Anda di halaman 1dari 28

Pre-Eklamsia Berat

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepanitraan Klinik Senior
pada bagian /SMF Ilmu Kandungan dan Kebidanan
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun Oleh

Risa Anggia 1507101030196


Layyina Misqa 1507101030086
Maulizahayani 1507101030081

Pembimbing

Dr. dr. Mohd Andalas, Sp.OG., FMAS

BAGIAN/ SMF KANDUNGAN DAN KEBIDANAN


RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
2018

0
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Pre-Eklamsia Berat”.
Shalawat beserta salam penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW yang telah membawa
umat manusia ke masa yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan.
Laporan kasus ini merupakan salah satu tugas dalam menjalankan Kepaniteraan
Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kandungan dan Kebidanan Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. dr. Mohd Andalas, Sp.OG., FMAS
yang telah membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas ini. Penulis
mengharapkan saran yang membangun dari semua pihak terhadap laporan kasus ini. Semoga
laporan kasus ini bermanfaat bagi penulis dan orang lain.

Banda Aceh, Januari 2018

Penulis

1
BAB I
PENDAHULUAN

Salah satu penyebab morbiditas dan mortilitas ibu dan janin adalah preeklampsia (PE)
yang menurut WHO angka kejadiannya berkisar antara 0,51%-38,4%.(1) Preeklampsia
merupakan kondisi khusus dalam kehamilan, ditandai dengan peningkatan tekanan darah
(TD) dan proteinuria. Bisa berhubungan dengan dengan kejang (eklampsia) dan gagal organ
ganda pada ibu, sementara komplikasi pada janin meliputi restriksi pertumbuhan dan
abrupsio plasenta.(1)

Preeklampsia ataupun hipertensi yang sering terjadi pada kehamilan beresiko terhadap
kematian janin dan ibu. Deteksi dini untuk hipertensi pada ibu hamil diperlukan agar tidak
menimbulkan kelainan serius dan mengganggu kehidupan serta kesehatan janin di dalam
rahim, kelainan hipertensi dalam kehamilan dibagi menjadi 4 kategori, yakni : Hipertensi
Kronis, Preeklampsia dan Eklampsia, Preeklampsia Imposed Hipertensi Kronis dan
Gestational Hypertension. Kenaikan tekanan darah (TD) secara tiba-tiba setelah kehamilan 2
minggu inilah yang disebut dengan preeklampsia. Preeklampsia terjadi kira-kira 5% dari
seluruh kehamilan, dan 10% pada kehamilan pertama kali.(2)

Diperkirakan di dunia setiap menit perempuan meninggal karena komplikasi yang


terkait dengan kehamilan dan persalinan, dengan kata lain 1400 perempuan meninggal setiap
harinya atau lebih kurang 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan dan
persalinan.(1) Di negara maju angka kejadian preeklampsia berkisar 6-7% dan eklampsia 0,1-
0,7%, sedangkan angka kematian ibu yang diakibatkan preeklampsia dan eklampsia di negara
berkembang masih tinggi.(3)

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai dengan proteinuria pada usia


kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Preeklampsia dalam kehamilan
adalah apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu (akhir
triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi. Telah dinyatakan
bahwa pathologic hallmark adalah suatu kegagalan total atau parsial dari fase kedua
invasi trofoblas saat kehamilan 16-20 minggu kehamilan, hal ini pada kehamilan normal
bertanggung jawab dalam invasi trofoblas ke lapisan otot arteri spiralis. Seiring dengan
kemajuan kehamilan, kebutuhan metabolik fetoplasenta makin meningkat.
Bagaimanapun, karena invasi abnormal yang luas dari plasenta, arteri spiralis tidak dapat
berdilatasi untuk mengakomodasi kebutuhan yang makin meningkat tersebut, hasil dari
disfungsi plasenta inilah yang tampak secara klinis sebagai preeklampsia.

Hipertensi di dalam kehamilan terbagi atas preeklampsia ringan, preklampsia


berat, eklampsia, serta superimposed preeklampsia yaitu ibu hamil yang sebelum
kehamilannya sudah memiliki hipertensi dan hipertensi berlanjut selama kehamilan, jadi
superimposed preeklampsia merupakan kelanjutan dari hipertensi kronik.

