Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Tiga penyebab utama kematian ibu dalam bidang obstetri adalah: pendarahan 45%,
infeksi 15%, dan preeklampsia 13%. Sisanya terbagi atas partus macet, abortus yang tidak
aman, dan penyebab tidak langsung lainnya. Dalam perjalanannya, berkat kemajuan dalam
bidang anestesia, teknik operasi, pemberian cairan infus dan transfusi, dan peranan antibiotik
yang semakin meningkat, maka penyebab kematian ibu karena pendarahan dan infeksi dapat
diturunkan secara nyata. Sebaliknya pada penderita preeklampsia, karena ketidaktahuan dan
sering terlambat mencari pertolongan setelah gejala klinis berkembang menjadi preeklampsia
berat dengan segala komplikasinya, angka kematian ibu bersalin belum dapat diturunkan.1,2

Pada ibu hamil dikatakan terjadi preeklampsia apabila dijumpai tekanan darah ≥ 140/90
mmHg setelah kehamilan 20 minggu disertai dengan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau
pemeriksaan dengan dipstick ≥ 1+. Dalam pengelolaan klinis, preeklampsia dibagi menjadi
preeklampsia ringan, preeklampsia berat, impending eklampsia, dan eklampsia. Pada
preeklampsia berat dapat mengakibatkan impending eklampsia sebelum terjadi eklampsia.
Disebut impending eklampsia atau imminent eklampsia jika pada kasus preeklampsia berat
dijumpai nyeri kepala hebat gangguan visus dan serebral, nyeri epigastrium, muntah, kenaikan
progresif tekanan darah.2

Impending eklampsia merupakan masalah yang serius dalam kehamilan karena


komplikasi-komplikasi yang dapat timbul baik pada ibu maupun pada janin. Komplikasi pada
ibu antara lain gagal ginjal akibat nekrosis tubuler akut, nekrosis kortikal akut, gagal jantung,
edema paru, trombositopenia, DIC, dan cerebrovascular accident. Sedangkan komplikasi pada
janin antara lain prematuritas ekstrem, intrauterine growth retardation (IUGR), abruptio
plasenta, dan asfiksia perinatal. Oleh karena itu dibutuhkan penanganan secara cepat dan tepat
apabila dijumpai kasus kehamilan dengan impending eklampsia.2,3

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Preeklampsia merupakan suatu gangguan multisistem idiopatik yang spesifik pada
kehamilan dan nifas. Preeklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah
140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga)
atau bisa lebih awal terjadi. Telah dinyatakan bahwa pathologic hallmark adalah suatu
kegagalan total atau parsial dari fase kedua invasi trofoblas saat kehamilan 16-20 minggu
kehamilan, hal ini pada kehamilan normal bertanggung jawab dalam invasi trofoblas ke
lapisan otot arteri spiralis. Seiring dengan kemajuan kehamilan, kebutuhan metabolik
fetoplasenta makin meningkat. Bagaimanapun, karena invasi abnormal yang luas dari
plasenta, arteri spiralis tidak dapat berdilatasi untuk mengakomodasi kebutuhan yang
makin meningkat tersebut, hasil dari disfungsi plasenta inilah yang tampak secara klinis
sebagai preeklampsia.
Hipertensi di dalam kehamilan terbagi atas preeklampsia ringan, preklampsia berat,
eklampsia, serta superimposed preeklampsia yaitu ibu hamil yang sebelum kehamilannya
sudah memiliki hipertensi dan hipertensi berlanjut selama kehamilan, jadi superimposed
preeklampsia merupakan kelanjutan dari hipertensi kronik. Disebut impending eklampsia
atau imminent eklampsia jika pada kasus preeklampsia berat dijumpai nyeri kepala hebat
gangguan visus dan serebral, nyeri epigastrium, muntah, kenaikan progresif tekanan darah.
Eklampsia adalah kejang yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya memiliki
preeklampsia. Tujuan pengobatan preeklampsia diantaranya adalah untuk mencegah
berkembang menjadi eklampsia.2
Edema, dahulu edema tungkai, dipakai sebagai tanda-tanda preeklampsia, tetapi
sekarang edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali edema generalisata (anasarka). Perlu
dipertimbangkan faktor resiko timbulnya hipertensi dalam kehamilan, bila didapatkan
edema generalisata, atau kenaikan berat badan > 0,57 kg/minggu. Primigravida yang
mempunyai kenaikan berat badan rendah < 0,34 kg/minggu, menurunkan resiko hipertensi,
tetapi meningkatkan resiko berat badan bayi rendah.1

3
B. Epidemiologi
WHO memperkirakan 287.000 kematian ibu terjadi di 2010, dengan variasi yang
luas di seluruh dunia. Berkaitan dengan berbagai faktor risiko (mulai dari 1 dari 3800 di
Negara-negara maju sampai dengan 1 dari 39 di sub-Sahara Afrika). Gangguan hipertensi
dalam kehamilan (HDK) terhitung hampir 18% dari seluruh kematian ibu di seluruh dunia,
dengan perkiraan 62000-77000 kematian pertahun. HDK terbagi dalam 4 kategori:
hipertensi kronis, hipertesnsis gestasional, preeklamsi/eklamsia, dan hipertensi kronis

