Anda di halaman 1dari 34

Laporan kasus

PENCEGAHAN PRE-EKSLAMSIA PADA KEHAMILAN DENGAN


RIWAYAT EKSLAMSIA DALAM KEDOKTERAN KELUARGA

Disusun Oleh :

Dara Muthmainnah
Defira Rosa Amalia
Erlinda Ramona Putri
Farah Agriana
Megawati Putri Bancin
Muhammad Abrar Azhar
Rizki Novrildawati
Yulia Dasmayanti

Pembimbing :

Dr. dr. Mohd. Andalas, Sp. OG

BAGIAN / SMF FAMILY MEDICINE


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diperkirakan di dunia setiap menit perempuan meninggal karena komplikasi

yang terkait dengan kehamilan dan persalinan, dengan kata lain 1400 perempuan

meninggal setiap harinya atau lebih kurang 500.000 perempuan meninggal setiap

tahun karena kehamilan dan persalinan.(1) Di negara maju angka kejadian

preeklampsia berkisar 6-7% dan eklampsia 0,1-0,7%, sedangkan angka kematian ibu

ynag diakibatkan preeklampsia dan eklampsia di negara berkembang masih tinggi.

Preeklampsia salah satu sindrom yang dijumpai pada ibu hamil di atas 20 minggu

terdiri dari hipertensi dan proteinuria dengan atau tanpa edema. (2)

Kematian ibu di Indonesia merupakan peringkat tertinggi di negara ASEAN,

yang mana diperkirakan sedikitnya 18.000 ibu meninggal setiap tahun, karena

kehamilan atau persalinan. Hal ini berarti setiap setengah jam seorang perempuan

meninggal karena kehamilan atau persalinan, yang mengakibatkan setiap tahun

36.000 balita menjadi anak yatim. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun

2001 menyebutkan angka kematian ibu di Indonesia 396 per 100.000 kelahiran hidup.

Departemen Kesehatan menargetkan tahun 2010 angka kematian ibu turun menjadi

125 per 100.000 kelahiran hidup. Dari jumlah kematian ibu prevalensi paling besar

adalah preeklampsia dan eklampsia sebesar 12,9% dari keseluruhan kematian ibu.(3)

Salah satu penyebab morbiditas dan mortilitas ibu dan janin adalah

preeklampsia (PE) yang menurut WHO angka kejadiannya berkisar antara 0,51%-
38,4%.(1) Preeklampsia merupakan kondisi khusus dalam kehamilan, ditandai dengan

peningkatan tekanan darah (TD) dan proteinuria. Bisa berhubungan dengan dengan

kejang (eklampsia) dan gagal organ ganda pada ibu, sementara komplikasi pada janin

meliputi restriksi pertumbuhan dan abrupsio plasenta.(4)

Preeklampsia ataupun hipertensi yang sering terjadi pada kehamilan beresiko

terhadap kematian janin dan ibu. Deteksi dini untuk hipertensi pada ibu hamil

diperlukan agar tidak menimbulkan kelainan serius dan mengganggu kehidupan serta

kesehatan janin di dalam rahim, kelainan hipertensi dalam kehamilan dibagi menjadi

4 kategori, yakni : Hipertensi Kronis, Preeklampsia dan Eklampsia, Preeklampsia

Imposed Hipertensi Kronis dan Gestational Hypertension. Kenaikan tekanan darah

(TD) secara tiba-tiba setelah kehamilan 2 minggu inilah yang disebut dengan

preeklampsia. Preeklampsia terjadi kira-kira 5% dari seluruh kehamilan, dan 10%

pada kehamilan pertama kali.(5)


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pre-eklamsia dan eklamsia


Keadaan dengan tekanan darah ≥ 140/90 mmhg yang terjadi setelah
kehamilan 20 minggu dan dapat disertai dengan proteinuria lebih dari sama dengan
300mg/ 24 jam atau lebih dari sama dengan 1+ pada pemeriksaan carik celup
merupakan kriteria preeclampsia.[ CITATION Pud13 \l 1033 ]
Preeklampsia adalah gangguan multistem yang bersifat spesifik terhadap
kehamilan dan masa nifas. Lebih tepatnya, penyakit ini merupakan penyakit plasenta
karena juga terjadi pada kehamilan dimana terdapat trofoblas tetapi tidak ada jaringan
janin (kehamilan mola komplet). Sedangkan menurut buku ilmu kebidanan karangan
sarwono prawirohardjo3, pada preeklampsia terjadi peningkatan reaktivitas vaskular
dimulai umur kehamilan 20 minggu, tetapi hipertensi dideteksi umumnya trimester ii.
Tekanan darah yang tinggi pada preeklampsiaa bersifat labil dan mengikuti irama
sirkardian normal.[ CITATION Pud13 \l 1033 ]

Preeklampsiaa adalah timbulnya hipertensi disertai dengan proteinuria pada


usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Saat ini edema pada ibu
hamil dianggap sebagai hal yang biasa dan tidak spesifik dalam diagnosis
preeklampsia. Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik ≥
140 mmhg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmhg. Proteinuria ditetapkan apabila
dalam urine terdapat protein ≥ 300 mg/ml dalam urine tampung 24 jam atau ≥ 30
mg/dl urin acak tengah yang tidak menunjukan tanda-tanda infeksi saluran
kemih[ CITATION Man10 \l 1033 ]

2.2 Faktor resiko yang mempengaruhi preeklamsia


Preeklamsia terjadi pada kurang lebih 5% dari semua kehamilan, 10% pada
kehamilan anak pertama dan 20–25% pada perempuan hamil dengan riwayat
hipertensi sebelum hamil. Pada janin, preeklamsia bisa menyebabkan berat badan
lahir rendah, keguguran dan lahir premature. Sedangkan yang menjadi eklamsia
sekitar 0,05–0,20%. [ CITATION Sir12 \l 1033 ]
Faktor risiko ibu untuk terjadinya preeklamsia antara lain kehamilan pertama,
usia kurang dari 18 tahun atau lebih dari 35 tahun, riwayat preeklamsia pada
kehamilan sebelumnya, riwayat keluarga dengan preeklamsia, obesitas atau
kegemukan, dan jarak antar kehamilan kurang dari 2 tahun atau lebih dari 10 tahun.
[ CITATION Sir12 \l 1033 ]
Nice merekomendasikan bahwa wanita yang memiliki resiko tinggi untuk
terjadinya preeclamsia memiliki minimal 1 resiko tinggi atau 2 resiko sedang, dimana
resiko tinggi untuk terjadinya preeclamsia berupa : memiliki riwayat penyakit
hipertensi pada kehamilan sebelumnya, pasien dengan ckd, pasien dengan penyakit
autoimun (sle) , pasien dengan diabetes serta pasien dengan hipertensi. Sedangkan
untuk resiko sedang terjadinya preeklamsia berupa : kehamilan pertama, umur diatas
40 tahun, jarak antar kehamilan lebih dari 10 tahun, bmi pada kunjungan pertama
lebih dari 35 kg/m2, riwayat keluar yang preeclamsia.[ CITATION Wri15 \l 1033 ]
Referensi lainnya membagi faktor risiko menjadi 3 bagian yaitu risiko yang
berhubungan dengan pasangan/ suami, risiko yang berhubungan dengan riwayat
penyakit terdahulu, dan risiko yang berhubungan dengan kehamilan yang dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Risiko yang berhubungan dengan pasangan: primigravida, umur yang ekstrim:
terlalu muda atau terlalu tua untuk kehamilan, pasangan/suami yang pernah
menikah wanita yang kemudian hamil dan mengalami preeklampsia,
inseminasi donor dan donoroocyte
b. Risiko yang berhubungan dengan riwayat penyakit terdahulu: berupa riwayat
pernah preeklampsia, hipertensi kronis, penyakit ginjal, obesitas dan diabetes
gestasional.
c. Risiko yang berhubungan dengan kehamilan : kehamilan kembar dan mola
hidatidosa serta hydrops fetalis.

