggu dengan perkiraan berat janin kurang dari 2.500 gram. Menurut
WHO, bayi prematur adalah bayi lahir hidup sebelum usia kehamilan minggu ke 37
Dari beberapa pengertian partus prematurus diatas dapat disimpulkan bahwa partus
prematurus iminen adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan dimana akan timbul
persalinan pada umur kehamilan yang belum aterm (28 sampai 37 minggu) atau berat
Epidemiologi
Pemicu obstetri yang mengarah pada PPI antara lain: (1) persalinan atas indikasi ibu
ataupun janin, baik dengan pemberian induksi ataupun seksio sesarea; (2) PPI spontan
dengan selaput amnion utuh; dan (3) PPI dengan ketuban pecah dini, terlepas apakah
akhirnya dilahirkan pervaginam atau melalui seksio sesarea. Sekitar 30-35% dari PPI
berdasarkan indikasi, 40-45% PPI terjadi secara spontan dengan selaput amnion utuh, dan
Konstribusi penyebab PPI berbeda berdasarkan kelompok etnis. PPI pada wanita kulit putih
lebih umum merupakan PPI spontan dengan selaput amnion utuh, sedangkan pada wanita
kulit hitam lebih umum didahului ketuban pecah dini sebelumnya. PPI juga bisa dibagi
menurut usia kehamilan: sekitar 5% PPI terjadi pada usia kehamilan kurang dari 28 minggu
(extreme prematurity), sekitar 15% terjadi pada usia kehamilan 28-31 minggu (severe
prematurity), sekitar 20% pada usia kehamilan 32-33 minggu (moderate prematurity), dan
60-70% pada usia kehamilan 34-36 minggu (near term). Dari tahun ke tahun, terjadi
peningkatan angka kejadian PPI, yang sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya
Etiologi
Saat ini, telah diketahui bahwa penyebab PPI multifaktorial dan sesuai dengan usia
pada ibu maupun janin (misalnya, karena stres pada ibu atau janin), dan
Faktor Risiko
2. Polihidramnion
3. Anomali uterus
7. Riwayat menjalani prosedur operasi pada serviks (cone biopsy, loop electrosurgical
excision procedure)
2. Riwayat pielonefritis
Pasien tergolong risiko tinggi bila dijumpai satu atau lebih faktor risiko mayor; atau dua
sebagai berikut:
a. Faktor ibu
Gizi saat hamil kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun, jarak hamil
dan bersalin terlalu dekat, penyakit menahun ibu seperti; hipertensi, jantung, ganguan
b. Faktor kehamilan
c. Faktor janin
Disamping faktor risiko di atas, faktor risiko lain yang perlu diperhatikan adalah
tingkat sosio-biologi (seperti usia ibu, jumlah anak, obesitas, status sosioekonomi yang
rendah, ras, stres lingkungan) dan komplikasi kehamilan lainnya (seperti infeksi maternal,
medikasi, terlambat atau tidak melakukan asuhan antenatal). Merupakan langkah penting
dalam pencegahan PPI adalah bagaimana mengidentifikasi faktor risiko dan kemudian
memberikan asuhan prenatal serta penyuluhan agar ibu dapat mengurangi risiko tambahan.
Data dari penelitian pada hewan, in vitro dan manusia seluruhnya memberikan
spontan (gambar 3). Invasi bakteri pada rongga koriodesidua, menyebabkan pelepasan
endotoksin dan eksotoksin, mengaktivasi desidua dan membran janin untuk menghasilkan
sejumlah sitokin, termasuk including tumor necrosis factor, interleukin-1, interleukin-1ß,
cytokines, endotoxins, dan exotoxins merangsang sistesis dan pelepasan prostaglandin dan
dan melembutkannya.
Terdapat jalur lain yang memiliki peranan yang hampir sama. Sebagai contoh,
Jalur lain dimana infeksi menyebabkan persalinan prematur melibatkan janin itu
produksi kortisol adrenal fetus. Sekresi kortisol yang tinggi menyebabkan meningkatnya
produksi prostaglandin. Contoh lain yaitu ketika fetus itu sendiri terinfeksi, produksi sitokin
fetus meningkat dan waktu untuk persalinan jelas berkurang. Namun, kontribusi relatif
kompartemen maternal dan fetal terhadap respon peradangan keseluruhan tidak diketahui.