4
superimposed preeklamsia. Untuk setiap wanita yang meninggal, diperkirakan bahwa 20
orang lain menderita morbiditas berat atau disability. Proporsi wanita yang masih hidup
akibat komplikasi maternal yang berat disebut (near-missed) telah diusulkan sebagai
ukuran yang lebih akurtat untuk evaluasi kualitas pelayanan kesehatan ibu dan tambahan
informasi diperoleh dari audit kematian ibu. Di Indonesia kematian ibu terjadi setiap 1 jam.
Berdasarkan survey demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKI sebesar
359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan
negara-negara tetangga di kawasan ASEAN. Pada tahun 2007, ketika AKI di Indonesia
mencapai 228 per 100.000, AKI di Singapura hanya 6 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei
33 per 100.000 kelahiran hidup, Filipina 112 per 100.000 kelahiran hidup, serta Malaysia
dan Vietnam sama-sama mencapai 160 per 100.000 kelahiran hidup.
Angka Kematian Ibu di Indonesia
Tahun 1991-2012

Sumber: BPS SDKI 1991-2012

5
Sumber: katadata.com 2019

Data Bank Dunia menyebutkan, rasio AKI di Indonesia sebesar 177 kematian per
100 ribu kelahiran pada 2017. Angka ini turun 35 persen dibandingkan pada 2000 sebanyak
272 kematian per 100 ribu kelahiran. Meski cenderung turun, tapi belum mencapai target
MIllenium Development Goals (MDGs) 2015 sebesar 110 kematian per 100 ribu
kelahiran.

Berdasarkan definisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kematian ibu


terjadi selama kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan.
Beberapa faktor risiko yang paling sering menyebabkan kematian ibu, antara lain hipertensi
dan pendarahan. Selain itu, kasus infeksi, abortus, atau proses persalinan yang lama turut
menjadi faktor risiko kematian ibu.

6
Sumber: katadata.com

Menurut penelusuan Katadata.co.id dalam Asean Statistical Report Millenium


Development Goals 2017 angka kematian ibu-ibu di Indonesia mencapai 305/100 ribu pada
2015. Angka tersebut masih di atas angka kematian ibu-ibu di negara-negara ASEAN sebesar
197/100 ribu penduduk hidup dan juga terbesar kedua di kawasan Asia Tenggara setelah Laos.

C. Faktor Resiko 2
a. Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada wanita
hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada wanita hamil berusia
lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi yang menetap.
b. Paritas
Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua risiko
lebih tinggi untuk preeklampsia berat.
c. Faktor Genetik
Jika ada riwayat preeklampsia atau eklampsia pada ibu atau nenek penderita, faktor
risiko meningkat sampai 25%. Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang
ditentukan genotip ibu dan janin. Terdapat bukti bahwa preeklampsia merupakan
penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari

7
ibu penderita preeklampsia. Atau mempunyai riwayat preeklampsia/eklampsia dalam
keluarga.
d. Diet
Tidak ada hubungan bermakna antara menu atau pola diet tertentu. Penelitian lain :
kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian yang tinggi. Angka kejadian
juga lebih tinggi pada ibu hamil dengan obesitas atau overweight.
e. Tingkah laku/sosioekonomi
Kebiasaan merokok, insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok selama
hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat yang jauh lebih
tinggi. Aktifitas fisik selama hamil atau istirahat baring yang cukup selama hamil
mengurangi kemungkinan atau insidens hipertensi dalam kehamilan.
f. Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar, dizigotik
lebih tinggi daripada monozigotik.
g. Mola hidatidosa
Degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan preeklampsia. Pada kasus
mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini/pada usia kehamilan muda, dan
ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan pada preeklampsia.
h. Obesitas
Hubungan antara berat badan wanita hamil dengan resiko terjadinya preeklampsia jelas
ada, dimana terjadi peningkatan insiden dari 4,3% pada wanita dengan Body Mass
Index (BMI) < 20 kg/m2 manjadi 13,3% pada wanita dengan Body Mass Index (BMI)
> 35 kg/m2.
i. Kehamilan multiple
Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda dari 105
kasus kembar dua didapat 28,6% preeklampsia dan satu kematian ibu karena eklampsia.
Dari hasil pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor penyebabnya ialah dislensia
uterus.
j. Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
Resiko terjadinya preeklamsia pada kehamilan kedua meningkat sampai 4 kali lipat
pada ibu hamil dengan riwayat preeklampsia pada kehamilan pertama.
k. Wanita dengan gangguan fungsi organ 1
Resiko terjadinya preeklamsia juga meningkat pada ibu hamil dengan riwayat diabetes,
penyakit ginjal, migraine, dan tekanan darah tinggi.
8
D. Patofisiologi
Teori terjadinya preeklamsi berkaitan erat dengan: 1) terpapar vili korialis untuk
pertama kalinya, 2) terpapar vili korialis dengan jumlah yang sangat berlimpah, 3)
mempunyai riwayat penyakit vaskuler, atau 4) mempunyai kecenderungan genetic untuk
menderita hipertensi dalam kehamilan. Dekker dan Sibai mengajukan 4 hipotesis tentang
etiologi preeklamsi, yaitu: 1) iskemia plasenta, peningkatan deportasi trofoblas sebagai
konsekuensi iskemik plasenta dapat berdampak pada disfungsi endotel, 2) hipotesis
maladaptasi imun, interaksi antara leukosit desidua dan invasi sel sitotrofoblas adalah
penting bagi invasi perkembangan trofoblas normal, 3) hipotesis genetik, perkembangan
preeklamsi-eklamsi berdasarkan pada gen resesif tunggal atau dominan dengan penetrasi
yang tidak lengkap, 4) hipotesis konflik genetik, genom ibu dan janin berjalan dalam aturan
yang berbeda pada perkembangannya. Keempat hipotesis tersebut tidak berdiri sendiri-
sendiri, namun secara simultan dapat saling mempengaruhi dalam pathogenesis preeklamsi
dan bermuara pada kerusakan endotel
Kerusakan struktur endotel dan fungsinya merupakan inti dalam patofisiologi
preeklamsi. Kerusakan fungsi barrier endotel akan menimbulkan edema, proteinuria, dan
penurunan tekanan osmotic koloid. Preeklamsi-eklamsi merupakan suatu penyakit sistemik
yang ditandai dengan adanya disfungsi endotel yang difus, vasospasme, hyperlipidemia
peningkatan stress oksidasi dengan defisiensi antioksidan, dan aktivasi sistem koagulasi.
Hipertensi pada kehamilan menyebabkan hipoperfusi pada organ-organ penting
seperti ginjal dan plasenta. Adanya kerusakan endotel akan menimbulkan: 1) meningkatkan
produksi tromboksan yaitu suatu vasokonstriktor kuat, sebaliknya kerusakan sel endotel
justru menurunkan produksi prostasiklin yaitu suatu vasodilator kuat. Kadar tromboksan
yang lebih tinggi dibandingkan kadar prostasiklin akan menimbulkan gejala hipertensi
dalam kehamilan. 2) terjadi peningkatan kadar fibronektin plasma total dan seluler. 3)
menurunkan produksi endothelium derived relaxing factor (EDRF). 4) produksi endotelin-
1 akan meningkat yang merupakan vasokontriktor kuat. 5) aktifasi trombosit yang
menyebabkan terjadinya adesi dan agregrasi trombosit, serta aktivasi factor-faktor
pembekuan darah yang menyebabkan pembentukan fibrin. 6) pelepasan zat-zat
vasokontriktor yang dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal.
Beberapa bukti menunjukan bahwa perubahan struktur dan fungsi endotelial
vaskuler maternal berupa perubahan reaktivitas vaskuler, aktivasi cascade koagulasi dan
kerusakan multisistim terjadi pada preeklamsi. Perubahan endothelial lebis sering
9
digambarkan sebagai disfungsi atau aktivasi (suatu fase perubahan diferensiasi sel
endothelial sebagai respon terhadap kerusakan subletal atau stimulasi sitokin) dibanding
kerusakan. Perubahan patologi pada sel endothelial kapiler glomerulus ginjal merupakan
gambaran yang selalu ada pada pasien preeklamsi. Sel-sel membesar, berisi tetesan lemak,
dan sering menonjol kedalam lumen kapiler. Perubahan ini reversible setelah persalinan,
bermakna dalam memperbaiki proses setelah factor yang mempengaruhi dihilangkan.
Tahap-tahap kerusakan endotel: 1) terjadi terjadi peningkatan aktivitas trombosit
akibat paparan sel-sel darah dengan jaringan subendotel terutama agregrasi trombosit. 2)
meningkatnya produksi vasokontriktor seperti tromboksan dan endotelin. 3) berkurangnya
produksi vasodilator seperti prostasiklin dan nitrit oksida. 4)meningkatnya respons
vascular terhadap zat vasokontriktor .
Vasokontriksi yang menyeluruh merangsang pengeluaran renin dan pengaktifan
renin-aldosteron-angiotensin, sehingga menambah berat vasokontriksi, hipertensi, retensi
natrium, proteinuria, dan edema. Terpaparnya trombosit dengan jaringan kolagen vascular
menimbulkan menimbulkan trombosis yang dapat menyumbat aliran darah ke perifer, dan
kemudian mengakibatkan infark. Keadaan lebih lanjut dapat terjadi disseminated
intravascular coagulation (DIC) dengan penekan sistem fibrinolitik.
Pada preeklamsi keseimbangan produksi zat vasokontriksi dan vasodilatasi oleh sel
endotel terganggu, factor vasokontriktor lebih dominan dan menyebabkan vasospasme
pada berbagai organ. Sebagai bukti adanya disfungsi endotel, terdapat penanda biokimia
yang merupakan produk endotel yang dapat diperiksa kadarnya, yaitu vascular cell
adhesion molecule (VCAM-1), intracellular adhesion molecule (ICAM-1), cadherin,
integrin, immunoglobulin selection, antitrombin III, factor Von Willebrand, fibronektin
plasma, tromboksan, angiotensin II, angiotensin converting enzyme (ACE),
mikroalbuminuria, dan salah satu beberpa growth factor yang meningkat yaitu VEGF.
Penelitian beberapa tahun terkahir telah menerangkan peranan penting VEGF pada regulasi
angiotenesis normal dan abnormal. VEGF merangsang angiotenesis pada model in vitro,
tridimensional, menginduksi sel endotel mikrovaskular untuk invasi gel kolagen dan
membentuk struktur mirip kapiler.