2.2.1 Usia ibu


Semakin tua usia ibu, semakin berisiko terjadinya preeklampsia. Usia ibu
memiliki risiko 1,40 (ik 95%; 1,31-1,51) terjadi preeklampsia, sementara usia ibu ≥
35 tahun berisiko 1,95 (ik 95%; 1,80-2,12) terjadi preeklampsia. Studi lain
menginformasikan bahwa usia ibu yang lebih tua yaitu 40 tahun lebih besar resikonya
mengalami preeclampsia atau meningkat 2 kali lipat. Sementara itu studi di amerika
melaporkan bahwa pada kelompok ibu hamil yang lebih tua lebih banyak mengalami
preeklampsia dibandingkan dengan kelompok ibu yang berusia lebih muda. Namun
hal tersebut dipengaruhi oleh perilaku ibu hamil pada kelompok yang lebih muda
sebagai perokok. Pada kelompok tersebut kejadian preeklampsia justru lebih rendah.
Penelitian lain menyebutkan bahwa tidak terbukti merokok dapat mengurangi risiko
kejadian preeklampsia dilaporkan payne dkk dari penelitian yang dilakukan di
beberapa negara. Studi lanjut mengenai hal tersebut perlu dilakuan untuk
membuktikan hasil penelitian yang konsisten.[ CITATION Bil14 \l 1033 ][ CITATION Ana13
\l 1033 ]

2.2.2. Memiliki riwayat hipertensi dalam kehamilan sebelumnya

Ibu dengan riwayat preeklampsia sebelumnya memiliki risiko 7 kali lipat


mengalami preeklampsia pada kehamilan berikutnya. Penelitian lain melaporkan
bahwa ibu dengan riwayat preeklampsia berisiko terjadi superimposed
preeclampsia pada kehamilan berikutnya dengan or 3,76 (ik 95%; 1,82 – 7,75).
Perempuan dengan early onset preeklamsia pada kehamilan pertama memilik resiko
untuk terjadi early onset preeklamsia pada kehamilan selanjutnya dan derajat
keparahan dari preeklamsi untuk kehamilan selanjutnya bisa lebih parah dari
sebelumnya[ CITATION LiX14 \l 1033 ] kehamilan pada wanita dengan riwayat
preeklampsia sebelumnya berkaitan dengan tingginya kejadian preeklampsia berat,
preeklampsia onset dini, dan dampak perinatal yang buruk.[ CITATION POG10 \l 1033 ]

2.2.3. Riwayat hipertensi kronis

Ibu dengan riwayat hipertensi kronik sangat tinggi risikonya yakni 7 kali lebih
besar terjadi preeklampsia dengan or 7,75 (ik 95%; 6,77-8,87). Pada hipertensi kronis
terjadi jejas pada endotel vaskuler yang dapat menyebabkan hipertropi dan proliferasi
sel endotel vaskuler hingga kerusakan endotel. Studi lain menyatakan bahwa jika
terjadi peningkatan tekanan darah diastolik lebih dari 80 mmhg, maka resiko
preeklampsia meningkat 1,5 kali lipat.[ CITATION Pay14 \l 1033 ]

2.2.4. Jarak kehamilan

Pada beberapa penelitian mengatakan bahwa jarak antar kehamilan yang


terlalu lama meiliki resiko tinggi untuk terjadinya preeklamsi pada perempuan tanpa
atau dengan riwayat preeklamsi sebelumnya. Jika jarak antar kehamilan melebih 10
tahun maka resiko untuk preeklamsia dikatakan sama dengan perempuan yang
nulipara. Insiden terjadinya recurrent preeklamsi meningkat 1.2 x setiap tahunnya.
Pada penelitian lain melaporkan bahwa risiko preeklampsia semakin meningkat
sesuai dengan lamanya interval dengan kehamilan pertama (1,5 setiap 5 tahun jarak
kehamilan pertama dan kedua; p<0,0001)[ CITATION LiX14 \l 1033 ]

2.2.5. Indeks masa tubuh

Imt berhubungan secara signifikan terhadap preeclampsia, imt ≥ 35 tahun


berisiko 3 kali pebih besar terjadi preeklampsia or 3,90 (ik 95%; 3,52-4,33)
sedangkan imt 20 sampai < 26 lebih rendah risikonya terhadap kejadian preeklampsia
dengan or 1,71 (ik 95%; 01,61-1,81). Hal yang sama juga dilaporkan dari studi kohort
yang dilakukan di amerika bahwa imt berhungan pereklampsia. Sedangkan sumber
lain menyatakan imt yang meningkat sebelum kehamilan beresiko mengalami
preeklampsia 2,5 kali lebih besar. Sedangkan jika imt meningkat selama pemeriksaan
antenatal (anc) atau juga beresiko 1,5 kali lebih besar mengalami preeclampsia.
[ CITATION Mik12 \l 1033 ]

2.2.6. Diabetes gestasional

Ibu dengan riwayat diabetes gestasional berisiko 2 kali lebih besar terjadi
preeklampsia dengan or 2,00 (ik 95%; 1,63-2,45). Hal yang sama juga dilaporkan dari
studi yang lain di amerika serikat, bahwa terjadi peningkatan prevalensi preeklampsia
salah satunya disebabkan oleh meningkatnya proporsi ibu hamil dengan diabetes
gestasional.[ CITATION Mik12 \l 1033 ]

