Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehamilan memiliki banyak masalah yang membutuhkan perawatan medis. Di Lusaka,


Zambia, kurang lebih sebanyak 40% rujukan kehamilan ke rumah sakit terkait masalah
kehamilan itu sendiri, sekitar 27% terancam aborsi atau komplikasi aborsi, 13% untuk penyakit
yang tidak spesifik seperti kehamilan dengan malaria dan infeksi, dan 9% untuk gangguan
hipertensi pada kehamilan.1
Hipertensi pada kehamilan merupakan salah satu penyebab kematian ibu terbesar di
dunia. Preeklampsia termasuk hipertensi pada kehamilan adalah penyebab utama morbiditas dan
mortalitas ibu dan perinatal, dengan perkiraan 50.000-60.000 kematian terkait preeklampsia per
tahun di seluruh dunia.2 Preeklamsia adalah faktor risiko penyakit kardiovaskular dan penyakit
metabolik pada wanita di masa depan. Banyak penelitian menyebutkan etiologi preeklampsia
masih belum jelas. Dalam 10 tahun terakhir, pemahaman patofisiologi preeklampsia serta
peningkatan upaya untuk mendapatkan terapi telah muncul. Namun, informasi ini belum
diterapkan ke dalam praktik klinis yang lebih baik.3
Tatalaksana preeklamsia membutuhkan diagnosis dini, supervisi medikal yang baik dan
penentuan waktu persalinan. Berdasarkan hal ini, keputusan dalam penatalaksanaan dapat
ditegakkan, yaitu apakah hospitalisasi, ekspektatif atau terminasi kehamilan serta harus
memperhitungkan beratnya penyakit, keadaan ibu dan janin, dan usia kehamilan. Maka dari itu
penting untuk mengetahui tatalaksana awal pada ibu hamil dengan penyulit hipertensi dalam
kehamilan terutama kehamilan dengan preeklamsia.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana etiologi dan patofisiologi preeklamsia?
1.2.2 Bagaimana diagnosis dan penatalaksanaan preeklamsia?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui etiologi dan patofisiologi preeklamsia.
1.3.2 Mengetahui cara mendiagnosis dan penatalaksanaan preeklamsia.
1.4 Manfaat
1.4.1 Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu kebidanan dan
kandungan pada khususnya
1.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagian ilmu kebidanan dan kandungan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Pengertian pre-eklampsia direvisi pada tahun 2014, dan sekarang didefinisikan sebagai
hipertensi yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu dengan satu atau lebih dari temuan
berikut : proteinuria, disfungsi organ ibu antara lain ginjal, hati, hematologi, atau komplikasi
neurologis), atau hambatan pertumbuhan janin. Hal ini penting diketahui bahwa definisi ini tidak
memerlukan proteinuria untuk memenuhi kriteria diagnostik. Dimasukkannya hambatan
pertumbuhan janin dalam definisi ini karena dapat meningkatkan jumlah perempuan memenuhi
kriteria diagnostik pre-eklampsia.2

3.2 Etiologi

Penyebab pasti preeklamsi sampai sekarang belum diketahui secara jelas. Namun terdapat
beberapa teori yang diduga sebagai etiologi dari preeklampsia, antara lain4:

1) Invasi trofoblas abnormal


Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi trofoblas atau invasi kurang
sempurna, sehingga akan terjadi kegagalan remodeling a. spiralis. Hal ini
mengakibatkan aliran darah uteroplasenta mengalir kurang optimal dan bila jangka
waktu lama mengakibatkan hipoksia plasenta. Hipoksia yang berlangsung lama
menyebabkan kerusakan endotel pada plasenta yang menambah berat hipoksia.
Produk dari kerusakan vaskuler selanjutnya akan bergabung dan memasuki darah ibu
yang memicu gejala klinis preeklampsia.4
2) Maladaptasi faktor imunologi antara maternal-plasenta
Bermula dari awal trimester kedua pada wanita yang kemungkinan akan terjadi
preeklampsia, terjaadi penurunan ekspresi HLA-G, sehingga akan menghambat invasi
trofoblas ke dalam desidua plasenta. HLA-G akan merangsang produksi sitokin yang
memicu implantasi, Th1 akan meningkat dan rasio Th1/Th2 berubah. Akibat proses
tersebut akan terjadi reaksi inflamasi.4
3) Maladaptasi kadiovaskular
Pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor ketika hilangnya
daya refrakter pembuluh darah terhadap vasopresor. Pada penelitian menyebutkan
peningkatan kepekaan terhadap bahan –bahan vasopressor terjadi pada trimester I.
Hal ini yang menjadi prediksi terjadinya preeklamsi pada kehamilan.4
4) Teori genetik
Ditinjau dari herediter, preeklampsia adalah penyakit multifaktorial dan poligenik.
Predisposisi herediter untuk preeklampsia mungkin merupakan hasil interaksi dari
ratusan gen yang diwariskan baik secara maternal ataupun paternal yang mengontrol
fungsi enzimatik dan metabolism pada setiap sistem organ.4
Ward dan Taylor (2014) menyatakan bahwa insidensi preeklampsia bisa terjadi 20
sampai 40 persen pada anak perempuan yang ibunya mengalami preeklampsia; 11
sampai 37 persen saudara perempuan yang mengalami preeklampsia dan 22 sampai
47 persen pada orang kembar. 4
5) Teori nutrisi
Insidensi preeklampsia meningkat dua kali pada wanita yang mengkonsumsi asam
askorbat kurang dari 85 mg menurut penelitian yang dilakukan Zhang et al (2002).
Selain itu John et al (2002) menyatakan kurangnya intake antioksidan. menunjukan
pada populasi umumnya konsumsi sayuran dan buah-buahan yang tinggi antioksidan
dihubungkan dengan turunnya tekanan darah. 4
3.3 Klasifikasi preeklampsia

Menurut American Congress of Obstetricians and Gynecologist (ACOG) (2013)


mengklasifikasikan hipertensi dalam kehamilan menjadi:

1) Preeklampsia dan eklampsia. Eklampsia adalah timbulnya kejang grand-mal pada


perempuan dengan preeklampsia. Eklampsia dapat terjadi sebelum, selama, atau
setelah kehamilan. Preeklampsia sekarang diklasifikasikan menjadi :
2) Preeklampsia tanpa tanda bahaya; serta
3) Preeklampsia dengan tanda bahaya, apabila ditemukan salah satu dari gejala/tanda
berikut ini :
a) TD sistol ≥ 160 mmhg atau TD diastole ≥110 mmHg pada dua
pengukuran dengan selang 4 jam saat pasien berada dalam posisi tirah
baring;
b) Trombositopenia
c) Gangguan fungsi hati yang ditandai dengan meningkatnya transaminase
dua kali dari nilai normal, nyeri perut kanan atas persisten berat atau
nyeri epigastrium yang tidak membaikk dengan pengobatan atau
keduanya;
d) Edema paru
e) Gangguan serbral dan pengelihatan
4) Hipertensi kronis adalah hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan
5) Hipertensi kronis dengan superimposed preeclampsia adalah preeklampsia yang
terjadi pada perempuan hamil yang hipertensi kronis
6) Hipertensi gestasional adalah peningkatan tekanan darah setelah usia kehamilan
lebih dari 20 minggu tanpa adanya proteinuria atau kelainan sistemik lainnya.
3.4 Faktor Resiko

The National Institute for Health and Care Excellence (NICE) merekomendasikan daftar
faktor risiko kuat dan sedang pada ibu yang dapat digunakan untuk itu mengidentifikasi wanita
berisiko tinggi terjadi pre-eklampsia. Berdasarkan faktor risiko pada maternal dan natal,
preeklampsi dapat dibagi menjadi 3 yaitu3 :
1. Faktor risiko maternal :
- Kehamilan pertama
- Primipaternity
- Usia > 35 tahun
- Riwayat preeklamsi
- Riwayat preeklamsi dalam keluarga
- Ras kulit hitam
- Obesitas (BMI ≥ 30)
- Interval antar kehamilan > 10 tahun.
2. Faktor risiko medikal maternal :
- Hipertensi kronis, khusunya sebab sekunder hipertensi kronis seperti
hiperkortisolisme, hiperaldosteronisme, faeokromositoma, dan stenosis arteri
renalis
- Diabetes yang sedang diderita (tipe 1 atau 2), khususnya dengan komplikasi
mikrovaskular
- Penyakit ginjal
- Systemic Lupus Erythematosus
- Obesitas
- Trombofilia
- Pengguna anti depresan selective serotonin uptake inhibitor > trimester I.
3. Faktor risiko plasental atau fetal :
- Kehamilan multipel
- Hidrops fetalis, Penyakit trofoblastik gestasional
3.5 Patofisiologi