E. Deteksi Dini dan Metode Pencegahan


Tanda-tanda awal preeklamsi dapat diketahui dalam pemeriksaan rutin kehamilan minggu
ke 20. Banyak ibu hami yang mengalami kenaikan tekanan darah ringan namun bukan
preeklamsi, yang dikenal dengan gestasional high blood pressure. Kondisi tersebut juga
10
dapat diketahui setelah kehamilan minggu ke-20. Pada pemeriksaan tersebut, tekanan
darah ibu dicek secara rutin untuk mengetahui gejala kenaikan tekanan darah serta
pemeriksaan urine protein. Hasil pemeriksaan urin protein inilah yang membedakan
kondisi preeklamsi dan gestasional high blood pressure. Tekanan darah tinggi saat
kehamilan dianggap tinggi apabila mencapai sekitar 140/90 mmHg. Pemeriksaan protein
urin dapat dilakukan dengan menggunakan dipstick .

F. Diagnosis
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan
laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi dua
golongan yaitu;
1) Preeklamsi ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
• Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan
sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah
normal.
• Proteinuria kuantitatif ≥ 300 mg/24 jam atau kualitatif +1 pada urin

2) Preeklamsi berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:


• Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
• Proteinuria ≥ 3 g / 24 jam atau kualitatif ≥+2
• Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam atau kurang dari 0,5
cc/kgBB/jam
• Adanya gangguan serebral (gangguan penglihatan dan nyeri kepala)
• Edema paru
• Trombositopeni (< 100.000 sel/mm3)
• Gangguan fungsi hati (SGOT/SGPT meningkat ≥ 2 kali nilai normal)
• Pertumbuhan janin terhambat

Sindrom HELLP
Preeklampsia berat dibagi menjadi (a) Preeklampsia berat tanpa impending eklampsia, dan (b)
Preeklampsia berat dengan impending eklampsia. Disebut impending eklampsia bila
preeklampsia berat disertai gejala – gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus,
muntah – muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.1,2,3

11
G. Penatalaksanaan Preeklampsia
Penatalaksanaan ibu dengan preeklamsi bertujuan mengurangi komplikasi kehamilan,
menghindari prematuritas dan memaksimalkan keselamatan ibu dan bayi. Memperlambat
tindakan pada kehamilan dapat mengarah pada perburukan preeklamsi dan berakhir pada
insufiensi plasenta dan disfungsi organ ibu. Kondisi tersebut berhubungan dengan peningkatan
risiko mortalitas ibu dan janin. Disfungsi organ maternal yang berhubungan dengan preeklamsi
dapat berupa eklampsi dan haemolysis, elevated liver enzymes dan low platelet count
(HELLP).
Ibu hamil dengan preeklamsi tidak berat disarankan untuk bed rest, diberikan asupan suplemen
kalsium serta aspirin dosis rendah. Terminasi kehamlan baru dilakukan apabila usia kehamilan
> 37 minggu.
Preeklamsi berat dibagi kembali menjadi 3 kelompok berdasarkan usia kehamilan. Kelompok
pertama apabila diketahui ibu hamil dengan preeklamsi berat pada usia kehamilan <24 minggu,
maka sebaikna dilakukn terminasi. Kelompok kedua pada kehamilan usia 24-34 minggu,
apabila ibu dengan PEB disertai dengan syok, gawat janin, edema paru, trombosit <
100.000/mm3 , gangguan fungsi hati berat, gangguan ginjal akut, koagulati, solusi plasenta dan
eklamsimaka ditangani dengan MgSO4, serta induksi. Jika tidak diserati kondisi diatas
diberikan MgSO4, serta dilakukan monitoring janin setiap hari, pengendalian tekanan darah
serta pemberian kortikosteroid. Kelompok terakhir adalah ibu dengan preeklamsi berat dengan
usia kehamilan > 34 minggu ditangani dengan pemberian MgSO4, dan terminasi kehamilan
bila disertai perburukan dan komplikasi.
Bila tekanan darah dapat dikendalikan dan kondisinya stabil (tidak naik turun secara
mendadak)serta kondisi janin dalam batas normal, dapat dilanjutkan perawatan dengan
monitoring ketat. Pemberian MgSO4 hanya untuk perawatan 1 sampai 2 hari selanjutnya di
hentikan bila ada indikasi (akan terminasi atau tanda-tanda ancaman eklamsi). Bila dalam
perawatan terjadi perburukan (tekanan darah naik kembali atau timbul komplikasi) kehamilan
segera diakhiri. Target perawatn tetap diusahakan sampai aterm dengan catatan tekanan darah
menurun dan stabil serta tidak ada penyulit dan komplikasi.
Ibu dengan kondisi preeklamsi berat segera ditangani dengan membawa ke rumah sakit untuk
monitoring ibu dan janin selama 24 jam serta pemberian MgSO4. Asupan antihipertensi
diberikan apabila tekanan sistolik >160 mmHg dan diastolic > 110 atau MAP > 125 mmHg
jika usia kehamilan lebih dari 34 minggu disertai dengan keadaan ibu dan janin kurang baikseta
pecah ketuban, maka segera diberikan MgSO4 dan inisiasi persalinan. Apbila tidak terdapat

12
gejala diatas namun mengalami pertumbuhan janin terhambat akut, maka diberikan steroid,
MgSO4, serta inisiasi persalinan.