2.2.7. Riwayat keluarga preeklamsi

Riwayat preeklampsia pada keluarga juga meningkatkan risiko hampir 3 (tiga)


kali lipat (rr 2,90 95%ci 1,70 – 4,93). Adanya riwayat preeklampsia pada ibu
meningkatkan risiko sebanyak 3.6 kali lipat (rr 3,6 95% ci 1,49 – 8,67). [ CITATION
POG10 \l 1033 ]

2.2.8. Kehamilan multiper dan nulipara

Sebuah studi yang melibatkan 53.028 wanita hamil menunjukkan, kehamilan


kembar meningkatkan risiko preeklampsia hampir 3 (tiga) kali lipat (rr 2.93 95%ci
2,04 – 4,21). Analisa lebih lanjut menunjukkan kehamilan triplet memiliki risiko
hampir 3 kali lipat dibandingkan kehamilan duplet (rr 2,83; 95%ci 1.25 - 6.40). Sibai
dkk menyimpulkan bahwa kehamilan ganda memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi
untuk menjadi preeklampsia dibandingkan kehamilan normal (rr 2,62; 95% ci, 2,03 –
3,38).[ CITATION POG10 \l 1033 ] pada nulipara memilik resiko tiga kali lipat untuk
terjadinya preeklamsi.

2.2.9. Donor oosit, donor sprema dan donor embrio

Kehamilan setelah inseminasi donor sperma, donor oosit atau donor embrio
juga dikatakan sebagai faktor risiko. Satu hipotesis yang populer penyebab
preeklampsia adalah maladaptasi imun. Mekanisme dibalik efek protektif dari
paparan sperma masih belum diketahui. Data menunjukkan adanya peningkatan
frekuensi preeklampsia setelah inseminasi donor sperma dan oosit, frekuensi
preeklampsia yang tinggi pada kehamilan remaja, serta makin mengecilnya
kemungkinan terjadinya preeklampsia pada wanita hamil dari pasangan yang sama
dalam jangka waktu yang lebih lama. Walaupun preeklampsia dipertimbangkan
sebagai penyakit pada kehamilan pertama, frekuensi preeklampsia menurun drastis
pada kehamilan berikutnya apabila kehamilan pertama tidak mengalami
preeklampsia. Namun, efek protektif dari multiparitas menurun apabila berganti
pasangan. Robillard dkk melaporkan adanya peningkatan risiko preeklampsia
sebanyak 2 (dua) kali pada wanita dengan pasangan yang pernah memiliki istri
dengan riwayat preeklampsia (or 1,8; 95 % ci 95%, 2-2,6).[ CITATION POG10 \l 1033 ]

2.3 Pencegahan preeklamsia

Upaya pencegahan proaktif dibutuhkan sejak awal kehamilan, selama


kehamilan sampai dekat menjelang persalinan, yang dilakukan bersama-sama oleh
tenaga kesehatan bidan di desa dan ibu hamil, suami dan keluarga.
Upaya-upaya pencegahan antara lain:
a. Meningkatkan cakupan, kemudian kepada semua ibu hamil diberikan
perawatan dan skrining antenatal untuk deteksi dini secara proaktif yaitu
mengenal masalah yang perlu diwaspadai dan menemukan secara dini adanya
tanda bahaya dan faktor risiko pada kehamilan.
b. Meningkatkan kualitas pelayanan sesuai kondisi dan faktor risiko yang ada
pada ibu hamil.
c. Meningkatkan akses rujukan yaitu: pemanfaatan sarana dan fasilitas
pelayanan kesehatan ibu sesuai dengan faktor risikonya melalui rujukan
berencana bagi ibu dan janin.
Pencegahan terbaik preeklampsia/eklampsia adalah dengan memantau
tekanan darah ibu hamil. Padukan pola makan berkadar lemak rendah dan perbanyak
suplai kalsium, vitamin c dan a serta hindari stres. Selain bedrest, ibu hamil juga
perlu banyak minum untuk menurunkan tekanan darah dan kadar proteinuria, sesuai
petunjuk dokter. Lalu, untuk mengurangi pembengkakan, sebaiknya ibu hamil
mengurangi garam dan beristirahat dengan kaki diangkat ke atas.
Upaya pencegahan preeklampsia/eklampsia sudah lama dilakukan dan telah
banyak penelitian dilakukan untuk menilai manfaat berbagai kelompok bahan-bahan
non-farmakologi dan bahan farmakologi seperti: diet rendah garam, vitamin c,
toxopheral (vit e), beta caroten, minyak ikan (eicosapen tanoic acid), zink,
magnesium, diuretik, anti hipertensi, aspirin dosis rendah, dan kalsium untuk
mencegah terjadinya preeklampsia dan eklampsia.
Upaya untuk mencegah preeklampsia/ eklampsia di antaranya rajin
memeriksakan kandungan (anc) secara teratur sehingga dapat dideteksi sejak dini ada
tidaknya preeklampsia/eklampsia pada ibu hamil. Pemeriksaan pada ibu hamil di
antaranya tes urin untuk mendeteksi kemungkinan adanya preeklampsia/eklampsia
dan mengukur tekanan darah untuk mendeteksi adanya preeklampsia/eklampsia.

Terminologi umum ‘pencegahan’ dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu: primer,


sekunder, tersier. Pencegahan primer artinya menghindari terjadinya penyakit.
Pencegahan sekunder dalam konteks preeklampsia berarti memutus proses terjadinya
penyakit yang sedang berlangsung sebelum timbul gejala atau kedaruratan klinis
karena penyakit tersebut. Pencegahan tersier berarti pencegahan dari komplikasi yang
disebabkan oleh proses penyakit, sehingga pencegahan ini juga merupakan tata
laksana, yang akan dibahas pada bab selanjutnya.[ CITATION POG10 \l 1033 ]