Pada kehamilan normal, vili sitotrofoblas masuk ke sepertiga bagian dalam miometrium, dan
berdiferensiasi menjadi trofoblas. Beberapa trofoblas menggantikan sel-sel endotel pada arteri
spiral rahim karena mereka merombak pembuluh darah ini menjadi saluran lubang lebar yang
independen terhadap vasokonstriksi ibu. Modifikasi struktural ini terkait dengan perubahan
fungsional, sehingga terjadi resistensi rendah pada arteri spiralis, dan karenanya kurang sensitif,
atau bahkan tidak sensitif, untuk zat vasokonstriktif5
Implantasi abnormal plasenta

Pre-eklampsia memiliki patofisiologi yang kompleks, penyebab primer adalah plasentasi


yang abnormal. Invasi yang abnormal pada arteri spiral oleh sel-sel sitotrofoblaslah yang diamati
selama pre-eklampsia. Studi terbaru menunjukkan bahwa invasi sitotrofoblast pada uterus
sebenarnya adalah jalur perbedaan yang unik di mana sel-sel janin mengadopsi atribut tertentu
yang normalnya menggantikan endotelium ibu.5

Pada pre-eklampsia, proses diferensiasi ini berjalan tidak sesuai. Abnormalitas mungkin
berhubungan dengan jalur NO, yang memberikan kontribusi besar pada pembuluh darah, bahkan
penghambatan sintesis maternal nitric oxide mencegah implantasi embrio. Peningkatan resistensi
arteri uterus menginduksi tingginya sensitivitas terhadap vasokonstriksi sehingga terjadi iskemia
plasenta kronis dan stres oksidatif. Iskemia plasenta kronis ini menyebabkan komplikasi pada
janin termasuk retardasi pertumbuhan intrauterine IUGR dan kematian intrauterine IUFD. Secara
paralel, stres oksidatif menginduksi pelepasan ke dalam sirkulasi ibu seperti radikal bebas, lipid
teroksidasi, sitokin, dan serum larut faktor pertumbuhan endotel vaskular. Abnormalitas inilah
yang menyebabkan atas disfungsi endotel dengan hiperpermeabilitas vaskular, trombofilia, dan
hipertensi untuk mengkompensasi penurunan aliran di arteri uterus karena vasokonstriksi
perifer.5
Patofsiologi preeklamsia

Disfungsi endotel menyebabkan munculnya gejala-gejala klinis yang terjadi pada ibu, yaitu
seperti gangguan hati dimana endotelium berkontribusi terhadap timbulnya HELLP (Hemolisis,
Sindrom enzim hati yang meningkat dan jumlah trombosit yang rendah) gangguan endotel
serebral yang menyebabkan refrakter gangguan neurologis, atau bahkan eklampsia. Penipisan
pada faktor pertumbuhan endotel vaskular di podosit membuat pembengkakan sel endotel lebih
mampu memblokir celah diafragma di membran basement, sehingga menambah penurunan
filtrasi glomerulus dan menyebabkan proteinuria. Akhirnya, disfungsi endotel menginisiasi
anemia hemolitik mikroangiopatik, dan hiperpermeabilitas vaskular terkait dengan penyebab
albumin serum rendah yang mnyebabkan edema, khususnya di tungkai bawah atau paru-paru.5

3.6 Penegakan diagnosa

Penegakan diagnosa preeclampsia didapatkan dari anamnesa pemeriksaan fisik seputar faktor
resiko dan pemeriksaan penunjang. Jika tidak ada proteinuria, preeklampsia didiagnosis sebagai
hipertensi yang berhubungan dengan trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari 100.000 /
mikro), gangguan fungsi hati (peningkatan kadar transaminase hati dalam darah menjadi dua kali
lipat konsentrasi normal), yang baru pengembangan insufisiensi ginjal (peningkatan kreatinin
serum lebih besar dari 1,1 mg / dL atau penggandaan kreatinin serum tanpa adanya penyakit
ginjal lainnya), edema paru, atau gangguan onset otak atau gangguan visual baru.3,6
3.7 Tatalaksana