Gambar 2.5 Alur kolonisasi bakteri koriodesidua yang menyebabkan persalinan prematur
Perdarahan desidua dapat menyebabkan PPI. Lesi vaskular dari plasenta biasanya
dihubungkan dengan PPI dan ketuban pecah dini. Lesi plasenta dilaporkan 34% dari
wanita dengan PPI, 35% dari wanita dengan ketuban pecah dini, dan 12% kelahiran term
tanpa komplikasi. Lesi ini dapat dikarakteristikan sebagai kegagalan dari transformasi
fisiologi dari arteri spiralis, atherosis, dan trombosis arteri ibu atau janin. Diperkirakan
mekanisme yang menghubungkan lesi vaskular dengan PPI ialah iskemi uteroplasenta.
utama.
Terlepas dari peran penting dalam koagulasi, trombin merupakan protease
multifungsi yang memunculkan aktivitas kontraksi dari vaskular, intestinal, dan otot halus
miometrium, secara in vitro. Baru-baru ini, observasi in vitro mengenai trombin dan
kontraksi miometrium yang diperkuat oleh penelitian in vivo menunjukan bahwa kontraksi
kemungkinan mekanik mengenai peningkatan aktivitas uterus secara klinis yang diamati
pada abrupsi plasenta serta PPI yang mengikuti perdarahan pada trimester pertama dan
kedua.
Mungkin juga terdapat hubungan antara trombin dan ketuban pecah dini. Matrix
choriodesidua, serta terlibat terhadap KPD, seperti dibahas di bawah ini. Secara in vitro,
trombin meningkatkan ekspresi protein MMP-1, MMP-3, dan MMP-9 pada sel-sel desidua
dan membran janin yang dikumpulkan dari kehamilan term tanpa komplikasi. Trombin juga
menimbulkan peningkatan IL-8 desidua, sebuah sitokin yang bertanggung jawab terhadap
recruitment neutrofil. Abrupsi plasenta terbuka, sebuah contoh ekstrim dari perdarahan
desidua, ditandai infiltrasi neutrofil pada desidua, sumber yang kaya protease dan MMPs.
Ini mungkin melengkapi mekanisme ketuban pecah dini (KPD) pada perdarahan desidua.
multipel, sering disebabkan oleh reproduksi yang dibantu oleh tekhnologi (assisted
reproduction technologies (ART)), termasuk induksi ovulasi dan fertilisasi in vitro, dan
merupakan satu dari penyebab yang paling penting dari PPI di negara-negara maju. Di
Amerika Serikat misalnya, ART merupakan 1% dari semua kelahiran hidup, tetapi 17%
dari semua kehamilan multipel; 53% neonatus hasil dari ART pada tahun 2003 merupakan
anak kembar. Mekanisme dari distensi uterus yang berlebihan hingga menyebabkan PPI
masih belum jelas. Namun diketahui, peregangan rahim akan menginduksi ekspresi protein
gap junction, seperti connexin-43 (CX-43) dan CX-26, serta menginduksi protein lainnya
yang berhubungan dengan kontraksi, seperti reseptor oksitosin. Pada penelitian in vitro,
prostaglandin E (PGE). Regangan otot pada segmen menunjukan peningkatan produksi IL-
8 dan kolagen, yang pada gilirannya akan memfasilitasi pematangan serviks. Namun,
penelitian eksperimental pada hewan mengenai uterine overdistension hingga saat ini
belum ada, dan penelitian pada manusia sepenuhnya hanya berdasarkan observasi.
Insufisiensi serviks
trimester kedua, tetapi baru-baru ini bukti menunjukan bahwa gangguan pada serviks
berhubungan dengan outcomes kehamilan yang merugikan dengan variasi yang cukup luas,
termasuk PPI. Insufisiensi serviks secara tradisi telah diidentifikasi di antara wanita dengan
riwayat pregnancy losses berulang pada trimester kedua, tanpa adanya kontraksi uterus.