2.3.1 Pencegahan primer


Perjalanan penyakit preeklampsia pada awalnya tidak memberi gejala dan
tanda, namun pada suatu ketika dapat memburuk dengan cepat. Pencegahan primer
merupakan yang terbaik namun hanya dapat dilakukan bila penyebabnya telah
diketahui dengan jelas sehingga memungkinkan untuk menghindari atau mengkontrol
penyebab-penyebab tersebut, namun hingga saat ini penyebab pasti terjadinya
preeklampsia masih belum diketahui.[ CITATION POG10 \l 1033 ]
Sampai saat ini terdapat berbagai temuan biomarker yang dapat digunakan
untuk meramalkan kejadian preeklampsia, namun belum ada satu tes pun yang
memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi. Butuh serangkaian pemeriksaan agar
dapat meramalkan suatu kejadian preeklampsia dengan lebih baik. Praktisi kesehatan
diharapkan dapat mengidentifikasi faktor risiko preeklampsia dan mengkontrolnya,
sehingga memudahkan dilakukannya pencegahan primer.[ CITATION POG10 \l 1033 ]
Pencegahan primer yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
preeklamsia berupa deteksi dini terhadap kasus preeklampsia dapat dilakukan melalui
beberapa cara mulai dengan cara yang sederhana seperti pengkajian yang
komprehensif agar semua riwayat dan faktor risiko dapat diketahui, sehingga
diagnosis dini dapat ditegakkan dan intervensi yang tepat dapat diberikan. Deteksi
dini terhadap preeklampsia dapat juga dilakukan melalui intervensi medis baik
invasive maupun non invasive. Berikut ini dijelaskan beberapa cara deteksi dini
preeklampsia dari berbagai sumber di berbagai negara antara lain [ CITATION MTh08 \l
1033 ]:
a. Pengkajian yang komprephensif pada saat pemeriksaan kehamilan,
dan jika ditemukan adanya resiko tinggi preeklamsia maka kunjungan
anc perlu di lakukan lebih sering dengan panduan dari nice dianjurkan
mengkaji tekanan darah dan dipstik urine serta pengukuran bmi pada
usia kehamilan 16,28,34,36,38 dan 41 minggu pada secundipara dan
seterusnya, sedangkan kunjungan tambahan diperlukan pada nulipara
di usia kehamilan 25 dan 31. Selain itu petugas harus mengigatkan ibu
bahwa gerakan janin tidak boleh kurang dari 15x/hari diluar waktu
tidur.
b. Peningkatan berat badan 1 kg dalam seminggu atau lebih
c. Pemeriksaan ultrasonografi dengan doppler pada arteri uterine untuk
menemukan adanya notch pada usia kehamilan 20-24 minggu, juga
kecepatan aliran darah serta untuk pemeriksaan adanya
oligohidramnion dan pertumbuhan janin apakah terdapat pjt/iugr.
Gambaran notch dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini.
d. Pemeriksaan biomarker (pregnancy-associated plasma protein-a, free
human chorionic gonadotropin) pada usia kehamilan trimester
pertama. Biomarker dapat dianalisi pada usia kehamilan 8-12 minggu.

2.3.2. Pencegahan sekunder


Tindakan yang dapat diberikan setelah ditemukan adanya predictor
preeclampsia seperti tekanan darah meningkat, bb meningkat 1 kilo gram dalam
seminggu atau lebih, agregasi platelet, notch dan lain sebagainya dapat diberikan
intervensi untuk mencegah terjadinya eklmapsia maupun mengurangi kejadian
mortalitas janin. Dibawah ini akan dijelaskan intervensi tersebut dari berbagai sumber
antara lain :
a. Pemberian asetilsalisilat (aspirin) 100 mg sebelum 16 minggu kehamilan
dapat menurunkan kejadian preklampsia (rr 0,1 ik 95%; 0,1 – 0,74). Di
prancis pemberian aspirin 75-160 mg/hari dimulai sebelum kehamilan 20
minggu. Penelitian rct melaporkan bahwa dari 1317 ibu yang diteliti, terjadi
penurunan risiko preeklampsia sebesar 52% ibu pada kelompok intervensi
aspirin yang dimulai pada usia kehamilan 16 minggu. Tetapi pada kelompok
ibu yang diberikan aspirin setelah 16 minggu kehamilan tidak terdapat
pengaruh yang signifikan tehadap penurunan risiko preeklampsia.
b. Pemberian antioksidan, di prancis pemberian antioksidan tidak
direkomendasikan. Pemberian antioksidan dari dark chocolate  dapat
menginduksi nitrit oxide karena mengandung efek antioksidan, dapat juga
mengurangi agregasi platelet dan meningkatkan fungsi endothelial.
Sebaliknya studi lain juga melaporkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan penurunan risiko preeklampsi dengan konsumsi coklat hitam
c. Pemberian magnesium lebih banyak dilaporkan diberikan pada ibu dengan
peb. Dilaporkan magnesium dapat menurunkan risiko eklampsi sebesar 50%.
Rekomendasi who dalam pemberian magnesium adalah diberikan pada peb
untuk mencegah eklampsi dan pada pasien eklampsi untuk mencegah kejang.
d. Pemberian kalsium diberikan pada ibu dengan defisiensi kalsium (prancis).
Rekomendasi who, kalsium perlu diberikan pada ibu dengan asupan kalsium
yang rendah. Dosis yang dianjurkan 1,5 – 2 elemen kalsium/hari.
e. Pemberian asam folat dapat menurunkan risiko preeklampsia. Studi di kanada
melaporkan bahwa ibu hamil yang diberikan asam folat sebelum hamil atau
sejak trimester i kehamilan dan terus mengkonsumsinya hingga trimester iii
dapat menurunkan kejadian preeklampsia sebesar 65%. Dosis yang dianjurkan
adalah dua kali dosis untuk mencegah neural tube defect yaitu 1 mg.
f. Pemberian isosorbid dinitrat (isdn) secara transdermal pada ibu dengan pe
dapat menurunkan tekanan darah dan memperbaiki sirkulasi darah
uteroplasenta.

2.3.3. Rekomendasi who dan pogi untuk pencegahan preeclamsia


a. Istirahat

Berdasarkan telah 2 (dua) studi kecil yang didapat dari cochrane, istirahat di
rumah 4 jam/hari bermakna menurunkan risiko preeklampsia dibandingkan
tanpa pembatasan aktivitas. Istirahat dirumah 15 menit 2x/hari ditambah
suplementasi nutrisi juga menurunkan risiko preeclampsia. Tidak ada
perbedaan bermakna antara istirahat di rumah dengan istirahat di rumah sakit
dalam mencegah eklampsia. Tirah baring tidak direkomendasikan untuk
memperbaiki luaran pada wanita hamil dengan hipertensi (dengan atau tanpa
proteinuria).[ CITATION POG10 \l 1033 ][ CITATION WHO11 \l 1033 ]

b. Retriksi garam

Dari telaah sistematik 2 (dua) penelitian yang melibatkan 603 wanita pada 2
(dua) uji kontrol tersamar ganda menunjukkan restriksi garam (20 – 50
mmol/hari) dibandingkan diet normal tidak ada perbedaan dalam mencegah
preeclampsia, (rr 1,11; 95% ci 0,49 – 1,94), kematian perinatal (rr 1,92;
95% ci 0,18 – 21,03), perawatan unit intensif (rr 0,98; 95% ci 0,69 – 1,40)
dan skor apgar < 7 pada menit ke-5 (rr 1,37; 95% ci 0,53 – 3,53).
Pembatasan garam untuk mencegah preeklampsia dan komplikasinya
selama kehamilan tidak direkomendasikan.[ CITATION POG10 \l 1033 ]
[ CITATION WHO11 \l 1033 ] namun sebagian ahli setuju bahwa diet yang
sehat direkomendasikan untuk dipromosikan ke ibu hamil. Pada pasien
dengan keadaan tertentu dianjurkan untuk pembatasan garam.