Medikamentosa
 Infus larutan ringer laktat
 Pemberian obat:
1. MgSO4
Cara pemberian:
A. Pemberian melalui intravena secara kontinyu (infus dengan infusion pump)
a. Dosis awal: 4 gram MgSO4 (10 cc 40%) dilarutkan kedalam 100 cc ringer
laktat, diberikan selama 15-30 menit
b. Dosis pemeliharaan: 6 gram dalam 500 cc cairan RL, diberikan dalam
kecepatan 1-2 gram/jam (20-30 tpm)
B. Syarat pemberian MgSO4
 Harus tersedia antidotum, yaitu kalsium glukonas 10% (1 jam dalam 10
cc) diberikan i.v dalam waktu 3-5 menit
 Reflex patella positif kuat
 Frekuensi pernafasan > 16 kali permenit
 Produksi urin > 30 cc dalam 1 jam sebelumnya (0,5 cc/kgbb/jam)
2. Antihipertensi
Untuk tekanan darah tinggi yang berat pada kehamilan yaitu ( >160mmHg
sistolik atau >110mmHg diastolik)

Rekomendasi :
1. Tekanan darah harus diturunkan <160mmHg sistolik atau <110mmHg diastolic)
2. Terapi hipertensi initial Nifedipine, HYDRALAZINN parenteral atau Labetol parenteral
3. Obat antihipertensi alternative termasuk infus nitrogliserin, metildopa oral, labetol oral,
clonidine oral, atau hanya setelah post partum dapat diberikan captopril.
4. Hipertensi refrakter dapat diobati dengan natrium nitro prusside
5. Nifedipine dan MgSO4 dapat digunakan bersama-sama
6. MgSO4 tidak dianjurkan sebagai agen antihipertensi tunggal
7. Pemantauan FHR berkelanjutan disarankan sampai BP stabil.

13
Untuk hipertensi yang tidak berat dan tanpa penyulit (TD 140-159/90-109mmHg)
Rekomendasi:
1. Obat antihipertensi yang dapat menjaga tekanan darah sistolik antara 130-155mmHg dan
diastolic antara 80-105mmHg
2.Pilihan antihipertensi untuk terapi inisial harus dipikirkan berdasarkan dari karakteristik
pasien, kontraindikasi dari obat tersebut dan pilihan dari pasien dan dokter.
3.Terapi awal pada kehamilan dapat menggunakan 1 dari berbagai antihipertensi yang tersedia.
Metildopa Labetol dan beta bloker lainnya seperti Acebutol, metroprolol, dan propranolol. Dan
kalsium chanel beta bloker seperti nifedipine
4.Angiotensin converting enzim atau inhibitor angiotensin reseptor bloker atau ARB sebaiknya
tidak digunakan selama kehamilan
5. Atenolol dan prazosin tidak direkomendasi sebelum proses persalinan

Hipertensi yang tidak berat (TD 140-159/90-109mmHg), dengan penyulit


Rekomendasi:
1. Wanita dengan penyulit, terapi obat antihipertensi harus digunakan untuk menjaga agar
tekanan darah sistolik <140mmhg dan diastolic <90mmhg
2.Terapi inisial dalam kehamilan bisa pada 1 dari variasi agen antihipertensi seperti wanita
tanpa penyulit
3.Captopril, NaLapril atau puinapril mungkin dapat digunakan pada post partum meskipun
dalam masa menyusui.

Pilihan Persalinan
Rekomendasi:
1. Wanita dengan HDK harus dipertimbangkan persalinan pervaginam, section caesaria dapat
dilakukan bila didapatkan indikasi obstetric
2. Jika telah direncanakan untuk partus pervaginam namun didapati serviks yang belum
matang, maka dilakukan pematangan serviks untuk meningkatkan keberhasilan partus
pervaginam.
3. Wanita dengan HDK preterm terdapat ancaman keselamatan pada bayi, maka section
caesaria dapat dijadikan pilihan.
4. Terapi antihipertensi harus dilanjutkan pada saat proses persalinan.
5. Terdapat menejemen aktif kala 3 persalinan dengan oksitosin 5 IU IV dan 10 IU IM terutama
pada keadaan trombositopenia dan koagulopati
14
6. Ergometrinmaleat sebaiknya tidak digunakan pada kasus HDK, terutama preeclampsia dan
hipertensi gestasional. Penggunaan oksitosin dapat dipertimbangkan.

Waktu Persalinan
Rekomendasi: Persalinan adalah satu-satunya tatalaksana untuk mengatasi preeklamsi dan
wanita dengan hipertensi gestasional atau wanita dengan hipertensi kronis yang diperberat
preeklamsi.