Edema, dahulu edema tungkai, dipakai sebagai tanda-tanda preeklampsia, tetapi


sekarang edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali edema generalisata (anasarka). Perlu
dipertimbangkan faktor resiko timbulnya hipertensi dalam kehamilan, bila didapatkan
edema generalisata, atau kenaikan berat badan > 0,57 kg/minggu. Primigravida yang
mempunyai kenaikan berat badan rendah < 0,34 kg/minggu, menurunkan resiko
hipertensi, tetapi meningkatkan resiko berat badan bayi rendah.4

3
B. Faktor Resiko 2
a. Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada
wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada wanita hamil
berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi yang menetap.

b. Paritas
Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua risiko
lebih tinggi untuk preeklampsia berat.

c. Faktor Genetik
Jika ada riwayat preeklampsia atau eklampsia pada ibu atau nenek penderita, faktor
risiko meningkat sampai 25%. Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang
ditentukan genotip ibu dan janin. Terdapat bukti bahwa preeklampsia merupakan
penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari
ibu penderita preeklampsia. Atau mempunyai riwayat preeklampsia/eklampsia dalam
keluarga.

d. Tingkah laku/sosioekonomi
Kebiasaan merokok, insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok selama
hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat yang jauh
lebih tinggi. Aktifitas fisik selama hamil atau istirahat baring yang cukup selama
hamil mengurangi kemungkinan atau insidens hipertensi dalam kehamilan.

e. Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar, dizigotik
lebih tinggi daripada monozigotik.

f. Mola hidatidosa
Degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan preeklampsia. Pada kasus
mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini/pada usia kehamilan muda, dan
ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan pada preeklampsia.

g. Obesitas
Hubungan antara berat badan wanita hamil dengan resiko terjadinya preeklampsia
jelas ada, dimana terjadi peningkatan insiden dari 4,3% pada wanita dengan Body
Mass Index (BMI) < 20 kg/m2 manjadi 13,3% pada wanita dengan Body Mass Index
(BMI) > 35 kg/m2.

h. Kehamilan multiple
Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda dari 105
kasus kembar dua didapat 28,6% preeklampsia dan satu kematian ibu karena

4
eklampsia. Dari hasil pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor penyebabnya ialah
dislensia uterus.

i. Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya


Resiko terjadinya preeklamsia pada kehamilan kedua meningkat sampai 4 kali lipat
pada ibu hamil dengan riwayat preeklampsia pada kehamilan pertama.

j. Wanita dengan gangguan fungsi organ 1


Resiko terjadinya preeklamsia juga meningkat pada ibu hamil dengan riwayat
diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan tekanan darah tinggi.

C. Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah
dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satupun
teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut
adalah :
Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta

Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam

lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga

terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis,

sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami

distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak

penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vascular, danpeningkatan aliran darah pada

daerah uteroplasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan

juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini

dinamakan “remodeling arteri spiralis”.

Pada hiperetensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot

arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku

dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan

vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relative mengalami vasokonstriksi, dan terjadi

kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan
5
terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan

perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis hipertensi dalam kehamilan

selanjutnya.

Gambar Perbedaan antara arteri spiralis normal dan preeklamsia16


Ket: gambaran skematis implantasi plasenta normal menunjukkan proliferasi trofoblas extravillous
dari anchoring villus. Trofoblas tersebut menginvasi desidua dan meluas hingga dinding arteriol
spiralis untuk menggantikan lapisan endotel dan juga lapisan dinding otot untuk menciptakan
pembuluh darah dengan resistensi rendah. Pada preeklamsia, terdapat defek pada implantasi yang
ditandai dengan invasi inkomplit trofoblas extravillous ke dinding arteriol spiralis. Hal ini
menyebabkan penyempitan pembuluh darah dengan resistensi tinggi.

Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel

Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan

terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis:, akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta

yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (disebut juga radikal

bebas).

Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil

yang sangat toksis, khususnya terhadap memberan sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya

produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang

dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah dahulu dianggap

6
sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan

disebut “toxaemia”.

Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak

tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel,

juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel.

Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya

peroksida lemak meningkat, sebagai antioksidan, misal vitamin E pada hipertensi dalam

kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relatif

tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar ke

seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel.

Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak,

karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam

lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil,

yang akan berubah menjadi peroksida lemak.

Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel

endotell, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran sel

endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel

endotel. Keadaan ini disebut disfungsi endotel (endothelia dysfunction). Pada waktu terjadi

kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel maka akan terjadi:

o Gangguan metabolism prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel, adalah

memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2), yang

merupakan suatu vasodilator kuat.

o Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi

sel trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel yang

mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboxan (TXA2), suatu

7
vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal perbandingan kadar

prostasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin, sehingga terjadi

vasokonstriksi, dengan terjadi kenaikan tekanan darah.

o Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerular endotheliosis)

o Peningkatan permeabilitas kapilar

o Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor, yaitu endothelin. Kadar NO

(vasodilator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat

o Peningkatan faktor koagulasi

Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin

Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya “hasil konsepsi”

yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G),

yang berperan penting dalam modulasi respons imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil

konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis

oleh sel Natural Killer (NK).

Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan

desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam

jaringan desidua ibu, disamping untuk menghadapi sel NK. Pada plasenta hipertensi pada

kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. bekurangnya HLA-G desidua di daerah

plasenta, menghambat invasi trofoblas ke desidua. Invasi trofoblas sangta penting agar

jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri

spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitokin, sehingga memudahkan terjadinya

inflamasi. Kemungkinan terjadi immune maladaption pada preeklamsia.

Teori adaptasi kardiovaskular

Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopressor.

Refreakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan vasopressor, atau

8
dibutuhkan kadar vasopressor yang tinggi untuk menimbulkan respons vasokonstriksi. Pada

kehamilan normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopressor adalah

akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini

dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopressor akan hilang bilang diberi

prostaglandin sintesa inhibitor. Prostaglandin ini di kemudian hari ternyata adalah

prostasiklin.

Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan

vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan

vasokonstriktor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopressor hilang

hingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopressor. Banyak penelitian

telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopressor pada

hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi pada trimester pertama.

Teori Genetik

Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tungga. Genotype ibu lebih

menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan

genotype janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklamsia, 26% anak

perempuannya akan mengalami preeklamsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu

mengalami preeklamsia.

Teori Defisiensi Gizi (Teori Diet)

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan gizi berperan dalam

terjadnya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di

Inggris adalah penelitian tentang pengaruh diet pada preeklamsia beberapa waktu sebelum

pecahnya Perang Dunia II. Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan

perang menimbulkan kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan.

9
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati

halibut, dapat mengurangi resiko preeklamsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak

tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit,

dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah. Beberapa peneliti telah mencoba melakukan

uji klinik untuk memakai konsumsi minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak

tak jenuh dalam mencegah preeklamsia. Hal sementara menunjukkan bahwa penelitian ini

berhasil baik dan mungkin dapat dipakai sebagai alternative pemberian aspirin.

Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan

hamil mengakibatkan resiko terjadinya preeklamsia/eklamsia. Penelitian di negara Equador

Andes dengan metode uji klinik, ganda tersamar, dengan membandingkan pemberian kalsium

dam placebo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium

cukup, kasus yang mengalami preeklamsia adalah 14%, sedangkan yang diberi glukosa 17%.

Teori Stimulus Inflamasi

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi

merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, plasenta

juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas,

akibat reaksi stress oksidatif.

Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses

inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar,

sehingga reaksi inflamasi juga dalam batas normal. Berbeda pada proses apoptosis pada

preeklamsia, dimana pada preeklamsia terjadi peningkatan stress oksidatif, sehingga produksi

debris apoptosis dan nekrosis trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta,

misalnya pada plasenta besar, hamil ganda, maka reaksi stress oksidatif akan sangat

meningkat, sehingga sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan

beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi inflamasi

10
pada kehamilan normal. Respons inflamasi ini akan mengaktifkan sel endotel dan sel-sel

makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi inflamasi sistemik yang

menimbulkan gejala-gejala preeklamsia pada ibu.

Deteksi Dini dan Metode Pencegahan


Tanda-tanda awal preeklamsi dapat diketahui dalam pemeriksaan rutin kehamilan
minggu ke 20. Banyak ibu hami yang mengalami kenaikan tekanan darah ringan namun
bukan preeklamsi, yang dikenal dengan gestasional high blood pressure. Kondisi tersebut
juga dapat diketahui setelah kehamilan minggu ke-20. Pada pemeriksaan tersebut, tekanan
darah ibu dicek secara rutin untuk mengetahui gejala kenaikan tekanan darah serta
pemeriksaan urine protein. Hasil pemeriksaan urin protein inilah yang membedakan
kondisi preeklamsi dan gestasional high blood pressure. Tekanan darah tinggi saat
kehamilan dianggap tinggi apabila mencapai sekitar 140/90 mmHg. Pemeriksaan protein
urin dapat dilakukan dengan menggunakan dipstick .