c. Suplementasi kalsium

Suplementasi kalsium berhubungan dengan penurunan kejadian hipertensi


dan preeklampsia, terutama pada populasi dengan risiko tinggi untuk
mengalami preeklampsia dan yang memiliki diet asupan rendah kalsium
(kurang dari 900mg/hari). Suplementasi ini tidak memberikan perbedaan
yang signifikan pada populasi yang memiliki diet kalsium yang adekuat.
Tidak ada efek samping yang tercatat dari suplementasi ini. Pemberian
kalsium elemental (1,5 – 2 gram /hari) berhubungan dengan penurunan
hipertensi dalam kehamilan dan preeklampsia terutama pada wanita dengan
asupan rendah kalsium dan risiko tinggi preeklampsia. Pemberian kalsium
juga berhubungan dengan penurunan risiko morbiditas berat dan mortalitas
maternal, persalinan preterm dan tekanan darah diastolik > persentil 95 pada
masa kanak. Pemeberian kalsium dapat diberikan pada usia kehamilan
memasuki 20 minggu.[ CITATION POG10 \l 1033 ][ CITATION WHO11 \l 1033 ]

d. Suplemen vitamin d

Pemeberian suplemen vitamin d tidak direkomendasikan untuk mencegah


terjadi preeklamsi dan komplikasi dari preklamsia. Namun ada beberapa
dari penelitian mengenai penggunaan suplemen vitamin d untuk mencegah
preeklamsi sehinggan bias jadi untuk kedepannya vitamin d menjadi
rekomendasi untuk pencegahan preeklamsi[ CITATION WHO11 \l 1033 ]

e. Aspirin dosis rendah


Berbagai uji kontrol teracak samar menyelidiki efek penggunaan aspirin
dosis rendah (500 -1500 mg/l) dalam mencegah terjadinya preeclampsia.
Beberapa studi menunjukkan hasil penurunan kejadian preeklampsia pada
kelompok yang mendapat aspirin.

Penggunaan aspirin dosis rendah untuk pencegahan primer berhubungan


dengan penurunan risiko preeklampsia, persalinan preterm, kematian janin
atau neonatus dan bayi kecil masa kehamilan, sedangkan untuk pencegahan
sekunder berhubungan dengan penurunan risiko preeklampsia, persalinan
preterm < 37 minggu dan berat badan lahir < 2500 g. Efek preventif aspirin
lebih nyata didapatkan pada kelompok risiko tinggi. Pemberian asprin dapat
diberikan pada usia kehamilan sebelum 20 minggu jika memungkinkan
dapat diberikan pada usia 12 minggu kehamilan dengan dosis 75 mg atau
kurang. Pemberian aspirin dosis > 75 mg lebih baik untuk menurunkan
risiko preeklampsia, namun risiko yang diakibatkannya lebih tinggi.
[ CITATION POG10 \l 1033 ][ CITATION WHO11 \l 1033 ]

f. Suplementasi antioksida

Cochrane melakukan meta-analisis 10 (sepuluh) uji klinis yang melibatkan


6.533 wanita. Sebagian besar uji klinis menggunakan antioksidan kombinasi
vitamin c (1.000 mg) dan e (400 iu). Kesimpulan yang didapatkan adalah
pemberian antioksidan tersebut tidak memberikan perbedaan bermakna bila
dibandingkan dengan kelompok kontrol pada kejadian preeklampsia (rr
0,73, ci 95% 0,51 - 1,06; 9 uji klinis, 5.446 wanita) atau terhadap luaran
primer lainnya, seperti preeklampsia berat (rr 1,25, ci 95% 0,89 - 1,76; 2 uji
klinis, 2.495 wanita), kelahiran preterm (sebelum 37 minggu) (rr 1,10, ci
95% 0,99 - 1,22; 5 uji klinis, 5.198 wanita), bayi kecil masa kehamilan (rr
0,83, ci 95% 0,62 - 1,11; 5 uji klinis, 5.271 bayi) dan mortalitas perinatal (rr
1,12, ci 95% 0,81 - 1,53; 4 uji klinis, 5.144 bayi). Wanita yang mendapat
suplementasi antioksidan cenderung membutuhkan antihipertensi (rr 1,77, ci
95% 1,22 - 2,57; 2 uji klinis, 4.272 wanita) dan terapi rawat inap untuk
hipertensi selama antenatal (rr 1,54 ci 95% 1,00 - 2,39; 1 uji klinis, 1.877
wanita). Who melakukan uji klinis kontrol teracak samar pada wanita hamil
usia gestasi 14-22 minggu dengan risiko tinggi preeklampsia dan status
nutrisi yang rendah. Intervensi berupa pemberian vitamin c 1.000 mg dan
vitamin e 400 iu kepada kelompok perlakuan dan plasebo kepada kelompok
pembanding yang dikonsumsi setiap hari sampai bayi lahir. Dari analisis
hasil penelitian didapatkan pemberian vitamin antioksidan tidak
berhubungan dengan penurunan kejadian preeklampsia (rr 1,0; ci 95% 0,9 -
1,3), eklampsia (rr 1,5; ci 95% 0,3 - 8,9), atau hipertensi gestasional (rr 1,2;
ci 95% 0,9 - 1,7). Pemberian suplemen antioksidan juga tidak berhubungan
dengan berat lahir bayi rendah (rr 0,9; ci 95% 0,8 -1,1), bayi kecil masa
kehamilan (rr 0,9; ci 95% 0,8 - 1,1), ataupun kematian perinatal (rr 0,8; ci
95% 0,6 – 1,2). Jadi dapat disimpulkan bahwa pemberian vitamin c dan e
dosis tinggi tidak menurunkan risiko hipertensi dalam kehamilan,
preeklampsia dan eklampsia, serta berat lahir bayi rendah, bayi kecil masa
kehamilan atau kematian perinatal sehingga tidak direkomendasikan
pemberian suplemen anti oksidan seperti vitamin c dan e untuk pencegahan
preeklamsi.[ CITATION POG10 \l 1033 ][ CITATION WHO11 \l 1033 ]

g. Wanita dengan hipertensi


Wanita dengan hipertensi selama kehamilan direkomendasikan untuk
mengkonsumsi obat antihipertensinya selama kehamilan. Obat anti
hipertensi yang direkomendasikan berupa obat yang efektif menurunkan
tekanan darah pasien dan cost effective. Pada penelitian membandingkan
obat antihipertensi berupa hydralazine, calcium channel blockers
(nifedipine, nimodipine, nicardipine and isradopine), labetalol, methyldopa,