Terdapat lima penyebab yang diakui atau dapat diterima, yaitu: (1) kelainan bawaan; (2) in-
utero diethylstilbestrol exposure; (3) hilangnya jaringan dari serviks akibat prosedur operasi
seperti Loop Electrosurgical Excision Procedure (LEEP) atau conization; (4) kerusakan
Secara tradisi, wanita dengan riwayat insufisiensi serviks akan disarankan cervical
cerclage pada awal kehamilan. Namun, kemungkinan besar, kebanyakan kasus insufisiensi
serviks merupakan rangkaian remodeling jaringan dan pemendekan serviks prematur dari
proses patofisiologi lainnya yang mana cerclage mungkin tidak selalu tepat dan lebih baik
terbalik dengan risiko PPI. Selanjutnya, terdapat hubungan antara panjang serviks dari
kehamilan sebelumnya yang mengakibatkan PPI dengan panjang serviks pada kehamilan
berikutnya, tetapi tidak ada hubungannya antara riwayat obstetri dari insufisiens serviks dan
Data ini menunjukan bahwa insufisiensi serviks jarang terjadi, dan pemendekan
serviks lebih sering terjadi sebagai konsekuensi dari remodeling serviks prematur, hasil dari
proses patologis. Infeksi dan inflamasi mungkin memainkan peranan penting dalam
pemendekan dan dilatasi serviks prematur. Lima puluh persen dari pasien dievaluasi
kedua, dan 9% dari pasien memiliki panjang serviks < 25 mm tetapi tanpa dilatasi serviks
terbukti mengalami infeksi intraamnion. Data ini menunjukan suatu peranan penting infeksi
Selain berhubungan dengan beberapa hal di atas, risiko PPI juga meningkat pada
perokok. Mekanisme meningkatnya risiko PPI pada wanita yang merokok sampai saat ini
belum jelas. Terdapat lebih dari 3000 bahan kimia dalam batang rokok, yang masing-
masing efek biologisnya sebagian besar tidak diketahui. Namun, baik nikotin dan karbon
plasenta serta menurunnya aliran darah uteroplasenta. Kedua jalur tersebut mengarah pada
adrenocorticotrophic hormone (ACTH) oleh hipofisis anterior. ACTH pada gilirannya akan
Selain itu, merokok juga dihubungkan dengan respon inflammasi sistemik yang juga
tanda persalinan muncul. Dimulai dengan pengenalan pasien yang berisiko, untuk diberi
penjelasan dan dilakukan penilaian klinik terhadap PPI serta pengenalan kontraksi sedini
mungkin, sehingga tindakan pencegahan dapat segera dilakukan. Pemeriksaan serviks tidak
mempunyai manfaat yang cukup besar dalam meramalkan terjadinya PPI. Bila dijumpai
seviks pendek (< 1 cm) disertai dengan pembukaan yang merupakan tanda serviks
matang/inkompetensi serviks, maka pasien tersebut mempunyai risiko terjadinya PPI 3-4
kali.