D. Diagnosis
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan
laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi dua
golongan yaitu;
1) Preeklamsi ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
• Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau
kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan
riwayat tekanan darah normal.
• Proteinuria kuantitatif ≥ 300 mg/24 jam atau kualitatif +1 pada urin
2) Preeklamsi berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
• Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
• Proteinuria ≥ 3 g / 24 jam atau kualitatif ≥+2
• Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam atau kurang dari 0,5
cc/kgBB/jam
• Adanya gangguan serebral (gangguan penglihatan dan nyeri kepala)
• Edema paru
• Trombositopeni (< 100.000 sel/mm3)
• Gangguan fungsi hati (SGOT/SGPT meningkat ≥ 2 kali nilai normal)
• Pertumbuhan janin terhambat

11
• Sindrom HELLP
Preeklampsia berat dibagi menjadi (a) Preeklampsia berat tanpa impending
eklampsia, dan (b) Preeklampsia berat dengan impending eklampsia. Disebut impending
eklampsia bila preeklampsia berat disertai gejala – gejala subjektif berupa nyeri kepala
hebat, gangguan visus, muntah – muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif
tekanan darah.1,2,3

E. Penatalaksanaan Preeklampsia
Tatalaksana Umum Ibu hamil dengan preeklampsia harus segera dirujuk ke rumah
sakit. Pencegahan dan tatalaksana kejang bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas,
pernapasan (oksigen), dan sirkulasi (cairan intravena). MgSO4 diberikan secara intravena
kepada ibu dengan eklampsia (sebagai tatalaksana kejang) dan preeklampsia berat
(sebagai pencegahan kejang). Pada kondisi di mana MgSO4 tidak dapat diberikan
seluruhnya, berikan dosis awal (loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas kesehatan
yang memadai. Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu ke
ruang ICU (bila tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas ventilator tekanan positif.

CARA PEMBERIAN MGSO4


 Berikan dosis awal 4 g MgSO4 sesuai prosedur untuk
mencegah kejang atau kejang berulang.
 Sambil menunggu rujukan, mulai dosis rumatan 6 g MgSO4
dalam 6 jam sesuai prosedur.
Syarat pemberian MgSO4
• Tersedia Ca Glukonas 10%,
• Ada refleks patella
• Jumlah urin minimal0,5ml/kg BB/jam

CARA PEMBERIAN DOSIS AWAL


• Ambil 4 g larutan MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan dengan 10 ml
akuades
• Berikan larutan tersebut secara perlahan IV selama 20 menit

CARA PEMBERIAN DOSIS RUMATAN


• Ambil 6 g MgSO4 (15 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan dalam 500 ml larutan
Ringer Laktat/Ringer Asetat, lalu berikan secara IV dengan kecepatan 28 tetes/menit

12
selama 6 jam, dan diulang hingga 24 jam setelah persalinan atau kejang berakhir (bila
eklampsia)
• Lakukan pemeriksaan fisik tiap jam, meliputi tekanan darah, frekuensi nadi,
frekuensi pernapasan, refleks patella, dan jumlah urin.
• Bila frekuensi pernapasan < 16 x/menit, dan/atau tidak didapatkan refleks tendon
patella, dan/atau terdapat oliguria (produksi urin <0,5 ml/kg BB/jam), segera
hentikan pemberian MgSO4.
• Jika terjadi depresi napas, berikan Ca glukonas 1 g IV (10 ml larutan 10%) bolus
dalam 10 menit.
• Selama ibu dengan preeklampsia dan eklampsia dirujuk, pantau dan nilai adanya
perburukan preeklampsia. Apabila terjadi eklampsia, lakukan penilaian awal dan
tatalaksana kegawatdaruratan. Berikan kembali MgSO4 2 g IV perlahan (15-20
menit). Bila setelah pemberian MgSO4 ulangan masih terdapat kejang, dapat
dipertimbangkan pemberian diazepam 10 mg IV selama 2 menit.

Antihipertensi
 Ibu dengan hipertensi berat selama kehamilan perlu mendapat terapi antihipertensi.
 Pilihan antihipertensi didasarkan terutama pada pengalaman dokter dan ketersediaan
obat. Beberapa jenis antihipertensi yang dapat digunakan misalnya:

 Ibu yang mendapat terapi antihipertensi di masa antenatal dianjurkan untuk


melanjutkan terapi antihipertensi hingga persalinan
 Terapi antihipertensi dianjurkan untuk hipertensi pascasalin berat.