Wanita dengan preklamsi


1. Konsultasi dengan SpOG wajib pada wanita dengan preeklamsi
2. Semua wanita dengan PEB harus segera diakhiri kehamilannya (dapat dilakukan
pervaginam/seksio sasearea), dengan tidak memandang usia kehamilan
3. Untuk wanita dengan preeklamsi yang tidak berat pada usia kehamilan < 24 minggu,
konsuling harus membahas tentang kemungkinan pengakhiran kehamilan dalam waktu
bebrapa hari kedepan
4. Untuk wanita tidak dengan PEB pada usia kehamilan 24-36 minggu tatalaksana
ekspetatif harus dipertimbangkan dan dapat dilakukan pada tempat yang
memnungkinkan tatalaksana baik preterm yang sangat kecil.
5. Untuk wanita dengan tekana darah yang tidak berat dengan usia kehamilan 34-36 minggu
tidak didapatkan data yang cukup untuk membuat sebuah rekomendasi tentang
keuntungan atau risiko dari management ekspetatif
6. Untuk wanita dengan preeklamsi dengan usia kehamilan > 37 minggu persalinan segera
sangat dianjurkan
7. Untuk wanita yang bukan PEB yang dikomplikasikan dengan HELLP syndrome dengan
usia kehamilan 24 -34 minggu pertimbangan untuk menunda persalinan, cukup
memberikan kortikosteroid antenatal untuk percepatan pematangan paru bayi jika
didapatkan perbaikan sementara dari hasil laboratorium ibu
8. Semua wanita dengan HELPP syndrome pada usia kehamilan >35 minggu kehamilannya
harus segera diakhiri

15
BAB III
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama : Ny. E
Umur : 36 tahun
No. RM : 13.74.61
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA

Nama suami : Tn. A


Umur : 38 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SMA

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan nyesak di perut dan sakit kepala sejak 1 hari yang lalu.
Riwayat Perjalanan Penyakit
Os datang dengan keluhan nyesak di perut sejak 1 hari yang lalu, perut terasa kembung
dan nyeri ulu hati (+). Os juga mengeluhkan sakit kepala, sakit terasa berdenyut, pusing
berputar (-), sakit kepala sebelah (-), pandangan kabur (+), mual (+), muntah (+) >5x isi
makanan dan minuman yang di konsumsi, sesak nafas (-), lemas (+), kaki bengkak (+) kanan
dan kiri. BAB (+) nomal, BAK (+) normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan serupa (-)
Riwayat maag (+)
Riwayat asma (-)
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat Diabetes (-)
Riwayat alergi (-)
Riwayat penyakit jantung (-)

16
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan serupa (-)
Riwayat Hipertensi dalam keluarga (-)
Riwayat Diabetes (-)
Riwayat KB
KB suntik selama 5 tahun
Riwayat ANC
ANC 1x usia kehamilan 7 bulan di bidan
Riwayat Obstetric
1. Lahir di bidan/ pervaginam/2500 gr/ meninggal sakit/tahun 2005
2. Lahir di bidan/pervaginam/2500 gr/sehat/tahun 2007
3. Lahir di bidan/pervaginam/2600 gr/ sehat/tahun 2011
4. Abortus 2 bulan/kuret (-)/tahun 2014
5. Sekarang
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Kesan gizi : Gizi lebih
Tanda Vital
Tekanan darah : 200/120 mmHg
Frekuensi nadi : 98x/menit
Frekuensi napas : 20x/menit
Suhu : 36.6C
Status Generalis
Mata : Conjunctiva anemis -/- Sklera ikterik -/-
Leher : Thyroid dan KGB tidak teraba membesar
Thoraks :
Pulmo : Suara napas vesikuler +/+ Wheezing-/- Rhonki-/-
Cor : BJ I dan II reguler, Murmur (-) Gallop (-)
Abdomen : BU (+) 3x/menit, Nyeri tekan epigastrium (+)
Genitalia : Fluksus (-) Fluor (-)
Ekstremitas : Akral hangat (+) Oedem (-)

17
Status Obstetri
Abdomen : Gravid (+)
Leopold : L1: Teraba bagian lunak, kesan bokong.
L2: Di sebelah kiri teraba bagian keras, rata, memanjang, kesan
punggung.
Di sebelah kanan teraba bagian-bagian kecil, kesan ekstremitas.
L3: Teraba bagian keras dan bulat, kesan kepala.
L4: Kepala janin belum masuk panggul.
TFU : 18 cm
DJJ : (+) 156x/menit
His : (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hasil Lab
Pemeriksaan Darah
Hb : 13,1
Ht : 36
Leukosit : 11.800
Trombosit : 134.000
Bleeding time : 3’
Cloting time : 7’12”
Gol. Darah : B+

Hitung Jenis Leukosit


Basofil : 0%
Eosinofil :1%
Stab : 0%
Segmen :64%
Limfosit :27%
Monosit : 8%

Urinalisa
Warna : Kuning muda
Kerjenihan : Agak keruh

18
Protein : +++ (positif 3)
Glukosa : negatif
Bilirubin : negatif
Urobilinogen : negatif
Ph :6
Berat jenis : 1015
Nitrit : negatif
Keton : negatif
Blood : + (positif)
Leukosit : negatif
Mikroskopis
Leukosit : 2-4 LPB
Eritrosit : 4-6 LPB
Sel epitel : Positif (+)
Slinder : negatif
Kristal : negatif
Bakteri : negatif

Immunologi
HBS Ag Rapid : Negatif
B20 : Negatif

V. DIAGNOSIS
Ny. E, 36 thn G4P2A1 uk 28 mgu JTH Intra uterine preskep dgn Impending Eklampsia

VI. PENATALAKSANAAN
Drip MgSO4 (sesuai protokol)
ivfd rl 28 tpm
obs ku, ttv
inj. esomax 1x1 amp
inj. Dexamethasone 2x2 amp
nucral syr 3x1 cth
dopamet 3x500 mg
nifedipine 4x10 mg