Berikut beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi wanita yang
Skoring risiko
Metode skoring risiko ini dirancang oleh Papiernik dan dimodifikasi oleh Creasly
dkk. Pada metode ini, diberikan skor 1 sampai 10 untuk berbagai macam faktor risiko,
antara lain sosioekonomi, riwayat obstetri, kebiasaan hidup, serta penyulit kehamilan yang
dihadapi saat ini. Wanita dengan skor 10 atau lebih dianggap berisiko tinggi mengalami
PPI. Meskipun Creasy dkk. serta Covington dkk. melaporkan bahwa dengan metode
skoring yang disertai program pencegahan dengan penyuluhan, akan memberikan hasil
yang baik. Pada prakteknya, penerapan metode ini belum terbukti berguna. Dan karena
metode ini sangat bergantung dengan riwayat obstetri sebelumnya, maka metode ini tidak
sesuai untuk nulipara. Oleh karena itu, metode ini tidak menawarkan keuntungan lebih dari
Metode ini didasarkan pada prinsip tokodinamometer, yang dicobakan pada wanita
yang berisiko mengalami PPI. Metode ini melibatkan pencatatan telematika dari kontraksi
rahim, dengan menggunakan alat sensor kontraksi yang diikatkan disekitar abdomen, dan
dihubungkan dengan sebuah perekam elektronik kecil yang dipasang dipinggang, kemudian
hasil aktivitas uterus akan dihantarkan ke beberapa monitor senter. Dari hasil pemantauan
tersebut, para praktisi kesehatan akan memberikan saran serta dukungan setiap harinya
di rumah tersebut tidak efektif dalam mencegah PPI, baik pada wanita yang berisiko rendah
atau wanita yang berisiko tinggi. Bahkan penggunaan metode ini akan meningkatkan
kunjungan diluar jadwal asuhan prenatal yang dianjurkan serta menyebabkan peningkatan
yang signifikan terhadap terapi obat tokolisis profilaktik pada wanita hamil. Selain itu
metode ini membutuhkan biaya yang cukup besar dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu,
Estriol saliva
estriol saliva ibu dengan kelahiran preterm. Hal ini dapat dijelaskan melalui penelitian
adrenal (HPA) janin sehingga menyebabkan peningkatan produksi estriol dari plasenta pada
saat dimulainya persalinan. Diperkirakan pada kehamilan manusia, aktivasi prematur dari
aksis HPA pada PPI akan meningkatkan kadar estriol pada serum dan saliva ibu, dan ini
dapat menjadi perediktor dimulainya PPI. Telah dilaporkan bahwa peningkatan estriol akan
dimulai sejak 3 minggu sebelum dimulainya persalinan pada wanita yang mengalami PPI
atau aterm. Tingkat estriol saliva ibu menggambarkan tingkat estriol dalam serum ibu, dan
estriol saliva digunakan untuk menilai risiko PPI dengan atau tanpa gejala.
Dua penelitian prospektif menunjukan bahwa estriol saliva lebih efektif dalam
memprediksi PPI dibandingkan metode skoring risiko. Namun, tes ini mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas yang sangat buruk, dan memiliki tingkat positif palsu yang
sangat tinggi, yang dapat meningkatkan biaya perawatan kehamilan karena intervensi yang
tidak perlu. Tingkat estriol saliva dapat diukur secara akurat dengan menggunakan
peningkatan risiko PPI 3-4 kali lipat pada wanita dengan resiko
estriol saliva ibu, serta pemberian betametason untuk produksi surfaktan yang dapat
menekan tingkat estriol saliva ibu, dapat mempersulit interpretasi hasil. Masih dibutuhkan
penelitian lebih lanjut mengenai intervensi dan pengobatan yang potensial pada wanita
Vaginosis bakterialis telah lama dikaitkan dengan PPI spontan, ketuban pecah dini,
infeksi korion dan amnion, serta infeksi cairan amnion. Platz-Christense dkk. (1993) telah
memberikan beberapa bukti bahwa vaginosis bakterialis dapat mencetuskan PPI dengan
suatu mekanisme yang serupa dengan jalur jaringan sitokin yang diusulkan untuk bakteri
cairan amnion. Banyak penelitian klinis secara konsisten menemukan bahwa wanita dengan
vaginosis bakterialis pada kehamilannya, memiliki risiko mengalami PPI yang meningkat 2
kali lipat.1Diagnosis vaginosis bakterialis ditegakan jika memenuhi 3 dari 4 kriteria berikut
ini:
2. adanya “clue cells” (sel epitel vagina yang terlapis tebal oleh basil) pada pewarnaan
gram
Bukti terkini tidak mendukung skrining dan terapi pada semua wanita hamil yang
ditujukan untuk vaginosis bakterialis. Untuk wanita risiko tinggi dengan riwayat PPI
sebelumnya, skrining dan terapi vaginosis bakterialis dapat mencegah PPI pada sebagian
dari wanita. Namun, meta-analisis terbaru menunjukan banyak perbedaan diantara 6
penelitian mengenai hal ini, sehingga membatasi penarikan kesimpulan yang pasti. Telah
banyak hasil yang tidak meyakinkan dan tidak memberikan manfaat dari skrining vaginosis
bakterialis yang bertujuan untuk memprediksi PPI, terutama pada kelompok risiko rendah.