Pemeriksaan penunjang tambahan


• Hitung darah perifer lengkap (DPL)
• Golongan darah ABO, Rh, dan uji pencocokan silang
• Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT)

13
• Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum)
• Profil koagulasi (PT, APTT, fibrinogen)
• USG (terutama jika ada indikasi gawat janin/pertumbuhan janin terhambat)

Pertimbangan persalinan/terminasi kehamilan


 Pada ibu dengan eklampsia, bayi harus segera dilahirkan dalam 12 jam sejak
terjadinya kejang.

Induksi persalinan dianjurkan bagi ibu dengan preeklampsia berat dengan janin yang belum
viable atau tidak akan viable dalam 1-2 minggu.
 Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana janin sudah viable namun usia
kehamilan belum mencapai 34 minggu, manajemen ekspektan dianjurkan, asalkan
tidak terdapat kontraindikasi (lihat algoritma di halaman berikut). Lakukan
pengawasan ketat.
 Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana usia kehamilan antara 34 dan 37
minggu, manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asalkan tidak terdapat hipertensi
yang tidak terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat janin. Lakukan pengawasan
ketat.
 Pada ibu dengan preeklampsia berat yang kehamilannya sudah aterm, persalinan dini
dianjurkan.
 Pada ibu dengan preeklampsia ringan atau hipertensi gestasional ringan yang sudah
aterm, induksi persalinan dianjurkan.

14
15
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Erniza
Umur : 32 tahun
No. CM : 0-95-76-30
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Aceh Besar
Suku : Aceh
Agama : Islam
Status : Sudah menikah
Pekerjaan : Swasta
Tanggal Pemeriksaan : 09 Desember 2017

3.2 Anamnesis
Keluhan utama :
Pasien datang dengan keluhan tekanan darah tinggi

Keluhan tambahan : sakit kepala

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang dengan keluhan tekanan darah tinggi yang dirasakan sejak 4 jam SMRS,
sebelumnya pasien kontrol ke bidan dan didapatkan tekanan darah 180/110mmhg, kemudian
pasien di sarankan untuk ke dokter kandungan. Pasien mengaku pada kontrol kehamilan
sebelumnya tekanan darah pasien dalam batas normal. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala
yang dirasakan hilang timbul dan berkurang dengan obat yang di beli di apotik, nyeri kepala
bagian depan, pandangan mata kabur, nyeri ulu hati, dan mual disangkal. Pasien mengaku
saat hamil 8 bulan dengan HPHT 23/04/2017 TTP 31/01/2018 sesuia usia kehamilan 33-34
minggu. Pasien ANC di bidan 2 kali dan SP.OG 1 kali. USG terakhir bulan 12 di katakan
janin dalam keadaan baik dan kembar. Keluhan mules-mules, keluar lendir darah, dan air-air
di sangkal. Mual muntah disangkal. Riwayat keputihan (+), tidak berbau, tidak gatal. BAK
dan BAB dalam batas normal.

16
Riwayat penyakit dahulu :
 PEB saat hamil anak pertama hamil 8 bulan
 Diabetes Militus disangkal
 Penyakit Jantung disangkal
 Alergi disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Ibu kandung: hipertensi
Ayah kandung: HT(-) DM(-) Jantung (-) Alergi (-)

Riwayat Menarche :
Usia 10 tahun, menstruasi teratur 6-7 hari. Ganti pembalut 2-3 x/hari, dismenorrhea (-)

Riwayat Menikah : 1x saat usia 29 tahun

Riwayat Persalinan :
I. By. Laki-laki, 2 tahun, BBL: 3000 gram, SC a.i KPD, di RS Harapan Bunda
II. Hamil saat ini

Riwayat KB : Tidak Ada

Riwayat pengobatan : Tidak Ada

Riwayat Sosial : Pasien seorang guru, suami dosen

17
3.3 Pemeriksaan Fisik

Kesadaran: Compos Mentis


Vital Sign
Vital Sign 07/12/2017 08/12/2017 09/12/2017 10/12/2017 11/12/2017

TD (mmHg) 180/110 140/70 150/90 140/80 130/80


HR (x/menit 92 88 78 82 83
RR (x/menit 21 20 18 18 20
T (˚C) 36,8 36,8 38,7 36,3 36,8

Pemeriksaan Status Generalis


Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda vital : TD: 180/110 mmHg HR: 92x/i
RR: 21x/i T: 36,80C
Mata : Conjungtiva tarsal anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Deviasi (-), pernafasan cuping hidung (-), sekret (-)
Mulut : Sianosis (-)
Tenggorokan : Dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB (-),Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Cor : Bunyi jantung I>II regular, tidak ditemukan adanya gallop dan
murmur tidak ada
Pulmo : Suara nafas vesikuler di kedua lapang paru, rhonki dan wheezing
tidak ditemukan.
Abdomen : Soepel, membesar sesuai usia kehamilan
Anggotagerak : edema(-), sianosis (-) CRT <2s, reflek patella (+)