19
BAB IV
FOLLOW UP

24/11/2019
S Nyeri ulu hati, kembung dan sesak
O KU : CM Mata : CA -/- SI -/-
TD : 160/100 mmHg Leher : dbn
N : 80x/menit Cor : SI/II reg m- g-
RR : 24x/menit Pulmo: SNV +/+ Rh-/- Wh-/-
S : 36.6C Abd : BU (+), gravid (+) NTE (+)
L1 : Bokong L3: Kepala
L2 : Pu-ki L4: U
DJJ : 143x/menit
Genitalia: Fluksus (-) Fluor (-)
Eks : AH (+) Oedem (+)
A Ny. E, 35 thn g4p2a1 uk 28 minggu JTH Intra uterine preskep dgn PEB + late
HEG
P - ivfd rl 28 tpm
- obs ku, ttv
- inj. esomax 1x1
- nucral syr 3x1
- dopamet 3x500
- nifedipine 3x1

25/11/2019
S Sakit kepala, sesak (+)
O KU : CM Mata : CA -/- SI -/-
TD : 170/110 mmHg Leher : dbn
N : 82x/menit Cor : SI/II reg m- g-
RR : 24x/menit Pulmo: SNV +/+ Rh-/- Wh-/-
S : 36.6C Abd : BU (+), gravid (+) NTE (+)
TFU 18 cm L1 : Bokong L3: Kepala
L2 : Pu-ki L4: U

20
DJJ : 146x/menit
Genitalia: Fluksus (-) Fluor (-)
Eks : AH (+) Oedem (+)
A Ny. E, 35 thn g4p2a1 uk 28 minggu JTH Intra uterine preskep dgn Impending
eklampsia
P - Drip MgSO4 (sesuai protokol)
- ivfd rl 28 tpm
- obs ku, ttv
- inj. esomax 1x1 amp
- inj. Dexamethasone 2x2 amp
- nucral syr 3x1 cth
- dopamet 3x500 mg
- nifedipine 4x10 mg

26/11/2019
S Rasa sesak pada perut
O KU : CM Mata : CA -/- SI -/-
TD : 160/70 mmHg Leher : dbn
N : 85x/menit Cor : SI/II reg m- g-
RR : 20x/menit Pulmo: SNV +/+ Rh-/- Wh-/-
S : 36.0C Abd : BU (+), gravid (+) NTE (+)
TFU 18 cm L1 : Bokong L3: Kepala
L2 : Pu-ki L4: U
DJJ : 136x/menit
Genitalia: Fluksus (-) Fluor (-)
Eks : AH (+) Oedem (+)
A Ny. E, 35 thn g4p2a1 uk 28 minggu JTH Intra uterine preskep dgn Impending
eklampsia
P - IVFD RL 20 tpm
- Obs ku, ttv, djj
- Puasakan sejak pagi ini
- Rencana SC
- Inj. Esomax 1x1

21
- Inj. Dexamethasone 2x2 amp (2 hari)
- Po:
- Nifedipine 4x10
- Dopamet 3x500 mg
- Nucral syr 3x1
- Metocloperamide 3x1
- Ebio 2x1
- nifedipine 4x10 mg (stop)

26/11/2019
S Nyeri luka post op
O KU : CM Mata : CA -/- SI -/-
TD : 120/80 mmHg Leher : dbn
N : 82x/menit Cor : SI/II reg m- g-
RR : 22x/menit Pulmo: SNV +/+ Rh-/- Wh-/-
S : 36.0C Abd : BU (+), gravid (+) NTE (+)
TFU 3 jari di bawah pusat Genitalia: Fluksus (-) Fluor (-)
Eks : AH (+) Oedem (+) berkurang

Lahir bayi laki-laki dengan Bb 1200


gram
A Ny. E, 35 thn P3A1 Post SSTP a/i impending eklampsia
P - Drip MgO4 15cc dalam RL 28 tpm
- obs ku, ttv
- inj. Anbacim 2x1
- Po: clindamicyn tab 2x1
- Meloxicam tab 7,5mg 2x1
- Neurodex tab 1x1
- Pronalges supp 1x2 (k/p)
- Amlodipine 1x5 mg

22
27/11/2019
S Nyeri luka post op
O KU : CM Mata : CA -/- SI -/-
TD : 120/80 mmHg Leher : dbn
N : 82x/menit Cor : SI/II reg m- g-
RR : 22x/menit Pulmo: SNV +/+ Rh-/- Wh-/-
S : 36.0C Abd : BU (+), gravid (+) NTE (+)
TFU 3 jari di bawah pusat Genitalia: Fluksus (-) Fluor (-)
Eks : AH (+) Oedem (-)
A Ny. E, 35 thn P3A1 Post SSTP a/i impending eklampsia
P - ivfd rl:d5% 2:2 28 tpm
- obs ku, ttv
- inj. Anbacim 2x1
- Po: clindamicyn tab 2x1
- Meloxicam tab 7,5mg 2x1
- Neurodex tab 1x1
- Pronalges supp 1x2 (k/p)
- Amlodipine 1x10 mg