Diazoxide, prostacyclin, ketanserin, urapidil, magnesium sulfate, prazosin


and isosorbide. Didapatkan hasil bahwa tidak ada perbendingan signifikan
antara labetalol versus hydralazine. Pada perbadingan calcium channel
blockers versus hydralazine didapatkan terdapat perbedaan signifikan dalam
murunkan resiko tekanan darah tinggi persisten pada penggunaan ccb
(nifedipine and isradipine). Pada perbandingan prostacyclin versus
hydralazine tidak ada ditemukan perbedaan yang signifikan. Pada
paerbadingan labetalol versus calcium channel blockers tidak ada perbedaan
yang signifikan dan begitu juga dengan perbendingan labetalol versus
methyldopa. Pemberian deuretik seperti thiazid tidak direkomendasikan
untuk preeklamsi.[ CITATION WHO11 \l 1033 ]

h. Magnesium sulfat untuk mencegah eklampsia

Magnesium sulfat direkomendasikan untuk diberikan pada wanita dengan


preeklamsi berat dibandingkan dengan natikonvlusan lain untuk mencegah
terjadinya eklamsi. Magnesium sulfat juga direkondasikan untuk terapi
antikonvulsan pada pasien eklamsi. Magnesium sulfat dapat diberikan
secara intravena maupun intramuscular.[ CITATION WHO11 \l 1033 ]

2.4. Managemen preeklamsia di puskesmas


2.5 Dokter Keluarga
2.5.1 Definisi
Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruhyang
memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggungjawab
dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur ataujenis
kelamin pasien juga tidak boleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu.(17)
Dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan kesehatan
yangberorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak hanya
memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit
keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif tetapi bila perlu aktif mengunjungi
penderita atau keluarganya.(17)
llmu kedokteran keluarga adalah ilmu yang mencakup seluruh spektrum ilmu
kedokteran tingkat yang orientasinya adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan
tingkat pertama yang berkesinambungan dan menyeluruh kepada satu kesatuan
individu, keluarga dan masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktorlingkungan,
ekonomi dan sosial budaya.(17)
2.5.2 Pelayanan Pada Praktek Dokter Keluarga
Batasan pelayanan dokter keluarga banyak macamnya. Dua diantaranya
dianggap cukup penting: (17)
1. Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang
memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana
tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh
golongan umur atau jenis kelamin pasien, juga tidak oleh organ tubuh atau jenis
penyakit tertentu saja.
2. Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan spesialis yang luas yang bertitik
tolak dari suatu pokok ilmu yang dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu
lainnya terutama ilmu penyakit dalam, ilmu kesehatan anak, ilmu kebidanan dan
kandungan, ilmu bedah serta ilmu kedokteran jiwa yang secara keseluruhan
membentuk kesatuan yang terpadu, diperkaya dengan ilmu perilaku, biologi dan
ilmu klinik dan karenanya mampu mempersiapkan dokter untuk mempunyai
peranan yang unik dalam menatalaksanakan pasien, penyelesaian masalah,
pelayanan konseling, serta dapat bertindak sebagai dokter pribadi yang
mengkoordinasikan seluruh pelayanan kesehatan.

Pelayanan kedokteran yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga pada


umumnya:(17)
1. Lebih aktif dan bertanggung jawab. Karena pelayanan kedokteran yang
diselenggarakan pada praktek dokter keluarga mengenal pelayanan kunjungan
dan atau perawatan pasien di rumah,bertanggung jawab mengatur pelayanan
rujukan dan konsultasi, dan bahkan,apabila memungkinkan, turut menangani
pasien yang memerlukan pelayanan rawat inap di rumah sakit, maka pelayanan
kedokteran yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga umunya lebih
aktif dan bertanggung jawab daripada dokter umum.
2. Lebih lengkap dan bervariasi. Karena praktek dokter keluarga menangani semua
masalah kesehatan yangditemukan pada semua anggota keluarga, maka
pelayanan dokter keluarga pada umumnya lebih lengkap dan bervariasi dari
pada dokter umum.
3. Menangani penyakit pada stadium awal sekalipun praktek dokter keluarga dapat
menangani pasien yang telahmembutuhkan pelayanan rawat inap, bukan selalu
berarti praktek dokter keluargasarna dengan dokter spesialis. Praktek dokter
keluarga hanya sesuai untukpenyakit -penyakit pada stadium awal saja.
Sedangkan untuk kasus yang telahlanjut atau yang telah terlalu spesialistik,
karena memang telah berada diluar wewenang dan tanggung jawab dokter
keluarga, tetap dan harus dikonsultasikan dan atau dirujuk kedokter spesialis.

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. A
JenisKelamin : Perempuan
Umur : 31 tahun
Pekerjaan : Guru
Alamat : Ds. Lambhuk, Ulee Kareng
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 5 Juni 2016

3.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama:

Kontrol kehamilan
2. Keluhan Tambahan:

Tidak ada keluhan

3. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang mengaku hamil 5 bulan, HPHT Januari 2016, TTP


Oktober 2016. Selama ini ANC teratur dibidan1-2 kali sebulan. Planotest
positif, belum pernah dilakukan USG selama kehamilan ketiga ini. Gerakan
janin dirasakan aktif, perdarahan tidak ada, lendir berdarah tidak ada, keluar
cairan bening atau cair seperti air tidak ada, nyeri perut bawah tidak ada,
mules dan kontraksi belum dirasakan, keputihan tidak ada.

4. Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien sebelumnya mengaku memiliki riwayat eklampsia pada hamil


anak pertama, keluhan mulai dirasakan saat usia kehamilan mencapai 7 bulan,
namun tidak terdiagnosis dan tidak terobati sampai mencapai usia kehamilan 9
bulan hingga pasien mengalami kejang dan kehilangan kesadaran, setelah itu
dilakukan Sectio Caesaria, setelah SC pasien koma di ICU RSUZA selama 9
(sembilan) hari. Kemudian pasien sadar, anak pertama pasien juga dalam
kondisi baik sampai saat ini. Riw Hipertensi sebelum kehamilan disangkal, DM
disangkal, Asma dan alergi obat, makanan, cuaca, debu, disangkal.

5. Riwayat Penyakit Keluarga:

Ibu pasien pernah mengalami ekslamsia saat hamil anak ke 5 dan juga
menderita penyakit ginjal dan hipertensi.