Pemeriksaan Status Obstetrik


Inspeksi : Membesar sesuai dengan usia kehamilan
Palpasi :
- Leopold I : TFU 30 cm, teraba bagian yang besar dan lunak
- Leopold II : Teraba punggung kanan-kiri. DJJ 155x/i
- Leopold III : Kepala
- Leopold IV : 5/5

18
Anogenital
I : v/u perdarahan (-), varices (-), oedem (-).
Io : Portio licin, OUE tertutup, fluksus (-), lakmus test (-)
VT : tidak dilakukan

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
08/12/2017
Darah Rutin
Hb 10.0 12.0 – 15.0 g/dl
Ht 37 37 -47 %
Eritrosit 4,6 4.2 – 5.4 106/mm3
Leukosit 12.6 4.5 – 10.5 103/mm3
Trombosit 242 150 – 450 103/mm3
MCV 82 80-100 %
MCH 27 27-31 %
MCHC 32 32-36 %
RDW 14.3 115-14.5 %
MPV 10.7 7.2-11.1 %
Hitung Jenis
Eosinofil 0 0 -6 %
Basofil 1 0–2 %
Netrofil Batang 0 2 -6 %
Netrofil Segmen 67 50 -70 %
Limfosit 26 20 -40 %
Monosit 6 2–8 %
CT 8 5-15 Menit
BT 2 1-7 Menit
SGOT 33 <31 U/L
SGPT 21 <34 U/L

19
GDS 121 <200 mg/dL
Ginjal
Ureum 10 13 – 43 mg/dl
Creatinin 0.63 0.51 - 0.95 mg/dl
Elektrolit
Na 138 132-146 mmol/L
K 3.7 3.7 - 5.4 mmol/L
Cl 108 98 - 106 mmol/L
Ca 9,3 8,6 – 10,3 mmol/L
Urinalisis ++ Negatif
Protein

Hasil CTG (Cardiotokografi)

20
Interpretasi Interpretasi
Janin I(kanan) Janin II (kiri)
-Baseline : 145dpm -Baseline : 140dpm
-Variabilitas : 5-15 -Variabilitas :5-15
-Akselerasi : tidak ada -Akselerasi :>2x
-Deselerasi :tidak ada -Deselerasi : tidak ada
-Gerakan janin : aktif -Gerakan janin : aktif
Kesan :CTG kategori I -Kesan :CTG kategori I

Hasil USG

(8/12/2017) (8/12/2017)

Interpretasi USG

Janin A Janin B
-BPD : 79.7 mm Janin II(kiri) -BPD : 77mm
-HC : 290.5 mm -HC : 289mm
-AC : 267.7 mm -AC : 279mm
-FL : 52.9 mm -FL : 52 mm
-EFW : 1782 gram -EFW : 1833 gram

Plasenta corpus anterior


AFI/SDP: 20.2 mm
Kesan : janin gemeli hidup keduanya sesuai usia kehamilan 33 minggu.

Diagnosis

G2P1A0 Hamil 33-34 minggu, Janin Gemeli hidup keduanya persentasi kepala, Pre-Eklamsia
Berat, post pematangan paru, BSC 1 kali (IDT 2 tahun),

21
Penatalaksanaan

Terapi IGD:
- IVFD RL
- Protap PEB
MgSo4 40% 4gr
Nifedipin titrasi

Terapi ruangan:
- Observasi keadaan umum, TTV, perburukan PEB
- Cegah kejang Mentanance MgSO4 40% 1gr/ jam selama 24 jam
- Atasi hipertensiAdalat oros tablet 1x30mg
- Pemantangan paruInjeksi Dexametason 6mg/8jam (selama 2 hari)
- Sulfas ferrous 2x320mg