Penatalaksanaan preeklamsi adalah observasi ketat harus dilakukan untuk mengawasi


perjalanan penyakit karena penyakit ini dapat memburuk kapanpun. Observasi jika ada gejala
impending seperti sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan dan proteinuri
meningkatkan risiko terjadinya eklamsi dan solusio plasenta. Pasien-pasien dengan gejala seperti
ini memerlukan observasi ketat yang dilakukan di rumah sakit.3
NICE National Institute for Health and Care Excellencemerekomendasikan menjaga tekanan
darah sistolik di bawah 150 mmHg dan tekanan darah diastolik di bawah 80-100 mmHg. Dimana
diobservasi tekanan darahnya setiap 4 jam, pemeriksaan klirens kreatinin dan protein total
seminggu 2 kali, tes fungsi hati, asam urat, elektrolit, dan serum albumin setiap minggu.
Perkiraan berat badan janin diperoleh melalui USG saat masuk rumah sakit dan setiap 2 minggu.
Perawatan jalan dipertimbangkan bila ketaatan pasien baik, hipertensi ringan, dan keadaan janin
baik 3
Penatalaksanaan terhadap ibu meliputi observasi ketat tekanan darah, berat badan, ekskresi
protein pada urin 24 jam, dan hitung trombosit begitu pula keadaan janin (pemeriksaan denyut
jantung janin 2x seminggu). Sebagai tambahan, ibu harus diberitahu mengenai gejala
pemburukan penyakit, seperti nyeri kepala, nyeri epigastrium, dan gangguan penglihatan. Bila
ada tanda-tanda progresi penyakit, pasien harus dirawat inap di rumah sakit. Pasien yang dirawat
di rumah sakit dibuat senyaman mungkin.3
Ada persetujuan umum tentang induksi persalinan pada preeklamsi ringan dan keadaan
servik yang matang (skor Bishop >6) untuk menghindari komplikasi maternal dan janin. Akan
tetapi ada pula yang tidak menganjurkan penatalaksanaan preeklamsi ringan pada kehamilan
muda. Saat ini tidak ada ketentuan mengenai tirah baring, hospitalisasi yang lama, penggunaan
obat anti hipertensi dan profilaksis anti konvulsan. Tirah baring umumnya direkomendasikan
terhadap preeklamsi ringan. Keuntungan dari tirah baring adalah mengurangi edema, pencegahan
ke arah preeklamsi berat, dan meningkatkan outcome janin, peningkatan pertumbuhan janin.3
Untuk wanita dengan hipertensi gestasional ringan atau preeklampsia dengan TD
persisten kurang dari 160 mm Hg sistolik atau diastolik 110 mm Hg, disarankan agar obat
antihipertensi tidak diberikan kecuali tekanan darah melonjak dan usia kehamilan 30 minggu
atau kurang. Pemakaian sedatif dahulu digunakan, tatapi sekarang tidak dipakai lagi karena
mempengaruhi denyut jantung istirahat janin dan karena salah satunya yaitu fenobarbital
mengganggu faktor pembekuan yang tergantung vitamin K dalam janin. 3
Sebanyak 3 penelitian acak menunjukkan bahwa tidak ada keuntungan tirah baring baik
di rumah maupun di rumah sakit walaupun tirah baring di rumah menurunkan lamanya waktu di
rumah sakit. Sebuah penelitian menyatakan adanya progresi penyakit ke arah eklamsi dan
persalinan prematur pada pasien yang tirah baring di rumah. Namun, tidak ada penelitian yang
mengevaluasi eklamsi, solusio plasenta, dan kematian janin. Pada 10 penelitian acak yang
mengevaluasi pengobatan pada wanita dengan preeklamsi ringan menunjukkan bahwa efek
pengobatan terhadap lamanya kehamilan, pertumbuhan janin, dan insidensi persalinan preterm
bervariasi antar penelitian. Oleh karena itu tidak terdapat keuntungan yang jelas terhadap
pengobatan preeklamsi ringan.3
NST dilakukan 2 kali seminggu untuk pengamatan terhadap keadaan janin dan USG terhadap
volume cairan amnion. Hasil NST non reaktif memerlukan konfirmasi lebih lanjut dengan profil
biofisik dan oksitosin challenge test. Amniosentesis untuk mengetahui rasio lesitin:sfingomielin
(L:S ratio) tidak umum dilakukan karena persalinan awal akibat indikasi ibu, tetapi dapat
berguna untuk mengetahui tingkat kematangan janin. Pemberian kortikosteroid dilakukan untuk
mematangkan paru janin jika persalinan diperkirakan berlangsung 2-7 hari lagi. Jika terdapat
pemburukan penyakit preeklamsi, maka monitor terhadap janin dilakukan secara berkelanjutan
karena adanya bahaya solusio plasenta dan insufisiensi uteroplasenter.3
3.8 Pencegahan