Fibronektin adalah suatu glikoprotein yang diproduksi dalam 20 bentuk molekul yang
berbeda oleh berbagai jenis sel, termasuk hepatosit, sel ganas, fibroblast, sel endotel, dan
amnion janin. Glikoprotein ini terdapat dalam konsentrasi tinggi di darah ibu dan di cairan
amnion, serta dianggap memainkan peranan pada adhesi antarsel dalam kaitannya terhadap
janin terdeteksi pada sekret serviks sampai usia kehamilan 16-20 minggu. Pada kehamilan
24 minggu atau lebih, kadar fibronektin janin 50 ng/ml atau lebih dianggap sebagai hasil
Lockwood dkk. (1991) yang melaporkan bahwa penemuan fibronektin janin pada
sekret servikovagina sebelum selaput amnion pecah dapat menjadi suatu pertanda adanya
ancaman PPI.Berdasarkan teori, peningkatan kadar fibronektin janin pada vagina, serviks
dan cairan amnion memberikan indikasi adanya gangguan pada hubungan antara korion
dan desidua.
normal aterm dengan selaput amnion utuh, dan tampaknya memperlihatkan remodeling
stroma serviks sebelum persalinan. Cox dkk. (1996) menemukan bahwa dilatasi serviks
preterm. Namun demikan, banyak penelitian telah menunjukan adanya peningkatan risiko
PPI, jika fFN positif pada sekret serviks setelah usia kehamilan 24 minggu, dan sebaliknya
Spesifisitas dari tes fibronektin janin untuk memprediksi PPI dalam 1 dan 2 minggu
kemudian ialah 89%, sedangkan untuk memprediksi PPI dalam 3 minggu kemudian ialah
92%. Sensitivitas dari tes ini, dalam memprediksi dimulainya PPI dalam 1 minggu dan 3
Perlu diketahui, faktor-faktor lain seperti manipulasi serviks dan infeksi peripartum
dapat merangsang pelepasan fibronektin janin. Serupa dengan hal tersebut, Jackson dkk.
(1996) memperlihatkan bahwa sel amnion manusia in vitro menghasilkan fibronektin janin
bila dirangsang oleh produk-produk radang yang dicurigai mengawali PPI akibat infeksi.
uterus terhadap pengaruh gravitasi dan tekanan intrauterine sampai persalinan, dan serviks
akan berdilatasi untuk memungkinkan bagian dari isi uterus untuk melintasinya selama
proses persalinan. Kompetensi serviks tergantung pada kesatuan antara anatomi dan
komposisi biokimia dari serviks. Salah satu indikator dini dari inkompetensi serviks atau
kehamilan 22 minggu. Hal ini kemudian diterima secara luas, bahwa panjang serviks
kurang dari 25 mm pada usia kehamilan 24-28 minggu dapat meningkatkan risiko PPI.
Suatu penelitian prospektif yang melibatkan 2.915 wanita yang dievaluasi menggunakan
ultrasonografi pada serviks secara serial menunjukan suatu risiko relatif terhadap PPI ialah
9.57, 13.88, dan 24,94 untuk panjang seviks masing-masing < 26 mm, < 22 mm, < 13 mm,
pada usia kehamilan 28 minggu. Hasil dari beberapa penelitian yang menggunakan
penilaian panjang serviks sebagai prediktor PPI tidak selalu dapat dipercaya.terdapat variasi
yang luas pada nilai prediksinya. Sebuah tinjauan terhadap 35 penelitian yang melibatkan
penilaian panjang serviks menunjukan variasi yang sangat luas dalam sensitivitas (68-
100%) dan spesifisitas (44-79%). Oleh karena itu hingga saat ini tidak ada bukti kuat yang
mendukung penggunaan penilaian panjang serviks dengan menggunakan USG pada usia
kehamilan 24-28 minggu dalam memprediksi PPI sebagai pemeriksaan rutin. Namun, dapat
dilakukan pada kehamilan dengan risiko tinggi atau dalam kombinasi dengan test fFN.