22
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien didiagnosis dengan preeklampsia berat melalui anamnesa didapatkan pasien


datang dengan keluhan sakit kepala yang dirasakan sejak ± 7 jam SMRS. Sakit kepala
dirasakan sebelah kiri saat pasien sedang istirahat, pasien mengaku nyeri kepala terjadi secara
tiba-tiba dan semakin lama semakin memberat, keluhan mulai dirasakan sejak usia kehamilan
27-28 minggu, pasien juga memiliki riwayat kehamilan dengan hipertensi pada kehamilan
sebelumnya, riwayat tekanan darah tinggi saat kontrol kehamilan (140/90) dimana dari
pengakuan pasien sebelum hamil tekanan darahnya dalam batas normal dan dari hasil
pemeriksaan fisik diperoleh tekanan darah pasien saat masuk 180/110 mmHg dengan 2 kali
pemeriksaan dengan jarak 6 jam, dan dari hasil pemeriksaan dengan USG terakhir bulan 11
didapatkan janin gemeli hidup keduanya persentasi kepala-kepala dalam keadaan baik,
Taksiran berat janin 1 2098 gram dan bayi 2 2151 gram dengan denyut jantung janin 1
145kali/menit serta denyut jantung janin II 140kali/menit, serta dari pemeriksaan urinalisa
didapatkan Proteinuria (++).
Berdasarkan teori salah satu resiko terjadinya preeklampsia adalah adanya riwayat
preeklampsi sebelumnya dan juga kehamilan ganda, dimana Resiko terjadinya preeklamsia
pada kehamilan kedua meningkat sampai 4 kali lipat pada ibu hamil dengan riwayat
preeklampsia pada kehamilan pertama, dan juga berdasarkan penelitian Preeklampsia dan
eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda dari 105 kasus kembar dua
didapat 28,6% preeklampsia dan satu kematian ibu karena eklampsia. terdapat beberapa
perubahan klinis pada preeklamsia berat seperti, sakit kepala yang berat dan menetap,
perubahan mental sementara, pandangan kabur, fotofobia, iritabilitas, nyeri epigastrik, mual,
muntah. Namun, hanya sekitar 50% penderita yang mengalami gejala ini. Persentase gejala
sebelum timbulnya eklampsia adalah sakit kepala yang berat dan menetap (50-70%),
gangguan penglihatan (20-30%), nyeri epigastrium (20%), mual muntah (10-15%),
perubahan mental sementara (5- 10%).
Dari hasil pemeriksaan juga diperoleh TD 180/110 mmHg disertai dengan
Proteinuria (++), hal tersebut menunjukan tanda-tanda Preeklampsia berat, preeklamsia berat
adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya tekanan darah tinggi
160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu
atau lebih.

23
Peningkatan tekanan darah selama kehamilan yang dapat menyebabkan
preeklampsia dikarenakan peningkatan tekanan perifer untuk perbaikan oksigenasi jaringan
dan juga peningkatan cairan ekstraseluler yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
arteri. Selain itu, dengan adanya regangan uterus yang berlebihan akan menyebabkan iskemia
uteri yang akan menyebabkan arteri spirales cenderung vasokonstriksi sehingga
menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan
menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia/anoksia jaringan merupakan sumber reaksi
hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan
konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel.
Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan
hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila
keseimbangan antara peroksidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih dominan,
maka akan timbul keadaan yang disebut stess oksidatif. Pada PE-E serum anti oksidan
kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Peroksidase
lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan
sampai kesemua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel yang akan
mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan
mengakibatkan antara lain :
a) adhesi dan agregasi trombosit.
b) gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma yang mengakibatkan ekstravasasi
plasma.
c) terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari rusaknya
trombosit.
d) produksi prostasiklin terhenti yang merupakan PGE2 dengan sifat vasodilator kuat.
e) terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan, dimana prostasiklin menurun
sedangkan tromboksan meningkat sehingga cenderung terjadi vasokonstriksi
f) terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak.
Akibat dari semua hal diatas adalah terjadinya vasokonstriksi lumen pembuluh darah yang
akan menimbulkan hipovolemia sehingga aliran darah ke regional menurun. Untuk mengatasi
hal tersebut, jantung akan bekerja lebih keras sehingga terjadilah hipertensi.
Pada kasus ini dikhawatirkan pasien menjadi eklampsia bila tidak dilakukan
penanganan segera. Untuk mencegah terjadinya kejang diberikan MgSO4 40% (sesuai
protab) Bolus MgSo4 40%, 4gr bolus pelan selama 15 menit, kemudian dilanjutkan
Maintenance MgSo4 40% 1gr/jam selama 24 jam, dimana obat ini mempunyai efek
24
mengurangi kepekaan saraf pusat pada hubungan neuromuskular. Obat ini menyebabkan
vasodilatasi, meningkatkan diuresis dan menambah aliran darah ke uterus. Namun harus
diperhatikan pula dalam pemberian MgSo4 Harus tersedia antidotum, yaitu kalsium glukonas
10% (1 jam dalam 10 cc) diberikan i.v dalam waktu 3-5 menit, Reflex patella positif kuat,
Frekuensi pernafasan > 16 kali permenit, Produksi urin > 30 cc dalam 1 jam sebelumnya (0,5
cc/kgbb/jam). Serta untuk menurunkan tekanan darah pasien diberikan obat antihipertensi
berupa nifedipin 1x10mg diulang 1x dalam 20 menit dengan maksimal dosis 120mg/hr,
kemudian diruangan pasien diberikan Adalat oros tablet 1x30mg. Pasien juga diberikan
Sulfas ferrous 2x320mg, yang merupakan suplementasi besi dimana kebutuhan akan kalori,
protein, dan asam lemak esensial jauh lebih meningkat pada ibu dengan kehamilan kembar.
Konsumsi energi harus ditingkatkan 300 kkal/hari.
Penatalaksanaan ibu dengan preeklamsi bertujuan mengurangi komplikasi kehamilan,
menghindari prematuritas dan memaksimalkan keselamatan ibu dan bayi. Memperlambat
tindakan pada kehamilan dapat mengarah pada perburukan preeklamsi dan berakhir pada
insufiensi plasenta dan disfungsi organ ibu. Kondisi tersebut berhubungan dengan
peningkatan risiko mortalitas ibu dan janin. Disfungsi organ maternal yang berhubungan
dengan preeklamsi dapat berupa eklampsi dan haemolysis, elevated liver enzymes dan low
platelet count (HELLP).