23
BAB V
DISKUSI KASUS

No. Teori Kasus


1. Epidemiologi Pada tahun 2017 Indonesia menempati
Gangguan hipertensi dalam kehamilan urutan kedua setelah Vietnam dalam
(HDK) terhitung hampir 18% dari persentasi AKI (Angka Kematian Ibu),
seluruh kematian ibu di seluruh dunia, penanganan yang cepat dan tepat akan
dengan perkiraan 62000-77000 mengurangi persentase AKI di Indonesia.
kematian pertahun. HDK terbagi Pada kasus ini, karena penanganan yang
dalam 4 kategori: hipertensi kronis, cepat dan tepat, pasien tidak mengalami
hipertensi gestasional, morbiditas berat, diasbilitas maupun
preeklamsi/eklamsia, dan hipertensi kematian.
kronis superimposed preeklamsia.
Untuk setiap wanita yang meninggal,
diperkirakan bahwa 20 orang lain
menderita morbiditas berat atau
disability.
2. Etiologi dan Faktor Resiko Pasien berusia 36 tahun, di perkirakan
- Usia <25/>35 masalah sosioekonomi serta riwayat
- Paritas (primigravida) obstetri buruk meningkatkan faktor resiko
- Faktor genetik terjadinya impending eklampsia pada
- Diet: obesitas/kurang kalsium pasien ini.
- Sosioekonomi
- Hiperplasentosis
- Mola hidatidosa
- Kehamilan Multiple
- Riwayat preeklampsia
- Wanita dengan gangguan
fungsi organ

24
3. Diagnosis: Pada anamnesa pasien ditemukan seluruh
Penegakan diagnosis dilakukan gejala yaitu nyeri kepala hebat, gangguan
melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, tajam penglihatan, nyeri ulu hati, rasa
pemeriksaan penunjang. kembung dan muntah >5x/hari
a. Anamnesa:
Nyeri kepala hebat, gangguan Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan
tajam penglihatan, muntah darah 200/120, nyeri epigastrium, oligouri
hebat, nyeri ulu hati. dan edema kedua tungkai.
b. Pemeriksaan Fisik:
Tekanan darah ≥160/110 Pada pemeriksaan penunjang ditemukan
Edema Paru Proteinuria +3, dan trombositopenia
Nyeri Epigastrium (134.000).
Oligouri
Edema Tungkai
c. Pemeriksaan Penunjang:
Proteinuria ≥+3
Trombositopenia
SGOT/SGPT meningkat 2x
lipat
4. Tatalaksana: Pada pasien telah diberikan:
Pemberian MgSO4 sesuai protap Drip MgSO4 (sesuai protokol)
Pemberian steroid untuk pematangan inj. esomax 1x1 amp
paru janin inj. Dexamethasone 2x2 amp selama 2 hari
Terminasi kehamilan (Sectio Caesaria nucral syr 3x1 cth
Cito) dopamet 3x500 mg
Pemberian antibiotik nifedipine 4x10 mg
Pemberian antihipertensi clindamicyn tab 2x1 (post sstp)

25
BAB 6
KESIMPULAN

Seorang pasien wanita, 36 tahun datang ke RSUD HD dengan usia kehamilan 28


minggu datang dengan keluhan rasa nyesak di perut sejak 1 hari yang lalu, perut terasa
kembung dan nyeri ulu hati (+). Os juga mengeluhkan sakit kepala, sakit terasa berdenyut,,
pandangan kabur (+), mual (+), muntah (+) >5x isi makanan dan minuman yang di konsumsi,
tubuh lemas (+), kaki bengkak (+) kanan dan kiri. BAB (+) nomal, BAK (+) sedikit dan
berwarna kuning pekat.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan Tekanan Darah 200/120, dan edema pada kedua tungkai,
kemudian pada pemeriksaan penunjang di temukan proteinuria +3 dan trombositopenia, pada
pasien ini di tegakan diagnosa yaitu Wanita hamil G4P2A1 uk 28 mgu JTH Intra uterine
preskep dgn Impending Eklampsia, dan dilakukan penatalaksanaan berupa pemberian MgSO4
sesuai protap, anti hipertensi, steroid untuk pematangan paru janin, obat simptomatis, terminasi
kehamilan dan antibiotik untuk pencegahan infeksi post operasi.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Gibbs, Ronald S.et al. Danforth's Obstetrics and Gynecology, 10th Edition chapter : 16
- Hypertensive Disorders of Pregnancy. 2008. Lippincott Williams & Wilkins : USA
2. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K, Hypertensive
Disorders in Pregnancy. In: William Obstetrics, edisi ke-22, New York: McGraw-Hill,
2005 : 761-808
3. Prawirohardjo S, Pre-eklampsia dan Eklampsia, dalam Ilmu Kebidanan, edisi ke-3,
Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T, penyunting, Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010: 542-50
4. Rahajuningsih D, Wibowo N, Raranta H. Disfungsi Endotel pada Preeklampsia.
Jakarta: Universitas Indonesia. 2005.
5. Cunningham FG, Gant F.G, et all. Preeclampsia. In: William Manual of Obstetrics. 21st
Ed. McGraw Hill 2003:339-47.

27

Anda mungkin juga menyukai