Pencegahan primer pre-eklampsia didasarkan pada deteksi faktor risiko yang dapat
dimodifikasi. Literatur banyak tentang faktor risiko untuk pre-eklampsia, tetapi harus ditafsirkan
dengan hati-hati. Faktor resiko bisa didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan penunjang 5

1. Anamnesis:
 Umur > 40 tahun
 Nulipara
 Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
 Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
 Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
 Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
 Kehamilan multipel
 IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
 Hipertensi kronik
 Penyakit Ginjal
 Sindrom antifosfolipid (APS)
 Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio
 Obesitas sebelum hamil
2. Pemeriksaan fisik:
 Indeks masa tubuh > 35
 Tekanan darah diastolik > 80 mmHg
 Roll Over Tes dianggap positif bila selisih tekanan darah diastolik antara
posisi baring ke kiri dan terlentang menunjukkan 20 mmHg atau lebih.
3. Pemeriksaan penunjang
 Proteinuria (dipstick >+l pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam atau secara
kuantitatif 300 mg/24 jam)
 DL volume plasma menurun, hb dan hct meningkat, trombositopenia,
peningkatan kadar fibronektin, Hipokalsuri, Peningkatan kadar asam urat >
350 umol/l
 Kadar hCG meningkat pada penderita preeklampsia.
 USG tampak gambaran SD ratio yang abnormal, dan mendapatkan adanya
penurunan aliran darah arteri uterina dan arteri umbilikalis pada mayoritas
penderita preeklampsia, letak plasenta unilateral.
Pencegahan sekunder didasarkan pada aspirin terapi antiplatelet yang mengurangi risiko
pre-eklampsia sebesar 10% pada wanita yang memiliki setidaknya satu faktor risiko.46 Tidak
ada penelitian saat ini memungkinkan penentuan dosis tepat atau waktu terbaik untuk inisiasi
aspirin. Namun, aspirin harus diinisiasi sedini mungkin, yaitu, sebelum usia kehamilan 12-14
minggu, yang sesuai dengan awal fase pertama invasi trofoblas.
Efektifitas aspirin telah hanya ditunjukkan pada wanita dengan pre-eklampsia sebelumnya
yang terkait dengan retardasi pertumbuhan intrauterin dan tanpa trombofilia. Suplemen kalsium
dengan dosis 1,5 g / hari, dimulai pada 15 minggu dan berlanjut sepanjang kehamilan,
direkomendasikan untuk pencegahan pre-eklampsia pada wanita dengan asupan kalsium harian,
600 mg / hari.5
3.9 Komplikasi

Diagnosis pre-eklampsia dapat menyebabkan berbagai komplikasi dengan implikasi jangka


panjang yang signifikan bagi ibu. Selain itu, preklampsia/eklampsia berhubungan dengan risiko
hipertensi dan penyakit kardiovaskular dan stroke pada masa yang akan datang. Wanita dengan
riwayat preeklampsia memiliki risiko penyakit kardiovaskular, 4x peningkatan risiko hipertensi
dan 2x risiko penyakit jantung iskemik, stroke dan DVT di masa yang akan datang. Risiko
kematian pada wanita dengan riwayat preeklampsia lebih tinggi, termasuk yang disebabkan oleh
penyakit serebrovaskular.2

Anda mungkin juga menyukai