25
BAB V
KESIMPULAN

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai dengan proteinuria pada usia


kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Preeklampsia dalam kehamilan adalah
apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan
kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi. Diagnosis preeklampsia dapat
ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium. Tanda-tanda awal preeklamsi dapat
diketahui dalam pemeriksaan rutin kehamilan minggu ke 20. Banyak ibu hami yang mengalami
kenaikan tekanan darah ringan namun bukan preeklamsi, yang dikenal dengan gestasional high
blood pressure. Kondisi tersebut juga dapat diketahui setelah kehamilan minggu ke-20. Pada
pemeriksaan tersebut, tekanan darah ibu dicek secara rutin untuk mengetahui gejala kenaikan
tekanan darah serta pemeriksaan urine protein. Hasil pemeriksaan urin protein inilah yang
membedakan kondisi preeklamsi dan gestasional high blood pressure. Tekanan darah tinggi saat
kehamilan dianggap tinggi apabila mencapai sekitar 140/90 mmHg. Untuk lebih menguatkan
penegakkan diagnosis, dapat diusulkan pemeriksaan protein urin dengan menggunakan dipstick.
Penatalaksanaan ibu dengan preeklamsi bertujuan mengurangi komplikasi kehamilan,
menghindari prematuritas dan memaksimalkan keselamatan ibu dan bayi. Memperlambat
tindakan pada kehamilan dapat mengarah pada perburukan preeklamsi dan berakhir pada
insufiensi plasenta dan disfungsi organ ibu. Kondisi tersebut berhubungan dengan
peningkatan risiko mortalitas ibu dan janin. Disfungsi organ maternal yang berhubungan
dengan preeklamsi dapat berupa eklampsi dan haemolysis, elevated liver enzymes dan low
platelet count (HELLP).

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Wright d, syngelaki a, akolekar r. Competing risks model in screening for


preeclampsia by maternal characteristics and medical history. Am j obstet gynecol.
2015; 213(62e): p. 1-10.
2. Bilano vl oegtmrsj. Risk factor of pre-eclampsia and its adverse outcomes in low- and
middle income countries : a who secondary analysis. Plos one.2014; 9(3).
3. 4. Sirait am. Prevalenasi hipertensi pada kehamilan di indonesia dan faktor resiko
yang berhubungan. Buletin penelitian sistem kesehatan. 2012:; 15(2): p. 103-109.

4. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K, Hypertensive


Disorders in Pregnancy. In: William Obstetrics, edisi ke-22, New York: McGraw-
Hill, 2005 : 761-808
5. Prawirohardjo S, Pre-eklampsia dan Eklampsia, dalam Ilmu Kebidanan, edisi ke-4,
Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T, penyunting, Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010: 542-50
6. WHO.2013.Pelayanan kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan Darsar Dan Rujukan.
Jakarta. World Health Organization.
7. Cunningham FG, Gant F.G, et all. Preeclampsia. In: William Manual of Obstetrics.
21st Ed. McGraw Hill 2003:339-47.

27

Anda mungkin juga menyukai