Ahmad Murni Razali Saniah

Sulaiman Ridwan Laila Siti Aisyah Aminah Azizah Rizal Azwar Askia
1972 1979 1981 - 1983 1984 1985 1968 1969 1971 1974
2004
Noval Lisa
2008 2014

Keterangan:

: Laki-laki : Kematian individu

: Perempuan : Riw. Ekslamsia

: Hubungankeluarga : Penunjuk Pasien

: Riw. DM dan Hipertensi : Hamil Saat Ini

Family Genogram

6. Riwayat Penggunaan Obat:


Selama hamil ke-3 pasien rutin mengkonsumsi asam folat, tablet
penambah darah, kalsium dan vitamin C dari bidan.

7. Riwayat Kebiasaan Sosial:


Pasien sehari beraktifitas sebagai guru SD dan juga sebagai ibu rumah
tangga. Riwayat merokok dan minum minuman beralkohol disangkal.

8. Riwayat Kontrasepsi :

Pasien pernah menggunakan kontrasepsi injeksi dan hormonal

9. Riwayat Menstruasi
Menarche : usia 12 tahun
Siklus : 28 hari
Lamanya : 6 hari
Banyaknya : 2-4 kali ganti pembalut/hari
Dismenore : tidak ada
10. Riwayat Perkawinan

1 kali perkawinan usia 22 tahun

11. Riwayat Persalinan

1. Anak ke 1, laki-laki umur 8 tahun dengan BBL 2400 gr, lahir secara
section caesarea di rumah sakit
2. Anak ke 2, perempuan umur 2 tahun dengan BBL 3300 gr, lahir secara
section caesarea di rumah sakit
3. Anak ke 3, hamil ini

3.3 Status Generalisata

Vital Sign

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan


Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,50C
Tinggi Badan : 155cm
Berat Badan : 64 kg
BMI : 26,6 kg/m²

Pemeriksaan Sistemik
Kepala

 Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)


 Telinga: Dalam batas normal
 Hidung: Konka nasi inferior dalam batas normal
 Mulut : swelling (-), stomatitis (-), leukoplakia (-),
 Leher : Fraktur servikal (-), massa (-), pemb. KGB (-), TVJ R-2 cmH2O
Thoraks

Paru-paru : Simetris, Sf kanan = Sf kiri, sonor (+/+), vesikuler (+/+), ronki (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung : BJ I> BJ II, reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Asimetris sesuai masa kehamialan, distensi (-), striae alba (-),
spidernaevy (-),

Palpasi : Nyeri tekan (-).

Perkusi : Tidak dilakukan.

Auskultasi : Tidak dilakukan.

Ekstremitas

Ekstremitas inferior :
Dextra : edema (-), sianosis (-)
Sinistra : amputasi bellow knee, edema (-), sianosis (-)
Ekstremitas superior :
Dextra : edema (-), sianosis (-)
Sinistra : edema (-), sianosis (-)
3.4 Status Ginekologi
I : V/U tenang

Io : Tidak dilakukan

VT : Tidak dilakukan

3.5 Status Obstetri

Leopold 1 presentasi bokong, TFU: 24 cm, TBJ: 1860


Leopold 2 punggung kanan, DJJ : 138x/i
Leopold 3 presentasi kepala
Leopold 4 belum masuk pintu atas panggul.

3.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 2 Juni 2016


Hemoglobin : 11,6 gr/dL
KGDS : 78 mg/dL
Protein Urin : negatif
Gol. Darah :O
3.7 Diagnosa
Riwayat ekslamsia pada G3P2A0, hamil 21-22 minggu JPKTH dengan riwayat
BSC 2 kali

3.8 Penatalaksanaan

Farmakoterapi :

 Tablet Kalsium 3x500mg


 Asam Folat 2x500mcg

Non-Farmakoterapi:

 Istirahat dirumah 15 menit 2x/hari ditambah dengan suplemen nutrisi untuk


menurunkan resiko preeklampsia.
 ANC yang teratur sesuai dengan jadwal pemeriksaan di bidan dan
mengigatkan ibu bahwa gerakan janin tidak boleh kurang dari 15x/hari diluar
waktu tidur
 Pembatasan garam untuk mencegah preeklampsia dan komplikasinya selama
kehamilan tidak direkomendasikan.[ CITATION POG10 \l 1033 ][ CITATION
WHO11 \l 1033 ] Namun sebagian ahli setuju bahwa diet yang sehat
direkomendasikan untuk dipromosikan ke ibu hamil.
 Pola hidup sehat yaitu dengan senam ibu hamil dan mengkonsumsi makanan
yang kaya akan asam folat, dan kalsium.
 Mengkonsumsi makanan kacang-kacangan dan bijian-bijian seperti beras
merah dan beras hitam, sayur-sayuran (brokoli, sawi) dan buah yang kaya
akan kalsium.
 Jaga kebersihan selama kehamilan untuk mencegah terjadinya infeksi selama
kehamilan.

3.9 Prognosis

- Quo ad Vitam : Dubia ad bonam


- Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
- Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam

BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien datang mengaku hamil 5 bulan. Selama ini ANC teratur di bidan. USG
belum pernah, gerakan janin dirasakan aktif. Pasien memiliki riwayat eklamsia pada
anak pertama pada usia kehamilan 8 bulan tahun 2008 akan tetapi pada kehamilannya
yang kedua tidak ada terjadinya gejala dari preeklampsia dari pasien. Keluarga pasien
juga memiliki riwayat hipertensi dan eklampsia sama seperti pasien. Dari kasus ini
dapat dilihat bahwa pasien memiliki riwayat eklamsia pada kehamilan pertamanya.
Oleh karena itu diperlukan adanya tindakan pencegahan agar tidak terjadi
preeklampsia pada kehamilan selanjutnya.
Melihat dari kasus di atas diperlukan adanya skrining untuk melihat faktor
resiko yang ada pada pasien. NICE merekomendasikan bahwa wanita yang memiliki
resiko tinggi untuk terjadinya preeclamsia memiliki minimal 1 resiko tinggi atau 2
resiko sedang, dimana resiko tinggi untuk terjadinya preeclamsia berupa : memiliki
riwayat penyakit hipertensi pada kehamilan sebelumnya, pasien dengan ckd, pasien
dengan penyakit autoimun (SLE) , pasien dengan diabetes serta pasien dengan
hipertensi. Sedangkan untuk resiko sedang terjadinya preeklamsia berupa : kehamilan
pertama, umur diatas 40 tahun, jarak antar kehamilan lebih dari 10 tahun, BMI pada
kunjungan pertama lebih dari 35 kg/m2, riwayat keluar yang preeclamsia. Pada pasien
ini memiliki 1 faktor resiko tinggi dan 1 faktor resiko sedang yaitu riwayat hipertensi
pada kehamilan sebelumnya dan berat badan dalam kategori overweight pada ibu
hamil.
Oleh karena itu diperlukan adanya pencegahan agar kehamilan saat ini tidak
terdapat gejala dari preeklampsia. Pencegahan yang dapat dilakukan berupa
pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer berupa deteksi dini
terhadap kasus preeklampsia dapat dilakukan melalui beberapa cara mulai dengan
cara yang sederhana seperti pengkajian yang komprehensif agar semua riwayat dan
faktor risiko dapat diketahui, sehingga diagnosis dini dapat ditegakkan dan intervensi
yang tepat dapat diberikan. Deteksi dini terhadap preeklampsia dapat juga dilakukan
melalui intervensi medis baik invasive maupun non invasive. Pada pemeriksaan
kunjungan ANC di puskesmas pasien memiliki 2 faktor resiko berdasarkan panduan
dari NICE lalu dari hasil pengukuran tekanan darah dan dipstik urin tidak ditemukan
adanya abnormalitas dari pemeriksaan. Berat badan ideal pasien dari hasil
perhitungan rumus BMI ibu hamil adalah 57 kg/m2 sedangkan dari hasil
pengukuran berat badan dipuskesmas adalah 64 kg sehingga dapat disimpulkan
pasien dalam kategori overweight.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan apabila ditemukan adanya predictor
preeclampsia seperti tekanan darah meningkat, BB meningkat 1 kilo gram dalam
seminggu atau lebih, agregasi platelet, notch dan lain sebagainya dapat diberikan
intervensi untuk mencegah terjadinya eklmapsia maupun mengurangi kejadian
mortalitas janin. Pada pasien ini tidak didapatkan adanya prediktor dari preeklampsia.
Akan tetapi diperlukan adanya pencegahan lebih lanjut agar dapat menurunkan
kejadian preeklampsia. Pasien mengkonsumsi obat-obatan yang didapat selama ANC
yaitu tablet kalsium dan asam folat. Suplementasi kalsium berhubungan dengan
penurunan kejadian hipertensi dan preeklampsia, terutama pada populasi dengan
risiko tinggi untuk mengalami preeklampsia dan yang memiliki diet asupan rendah
kalsium (kurang dari 900mg/hari).rekomendasi who, kalsium perlu diberikan pada
ibu dengan asupan kalsium yang rendah. Dosis yang dianjurkan 1,5 – 2 elemen
kalsium/hari. Asam folat dapat menurunkan risiko preeklampsia. Studi di kanada
melaporkan bahwa ibu hamil yang diberikan asam folat sebelum hamil atau sejak
trimester I kehamilan dan terus mengkonsumsinya hingga trimester III dapat
menurunkan kejadian preeklampsia sebesar 65%. Dosis yang dianjurkan adalah dua
kali dosis untuk mencegah neural tube defect yaitu 1 mg.
Edukasi yang dapat diberikan pada pasien ini yaitu :
 Istirahat dirumah 15 menit 2x/hari ditambah dengan suplemen nutrisi untuk
menurunkan resiko preeklampsia.
 ANC yang teratur sesuai dengan jadwal pemeriksaan di bidan dan
mengigatkan ibu bahwa gerakan janin tidak boleh kurang dari 15x/hari diluar
waktu tidur
 Pembatasan garam untuk mencegah preeklampsia dan komplikasinya selama
kehamilan tidak direkomendasikan.[ CITATION POG10 \l 1033 ][ CITATION
WHO11 \l 1033 ] Namun sebagian ahli setuju bahwa diet yang sehat
direkomendasikan untuk dipromosikan ke ibu hamil.
 Pola hidup sehat yaitu dengan senam ibu hamil dan mengkonsumsi makanan
yang kaya akan asam folat, dan kalsium.
 Mengkonsumsi makanan kacang-kacangan dan bijian-bijian seperti beras
merah dan beras hitam, sayur-sayuran (brokoli, sawi) dan buah yang kaya
akan kalsium.
 Jaga kebersihan selama kehamilan untuk mencegah terjadinya infeksi selama
kehamilan.

BAB V
KESIMPULAN

Ibu yang memiliki riwayat eklampsia harus melakukan ANC secara teratur di
bidan atau dokter layanan primer agar dapat dilihat faktor resiko yang mungkin
didapatkan pada ibu selama kehamilan. Sehingga sebagai dokter keluarga atau dokter
layanan primer dapat melakukan pencegahan untuk menurunkan resiko terjadinya
eklampsia pada kehamilan. Pencegahan yang dapat dilakukan berupa pencegahan
primer, sekunder, dan tersier.

DAFTAR PUSTAKA

x
1. Pudyaningrum pe. Pengaruh ppenyuluhan memgenai preekalmsiaterhadap tingkat
pengetahunan pada kader posyandu di kota semarang. Jurnal media medika
muda. 2013;: p. 1-12.

2. Ibg m. Ilmu kebidanan dan keluarga berencana untuk pendidikan bidan jakarta:
egc; 2010.

3. Sirait am. Prevalenasi hipertensi pada kehamilan di indonesia dan faktor resiko
yang berhubungan. Buletin penelitian sistem kesehatan. 2012:; 15(2): p. 103-109.

4. Wright d, syngelaki a, akolekar r. Competing risks model in screening for


preeclampsia by maternal characteristics and medical history. Am j obstet
gynecol. 2015; 213(62e): p. 1-10.

5. Bilano vl oegtmrsj. Risk factor of pre-eclampsia and its adverse outcomes in low-
and middle income countries : a who secondary analysis. Plos one. 2014; 9(3).

6. Ananth cv kkwr. Re-eclampsia rates in the united states 1980-2010: age period-
cohort analysis. Bmj. 2013; 347.

7. Li xl, chen tt, dong x. Early onset preeclampsia in subsequent pregnancies


correlates with early onset preeclampsia in first pregnancy. European journal of
obstetrics & gynecology and reproductive biology. 2014; 177: p. 94-99.

8. Pogi. 2010.pnpk preeklamsia. Jakarta;

9. Payne ba hjamhdbzbs. A risk prediction model for the assessment and triage of
women with hipertensive disorder of pregnancy in low-resourched setting: the
minipiers (pre-eclampsia integrated estimate of risk) multi-country prospective
cohorth sttudy. Plos medicine. 2014; 11(1).

10. Mikat b gawnbckrk. A. Review article, early detection of maternal risk for
preeclampsia. International scholarly research network (isrn) obstetric and
gynecology. 2012.

11. M t. Screening for pre-eclampsia. International scientific journal from jaypee.


2008; 2(1): p. 48-55.

12. Who. Recommendations for prevention and treatment of pre-eclampsia and


eclampsia; 2011.

13. Nursal dg, tamela p, fitrayeni. Faktor resiko terjadinya preeklamsia pada ibu
hamil di rsup dr. M. Djamil padang 2014. Jurnal kesehatan masyarakat andalas.
2015; 10(1): p. 38-44.

Anda mungkin juga menyukai