Penilaian panjang serviks yang disertai dengan estimasi fFN sekret vaginoserviks
pada wanita yang berisiko tinggi mengalami PPI mungkin bermanfaat. Suatu penelitian
yang menilai risiko terulangnya PPI spontan pada wanita yang memiliki riwayat PPI
sebelumnya melaporkan, risiko sebesar 65% jika panjang serviks kurang dari 25 mm dan
fFN positif. Namun, jika fFN negatif, risiko PPI hanya sebesar 25%. Seperti yang
ditunjukkan pada tabel di bawah, risiko terulangnya PPI pada wanita dengan panjang
serviks > 35 mm dan fFN negatif, hanya sebesar 7%. Oleh karena itu, kombinasi penilaian
panjang serviks dengan menggunakan USG, dan estimasi fFN dapat membantu
Tabel 2.2 Kombinasi penilaian panjang serviks dan fibronektin janin dalam memprediksi
Sering terjadi kesulitan dalam menentukan diagnosis ancaman PPI. Diferensiasi dini
antara persalinan sebenarnya dan persalinan palsu sulit dilakukan sebelum adanya
pendataran dan dilatasi serviks. Kontraksi uterus sendiri dapat menyesatkan karena ada
kontraksi Braxtons Hicks. Kontraksi ini digambarkan sebagai kontraksi yang tidak teratur,
tidak ritmik, dan tidak begitu sakit atau tidak sakit sama sekali, namun dapat menimbulkan
keraguan yang amat besar dalam penegakan diagnosis PPI. Tidak jarang, wanita yang
melahirkan sebelum aterm mempunyai aktivitas uterus yang mirip dengan kontraksi
Braxtons Hicks, yang mengarahkan ke diagnosis yang salah, yaitu persalinan palsu.
1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari,
2. Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8
tekanan intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain),
5. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau telah
Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan The American
Collage of Obstetricians and Gynecologists (1997) untuk mendiagnosis PPI ialah sebagai
berikut:
1. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau delapan kali
2. USG untuk mengetahui usia gestasi, jumlah janin, besar janin, aktivitas biofisik,
cacat kongenital, letak dan maturasi plasenta,volume cairan tuba dan kelainan uterus
Penatalaksanaan
Hal pertama yang dipikirkan pada penatalaksanaan PPI ialah, apakah ini memang
PPI. Selanjutnya mencari penyebabnya dan menilai kesejahteraan janin yang dapat
janin, jumlah dan keadaan cairan amnion, persentasi dan keadaan janin/kelainan kongenital.
Bila proses PPI masih tetap berlangsung atau mengancam, meski telah dilakukan
kesehatan anak, peralatan) untuk menjaga kehidupan bayi preterm, atau berapa persen
3. Komplikasi apa yang akan timbul, misalnya perdarahan otak atau sindroma gawat
nafas.
5. Seberapa besar dana yang diperlukan untuk merawat bayi preterm, dengan rencana
Ibu hamil yang mempunyai risiko mengalami PPI dan/atau menunjukan tanda-tanda
1. Keadaan selaput ketuban. Pada umumnya persalinan tidak akan dihambat bilamana
3. Umur kehamilan. Makin muda umur kehamilan, upaya mencegah persalinan makin
perlu dilakukan. Persalinan dapat dipertimbangkan berlangsung bila TBJ > 2000
b. Usia kehamilan < 34 minggu; harus dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas
4. Penyebab/komplikasi PPI.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk mencegah
Tokolisis
Meski beberapa macam obat telah dipakai untuk menghambat persalinan, tidak ada
yang benar-benar efektif. Namun, pemberian tokolisis masih perlu dipertimbangkan bila
dijumpai kontraksi uterus yang regular disertai perubahan serviks pada kehamilan preterm.
janin
4. Optimalisasi personil.
1. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan tiap 8 jam
mg. Obat dapat diberikan lagi jika timbul kontaksi berulang.Dan dosis perawatan
3x10 mg.
Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50 µg/menit, sedangkan per oral: 4 mg, 2-4
kali/hari (maintenance) atau terbutalin, dengan dosis per infus: 10-15 µg/menit,
subkutan: 250 µg setiap 6 jam sedangkan dosis per oral: 5-7.5 mg setiap 8 jam
3. Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv, secara bolus
selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam (maintenance). Namun obat ini jarang
digunakan karena efek samping yang dapat ditimbulkannya pada ibu ataupun janin. 7
Beberapa efek sampingnya ialah edema paru, letargi, nyeri dada, dan depresi
COX yang cukup kuat, namun menimbulkan risiko kardiovaskular pada janin.
Sulindac memiliki efek samping yang lebih kecil daripada indometasin. Sedangkan
5. Antagonis oksitosin salah satu contohnya adalah atosiban dapat menjadi obat
tokolitik di masa depan. Obat ini merupakan alternatif menarik terhadap obat-obat
tokolitik saat ini karena spesifisitasnya yang tinggi dan kurangnya efek samping
terhadap ibu, janin atau neonatus. Atosiban adalah obat sintetik baru pada golongan
obat ini dan telah mendapat izin penggunaannya sebagai tokolitik di Eropa. Atosiban
menghasilkan efek tokolitik dengan melekat secara kompetitif dan memblok reseptor
oksitosin. Dosis awal 6,75mg bolus dalam satu menit, diikuti 18mg/jam selama 3 jam
Untuk menghambat proses PPI, selain tokolisis, pasien juga perlu membatasi aktivitas
i. Oligohidramnion
Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason. Pemberian steroid ini
tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin terhambat. Pemberian siklus tunggal
kortikosteroid ialah:
Selain yang disebutkan di atas, juga dapat diberikan Thyrotropin releasing hormone
400 ug iv, yang akan meningkatkan kadar tri-iodothyronine yang kemudian dapat
meningkatkan produksi surfaktan. Ataupun pemberian suplemen inositol, karena inositol
Antibiotika
Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan, bahwa pemberian antibiotika yang tepat
hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko terjadinya infeksi, seperti pada
kasus KPD. Obat diberikan per oral, yang dianjurkan ialah eritromisin 3 x 500 mg selama 3
hari. Obat pilihan lainnya ialah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari, atau dapat
Peneliti lain memberikan antibiotika kombinasi untuk kuman aerob maupun anaerob.
Yang terbaik bila sesuai dengan kultur dan tes sensitivitas kuman. Setelah itu dilakukan
deteksi dan penanganan terhadap faktor risiko PPI, bila tidak ada kontra indikasi, diberi
tokolisis.
Cara Persalinan
Masih sering muncul kontroversi dalam cara persalinan kurang bulan seperti:
apakah sebaiknya persalinan berlangsung pervaginam atau seksio sesarea terutama pada
berat janin yang sangat rendah dan preterm sungsang, pemakaian forseps untuk melindungi
kepala janin, dan apakah ada manfaatnya dilakukan episiotomi profilaksis yang luas untuk
mengurangi trauma kepala. Bila janin presentasi kepala maka diperbolehkan partus
pervaginam dengan episiotomi lebar dan perlindungan forseps terutama pada bayi < 35
minggu.
Seksio sesarea tidak memberikan prognosis yang lebih baik bagi bayi, bahkan
merugikan ibu. Oleh karena itu prematuritas janganlah dipakai sebagai indikasi untuk
melakukan seksio sesarea. Seksio sesarea hanya dilakukan atas indikasi obstetrik.
1. Janin sungsang
2. Taksiran berat badan janin kurang dari 1500 gram (masih kontroversial)
3. Gawat janin
sebagainya)
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham M.D, et all. 2005. Preterm Birth. In: Williams Obstetrics. 23nd
ed.McGraw- Hill.
Goepfert A.R. 2001. Preterm Delivery. In: Obstetrics and Gynecology Principle
for Practise. McGraw-Hill.
Iams J.D. 2004. Preterm Labor and Delivery. In: Maternal-Fetal Medicine. 5 th
ed.Saunders.
11Persalinanpreterm.pdf/145.30
Joseph HK, dkk. 2010. Catatan Kuliah Ginekologi dan Obstetri (obsgyn). Yogyakarta :
Nuha Medika.
persalinan.html
Oxorn Harry, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan (Human
Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 2. Jakarta : EGC.
Wiknjosastro, H. 2007. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Prawirohardjo.